You are on page 1of 18

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Lansia
1. Pengertian lanjut Usia
Proses menua merupakan suatu yang fisiologis, yang akan dialami oleh setiap
orang. Batasan orang dikatakan lanjut usia berdasarkan UU No 13 tahun 1998 adalah
60 tahun.
Usia lanjut atau lansia dimulai dari usia 60 tahun yang ditandai dengan adanya
perubahan yang bersifat fisik dan psikologis yang semakin menurun. Proses penuaan
merupakan proses alami yang akan dialami seseorang (Maryam, 2008).
2. Klasifikasi Lansia
Klasifikasi lansia berdasarkan usia:
1.Pralansia: Seseorang yang berusia antara 45-59 tahun.
2.Lansia: Seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih
3.Lansia resiko tinggi: Seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih / seseorang yang
berusia 60 tahun atau lebih dengan masalah kesehatan
4.Lansia potensial: Lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan kegiatan
yang dapat menghasilkan barang/ jasa
5.Lansia tidak potensial: Lansia yang tidak berdaya mencari nafkah,sehingga
hidupnya bergantung pada bantuan orang lain ( Depkes RI, 2003).
3. Teori tentang Proses menua
2.1. Teori Biologik
a. Teori Genetik dan Mutasi
Menua terjadi sebagai akibat dari perubahan biokimia yang diprogram oleh
molekul /DNA dan setiap sel pada saatnya akan mengalami mutasi
b. Pemakaian dan Rusak
c. Autoimune
Pada proses metabolisme tubuh , suatu saat diproduksi suatu zat khusus. Sad
jaringan tubuh tertentu yang tidak tahan terhadap zat tersebut sehingga jaringan
tubuh menjadi lemah dan mati.
d. teori stres
Menua terjadi akibat hilangnya sel-sel yang biasa digunakan. Regenerasi jaringan
1
tidak dapat mempertahankan kestabilan lingkungan internal dan stres
menyebabkan sel-sel tubuh lelah dipakai.
e. Teori radikal bebas
Tidak stabilnya redikal bebas mengakibatkan oksidasi-oksidasi bahan bahan
organik seperti karbohidrat dan protein . radikal ini menyebabkan sel-sel tidak
dapat regenerasi.
2.2. Teori Sosial
a. Teori ktifitas
Lanjut usuia yang sukses adalah mereka yang aktif dan ikut banyak dalam kegiatan
sosial
b. Teori Pembebasan
Dengan bertambahnya usia, seseorang secara berangsur angsur mulai melepaskan
diri dari kehidupan sosialnya. Keadaan ini mengakibatkan interaksi sosial lanjut
usia menurun, baik secara kwalitas maupun kwantitas. Sehingga terjadi kehilangan
ganda yakni :
a) Kehilangan peran
b) Hambatan kontrol sosial
c) Berkurangnya komitmen
c. Teori Kesinambungan
Teori ini mengemukakan adanya kesinambungan dalam siklus kehidupan lansia.
Dengan demikian pengalaman hidup seseorang pada usatu saat merupakan
gambarannya kelak pada saat ini menjadi lansia.
Pokok-pokok dari teori kesinambungan adalah :
a) lansia tak disarankan untuk melepaskan peran atau harus aktif dalam proses
penuaan, akan tetapi didasarkan pada pengalamannya di masa lalu, dipilih
peran apa yang harus dipertahankan atau dihilangkan
b) Peran lansia yang hilang tak perlu diganti
c) Lansia dimungkinkan untuk memilih berbagai cara adaptasi
2.3. Teori Psikologi
a. Teori Kebutuhan manusia mneurut Hirarki Maslow
Menurut teori ini, setiap individu memiliki hirarki dari dalam diri, kebutuhan yang
memotivasi seluruh perilaku manusia (Maslow 1954). Kebutuhan ini memiliki
urutan prioritas yang berbeda. Ketika kebutuhan dasar manusia sidah terpenuhi,
2
mereka berusaha menemukannya pada tingkat selanjutnya sampai urutan yang
paling tinggi dari kebutuhan tersebut tercapai.
b. Teori individual jung
Carl Jung (1960) Menyusun sebuah terori perkembangan kepribadian dari seluruh
fase kehidupan yaitu mulai dari masa kanak-kanak , masa muda dan masa dewasa
muda, usia pertengahan sampai lansia. Kepribadian individu terdiri dari Ego,
ketidaksadaran sesorang dan ketidaksadaran bersama. Menurut teori ini
kepribadian digambarkan terhadap dunia luar atau ke arah subyektif.
Pengalaman-pengalaman dari dalam diri (introvert). Keseimbangan antara
kekuatan ini dapat dilihat pada setiap individu, dan merupakan hal yang paling
penting bagi kesehatan mental
4. Perubahan Perubahan Yang Terjadi Pada Lansia
3.1. Perubahan fisik
a. Sel : jumlahnya lebih sedikit tetapi ukurannya lebih besar, berkurangnya cairan intra
dan extra seluler
b. Persarafan : cepatnya menurun hubungan persarapan, lambat dalam respon waktu
untuk meraksi, mengecilnya saraf panca indra sistem pendengaran, presbiakusis,
atrofi membran timpani, terjadinya pengumpulan serum karena meningkatnya
keratin
c. Sistem penglihatan : spnkter pupil timbul sklerosis dan hlangnya respon terhadap
sinaps, kornea lebih berbentuk speris, lensa keruh, meningkatny ambang
pengamatan sinar, hilangnya daya akomodasi, menurunnya lapang pandang.
d. Sistem Kardivaskuler. : katup jantung menebal dan menjadi kaku , kemampuan
jantung memompa darah menurun 1 % setiap tahun setelah berumur 20 tahun
sehingga menyebabkanmenurunnya kontraksi dan volume, kehilangan elastisitas
pembuluh darah, tekanan darah meningg.
e. Sistem respirasi : otot-otot pernafasan menjadi kaku sehingga menyebabkan
menurunnya aktifitas silia. Paru kehilangan elastisitasnya sehingga kapasitas residu
meingkat, nafas berat. Kedalaman pernafasan menurun.
f. Sistem gastrointestinal : kehilangan gigi,sehingga menyebkan gizi buruk , indera
pengecap menurun krena adanya iritasi selaput lendir dan atropi indera pengecap
sampai 80 %, kemudian hilangnya sensitifitas saraf pengecap untuk rasa manis dan
asin
3
g. Sistem genitourinaria : ginjal mengecil dan nefron menjadi atrofi sehingga aliran
darah ke ginjal menurun sampai 50 %, GFR menurun sampai 50 %. Nilai ambang
ginjal terhadap glukosa menjadi meningkat. Vesika urinaria, otot-ototnya menjadi
melemah, kapasitasnya menurun sampai 200 cc sehingga vesika urinaria sulit
diturunkan pada pria lansia yang akan berakibat retensia urine. Pembesaran prostat,
75 % doalami oleh pria diatas 55 tahun. Pada vulva terjadi atropi sedang vagina
terjadi selaput lendir kering, elastisitas jaringan menurun, sekresi berkurang dan
menjadi alkali.
h. Sistem endokrin : pada sistem endokrin hampir semua produksi hormon menurun,
sedangkan fungsi paratiroid dan sekresinya tidak berubah, aktifitas tiroid menurun
sehingga menurunkan basal metabolisme rate (BMR). Porduksi sel kelamin
menurun seperti : progesteron, estrogen dan testosteron.
i. Sistem integumen : pada kulit menjadi keriput akibat kehilangan jaringan lemak,
kulit kepala dan rambut menuipis menjadi kelabu, sedangkan rambut dalam telinga
dan hidung menebal. Kuku menjadi keras dan rapuh.
j. Sistem muskuloskeletal : tulang kehilangan densitasnya dan makin rapuh menjadi
kiposis, tinggi badan menjadi berkurang yang disebut discusine vertebralis menipis,
tendon mengkerut dan atropi serabut erabit otot , sehingga lansia menjadi lamban
bergerak. otot kam dan tremor.
3.2. Perubahan Mental
faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental adalah :
a. Pertama-tama perubahan fisik, khususnya organ perasa
b. Kehatan umum
c. Tingkat pendidikan
d. Keturunan
e. Lingkungan
Kenangan (memori) ada 2 :
a. kenangan jangka panjang, berjam-jam sampai berhari-hari yang lalu
b. kenangan jang pendek : 0-10 menit, kenangan buruk
Intelegentia Question :
a. Tidak berubah dengan informasi matematika dan perkataan verbal
b. Berkurangnya penampilan, persepsi dan ketrampilan psikomotor terjadi perubahan
pada daya membayangkan, karena tekanan-tekanan dari faktor waktu.
4
3.3. Perubahan Perubahan Psikososial
a. Pensiun : nilai seorang dukur oleh produktifitasnya, identits dikaitkan dengan
peranan dalam pekerjaan
b. Merasakan atau sadar akan kematian
c. Perubahan dalam cara hidup, yaitu memasuki rumah perawatan bergerak lebih
sempit.

5
5. Patofisiologi

Proses menua
a. Sidroma klinis berkaitan dengan seluruh otak
b. Sindroma klinis umumnya berkaitan dengan teritorial pembuluh karotis
c. Sindroma klinis utamanya berkaitan dengan teritorial pembuluh
vertebrobasiler

Akibat :
a. Apraxia, kaku otot,refleks meningkat dan tendensi u/condong kebelakang
b. Gangguan jalan (gait)
c. Demensia
d. Inkontinensia
e. Serangan otak sepintas(transient ischemic attack)
f. Gangguan bicara, monoparesis, hemiparesis, hipestesi ataupun anestesi
g. Jatuh, ataksia, nistagmus,pusing,mual-mual

Diabetes Mellitus,hiperlipidemia, hiperviskositas,Kelainan jantung, koagulopati

Diabetes Mellitus

Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan mobilitas fisik
b. Nyeri akut
c. Kerusakna mobilitas fisik
d. Resiko cidera

1
B. Konsep Penyakit Diabetes Mellitus
1. Pengertian
Diabetes Mellitus (DM) adalah penyakit metabolik yang kebanyakan
herediter, dengan tanda-tanda hiperglikemia dan glukosuria, disertai dengan
atau tidak adanya gejala klinik akut ataupun kronik, sebagai akibat dari
kuranganya insulin efektif di dalam tubuh, gangguan primer terletak pada
metabolisme karbohidrat yang biasanya disertai juga gangguan metabolisme
lemak dan protein ( Askandar, 2000 ). Diabetes mellitus adalah penyakit
hiperglikemia yang ditandai oleh ketiadaan absolut insulin atau insensitifitas
sel terhadap insulin (Corwin, 2001).
Ulkus adalah luka terbuka pada permukaan kulit atau selaput lender
dan ulkusadalah kematian jaringan yang luas dan disertai invasif kuman
saprofit. Adanya kuman saprofit tersebut
menyebabkan ulkus berbau, ulkus diabetikum juga merupakan salah satu
gejala klinik dan perjalanan penyakit DM dengan neuropati perifer,
(Andyagreeni, 2010).
Ulkus Diabetik merupakan komplikasi kronik dari Diabetes
Melllitus sebagai sebab utama morbiditas, mortalitas serta kecacatan
penderita Diabetes. Kadar LDL yang tinggi memainkan peranan penting
untukterjadinya Ulkus Uiabetik untuk terjadinya Ulkus Diabetik melalui
pembentukan plak atherosklerosis pada dinding pembuluh darah, (zaidah
2005).

2. Klasifikasi
Klasifikasi Diabetes yang utama menurut Smeltzer dan Bare (2001),
adalah sebagai berikut :
a. Tipe 1 Diabetes Mellitus tergantung insulin (Insulin Dependent Diabetes
Mellitus)
b. Tipe II Diabetes mellitus tidak tergantung insulin (Non-Insulin Dependent
Diabetes Mellitus)
c. Diabetes Mellitus yang berhubungan dengan sindrom lainnya.

2
d. Diabetes Mellitus Gestasional (Gestasional Diabetes Mellitus)

Wagner (1983) membagi gangren kaki diabetik menjadi enam tingkatan ,


yaitu:
·         Derajat 0        : Tidak ada lesi terbuka, kulit masih utuh dengan
kemungkinan disertai kelainan bentuk kaki seperti “ claw,callus “.
·         Derajat I        : Ulkus superfisial terbatas pada kulit.
·         Derajat II       : Ulkus dalam menembus tendon dan tulang.
·         Derajat III     : Abses dalam, dengan atau tanpa osteomielitis.
·         Derajat IV     : Gangren jari kaki atau bagian distal kaki dengan atau
tanpa selulitis.
·         Derajat V       : Gangren seluruh kaki atau sebagian tungkai
3. Etiologi
Menurut Smeltzer dan Bare (2001: 1224), penyebab dari diabetes
mellitus adalah:
a. Diabetes Tipe I
1) Faktor genetik.
2) Faktor imunologi.
3) Faktor lingkunngan.
b. Diabetes Tipe II
1) Usia.
2) Obesitas.
3) Riwayat keluarga.
4) Kelompok genetik.
Faktor-faktor yang berpengaruh atas terjadinya ulkus diabetikum dibagi
menjadi factor endogen dan ekstrogen.
a. Faktor endogen
1) Genetik, metabolik.
2) Angiopati diabetik.
3) Neuropati diabetik.
b. Faktor ekstrogen

3
1) Trauma.
2) Infeksi.
3) Obat.

4. Patofisiologi
Menurut Smeltzer dan Bare (2001: 1223), patofisiologi dari diabetes
mellitus adalah :
a. Diabetes tipe I
Pada Diabetes tipe I terdapat ketidakmampuan untuk
menghasilkan insulin karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan
oleh proses autoimun. Hiperglikemia puasa terjadi akibat produksi
glukosa yang tidak terukur oleh hati. Disamping itu, glukosa yang
berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam hati meskipun tetap
berada dalam darah dan menimbulkan
hiperglikemiapostprandial (sesudah makan). Jika konsentrasi glukosa
dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat menyerap kembali semua
glukosa yang tersaring keluar, akibatnya glukosa tersebut muncul
dalam urin (Glukosuria). Ketika glukosa yang berlebih dieksresikan
dalam urin, ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit
yang berlebihan. Keadaan ini dinamakan diuresis osmotik. Sebagai
akibat dari kehilangan cairan yang berlebihan, pasien akan mengalami
peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsia).
Defisiensi insulin juga mengganggu metabolisme protein dan lemak
yang menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami
peningkatan selera makan (polifagia) akibat menurunnya simpanan
kalori. Gejala lainnya mencakup kelelahan dan kelemahan.Proses ini
akan terjadi tanpa hambatan dan lebih lanjut turut menimbulkan
hiperglikemia. Disamping itu akan terjadi pemecahan lemak yang
mengakibatkan peningkatan produksi badan keton yang merupakan
produk samping pemecahan lemak. Badan keton merupakan asam
yang mengganggu keseimbangan asam basa tubuh apabila jumlahnya

4
berlebihan. Ketoasidosis diabetik yang diakibatkannya dapat
menyebabkan tandatanda dan gejala seperti nyeri abdominal, mual,
muntah, hiperventilasi, napas berbau aseton dan bila tidak ditangani
akan menimbulkan perubahan kesadaran, koma bahkan kematian.
b. Diabetes tipe II
Pada Diabetes tipe II terdapat dua masalah yang berhubungan
dengan insulin, yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin.
Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada
permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor
tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa
didalam sel. Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai dengan
penurunan reaksi intrasel ini. Dengan demikian insulin menjadi tidak
efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan. Akibat
intoleransi glukosa yang berlangsung lambat dan progresif maka
awitan diabetes tipe II dapat berjalan tanpa terdeteksi. Jika gejalanya
dialami pasien, gejala tersebut sering bersifat ringan dan dapat
mencakup kelelahan, iritabilitas, poliuria. polidipsia, luka yang lama
sembuh, infeksi vagina atau pandangan yang kabur ( jika kadar
glukosanya sangat tinggi).
Penyakit Diabetes membuat gangguan/ komplikasi melalui
kerusakan pada pembuluh darah di seluruh tubuh, disebut angiopati
diabetik. Penyakit ini berjalan kronis dan terbagi dua yaitu gangguan
pada pembuluh darah besar (makrovaskular) disebut makroangiopati,
dan pada pembuluh darah halus (mikrovaskular) disebut
mikroangiopati. Ulkus Diabetikum terdiri dari kavitas sentral biasanya
lebih besar disbanding pintu masuknya, dikelilingi kalus keras dan
tebal. Awalnya proses pembentukan ulkus berhubungan dengan
hiperglikemia yang berefek terhadap saraf perifer, kolagen, keratin dan
suplai vaskuler. Dengan adanya tekanan mekanik terbentuk keratin
keras pada daerah kaki yang mengalami beban terbesar. Neuropati
sensoris perifer memungkinkan terjadinya trauma berulang

5
mengakibatkan terjadinya kerusakan jaringan dibawah area kalus.
Selanjutnya terbentuk kavitas yang membesar dan akhirnya ruptur
sampai permukaan kulit menimbulkan ulkus. Adanya iskemia dan
penyembuhan luka abnormal manghalangi resolusi.
Mikroorganisme yang masuk mengadakan kolonisasi didaerah ini.
Drainase yang inadekuat menimbulkan closed space infection.
Akhirnya sebagai konsekuensi sistem imun yang abnormal, bakteria
sulit dibersihkan dan infeksi menyebar ke jaringan sekitarnya,
(Anonim 2009).

5. Pathways
Lampiran I

6. Manifestasi
Ulkus Diabetikum akibat mikriangiopatik disebut juga ulkus panas
walaupun nekrosis, daerah akral itu tampak merah dan terasa hangat oleh
peradangan dan biasanya teraba pulsasi arteri dibagian distal . Proses
mikroangipati menyebabkan sumbatan pembuluh darah, sedangkan secara
akut emboli memberikan gejala klinis 5 P yaitu :
1.      Pain (nyeri).
2.      Paleness (kepucatan).
3.      Paresthesia (kesemutan).
4.      Pulselessness (denyut nadi hilang)
5.      Paralysis (lumpuh).

7. Komplikasi
Menurut Subekti (2002: 161), komplikasi akut dari diabetes mellitus
adalah sebagai berikut :
a. Hipoglikemia
Hipoglikemia adalah keadaan kronik gangguan syaraf yang
disebabkan penurunan glukosa darah. Gejala ini dapat ringan berupa

6
gelisah sampai berat berupa koma dengan kejang. Penyebab tersering
hipoglikemia adalah obat-obat hiperglikemik oral golongan
sulfonilurea.
b. Hiperglikemia
Secara anamnesis ditemukan adanya masukan kalori yang
berlebihan, penghentian obat oral maupun insulin yang didahului oleh
stress akut. Tanda khas adalah kesadaran menurun disertai dehidrasi
berat. Ulkus Diabetik jika dibiarkan akan menjadi gangren, kalus,
kulit melepuh, kuku kaki yang tumbuh kedalam, pembengkakan ibu
jari, pembengkakan ibu jari kaki, plantar warts, jari kaki bengkok,
kulit kaki kering dan pecah, kaki atlet, (Dr. Nabil RA).

8. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Arora (2007: 15), pemeriksaan yang dapat dilakukan
meliputi 4 hal yaitu:
a. Postprandial
Dilakukan 2 jam setelah makan atau setelah minum. Angka diatas
130 mg/dl mengindikasikan diabetes.
b. Hemoglobin glikosilat: Hb1C adalah sebuah pengukuran untuk
menilai kadar gula darah selama 140 hari terakhir. Angka Hb1C yang
melebihi 6,1% menunjukkandiabetes.
c. Tes toleransi glukosa oral
Setelah berpuasa semalaman kemudian pasien diberi air dengan
75 gr gula, dan akan diuji selama periode 24 jam. Angka gula darah
yang normal dua jam setelah meminum cairan tersebut harus < dari
140 mg/dl.
d. Tes glukosa darah dengan finger stick, yaitu jari ditusuk dengan
sebuah jarum, sample darah diletakkan pada sebuah strip yang
dimasukkan kedalam celah pada mesin glukometer, pemeriksaan ini
digunakan hanya untuk memantau kadar glukosa yang dapat
dilakukan dirumah.

7
e. Urine
Pemeriksaan didapatkan adanya glukosa dalam urine.
Pemeriksaan dilakukan dengan cara Benedict ( reduksi ). Hasil dapat
dilihat melalui perubahan warna pada urine : hijau  ( + ), kuning ( +
+ ), merah ( +++ ), dan merah bata ( ++++ )
f. Kultur pus
Mengetahui jenis kuman pada luka dan memberikan antibiotik
yang sesuai dengan jenis kuman.

9. Penatalaksanaan Medis
Menurut Soegondo (2006), penatalaksanaan Medis pada pasien
denganDiabetes Mellitus meliputi:
a. Obat hiperglikemik oral (OHO).
Berdasarkan cara kerjanya OHO dibagi menjadi 4 golongan :
1) Pemicu sekresi insulin.
2) Penambah sensitivitas terhadap insulin.
3) Penghambat glukoneogenesis.
4) Penghambat glukosidase alfa.
b. Insulin
Insulin diperlukan pada keadaan :
1) Penurunan berat badan yang cepat.
2) Hiperglikemia berat yang disertai ketoasidosis.
3) Ketoasidosis diabetik.
4) Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat.
c. Terapi Kombinasi
Pemberian OHO maupun insulin selalu dimulai dengan dosis
rendah, untuk kemudian dinaikkan secara bertahap sesuai dengan
respon kadar glukosa darah.

10. Penatalaksanaan Keperawatan


a. Pengkajian keperawatan

8
Pengkajian merupakan pendekatan sistematik untuk
mengumpulkan data serta menganalisanya sehingga dapat diketahui
bio-psiko-sosial klien yang menyebabkan terjadinya hernia, data data
yang perlu di kaji di antaranya adalah : 
1) Aktivitas/istirahat 
Gejala : riwayat pekerjaan yang perlu mengangkat benda berat,
duduk dan mengemudi dalam wakrtu lama.   
Tanda : atrofi otot pada bagian tubuh yang terkena gangguan
dalam berjalan
2) Sirkulasi  
Gejala : konstipasi, mengalami kesulitan dalam defekasi
Adanya inkotinensia atau  retensi urin  
3) Integritas ego  
Gejala : ketakutan akan timbulnya paralisis, ansietas masalah
pekerjaan, dan finansial keluarga.
Tanda : tampak cemas, depresi, dan menghindar dari
keluarga/orang terdekat. 
4) Neorosensori
Gejala : kesemutan, kekakuan, dan kelemahan tngan dan kaki.
Tanda : penurunan reflek tendon dalam, kelemahan otot, dan
hipotonia
5) Nyeri atau kenyamanan  
Gejala : nyeri seperti tertusuk pisau, yang akan semakin
memburuk dengan adanya batuk, bersin, membengkokan badan,
dan mengangkat, defekasi, serta nyeri. 
Tanda : sikap dengan cara bersandar dari bagian tubuh yang
terkena, perubahan cara berjalan, berjalan dengan terpincang
pincang, dan pinggang terangkat pada bagian tubuh yang terkena.
6) Keamanan
Gejala : ada nya riwayat masalah “punggung” yang baru saja
terjadi.  

9
7) Penyuluhan atau pembelajaran  
Gejala : gaya hidup, monoton atau hiperaktif.  
b. Diagnosa dan Intervensi Keperawatan
1) Nyeri b.d kerusakan jaringan
NOC : Nyeri terkontrol
NIC : Manajemen nyeri
a) Kaji karakteristik nyeri
b) Berikan teknik relaksasi dan distraksi
c) Kolaborasi pemberian analgetik
d) Berikan posisi yang nyaman bagi pasien
2) Intolerasi aktivitas b.d kelemahan.
NOC : Activity Tolerance
NIC : Activity terapy
a) Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas
b) Bantu klien untuk mengembangkan immobilitas
c) Monitor respon fisik, emosi, sosial dan spiritual
3) Risiko defisit volume cairan b.d poluri
NOC : keseimbangan cairan
NIC : manajemen cairan dan monitoring cairan
a) Monitor intake dan output cairan
b) Monitor TTV
c) Kolaborasi pemberian cairan parenteral
4) Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d gangguan
keseimbangan insulin.
NOC : Status Nutrisi
NIC : Pengelolaan nutrisi
a) Monitor intake dan output
b) Monitor TTV
c) Kolaborasi pemberian cairan parenteral
5) Risiko tinggi infeksi b.d penurunan jumlah leukosit
NOC :imun status

10
NIC : Kontrol infeksi
a) Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan keperawatan
b) Pertahankan lingkungan aseptik selama pemasanganalat
c) Berikan terapi antibiotik bila perlu
6) Gangguan integritas kulit b.d adanya luka gangren
NOC : integritas kulit
NIC : Perawatan Luka
a) Kaji kulit untuk luka terbuka, benda asing dan perubahan
warna
b) Atur posisi pasien senyaman mungkin. Pertahankan tempat
tidur nyaman dan bebas kerutan
c) Balut dengaluka dengan balutan yang mempertahankan
kelembapan lingkunganb diatas dasar luka
7) Gangguan persepsi sensori b.d penurunan fungsi penglihatan
NOC : sensory function
NIC : coordinated movement
a) Evaluasi ketajaman mata
b) Jadwalkan intervensi keperawatan agar tidak menganggu
jadwal instirahat pasien
c) Bantu pasien dalam ambulansi dan perubahan posisi
8) Risiko cedera b.d penurunan massa otot
NOC : Personal safety
NIC : menejemen lingkungan
a) Catat perubahan mental atau tingkat kesadaran
b) Batasi aktivitas seperti menggerakan kepala tiba-tiba
c) Berikan lingkungan yang aman dan
9) Hipertermi b.d peningkatan suhu tubuh
NOC : Termoregulasi
NIC : temperatur regulation
a) Monitor warna dan suhu kulit
b) Berikan kompres pada pasien

11
c) Berikan obat antipiretik
10) Risiko perdarahan berhubungan dengan proses debridement
NOC : tidak terjadi perdarahan
NIC : Manajemen perdarahan
a) Memonitor perdarahan
b) Kaji tanda tanda syok
c) Ingatkan operator dan asisten bila terjadi perdarahan hebat

12
DAFTAR PUSTAKA

Capernito Lynda juall ( 1998), Buku Saku Diagnosa Keperawatan Edisi 6 , Alih
Bahasa Yasmin Asih EGC jakarta

C. Long barbara ( 1996) Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan Proses)


Unit IV, V, VI Alih bahasa Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan
Keperawatan Pajajaran Bandung, IAPK Bandung
Depkes, RI. 2003. Pedoman Pembinaan Kesehatan Usia Lanjut Bagi Petugas
Kesehatan. Jakarta: Depkes RI.

Donges Marilyn E (2000), Rencana Asuhan Keperawatan edisi 3, Alih bahasa I


Made Kariasa, EGC Jakarta

Wahyudi Nugroho ( 2000), Keperawatan Gerontik Edisi 2 , EGC Jakarta

R.Boedhi Darmojo dkk. (1999), Geriatri, Balai Penerbit FKUI, Jakarta

13

You might also like