You are on page 1of 12

LAPORAN PENDAHULUAN

GERONTIK DENGAN GANGGUAN KESEIMBANGAN PADA NY. U DI UPT


PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA (PSTW) BONDOWOSO

Dosen Pembimbing

Ns. Dian Ratna Elmaghfuroh, S.Kep., M.Kes.

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Menyelesaikan Tugas di Stase


Keperawatan Gerontik

OLEH :

Bagus zulfana Aditya Arveo


(2201031035)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JEMBER
2023
LAPORAN PENDAHULUAN

GANGGUAN KESEIMBANGAN

A. Definisi

Keseimbangan melibatkan berbagai gerakan di setiap bagian tubuh dan didukung


oleh sistem muskuloskeletal serta bidang tumpu. Tujuan tubuh mempertahankan
keseimbangan, yaitu untuk menyangga tubuh melawan gaya gravitasi dan faktor
eksternal lain, untuk mempertahankan pusat massa tubuh agar sejajar dan seimbang
dengan bidang tumpu, serta menstabilkan bagian tubuh ketik tubuh lain bergerak
(Irfan, 2012). Kemampuan untuk menyeimbangkan massa tubuh dengan bidang
tumpu akan membuat manusia mampu untuk beraktivitas secara efektif dan efesien
(Yuliana, 2014).

B. Etiologi
Faktor-faktor yang menyebabkan jatuh khususnya dari lingkungan adalah
penerangan yang tidak baik (kurang atau menyilaukan), lantai yang licin dan basah,
tempat berpegangan yang tidak kuat/tidak mudah dipegang dan alat-alat atau
perlengkapan rumah tangga yang tidak stabil dan tergeletak di bawah (Darmojo,
2009). Menurut Friedman, adalah kondisi interior rumah meliputi bagaimana ruangan
– ruangan tersebut dilengkapi oleh perabot, kelayakan perabot, penerangan yang tidak
memadai dan eksterior rumah meliputi lantai, tangga, jeruji dalam keadaan buruk,
tempat obat-obatan tidak terjangkau dan pintu masuk dan pintu keluar ke rumah tidak
terdapat penerangan dan ruang gerak yang cukup untuk keluar dari rumah, kabel
listrik telanjang di lantai, dan penataan ruang yang kurang sesuai. Beberapa faktor
yang mengakibatkan terjadinya jatuh adalah sebagai berikut:
a. Faktor risiko
Untuk memahami faktor risiko jatuh, maka harus dimengerti bahwa stabilitas
badab ditentukan oleh:
Untuk dapat memahami faktor risiko jatuh, maka harus dimengerti bahwa stabilitas
badan ditentukan atau dibentuk oleh:
1) Sistem saraf pusat (SSP), SSP akan memberikan respon motorik untuk
mengantisipasi input sensorik. Penyakit SSP seperti stroke, parkinson,
hidrosefalus dengan tekanan normal, yang diderita oleh lanjut usia akan
menyebabkan gangguan fungsi SSP sehingga berespon tidak baik terhadap
input sensorik.
2) Kognitif, pada beberapa penelitian demensia diasosiasikan dengan
meningkatnya risiko jatuh.
3) Muskuloskeletal, faktor ini disebutkan oleh beberapa peneliti merupakan faktor
yang spesifik milik lanjut usia, dan berperan besar terhadap terjadinya jatuh.
Gangguan muskuloskeletal menyebabkan gangguan gaya berjalan (gait) dan ini
berhubungan dengan proses menua yang fisiologis. Gangguan gait yang terjadi
akibat proses menua tersebut antara lain di sebabkan oleh:
a) Kekakuan jaringan penghubung.
b) Berkurangnya massa otot.
c) Perlambatan konduksi saraf.
d) Penurunan visus/lapang padang.
e) Kerusakan proprioseptif.
b. Faktor penyebab
1) Faktor intrinsik
Faktor instrinsik adalah variabel – variabel yang menentukan mengapa
seseorang dapat jatuh pada waktu tertentu dan orang lain dalam kondisi yang
sama mungkin tidak jatuh (Gardner, 2000). Faktor intrinsik tersebut antara lain
adalah gangguan muskuloskeletal misalnya menyebabkan gangguan gaya
berjalan, kelemahan ekstremitas bawah, kekakuan sendi, sinkope yaitu
kehilangan kesadaran secara tiba-tiba yang disebabkan oleh berkurangnya
aliran darah ke otak dengan gejala lemah, penglihatan gelap, keringat dingin,
pucat dan pusing. Faktor ini terjadi akibat faktor resiko yang dialami lansia
sendiri dan tidak ada pengaruh atau paparan dari luar.
2) Faktor ekstrinsik
Faktor ekstrinsik merupakan faktor dari luar (lingkungan sekitarnya)
diantaranya cahaya ruangan yang kurang terang, lantai yang licin, tersandung
benda – benda. Faktor – faktor tersebut antara lain lingkungan yang tidak
mendukung meliputi cahaya ruangan yang kurang terang, lantai yang licin,
tempat berpegangan yang tidak kuat, tidak stabil, atau tergeletak di bawah,
tempat tidur atau WC yang rendah atau jongkok, obat-obatan yang diminum
dan alat-alat bantu berjalan yang kurang memadai sehingga menyebabkan
terjatuh (Darmojo, 2009).
3) Faktor situasional
a) Aktifitas fisik
Aktivitas fisik dapat terjadi dalam kehidupan sehari – hari, seperti berjalan,
naik atau turun tangga, melakukan hobi, rekreasi dan olahraga. Kategori
aktivitas fisik dapat dibagi berdasarkan tiper, frekuensi, durasi dan
intensitas.
b) Riwayat penyakit
Riwayat penyakit kronis yang diderita lansia selama bertahun – tahun
biasanya menjadikan lansia lebih mudah jatuh seperti penyakit stroke,
hipertensi, hilang fungsi penglihatan, dan sinkop yang sering menyebabkan
jatuh (Darmojo, 2014).

C. Patofisiologi
Jatuh terjadi dikarenakan ketidakstabilan saat berjalan atau ketidakseimbangan
tubuh dalam menopangnya yang disebabkan oleh kondisi biologis, psikologis serta
keabnormalan dari aliran darah pada lansia tersebut. Jika pada kondisi biologis sendiri
biasanya dari suatu penyakit yang sudah dialami oleh lansia yang mengakibatkan
adanya gangguan dari segi sensorik, kognitif bahkan pada organ tubuh gerak
(muskuloskeletal) sehingga kekuatan otot dan fungsi organ mengalami penurunan dan
lansia dapat mengalami jatuh. Pada kondisi yang kedua yaitu psikologi lansia
(anxietas, depresi, takut akan jatuh, dan gelisah) mengakibatkan lansia tidak memiliki
konsentrasi terhadap lingkungan disekitarnya sehingga juga menjadi risiko jatuh jika
tidak ada yang mengawasi, kemudian dari status psikologi lansia dapat menimbulkan
ketergantungan terhadap orang lain. Kondisi yang ketiga adanya ketidaknormalan dari
aliran darah yang dapat membuat lansia menjadi sering pusing atau bahkan nyeri
sehingga ketika lansia mengalami hal tersebut dengan didukung kondisi lingkungan
yang tidak baik maka lansia juga akan mengalami risiko jatuh (Eni & Safitri, 2019)

D. Klasifikasi
Pendapat Dadang Masnun mengatakan keseimbangan adalah manusia memiliki
kemampuan tubuh yang dapat mengontrol gereakan pada berbagai kadar dan dapat
ditingkatkan dengan cara melalui latihan berdasarkan tujuannya, keseimbangan terdiri
dari:
a. Keseimbangan Statis
Keseimbangan statis adalah setiap orang memiliki kemampuan untuk
mempertahankan keseimbangan dalam posisi diam (pada waktu duduk dan
hanstand). Cetin, et al (2008) mengatakan keseimbangan statis adalah tubuh
memiliki kemampuan untuk mempertahankan atau menjagakeseimbangan
tubuhnya dalam posisi diam dan dalam waktu tertentu, misalnya saat diam dan
berdiri.
b. Keseimbangan Dinamis
Keseimbangan dinamis adalah setiap orang memiliki kemampuan untuk
mempertahankan kesembangan dalam posisi bergerak, misalnya saat sedang
bersepeda, berjalan, dan berlari yang dapat menempatkannya pada posisi yang
tidak stabil. Dalam kondisi tersebut membutuhkan kontrol keseimbangan postural
yang semakin meningkat.
E. WOC
F. Manifestasi Klinis
Akibat dari gangguan keseimbangan adalah jatuh dan sering mengarah pada
injuri, kecacatan, kehilangan kemandirian dan kurangnya kualitas hidup (Nevid,et
al,1989). Jatuh merupakan kejadian yang tidak disengaja sebagai konsekuensi dalam
mempertahankan pukulan yang keras, kurangnya kesadaran, serangan paralisis yang
tiba-tiba pada struk atau serangan epilepsy (Kelong International Working Grup,1987
dalam Lord,et al,2007). Jatuh mengakibatkan akibat keterbatasan fisik,mengurangi
kapasitas untuk melaksanakan aktivitas sehari- hari, kegagalan sistem pernapasan dan
muskuloseletal, kerusakan fisik, fraktur pada panggul radius, ulna, humerus, kaki,
leher, injuri seperti luka memar, lecet dan terkilir, subdural hematoma, hospitalisasi,
peningkatan biaya perawatan dan bahkan mortalitas (Johston,2001;Lord et al,2007).
Resiko kejadian jatuh dapat dikurangi dengan cara meningkatkan keseimbangan
(Shing,2000)

G. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan bersifat individual, artinya berbeda untuk tiap kasus karena
perbedaan faktor-faktor yang mengakibatkan jatuh. Bila penyebab merupakan
penyakit akut penanganannya menjadi lebih mudah, lebih sederhana, dan langsung
bisa menghilangkan penyebab jatuh secara efektif. Tetapi lebih banyak pasien jatuh
karena kondisi kronik, multifaktorial sehingga diperlukan terapi gabungan antara
obat, rehabilitasi, perbaikan lingkungan, dan perbaikan kebiasaan lanjut usia itu. Pada
kasus lain intervensi diperlukan untuk mencegah terjadinya jatuh ulangan, misalnya
pembatasan bepergian/aktivitas fisik, penggunaan alat bantu gerak. Untuk penderita
dengan kelemahan otot ekstremitas bawah dan penurunan fungsional terapi
difokuskan untuk meningkatkan kekuatan dan ketahanan otot sehingga memperbaiki
fungsionalnya. Sering terjadi kesalahan, terapi rehabilitasi hanya diberikan sesaat
sewaktu penderita mengalami jatuh. Padahal terapi ini diperlukan secara terus-
menerus sampai terjadi peningkatan kekuatan otot dan status fungsional.
Terapi untuk penderita dengan penurunan gait dan keseimbangan difokuskan
untuk mengatasi penyebab/faktor yang mendasarinya. Penderita dimasukkan dalam
program gait training dan pemberian alat bantu berjalan. Biasanya progam rehabilitasi
ini dipimpin oleh fisioterapis. Penderita dengan dizziness syndrom, terapi ditujukan
pada penyakit kardiovaskuler yang mendasari, menghentikan obat-obat yang
menyebabkan hipotensi postural seperti beta bloker, diuretic dan antidepresan. Terapi
yang tidak boleh dilupakan adalah memperbaiki lingkungan rumah/tempat
kegiatan lanjut usia seperti tersebut di pencegahan jatuh (Darmojo, 2009).
H. Pengkajian
1. Identitas klien
Nama, jenis kelamin, alamat, agama dan pendidikan
2. Riwayat kesehatan
a. Riwayat kesehatan sekarang
1) Sumber kecelakaan: penyebab dari sumber masalah
2) Gambaran yang mendalam bagai mana resiko jatuh itu terjadi: pasien
dapat menceritakan bagaimana ia dapat mengalami jatuh tersebut
3) Faktor yang mungkin berpengaruh seperti alcohol, obat-obatan
4) Keadaan fisik disekitar
5) Peristiwa yang terjadi saat belum terjatuh sampai terjadinya jatuh
6) Beberapa keadaan lain yang memperbeat berjalan
b. Riwayat penyakit dahulu
Penting untuk menentukan apakah pasien mempunyai penyakit yang
merubah kemampuan gaya berjalan yang menyebabkan resiko jatuh pada
kelien rematoid atritis
c. Riwayat jatuh
1) Seputar jatuh: mencari penyebab jatuh misalnya terpeleset, tersandung,
berjalan, perubahan posisi badan, waktu mau berdiri dari jongkok, sedang
makan, sedang buang air kecil atau besar, sedang batuk atau bersin.
2) Gejala yang menyertai: nyeri dada, berdebar-debar, nyeri kepala tiba-tiba,
vertigo, pingsan, lemas, sesak nafas.
3) Kondisi komorbid yang releven: pernah stroke, penyakit jantung, sering
kejang, rematik, depresi, deficit sensorik.
4) Riview obat-obatan yang diminum: antihipertensi, diuretic, autonomic
bloker, antidepresan, hipnotik, anxiolitik, analgetik, psikotropik
3. Pemeriksaan fisik
a. Tanda vital : Nadi, Tekanan darah, respirasi, suhu badan akan menjadi data
penunjang lain terkait dari penyebab jatuh ataupun dampak dari jatuh yang
terjadi.
b. Kepala dan leher : penurunan visus, penurunan pendengaran, nistagmus,
gerakan yang menginduksi ketidakseimbangan.
c. Jantung : aritmia dan kelainan katup
d. Neurologi : perubahan status mental, defisit lokal, neuropati perifer, kelemahan
otot dan tremor.
e. Muskuloskeletal : perubahan sendi, pembatasan gerak sendi problem kaki, dan
deformitas

I. Diagnosa
Diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien rheumatoid arthritis yaitu
gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot ditandai
dengan mengeluh susah menggerakkan ekstremitas, rentang gerak menurun (Tim
Pokja SDKI DPP PPNI, 2016).
1. Nyeri akut
2. Risiko jatuh
3. Gangguan mobilitas fisik

J. Perencanaan Keperawatan
1. Diagnosa : Nyeri akut
Tujuan : Nyeri klien dapat berkurang setelah diberi asuhan keperawatan selama 6x
kunjungan
a. Kriteria Hasil :
1) Skala nyeri 1- 4
2) TUG 14 detik
3) Ekspresi wajah rileks
4) Intensitas nyeri berkurang
5) Tidak terdapat nyeri tekan
6) Klien mengungkapkan secara verbal penurunan nyeri yang dirasakan
7) Nyeri dapat terkontrol
b. Intervensi
1) Ajarkan senam lansia khususnya pada daerah lutut
2) Ajarkan teknik distraksi relaksasi
3) Anjurkan kompres hangat/dingin pada daerah yang nyeri
4) Ajarkan terapi pijat pada daerah nyeri
5) Anjurkan klien untuk menghindari stress
6) Kontrol lingkungan yang memperberat nyeri
7) Tingkatkan tidur maupun istirahat yang cukup

2. Diagnosa : Risiko jatuh berhubungan dengan lingkungan tidak aman

Tujuan : Klien tidak beresiko jatuh setelah diberikan asuhan keperawatan selama 6x
kunjungan

a. Kriteria Hasil :
1) Keamanan lingkungan rumah memadai (lantai kasat air, pencahayaan terang)
2) Morse fall scale <40
3) Langkah kaki dan kemampuan keseimbangan terkoordinasi
4) Tidak ada kejadian jatuh
5) Klien memahami alas kaki yang tepat
6) TTV dalam batas normal (sistole 110-130mmHg, diastole 70-80mmHg)
7) Dapat berjalan tanpa berpegangan
b. Intervensi
1) Anjurkan modifikasi ruangan pada klien dan keluarga untuk mengurangi resiko
jatuh
2) Hitung resiko jatuh menggunakan morse fall scale
3) Anjurkan lantai selalu kasat air dan pencahayaan selalu terang
4) Anjurkan menggunakan alas kaki yang tidak licin
5) Anjurkan menempatkan barang-barang yang mudah dijangkau
6) Ajarkan selalu berkonsentrasi untuk menjaga keseimbangan tubuh saat berjalan
7) Ajarkan melebarkan jarak kedua kaki untuk meningkatkan keseimbangan saat
berdiri.

K. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah aspek penting proses keperawatan karena kesimpulan yang
ditarik dari evaluasi menentukan apakah intervensi keperawatan harus diakhiri,
dilanjutkan, atau diubah. Evaluasi berjalan kontinu, evaluasi yang dilakukan ketika
atau segera setelah mengimplementasikan program keperawatan memungkinkan
perawat segera memodifikasi intervensi (Kozier et al., 2010).
DAFTAR PUSTAKA

Eni, E., & Safitri, A. (2019). Gangguan Kognitif terhadap Resiko Terjadinya Jatuh Pada
Lansia. Jurnal Ilmiah Ilmu Keperawatan Indonesia.
https://doi.org/10.33221/jiiki.v8i01.323

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Definisi dan
Indikator Diagnostik. Jakarta: Dewan Pengurus PPNI

Kozier, et al. (2010). Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses, dan Praktik
Edisi 7. Jakarta: EGC

Widuri, Hesti. (2010). Asuhan Keperawatan Pada Lanjut Usia Ditatanan Klinik. Yogyakata:
Penerbit Fitramaya

Potter, & Perry, A. G. (2006). Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses, Dan
Praktik, edisi 4, Volume.2. Jakarta: EGC.

You might also like