You are on page 1of 20

TAFSIR AYAT-AYAT SOSIAL DALAM

SURAT AT-TAUBAH
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Pada Mata Kuliah

Tafsir Ayat Sosial

Dosen Pengampu:

Dr. H. Muhammad Azizan Fitriana, MA.

Oleh:

Cecep Fuad Audah (NIM: 215410655)

Okki Santoso (NIM: 215410665)

PRODI ILMU AL-QUR'AN DAN TAFSIR

PROGRAM PASCA SARJANA (S2)

INSTITUT ILMU AL-QUR'AN (IIQ) JAKARTA

1437 H / 2017

i
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Surat At-Taubah merupakan suarat yang ke sembilan dari tartib


mushaf, banyak ayatnya 129 ayat menurut ulama kufah dan 130 ayat menurut
jumhur ulama, surat ini memiliki banyak nama di antaranya bara'ah, Al-
Fadihah, Al-Munfarrah, Al-Mudamarah, Al-Musirah. Abdullah Ibn Abbas
pernah bertanya kepada Imam Ali Ibn Abi Thalib, kenapa pada surat At-
Taubah tidak di sertakan bismillah? Imam Ali menjawab karena lafadz Al-
Basmalah adalah sebagai penjaga dan di dalamnya tentang kasih sayang
sedangkan surat At-Taubah turun berkaitan dengan perperangan.

Al-Mubarad menambahkan bahwa Al-Basmalah pembuka bentuk


kebaikan sedangkan pada suarat At-Taubah didalamnya menagndung
perjanjian, ancaman, pemutusan perjanjian damai. Yang paling pas menurut
Imam Al-Qurtubi karena jibril As tidak menurunkan surat ini dengan Al-
Basmalah. Kandungan surat At-Taubah secara garis besar berkaitan tentang
keterlepasan Allah Swt dan Rosulnya dengan kaum musyrikin dan wajib bagi
kaum muslim memeranginya. Kaum musyrikin tidak boleh memakmurkan
masjid karena kemusrikannya tetapi yang memkmurkan masjid ialah orang
yang beriman kepada Allah Swt, menegrjakan shalat, beriman pada hari akhir
dan tidak takut kecuali Allah Swt. Larangan menjadikan orang kafir sebagai
wali karena lebih memilih kekafiran dari pada iman dan lain sebagainya.

Adapun yang menjadi pembahasan penulis yaitu menyoal hukum jihad


secara global, konsep berinteraksi sosial antar muslim dan non muslim dan
pengertian zakat dan shodaqoh beserta syarat-syarat dan ketentuanya.

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Hukum Jihad

Pengertian kata jihad secara hakiki yang diisyari'atkan Allah Swt ialah
sebuah amalan yang cangkupannya luas, Allah Swt mengikatnya dengan
tujuan syari'at islam yaitu tujuan dari jihad menunjukan hidayah. Kata al-Qital
bagian dari jihad, maka perlu menjelaskan terlebih dahulu arti jihad secara
bahasa dan istilah.

1. Jihad secara etimologi

Kata ‫ ِج َهي ٌدا‬dan ‫ ُي َهج َهى َهدةٌد‬berasal dari kata ‫ ُ ْيد‬misalkan contoh ‫يد فالٌ فى‬
‫ األيس‬berarti mengerahkan tenaga dan kemampuan untuk mendapatkan
sesuatu.1

Syaikh Ahmad At-Tayib dalam kitabnya mafhum al-Jihad fi al-Islam


memaknai kata jihad dengan:

.‫انجي ا ىٌ إستفساغ ي فى انٌسع ًانط لت يٍ لٌل أً فعم‬

Jihad yaitu mengerahkan segala kemampuan baik ucapan ataupun perbuatan.2

2. Jihad secara terminolgi

Sedangkan secara terminologi jihad yaitu ‫لت ل يٍ نٍس نيى ذيت‬


memerangi selain dari ahli dzimmi.3

Menurut Imam Ibnu at-Taimiyyah ‫ فى حصٌل‬- ‫ ًىٌ انمدزة‬- ‫((انجي ا ىٌ برل انٌسع‬
)) ‫يحبٌب انخهك‬

1
Mujma al-Lugoh al-Arobiyah, Mu'jam al-Washit (Cairo: Maktabah as-Syuruq ad-
Dauliyah 2004), cet 4 hal 142
2
Ahmad At-Tayib, Mafhum al-Jihad fi al-Islam (Cairo: Sirkah Injaz Arabia 2014),
cet 1, hal 4
3
Mujma al-Lugoh al-Arobiyah, Mu'jam al-Washit, hal 142

2
Jihad yaitu mengerahkan kemampuan untuk mendapatkan kecintaan Allah
Swt, kemudian beliau melanjutkan

‫ ًيٍ افع ي‬,‫ًذنك أٌ انجي ا حمٍمتو اإل تي ا فى حصٌل ي ٌحبّو هللا يٍ اإلًٌ ٌ ًانعًم انص نح‬
ٌ ٍ‫ٌبغضو هللا يٍ انكفس ً انفسٌق ًانعص‬

Oleh karena itu pada hakikatnya jihad ialah berusaha keras untuk
mendapatkan sesuatu yang Allah Swt cintai dari keimanan, amal shaleh dan
mencegah sesuatu yang Allah Swt benci dari kekafiran, kemunafikan dan
kemaksiatan.4

Maka dari pengertian di atas mencangkup segala bentuk jihad yang


dilakukan seorang muslim, baik berjihad dalam ketaatan kepada Allah Swt
dengan melaksanakan perintahnya dan meninggalkan larangannya, berjihad
dalam berdakwah kepada muslim dan non muslim, memerangi orang kafir
dengan tujuan meninggikan kalimat Allah Swt dan lainnya, selagi dalam
kolidor di jalan Allah Swt sebagai syarat dikatakannya jihad secara
terminologi yaitu segala usaha dan upaya karena tujuannya Allah Swt.

Dalam Al-Qur'an kata jihad disebutkan kurang lebih sebanyak 35 kali


dengan macam-macam bentuk.5 berbeda dengan kata al-Qital yang
mempunyai arti peperangan, seperti telah disebutkan, jihad dalam pengertian
perang biasanya diikuti kalimat fisabilllah Swt demikian pula dengan al-Qital.
Hal ini menunjukan bahwa tujuan perang dalam islam semata-mata untuk
meninggikan kalimat Allah Swt, tidak boleh untuk tujuan lain.6

Adapun kata al-Harb yang digunakan dalam Al-Qur'an yaitu ada


empat tempat, menggunakan kata al-Harb karena di dalamnya ada arti
peperangan yang dilatar belakangi oleh masalah pribadi, suku dan bertujuan

4
Ahmad At-Tayib, Mafhum al-Jihad fi al-Islam, hal 4
5
Muhammad Fuad Abd al-Baqi, Al-Mu'jam al-Mufahras Li alfadzh Al-Qur'an al-
Karim (Cairo: Dar el-Kutub al-Misriyah) hal 183
6
Dede Rosyada, Kajian tematik Al-Qur'an tentang konstruksi sosial (Bandung:
Angkasa 2008) cet 1, hal 232

3
untuk mendapatkan material bukan untuk untuk meninggikan agama Allah
Swt. Maka dalam islam dalam mengisyaratkan perintah perang tidak digunkan
kata al-Harb.7

3. Fase Perintah Jihad

Pada awal tidak disyariatkan dan tidak diberi izin oleh Allah Swt
kepada Rosulullah Saw, ketika beliau berdakwah di Mekkah, saat itu upaya
yang boleh dilakukan hanyalah mengajak orang dengan baik-baik dan hikmah
atau sebatas adu argumentasi.

              

.           

Artinya: Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran
yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu
dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan dialah
yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk. (QS: An-Nahl: 125)

Bahkan Rosulullah Saw diperintahkan untuk menghindari konfrontasi atau


berhadapan muka langsung dengan orang kafir dalam bentuk permusuhan.

      

Artinya: Maka sampaikanlah olehmu secara terang-terangan segala apa yang


diperintahkan (kepadamu) dan berpalinglah dari orang-orang yang musyrik.

(QS: AL-Hijr: 94)

Secara sekala waktu, dimana Rosulullah Saw diperintahkan untuk


tidak boleh melakukan perlawanan kurang lebih selama 13 tahun lamanya,
artinya separuh dari masa perjalanan kenabian beliau selama 23 tahun.8

7
Dede Rosyada, Kajian tematik Al-Qur'an tentang konstruksi sosia, hal 232

4
Setelah Rosulullah Saw dan para sahabat berhijrah dan membangun
negara Islam di kota Madinah, barulah Allah Swt mensyariatkan jihad baru
sekedar berupa izin untuk membela diri, bukan perintah yang harus dilakukan.
Saat itu pertimbangannya adalah adanya pencegatan dagangan oleh kabilah
kafir Quraish Mekkah, yang selama ini merampas harta benda para sahabat
dan bahkan mengusir hingga harus hijrah ke Madinah.

              

               

            

      

Artinya: Telah diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, Karena


Sesungguhnya mereka Telah dianiaya. dan Sesungguhnya Allah, benar-benar Maha
Kuasa menolong mereka itu, (yaitu) orang-orang yang Telah diusir dari kampung
halaman mereka tanpa alasan yang benar, kecuali Karena mereka berkata: "Tuhan
kami hanyalah Allah". dan sekiranya Allah tiada menolak (keganasan) sebagian
manusia dengan sebagian yang lain, tentulah Telah dirobohkan biara-biara Nasrani,
gereja-gereja, rumah-rumah ibadat orang Yahudi dan masjid- masjid, yang di
dalamnya banyak disebut nama Allah. Sesungguhnya Allah pasti menolong orang
yang menolong (agama)-Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuat lagi
Maha Perkasa, (QS: Al-Haj: 39-40)

Imam Tahir Ibn Asyur dalam tafsir at-Tahrir wa at-Tanwir


menjelaskan bahwa pada masa itu kaum musyrikin menyiksa kaum muslimin
di Mekkah secara berutal, dengan ini kaum muslimin mengadu kepada
Rosulullah Saw atas prilaku dzalim kaum musyrikin. Maka Rosululah Saw
memerintahkan untuk bersabar, karena belum ada perintah berperang, maka
ketika hijrah turunlah ayat ini setelah baiat aqobah dengan tujuan membela
8
Ahmad Syarwat, Proses pensyariatan jihad dalam islam, diakses dari
http://rumahfiqih.com/x.php?id=1420540497&=proses-pensyariatan-jihad-dalam-islam.htm,
(18/05/2017) pukul (3.24 PM)

5
diri. Kemudian pada ayat setelahnya Allah Swt menjanjikan dengan
kemenangan. Mereka yang diizinkan Allah Swt untuk membela diri yaitu
mereka yang diusir dari tempat tinggal mereka tanpa ada alasan yang benar
karena mereka berkata tuhan kami Allah Swt.9

Izin memela diri dari kaum musyrikin, dibarengi dengan menjelaskan


hikmah yaitu membela kebenaran dan agama yang kemanfaatannya kepada
seluruh agama, bukan hanya pembelaan untuk kepentingan kaum muslimin
saja tapi bagi seluruh agama, karena di sini ada pertolongan Allah Swt maka
sudah barang tentu dari sebagian keganasan manusia bisa saja mengancurkan
tempat-tempat peribadatan yang di sana diucapkan nama Allah Swt.10

Pada pase terakhir Allah Swt mensyariatkan jihad dalam bentuk


sebuah perintah, sebagaimana dalam surat at-Tubah.

              

            

 

Artinya: Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan tidak (pula)
kepada hari Kemudian, dan mereka tidak mengharamkan apa yang diharamkan oleh
Allah dan RasulNya dan tidak beragama dengan agama yang benar (agama Allah),
(yaitu orang-orang) yang diberikan Al-Kitab kepada mereka, sampai mereka
membayar jizyah dengan patuh sedang mereka dalam keadaan tunduk.(QS: At-
Taubah 29)

Dalam tafsir As-Sya'rawi mengutarakan dari kandungan ayat di atas


bahwa yang diperangi ialah mereka kaum musrikin karena mereka
mengingkari perjanjian dan menjauhkan mereka dari masjid haram dan

9
Muhammad Ibn at-Tahir Ibn Asyur, Tafsir at-Tahrir wa at-Tanwir (Tunis: Ad-Dar
at-Tunisiyah li Nasyr 1984) hal 275
10
Muhammad Ibn at-Tahir Ibn Asyur, Tafsir at-Tahrir wa at-Tanwir, hal 276

6
memerangi mereka yang berusaha menetap di sana sehingga tidak ada dua
agama di jazirah arab.11

Kemudian kata tidak beriman kepada Allah Swt sedangkan mereka


ahli iman, maksud dari mereka tidak beriman yaitu tidak mensucikan Allah
Swt dari yang tidak pantas baginya. Sebagian mereka berkata Allah Swt
mempunyai anak yang bernama uzair dan al-Masih anak Allah Swt, dengan
kata lain orang yahudi dan nasrani mereka beriman kepada Allah Swt secara
umum akan tetapi mereka tajsim (menyerupakan Allah Swt dengan
makhluknya).12

Kemudian mereka tidak percaya dengan apa yang ada pada kitab
mereka dari berita diutusnya Nabi Saw, karena yang jadi problema mereka
tidak percaya Nabi Muhammad Saw adalah utusan Allah Swt dan diutus untuk
mereka, oleh karena itu muamalah Rosulullah Saw dengan musyrikin dan ahlu
kitab berbeda, Allah Swt dan Rosulnya berlepas dari perjanjian kaum
musyrikin, menjauhkan mereka dari masjid haram, dan memerangi mereka
jika ditemukan atau mereka mau masuk islam, sedangkan muamalah
Rosulullah Saw dengan ahlu kitab, baik mereka masuk islam atau membayar
jizyah dan hidup di tempat kaum muslimin.13

Bisa kita simpulkan fase ketiga ini adalah perintah untuk berperang
melawan kafir quraish dan orang yahudi di madinah, ketika bersatu kabilah di
jazirah arab maka perintah Allah Swt dalam Al-Qur'an surat at-Tubah

            

11
Muhammad, mutuwaly as-Sya'rawi, Khwatir haula Al-Qur'an al-Kariem, (Cairo:
Akhbar youm) tahun 199, hal 5020
12
Muhammad, mutuwaly as-Sya'rawi, Khwatir haula Al-Qur'an al-Kariem, hal 5027
13
Muhammad, mutuwaly as-Sya'rawi, Khwatir haula Al-Qur'an al-Kariem, hal 5028

7
Artinya: Dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana merekapun
memerangi kamu semuanya, dan Ketahuilah bahwasanya Allah beserta orang-orang
yang bertakwa.(QS: At-Taubah 36)

4. Hukum Jihad
Jihad disyari'atkan Allah Swt pada tahun kedua hijrah, jika sebagian
kelompok berjihad di jalan Allah Swt maka gugurlah kewajian bagi yang lain
maka hukum jihad di sini fardhu kifayah, dengan landasan firman Alllah Swt.

               

        

Artinya: Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang).
Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk
memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan
kepada kaumnya apabila mereka Telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat
menjaga dirinya. (QS: At-Taubah 122)

Jika situasi dan kondisi mendorong untuk melakukan perlawanan atas


musuh maka jihad di sini hukumnya fardhu aien, dengan itu bisa kita liat dari
litelatur turas islam banyak pandangan yang berbeda hukum jihad antara
fardhu aien dan faradhu kifayah.14

            

    

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, perangilah orang-orang kafir yang di


sekitar kamu itu, dan hendaklah mereka menemui kekerasan daripadamu, dan
Ketahuilah, bahwasanya Allah bersama orang-orang yang bertaqwa.(QS: At-taubah
123)

14
Ahmad At-Tayib, Mafhum al-Jihad fi al-Islam, hal 16

8
Kemudia Prof. Dr. Ahmad At-Tayieb memberikan kesimpulan bahwa
jihad suatu kewajiban atas setiap muslim, dalam artian bahwa jihad tidak
selamanya menangkat senjata dan memerangi golongan lain, pandangan
seperti ini tidak pernah terjadi dalam sejarah dan kebudayaan islam di timur
dan barat, beliau melanjutkan bahwa ini adalah gambaran yang dipalsukan
sehingga islam dinilai sebagai agama radikal. Maka yang dimaksud dengan
setiap muslim wajib berjihad yaitu ditinjau dari makna yang luas.

a. Hendaklah berjihad sesuai dengan keadaan dan kondisi seseorang, baik


jihad dengan hatinya, lisannya, hartanya atau dengan Al-Qur'an.
b. Jihad dengan jiwa raga atau berperang di medan perang hukumnya
fardhu kifayah, karena dalam dunia moderen saat ini perang diwakili
oleh tentara yang ahli dalam berperang dan khusus untuk menjaga
kedaulatan suatu bangsa, maka kewajiban ini gugur dan tidak akan
dipinta pertanggung jawabannya di akhirat.
c. Jihad hukumnya fardhu aien atas setiap muslim, ketika musuh masuk
dalam suatu negara islam dan saat itu tentara butuh bantuan personil
untuk ikut serta berjuang dengan segala kemampuan baik jiwa raganya,
hartanya dan apa saja yang ia miliki maka hukumnya fardhu aien.15

Pengertian fardhu aien di atas berlaku bagi yang mukallaf,. Itu


menunjukan bahwa di kalangan orang-orang beriman yang tidak terkena
kewajiban berperang meski itu bersifat fardhu aien. Orang-orang yang
termasuk dalam golongan ini diperkenankan untuk tidak ikut berperang.
mereka adalah wanita, anak kecil, orang gila dan orang sakit, dan orang fakir
yang tidak memiliki kemampuan dana. Mereka tidak berdosa jika tidak ikut
berperang.16 Allah Swt berfirman:

15
Ahmad At-Tayib, Mafhum al-Jihad fi al-Islam, hal 16-17
16
Dede Rosyada, Kajian tematik Al-Qur'an tentang konstruksi sosial, hal 240

9
             

              

Artinya: Tiada dosa (lantaran tidak pergi berjihad) atas orang-orang yang lemah,
orang-orang yang sakit dan atas orang-orang yang tidak memperoleh apa yang akan
mereka nafkahkan, apabila mereka berlaku ikhlas kepada Allah dan Rasul-Nya. tidak
ada jalan sedikitpun untuk menyalahkan orang-orang yang berbuat baik. dan Allah
Maha Pengampun lagi Maha Penyayang, (QS: At-Taubah 91)

B. Konsep Interaksi Sosial Muslim Dan Non Muslim

1. Pengertian Interaksi sosial

Interaksi sosial adalah sebuah hubungan antar aksi (interaksi) sosial


yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari secara terus menerus. Interaksi sosial
yang dimaksudkan sebagai timbal balik antara dua belah pihak, yaitu antara
individu dan individu yang lain atau kelompok yang lainnya dalam rangka
mencapai tujuan tertentu17

Nabi Muhammad Saw membangun negara Islam di Madinah


berlandaskan pondasi syari'ah yang landasannya aqidah yang lurus, setelah
ponadasi kuat kemudian dilanjutkan pada masa khulafa rasyidin pada
hubungan internal berdasarkan kasih sayang, cinta, silaturahmi terjalin baik
dengan saudara, tetangga dan seluruh kaum muslimin. Interaksi sosial terjaga
dalam hak-hak masyarakat sebagai contoh Islam menganjurkan mengucapkan
salam, menjenguk orang sakit, memenuhi undangan, saling menasehati,
mencintai saudaranya sepertia ia mencintai dirinya, mendamaikan orang yang
sedang berselisih dan membantu memenuhi kebutuhan dan kemaslahatan
orang lain, mengingatkan orang yang bisa menimbulkan perpecahan dan

17
Abdulsyani, Sosiologi, Skematika, Teori dan Terapan, hal. 151

10
permusuhan Interaksi yang kokoh seperti ini bisa melahirkan kehidupan yang
tentram dan damai.18

2. Interaksi antar beragama

Agama Islam ditunjukan manusia dengan segala keberagamannya,


karena itu ajaran Islam tidak melarang umatnya untuk berinteraksi sosial
dengan agama lain. Islam mengajarkan umatnya sennatiasa berpihak kepada
kebenaran dan keadilan termasuk didalamnya terhadap non muslim. Dalam
masyarakat seperti sekarang ini hubungan antara para pemeluk agama yang
berbeda-beda tdak bisa dihindarkan baik dalam bidang sosial, ekonomi, politik
maupun budaya19

Islam mengatur hubungan antara beragama baik di dalam negara Islam


atau di luar, hubungan ini bedasarkan pondasi yang kuat di antara ayat Al-
Qur'an yangmenjelaskan itu di antara lain

a. Hubungan beragama berlandaskan keadilan, toleransi, kebaikan antar umat


beragama, saling menghargai

              

               

            

 

18
Muhammad As-Sayid Yusuf, Manhaj Al-Qur'an fi Islah al-Mujtama (Cairo: Dar
el-Salam 2004) hal 212-224
19
Dirun, Hubungan muslim non muslim dalam interaksi sosial (Semarang: Fakultas
usuluddin UIN walisongo 2015) hal 29

11
Artinya: Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap
orang-orang yang tiada memerangimu Karena agama dan tidak (pula) mengusir
kamu dari negerimu.

Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.


Sesungguhnya Allah Hanya melarang kamu menjadikan sebagai kawanmu orang-
orang yang memerangimu Karena agama dan mengusir kamu dari negerimu, dan
membantu (orang lain) untuk mengusirmu. dan barangsiapa menjadikan mereka
sebagai kawan, Maka mereka Itulah orang-orang yang zalim. (QS: Al-Mumtahanah
8-9)

b. Kesamaan dalam berinteraksi dan saling menghargai

           

             

Artinya: Bagaimana bisa ada perjanjian (aman) dari sisi Allah dan RasulNya
dengan orang-orang musyrikin, kecuali orang-orang yang kamu Telah mengadakan
perjanjian (dengan mereka) di dekat Masjidilharaam. Maka selama mereka berlaku
lurus terhadapmu, hendaklah kamu berlaku lurus (pula) terhadap mereka.
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertakwa.(QS: At-taubah 7).

Islam mengajarkan kepada penganutnya untuk menepati janji, tidak


berkhianat. Aturan ini sebagai gambaran awal mula membangun negara Islam,
selanjutnya membuat aturan bagaimana cara berinteraksi dengan agama non
muslim. Maka harus mencontoh kepada syiar dan cahaya yang telah
Rosulullah Saw gariskkan, karena tujuan yang mendasar dari hubungan antar
beragama ialah mengabdi kepada Allah Swt.20

Imam Al-Qurtubi dalam tafsirnya menjelaskan, bagaimana kaum


musyrikin ada perjanjian damai dengan Allah Swt, yang bisa melindungi
mereka dari adzab Allah Swt pada hari kiamat nanti, bagaimana juga mereka
ada perjanjian aman dengan Rosulullah Saw yang bisa melindungi mereka dari
siksa dunia. Kecuali mereka yang telah mengadakan perjanjian dekat masjidil
haram (Al-Hudaibiyah) yaitu tempat yang terletak dekat Mekkah dan
Madinah, pada tempat itu Nabi Muhammad Saw pernah mengadakan

20
Hasan Abdullah Taha Khatib, Ahdaf wa Maqasid surat At-Tuabah (Gaza: Islamic
University 20078) hal 67

12
perjanjian gencatan senjata, dan perjanjian tersebut berlaku bagi mereka yang
tidak mengingkarinya. Maka selagi mereka menepati perjanjian itu hendaklah
kamu menepati juga dan yang mengingkari perjanjian itu maka hendklah
kamu perangi ketika mendapatinya kecuali mereka yang bertaubat.21

c. Batasan berinteraksi dengan kaum musyrikin terdekat

Allah Swt membatasi berinteraksi dengan kaum musyrikin dengan


kerabat terdekat baik bapak, anak, saudara kandung, istri karena mereka orang
yang terdekat dan seseorang bukanlah apa-apa tanpa mereka. Oleh karena itu
Allah Swt memberikan peringatan dalam bergaul dengan mereka jika mereka
lebih memilih kekafiran dari pada iman bahkan mengingatkan jika orang
muslim merelakan dengan kekafiran saudara terdekatnya

           

            

        

           

         

Artinya: Hai orang-orang beriman, janganlah kamu jadikan bapa-bapa dan


saudara-saudaramu menjadi wali(mu), jika mereka lebih mengutamakan kekafiran
atas keimanan dan siapa di antara kamu yang menjadikan mereka wali, Maka
mereka Itulah orang-orang yang zalim. Katakanlah: "Jika bapa-bapa , anak-anak ,
saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu
usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang
kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan RasulNya dan dari berjihad di

21
Muhammad Ibn Ahmad Al-ansari Al-Qurtubi, Al-jami Li Ahkam Al-Qur'an (Riyad:
Dar Alim Al-Kutub 2003) cet 2, hal 78

13
jalan nya, Maka tunggulah sampai Allah mendatangkan Keputusan NYA". dan Allah
tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik.(QS: At-Tubah: 23-24)

Imam Fakhru Ad-Din Ar-Razi menyebutkan empat motivasi


berinteraksi dengan orang kafir dari dua ayat di atas:

a. Interaksi dengan saudara terdekat dari bapak, anak, saudara sekandung,


istri
b. Condong kepada harta yang diperoleh dan menahannya (tidak
diinfaqkan)
c. Hasrat untuk menghasilkan harta dengan perdagangan
d. Hasrat untuk memiliki tempat tinggal yang mewah dan dicintai.

Motivasi dalam berinteraksi dengan orang kafir di atas ini, hendaklah


seorang muslim tidak merelakan dengan kekafiran saudara terdekatnya dan
tidak tergiur dengan apapun yang mereka miliki dan janganlah
memproritaskan motivasi ini di atas kecintaan kepada Allah Swt, Rosulnya
dan berjihad di jalan Allah Swt.22

C. Zakat dan Sodaqoh

1. Pengertian Zakat

Zakat secara etimologi berasal dari kata zaka suci, tumbuh dan
berkembang, barokah. Kata ini sering digunakan dalam Al-Qur'an dan Al-
Hadits.23

Zakat secara terminologi yaitu nama untuk ukuran tertentu dari harta
tertentu, jenis-jenis tertentu untuk golongan-golongan tertentu.24

Zakat merupakan bagian dari rukun Islam, diwajibkan di Madinah


pada syawal tahun dua hijrah setelah kewajiban puasa bulan ramadhan, tetapi
22
Hasan Abdullah Taha Khatib, Ahdaf wa Maqasid surat At-Tuabah, hal 69
23
Muhammad Ibn Afifi Al-Bajuri Al-Khudari, Tarikh At-Tasyri (Giza: Dar Al-Faruq
2009) cet 1hal 58
24
Hisyam Al-Kamil Hamid, Al-Imta' bi Syarhi matni abi Syu'ja (Cairo: Dar Al-
Manar 2011) cet 1hal 144

14
tidak wajib bagi para Nabi As secara ijma karena zakat sebagai pembersih
bagi yang berbuat dosa sedangkan para Nabi As terlepas dari dosa dan maksiat
(makshum). Hukum mengeluarkan zakat wajib bagi yang memenuhi syarat
dan ketentuannaya, mengingkarinya hukumnya kafir dan orang yang tidak
mau mengeluarkannya serta mengetahui kewajibannya maka hukumnya fasik.

       

Artinya: Dan Dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku'lah beserta orang-
orang yang ruku' (QS: Al-Baqoroh 43)

Adapun As-Sunnah menegaskan kewajibanya sebagaimana diriwayatkan


Imam Al-Bukhari dalam sahihnya dari sahabat Abu Hurairah.25

‫ ًإٌت ء انزك ة‬, ‫ ًإل و انصالة‬,‫بنً األسالو عهى خًس شي اة أٌ ال إنو إال هللا ًأٌ يحًدا زسٌل هللا‬
)‫ ًصٌو زيض ٌ (زًاه انبخ زي‬,‫ًحج انبٍج‬

Manfaat dari hukum di atas, bagi orang yang murtad jika ia kembali
ke agama Islam maka ia wajib mengeluarkan zakat selama dalam
kemurtadannya karena ia tidak menyakini itu, maka dinyatakan dalam keadaan
hukum seorang muslim, jika ia mati dalam keadaan murtad maka hartanya
menjadi milik bait mal26

25
Wahbah Al-Juhaly, Al-fiqh Al-Islami wa Adillatuhu (Damaskus: Dar El-Fikr 1985)
cet ke 2 hal 733
26
Hisyam Al-Kamil Hamid, Al-Imta' bi Syarhi matni abi Syu'ja, hal 144

15
2. Tafsir Surat At-Tubah Ayat 60

         

             

 

Artinya: Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-


orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk
(memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk
mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan
Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana (QS: At-Taubah 60).

Imam Al-Qurtubi dalam tafsirnya, bahwa Allah Swt telah menentukan


ukuran pembayaran zakat dan bagian-bagian yang menerima zakat. Ungkapan
kata shodaqoh dalam Al-Qur'an yaitu shodaqoh fardh (zakat). Ijma sahabat
tidak ada yang berbeda tentang golongan yang berhak menerima zakat yan
disebut pada ayat di atas sesuai yang dikatakan Abu Umar.27

))‫ل ل زسٌل هللا صهى هللا عهٍو ًسهى (( أيسث أٌ أخر انصد لت يٍ أغنٍ ئكى ً أزاى عهى فمسائكى‬

Rosulullah Saw bersabda: Aku diperintahkan untuk mengambil shadaqoh


dari orang kaya di antara kalian dan diberikan kepada orang miskin di
antara kalian.

3. Macam-macam Zakat dan Harta yang Wajib dizakati


Dalam Islam zakat terbagi menjadi dua yaitu:
a. Zakat Fitrah: Pengeluaran yang wajib dilakukan oleh setiap muslim
yang mempunyai kelebihan dan keperluan keluargayang wajar pada
malam hari raya Idul Fitri.

27
Muhammad Ibn Ahmad Al-ansari Al-Qurtubi, Al-jami Li Ahkam Al-Qur'an, 168

16
b. Zakat Mal: Bagian dari harta kekanyaan seseorang (badan hukum)
yang wajib dikeluarkan untuk golongan orang-orang tertentu setelah
dimiliki selama jangka waktu tertentu dalam jumlah tertentu pula.

Sedangkan untuk harta yang wajib di zakati dalam Al-Qur'an telah


disebutkan jenis-jenisnya diantaranya:

a. Emas dan perak, sebagimana dalam Al-Qur'an surat At-Taubah ayat 34


Allah Swt berfirman:

            

            

    

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya sebahagian besar dari


orang- orang alim Yahudi dan rahib-rahib Nasrani benar-benar memakan harta
orang dengan jalan batil dan mereka menghalang-halangi (manusia) dari jalan
Allah. dan orang- orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya
pada jalan Allah, Mak beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka
akan mendapat) siksa yan pedih. (QS: At-Taubah 34)

Imam Al-Qurtubi menjelaskan ayat di atas ini tentang rahib dan


ruhban, rahib ialah ulama orang yahudi sedangkan ruhban mujtahid nasrani
dalam ibadah, mereka mengambil harta dan wajib membayarnya bagi para
pengikutnya atas nama tempat peribadatan mereka. Pembayaran itu yang
mereka anggap sebagai suatu hukum yang harus dilakukan untuk menjaga
agama dan merealisasikan hukum, mereka melarang para pengikutnya untuk
masuk agama Islam dan mengikuti Nabi Muhammad Saw, Kemudian ayat ini
menerangkan larangan untuk menimbun harta kecuali sesuai kebutuhan,

17
larangan menimbun emas dan perak, arti dari kata al-Kanz yaitu sesuatu yang
tidak dibayarkan hak-haknya.28

Nisab emas yaitu dua puluh dirham sama dengan 85 gram, sedangkan
nisabnya perak dua ratus dirham sama dengan 595 gram, dan harus masuk
haul (satu tahun qomariyah) harus mengeluarkan zakat, tidak wajib zakat
selain dari pada emas.29

b. Tanaman dan Buah-buahan

c. Usaha, misalnya dagang, perniagaan dan lain sebagainya.

d. Barang-barang tambang yang dikeluarkan dari perut bumi

e. Ternak yaitu seperti sapi, unta dan kambing

4. Syarat-syarat wajib mengeluarkan zakat

a. Merdeka: Maka tidak wajib bagi hamba sahaya, jumhur ulama


mewajibkan atas tuannya karena dia pemilik harta budak
b. Muslim: Tidak wajib zakat bagi orang kafir secara ijma karena zakat
ibadah untuk mensucikan.
c. Baliq dan Berakal: Zakat tidak wajib bagi orang gila dan anak banyi
karena tidak terbebani kewajiban ibadah seperti puasa dan shalat.
d. Kondisi harta sudah masuk nisab
e. Memiliki harta penuh
f. Haul (masuk satu tahun bulan qomariyah), tidak wajib zakat harta yang
belum masuk satu tahun.30

28
Muhammad Ibn Ahmad Al-ansari Al-Qurtubi, Al-jami Li Ahkam Al-Qur'an, 126-
127
29
Hisyam Al-Kamil Hamid, Al-Imta' bi Syarhi matni abi Syu'ja, hal 156
30
Wahbah Al-Juhaly, Al-fiqh Al-Islami wa Adillatuhu, hal 741

18
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah Taha Khatib, Hasan. Ahdaf wa Maqasid surat At-Tuabah (Gaza:
Islamic University 20078).
Abdulsyani, Sosiologi, Skematika, Teori dan Terapan, cetakan Ke-3, (Jkarta:
PT bumi Aksara, 2007).
As-Sayid Yusuf, Muhammad. Manhaj Al-Qur'an fi Islah al-Mujtama (Cairo:
Dar el-Salam 2004).
At-Tayib, Ahmad. Mafhum al-Jihad fi al-Islam, cet ke-1 (Cairo: Sirkah Injaz
Arabia 2014).
Dirun, Hubungan muslim non muslim dalam interaksi sosial (Semarang:
Fakultas usuluddin UIN walisongo 2015).
Fuad Abd al-Baqi, Muhammad. Al-Mu'jam al-Mufahras Li alfadzh Al-Qur'an
al-Karim (Cairo: Dar el-Kutub al-Misriyah).
Ibn Ahmad Al-ansari Al-Qurtubi, Muhammad. Al-jami Li Ahkam Al-Qur'an
cet ke-2 (Riyad: Dar Alim Al-Kutub 2003).
Ibn at-Tahir Ibn Asyur, Muhammad. Tafsir at-Tahrir wa at-Tanwir (Tunis:
Ad-Dar at-Tunisiyah li Nasyr 1984).

Mujma al-Lugoh al-Arobiyah, Mu'jam al-Washit, cet ke-4 (Cairo: Maktabah


as-Syuruq ad-Dauliyah 2004).
Mutuwaly as-Sya'rawi, Muhammad. Khwatir haula Al-Qur'an al-Kariem,
(Cairo: Akhbar youm, 1999).

Rosyada, Dede. Kajian tematik Al-Qur'an tentang konstruksi sosial cet ke-1
(Bandung: Angkasa 2008).

Syarwat, Sarwat. Proses pensyariatan jihad dalam islam, diakses dari


http://rumahfiqih.com/x.php?id=1420540497&=proses-pensyariatan-
jihad-dalam-islam.htm, (18/05/2017) pukul (3.24 PM).

19

You might also like