You are on page 1of 154

LAPORAN UMUM PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 JAKARTA DI


LEMBAGA FARMASI TNI ANGKATAN LAUT
(LAFIAL) DRS. MOCHAMAD KAMAL

Jl. Bendungan Jatiluhur No. 1, Jakarta Pusat


Periode 4 Oktober – 19 Oktober 2021

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu


Syarat Memperoleh Gelar Apoteker
(Apt) Program Studi Profesi Apoteker

Disusun Oleh :

MAHASISWA/I PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER


UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 JAKARTA
ANGKATAN 44

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER ANGKATAN XLIV


FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 JAKARTA
2021
i
LAMPIRAN NAMA MAHASISWA/I

Lampiran : Lampiran Nama Mahasiswa/I Praktek Kerja Profesi Apoteker


Program Profesi Apoteker FF UTA’45 Jakarta

No Nama Mahasiswa NPM


1 Sakti Mandala Putra 2043700431
2 Yona Wulandari 2043700244
3 Siti Munawara 2043700290
4 Saniyyah Ranatikah Putri Munandar 2043700394
5 Trianita Silvia Ningrum 2043700426
6 Annisa Illahi Wahdati Albab 2043700266
7 Fitri Ayu Wardani 2043700410
8 Adi Bowo Satrio 2043700383
9 Alisa Riko 2043700406
10 Nini Batubara 2043700248
11 Rusni Karrang 2043700385
12 Prima Jaya Nazara 2043700390
13 Fitriani 2043700399
14 Takeshi Utaka 2043700479
15 Marita Fiiki Nur Laili 2043700371
16 Bagus Hariyanto S.U 2043700373
17 Normi Hayati 2043700470
18 Vina Amrina 2043700473
19 M. Iman Rizqiawan 2043700482
20 Nidya Farhana 2043700361

ii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan berkah dan rahmatnya sehingga kami dapat menyelesaikan Laporan
Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Lembaga Farmasi TNI Angkatan Laut (Lafial)
Drs. Mochamad Kamal Jakarta Pusat yang telah dilaksanakan, periode tanggal 6
September s/d 17 September 2021. Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker ini
disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan Studi Program Profesi
Apoteker di jurusan Farmasi Universitas Universitas 17 Agustus 1945, Jakarta.
Dalam melaksanakan Praktek Kerja Profesi Apoteker kami banyak mendapat
bantuan berupa bimbingan maupun informasi dari berbagai pihak. Pada
kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada
yang terhormat :
1. Kolonel Laut (K) Drs. I. nyoman Armawan, Apt., MM. selaku Kepala
Lembaga Farmasi TNI Angkatan Laut Drs. Mochamad Kamal yang telah
memberikan kesempatan pelaksanaan pelatihan Praktek Kerja Profesi
Apoteker.
2. Dr. apt. Yelfi Anwar, M.Farm Selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas
17 Agustus 1945 Jakarta.
3. apt. Nuzul Fajriani, M.Sc Selaku Ketua Program Profesi Apoteker Fakultas
Farmasi Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta.
4. Letkol Laut (K) Drs. R.E. Aritonang, M.Si., Apt selaku Kepala bagian
Material Kesehatan Lembaga Farmasi TNI Angkatan Laut Drs. Mochamad
Kamal.
5. Letkol Laut (K) Nanang Yeri K, S.Si., M.Si., Apt selaku Kepala Bagian
Pengawasan Mutu Lembaga Farmasi TNI Angkatan Laut Drs. Mochamad
Kamal.
6. Mayor Laut (K) Zuliar Permana, M.Farm., Apt selaku Kepala Bagian
Produksi dan pembimbing di Lembaga Farmasi TNI Angkatan Laut Drs.
Mochamad Kamal.

iii
7. Mayor Laut (K) Dadang Mulya Santoso, M.Farm., Apt selaku Kepala
Departemen Pendidikan, Penelitian dan Pengembangan Lembaga Farmasi
TNI Angkatan Laut Drs. Mochamad Kamal.
8. apt. Fita Murtina, S.Si, sebagai pembimbing di Lembaga Farmasi Tentara
Nasional Indonesia Angkatan Laut (Lafial) Drs. Mochamad Kamal.
9. Seluruh staf dan karyawan Lembaga Farmasi TNI Angkatan Laut Drs.
Mochamad Kamal, Jakarta yang telah memberikan bantuan dan perhatian
selama pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker ini.
10. Teman-teman Apoteker, atas segala bantuan dan motivasi yang telah
diberikan.

Kami sangat menyadari keterbatasan kemampuan yang dimiliki, sehingga


penyusunan laporan ini jauh dari sempurna. Kritik dan saran yang membangun
senantiasa kami harapkan. Akhir kata semoga laporan ini bermanfaat bagi semua
pihak terutama rekan-rekan seprofesi dan dapat menambah wawasan bagi para
pembaca.

Jakarta, Oktober 2021

Penulis

iv
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN i
KATA PENGANTAR iii
DAFTAR ISI v
DAFTAR TABEL iv
DAFTAR LAMPIRAN v
DAFTAR SINGKATAN vi
BAB I PENDAHULUAN 1
A. Sejarah Industri 1
B. Falsafah, Visi, Misi 3
C. Struktur Organisasi 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 17
A. Manajemen Material 17
B. Manajemen Produksi 18
C. CPOB/CPOTB/CPKB/CPMB 40
D. Pergudangan/PPIC 51
E. Jaminan Mutu, Validasi, Registrasi 53
F. Keselamatan Kerja 81
G. Penelitian dan Pengembangan 85
H. Penanganan Limbah 88
BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN 92
A. Hasil 92
B. Pembahasan 102
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN 116
A. Kesimpulan 116
B. Saran 116
DAFTAR PUSTAKA 118
LAMPIRAN 119

v
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Pareto 30

vi
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Denah Lokasi Lafial Drs. Mochamad Kamal 119


Lampiran 2. Denah Bangunan Produksi Non Beta Laktam 120
Lampiran 3. Hasil Pemeriksaan Laboratorium Farmasi 122
Lampiran 4. Hasil Pemeriksaan Laboratorium KImia Farmasi 123
Lampiran 5. Sertifikat Analisis 129
Lampiran 6. Surat Perintah Produksi 131
Lampiran 7. Label Pelulusan Bahan 132
Lampiran 8. Alur Proses Produksi Sediaan Tablet 134
Lampiran 9. Alur Proses Pembuatan Tablet Salut 135
Lampiran 10. Alur Proses Pembuatan Sediaan Cair 136
Lampiran 11. Alur Pengolahan Limbah Cair Lafial 137
Lampiran 12. Obat – Obat Produksi Lafial 137
Lampiran 13. Alur Pengolahan Limbah Cair Lafial Drs. Moch Kamal 139
Lampiran 14. Lay Out IPAL Betalaktam dan Biofilter 140
Lampiran 15. Sertifikat CPOB 141
Lampiran 16. Foto Bersama 142

vii
BAB I
PENDAHULUA
N

A. Sejarah Industri Lembaga Farmasi TNI Angkatan Laut (LAFIAL)


Pada tahun 1950 Angkatan Laut telah mendirikan sebuah unit farmasi
di lingkungan kesehatan Angkatan Laut, namun unit farmasi yang didirikan
masih sangat sederhana. Unit farmasi ini memiliki satu orang Apoteker yaitu
Drs. H. Mochamad Kamal, Apt beberapa tenaga Asisten Apoteker serta
beberapa juru obat lulusan SD dan SMP.Tahun 1955 kemudian didirikan
Depo Obat Angkatan Laut Djakarta (DOAL-D).
DOAL Djakarta (DOAL-D) merupakan suatu organisasi gabungan dari
Bagian Pembuatan Obat dan Laboratorium Dinas Farmasi Bidang Kesehatan
Angkatan Laut dengan Pusat Perbekalan Barang (PUSPEKBAR). Badan
farmasi TNI-AL pertama ini fungsinya sebagai pusat perbekalan dan
pengadaan barang serta pendistribusian obat untuk keperluan Angkatan Laut.
Untuk mengoptimalkan kegiatan pembuatan obat-obatan di lingkungan
Angkatan Laut didirikan Pabrik Farmasi dan Laboratorium Angkatan Laut di
Djakarta (PAFAL-D) sebagai penjelmaan dari nama Bagian Pembuatan Obat
dan Laboratorium Dinas Farmasi Bidang Kesehatan Angkatan Laut.
Berdasarkan SK Menteri Kepala Staf Angkatan LautKep. M/KSAL/6740-1.
Pada saat operasi TRIKORA, farmasi sangat berperan dalam
mendukung kebutuhan logistik kesehatan farmasi karena saat itu Mayor Drs.
Mochamad Kamal,.Apt ditugaskan untuk mengadakan pembelian peralatan
yang digunakan untuk pembuatan atau produksi obat-obatan ke Yugoslavia
dan Jepang. Pada saat itu obat merupakan barang yang sangat langka
sehingga jika dibuat sendiri akan dapat mengatasi kebutuhan obat dalam
operasi TRIKORA tersebut.
Pada tanggal 19 Juni 1962 berdasarkan Surat Keputusan Menteri
Kepala Staf AL No.Kep. M/KSAL 6740-1 maka didirikan Pabrik Farmasi
Angkatan Laut Djakarta (PAFAL-D) di Jakarta dan PAFAL-S di Surabaya
untuk mengoptimalkan kegiatan pembuatan obat-obatan di lingkungan
Angkatan Laut. Pada tanggal 22 Agustus 1963, pabrik farmasi dan

1
laboratorium Angkatan Laut dibangun di Jalan Bendungan Jatiluhur No. 1
Jakarta Pusat dan diresmikan oleh Deputi II Menteri/Panglima AL Brigadir
Jenderal KKO Ali Sadikin dengan Direktur PAFAL- D, yang dijabat oleh
Kapten Drs. R. Soekaryo, Apt. sehingga setiap tanggal 22 Agustus diadakan
peringatan sebagai hari jadi Lembaga Farmasi TNI AL.
Pada tahun 1963 dengan Surat Keputusan Ka.Staf Angkatan Laut (SK
Kasal) No. 6740 tanggal 5 November 1943 dibentuk Laboratorium Kimia dan
Farmasi Angkatan Laut (LKF-AL). Laboratorium ini dibentuk untuk
mengoptimalkan Angkatan Laut dalam mewujudkan misi Angkatan Laut
Republik Indonesia (ALRI) bagi pertahanan, keamanan dan kemajuan
bangsa. Laboratorium Kimia dan Farmasi Angkatan Laut (LKF-AL) ini
bertugas untuk melakukan penelitian dalam bidang farmasi, kesehatan laut
dan persenjataan. Berdasarkan Juklak Kasal No.Juklak/VIII/ 79 tanggal 14
Agustus 1979, PAFAL-D bergabung dengan LKF-AL menjadi Lembaga
Farmasi TNI Angkatan Laut (LAFIAL). Penggabungan ini didasarkan atas
pertimbangan efektifitas dan efisiensi organisasi. Penggabungan ini dilakukan
oleh Kadiskesal Laksamana Pertama TNI AL Dr. Soedibjo Sardadi, MPH.
dan Kepala Lembaga Farmasi TNI AL Letkol Laut (K) Drs. Sugiyanto, Apt.
Pada tahun 1998 Departemen Kesehatan melalui Kepala Badan POM
memberikan sertifikat CPOB kepada LAFIAL. Semenjak itu LAFIAL
berkembang sebagai pusat kegiatan produksi dan laboratorium Angkatan
Laut.Selain itu, menjadi “Center of Community” Apoteker Angkatan Laut
danbekerja sama dengan Lembaga Industri Farmasi dan Penelitian Nasional.
Pada tanggal 21 September 2005 sesuai Keputusan Kasal No.
Skep/4832/IX/2005 tentang pemberian nama fasilitas kesehatan TNI AL,
maka Lembaga Farmasi TNI Angkatan Laut diberi nama menjadi Lembaga
Farmasi TNI Angkatan Laut Drs. H. Mochamad Kamal.
Pada Mei 2017 ini, sesuai dengan Peraturan Kepala Badan Pengawas
Obat dan Makanan RI (Badan POM) No. HK.03.1.33.12.12.8195 tanggal 20
Desember tahun 2012 tentang Penerapan Pedoman Cara Pembuatan Obat
yang Baik, Kepala Badan POM RI memberikan sertifikat Cara Pembuatan

2
Obat yang Baik kepada LAFIAL yang berlaku dari 18 Mei 2017 sampai
dengan 18 Mei 2022.

B. Falsafah, Visi dan Misi


1. Falsafah
Sebagai suatu Lembaga kefarmasian, secara struktural Lembaga Farmasi
TNI-AL (LAFIAL) merupakan badan pelaksana teknis DITKESAL,
sedangkan secara operasional berada di bawah DENMABESAL. Lafial
bertugas melaksanakan pembinaan farmasi TNI AL serta melaksanakan
Pendidikan, penelitian dan pengembangan.
2. Visi
Sebagai Lembaga Kefarmasian Matra Laut Nasional yang Profesional.
3. Misi
a. Melaksanakan produksi bekal kesehatan untuk kebutuhan anggota
TNI-AL beserta keluarganya.
b. Melaksanakan penelitian dan pengembangan dalam bidang
kefarmasian matra laut.
c. Membantu melaksanakan pendidikan kefarmasian strata D3 dan
S1.

C. Struktur Organisasi dan Tugasnya


Berdasarkan surat keputusan Kasal No.117/K1/1984 tanggal 11 November
1984 tentang Organisasi dan Prosedur Lembaga Farmasi TNI Angkatan Laut
yang sekarang diganti dengan keputusan Kasal No.1551/XII/2008 tanggal 22
Desember 2008 dibentuklah suatu struktur organisasi Lembaga Farmasi TNI
Angkatan Laut yang terdiri dari 3 unsur, antara lain:
1. Unsur pimpinan, yaitu Kepala Lembaga Farmasi TNI Angkatan Laut,
2. Unsur pelayanan, yaitu Kepala Tata Usaha dan Urusan Dalam, dan
3. Unsur pelaksana, yaitu Kabag/Kasubbag/karyawan. Struktur Organisasi
Lembaga Farmasi TNI Angkatan Laut dapat digambarkan sebagai
berikut. Dalam struktur organisasi LAFIAL tidak dicantumkan bagian
QA, meskipun tidak dicantumkan Ka. LAFIAL menerbitkan SP
internal

3
yang menyatakan bahwa kepala bagian QA dijabat oleh KABAG
DIKLITBANG.

Struktur Organisasi LAFIAL:

Gambar. Struktur Organisasi LAFIAL.

1. Unsur Pimpinan
Unsur pimpinan, yaitu Kepala Lembaga Farmasi TNI Angkatan
Laut, Unsur Pimpinan LAFIAL dipimpin oleh Kepala LAFIAL yang
dijabat oleh seorang apoteker. Kepala LAFIAL merupakan pembantu
dan pelaksana dari Kadiskesal dibidang kefarmasian. Tugas dan
kewajibannya adalah menyelenggarakan pembinaan LAFIAL serta
pengendalian semua unsur di bawahnya, termasuk program kerja
sehingga sasaran program di bidang produksi dengan menerapkan
CPOB terealisasikan. Selain itu, bertanggung jawab dalam mengawasi
dan mengendalikan pelaksanaan program kerja sehingga berdayaguna,
serta berhak mengajukan pertimbangan kepada Kadiskesal mengenai
hal-hal yang berhubungan dengan tugas LAFIAL.

4
2. Unsur Pelayanan
Unsur Pelayanan Tata Usaha dan Urusan Dalam (TAUD) dipimpin
oleh Kepala TAUD. Tugas dan kewajibannya bertanggung jawab
penuh kepada Kepala LAFIAL. Tata usaha dan urusan dalam terdiri
dari:
1) Urusan Tata Usaha (UrTU) Urusan tata usaha bertugas
melaksanakan pelayanan administrasi umum di lingkungan
LAFIAL termasuk membantu menyiapkan data-data
pelaksanaan fungsi LAFIAL untuk bahan penyusunan laporan
LAFIAL.
2) Urusan Dalam (UrDal) Urusan dalam bertugas melaksanakan
urusan dalam di lingkungan LAFIAL. Dalam melaksanakan
tugasnya UrDal menyelenggarakan fungsi-fungsi sebagai
berikut:
a. Melaksanakan pengamanan atau penjagaan di dalam
kompleks LAFIAL.
b. Melaksanakan penegakan disiplin anggota dan tata tertib
pengunjung.
c. Melaksanakan pengaturan fasilitas sarana, perbengkelan,
termasuk fasilitas pengelolaan limbah cair dan padat.
d. Melaksanakan pelayanan angkutan personil dan material.
3) Urusan Administrasi Personalia (URMINPERS) Urusan
administrasi personalia bertugas mengatur masalah
kesejahteraan karyawan dan kenaikan pangkat dan jabatan serta
melakukan seleksi untuk memperoleh karyawan honorer.
4) Urusan Keuangan (UrKeu) Urusan keuangan bertugas
melaksanakan administrasi keuangan termasuk melaksanakan
pengurusan serta pembayaran gaji dan lain-lain yang
berhubungan dengan tugasnya.
3. Unsur Pelaksana
Unsur Pelaksana Unsur pelaksana terdiri atas empat bagian, yaitu
Bagian Pendidikan Penelitian dan Pengembangan (DIKLITBANG),

5
bagian Pengawasan Mutu (WASTU), bagian Material Kesehatan
(MATKES) dan bagian Produksi.
1) Bagian Pendidikan, Penelitian dan Pengembangan
(DIKLITBANG)
Litbang merupakan suatu bagian dari LAFIAL yang
mengurus tentang pendidikan, penelitian, dan pengembangan
untuk kepentingan LAFIAL seperti menyelenggarakan
penelitian dan pengembangan kefarmasian untuk melaksanakan
produksi, farmasi matra laut, farmasi militer, pendidikan dan
latihan tenaga kefarmasian serta menyusun rencana dan program
pelaksanaannya, serta sesuai dengan SP internal KALAFIAL
menyatakan bahwa bagian pendidikan, penelitian dan
pengembangan juga melaksanakan kegiatan yang berkaitan
dengan pemastian mutu. Bagian Pendidikan Penelitian dan
Pengembangan terdiri dari dua sub bagian, yaitu:
a. Sub bagian Pendidikan dan Pelatihan, Sub bagian ini
bertugas menyiapkan dan melaksanakan pendidikan dan
pelatihan personil di bidang farmasi, terutama pelatihan
CPOB secara rutin.
b. Sub bagian Penelitian dan Pengembangan Sub bagian ini
yang mengurus, menyiapkan serta melaksanakan uji coba
dalam rangka pengembangan produksi dan penelitian
farmasi matra laut untuk mendukung kegiatan operasi
militer khusus di laut, memantau perkembangan ilmu
matra laut serta melakukan uji coba dan latihan.
Bagian ini mempunyai tugas-tugas sebagai berikut:
1. Melaksanakan uji coba bidang obat-obatan, sediaan
farmasi dan kimia.
2. Melaksanakan pengambilan, penyimpanan dan
pengamatan setiap item produk secara berkala dalam
rangka melaksanakan validasi mutu.

6
3. Koordinasi dengan pihak terkait baik di lingkungan
LAFIAL maupun Diskesal, perguruan tinggi maupun TNI-
AL/TNI lainnya untuk melaksanakan penelitian dan
pengembangan farmasi.
4. Melaksanakan pelayanan dan bimbingan pendidikan bagi
mahasiswa yang melakukan penelitian dan praktek kerja
lapangan di LAFIAL
5. Melaksanakan uji coba untuk menyempurnakan dan
mengembangkan formula obat LAFIAL.
6. Melanjutkan kegiatan peningkatan pengetahuan dan
pelatihan tentang ilmu farmasi khususnya mengenai
CPOB bagi karyawan LAFIAL dalam rangka
meningkatkan keterampilan.
7. Koordinasi dengan pihak terkait baik di lingkungan
LAFIAL maupun Diskesal, perguruan tinggi maupun TNI-
AL/TNI lainnya untuk melaksanakan penelitian dan
pengembangan farmasi.
2) Bagian Pengawasan Mutu (WASTU)
Bagian ini disebut juga dengan Quality Control atau QC
yang bertugas menyelenggarakan pengawasan atau pengujian
mutu pada bahan baku, produk setengah jadi, produk jadi dan
bahan kemas untuk produksi obat. LAFIAL sehingga menjamin
kualitas produk yang dihasilkan selalu memenuhi persyaratan
mutu sesuai dengan tujuan pengguna departemennya.
Pengawasan mutu meliputi semua fungsi analisis yang
dilakukan di laboratorium, termasuk pengambilan contoh,
pemeriksaan dan pengujian bahan awal, produk antara, produk
ruahan dan obat jadi. Tiga kebutuhan dasar dari suatu
pengawasan mutu adalah sumber daya yang terdiri dari manusia,
peralatan, tugas dan sasaran. Berikut merupakan alur proses
pemastian mutu bahan baku yang dilakukan oleh Bagian
Pengawasan Mutu:

7
a) Bahan baku yang datang disimpan dalam gudang Diskesal.
b) Dilakukan sampling oleh bagian pengawasan mutu,
sampel diambil secara acak dengan menggunakan rumus
1+√n sejumlah minimal 4 sampel.
c) Sampel yang telah disampling kemudian diperiksa
mutunya sesuai dengan spesifikasi yang tercantum dalam
Certificate of Analysis.
d) Setelah pengujian selesai bahan baku diberikan label hijau
jika lulus pengujian yang artinya memenuhi persyaratan
atau diberikan label merah jika bahan baku tidak
memenuhi persyaratan.
Produk jadi yang telah diproduksi dalam skala kecil
pemeriksaan mutunya tergantung pada bentuk sediaan yang
dihasilkan. Jika dalam skala kecil produk sudah memenuhi
persyaratan mutu maka kegiatan produksi dapat dilakukan
dalam skala besar, namun selama proses produksi berlangsung
tetap dilakukan In Process Control (IPC). Pemeriksaan mutu
yang dilakukan oleh Bagian pengawasan mutu di LAFIAL,
terdiri dari tiga Sub bagian, yaitu :
a) Sub bagian Laboratorium Instrumen, bertugas
melaksanakan pemeriksaan menggunakan instrumen
analisis fisikokimia bahan baku obat, obat setengah jadi
dan obat jadi, dalam rangka pengawasan mutu obat
LAFIAL serta pengawasan obat dan makanan di
lingkungan TNI-AL.
b) Sub Bagian Laboratorium Kimia, bertugas melaksanakan
pemeriksaan secara kimiawi bahan baku obat, obat
setengah jadi, obat jadi dan bahan pengemas, dalam
rangka pengawasan obat dan makanan di lingkungan TNI-
AL.
c) Sub Bagian Laboratorium Mikrobiologi, bertugas
melaksanakan pemeriksaan secara mikrobiologi bahan

8
baku, obat setengah jadi dan bahan pengemas dalam
rangka pengawasan obat dan makanan di lingkungan TNI-
AL. Pemeriksaan di laboratorium ini meliputi:
a. Uji sterilisasi, seperti bahan baku dan bahan
penolong.
b. Uji potensi antibiotik, seperti Amoksisilin,
Kloramfenikol, Tetrasiklin.
c. Uji terhadap kualitas air, meliputi pemeriksaan
bakteri patogen Escherichia coli dan bilangan
kuman.
d. Uji kebersihan ruang produksi.
3) Bagian Material Kesehatan (MATKES)
Bagian Material Kesehatan (MATKES) bertugas
melakukan penyediaan bahan baku produksi, pemeliharaan
material kesehatan, penanggung jawab gudang LAFIAL dan
perencanaan produksi. Bagian ini terlibat secara langsung semua
kegiatan dari tibanya bahan baku di gudang Diskesal yang
kemudian diuji mutunya oleh Bagian Pengawasan Mutu, jika
bahan baku dinyatakan lulus maka Bagian Matkes membuat
SPP (Surat Perintah Produksi) agar proses produksi dapat segera
berjalan. Bagian Matkes juga bertanggung jawab terhadap
pemeliharaan semua alat yang terdapat diruang produksi hingga
pada pengolahan limbah produksi. Bagian Matkes terdiri atas
tiga Sub Bagian, diantaranya:
a) Sub Bagian Perencanaan Produksi
Perencanaan produksi yang dilakukan oleh
MATKES didasarkan pada permintaan dari fasilitas
kesehatan TNI-AL seluruh Indonesia dan kebutuhan
setahun sebelumnya. Kemudian dilakukan perhitungan
kebutuhan biaya produksi yang dibandingkan dengan
anggaran LAFIAL. Bila terjadi kelebihan biaya produksi,
maka dilakukan penyeleksian sediaan farmasi yang

9
esensial dan non esensial dimana untuk pembuatan
sediaan farmasi non esensial akan diatur sedemikian rupa
sehingga mencukupi anggaran dana LAFIAL. Setelah
dilakukan perencanaan, MATKES akan mengadakan
pemilihan rekanan perusahaan yang akan bekerja sama
sebagai pemasok bahan baku obat, bahan penolong dan
kemas dalam sistem pelelangan terbuka, kemudian
ditentukan rekanan yang menawarkan harga efisien dan
sesuai dengan anggaran LAFIAL. Tujuan pelelangan itu
sendiri adalah agar didapatkan pemasok dengan
hargabahan yang ekonomis. Kemudian perusahaan yang
ditunjuk akan mengirimkan bahan sesuai dengan pesanan,
untuk bahan baku obat dikirimkan langsung ke gudang P2
MATKES di DISKESAL, yang kemudian akan
berkoordinasi dengan gudang MATKES LAFIAL,
sedangkan untuk bahan penolong dan bahan pengemas
pengiriman langsung diterima oleh gudang MATKES
LAFIAL. Setiap bahan baku yang dibeli harus disertai
dengan COA (Certificate of Analysis). Bahan-bahan yang
diterima akan dilakukan pemeriksaan dokumen dan
kesesuaian bahan, bila telah sesuai dilakukan sampling
oleh WASTU dan dilakukan pemeriksaan laboratorium.
Bahan yang sudah dinyatakan lulus spesifikasi akan
didistribusikan ke gudang-gudang MATKES.
b) Sub Bagian Pengendalian dan Pemeliharaan Material
(DALHARMAT)
Bertugas dalam pemeliharaan dan pengendalian
material kesehatan. Pemeliharaan terhadap alat-alat yang
mengalami gangguan dan kerusakan yang dilakukan oleh
petugas internal, kemudian apabila tidak tertangani akan
ditangani dari pihak luar, serta menginventarisasi alat dan
bahan yang ada di LAFIAL, tetapi tidak dalam pengadaan

10
alat. MATKES hanya mengajukan permintaan alat ke
Kementerian Pertahanan Republik Indonesia.
c) Sub Bagian Depo Produksi
Dalam Sub Bagian Depo Produksi, LAFIAL
memiliki gudang yang terbagi menjadi 7 bagian, yaitu:
(1) Gudang bahan pengemas primer dan sekunder untuk
tablet dan kapsul.
(2) Gudang bahan pengemas primer dan sekunder untuk
sediaan cair.
(3) Gudang bahan baku produk non beta-laktam.
(4) Gudang produk jadi non beta-laktam.
(5) Gudang bahan cairan.
Gudang LAFIAL berada dibawah pengawasan
Bagian MATKES, dimana keluar masuknya barang dari
gudang harus sesuai dengan prosedur yang telah
ditentukan gudang bahan cairan atau mudah terbakar.
Penyusunan barang-barang di dalam gudang berdasarkan
FIFO, FEFO dan alfabetik, dilengkapi dengan alat
pengatur udara dan kelembaban.
4) Bagian Produksi
Bagian Produksi adalah unit pelaksana LAFIAL yang
bertugas menyelenggarakan pembuatan atau produksi obat.
Kegiatan produksi dapat dilaksanakan apabila telah ada
SPP (Surat Perintah Produksi) yang telah diterima oleh
Kepala Bagian Produksi yang akan dicatat dan dibukukan.
Kemudian diteruskan ke sub Bagian produksi yang terlibat
untuk dibuat jadwal pelaksanaan produksi dan disiapkan
peralatan, ruang dan personil untuk keperluan tersebut.
Produksi dilakukan mengikuti prosedur yang tertera pada
SOP obat LAFIAL yaitu Prosedur Pengolahan Induk dan
Prosedur Pengemasan Induk (PPI) yang langkah-langkahnya
dicatat pada Catatan Pengolahan Batch (CPB) yang diparaf oleh

11
petugas pelaksana dokumentasi. Selama produksi, mutu sediaan
di pantau oleh Bagian WASTU. Pada saat dilakukan
pemantauan atau pemeriksaan ini maka produksi tidak dapat
diteruskan. Kegiatan produksi diteruskan setelah memperoleh
tanda lulus dari Bagian WASTU. Bagian produksi dibagi
menjadi 5 urusan, yaitu:
1. Kegiatan Pembuatan Sediaan Tablet
Tahap pembuatan tablet dimulai dari penimbangan,
pencampuran, granulasi, pengeringan, pencetakan dan
penyalutan sediaan tablet tertentu. Untuk memperoleh
produk yang baik, sebelum suatu produk di produksi
menyeluruh dilakukan produksi awal sebanyak 100 tablet
untuk dilakukan pengujian awal yang dilakukan oleh
WASTU. Selama proses pengujian berlangsung, bagian
produksi tidak boleh melakukankegiatan produksi produk
tersebut sampai dinyatakan lulus oleh WASTU.
Pengujian yang dilakukan meliputi uji kadar, waktu
hancur, kekerasan, kerapuhan, serta keseragaman bobot
dan ukuran. Setelah dinyatakan release oleh WASTU,
produksi bisa dilanjutkan. Selain itu juga dilakukan proses
pemeriksaan mutu secara berkala untuk menjaga kualitas
produk yang disebut in process control. Pemeriksaan ini
biasa dilakukan terhadap produk antara atau produk
ruahan yang dilakukan secara periodik setiap 30 menit
meliputi pemeriksaan keseragaman bobot, ukuran tablet
meliputi diameter dan ketebalan serta kekerasan. Produk
ruahan di bagian ini apabila memenuhi persyaratan bagian
WASTU akan diserahkan ke bagian pengemasan untuk
dikemas sesuai permintaan dalam SPP.
2. Kegiatan Pembuatan Sediaan Cairan
Proses pembuatan cairan dimulai dari proses
penimbangan, pencampuran, pengisian dan pengemasan.

12
Pemeriksaan yang dilakukan terhadap produk antara
meliputi pemeriksaan kadar zat aktif dan kekentalan,
keseragaman volume, bobot jenis dan pH. Produk ruahan
di bagian ini apabila memenuhi persyaratan dari Bagian
WASTU akan diserahkan ke bagian pengemasan untuk
dikemas sesuai permintaan dalam SPP.
3. Kegiatan Pembuatan Sediaan Kapsul
Proses pembuatan kapsul dimulai dari proses
penimbangan, pencampuran dan pengisian cangkang.
Pemeriksaan yang dilakukan terhadap produk meliputi
keseragaman bobot. Sedangkan Departemen WASTU
melakukan pemeriksaan terhadap produk ruahan sehari
sekali selama proses produksi meliputi keseragaman
bobot, kadar, waktu hancur dan uji disolusi. Produk
ruahan di bagian ini apabila memenuhi persyaratan dari
Departemen WASTU akan diserahkan ke urusan produk
kemas untuk dikemas sesuai permintaan dalam SPP.
4. Kegiatan Pengemasan
Proses pengemasan non beta-laktam menggunakan
3 tahapan pengemasan, yaitu pengemasan dengan
kemasan primer, kemasan sekunder dan selanjutnya
kemasan tersier. Pengemasan dengan kemasan primer
adalah pengemasan produk ruahan dengan bahan
pengemas yang langsung berhubungan dengan obat.
Pengemasan primer meliputi :
(1) Stripping, yaitu pengemasan ke dalam strip,
dilakukan untuk sediaan tablet atau kapsul
menggunakan mesin stripping otomatis dan
dilakukan pengujian kebocoran tiap 1 jam terhadap
30 tablet atau kapsul.
(2) Blister, yaitu pengemasan ke dalam kemasan blister,
dilakukan untuk sediaan tablet atau kapsul

13
menggunakan mesin blister otomatis, yang selama
proses pengemasan dilakukan pressing dengan suhu
70ºC untuk merekatkan bagian Press Trough
Packaging (PTP) dan plastik.
5. Bagian Pengolahan Limbah
Limbah dapat menghasilkan dampak yang
merugikan jika tidak ditangani dengan benar. Adapun
tujuan adanya sistem penanganan limbah adalah untuk
menghindari pencemaran air tanah serta menghindari
penyebaran kuman patogen. Limbah dari industri farmasi
ada tiga macam yaitu limbah padat, limbah cair, limbah
udara dan limbah suara. Adapun limbah yang dihasilkan
oleh LAFIAL ialah berupa limbah padat dan limbah cair.
a) Limbah Cair
Limbah cair di LAFIAL berasal dari limbah
domestik dan limbah produksi. Limbah cair tersebut
ditampung dalam bak penampungan flokulasi,
kemudian dialirkan ke dalam bak penampungan
sedimentasi yang akan bergabung ke bak limbah
domestik. Kemudian di cek lagi dengan ditampung
ke dalam bak yang berisi CaOCl, masuk ke bak
proses augmentasi, kemudian masuk ke bak
flokulasi dan kemudian dialirkan ke kolam
pengendapan sedimentasi. Di kolam pengendapan
tersebut limbah diberi arang aktif untuk
mengendapkan partikel- partikel. Selanjutnya air
limbah tersebut dialirkan ke kolam indikator yang
berisi ikan mas. Apabila ikan mas tersebut tidak mati
maka aman hasil pengolahan air limbah tersebut
dialirkan ke sungai. Apabila ikan mas tersebut mati
maka ada kesalahan dalam pengelolaannya air
limbah tersebut.

14
b) Limbah Padat
Limbah padat yang dihasilkan berupa wadah atau
bahan pengemas bahan baku yang digolongkan ke
dalam bahan beracun dan berbahaya. Penanganan
limbah padat yang berupa debu-debu yang
dihasilkan selama proses produksi dikumpulkan
dengan dust collector yang terdapat di ruang
produksi, untuk selanjutnya dibakar dengan
menggunakan incenerator pada suhu 1000-1500ºC
selama kurang lebih 4 jam. Sisa pengolahan limbah
padat yang berupa abu bisa langsung dibuang atau
ditanam, sedangkan sisa pengolahan limbah B3
(Bahan Beracun dan Berbahaya) harus diolah
kembali di PPLI. B3 merupakan bahan yang sifat
dan konsentrasinya baik secara langsung langsung
maupun tidak langsung dapat mencemarkan dan
merusak lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan
hidup manusia. Penanganan limbah padat ini
dilakukan di Rumah Sakit Angkatan Laut Dr.
Mintohardjo Jakarta.

Kegiatan produksi dapat dilaksanakan jika telah ada SPP yang


turun dari Departemen MATKES, dalam hal ini Sub Departemen
RENPROD, dan telah disetujui oleh Kepala LAFIAL ke Departemen
Produksi. SPP yang telah diterima oleh KADEP Produksi akan dicatat
dan dibukukan. Kemudian diteruskan ke Sub
Departemen Produksi yang terlibat untuk dibuatkan jadwal
pelaksanaan produksi dan disiapkan peralatan, ruang, dan personil
untuk keperluan tersebut.
Produksi dilakukan mengikuti prosedur yang tertera pada SOP
obat LAFIAL. Sebelum melakukan kegiatan produksi harus ditinjau
mengenai kesiapan operasional mesin produksi. Selama produksi,
mutu sediaan dipantau oleh Departemen WASTU dengan melakukan

15
pengujian terhadap produk setengah jadi dan produk ruahan. Jika pada
satu tahap belum memenuhi persyaratan, oleh Departemen WASTU
diperintahkan untuk menghentikan produksi sehingga produksi tidak
dapat dilanjutkan.

16
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Manajemen Material (Material Management)


Material Management adalah suatu alat (manajemen) untuk mencapai
tujuan pengelolaan material (bahan baku, bahan kemas, produk setengah jadi,
& produk jadi) itu sendiri. Material Management merupakan JEMBATAN
antara Bagian Marketing dengan bagian-bagian lain seperti bagian Produksi,
R&D, Finance, dan lain-lain untuk mencapai pengelolaan material secara
tepat (tepat jumlah, tepat mutu, tepat waktu dan tepat biaya).

Gambar 2.1 Pendekatan Sistem Manajemen Material

Tugas pokok Material Management adalah mengubah ramalan


penjualan (forecasting) menjadi perencanaan produksi dan kemudian menjadi
perencanaan bahan baku, persediaan akhir, hasil antara, peralatan
pengangkutan, dan jam kerja. Kegiatan utama dalam material management
adalah Perencanaan Produksi (production planning) dan pengendalian
persediaan (inventory control) sehingga di banyak perusahaan,
bagian/departemen ini disebut dengan Departemen Production Planning and
Inventory Control (PPIC).

17
Gambar 2.2 Kegiatan Material Manajemen

B. Manajemen Produksi
1. Perencanaan Produksi (Productiom Planning)
Setelah forecast dibuat oleh bagian Marketing, selanjutnya
dibuat/disusun Perencanaan Produksi (production planning) serta
Rencana Anggaran Belanja Perusahaan (RABP) sebagai acuan untuk
memenuhi permintaan Marketing tersebut. Perencanaan Produksi,
terbagi menjadi Rencana Produksi Tahunan, yang kemudian di-break
down ke dalam Rencana Produksi Periodik (misalnya semester atau
triwulan). Selanjutnya Rencana Produksi Periodik di-break down lagi
menjadi Rencana Produksi Bulanan, Mingguan dan Harian, seperti
terlihat pada gambar 6-4. Sasaran pokok dari perencanaan produksi,
antara lain: (1) ketepatan waktu dalam memenuhi janji (permintaan)
pelanggan, (2) kecepatan waktu penyelesaian pesanan (permintaan)
pelanggan, (3) berkurangnya biaya produksi, dan (4) new product
launching dan divestment (write off) produk-produk lama berjalan
lancar (teratur).

Perencanaan Produksi dipengaruhi oleh banyak faktor, baik faktor


internal (dari dalam perusahaan sendiri) maupun faktor eksternal.
Faktor internal antara lain kapasitas terpasang, kapasitas produksi,
jumlah persediaan dan aktifitas lain yang diperlukan untuk produksi.
Sedangkan faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi perencanaan
produksi antara lain kebutuhan/permintaan pasar, kondisi
perekonomian, ketersediaan bahan baku/bahan pengemas, aktifitas

18
kompetetitor dan kapasitas eksternal (untuk kegiatan yang di sub
kontrakan).

Dampak Perencanaan yg Baik :


a. Saling pengertian antar bagian
b. Tercapainya keseimbangan dalam inventory (bahan baku, WIP,
Obat jadi)
c. Terciptanya program sarana produksi yang seimbang dan stabil
d. Memaksimalkan sumber daya (orang, mesin, alat dan ruang
penyimpanan)
e. Investasi minimal pada barang ½ jadi (WIP)
f. Hemat biaya penyimpanan
g. Hemat biaya tidak langsung
h. Angka kerusakan dan cacat produk rendah
i. Angka kelebihan bahan ½ jadi rendah
j. Biaya pelacakan rendah

Gambar 2.3 Production Planing

2. Pengendalian Persediaan (Inventory Control )


Persediaan (inventory) memiliki arti sangat penting bagi dalam
operasi bisnis suatu perusahaan, guna untuk memenuhi kebutuhan
produksi dan memberikan kepuasan pada kebutuhan organisasi
(perusahaan). Terdapat 3 alasan perlunya persediaan bagi industri,
yaitu:

19
(1) antisipasi adanya unsur ketidakpastian permintaan,
(2) adanya unsur ketidakpastian pasokan dari supplier, dan
(3) adanya unsur ketidak pastian tenggang waktu (lead time) waktu
pemesanan.

Inventory, terutama di industri farmasi terdiri dari raw materials


(bahan baku), packaging materials (bahan pengemas), finished
product (Obat jadi), dan work In Process/WIP (Barang setengah jadi).
Tujuan diadakannya persediaan antara lain adalah:
(1) untuk memberikan layanan terbaik pada pelanggan,
(2) untuk memperlancar proses produksi,
(3) untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya kekurangan
persediaan (stockout), dan
(4) untuk menghadapi fluktuasi harga.

Untuk mencapai tujuan tersebut, maka tentu saja akan


menimbulkan konsekuensi bagi perusahaan, yaitu menanggung biaya
atau resiko yang berkaitan dengan keputusan persediaan.
Bagi bagian Keuangan, inventory adalah uang (modal) sehingga
harus dijaga agar nilai inventory tersebut sekecil mungkin untuk
memperkuat modal. Sebaliknya, orang marketing memandang bahwa
inventory harus setinggi mungkin untuk mendorong penjualan dan
antisipasi adanya permintaan yang mendadak. Bagi orang produksi,
inventory harus dijaga sedemikian rupa dalam kondisi yang optimum
untuk menjaga efisiensi produksi dan memperlancar tingkat
pemanfaatannya. Oleh karena itu, sasaran akhir dari pengendalian
persediaan adalah menghasilkan keputusan tingkat persediaan, yang
menyeimbangkan tujuan diadakannya persediaan dengan biaya yang
dikeluarkan. Dengan kata lain, sasaran akhir dari pengendalian
persediaan adalah meminimalkan total biaya dengan perubahan
tingkat persediaan.

20
3. Biaya persediaan (inventory cost)
Inventory (persediaan) adalah biaya. Terdapat lima kategori biaya
yang dikaitkan dengan keputusan persediaan, yaitu :
a. Biaya Pemesanan (ordercost)
b. Biaya Penyimpanan (carrying cost atau holdingcost)
c. Biaya Kekurangan Persediaan (stockoutcost)
d. Biaya yang dikaitkan dengan kapasitas
e. Biaya barang atau bahan itu sendiri

4. Biaya pemesanan (order cost).


Biaya pemesanan (order cost) adalah biaya yang dikaitkan dengan
usaha untuk mendapatkan bahan atau bahan dari luar. Biaya
pemesanan dapat berupa: biaya penulisan pemesanan, biaya proses
pemesanan, biaya materai/perangko, biaya faktur, biaya pengetesan,
biaya pengawasan, dan biaya transportasi. Sifat biaya pemesanan ini
adalah semakin besar frekuensi pembelian semakin besar biaya
pemesanan.

5. Biaya Penyimpanan (carrying cost)


Komponen utama dari biaya simpan (carrying cost), terdiri dari :
(1) biaya modal, meliputi opportunity cost atau biaya modal yang
diinvestasikan dalam persediaan, gedung, dan peralatan yang
diperlukan untuk mengadakan dan memelihara persediaan; (2) biaya
simpan, meliputi biaya sewa gudang, perawatan dan perbaikan
bangunan, listrik, gaji, personel keamanan, pajak atas persediaan,
pajak dan asuransi peralatan, biaya penyusutan dan perbaikan
peralatan. Biaya tersebut ada yang bersifat tetap (fixed), variabel,
maupun semi fixed atau semi variabel; (3) biaya resiko, meliputi biaya
keusangan, asuransi persediaan, biaya susut secara fisik, dan resiko
kehilangan. Sifat biaya penyimpanan adalah semakin besar frekuensi
pembelian bahan, semakin kecil biaya penyimpanan.

21
6. Biaya Kekurangan Persediaan (stock out)
Biaya kekurangan persediaan terjadi apabila persediaan tidak
tersedia di gudang ketika dibutuhkan untuk produksi atau ketika
langganan memintanya. Biaya yang dikaitkan dengan stock out
meliputi: biaya penjualan atau permintaan yang hilang, biaya yang
dikaitkan dengan proses pemesanan kembali seperti biaya ekspedisi
khusus, penanganan khusus, biaya penjadwalan kembali produksi,
biaya penundaan, dan biaya bahan pengganti.
7. Biaya yang Dikaitkan dengan Kapasitas
Biaya ini terjadi karena perubahan dalam kapasitas produksi yang
diperlukan karena untuk memenuhi fluktuasi pasar/permintaan. Biaya
yang dikaitkan dengan kapasitas dapat berupa biaya kerja lembur,
biaya pelatihan tenaga kerja baru, dan biaya perputaran tenaga kerja
(labour turn over cost).
8. Biaya Bahan atau Barang.
Biaya barang atau bahan adalah harga yang harus dibayar atas item
yang dibeli. Biaya ini akan dipengaruhi oleh besarnya diskon yang
diberikan oleh supplier. Oleh karena itu, biaya bahan atau barang akan
bermanfaat dalam menentukan apakah perusahaan tersebut sebaiknya
menggunakan harga diskon atau tidak.
Keseluruhan biaya tadi akan mempengaruhi total biaya persediaan
(Total Inventory Cost/TOC), yang dapat digambarkan pada gambar
dibawah ini:

Gambar 2.4. Biaya Pesanan dan Biaya penyimpanan serta EOQ

22
Untuk mempertahankan tingkat persediaan yang optimum,
diperlukan jawaban atas dua pertanyaan mendasar yaitu (1) kapan
dilakukan pemesanan, dan (2) berapa jumlah yang harus dipesan dan
kapan harus dilakukan pemesanan kembali. Keputusan mengenai
kapan dan berapa jumlah yang harus dipesan, sangat tergantung
kepada waktu dan tingkat persediaan.
Untuk menjawab pertanyaan kapan harus dilakukan pemesanan,
dapat dilakukan dengan tiga pendekatan, yaitu : (1) pendekatan titik
pemesanan kembali (re order point approach/ROP), (2) pendekatan
tinjauan periodik (periodic review approach), dan (3) material
requirement planning(MRP).
a. Reorder Point (ROP) Approach
Dalam pendekatan ROP menghendaki jumlah persediaan yang
tetap setiap kali melakukan pemesanan. Apabila persediaan
mencapai jumlah tertentu, maka pemesanan kembali harus
dilakukan, seperti terlihat pada gambar 2.5.
Gambar 2.5 menunjukkan bahwa ROP dilakukan apabila
persediaan cukup untuk memenuhi kebutuhan selama tenggang
waktu (lead time). Jumlah yang harus dipesar berdasarkan pada
Economic Order Quantity (EOQ). Pendekatan ROP juga
menghendaki pengecekan secara fisik ataupun penggunaan kartu
catatan stock secara teratur untuk menentukan apakah
pemesanan kembali harus dilakukan.
Pendekatan ROP mempunyai resiko terjadi stock out jika jumlah
permintaan selama waktu lead time melebihi jumlah persediaan
pengaman

23
Gambar 2.5 Reorder Point (ROP) Approach
b. Periodic Review Approach
Dalam pendekatan dengan tinjauan periodik, tingkat persediaan
ditinjau pada interval waktu yang sama. Pada setiap tinjauan
dilakukan pemesanan kembali agar tingkat persediaan mencapai
jumlah yang diinginkan. Jumlah pemesanan kembali didasarkan
pada tingkat maksimum yang ditetapkan untuk setiap item
persediaan yang dapat dicari dengan rumus sebagai berikut.
Q = TPM – P – JSP + PLT
Dimana :
Q = Jumlah pemesanan kembali
TPM = Tingkat Persediaan Maksimum
P = Jumlah persediaan yang ada sekarang
JSP = Jumlah yang Sedang Dipesan
PLT = Permintaan selama tenggang waktu pemesanan

Gambar 2.6. Periodic Review Approach

24
c. Material Requirement Planning (MRP) Approach
Sebagaimana telah dikemukan sebelumnya bahwa metode
ROP dan Periodic Review hanya cocok digunakan jika jumlah
permintaan adalah konstan, seperti kebutuhan kemeja di toko
eceran atau obat jadi, yang dianggap independent terhadap
permintaan item yang lain. Namun demikian, sistem ini secara
tipikal tidak memadai untuk berbagai tipe bahan baku maupun
komponen atau sub komponen yang digunakan untuk
memproduksi suatu produk, seperti obat misalnya. MRP
merupakan sistem yang dirancang secara khusus untuk situasi
permintaan yang bergelombang (tidak konstan), yang secara
tipikal karena permintaan tersebut dependent. Oleh karena itu
tujuan dari sistem MRP adalah
(1) menjamin tersedianya meterial, item atau komponen pada
saat dibutuhkan untuk memenuhi skedul (jadwal) produksi
dan menjamin tersedianya produk jadi bagi konsumen,
(2) menjaga tingkat persediaan pada kondisi minimum, serta
(3) merencanakan aktivitas pengiriman, penjadwalan dan
pembelian.

Dibandingkan dengan kedua sistem pengendalian


persediaan sebelumnya, manajemen persediaan sistem MRP
memiliki kharakteristik, antara lain :
1. Perhatian terhadap kapan barang tersebut “dibutuhkan”,
bukan pada kapan barang tersebut“dipesan”.
2. Perhatian terhadap prioritas pesanan. Adanya kesadaran
bahwa tidak semua pesanan konsumen memiliki prioritas
yang sama. Produk yang satu mungkin lebih penting jika
dibanding dengan produk yang lain, sehingga
memungkinkan dilakukan penjadwalan kembali barang-
barang yang kurang urgent
3. Penundaan pengiriman permintaan. Sebagai konsekuensi
dari prioritasisasi pesanan maka untuk item atau barang

25
yang belum diperlukan dapat dilakukan penundaan
pengiriman, sehingga akan memaksimalkan kapasitas
produksi
4. Fungsi integrasi. Dengan karakteristik yang demikian
maka bagian Produksi dan PPIC sebagai fungsi yang
terintegrasi.

Langkah-langkah Perhitungan MRP


1. Menentukan Kebutuhan Bersih (Net Requirement). Net
Requiremen adalah selisih antara kebutuhan kotor (gross
requirement) dengan persediaan yang ada di tangan (on
hand). Data yang diperlukan dalam menentukan
kebutuhan bersih adalah :
a. Kebutuhan kotor setiap periode
b. Persediaan yang ada ditangan
c. Rencana penerimaan (scheduledreceipts)
2. Menentukan Jumlah Pesanan. Berdasarkan kebutuhan
bersih, ditentukan jumlah pesanan, baik item maupun
komponennya
3. Menentukan BOM dan Kebutuhan kotor SETIAP
Komponen. Kebutuhan kotor setiap komponen, ditentukan
oleh rencana pemesanan (planned order released)
komponen yg ada diatasnya dengan dikalikan kelipatan
tertentu sesuai kebutuhan
4. Menentukan Tanggal Pemesanan. Penentuan tanggal
pemesanan yang tepat dipengaruhi oleh Rencana
Penerimaan (planned order receipts) dan tenggang waktu
pemesanan (lead time)

Faktor-faktor Kesulitan dalam MRP


Terdapat lima faktor yang mempengaruhi tingkat kesulitan
dalam proses MRP, yaitu :

26
1. Struktur Produk
Semakin rumit struktur produk, akan membuat
perhitungan MRP semakin rumit pula. Struktur produk
yang kompleks terutama ke arah vertikal, akan membuat
proses penentuan kebutuhan bersih, penentuan jumlah
pesanan optimal, penentuan saat yang tepat melakukan
pesanan, dan penentuan kebutuhan kotor menjadi
berulang-ulang.
2. Ukuran Lot
Jika dilihat dari cara pendekatan masalah, terdapat dua
aliran dalam penentuan ukuran lot, yaitu (a) pendekatan
period by period, dan (b) level by level. Ukuran lot
khususnya untuk struktur produk yang bertingkat banyak
(multileve case) masih dalam tahap pengembangan,
sehingga teknik ukuran lot merupakan salah satu faktor
yang mempengaruhi tingkat kesulitan dalam MRP.
3. Tenggang Waktu
Perbedaan dalam tenggang waktu akan menambah
kerumitan dalam proses MRP. Suatu perakitan belum
dapat dilakukan apabila komponen-komponen
pembentuknya belum tersedia. Kompleksnya masalah
dirasakan pada tahapan penentuan kapan harus melakukan
pemesanan, karena tidak hanya menentukan kapan harus
melakukan pemesanan, tetapi juga harus menentukan
besarnya lot pemesanan.
4. Perubahan Kebutuhan
MRP dirancang untuk menjadi suatu sistem yang peka
terhadap perubahan baik perubahan dari luar (permintaan)
maupun perubahan dari dalam (kapasitas). Kepekaan ini
bukanlah tidak menimbulkan masalah, perubahan
kebutuhan produk akhir tidak hanya mempengaruhi
rencana pemesanan, tetapi juga mempengaruhi jumlah

27
kebutuhan yang diinginkan. Jika dihubungkan dengan
tenggang waktu pemesanan, dan ukuran lot, maka proses
perhitungan harus diulang kembali sehingga akan
mengurangi efisiensi perhitungannya.
5. Komponen yang Bersifat Umum (Communality)
Adanya komponen yang bersifat umum (dibutuhkan lebih
dari satu induk item) akan menimbulkan kesulitan apabila
komponen umum tersebut berada pada level yang berbeda,
sehingga diperlukan tingkat ketelitian yang tinggi, baik
dalam jumlah maupun waktu pelaksanaan pemesanan.

Gambar 2. 7 Arus informasi sistem MRP

28
d. Analisis Pareto (konsep ABC)
Dalam pengendalian persediaan, sering kali timbul
permasalahan sulitnya mengendalikan karena sedemikian
banyaknya item barang yang harus dikendalikan. Untuk
memudahkan dalam pengendalian, dapat dilakukan klasifikasi
item barang. Klasifikasi yang sering digunakan adalah
Klasifikasi Pareto, yang didasarkan pada Hukum Pareto. Hukum
ini pertama kali dicetuskan oleh Vilfredo Pareto, seorang ahli
ekonomi dan sosiologi berkebangsaan Italia. Ia mengemukakan
bahwa sebagian besar kekayaan di Italia dimiliki oleh sebagian
kecil dari populasi penduduk, dan ia sampai pada kesimpulan
bahwa pola distribusi penghasilan di negara-negara lain pun
pada dasarnya serupa. Dalam kenyataannya, hukum ini pun
berlaku untuk barang-barang dalam persediaan. Beberapa
persediaan memiliki proporsi yang relatif lebih kecil dari
volume persediaan secara keseluruhan, namun memiliki nilai
(rupiah) yang relatif lebih besar. Sebaliknya, beberapa
persediaan memiliki volume yang lebih besar, tetapi memiliki
nilai (rupiah) yang relatif kecil (“Vital Few, Trival Many”
artinya dari seluruh item persediaan yang ada, terdapat sejumlah
kecil item persediaan yang mempunyai nilai relatif cukup besar,
sementara sebagian besar item persediaan yang lain, nilainya
hanya sedikit).
Klasifikasi Pareto disebut juga Klasifikasi ABC, karena
membagi item persediaan menjadi 3 kelas, yaitu kelas A, kelas
B, dan kelas C.
Kelas A : Persentase Nilai Penggunaan Kumulatif > 80 %
Kelas B : Persentase Nilai Penggunaan Kumulatif 20 - 80 %
Kelas C : Persentase Nilai Penggunaan Kumulatif < 20 %
Teknik analisa pareto :
1. Tentukan penggunaan tahunan setiap item persediaan

29
2. Kalikan penggunaan tahunan setiap item dengan harga
satuannya, sehingga didapat nilai penggunaan tahunan
3. Susun item-item persediaan dalam daftar nilai penggunaan
tahunan, yang terbesar diletakkan di atas, sedangkan
terkecil diletakkan paling bawah dalam daftar
4. Tambahkan secara kumulatif item persediaan dan nilai
penggunaannya
Konversikan jumlah kumulatif menjadi prosentase kumulatif

Tabel 2.1 Tabel Pareto

Gambar 2.8. Analisis Pareto (konsep ABC)

Manfaat pengendalian persediaan secara Pareto :


1. Membantu manajemen dalam menentukan tingkat
persediaan yang efisien

30
2. Memberikan perhatian pada jenis persediaan utama yang
dapat memberikan cost benefit yang besar bagi perusahaan
3. Dapat memanfaatkan modal kerja (working capital)
sebaik- baiknya sehingga dapat memacu pertumbuhan
perusahaan
4. Sumber-sumber daya produksi dapat dimanfaatkan secara
efisien yang pada akhirnya dapat meningkatkan
produktifitas dan efisiensi fungsi-fungsi produksi

Kunci sukses pengendalian persediaan secara Pareto, adalah :


1. Item-item pada kelas/kelompok A harus dikendalikan
secara ketat, catatan persediaan harus mendetail dan tepat
2. Item-item pada kelas/kelompok B dilakukan pengawasan
secara normal, penyesuaian dapat dilakukan baik
mengenai kuantitas pemesanan (ROP) maupun titik
pemesanan kembali.
3. Item-item pada kelas/kelompok C dilakukan pengendalian
secara lebih sederhana (minimum). Pengendalian
minimum, berarti:
● Menjamin bahwa item-item yang bernilai rendah
SELALU ada dalam persediaan, mempunyai
persediaan yang cukup sehingga tidak terjadi stock
out
● Melipat dua/tigakan jumlah persediaan yang masuk
kelas/kelompok C tidak akan memberatkan biaya
penyimpanan.
● Untuk mempunyai persediaan yang cukup untuk
item-item kelas/kelompok C, maka pengadaan item-
item tersebut dilakukan pada jangka waktu yang
lama (setiap 3 – 6 sekali).

31
Pertimbangan Khusus :
● Item yang peka terhadap waktu (expire date)
● Item yang mudah rusak padasaat penyimpanan (stabilitas)
● Item dengan penanganan khusus, langka, proses
pemesanan sulit
Sistem Pareto/ABC, tidak hanya digunakan untuk pengawasan
persediaan, tetapi dapat juga digunakan untuk menentukan
tingkat prioritas pelayanan pada langganan dan menentukan
tingkat persediaan pengaman, khususnya untuk produk akhir
(obat jadi).
e. Just In Time (JIT)
Just-In-Time (JIT) merupakan salah satu konsep yang
mendukung manajemen biaya guna mengantisipasi perubahan
yang terjadi di lingkungan industri sebagai akibat kemajuan
teknologi dan otomatisasi. Dalam konsep JIT dilakukan
eliminasi biaya melalui eliminasi jumlah persediaan (persediaan
= 0 atau zero stock). Eliminasi jumlah persediaan ini secara
otomatis menghilangkan biaya penyimpanan dan transportasi
sekaligus mengakibatkan penurunan tingkat toleransi terhadap
tingkat kesalahan produk. Penerapan JIT menuntut adanya
kualitas kerja yang tinggi dan beban kerja yang seimbang
(balance capacity) untuk menghindari terjadinya penundaan
(delay) produk maupun kekecewaan konsumen. Dengan
demikian, yang dimaksud denga sistem JIT adalah usaha-usaha
untuk meniadakan pemborosan dalam segala bidang produksi
seperti uang, bahan baku, suku cadang atau komponen, waktu
produksi dan sebagainya sehingga dapat meghasilkan dan
mengurumkan produk jadi tepat waktu untuk dijual.
Sistem JIT telah lama diterapkan di Jepang sejak tahun
1960-an, terutama oleh Toyota Motor Company, dan secara
modern dipopulerkan oleh Taiichi Ohno Wakil Presiden
Direktur Toyota Motor Company pada pertangahan tahun 1970-

32
an. Sistem JIT diterapkan dengan memanfaatkan kemampuan
para pemasok bahan baku dan suku cadang atau komponen yang
dapat memenuhi kebutuhan industri secara tepat waktu (just-in-
time). Penerapan sistem JIT ini bertujuan untuk: (1) meniadakan
persediaan (zero inventories), (2) meniadakan produk cacat
(zero defects), dan (3) meniadakan gangguan pada skedul
produksi (zero schedule interuptions).

e. JIT dan Waktu Proses


Dalam sistem JIT dikenal adanya istilah waktu yang
dibutuhkan suatu produk untuk melewati semua proses produksi
atau sering disebut dengan troughout time. Troughout time
terdiri dari empat komponen waktu yang terbagi menjadi dua
jenis kegiatan, yaitu kegiatan penambah nilai (value added
activities) dan kegiatan bukan penambah nilai (non value added
activities), seperti ditunjukan pada gambar 6-5. Untuk dapat
menghasilkan produk dengan harga yang murah, maka harus
dilakukan perbaikan-perbaikan terhadap kegiatan penambah
nilai dan selalu berusaha untuk menghilangkan kegiatan-
kegiatan bukan penambah nilai.
Proses produksi yang ideal akan menghasilkan troughout
time yang sama dengan waktu proses produksi yang merupakan
kegiatan penambah nilai.

Gambar 2.9 Throughout time dan unsur waktu dalam proses produksi

Sistem JIT sering pula diidentikkan dengan usaha untuk


menghilangkan pemborosan produksi (waste products) yang
disebabkan oleh produk cacat maupun produk rusak, sehingga

33
sistem JIT merupakan bagian penting dari Total Quality
Management (TQM). Disamping itu, sistem JIT diidentikkan
pula dengan sistem persediaan tepat waktu dan sistem produksi
tepat waktu.
Kondisi yang dipersyaratkan untuk menerapkan JIT dalam
sistem sediaan tepat waktu antara lain adalah: (1) waktu dan
biaya pemesanan maupun biaya set-up harus sekecil mungkin,
(2) jumlah pemesanan mendekati satu, (3) tenggang waktu (lead
time) harus seminimum mungkin, (4) beban antar lini (bagian)
atau mesin harus seimbang, (5) tidak ada waktu tunda akibat
kualitas produk yang rendah, ketiadaan suplay bahan, kerusakan
mesin, perubahan desain dan sebagainya.
Sistem JIT bukanlah suatu konsep perubahan yang radikal,
tetapi penerapannya harus dilakukan secara bertahap dengan
langkah-langkah sebagai berikut :
1. Lakukan pengurangan jumlah persediaan sedikit demi
sedikit hingga “timbul masalah”
2. Setelah masalah diketahui, tingkat persediaan ditambah
untuk menetralisir kejutan yang terjadi dan menjaga
sistem agar sistem beroperasi dengan lancar
3. Masalah yang timbul dianalisis dan dicari pemecahannya
4. Setelah masalah hilang, persediaan dikurangi lagi hingga
“timbul masalah baru”
5. Langkah-langkah kedua hingga keempat diulangi lagi
hingga ditemukan tingkat persediaan minimum.
Langkah-langkah tersebut di atas, sangat tepat dalam usaha
meningkatkan kualitas manajemen persediaan bahan dengan
menggunakan sistem JIT. Jika sistem JIT diidentikkan dengan
sistem produksi tepat waktu. Penerapan sistem JIT dapat
dilakukan dengan proses sebagai berikut:
1. Dimulai dengan menjadwalkan kembali produksi ke dalam
lot lebih kecil.

34
2. Meningkatkan pengendalian kualitas dengan menerapkan
TQC (total quality control), agar pekerja lebih menyadari
peningkatan kualitas.
3. Meningkatkan faktor-faktor produksi termasuk
pekerjanya. Pada umumnya penerapan JIT disertai dengan
melibatkan karyawan dalam pengambilan keputusan.
4. Menerapkan teknik produksi dalam “cell” untuk
mempersingkat jarak perjalanan bahan baku maupun
komponen lainnya dari satu mesin/tahap produksi ke
mesin/tahap produksi yang lain.

f. Perbandingan Sistem JIT dan MRP


Sistem MRP (Material Requirement Planning) dan Sistem
JIT keduanya ditujukan untuk mencapai produksi tepat waktu
(just-in- time). MRP adalah suatu sistem yang menggunakan
daftar bahan (bill of materials/BOM), status persediaan
(inventory master file/IMF), waktu pemesanan, dan jadwal
produksi induk (master production schedule/MPS) untuk
menghitung kebutuhan bahan. Dalam sistem MRP
mengharuskan adanya konsep pentahapan waktu (time phasing)
yang membutuhkan pembuatan jadwal untuk mengirimkan
bahan yang dibutuhkan untuk membuat suatu produk dengan
menggunakan data waktu pesanan. Sedangkan dalam sistem JIT,
konsep pentahapan waktu tidak diperlukan, karena sistem ini
didasarkan pada sistem produksi lancar. Dalam kasus dimana
pelancaran sistem produksi sangat sulit didapat dan proses
produksi sangat pendek, penggunaan sistem MRP lebih tepat.
Master Production Schedule (MPS) yang merupakan jadwal
produksi secara keseluruhan merupakan hal yang sangat penting
dalam sistem MRP karena merupakan sasaran yang harus dijaga
secara ketat. Sedangkan dalam sistem JIT, MPS bukanlah
sasaran produksi yang harus dijaga ketat, tetapi hanya sebagai

35
kerangka kerja untuk menyiapkan pengaturan bahan dan tenaga
kerja pada setiap proses.
Perbedaan lain, dalam sistem MRP harus dilakukan
peninjauan pada akhir setiap selang waktu untuk
membandingkan rencana produksi dengan kenyataan. Jika
terjadi perbedaan harus dilakukan perbaikan. Dalam sistem JIT,
perbandingan tersebut tidak diperlukan karena perbandingan
seperti itu dengan sendirinya muncul dalam hasil produksi
harian. Di samping itu, dalam sistem JIT dilakukan sistem
terbalik dari lini paling akhir menuju proses sebelumnya (sistem
tarik/pull system), sedangkan pada sistem MRP digolongkan
pada sistem dorong (push system) dengan dorongan yang
berasal dari perencanaan pusat.
Menghadapi volume produksi tinggi atau sistem produksi
kontinyu, diperlukan metode produksi dan perencanaan
persediaan khusus. Sistem MRP sangat baik untuk tingkat
produksi menengah dan lead time komponen-komponennya
lebih panjang. Sedangkan untuk tingkat produksi dengan
volume besar, sistem JIT lebih tepat untuk diterapkan.
Keuntungan penggunaan sistem kanban (JIT) adalah:
(1) waktu persiapan (set-up) pendek,
(2) ukuran lot kecil,
(3) tingkat persediaan rendah,
(4) arus bahan baku lebih lancar,
(5) waktu tenggang (lead time) dapat dikurangi,
(6) volume dan produk mudah diganti, dan
(7) adanya partisipasi dari karyawan (pekerja) dalam
membuat keputusan.
Sedangkan kerugian sistem Kanban adalah:
(1) pekerja memiliki tanggung jawab yang lebih besar dan hal
ini membutuhkan kerjasama antara pekerja dengan
manajemen secara baik,

36
(2) skedul sangat ketat dan produksi harus selalu tepat waktu,
(3) sistem tidak dapat secara cepat merespon kenaikan volume
yang cukup besar,
(4) kurang efisien jika untuk memproduksi semua komponen
atau pesanan khusus.

9. Pengadaan (Purchasing / Procurement)


Dalam industri farmasi, komponen terbesar dalam struktur
biaya produk adalah biaya pengadaan barang, termasuk di dalamnya
adalah pengadaan bahan awal (starting material) yang terdiri dari
bahan baku (baik bahan baku aktif maupun bahan penolong) serta
bahan pengemas. Tidak kurang dari 60 - 70% dari total biaya
perusahaan digunakan untuk melakukan pengadaan bahan awal ini.
Bagian/departemen yang bertanggung jawab untuk
melaksanakan pengadaan barang adalah Departemen/Bagian
Pembelian (purchasing/procurement department). Di banyak industri
farmasi, departemen ini berada langsung di bawah direksi perusahaan
(Direktur Keuangan atau Direktur Operasi/Pabrik). Beberapa industri
farmasi lain, menempatkan Departemen Pembelian di bawah Material
(PPIC) Manager. Perbedaan ini antara lain dipengaruhi oleh
besar/kecilnya tanggung jawab di masing-masing perusahaan karena
bidang pengadaan terkait langsung dengan penggunaan keuangan
perusahaan.

Bagian pembelian bertanggung jawab untuk melakukan


pembelian segala hal keperluan perusahaan, baik keperluan
administrasi seperti alat tulis kantor dan alat elektronik maupun
keperluan yang terkait langsung dengan produksi obat seperti bahan
baku obat, bahan pengemas, spare part mesin-mesin produksi, dan
lain- lain. Terdapat empat kegiatan utama dalam Pembelian, yaitu (1)
pemilihan supplier (pemasok), bernegosiasi mengenai harga, termint
pembayaran dan jadwal pengiriman bahan, termasuk di dalamnya
menerbitkan surat pesanan (purchase order/PO), (2) melakukan

37
pemantauan pengiriman (expediting delivery) yang dilakukan oleh
supplier, (3) menjembatani antara supplier dengan bagian terkait
dalam perusahaan, misalnya bagian teknik, QC, Produksi, Keuangan
dan lain-lain yang berkaitan dengan masalah pembelian bahan
(complaint, dan lain-lain), dan (4) mencari produk, material atau
supplier baru, yang dapat memberikan kontribusi dan keuntungan
pada perusahaan.

Pemilihan Supplier
Hal-hal yang perlu dipertimbangkan dalam memilih supplier :
1) Kualitas dari bahan yang dipesan. Hal ini dapat diketahui dari
Certificate of Analysis (CoA).
2) Kontinuitas atau kesanggupan supplier dalam menyuplai barang
yang berkualitas secara terus-menerus.
3) Delivery time atau ketepatan waktu pengiriman sesuai dengan
waktu pengiriman yang telah ditentukan.
4) Layanan purna jual dan kemudahan dalam pembayaran

Terdapat 2 sistem pembelian (pengadaan) yang biasa dilakukan di


industri farmasi, yaitu: (1) Open Purchase Order. Pada sistem ini order
pembelian dilakukan dalam jumlah kecil, dengan nilai yang kecil serta
proses transaksi dengan frekuensi yang tinggi. Sistem pembelian
dengan cara ini biasanya dilakukan untuk material yang mudah
didapat, supplier cukup banyak dan kebutuhannya fluktuatif, dan (2)
Blanket Purchase Order. Pada sistem ini order pembelian dilakukan
dalam jumlah besar secara total, dengan harga yang tetap tapi
pengirimannya diatur dalam jangka waktu yang panjang. Sistem
pembelian dengan cara ini biasanya digunakan untuk material yang
nilainya cukup tinggi, adanya potongan harga yang cukup besar bila
order quantity-nya besar atau material tersebut sukar didapat atau di
pasaran sering kosong.
Hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan pengadaan antara
lain, (1) stok bahan yang ada baik bahan baku, bahan pengemas dan

38
produk jadi, dan (2) Lead time (yaitu waktu yang dibutuhkan untuk
pengadaan barang mulai dari pemesanan sampai tiba di gudang
pabrik).

a. Pembelian Tepat Waktu (JIT)


Dengan semakin meningkatnya biaya penanganan bahan
(handling cost) saat ini tengah berkembang sistem pembelian
tepat waktu (Just-In Time Purchasing). Tujuan pembelian tepat
waktu adalah:
1. Menghilangkan kegiatan yang tak perlu, misalnya waktu
pemeriksaan yang bertele-tele karena supplier
telah terpercaya.
2. Mengurangi inventory stock yang berlebihan, bila perlu
“zero stock” karena perencanaan dan penjadwalan
pengiriman terkontrol.
3. Adanya jaminan kualitas material karena adanya
seleksi ketat terhadap suplier.
4. Mengurangi resiko penyimpanan karena stock terdapat
di supplier.

Agar metode pembelian tepat waktu ini dapat


dilaksanakan terdapat beberapa prasyarat yang harus dipenuhi.
Prasyarat tersebut antara lain
1. Supplier
 Hubungan terus-menerus dengan supplier yang
sama.
 Analisa harga diusahakan tetap atau ditekan.
 Delivery tepat waktu.
 Kemudahan pembayaran.
2. Kualitas
 Jaminan kualitas dengan pemilihan supplier dan
manufacturer yang ketat.

39
 Dokumen mutu lengkap (CoA, Sertifikat ISO, dan
lain- lain).
 Dilakukan audit vendor.
 Standar kemasan untuk menjaga kualitas material
3. Administrasi
 Jumlah pembelian konstan
 Administrasi seminimal mungkin
 Dihindari adanya over stock atau out of stock
 Kontrak pembelian jangka panjang
4. Delivery/Pengiriman
 Koordinasi pengiriman dengan bagian-bagian lain
yang terkait sesuai dengan kebutuhan, kapasitas
gudang dan ketersediaan dana
 Stock ada di supplier (sistem konsinyasi)

Gambar 2.10 Alur proses pembelian

C. CPOB/CPOTB/CPKB/CPMB
1. Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB)
Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) adalah cara pembuatan
obat yang baik bertujuan untuk memastikan agar mutu obat yang
dihasilkan sesuai dengan persyaratan dan tujuan penggunaan.
Penerapan CPOB pertama kali didasarkan pada keputusan Menteri

40
Kesehatan Republik Indonesia No. 43/Menkes/SK/II/1988 tentang
CPOB, CPOB pertama kemudian direvisi dengan keputusan Kepala
Badan Pengawasan Obat dan Makanan No. HK.00.05.3.02152 Tahun
2001 tentang Penerapan Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik.
Pedoman CPOB edisi 2001 direvisi kembali menjadi pedoman CPOB
yang dinamis edisi tahun 2006, berdasarkan Surat Keputusan Kepala
Badan Pengawas Obat dan Makanan No. HK.00.06.0511, tanggal 24
Januari 2006. Pedoman CPOB edisi 2006 mengalami revisi menjadi
pedoman CPOB tahun 2012, berdasarkan Peraturan Kepala Badan
Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia No.
Hk.03.1.33.12.12.8195 Tahun 2012. Pedoman CPOB edisi 2012
mengalami revisi menjadi pedoman CPOB tahun 2018, berdasarkan
Peraturan Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik
Indonesia No. 13 tahun 2018. Perubahan-perubahan dalam konsep
CPOB terjadi karena semakin pesatnya perkembangan teknologi
farmasi. Konsep CPOB bersifat dinamis yang memerlukan
penyesuaian dari waktu ke waktu mengikuti tuntutan globalisasi di
bidang farmasi. Pedoman CPOB sesuai dengan Dirjen POM meliputi
25 pedoman yaitu sistem mutu farmasi; personalia; bangunan-fasilitas;
peralatan; produksi; cara penyimpanan dan pengiriman obat yang
baik; pengawasan mutu; inspeksi diri; keluhan dan penarikan produk;
dokumentasi; kegiatan alih daya; kualifikasi dan validasi; pembuatan
produk steril; pembuatan bahan dan produk biologi untuk penggunaan
manusia; pembuatan gas medisinal; pembuatan inhalasi dosis terukur
bertekanan; pembuatan produk darah; pembuatan uji klinik; sistem
komputerisasi; cara pembuatan bahan baku aktif obat yang baik;
pembuatan radiofarmaka; sampel pembanding dan sampel pertinggal;
pelulusan real time dan pelulusan parametris; manajemen resiko mutu.
Ada 10 landasan umum dalam CPOB 2018 yaitu:
a. Pada pembuatan obat pengawasan secara menyeluruh adalah
sangat essensial untuk menjamin bahwa konsumen menerima
obat yang bermutu tinggi. Pembuatan obat secara sembarangan

41
tidak dibenarkan bagi obat yang akan digunakan sebagai
penyelamat jiwa atau memulihkan atau memelihara kesehatan.
b. Tidaklah cukup apabila obat jadi hanya sekedar lulus dari
serangkaian pengujian, tetapi yang menjadi sangat penting
adalah mutu harus dibentuk ke dalam produk. Mutu obat
tergantung pada bahan awal, proses pembuatan dan pengawasan
mutu, bangunan, peralatan yang dipakai dan personalia yang
terlibat.
c. CPOB merupakan yang bertujuan untuk memastikan agar mutu
obat yang dihasilkan sesuai persyaratan dan tujuan
penggunaanya; bisa perlu dapat dilakukan penyesuaian pedoman
dengan syarat bahwa standar mutu obat yang telah ditentukan
tetap dicapai.
d. Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM) hendaklah
menggunakan Pedoman ini sebagai acuan dalam penilaian
penerapan CPOB dan semua peraturan lain yang berkaitan
dengan CPOB hendaklah dibuat minimal sejalan dengan
Pedoman ini.
e. Pedoman ini juga dimaksudkan untuk digunakan oleh industri
farmasi sebagai dasar pengembangan aturan internal sesuai
kebutuhan.
f. Pedoman ini berlaku terhadap pembuatan obat dan produk
sejenis yang digunakan manusia
g. Pada pedoman ini istilah “pembuatan” mencakup seluruh
kegiatan penerimaan bahan, produksi, pengemasan ulang,
pelabelan, pelabelan ulang, pengawasan mutu, pelulusan,
penyimpanan dan distribusi dari obat serta pengawasan terkait
h. Cara lain selain tercantum di dalam Pedoman ini dapat diterima
sepanjang memenuhi prinsip Pedoman ini. Pedoman ini
bukanlah bermaksud untuk membatasi pengembangan konsep
baru atau teknologi baru yang telah divalidasi dan memberikan

42
tingkat Pemastian Mutu sekurang-kurangnya ekuivalen dengan
cara yang tercantum dalam Pedoman ini.
i. Pada pedoman ini istilah “hendaklah” menyatakan rekomendasi
untuk dilaksanakan kecuali jika tidak dapat diterapkan,
dimodifikasi menurut pedoman lain yang relevan dengan
Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik atau digantikan
dengan petunjuk alternatif untuk memperoleh tingkat pemastian
mutu minimal yang setara.
j. Pedoman ini memiliki beberapa aneks yang memberikan
penjelasan lebih rinci untuk beberapa area atau aktifitas spesifik.
Untuk beberapa proses pembuatan, aneks yang berbeda dapat
diterapkan secara simultan (misal aneks untuk pembuatan
produk steril dan radiofarmaka dan/atau bahan dan produk
biologi untuk penggunaan manusia). Aneks 8 mengenai Cara
Pembuatan Bahan Baku Aktif Obat yang baik yang sebelumnya
diterbitkan dalam buku yang terpisah, saat ini dijilid dalam satu
buku yang sama.

2. Ketentuan Umum
Dalam Peraturan Badan ini yang dimaksud dengan:
a. Cara Pembuatan Obat yang Baik yang selanjutnya disingkat
CPOB adalah cara pembuatan obat dan/atau bahan obat yang
bertujuan untuk memastikan agar mutu obat dan/atau bahan obat
yang dihasilkan sesuai dengan persyaratan dan tujuan
penggunaan.
b. Industri Farmasi adalah badan usaha yang memiliki izin sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan untuk
melakukan kegiatan pembuatan obat atau bahan obat.
c. Obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi,
yang digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem
fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan
diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan
kesehatan dan kontrasepsi untuk manusia.

43
d. Bahan Obat adalah bahan baik yang berkhasiat maupun tidak
berkhasiat yang digunakan dalam pengolahan obat dengan
standar dan mutu sebagai bahan baku farmasi.
e. Sertifikat CPOB adalah dokumen sah yang merupakan bukti
bahwa industri farmasi atau sarana telah memenuhi persyaratan
CPOB dalam membuat Obat dan/atau Bahan Obat.
f. Kepala Badan adalah Kepala Badan Pengawas Obat dan
Makanan.

3. Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB)


CPOTB adalah bagian dari Pemastian Mutu yang memastikan
bahwa obat tradisional dibuat dan dikendalikan secara konsisten untuk
mencapai standar mutu yang sesuai dengan tujuan penggunaan dan
dipersyaratkan dalam izin edar dan Spesifikasi produk. CPOTB
mencakup produksi dan pengawasan mutu. Persyaratan dasar dari
CPOTB adalah:
a. Semua proses pembuatan obat tradisional dijabarkan dengan
jelas, dikaji secara sistematis berdasarkan pengalaman dan
terbukti mampu secara konsisten menghasilkan obat tradisional
yang memenuhi persyaratan mutu dan spesifikasi yang telah
ditetapkan;
b. Tahap proses yang kritis dalam proses pembuatan, pengawasan
dan sarana penunjang serta perubahannya yang signifikan
divalidasi;
c. Tersedia semua sarana yang diperlukan untuk CPOTB termasuk:
1. personil yang terkualifikasi dan terlatih; 2. bangunan dan
sarana dengan luas yang memadai; 3. peralatan dan sarana
penunjang yang sesuai; 4. bahan, wadah dan label yang benar; 5.
prosedur dan instruksi yang disetujui; dan 6. tempat
penyimpanan dan transportasi yang memadai.

44
d. Prosedur dan instruksi ditulis dalam bentuk instruksi dengan
bahasa yang jelas, tidak bermakna ganda, dapat diterapkan
secara spesifik pada sarana yang tersedia;
e. Operator memperoleh pelatihan untuk menjalankan prosedur
secara benar;
f. Pencatatan dilakukan secara manual atau dengan alat pencatat
selama pembuatan yang menunjukkan bahwa semua langkah
yang dipersyaratkan dalam prosedur dan instruksi yang
ditetapkan benar-benar dilaksanakan dan jumlah serta mutu
produk yang dihasilkan sesuai dengan yang diharapkan. Tiap
penyimpangan dicatat secara lengkap dan diinvestigasi;
g. Catatan pembuatan termasuk distribusi yang memungkinkan
penelusuran riwayat bets secara lengkap, disimpan secara
komprehensif dan dalam bentuk yang mudah diakses;
h. Penyimpanan dan distribusi obat tradisional yang dapat
memperkecil risiko terhadap mutu obat tradisional;
i. Tersedia sistem penarikan kembali bets obat tradisional mana
pun dari peredaran; dan
j. Keluhan terhadap produk yang beredar dikaji, penyebab cacat
mutu diinvestigasi serta dilakukan tindakan perbaikan yang tepat
dan pencegahan pengulangan kembali keluhan.

4. Cara Pembuatan Kosmetik yang Baik (CPKB)

Kosmetika adalah bahan atau sediaan yang dimaksudkan untuk


digunakan pada bagian luar tubuh manusia seperti epidermis, rambut,
kuku, bibir dan organ genital bagian luar, atau gigi dan membran
mukosa mulut terutama untuk membersihkan, mewangikan,
mengubah penampilan dan/atau memperbaiki bau badan atau
melindungi atau memelihara tubuh pada kondisi baik. Cara
Pembuatan Kosmetika yang Baik yang selanjutnya disingkat CPKB
adalah seluruh aspek kegiatan pembuatan Kosmetika yang bertujuan
untuk menjamin agar produk yang dihasilkan senantiasa memenuhi
persyaratan mutu yang ditetapkan sesuai dengan tujuan

45
penggunaannya. Sertifikat Cara Pembuatan Kosmetika yang Baik
yang selanjutnya disebut Sertifikat CPKB adalah dokumen sah yang
merupakan bukti bahwa Industri Kosmetika telah memenuhi
persyaratan CPKB dalam pembuatan Kosmetika.
Industri Kosmetika adalah industri yang memproduksi
Kosmetika yang telah memiliki izin usaha industri atau tanda daftar
industri sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Industri
Kosmetika dalam melakukan kegiatan pembuatan Kosmetika wajib
menerapkan pedoman CPKB. Pedoman CPKB meliputi:
a. Sistem manajemen mutu;
b. Personalia;
c. Bangunan dan fasilitas;
d. Peralatan;
e. Sanitasi dan higiene;
f. Produksi;
g. Pengawasan mutu;
h. Dokumentasi;
i. Audit internal;
j. Penyimpanan;
k. Kontrak produksi dan pengujian; dan
l. Penanganan keluhan dan penarikan produk

Pelanggaran terhadap ketentuan akan dikenai sanksi administratif


sebagai berikut:
a. Peringatan tertulis;
b. Penghentian sementara kegiatan produksi paling lama 1 (satu)
tahun;
c. Pembekuan Sertifikat CPKB;
d. Pencabutan Sertifikat CPKB atau surat keterangan penerapan
CPKB; dan/atau
e. Penutupan sementara akses daring pengajuan permohonan
notifikasi paling lama 1 (satu) tahun.

46
Pedoman CPKB sebagaimana diterapkan untuk:
1) Industri Kosmetika yang menerima kontrak produksi; dan
Industri Kosmetika yang tidak menerima kontrak produksi.
2) Industri Kosmetika yang menerima kontrak produksi dibuktikan
dengan Sertifikat CPKB.
3) Industri Kosmetika yang tidak menerima kontrak produksi
dibuktikan dengan:
a. Sertifikat CPKB; atau
b. rekomendasi penerapan CPKB.
4) Sertifikat CPKB atau rekomendasi penerapan CPKB diterbitkan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
5) Rekomendasi penerapan CPKB diterbitkan dalam bentuk surat
keterangan penerapan CPKB.

5. Cara Pembuatan Makanan yang Baik (CPMB)


Cara Produksi Makanan yang Baik (CPMB) adalah suatu
pedoman yang menjelaskan bagaimana memproduksi makanan agar
bermutu, aman dan layak untuk dikonsumsi. Didalam CPMB
dijelaskan mengenai persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi
tentang penanganan bahan pangan diseluruh mata rantai pengolahan
dari mulai bahan baku sampai produk akhir. Melalui CPMB, industri
pangan dapat menghasilkan produk makanan yang bermutu, layak
dikonsumsi dan aman bagi kesehatan.
Adapun prasyarat utama dalam menentukan mutu pangan yang
baik adalah keamanan pangannya. Prasyarat pangan yang baik seperti
nilai gizi, mutu fisik dan mutu organolteptik, baru dipertimbangkan
kemudian setelah aspek keamanan pangan yang baik telah dipenuhi.
Dengan kata lain bahwa suatu jenis produk pangan dinyatakan tidak
aman, maka aspek nilai gizi dan mutu secara fsik dan organoleptik
tidak bermakna.

47
a. Manfaat dan Tujuan CPMB
Pedoman penerapan CPMB ini berguna bagi pemerintah sebagai
dasar untuk mendorong dan menganjurkan industri pangan
untuk menerapkan cara produksi pangan yang baik dalam
rangka :
1) Melindungi konsumen dari penyakit atau kerugian yang
diakibatkan oleh pangan yang tidak memenuhi
persyaratan;
2) Memberikan jaminan kepada konsumen bahwa pangan
yang dikonsumsi merupakan pangan yang layak;
3) Mempertahankan atau meningkatkan kepercayaan
terhadap pangan yang diperdagangkan secara
internasional; dan
4) Memberikan bahan acuan dalam program pendidikan
kesehatan di bidang pangan kepada industri dan
konsumen.

Sedang bagi industri pangan sebagai acuan dalam


menerapkan praktek cara produksi pangan yang baik dalam
rangka :
1) Memproduksi dan menyediakan pangan yang aman dan
layak bagi konsumen;
2) Memberikan informasi yang jelas dan mudah dimengerti
kepada masyarakat, misalnya dengan pelabelan dan
pemberian petunjuk mengenai cara penyimpanan dan
penyediaannya, sehingga masyarakat dapat melindungi
pangan terhadap kemungkinan terjadinya kontaminasi dan
kerusakan pangan, yaitu dengan cara penyimpanan,
penanganan dan penyiapan yang baik; dan
3) Mempertahankan atau meningkatkan kepercayaan dunia
internasional terhadap pangan yang diproduksinya.
Tujuan penerapan CPMB adalah menghasilkan produk
akhir pangan yang bermutu, aman dikonsumsi, dan sesuai

48
dengan selera atau tuntutan konsumen, baik konsumen domestik
maupun internasional. Sedangkan tujuan khusus penerapan
CPMB adalah:
1) Memberikan prinsip-prinsip dasar yang penting dalam
produksi pangan yang dapat diterapkan sepanjang rantai
pangan mulai dari produksi primer sampai konsumen
akhir, untuk menjamin bahwa pangan yang diproduksi
aman dan layak untuk dikonsumsi;
2) Mengarahkan industri agar dapat memenuhi berbagai
persyaratan produksi, seperti persyaratan lokasi, bangunan
dan fasilitas, peralatan produksi, bahan, proses, mutu
produk akhir, serta persyaratan penyimpanan dan
distribusi; dan
3) Mengarahkan pendekatan dan penerapan sistem HACCP
sebagai suatu cara untuk meningkatkan keamanan pangan.

b) Perkembangan CPMB
Istilah CPMB di dunia industri pangan khususnya di
Indonesia telah diperkenalkan oleh Departemen Kesehatan RI
sejak tahun 1978 melalui Surat Keputusan Menteri Kesehatan
RI Nomor 23/MEN.KES/SKJI/1978 tentang Pedoman Cara
Produksi Makanan yang Baik (CPMB). Persyaratan CPMB
sendiri merupakan regulasi atau peraturan sistem mutu (Quality
System Regulation) yang diumumkan secara resmi dalam
Peraturan Pemerintah Federral Amerika Serikat No. 520
(Section 520 of Food, Drug and Cosmetics (FD&C) Act).
Peraturan sistem mutu ini termuat dalam Title 21 Part 820 of the
Code of Federal Regulation), (21 CFR 820), tahun 1970 dan
telah direvisi tahun 1980. Di Indonesia, CPMB dikenal dengan
istilah Cara Produksi Makanan yang Baik (CPMB) yang
diwujudkan dalam peraturan pemerintah.
Penerapan CPMB akan dapat membantu jajaran manajemen
untuk membangun suatu sistem jaminan mutu yang baik.

49
Jaminan mutu sendiri tidak hanya berkaitan dengan masalah
pemeriksaan (inspection) dan pengendalian (control) namun
juga menetapkan standar mutu produk yang sudah harus
dilaksanakan sejak tahap perancagan produk (product design)
sampai produk tersebut didistribusikan kepada konsumen.
Seiring dengan berlakunya UU Pangan, maka penerapan
standar mutu untuk produk pangan dan mutu di dalam proses
produksi telah menjadi suatu kewajiban (mandatory) yang harus
dijalankan oleh para produsen pangan. Dalam UU Pangan, Bab
II tentang Keamanan Pangan secara tegas telah diatur bahwa
produsen produk pangan harus mampu untuk memenuhi
berbagai persyaratan produksi sehingga dapat memberikan
jaminan dihasilkannya produk pangan yang aman dan bermutu
bagi konsumen. Hal ini menjadi penting karena akan berdampak
pada keselamatan konsumen pribadi dan keselamatan
masyarakat umum dan juga penting bagi produsen, terutama
untuk melindungi pasarnya dan terpeliharanya kepercayaan
konsumen dan target penjualan/keuntungan yang ingin dicapai.
Penerapan jaminan mutu pangan harus di dukung oleh
penerapan CPMB dan HACCP sebagai sistem pengganti
prosedur inspeksi tradisional yang mendeteksi adanya cacat dan
bahaya dalam suatu produk pangan setelah produk selesai
diproses. CPMB menetapkan kriteria (istilah umum, persyaratan
bangunan dan fasilitas lain, peralatan serta kontrol terhadap
proses produksi dan proses pengolahan), Stándar (Spesifikasi
bahan baku dan produk, komposisi produk) dan Kondisi
(parameter proses pengolahan) untuk menghasilkan produk
mutu yang baik. Sedangkan Hazard Analysis Critical
Control Points (HACCP) memfokuskan perhatian terhadap
masalah pengawasan dan pengendalian keamanan pangan
melalui identifikasi, analisis dan pemantauan terhadap titik-titik
kritis pada keseluruhan bahan yang digunakan dan tahapan

50
proses pengolahan yang dicurigai akan dapat menimbulkan
bahaya bagi konsumen.

D. Pergudangan / PPIC (Production Planning & Inventory Control)


Bagian yang berfungsi sebagai jembatan komunikasi antara produksi,
pemasaran, pengadaan, akuntansi/keuangan, penyimpanan, RPD, yang
berfungsi dalam penyedian obat. PPIC menterjemahkan kebutuhan
pengadaan produk jadi untuk marketing ke dalam bentuk rencana produksi
& ketersediaan bahan baku serta bahan pengemas. PPIC penting peranannya
dalam operasional perusahaan karena berkaitan erat dengan cash flow /
aliran dana dan kinerja bagian produksi secara umum.
1. Tujuan Pokok PPIC
Merencanakan dan mengendalikan aliran bahan-bahan yang masuk ke
proses produksi, bahan/barang yang sedang dalam proses,
barang/bahan yang keluar dari pabrik sehingga profit yang diinginkan
perusahaan dapat dicapai optimal dan efisien.
2. Fungsi Pokok PPIC
a. Fungsi Perencanaan
Menentukan Sasaran Dan Langkah-Langkah Untuk Mencapai
Sasaran.
b. Fungsi Pengendalian
Alat Manajemen Untuk Memastikan Bahwa Pelaksaan Telah
Sesuai Dengan Rencana

Tugas PPIC
a. Membuat rencana produksi secara global dengan berpedoman
pada rencana sales dari marketing.
b. Membuat rencana pengadaan bahan baku dan bahan pembantu
berdasarkan rencana dan kondisi stock dengan menghitung
kebutuhan material produksi menurut standar stock yang ideal
(ada batasan minimal dan maksimal yang harus tersedia).
c. Monitor inventory yang ada agar kegiatan produksi dan
penjualan dapat berjalan dengan lancer.

51
d. Menghitung standar yield berdasarkan realisasi produksi setiap
tahun.
e. Mengolah data dan menganalisa mengenai rencana dan realisasi
produksi dan sales serta data inventory.
f. Menghitung standar kerja karyawan tiap tahun berdasarkan
masukan dari bagian produksi atas pengamatan langsung.
g. Membuat evaluasi hasil produksi, hasil penjualan maupun
kondisi inventory.
h. Aktif berkomunikasi dengan semua pihak yang terkait sehingga
diperoleh data yang akurat dan up to date.
i. Sebagai juru bicara perusahaan dalam hal kerja sama dengan
perusahaan.

Syarat agar peran PPIC optimal :


1. Ada rencana sales dari marketing departemen.
2. Ada formula standar dari semua produk.
3. Ada standar kapasitas produksi dan tenaga kerja.
4. Ada standar yield dari semua produk.
5. Ada pedoman waktu (delivery time) untuk pengadaan bahan
atau material, baik lokal maupun impor.
6. Ada batasan minimum dan maksimum stok
7. Ada koordinasi dan komunikasi yang baik dengan elemen
terkait antara bagian marketing, inventory, produksi, personalia,
quality control dan F & A (Finance & Accounting).

Perencanaan produksi dilakukan bersama oleh Departemen


Production Planning andInventory Control (PPIC) dengan
Departemen Produksi berdasarkan forecast yang diterima dari
divisi marketing. Dengan forecast tersebut, disusunlah rencana
pembelian dan PPIC mengeluarkan Order Requisition (OR) yang
diserahkan ke Departemen Purchasing (pembelian), purschasing
kemudian membuat Purshase Order (PO)/PurschaseRequest (PR),
memilih suppliers yang cocok dan diketahui oleh manajer untuk

52
diserahkan ke Supplier. Supplier kemudian mengirimkan barang yang
sesuai dengan permintaan dan diserahkan ke gudang. Setelah barang
diterima oleh bagian gudang, bagian gudang kemudian membuat
Bukti Penerimaan Barang (BPB). Salah satu salinan Bukti Penerimaan
Barang diserahkan ke Departemen Quality Control (QC) atau QA
Sistem PPIC dapat digambarkan sebagai berikut:

Bagan 2.1 Sistem PPIC

E. Jaminan Mutu, Validasi dan Registrasi


1. Jaminan Mutu
Pengawasan Mutu mencakup pengambilan sampel, spesifikasi,
pengujian serta termasuk pengaturan, dokumentasi dan prosedur
pelulusan yang memastikan bahwa semua pengujian yang relevan telah
dilakukan, dan bahan tidak diluluskan untuk dipakai atau produk
diluluskan untuk dijual, sampai mutunya telah dibuktikan persyaratan.
Pengawasan Mutu tidak terbatas pada kegiatan laboratorium, tapi juga

53
harus terlibat dalam semua keputusan yang terkait dengan mutu produk.
Ketidaktergantungan Pengawasan Mutu dari Produksi dianggap hal yang
fundamental agar Pengawasan Mutu dapat melakukan kegiatan dengan
benar.
Bagian Pengawasan Mutu secara keseluruhan juga mempunyai
tanggung jawab, antara lain adalah:
a. Membuat, memvalidasi dan menerapkan semua prosedur
pengawasan mutu;
b. Menyimpan sampel pembanding dari bahan dan produk;
c. Memastikan pelabelan yang benar pada wadah bahan dan produk;
d. Memastikan pelaksanaan pemantauan stabilitas dari produk;
e. Ikut serta pada investigasi dari keluhan yang terkait dengan mutu
produk. Semua kegiatan tersebut hendaklah

2. Validasi
CPOB mensyaratkan industri farmasi untuk mengidentifikasi,
validasi yang perlu dilakukan sebagai bukti pengendalian terhadap aspek
kritis dari kegiatan yang dilakukan. Perubahan signifikan terhadap
fasilitas, peralatan dan proses yang dapat mempengaruhi mutu produk
hendaknya di validasi.
Seluruh kegiatan validasi hendaklah direncanakan. Unsur utama
program validasi dirinci dengan jelas dan di dokumentasikan di dalam
rencana induk validasi (RIV) atau dokumen setara. RIV merupakan
dokumen yang singkat, tepat dan jelas. RIV hendaklah mencakup
sekurang-kurangnya data sebagai berikut: Kebijakan validasi, struktur
organisasi kegiatan validasi, peralatan dan proses yang akan di validasi,
format dokumen, penggendalian perubahan dan acuan dokumen yang
digunakan.
Protokol validasi tertulis hendaklah dibuat untuk merinci
kualifikasi dan validasi yang akan dilakukan. Protokol hendaklah dikaji
dan disetujui oleh kepala bagian manajemen mutu (pemastian mutu).
Protokol validasi hendaklah merinci langkah kritis dan kriteria
penerimaan. Laporan yang mengacu pada protokol kualifikasi dan atau

54
protokol validasi yang memuat ringkasan hasil yang diperoleh, tanggapan
terhadap penyimpangan yang terjadi, serta kesimpulan dan rekomendasi
di dokumentasikan dengan pertimbangan yang sesuai.Setelah kualifikasi
selesai, diberikan persetujuan tertulis untuk dapat melaksanakan tahap
kualifikasi dan validasi selanjutnya.
3. Registrasi
Registrasi obat adalah prosedur pendaftaran dan evaluasi obat
untuk mendapat izin edar. Proses registrasi ini dilakukan oleh industri
farmasi yang akan memproduksi obat
tersebut ke BPOM dengan tembusan kepada Menteri Kesehatan.
BPOM kemudian akan melakukan penilaian dan evaluasi apakah obat
tersebut memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan. Jika obat tersebut
dianggap telah memenuhi syarat registrasi yang dinyatakan dengan
diberikannya nomor registrasi, maka Menteri Kesehatan akan
mengeluarkan izin edar yang pelaksanaannya dilimpahkan kepada
BPOM. Izin edar ini berlaku selama 5 tahun dan dapat diperpanjang.
Pengajuan registrasi dilakukan dengan menyerahkan berkas registrasi
dengan mengisi formulir registrasi dan disket disertai bukti pembayaran
biaya evaluasi dan pendaftaran, dan hasil pra registrasi. Formulir
registrasi atau disket disediakan oleh Direktorat Penilaian Obat dan
Produk Biologi. Pendaftar diwajibkan membayar biaya evaluasi. Biaya
evaluasi sesuai dengan PP tentangTarif Atas Jenis Penerimaan Negara
Bukan Pajak (PNBP) yang berlaku pada BPOM.
Menurut Permenkes No. 1010 tahun 2008 tenteng Registrasi Obat,
Registrasi obat adalah prosedur pendaftaran dan evaluasi obat untuk
mendapatkan izin Edar. Peredaran adalah setiap kegiatan atau
serangkaian kegiatan penyaluran atau penyerahan obat, baik dalam
rangka perdagangan, bukan perdagangan, atau pemindahtanganan. lzin
edar adalah bentuk persetujuan registrasi obat untuk dapat diedarkan di
wilayah lndonesia. Obat yang memiliki izin edar harus memenuhi kriteria
berikut:

55
a. Khasiat yang meyakinkan dan keamanan yang memadai
dibuktikan melalui percobaan hewan dan uji klinis atau bukti-
bukti lain sesuai dengan status perkembangan ilmu pengetahuan
yang bersangkutan. Obat untuk uji klinik harus dapat
dibuktikan bahwa obat tersebut aman penggunaannya pada
manusia. Ketentuan lebih lanjut tentang pelaksanaan uji klinik
ditetapkan oleh Kepala Badan.
b. Mutu yang memenuhi syarat yang dinilai dari proses produksi
sesuai Cara Pembuatan Obat Yang Baik (CPOB), spesifikasi dan
metoda pengujian terhadap semua bahan yang digunakan serta
produk jadi dengan bukti yang sahih;
c. Penandaan berisi informasi yang lengkap dan obyektif yang
dapat menjamin penggunaan obat secara tepat, rasional dan
aman;
d. Sesuai dengan kebutuhan nyata masyarakat.
e. Kriteria lain adalah khusus untuk psikotropika harus memiliki
keunggulan kemanfaatan dan keamanan dibandingkan dengan
obat standar dan obat yang telah disetujui beredar di Indonesia
untuk indikasi yang diklaim.
f. Khusus kontrasepsi untuk program nasional dan obat program
lainnya yang akan ditentukan kemudian, harus dilakukan uji
klinik di Indonesia.

Persyaratan untuk meregistrasi kan obat untuk macam – macam obat


berbeda – beda tergantung dari obat yang akan di registrasi. Macam –
macam obat yang akan di registrasikan adalah sebagai berikut beserta
syarat – syaratnya :
1. Registrasi Obat Produksi Dalam Negeri
1) Registrasi obat produksi dalam negeri hanya dilakukan
oleh industri farmasi yang memiliki izin industri farmasi
yang dikeluarkan oleh Menteri.
2) Industri farmasi wajib memenuhi persyaratan CPOB.

56
3) Pemenuhan persyaratan CPOB dibuktikan dengan
sertifikat CPOB yang dikeluarkan oleh Kepala Badan.
b. Registrasi Obat Narkotika
1) Khusus untuk registrasi obat narkotika hanya dapat
dilakukan oleh industri farmasi yang memiliki izin khusus
untuk memproduksi narkotika dari Menteri.
2) Industri farmasi tersebut wajib memenuhi persyaratan
CPOB.
3) Pemenuhan persyaratan CPOB dibuktikan dengan
sertifikat CPOB yang dikeluarkan oleh Kepala Badan.
3. Registrasi Obat Kontrak
1) Registrasi obat kontrak hanya dapat dilakukan oleh
pemberi kontrak, dengan melampirkan dokumen kontrak;
2) Pemberi kontrak adalah industri farmasi; Industri farmasi
pemberi kontrak wajib memiliki izin industri farmasi dan
sekurang-kurangnya memiliki 1 (satu) fasilitas produksi
sediaan lain yang telah memenuhi persyaratan CPOB
3) Industri farmasi pemberi kontrak bertanggung jawab atas
mutu obat jadi yang diproduksi berdasarkan kontrak
4) Penerima kontrak adalah industri farmasi dalam negeri
yang wajib memiliki izin industri farmasi dan telah
menerapkan CPOB untuk sediaan yang dikontrakkan.
4. Registrasi Obat impor
1) Obat Impor diutamakan untuk obat program kesehatan
masyarakat, obat penemuan baru dan obat yang
dibutuhkan tapi tidak dapat diproduksi di dalam negeri.
2) Registrasi Obat Impor dilakukan oleh industri farmasi
dalam negeri yang mendapat persetujuan tertulis dari
industri farmasi di luar negeri.
3) Persetujuan tertulis tersebut harus mencakup alih
teknologi dengan ketentuan paling lambat dalam jangka

57
waktu 5 (lima) tahun harus sudah dapat diproduksi di
dalam negeri.
4) Ketentuan diatas dikecualikan untuk obat yang masih
dilindungi paten.
5) Industri farmasi di luar negeri tersebut wajib memenuhi
persyaratan CPOB
6) Pemenuhan persyaratan CPOB bagi industri farmasi
sebagaimana dimaksud diatas harus dibuktikan dengan
dokumen yang sesuai atau jika diperlukan dilakukan
pemeriksaan setempat oleh petugas yang berwenang.
7) Dokumen tersebut harus dilengkapi dengan data inspeksi
terakhir paling lama 2 (dua) tahun yang dikeluarkan oleh
pejabat berwenang setempat.
8) Ketentuan tentang tata cara pemeriksaan setempat
ditetapkan oleh Kepala Badan.
5. Registrasi Obat Khusus Ekspor
1) Registrasi obat khusus untuk ekspor hanya dilakukan oleh
industri farmasi.
2) Obat khusus untuk ekspor harus memenuhi kriteria
khasiat, keamanan, dan mutu
3) Dikecualikan dari ketentuan diatas bila ada persetujuan
tertulis dari negara tujuan.
6. Registrasi Obat Yang Dilindungi Paten
1) Registrasi obat dengan zat berkhasiat yang dilindungi
paten di Indonesia hanya dilakukan oleh industri farmasi
dalam negeri pemegang hak paten, atau industri farmasi
lain yang ditunjuk oleh pemegang hak paten.
2) Hak paten harus dibuktikan dengan sertifikat paten.
3) Registrasi obat dengan zat berkhasiat yang dilindungi
paten di Indonesia dapat dilakukan oleh industri farmasi
dalam negeri bukan pemegang hak paten

58
4) Registrasi dapat diajukan mulai 2 (dua) tahun sebelum
berakhirnya perlindungan hak paten.
5) Dalam hal registrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
disetujui, obat yang bersangkutan hanya boleh diedarkan
setelah habis masa perlindungan paten obat inovator.
7. Cara Meregistrasikan Obat
a. Memulai Proses Pra Registrasi Obat Copy
Pengajuan Pra Registrasi dilakukan oleh Petugas
Registrasi yang telah mendapatkan akses (user ID dan
password) dari Penanggung Jawab Akun.
Untuk dapat memulai proses pra registrasi,
pendaftar harus melakukan Login terlebih dahulu ke
dalam aplikasi e-Registrasi Obat dengan cara mengisikan
user ID dan password Petugas Registrasi yang telah
didaftarkan. Selanjutnya klik tombol Login untuk masuk
ke dalam aplikasi e-Registrasi Obat (AeRO).

Gambar 2.11 Aplikasi e-Registrasi obat (AeRO)


Setelah proses Login berhasil, pendaftar akan masuk pada
halaman awal Aplikasi e-Registrasi Obat.
b. Langkah-langkah pengajuan Pra Registrasi Obat Copy
sebagai berikut :

59
1) Klik menu REGISTRASI, dilanjutkan sub menu Pra
Registrasi Pengajuan ID

Gambar 2. 12 Registrasi Pengajuan ID

2) Setelah muncul tampilan berikut, klik Pengajuan ID

Gambar 2.13 Registrasi Pengajuan ID

A. Uraian Obat
1. Klik Obat Copy pilih Kategori Registrasi “KATEGORI 2
– Registrasi Obat Copy”, lanjutkan dengan pemilihan Sub
Kategori

Gambar 2.14 Formulir Pengajuan ID Pra Registrasi Baru

60
Pilihan Sub Kategori sebagai berikut :
a. Registrasi Baru Obat Copy
b. Kekuatan Baru Obat Copy
Jika Industri Farmasi telah memiliki NIE untuk ABCDE
Tablet 500 mg dan hendak mendaftarkan ABCDE Tablet
250 mg.
c. Jenis Kemasan Baru Obat Copy
Jika Industri Farmasi telah memiliki NIE untuk ABCDE
Tablet 500 mg kemasan Dus, 10 Blister @ 10 Tablet dan
hendak mendaftarkan ABCDE Tablet 500 mg kemasan
Dus, 10 Strip @ 10 Tablet.
d. Besar Kemasan Baru Obat Copy
Jika Industri Farmasi telah memiliki NIE untuk ABCDE
Tablet 500 mg kemasan Dus, 10 Blister @ 10 Tablet dan
hendak mendaftarkan ABCDE Tablet 500 mg kemasan
Dus, 5 Blister @ 10 Tablet.
e. Bentuk Sediaan Baru Obat Copy
Jika Industri Farmasi telah memiliki NIE untuk ABCDE
Tablet 500 mg dan hendak mendaftarkan ABCDE Sirup
120 mg/5 ml.
f. Kombinasi Baru Obat Copy
Jika industri farmasi telah memiliki NIE untuk ABCDE
Tablet (Paracetamol 500 mg) dan/atau ABCDE Extra
(Paracetamol 500 mg; Caffeine 50 mg) dan hendak
mendaftarkan ABCDE XXXX (Paracetamol 250 mg;
Caffeine 50 mg; Propyphenazone 150 mg).
g. Registrasi Baru Obat Generik
Jika produk yang didaftarkan adalah produk dengan nama
generik, contoh Paracetamol Tablet
h. Kekuatan Baru Obat Generik

61
Jika Industri Farmasi telah memiliki NIE untuk
Paracetamol Tablet 500 mg dan hendak mendaftarkan
Paracetamol Tablet 250 mg.
i. Jenis Kemasan Baru Obat Generik
Jika Industri Farmasi telah memiliki NIE untuk
Paracetamol Tablet 500 mg kemasan Dus, 10 Blister @ 10
Tablet dan hendak mendaftarkan Paracetamol Tablet 500
mg kemasan Dus, 10 Strip @ 10 Tablet.
j. Besar Kemasan Baru Obat Generik
Jika Industri Farmasi telah memiliki NIE untuk
Paracetamol Tablet 500 mg kemasan Dus, 10 Blister @ 10
Tablet dan hendak mendaftarkan Paracetamol Tablet 500
mg kemasan Dus, 5 Blister @ 10 Tablet.
k. Bentuk Sediaan Baru Obat Generik
Jika Industri Farmasi telah memiliki NIE untuk
Paracetamol Tablet 500 mg dan hendak mendaftarkan
Paracetamol Sirup 120 mg/5 ml.
a) Kombinasi Baru Obat Generik
Jika industri farmasi telah memiliki NIE untuk
Paracetamol Tablet 500 mg dan/atau
Paracetamol/Caffeine Tablet 500 mg/50 mg) dan
hendak mendaftarkan Paracetamol
/Caffeine/Propyphenazone Tablet 250 mg/50
mg/150 mg.
b) Selanjutnya lakukan pemilihan jenis produk yang
akan didaftarkan :
• Produk Tunggal, jika produk hanya terdiri dari
obat saja; atau
• Produk Kombinasi, jika produk terdiri dari
obat dan pelarut atau alat bantu penggunaan
obat.

62
Apabila produk berupa Produk Kombinasi, akan muncul pilihan
Jenis Kombinasi sebagai berikut : Kombinasi dengan alat bantu
penggunaan obat, misal : syringe, aerosol, spray, drops
a. Kombinasi dengan alat kesehatan
b. Kombinasi dengan pelarut
Selanjutnya isi kolom “kemasan kombinasi” sesuai dengan
kemasan kombinasi yang didaftarkan

Gambar 2.15 Formulir Pengajuan ID Pra Registrasi Baru

2. Selanjutnya lakukan pemilihan Golongan Obat :


a. Obat Keras
b. Obat Bebas
c. Obat Bebas Terbatas
d. Narkotika
e. Psikotropika
3. Ketik Nama Obat sesuai nama produk yang akan
didaftarkan. Catatan :
a. Untuk Sub Kategori “Registrasi Baru Obat Copy”,
nama obat yang diajukan akan dilakukan verifikasi
awal secara otomatis ke database produk terdaftar di
Indonesia.
b. Apabila nama obat yang diajukan sebagai Registrasi
Baru Obat Copy belum pernah didaftarkan di
Indonesia, maka aplikasi akan menerima nama obat
secara otomatis (tanda √)

63
c. Verifikasi lebih lanjut akan dilakukan oleh evaluator
sesuai dengan kriteria nama obat sesuai yang
tercantum dalam Kriteria dan Tata Laksana Registrasi
Obat , diantaranya : nama dagang harus objektif dan
tidak menyesatkan, nama dagang tidak boleh
menggunakan seluruhnya atau potongan nama generik
sesuai Farmakope Indonesia atau sesuai INN dari zat
aktif yang tidak dikandung.
d. Selanjutnya lakukan pengisian kolom FORMULA

B. Formula
1. Ketik nama substance pada field Nama Substance* yang
tersedia.
2. Ketik Eqv substance pada field Eqv substance yang
tersedia (jika ada).

3. Selanjutnya, klik Simpan

Apabila nama substance memiliki sinonim, maka AeRO secara


otomatis akan mengubah nama tersebut menjadi nama INN.
Contoh: ketik ACETAMINOPHEN, klik SIMPAN, maka nama
substance akan berubah menjadi PARACETAMOL (Nama
INN).
4. Apabila obat yang akan didaftarkan memiliki komposisi
zat aktif > 1, ulangi kembali langkah B.1 sampai B.5 di
atas, seperti contoh berikut : Klik menu Hapus apabila
ingin menghapus data zat aktif yang sudah diisi

64
Gambar 2.16 Zat Aktif
5. Pilih Bentuk Sediaan yang tersedia.

Gambar 2.17 Bentuk sediaan yang tersedia


6. Pilih Kekuatan zat aktif pada field kekuatan zat aktif yang
tersedia.
7. Upload file data pelengkap (jika perlu)

65
Gambar 2.18 Upload File Data Pelengkap
8. Bentuk sediaan baru obat copy
Ketik dan pilih nama obat yang dimiliki oleh industri
farmasi, selanjutnya klik tabel nama obat yang sudah
disetujui.
Pilih bentuk sediaan baru yang akan diregistrasikan.
Bentuk sediaan yang dapat dipilih disesuaikan dengan
database BPOM dan akan muncul secara otomatis.

Gambar 2.19 Bentuk sediaan baru obat copy

9. Kekuatan baru obat copy


Ketik dan pilih nama obat yang dimiliki oleh industri
farmasi, selanjutnya klik tabel nama obat yang sudah
disetujui

66
Pilih kekuatan zat aktif yang akan diregistrasikan kekuatan
zat aktif yang dapat dipilih disesuaikan dengan database BPOM
dan akan muncul secara otomatis.
Untuk subkategori berikut ini :
a. Jenis kemasan baru obat copy : setelah field nama obat
diisi, selanjutnya klik tabel nama obat yang telah disetujui
yang akan ditambah jenis kemasannya.
b. Besar kemasan baru obat copy : setelah field nama obat
diisi, selanjutnya klik tabel nama obat yang telah disetujui
yang akan ditambah besar kemasannya.
c. Kombinasi baru obat copy :
1. Subkategori ini hanya berlaku untuk pendaftaran
produk kombinasi yang akan menggunakan nama
paying
2. Misal : pendaftar memiliki obat ABC dengan
komposisi paracetamol + caffeine. Pendaftar dapat
melakukan registrasi kombinasi obat dengan zat
aktif paracetamol + ibuprofen menggunakan “ABC”
sebagai nama payung, contoh : ABC PLUS

67
3. Ketik dan pilih nama obat, selanjutnya klik tabel
nama obat yang muncul.
4. KLik HAPUS untuk zat aktif yang tidak digunakan
lagi dalam kombinasi obat
5. Ketik dan pilih Nama Substance pada FORMULA
untuk zat aktif yang akan ditambahkan dalam
kombinasi obat.
6. Ketik nama tambahan yang menyertai nama payung
pada field di samping nama obat Contoh : ketik
PLUS pada field di samping ABC

Gambar 2.20 Nama Tambahan Yang Menyertai Nama Payung Pada Field
Langkah pengisian selanjutnya untuk tiap subkategori adalah
sebagai berikut :
a. Ketik besar kemasan yang akan didaftarkan dengan
kalimat lengkap (jangan disingkat) sesuai database bentuk
sediaan yang tersedia (lihat keterangan poin e di atas).
Misal : DUS, 3 STRIP @ 10 KAPSUL
b. Produsen obat jadi
Ketik nama produsen obat jadi, penulisan nama produsen
obat jadi disesuaikan dengan penulisan nama produsen
yang disetujui (tanpa penulisan PT), misal ABCDE
Pharmaceutical.

68
c. Setelah seluruh isian data pada Formulir Pengajuan Pra
Registrasi telah diisi lengkap, klik Kirim.
d. Apabila data telah terkirim, akan muncul notifikasi Data
telah disimpan.
e. Setelah data berhasil disimpan, pada aplikasi akan muncul
List Pengajuan Pra Registrasi Baru Obat secara otomatis

VERIFIKASI PENGAJUAN ID PRA REG


1. Pengajuan ID Pra Reg akan diverifikasi terlebih dahulu
oleh evaluator. Status verifikasi dapat dilihat seperti pada
tabel dibawah ini :

Gambar 2.21 List Pengajuan Pra Registrasi Baru


2. Hasil verifikasi pengajuan id berupa :

Gambar 2.22 Hasil Verifikasi Pengajuan ID

69
3. Apabila terdapat pengajuan produk yang akan dibatalkan
sebelum dilakukan pembayaran

Gambar 2.23 Apabila Pengajuan Produk Dibatalkan

4. Langkah selanjutnya, klik untuk mencetak Surat Perintah


Bayar (SPB).
5. Tampilan SPB (bisa dicetak) akan muncul seperti contoh
berikut :

Gambar 2.24 Surat Perintah Bayar

70
6. Selanjutnya, lakukan pembayaran biaya evaluasi
pengajuan Pra Registrasi sesuai SPB yang telah
diterbitkan ke nomor rekening BNI 0008917348 atas nama
Badan POM RI. Jika telah melakukan pembayaran untuk
produk tersebut dan kemudian dibatalkan, maka biaya
yang telah dibayarkan tidak dapat dialihkan untuk
pembayaran produk lain.
7. Klik untuk upload bukti bayar (file pdf)

Gambar 2.25 Melakukan Upload Bukti Bayar

Catatan :
a. Bukti bayar yang diupload harus merupakan scan slip
pembayaran asli dengan cap basah dari bank, atau apabila
pembayaran via transfer antar bank harus menyertakan
bukti verifikasi (cap basah) dari Bagian Keuangan Badan
POM RI.
b. Bukti pembayaran harus mencantumkan informasi nomor
ID SPB.
c. Informasi nomor ID SPB dapat dicantumkan pada bagian
Tujuan Transaksi/Berita/Payment Details pada bukti
bayar.
d. Satu bukti pembayaran hanya dapat digunakan untuk satu
e. Surat Perintah Bayar (pembayaran lebih dari 1 item tidak
boleh digabung)

71
8. Selanjutnya muncul tampilan sebagai berikut :

Gambar 2.26 Tampilan Bukti Bayar

9. Klik Telusuri, pilih file bukti bayar (pdf), lalu klik


Simpan.
10. Apabila file bukti bayar sudah tersimpan, akan muncul
notifikasi File sudah disimpan.

Gambar 2.27 . Notifikasi File Telah Tersimpan

11. Informasi upload bayar yang telah berhasil tersimpan


dapat dilihat pada menu REGISTRASI, dilanjutkan sub

menu Pra Registrasi ⇨ Pengajuan ID.


Pada kolom status akan tercantum “Upload Bukti Bayar”
seperti berikut:

Gambar 2.28 Telah Melakukan Upload Bukti Bayar

72
12. Selanjutnya akan dilakukan verifikasi kesesuaian SPB
dengan file bukti bayar oleh administrator Badan POM RI.
Hasil verifikasi bukti bayar akan diberitahukan melalui :
a. Email Petugas Registrasi
Registrasi Klik menu
⇨ REGISTRASI,
Pengajuan ID. menu
dilanjutkan sub b.
Pra
Apabila data SPB dengan file bukti bayar telah dinyatakan
sesuai, maka status pembayaran akan berubah dari
“Upload Bukti Bayar” menjadi “Sudah Bayar” seperti
contoh berikut :

Gambar 2.29 Telah Melakukan Pembayaran

13. Setelah status pengajuan produk menjadi “Sudah Bayar”,


klik Form Pra Reg untuk menampilkan form pra
registrasi baru

Gambar 2.30 Form Pra Reg


Catatan :
• ID PraReg akan muncul secara otomatis.

73
• Beberapa informasi yang telah diisi pada Formulir
Pengajuan ID Pra Registrasi Baru Obat akan muncul
kembali secara otomatis pada Form Pra Registrasi Baru.
• Bagian bertanda bintang (*) wajib diisi.

CARA PENGISIAN FORM PRA REGISTRASI BARU


1. Uraian Obat
Pada bagian ini, beberapa field telah terisi otomatis berdasarkan
data pengisian sebelumnya, seperti Jenis Obat, Kategori
Registrasi, Sub Kategori, dst.
Pendaftar cukup mengisi field yang masih kosong saja

Gambar 2.31 Tampilan Pra Registrasi Baru


a. Klik dan pilih jenis kemasan primer, lalu ketik deskripsinya
secara lengkap.
Contoh : CELL MSAT/PE 15 MIC/ALUFOIL 12 MIC/EAA 30
MIC, UK STRIP : 120 MM +/- 1 MM X 500 MM

74
b. Klik dan pilih jenis kemasan sekunder, lalu ketik deskripsinya
secara lengkap. Contoh : DUPLEX 270 G

Gambar 2. 33 Gambar Kemasan Yang Akan Dipilih


2. Formula

Gambar 2.34 Tabel Formula

Lakukan pengisian Formula sebagai berikut :


a. Kolom Satuan Dosis harus dipilih dari daftar yang ada

75
b. Kolom Nama Substance harus dipilih dari daftar yang tersedia
Catatan : Apabila nama substance belum ada pada daftar, akan
muncul notifikasi : Klik link terkait untuk mengisi data zat aktif
atau zat tambahan. Selanjutnya akan muncul form pengisian
sebagai berikut :

Gambar 2.35 Data Bahan Baku Zat Aktif Dan Data Bahan Baku Zat
Tambahan
c. Kolom Tipe Substance untuk Zat Tambahan harus dipilih dari
daftar yang ada

Gambar 2.36 Pemilihan Tipe Substance

d. Kolom Eqv. Substance diisi jika substance memiliki ekivalensi


(untuk zat aktif)
e. Kolom Jumlah diisi dengan jumlah ekivalensinya. Maka
pengisian formula

76
Gambar 2.35 Cara Pengisian Kolom Eqv. Substance & Kolom Jumlah
Eqv

f. Kolom Sumber hewan/manusia harus dipilih Ya/Tidak Apabila


substance bersumber dari hewan/manusia, akan muncul pilihan
seperti berikut :

Gambar 2.36 Pengisian Kolom Sumber Hewan/Manusia

g. Lakukan upload file sertifikat halal dan sertifikat BSE/TSE (jika


diperlukan)
h. Kolom Standar Mutu harus dipilih dari daftar yang ada.
i. Kolom Produsen harus dipilih dari daftar yang ada (ketik
minimal 2 huruf awal nama produsen untuk memunculkan
pilihan). Catatan : Apabila nama produsen belum ada pada
daftar, akan muncul notifikasi : Klik link terkait untuk mengisi
data produsen zat aktif atau zat tambahan.

77
Selanjutnya akan muncul form pengisian sebagai berikut:
● Produsen Zat Aktif

Gambar 2.37 Data Produsen Zat Aktif

● Produsen Zat Tambahan

Gambar 2.38 Produsen Zat Tambahan


Atau dapat melakukan pendaftaran pada bagian di data produsen
(lihat gambar di bawah ini). Selain pendaftaran produsen zat
aktif dan zat tambahan, juga dapat dilakukan pendaftaran
produsen obat (untuk produsen obat yang berlokasi di luar
negeri) dan pemberi lisensi.

78
Gambar 2.39 Aplikasi e-Registrasi Obat

Isi kolom-kolom yang ada, lalu klik Simpan. Catatan :


1. Pendaftaran data produsen obat/zat aktif/zat tambahan dan
pemberi lisensi tersebut akan divalidasi terlebih dahulu, dengan
hasil validasi adalah disetujui/diminta perbaikan/ditolak.
2. Saat nama produsen diketik dan telah muncul artinya, produsen
tersebut sudah terdaftar dan tidak perlu dilakukan lagi
pendaftaran untuk produsen tersebut.
3. Produsen zat tambahan : jika ABCDE Chemical telah terdaftar
sebagai produsen methylparaben, kemudian Industri farmasi
mempunyai zat tambahan propylparaben dengan produsen
ABCDE Chemical, maka Industri farmasi tetap harus
mendaftarkan produsen ABCDE Chemical untuk zat tambahan
propyl paraben.
4. Upload File DMF dalam format pdf < 15 MB.
5. Kolom Negara Produsen akan otomatis terisi setelah kolom
Produsen diisi.
6. Upload file CoA Produsen Bahan Baku dalam format pdf <1
MB
7. Upload File CoA Hasil Uji Lab QC dalam Format pdf <1 MB.
n. Klik Tambahan Untuk mengisi data subtance selanjutnya.
8. Apabila ingin menyimpan data pengisian sementara (agar data
tidak hilang sebelum diisi lengkap), klik Simpan.

79
9. Setelah semua data substance selesai diisi lengkap, klik Simpan
& Halaman berikutnya.

CHECKLIST REGISTRASI
1. Setelah Formulir Registrasi selesai diisi, tahap selanjutnya
adalah pengisian checklist.
2. Pada tahap Pra Registrasi, dokumen yang wajib diisi adalah
persyaratan dokumen pada checklist yang berwarna kuning.

Gambar 2.40 Tabel Dokumen Yang Diserahkan

3. Klik tanda untuk melakukan upload dokumen yang


dipersyaratkan pada kolom UD
4. Klik pilih file
5. Apabila semua dokumen yang dipersyaratkan telah
diunggah, kemudian klik Kirim Checklist.
6. Dokumen Pra regitrasi akan dianggap telah masuk ke
Badan POM bila telah mengirimkan Form registrasi dan
checklist yang telah diisi dengan lengkap.

80
Gambar 2.41 Dokumen Yang Dikirim Telah Terdaftar

Catatan:
• Dokumen yang telah diunggah pada tahap pra registrasi akan
muncul pada tahap registrasi secara otomatis.
• Pada tahap Registrasi, informasi zat aktif, kekuatan zat aktif dan
bentuk sediaan yang sudah diisi pada folmulir registrasi
sebelumnya tidak dapat di ubah.
• Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik
Indonesia, 2017. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan
Makanan Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2017 Tentang
Kriteria dan Tata Laksana Registrasi Obat. Jakarta.

F. Keselamatan Kerja
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah suatu daya upaya
sedemikian rupa guna melindungi para pekerja agar selalu dalam keadaan
sehat dan selamat selama berda di tempat kerja serta meningkatkan sumber
daya manusia dengan melakukan pencegahan dan pegobatan terhadap
kecelakaan atau penyakit akibat kerja.
Tujuan Keselamatan dan Kesehatan Kerja diantaranya adalah :
a) Agar setiap pegawai mendapat jaminan keselamatan dan kesehatan
kerja, baik secara fisik, sosial, maupun psikologis.
b) Agar setiap perlengkapan dan peralatan kerja digunakan sebaik-
baiknya
c) Agar semua hasil produksi dipelihara keamanannya
d) Agar ada jaminan atas pemeliharaan dan peningkatan kesehatan gizi
pegawai
e) Agar meningkatan kegairahan, keserasian kerja, dan partisipasi kerja

81
f) Agar terhindar dari gangguan kesehatan yang disebabkan oleh
lingkungan atau kondisi kerja g) Agar setiap pegawai merasa aman
dan terlindungi dalam bekerja

Manfaat Penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja dalam penerapan K3


ini, yaitu:
● Perlindungan Karyawan: Tujuan inti penerapan sistem manajemen K3
adalah memberi perlindungan kepada pekerja. Bagaimanpun, pekerja
adalah aset perusahaan yang harus dipelihara dan dijaga
keselamatannya.
● Memperlihatkan kepatuhan pada Peraturan dan Undang-undang: Bisa
disaksikan bagaimana pengaruh buruk yang didapat bagi perusahaan
yang melakukan pembangkangan terhadap peraturan dan undang-
undang, yaitu seperti citra yang buruk, tuntutan hukum dari badan
pemerintah, seringnya menghadapi permasalahan dengan tenaga
kerjanya, yang semua itu tentunya akan mengkibatkan kebangkrutan.
Dengan menerapkan Sistem Manajemen K3, setidaknya sebuah
perusahaan telah menunjukan itikad baiknya dalam memenuhi
peraturan dan perundang-undangan sehingga mereka dapat beroperasi
normal tanpa menghadapi kendala dari segi ketenagakerjaan.
● Mengurangi Biaya: Dengan menerapkan Sistem Manajemen K3, dapat
mencegah terjadinya kecelakaan, kerusakan, atau sakit akibat kerja.
Dengan demikian tidak perlu mengeluarkan biaya yang ditimbulkan
akibat kejadian tersebut. Salah satu biaya yang dapat dikurangi dengan
penerapan Sistem Manajemen K3 adalah premi asuransi. Banyak
perusahaan- perusahaan yang mengeluarkan premi asuransi jauh lebih
kecil dibandingkan sebelum menerapkan Sistem Manajemen K3.
● Membuat sistem menejemen yang efektif: Banyak variabel yang ikut
membantu pencapaian sebuah sistem manajemen yang efektif.
Disamping mutu, lingkungan, keuangan, dan teknologi informasi,
tentu adalah Sistem Manajemen K3. Salah satu bentuk nyata yang bisa
dilihat dari penerapan Sistem Manajemen K3 adalah adanya prosedur
yang terdokumentasi. Dengan adanya prosedur, maka segala aktivitas

82
dan kegiatan yang terjadi akan terorganisir, terarah dan berada dalam
koridor yang teratur.
● Meningkatkan kepercayaan dan kepuasan pelanggan: Karyawan yang
terjamin keselamatan dan kesehatan kerjanya dengan Sistem
Manajemen K3, akan bekerja lebih maksimal dan akan berdampak
pada produk dan jasa yang dihasilkan. Pada gilirannya ini akan
meningkatkan kualitas produk dan jasa yang dihasilkan ketimbang
sebelum dilakukan system tersebut. Disamping itu dengan adanya
pengakuan penerapan Sistem Manajemen K3, citra organisasi
terhadap kinerjanya akan semakin meningkat, dan tentu ini akan
berdampak kepada peningkatan kepercayaan pelanggan.

Langkah-langkah Penerapan K3 yang harus dilakukan dalam penerapan K3


adalah:
a) Menyatakan Komitmen: Penerapan Sistem Manajemen K3 tidak akan
berjalan tanpa adanya komitmen. Pernyataan komitmen dan penetapan
kebijakan untuk menerapkan Sistem Manajemen K3 dalam
organisasi/manajemen harus dilakukan oleh manajemen puncak.
Komitmen ini harus dinyatakan bukan hanya dalam kata-kata tetapi
juga harus dengan tindakan nyata agar dapat diketahui, dipelajari,
dihayati dan dilaksanakan oleh seluruh jajaran staf dan karyawan
perusahaan. Staf dan karyawan perusahaan juga harus mengetahui
bahwa tanggung jawab dalam penerapan Sistem Manajemen K3
bukan urusan bagian K3 saja, tetapi merupakan tanggung jawab
seluruh personel dalam perusahaan mulai dari manajemen puncak
sampai karyawan terendah.
b) Menetapkan Cara Penerapan: Perusahaan dapat menggunakan jasa
konsultan untuk menerapkan Sistem Manajemen K3.
c) Membentuk Kelompok Kerja Penerapan: Jika perusahaan akan
membentuk kelompok kerja sebaiknya anggota kelompok kerja
tersebut terdiri atas wakil dari setiap unit kerja, biasanya manajer unit
kerja. Hal ini penting karena merekalah yang tentunya paling
bertanggung jawab terhadap unit kerja yang bersangkutan.

83
d) Menetapkan Sumber Daya yang Diperlukan: Sumber daya di sini
mencakup personel / orang, perlengkapan, waktu, dan dana. Orang
yang dimaksud adalan beberapa orang yang diangkat secara resmi di
luar tugas-tugas pokoknya dan terlibat penuh dalam proses penerapan.
Untuk perlengkapan, perlu dipersiapkan ruangan tambahan untuk
menyimpan dokumen atau komputer tambahan untuk mengolah dan
menyimpan data. Waktu yang diperlukan tidaklah sedikit terutama
bagi orang yang terlibat dalam penerapan, mulai mengikuti rapat,
pelatihan, mempelajari bahan-bahan pustaka, menulis dokumen mutu
sampai menghadapi kegiatan audit dan assesment. Sementara dana
adalah dana yang diperlukan untuk membayar konsultan (bila
menggunakan konsultan), lembaga sertifikasi, dan biaya untuk
pelatihan karyawan di luar perusahaan
e) Kegiatan Penyuluhan: Penerapan Sistem Manajemen K3 adalah
kegiatan dari dan untuk kebutuhan personel perusahaan. Oleh karena
itu perlu dibangun rasa adanya keikutsertaan atau partisipsi dari
seluruh karyawan dalam perusahaan melalui program penyuluhan.
f) Peninjauan Sistem: Kelompok kerja yang telah dibentuk kemudian
mulai bekerja untuk meninjau sistem yang sedang berlangsung untuk
kemudian dibandingkan dengan persyaratan yang ada dalam Sistem
Manajemen K3. Peninjauan ini dapat dilakukan melalui dua cara
yakni dengan meninjau dokumen prosedur dan meninjau
pelaksanaannya.
g) Penyusunan Jadwal Kegiatan: Setelah melakukan peninjauan sistem
maka kelompok kerja dapat menyusun suatu jadwal kegiatan.
h) Pengembangan Sistem Manajemen K3: Beberapa kegiatan yang perlu
dilakukan dalam tahap pengembangan Sistem Manajemen K3 antara
lain mencakup dokumentasi, pembagian kelompok, penyusunan bagan
alir, penulisan manual Sistem Manajemen K3, prosedur dan instruksi
kerja.
i) Penerapan Sistem: Setelah semua dokumen selesai dibuat, maka setiap
anggota kelompok kerja kembali ke masing-masing unit kerjanya

84
untuk menerapkan sistem yang telah ditulis. Dalam praktek
pelaksanaanya maka kelompok kerja tidak harus menunggu seluruh
dokumen selesai. Begitu satu dokumen selesai dan sudah mencakup
salah satu elemen standar maka penerapan sudah dapat dikerjakan.
Sementara proses penerapan sistem berlangsung, kelompok kerja tetap
melakukan pertemuan berkala untuk pemantauan. Penerapan sistem
ini harus dilaksanakan sedikitnya tiga bulan sebelum pelaksanaan
audit internal. Waktu tiga bulan ini diperlukan untuk mengumpulkan
bukti-bukti (dalam bentuk rekaman tercatat) secara memadai dan
untuk melaksanakan penyempurnaan sistem serta modifikasi
dokumen.
j) Proses Sertifikasi: Ada sejumlah lembaga sertifikasi Sistem
Manajemen K3. Misalnya Sucofindo melakukan sertifikasi terhadap
Permenaker 05/Men/1996. Namun untuk OHSAS 1800 : 1999
organisasi bebas menentukan lembaga sertifikasi manapun yang
diinginkan. Untuk itu organisasi disarankan untuk memilih lembaga
sertifikasi OHSAS 18001 yang paling tepat.

G. Penelitian dan Pengembangan


1. Departemen Research and Development
Departemen Research and Development (R&D) berperan antara
lain dalam pengembangan produk baru, pengatasan masalah produksi,
proyek penelitian khusus, penentuan spesifikasi bahan baku untuk
manufacturing, penyusunan metode analisa, penentuan shelf-life
produk, dan penunjang data untuk penyusunan dossier registrasi
(formula, data stabilitas, dan kemasan). Departemen R&D dipimpin
oleh seorang R&D Pharma Deputy Director.
Departemen R&D mencakup tiga bagian utama, yaitu:
a. Packaging Development (Pengembangan Kemasan) Tugas
utama Packaging
Development adalah melakukan penelitian dan pengembangan
material kemasan (primer dan sekunder) untuk produk baru,

85
melakukan penelitian dan pengembangan desain produk baru,
dan menyiapkan atau menyediakan dokumen yang terkait
dengan kemasan meliputi dokumen spesifikasi, metode analisis
(MA), dan Prosedur Pengemasan Induk 3 (PPI 3).
b. Formulation (Pengembangan Formula)
Tugas utama Formulation adalah pengembangan produk baru,
baik OTC maupun ethical sesuai dengan perkembangan
teknologi sediaan farmasi. Proses pengembangan produk baru
ini dapat dilakukan di dalam perusahaan atau di luar perusahaan
misalnya, melalui kegiatan lisensi atau bekerja sama dengan
lembaga penelitian/pendidikan.
c. Analytical Development (Pengembangan Metode Analisis)
Tugas utama Analytical Development adalah sebagaiberikut:
1) Mengembangkan metode analisis suatu senyawa obat,
bahan pengemas, dan sampel produk sehingga diperoleh
metode analisis yang sesuai. Untuk produk, bahan baku,
dan bahan pengemas yang akan digunakan dan diproduksi.
Metode analisis yang diperoleh selanjutnya divalidasi dan
dijadikan acuan analisis pemeriksaan rutin sehingga
metode analisis tersebut menjadi valid, efektif, dan praktis.
2) Menentukan approved manufacturer bahan baku baru yang
digunakan

2. Departemen Process Development


Pada awalnya Departemen Process Development merupakan
bagian dari departemen Research & Development. Pada awal tahun
2007, Process Development dipisahkan dari Departemen R&D.
Fungsi R&D ke arah riset pengembangan produk baru dan produk
NDDS (New Delivery Drug System) sedangkan untuk Process
Development ke arah produk-produk yang sudah ada (existing
product) dan non-NDDS. Secara umum Departemen Process
Development menangani semua produk-produk yang sudah ada

86
(existing), menerima peralihan tanggung jawab terhadap status
material yang berubah dari percobaan menjadi induk, dan mengatasi
masalah atau trouble shooting produksi. Departemen Process
Development dibagi menjadi 3 bagian, yaitu:
a. Formulation (Formulasi)
Tugas utama bagian formulasi adalah memperbaiki atau
mengembangkan formula- formula produk existing, mendukung
bagian produksi jika ada masalah terutama dalam hal formulasi,
dan mendukung bagian pembelian (purchasing) dalam hal
diversifikasi raw material. Menyiapkan dokumen untuk bagian
produksi, seperti: Prosedur Pengolahan Induk 1 (PPI 1) yang
berisi keterangan Raw Material yang digunakan dan Prosedur
Pengolahan Induk 2 (PPI 2) yang berisi prosedur pembuatan
obat dan spesifikasinya.
b. Packaging (Kemasan)
Tugas utama bagian kemasan adalah melakukan penelitian
dan pengembangan material kemasan, baik primer dan sekunder,
penelitian dan pengembangan tersebut juga mencakup uji
stabilitas dan trial di produksi (jika diperlukan). Selain itu
bagian kemasan juga melakukan penelitian dan pengembangan
desain kemasan produk existing, mulai dari pembuatan konsep,
verifikasi sampai dengan penyiapan disket dan print-out final art
work untuk dikirim ke supplier kemasan serta
menyiapkan/menyediakan dokumen yang terkait dengan
kemasan seperti Prosedur Pengolahan Induk (PPI) dan
Production Model (PM) Kemas. Bagian ini juga memberi
dukungan terhadap bagian lain untuk masalah-masalah yang
terkait/berhubungan dengan kemasan, seperti pembelian mesin
baru di bagian produksi, diversifikasi supplier oleh bagian
Purchasing dan permintaan penyederhanaan prosedur
pemeriksaan dari bagian QC.

87
c. Analytical Development
Tugas bagian Analytical Development (Andev) adalah:
● Pengembangan metode dan membantu dalam diversifikasi.
Trouble solution jika ada masalah analisa
● Studi pre-marketing percobaan pilot Process Development

H. Penanganan Limbah
Limbah dapat menghasilkan dampak yang merugikan jika tidak
ditangani dengan benar. Adapun tujuan adanya sistem penanganan limbah
adalah untuk menghindari pencemaran air tanah serta menghindari
penyebaran kuman patogen. Semua sarana termasuk daerah produksi,
laboratorium, gudang, dan daerah sekitar gudang sebaiknya dijaga agar
senantiasa dalam keadaaan bersih dan rapi. Saluran pembuangan sebaiknya
berukuran layak, memiliki bak kontrol, saluran yang terbuka dan dangkal
agar mudah dibersihkan. Sumber pencemaran limbah farmasi antara lain:
1) Limbah Cair
Limbah cair berasal dari limbah domestik dan limbah produksi.
Limbah produksi dibagi menjadi dua macam yaitu limbah cair beta
laktam dan limbah cair non beta laktam. Penanganan limbah cair beta
laktam dilakukan dengan cara didestruksi terlebih dahulu dengan
NaOH sampai pH 8 - 10 kemudian didiamkan selama kurang lebih 2
jam. Setelah itu dinetralkan dengan asam sulfat sampai pH kurang
lebih 7, sebelum disatukan dengan limbah cair non beta laktam dan
limbah cair dari laboratorium. Limbah cair tersebut ditampung dalam
bak penampungan flokulasi, kemudian dialirkan ke dalam bak
penampungan sedimentasi yang akan bergabung ke bak limbah
domestik. Kemudian di cek lagi dengan ditampung ke dalam bak yang
berisi CaOCl, masuk ke bak proses augmentasi, kemudian masuk ke
bak flokulasi dan kemudian dialirkan ke kolam pengendapan
sedimentasi. Di kolam pengendapan tersebut limbah diberi arang aktif
untuk mengendapkan partikel-partikel. Selanjutnya air limbah tersebut
dialirkan ke kolam indikator yang berisi ikan mas. Apabila ikan mas

88
tersebut tidak mati maka aman hasil pengolahan air limbah tersebut
dialirkan ke sungai. Apabila ikan mas tersebut mati maka ada
kesalahan dalam pengelolaannya air limbah tersebut.
Upaya pengelolaan limbah cair meliputi:
a. Pembuatan saluran drainase sesuai dengan sumber limbah
1. Saluran air hujan langsung dialirkan keselokan umum.
2. Saluran dari kamar mandi/WC langsung dialirkan ke
septic tank.
3. Saluran dari tempat pencucian alat-alat/sisa produksi dan
laboratorium dialirkan IPAL.
b. Membuat Instalasi Pengolaan Air Limbah (IPAL) Metode
pengolahan limbah cair, meliputi beberapa cara:
1. Dillution (pengenceran), air limbah dibuang ke sungai,
danau, rawa atau laut agar mengalami pengenceran dan
konsentrasi polutannya menjadi rendah atau hilang. Cara
ini dapat mencemari lingkungan bila limbah tersebut
mengandung bakteri patogen, larva, telur cacing atau bibit
penyakit yang lain. Cara ini boleh dilakukan dengan syarat
bahwa air sungai, waduk atau rawa tersebut tidak
dimanfaatkan untuk keperluan lain, volume airnya banyak
sehingga pengenceran bisa 30 - 40 kalinya, air tersebut
harus mengalir.
2. Sumur resapan, yaitu sumur yang digunakan untuk tempat
penampungan air limbah yang telah mengalami
pengolahan dari sistem lain. Air tinggal mengalami
peresapan ke dalam tanah, dan sumur dibuat pada tanah
porous, diameter 1-2,5 meter dan kedalaman 2,5 meter.
Sumur ini bisa dimanfaatkan 6- 10tahun.
3. Septictank, merupakan metode terbaik untuk mengelola
air limbah walaupun biayanya mahal, rumit dan
memerlukan tanah yang luas. Septictank memiliki 4
bagian ruang untuk tahap-tahap pengolahan, yaitu:

89
a) Ruang pembusukan, air kotor akan bertahan 1-3 hari
dan akan mengalami proses pembusukan sehingga
menghasilkan gas, cairan dan lumpur (sludge).
b) Ruang lumpur, merupakan ruang tempat
penampungan hasil proses pembusukan yang berupa
lumpur.
c) Dosing chamber, di dalamnya terdapat siphon
McDonald yang berfungsi sebagai pengatur
kecepatan air yang akan dialirkan ke bidang resapan
agar merata.
d) Bidang resapan, bidang yang menyerap cairan keluar
dari dosing chamber serta menyaring bakteri
patogen maupun mikroorganisme yang lain. Panjang
minimal resapan ini adalah 10 meter dibuat pada
tanah porous.
2) Limbah Padat
Sumber pencemaran limbah padat berasal dari debu atau serbuk
obat dari sistem pengendali debu (dust collector), obat rusak, obat
kadaluarsa, obat substandart (reject), kertas, karton, plastik bekas,
botol, dan aluminium foil. Adapun yang menjadi tolak ukur dampak
limbah padat SKMENLH No.50/MENLH/1995 tentang baku mutu
tingkat kebauan lingkungan pabrik yang bersih, tidak berbau, tidak
ada limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun), sampah tertata rapi.
Upaya pengelolaan limbah padat,yaitu:
a. Sampah domestik dibuatkan tempat sampah.
b. Debu/sisa serbuk obat, obat rusak/kadaluarsa dibakar di
incenerator.
Penanganan limbah padat yang berupa debu-debu yang dihasilkan
selama proses produksi dikumpulkan dengan dust collector yang
terdapat di ruang produksi, untuk selanjutnya dibakar dengan
menggunakan incenerator pada suhu 1000-1500ºC selama kurang
lebih 4 jam. Sisa pengolahan limbah padat yang berupa abu bisa

90
langsung dibuang atau ditanam, sedangkan sisa pengolahan limbah B3
(Bahan Beracun dan Berbahaya) harus diolah kembali di PPLI. B3
merupakan bahan yang sifat dan konsentrasinya baik secara langsung
langsung maupun tidak langsung dapat mencemarkan dan merusak
lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia.
3) Limbah Gas
Sumber pencemaran limbah gas atau udara berasal dari debu
selama proses produksi, uap lemari asam di laboratorium, pelarut uap,
proses film coating, asap dari pemanas uap (steam boiler), generator
listrik dan incenerator tolak ukur dampak limbah gas mengacu kepada
Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 13/MENLH/1995
tentang Baku Mutu Emisi Sumber Tidak Bergerak. Pemantauan
kualitas udara didalam dan diluar lingkungan industri, meliputi H2S,
NH3,SO2,CO,NO,TPS (debu), dan Pb (Timbal).

Upaya pengelolaan limbah gas meliputi:


a. Lemari asam dilengkapi dengan exhaust fan dan cerobong asap
± 6 m2 yang dilengkapi dengan absorbent.
b. Solvent di ruang coating digunakan dust collector (wet system).
c. Debu disekitar mesin produksi dipasang penyedot debu dan dust
collector unit.
d. Asap dari genset dan incenerator dibuat cerobong asap ± 6
meter.

91
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. HASIL
1. Sumber Daya Manusia
Personil di LAFIAL Drs. Mochamad Kamal memiliki pendidikan
apoteker, asisten apoteker, sarjana muda administrasi, sarjana teknik
kimia, D3 farmasi, D3 Analis dan lain- lain. Berdasarkan statusnya
ada tiga golongan, yaitu:
a. Militer: pamen, pama, bintara dan tamtama
b. Pegawai Negeri Sipil (PNS)
c. Calon pegawai dan pegawai honorer Waktu kerja di LAFIAL:
d. Hari Senin - Kamis : pukul 07.00-15.30 WIB
e. Hari Jumat : pukul 07.00-16.00 WIB

2. Produk
LAFIAL secara keseluruhan memproduksi beberapa jenis obat
yang merupakan produk non β-Laktam
a. Obat dalam, Sediaan padat : Gemfibrozil 300 mg, Antidiare,
Antiflu, Acyclovir 400 mg, Allopurinol 100 mg, Ethambutol
500 mg, Glibenclamid 5 mg, Isodoxal, Ketokonazol, Maag,
paracetamol 500 mg, Ponstal 500 mg, Pyrazinamid, Ranitidin
150 mg, Vitaneuron, Vitarma. Sediaan cair : Cough sirup, sirup
Diphenhidramin, sirup Parasetamol.
b. Obat luar, Sediaan semi padat: salep Chloramfenikol, krim
Hidrokortison. Sediaan cair :povidon 10%.
Selain itu, LAFIAL juga menghasilkan produk farmasi yang
berhubungan dengan Farmasi Matra Laut dan Farmasi Militer.
Produknya terdiri dari Masker/pasta penyamaran, Vitonmar, Minyak
Senjata, Obat nyamuk.

92
3. Lokasi dan Sarana Produksi
a. Lokasi
LAFIAL berada di Jl. Bendungan Jatiluhur No.1 Jakarta
Pusat. Sebelah Selatan berbatasan dengan Jl. Farmasi, Barat
berbatasan dengan LADOKGI, Utara berbatasan dengan
SEKESAL Jakarta dan Timur berbatasan dengan Jl. Bendungan
Jatiluhur. LAFIAL dibangun pada tanah seluas 6500 m dengan
luas bangunan ± 2650 m.
b. Sarana Produksi
1) Bangunan
Bangunan LAFIAL berbentuk segilima, yang terdiri
dari satu lantai meliputi yaitu 28 ruangan produksi non β-
laktam, gudang non β-Laktam, gudang pengemas, gudang
bahan baku dan bahan eksipien, 5 ruangan laboratorium,
ruang Kepala LAFIAL, ruang rapat, ruang aula, ruang
perpustakaan, kantin, mushola, ruang masing-masing
departemen, ruang tamu, ruang administrasi, ruang
pendidikan, ruang teknik dan ruang ganti.
2) Ruang dan Peralatan Produksi
Ruang ini terdiri dari 5 ruang. Ruang ini terdiri dari
loker, ruang penimbangan, ruang antara, ruang
pencampuran, ruang cetak tablet, ruang produk ruahan,
ruang IPC, ruang pengering, ruang granulasi kering, ruang
pencucian, ruang administrasi, ruang produk antara, ruang
isi kapsul, ruang stripping dan ruang pengemas. Tekanan
udara ruangan ini dibuat positif, yaitu dialirkan udara dari
ruang pengolahan ke koridor melalui HEPA Filter.
Peralatan produksi yang terdapat di ruang ini diantaranya
timbangan, mesin pengering botol Pharmeq, mesin
Counting Cheng New, mesin cuci botol semi Automatic
Rotary Forecma, mesin pengemas sekunder Labelling Jih
Cheng, mesin pencampur serbuk Kikusul, mesin super

93
mixer Jan Chuang, mesin pencetak tablet Wilheim Fetle,
mesin pencetak tablet JCMCO Double Layer, mesin
pencetak tablet Courtoy Layer, mesin granulasi kering
Kikusul, alat uji kerapuhan Erweka TA3R, alat uji
kekerasan Erweka Apparatebau, mesin penyalut film Thai
coater-25, mesin pengisi kapsul semi otomatis Forecma,
mesin emulsi mixing salep Minoga HS 100S, mesin
pengisi salep Ganzhom
Gasti, mesin pengisi sirup Jih Cheng, mesin
pemanas air Vasel Double Jacked Pharmeq, mesin strip
tablet Single Roll Lyon, mesin strip tablet Chental Roc,
mesin tablet Single Roll Chung Yung, mesin pengemas
sekunder Labelling jih Cheng dan mesin penutup botol Jih
Cheng.

4. Kegiatan PKPA di LAFIAL Sistem Pengelolahan Air (SPA)


Air rumah tangga dibagi 2 yaitu air bersih dan air minum, untuk
syarat dikategorikan air bersih harus tidak mengandung Klorin dan
syarat untuk dikategorikan air minum harus mengandung zat-zat yang
dibutuhkan seperti Besi, Mangan, Klorida. Air di industri Farmasi
LAFIAL memiliki 6 tahapan diantaranya:
a. Raw water
b. Aqua demineralisasi
c. Purified water (PW)
Kegunaan air tersebut di industri farmasi yaitu :
a. Aqua demineralisasi ; Untuk pembilasan alat produksi non steril
sebelum digunakan
b. PW & HPW : Untuk produksi non steril
c. Water for injection ; Untuk produksi injeksi, ampul vial
d. Aqua free pirogen ; Untuk produksi infus. 20 – 25 L bisa untuk
mengoplos, diatas 20 L aqua harus bebas pirogen, 500 – 1000 L
untuk irigasi.

94
Pipa di LAFIAL menggunakan pipa stainless steel 316L. Asam
klorida 32 37% untuk kation, resin 25L. NaoH 40% untuk anion, resin
20L.

Gambar 1.Skema Sistem Pengelolahan Air di LAFIAL


a. Mekanisme kerja Purified Water System
Purified water system merupakan sistem pengolahan air
yang dapat menghilangkan berbagai cemaran (ion, bahan
organik, partikel, mikroba dan gas) yang terdapat di dalam air
yang akan digunakan untuk produksi. Air (raw water)
pengolahan air dapat diperoleh dari air PDAM (city water),
Shallow well (sumur dangkal) dengan kedalaman 10-20 m, atau
berasal dari Deep well (sumur dalam) dengan kedalaman 80-150
m. Variasi mutu dari pasokan air mentah (raw water) yang
memenuhi syarat ditentukan dari target mutu air yang akan
dihasilkan. Demikian pula mutu air menentukan peralatan yang
diperlukan untuk pengolahan air tersebut. Purified water system
terdiri dari: Multimedia filter, Carbon filter, Water softener,
Heat Exchanger (HE), Micro filter, Ultra filtration (R.O =
Reverse Osmosis), dan Electro De-Ionization (EDI).
b. Multimedia filter.
Multimedia filter berfungsi untuk menghilangkan lumpur,
endapan dan partikel- partikel yang terdapat pada raw water.
Multimedia filter terdiri dari beberapa filter dengan porositas 6-

95
12 mm; 2,4 – 4,8 mm; 1,2-2,4 mm; dan 0,6-1,2 mm. Filter-filter
ini tersusun dalam satu vessel (tabung) dengan bagian bawah
tabung diberikan gravel atau pasir sebagai alas vessel (sehingga
sering juga disebut dengan sand filter).
c. Active Carbon filter.
Carbon aktif adalah karbon yang telah diaktifkan dengan
menggunakan uap bertekanan tinggi atau karbon dioksida (CO2)
yang berasal dari bahan yang memiliki daya adsorbsi yang
sangat tinggi. Biasanya digunakan dalam bentuk granular
(butiran). Active carbon berfungsi sebagai pre-treatment
sebelum proses de-ionisasi untuk menghilangkan chlorine,
chloramine, benzene, pestisida, bahan-bahan organik, warna,
bau dan rasa dalam air.
d. Water Softener Filter.
Water softener filter berisi resin anionik yang berfungsi
untuk menghilangkan dan/atau menurunkan kesadahan air
dengan cara mengikat ion Ca++ dan Mg++ yang menyebabkan
tingginya tingkat kesadahan air
e. Reverse Osmosis.
Reverse osmosis merupakan teknik pembuatan air murni
(purified water) yang dapat menurunkn hingga 95% Total
Dissolve Solids (TDS) di dalam air. Reverse osmosis terdiri dari
lapisan filter yang sangat halus (hingga 0,0001 mikron)
f. EDI (Elektonic De-Ionization).
EDI merupakan perkembangan dari Ion Exchange system
dimana sebagai pengikat ion (+) dan (-) dipakai juga elektroda
disamping resin. Elektroda ini dihubungkan dengan arus listrik
searah sehingga proses pemurnian air dapat berlangsung terus
menerus tanpa perlu regenerasi. Setelah melewati EDI,
selanjutnya purified water yang dihasilkan ditampung dalam
tanki

96
JENIS AIR PURIFIED HIGH PURIFIED WATER PRO
WATER WATER INJECTI
ON

Persyaratan Eur. Pharm + European


Menurut USP Pharmacopo
eia
Konduktivitas < 1.3µS/cm < 1.3µS/cm < 1.3µS/cm
0
pada 25 C
Logam Berat _ 0.1 ppm

Nitrat (Garam) _ 0.2 ppm

Total Karbon < 500 ppb < 500 ppb < 500 ppb
Organik
Batas Mikroba < 100 cfu/ml < 10 cfu/ml < 10 cfu/ml

Endotoksin _
< 0.25 Eu/ml < 0.25
Eu/ml

97
a. Pengawasan Mutu (QC)
Menurut CPOB 2018 ada 5 pengawasan mutu yaitu :
1) Safety/aman. Untuk pemilihan zat aktif
2) Quality/kualitas. Memenuhi spesifikasi
3) Identity/berpotensi. Karakter untuk beda terhadap produk
4) Potency/kekuatan. Kemampuan menunjukan khasiat
5) Purity/kemurnian.

Quality management membentuk Visi dan Misi

Quality assurance : totalitas pengaturan yang dibuat dengan tujuan untuk


memastikan mutu yang sesuai dengan tujuan penggunaannya

GMP : part of QA Quality control : part of GMP

c. Ruang Produksi
Penimbangan dengan Laminar Air Flow (LAF) agar
terhindar dari kontaminasi proses dengan LAF yaitu tekanan
udara dari atas disedot kebawah, semakin besar ukuran partikel
semakin besar juga tekanannya. Meja Staking untuk menunggu
proses selanjutnya. Ruangan mixing atau pencampuran agar
campuran tablet kalis atau sampai tidak lengket lagi pada wadah
kemudian proses selanjutnya yaitu granulasi awal lalu proses
pengeringan dengan oven atau FPD selanjutnya proses granulasi
kering ditambahkan dengan eksipien atau bahan tambahan pada
tablet seperti penghancur, pelicin, pelincir. Ruang pengering
terdapat alat FPD dengan proses 40L air untuk memanaskan
FPD kemudian diproses di supermixer dan keluar sudah
berbentuk granul. Mesin cetak tablet Merk Cad Mach® Buatan
india dengan Kapasitas maximal 75.000 tablet/jam. Dust

98
collector dipakai untuk penyedot debu diruang cetak tablet.
Ruang Filling, ada IPC yang harus dilakukan yaitu bobot kapsul
dicek sudah memenuhi kriteria atau belum, prosesnya kapsul
masuk kedalam sleding berbentuk cincin yang berfungsi
membuka cangkang kapsul bagian atas dan bagian bawah lalu
diisi massa kemudian di pres lalu keluar dengan sediaan kapsul.
Mesin polisher untuk membersihkan cangkang kapsul dari
massa. Ruang salut tablet bobot harus 13kg fungsi dari
penyalutan untuk menutupi rasa, bau, sebagai estetika
memperbaiki tablet. Ruang kemas primer ada 2 yaitu ruang
blister (1 sisi almunium foil dan 1 sisi plastik) dan ruang stripe
(double almunium foil/2 sisi almunium foil) pada mesin sudah
ada codeing sebagai cetak Expired date, batch, tanggal produksi.
Ruang pengisian sirup terdapat ruang untuk memanaskan air,
botol dioven selama 3 jam sebelum di isi.
d. Laboratorium Mikrobiologi
Terdapat IPC yang dilakukan sebelum, selama dan sesudah
proses, untuk cek cemaran pada bahan baku karena bahan baku
harus bebas pirogen (E.coli, Pseudomonas, Staphylococcus,
Salmonella). Diuji dengan media padat lalu inkubasi untuk
bakteri selama 18-24 jam pada suhu 37±2ºC, lalu untuk jamur
inkubasi selama 3-7 hari pada suhu 25±2ºC. Bahan baku yang
diterima harus sesuai dengan COA (certificate of analysis). Uji
kebersihan pada ruang produksi dilakukan secara berkala
dengan metode cawan papar yang diletakan pada titik tertentu
diruang produksi dan di paparkan selama 2-3 jam, kemudian di
inkubasi dilihat koloni, untuk koloni bakteri bulat, mengkilap
dan untuk jamur terdapat putih seperti kapas. Menghitung
partikel dengan alat particle counteryang diarahkan pada tempat
yang akan dibaca jumlah bakterinya di diamkan selama 10 detik
dilakukan 3kali atau triplo, menurut CPOB dilihat pada
pembacaan 0,3 dan 5 micron.

99
1) Matkes (Material Kesehatan) atau PPIC (Planning Production
Inventory control)
Tugas Tupoksi Subbag Renprod beberapa kebutuhan bahan
baku, eksipien, reagen, plastik dan lain-lain.

5. Resume Kegiatan PKPA di LAFIAL


Selama kami melakukan kegiatan PKPA di LAFIAL pada tanggal 6
September sampau 17 September 2021, kami melakukan kegiatan
sebagai berikut :
Senin, 04 Oktober 2021 :

a. 16.00-16.30 WIB Pembukaan PKPA disampaikan oleh Mayor


Laut (K) dadang Mulya Santoso, S.Si., Apt., M.Farm.
b. 16.30-17.30 WIB Company Profile LAFIAL disampaikan oleh
Mayor Laut (K) Dadang Mulya Santoso, S.Si., Apt., M.Farm
c. 19.00-20.30 Pre Test disampaikan oleh ibu Fita Mutina, S.Si. Apt

Selasa, 05 Oktober 2021

a. 16.00-17.30 WIB materi tentang R&D. Materi disampaikan oleh


Ibu Fita Murtina, S.Si., Apt
b. 19.00-20.30 WIB materi tentang Penerapan Cara Pembuatan
Obat yang Baik. Materi disampaikan oleh Mayor Laut (K)
Dadang Mulya Santoso, S.Si., Apt., M.Farm

Rabu, 06 Oktober 2021 :

a. 16.00-17.30 WIB materi tentang System Pengolahan Air.

Materi disampaikan oleh ibu Andriningrum S., Apt., M.S.Farm

b. 19.00-20.30 WIB materi tentang Bangunan dan Fasilitas. Materi


disampaikan oleh Letda Laut (K) Bian Dwi Cahyo., S.Farm.,
Apt.

Kamis, 07 Oktober 2021 :


100
a. 16.00-17.30 WIB materi tentang Peralatan. Materi
disampaikan oleh Ibu Fita Murtina, S.Si., Apt

b. 19.00-20.30 WIB materi diskusi Pembimbing Kelompok.


Materi diskusi tugas khusus disampaikan oleh masing- masing
pembimbing kelompok.

Jumat, 08 Oktober 2021 :

a. 16.00-17.30WIB materi tentang Penanganan Keluhan dan


Penarikan Produk Kembalian. Materi disampaikan oleh ibu
Andriningrum S., Apt., M.S.Farm
b. 19.00-20.30 WIB materi tentang Pemastian Mutu (Qualty
Assurance). Materi disampaikan oleh ibu Fita Mutina, S.Si. Apt

Senin, 11 Oktober 2021 :

a. 16.00-17.30 WIB, materi tentang Registrasi. Materi disampaikan


oleh Mayor Laut (K) Dadang Mulya Santoso, S.Si., Apt.,
M.Farm.

b. 19.00-20.30 WIB, materi tentang Material Kesehatan (production


planning and inventory control). Materi disampaikan oleh ibu
Adriningrum, S.Apt., M.S.Farm

Selasa, 12 Oktober 2021 :

a. 16.00-17.30 WIB materi tentang Sistem Tata Udara (HVAC).


Materi disampaikan oleh Letda Laut (K) Bian Dwi Cahyo.,
S.Farm., Apt.
b. 19.00-20.30 WIB materi tentang Pengawasan Mutu (Quality
Control). Materi disampaikan oleh ibu Hendrika D.M.P., S.Si.,
M.Si., Apt

Rabu, 13 Oktober 2021 :

a. 16.00-17.30 WIB materi tentang pengolahan limbah. Materi


disampaikan oleh Ibu Andriningrum S., Apt., M.S.Farm

101
b. 19.00-20.30 WIB materi tentang kualifikasi dan validasi. Materi
disampaikan oleh ibu Fita Mutina, S.Si. Apt

Kamis, 14 September 2021 :

a. 16.00-17.30 WIB materi tentang Produksi. Materi


disampaikan oleh Mayor Laut (K) Dadang Mulya Santoso, S.Si.,
Apt., M.Farm

b. 19.00-20.30 WIB Diskusi Tugas Khusus. Disampaikan oleh


pembimbing perkelompok.

Selasa, 15 Oktober 2021 :

a. 16.00-17.30 WIB Post Test. Disampaikan oleh ibu Fita Mutina,

S.Si. Apt

b. 19.00-20.30 WIB Penutupan. Disampaikan oleh Mayor Laut (K)


Dadang Mulya Santoso, S.Si., Apt., M.Farm

B. PEMBAHASAN
1. Lembaga Farmasi TNI Angkatan Laut (Lafial)
Industri farmasi merupakan industri yang mempunyai peran
sebagai unit pelayanan kesehatan (non profit oriented) dan sebagai
institusi bisnis (profit oriented). Peran industri farmasi sebagai unit
pelayanan kesehatan adalah memproduksi obat atau menyediakan
obat-obatan yang dibutuhkan oleh masyarakat supaya obat yang
dihasilkan industri farmasi senantiasa terjamin mutu dan kualitasnya.
Lafial merupakan salah satu unit pelaksana teknis Diskesal
yang berkedudukan langsung di bawah Kepala Dinas Kesehatan TNI
AL. Lafial mempunyai tugas pokok memproduksi obat-obatan untuk
tujuan pelayanan kesehatan anggota TNI Angkatan Laut beserta
keluarganya dan instansi lain yang terkait dan dukungan kesehatan
bagi anggota TNI Angkatan Laut yang bertugas di perbatasan. Namun
sejak diberlakukannya BPJS bagi seluruh warga negara Indonesia tak
terkecuali PNS, anggota TNI dan POLRI maka pelayanan kesehatan
seluruh anggota TNI AL beralih ke BPJS sehingga saat ini kapasitas
102
produksi obat Lafial menurun drastis karena hanya menyediakan obat-
obatan untuk tujuan dukungan, operasi dan latihan TNI.

Kegiatan produksi yang dilaksanakan Lafial menggunakan


dana APBN, oleh sebab itu Lafial merupakan industri farmasi yang
tidak berorientasi pasar ataupun bisnis mencapai keuntungan (non –
profit oriented). Obat-obatan yang diproduksi Lafial merupakan me
too product yaitu dengan mencontoh sediaan yang telah beredar di
pasaran. Obat – obat produksi Lafial dikhususkan bagi kalangan intern
TNI AL, sehingga obat-obat yang diproduksi oleh Lafial
dipersyaratkan harus memiliki NIE dari BPOM.
Lafial memiliki sertifikat CPOB untuk sediaan tablet Non Beta
Laktam, Sediaan Kapsul Non Beta Laktam, sediaan semi solid Non
Beta Laktam dan sediaan cair Non Beta Laktam. Saat ini Lafial sudah
memiliki 9 obat yang sudah mendapatkan NIE dan terdapat juga
beberapa jenis produk obat lainnya yang sedang dalam proses
pengurusan NIE.
2. Penerapan Aspek CPOB di Lembaga Farmasi TNI Angkatan Laut
Aspek–aspek CPOB yang telah diterapkan oleh Lafial adalah sebagai
berikut:
a. Manajemen Mutu
Penerapan manajemen mutu di Lafial berdasarkan pada
sistem mutu yang terbentuk atas pola kerja yang baik dari
struktur organisasi, prosedur kerja di setiap instalasi, proses
produksi serta personil yang terlibat dalam proses pembuatan
suatu produk sehingga produk yang dihasilkan oleh Lafial
memenuhi persyaratan CPOB. Lafial memiliki beberapa bagian
dalam struktur organisasinya mempunyai komitmen dan
bertanggung jawab untuk pencapaian tujuan mutu secara
konsisten serta dapat diandalkan bagian tersebut adalah Bagian
Produksi, Bagian Wastu yang sama dengan QC (Quality
Control), Bagian Diklitbang yang sama dengan R&D (Research
and Development) dan Bagian Matkes yang sama dengan PPIC
(Production Planning and Inventory Control). Setiap bagian

103
terdiri dari beberapa sub bagian yang mempunyai tugas,
wewenang dan tanggung jawab sendiri-sendiri.
Manajemen mutu di Lafial terbagi menjadi dua yakni
pemastian mutu (Quality Assurance) dan pengawasan mutu
(Quality Control). Peran QC yang dilakukan Lafial yakni
pengujian pada obat untuk memastikan bahwa obat tersebut
telah memenuhi standar kualitas, sedangkan peran QA dalam
menjamin kualitasobat tersebut mulai dari raw material hingga
finished product. Bagian QA di Lafial untuk saat ini masih
dirangkap oleh bagian Diklitbang.
b. Personalia
Personalia merupakan suatu faktor yang penting untuk
menjamin mutu produk yang dihasilkan. Personil kunci di Lafial
sudah sesuai dengan ketentuan dalam pedoman CPOB yaitu
penanggung jawab produksi, pengawasan mutu dan pemastian
mutu, namun saat ini bagian pemastian mutu tidak tercantum
dalam struktur organisasi, tupoksi bagian ini dirangkap oleh
bagian diklitbang.
Personil yang dimiliki Lafial sudah terkualifikasi dan
berpengalaman dalam hal pengetahuan, keterampilan dan
kemampuan sesuai yang disyaratkan dalam Cpob. Untuk
meningkatkan kualitas personilnya dilakukan kegiatan
peningkatan pengetahuan dan pelatihan tentang ilmu farmasi
khususnya di bidang CPOB.Pelatihan CPOB dilaksanakan
dibawah atasan yang bersangkutan, para praktisi dan profesional
di bidang industri farmasi.
Ada pelatihan CPOB yang diterapkan di Lafial, yaitu
penyegaran dalam pengetahuan yang berhubungan dengan
CPOB untuk apoteker, asisten apoteker serta karyawan lain yang
dilaksanakan setiap seminggu sekali.
c. Bangunan dan fasilitas

104
Secara umum bangunan yang ada di Lafial secara
keseluruhan telah memenuhi ketentuan CPOB. Setiap tahapan
dalam proses produksi dilakukan dalam ruangan tersendiri dan
terpisah. Bangunan pada ruangan produksi Lafial (dinding,
lantai dan langit-langit) telah dilapisi dengan epoksi, bebas dari
keretakan dan sambungan terbuka sehingga mudah dibersihkan.
Lantai di daerah pengolahan dibuat dari bahan kedap air,
permukaannya rata dan memungkinkan pembersihan secara
cepat dan efisien.Sudut antara dinding, lantai dan langit-langit
dalam daerah kritis berbentuk lengkungan. Lafial hanya
memproduksi sediaan non steril (tablet, kaplet, kapsul, salep dan
sirup). Sehubungan dengan hal tersebut ruangan produksi obat
di Lafial hanya terdiri dari black area (daerah hitam) dan grey
area (daerah abu-abu).
Secara keseluruhan ruangan produksi di Lafial dinilai
cukup baik. Gudang di Lafial terbagi menjadi tujuh yaitu
gudang bahan pengemas primer dan sekunder untuk tablet dan
kapsul, gudang bahan pengemas primer dan sekunder untuk
sediaan cair, gudang bahan baku produk non beta-laktam,
gudang produk jadi non beta-laktam, gudang bahan cairan.
Pada gudang bahan baku, gudang bahan pengemas dan
gudang cairan dimana keduanya terletak dalam satu bangunan
dengan ruang produksi, tetapi dipisahkan oleh pintu antara. Hal
ini untuk memudahkan aliran bahan baku ataupun produk jadi.
Dan pada gudang penyimpanan dilengkapi dengan air
conditioner dan dehumidifier untuk mencapai kondisi yang
mendukung penyimpanan yaitu suhu (20-25oC) dan kelembaban
(40-60 %). Berdasarkan penyimpanan barang di gudang Lafial
disesuaikan dengan perbedaan jenis sediaannya dan diurutkan
sesuai nama abjad pada masing-masing rak penyimpanan
tersebut.

105
Pada masing-masing depan rak terdapat gantungan kertas
yang berisi nama produk dan nomor urut penyimpanan barang,
sehingga mempermudah pada saat pengambilan dan mengurangi
kesalahan pada saat pengambilan. Ruangan Produksi Beta-
Laktam kedepan diubah menjadi Ruangan Kemas untuk sediaan
tablet NBL.
d. Peralatan
Secara umum peralatan di ruang produksi telah memenuhi
persyaratan CPOB, yang sebagian besar peralatannya terbuat
dari bahan stainless steel. Setiap alat disimpan pada ruangan
yang terpisah dan tertutup yang dilengkapi dengan alat
penghisap debu, sehingga dapat dihindari terjadinya kontaminasi
pada setiap proses produksi. Semua peralatan yang digunakan
terlebih dahulu dikualifikasi. Kualifikasi ini meliputi kualifikasi
desain, kualifikasi instalasi operasional dan kinerja. Selain itu
juga dilakukan kalibrasi akan tetapi tidak rutin dilakukan.
Perawatan peralatan di Lafial selalu dilakukan oleh sub
bagian Pengendalian dan Pemeliharaan Material (Dalharmat)
yaitu dengan cara dibersihkan setiap kali selesai digunakan
dalam produksi obat. Perawatan peralatan ini dilakukan dengan
tujuan untuk mencegah malfungsi atau pencemaran yang dapat
mempengaruhi identitas, mutu atau kemurnian suatu produk
yang disebabkan oleh kotoran-kotoran yang tertinggal di
alat.Peralatan yang telah dibersihkan dicantumkan keterangan
tertulis yang menyatakan status alat, siapa yang membersihkan,
kapan dan siapa yang mengetahui. Kemudian diberi tanda
”TELAH DIBERSIHKAN”. Ini bertujuan untuk membedakan
peralatan yang telah dibersihkan dengan peralatan yang belum
dibersihkan. Untuk menunjang perawatan peralatan maka
dilaksanakan validasi pembersihan.
e. Sanitasi dan Higiene

106
Penerapan sanitasi dan higiene diharapkan dapat
menjamin perlindungan produk dari pencemaran. Sanitasi ruang
dilakukan oleh masing – masing bagian produksi ketika akan
melakukan proses produksi, setelah selesai melakukan proses
produksi dan pada saat penggantian item obat. Selain ruangan,
sanitasi juga dilakukan pada peralatan sebelum dan sesudah
digunakan, setiap peralatan dilakukan pembersihan dimana hasil
bilaan terakhir akan dilakukan pengujian oleh bagian Wastu.
Peralatan hanya dapat digunakan bila sudah diberi label bersih
dari pengujian Wastu.
Semua karyawan dilatih untuk menerapkan higiene
perorangan.Tiap personil yang masuk ke area pembuatan obat
diharuskan untuk mengenakan pakaian pelindung, termasuk
penutup rambut. Persyaratan ini tidak saja diberlakukan bagi
para personil atau karyawan, tetapi juga kepada semua orang
yang akan memasuki area produksi, termasuk pengunjung lain
seperti tamu dan mahasiswa praktek kerja lapangan. Pakaian
pelindung yang dikenakan harus bersih untuk menghindari
kemungkinan terjadinya pencemaran terhadap produk.
Disamping keharusan untuk mengenakan pakaian
pelindung dan penutup rambut, tiap personil dan pengunjung
juga diinstruksikan untuk mencuci tangannya sebelum
memasuki area produksi.Sarana pencuci tangan sudah tersedia
di daerah loker. Akan tetapi belum terpasang poster yang dapat
mengingatkan tiap orang, baik karyawan maupun pengunjung
yang akan memasuki area produksi untuk melaksanakan
program ini demi menjaga agar tidak terjadi kontaminasi yang
akan berdampak pada mutu produk obat. Agar program ini dapat
berjalan, dibutuhkan kesadaran dari masing-masing personil dan
juga kemauan keras dari setiap apoteker dalam memberikan
contoh pada karyawan lain dan dengan tegas memberikan

107
peringatan bagi setiap karyawan yang tidak mematuhi prosedur
ini.
Untuk menjaga mutu produk, Lafial juga melarang tiap
orang baik karyawan maupun pengunjung yang berada dalam
area produksi, laboratorium Wastu, area gudang dan area lain
yang memungkinkan dapat kontak dengan produk untuk makan,
minum atau merokok karena dikhawatirkan berdampak terhadap
mutu produk. Setelah digunakan, peralatan dibersihkan, baik
bagian luar maupun bagian dalamnya dengan menggunakan
alkohol atau aquadest. Sebaiknya setelah dilakukan pembersihan
pada alat, dicantumkan pada alat keterangan tertulis yang
menyatakan status alat, siapa yang membersihkan, kapan dan
siapa yang mengetahui. Kemudian diberi tanda ”TELAH
DIBERSIHKAN”.
f. Produksi
Rencana produksi obat Lafial disusun atas dasar laporan
data kebutuhan obat dari fasilitas pelayanan kesehatan Angkatan
Laut di seluruh Indonesia yang diolah melalui hasil Rapat
Panitia Kerja (Panja) untuk menetapkan jenis dan kuantitas obat
yang akan diproduksi oleh Lafial serta disesuaikan dengan
kemampuan anggaran yang tersedia kemudian diserahkan
kepada Diskesal. Diskesal selanjutnya akan membuat rencana
produksi (Renprod).
Ada 2 bagian di Lafial yang berperan penting sebelum
melaksanakan produksi yaitu Material Kesehatan (Matkes) dan
Pengawasan Mutu (Wastu), dimana Matkes melaksanakan
perencanaan dan penyusunan formula obat yang akan diproduksi
yang kemudian diajukan ke Dinas Kesehatan Angkatan Laut
(Diskesal), sedangkan Wastu sendiri bertugas memeriksa bahan
baku yang datang dari gudang Diskesal dan bahan penolong
yang dibeli dari suplier apakah lulus atau tidak untuk
dilaksanakan produksi. Bahan baku dan bahan penolong yang

108
telah lulus akan diberi label ”HIJAU” sedangkan bahan baku
dan bahan penolong yang tidak lulus akan diberi label
”MERAH”, sementara bahan baku dan bahan penolong yang
statusnya belum disampling oleh wastu maka diberi label
“BELUM DIPROSES” sedangkan jika wastu sudah mengambil
bahan tersebut untuk disampling maka diberi label
“KARANTINA” yang diberi label kuning serta diletakkan di
area karantina yang terpisah dari bahan baku dan bahan
penolong yang telah lulus uji. Selain itu, Wastu juga
bertanggung jawab dalam pengawasan produksi.
Produksi di Lafial dilaksanakan sesuai dengan prosedur
yang ditetapkan pada CPOB agar dapat menjamin bahwa produk
yang dihasilkan senantiasa memenuhi spesifikasi yang
ditentukan. Proses produksi yang dilaksanakan berdasarkan pada
Surat Perintah Produksi (SPP) yang dikeluarkan oleh Bagian
Matkes. Bagian Produksi melaksanakan produksi untuk semua
produk yang telah direncanakan berdasarkan Standard Operating
Procedure (SOP) dari setiap produk yang telah ada.
Setiap langkah dan tahapan kerja dicatat pada lembaran
kerja yang ditandatangani oleh petugas pelaksana sebagai
dokumentasi untuk menjadi catatan produksi batch yang sangat
penting untuk penelusuran kembali jika ada keluhan produk dari
konsumen serta pengendalian selama berlangsungnya produksi.
Selama proses produksi dilakukan In Process Control
(IPC) untuk menjamin mutu produk yang dimulai dari bahan
masuk sampai menjadi produk jadi serta untuk menjaga
keseragaman mutu selama proses produksi. IPC dilakukan pada
rentang waktu 15 menit saat awal produksi dan dilanjutkan tiap
30 menit selama proses produksi. Jika dalam IPC didapatkan
hasil yang jauh dari persyaratan maka proses produksi
dihentikan dan dilakukan analisis oleh Bagian Wastu bekerja

109
sama dengan Bagian Produksi. Bentuk sediaan yang diproduksi
Lafial adalah sirup, tablet, kaplet, salep dan kapsul.
g. Pengawasan Mutu
Pengawasan mutu di Lafial dilakukan oleh Bagian Wastu
yang identik dengan QC yang bertanggung jawab untuk
melaksanakan selama produksi agar produk yang dihasilkan
senantiasa memenuhi persyaratan mutu yang ditetapkan. Sesuai
dengan tanggung jawabnya Bagian Wastu melakukan pengujian
yang meliputi semua fungsi analisis termasuk pengambilan
contoh, pemeriksaan dan pengujian bahan baku, produk antara,
produk ruahan, kemasan, obat jadi, program uji stabilitas,
validasi, dokumentasi dari suatu batch, penyimpanan contoh
pertinggal, penyusunan dan penyimpanan spesifikasi yang
berlaku bagi setiap bahan dan produk termasuk metode
pengujiannya. Bagian Wastu berhak menolak penggunaan bahan
baku jika tidak potensial dan tidak memenuhi sertifikat analisa
bahan baku.
Bahan baku sebelum masuk gudang diperiksa terlebih
dahulu oleh Bagian Wastu, jika memenuhi syarat bahan baku
diberi label berwarna hijau (lulus) dan jika tidak memenuhi
syarat diberi label warna merah (tidak lulus) dan dikembalikan
ke suplier. Jika ada obat yang dikembalikan karena klaim dari
pemakai mengenai kualitas dan keefektifannya maka Bagian
Wastu akan melakukan analisis secara fisika, kimia maupun
mikrobiologi dan hasil analisis dicocokkan dengan sampel
pertinggal. Ruang Wastu di Lafial letaknya terpisah dari ruang
produksi, dengan tujuan agar laboratorium Wastu bebas dari
pencemaran yang bisa mempengaruhi hasil pengujian.
Bagian Wastu dibagi menjadi tiga sub bagian, yaitu:
1) Sub Bagian Analisis Instrumen, melakukan pemeriksaan
pada sediaan tablet dan kaplet meliputi kadar, keragaman
bobot, disolusi, kerapuhan tablet, kekerasan tablet,

110
disintegrasi dan uji kebocoran pada kemasan primer atau
strip, untuk kapsul meliputi semua aspek diatas kecuali
kerapuhan dan kekerasan tablet. Untuk sediaan cairan dan
salep dilakukan pemeriksaan kadar, bobot jenis, pH,
kekentalan, volume, kekeruhan, homogenitas dan tes
kebocoran.
2) Sub Bagian Kimia, melakukan pemeriksaan zat didasarkan
atas reaksi-reaksi kimia yang terjadi terhadap zat tersebut
dengan menggunakan reagen-reagen tertentu. Pengujian ini
bersifat kuantitatif dan kualitatif. Selain itu juga pengujian
terhadap proses produksi, bahan obat, obat setengah jadi,
sediaan jadi dan bahan pengemas sediaan.
3) Sub Bagian Mikrobiologi, melakukan pengujian sterilitas
bahan baku, pengujian koefisien fenol, pengujian kualitas
air, pengujian potensi antibiotika, pengujian sterilitas
ruangan dan peralatan di Bagian Produksi. Masing-masing
sub bagian tersebut terpisah satu dengan yang lainnya dan
memiliki penanggung jawab dengan fungsi dan tugas
tersendiri. Masing-masing sub Bagian tersebut terpisah satu
dengan yang lainnya dan memiliki penanggung jawab
dengan fungsi dan tugas tersendiri.
h. Inspeksi Diri
Inspeksi diri merupakan cara untuk meninjau seluruh
kegiatan dari setiap segi yang memungkinkan diperoleh jaminan
mutu. Inspeksi Diri dilakukan dengan tujuan untuk
mengevaluasi apakah semua aspek produksi dan pengawasan
mutu industri farmasi memenuhi ketentuan Cara Pembuatan
Obat yang Baik (CPOB). Hal – hal yang perlu diinspeksi antara
lain: karyawan, bangunan, fasilitas untuk karyawan,
penyimpanan bahan awal dan obat jadi, peralatan, produksi,
pengawasan mutu, dokumentasi, serta perawatan gedung dan
peralatan. Inspeksi untuk penyimpanan bahan awal dan obat

111
jadi, peralatan, produksi dan pengawasan mutu dilakukan setiap
6 bulan sedangkan inspeksi menyeluruh yang meliputi
karyawan, bangunan, fasilitas karyawan, dokumentasi serta
peralatan gedung dan peralatan dilakukan setiap kali pergantian
pemimpin.
Program inspeksi diri dirancang untuk mendeteksi
kelemahan dalam pelaksanaan CPOB dan untuk menetapkan
tindakan perbaikan yang diperlukan. Sehingga produksi
senantiasa berjalan dengan benar sesuai dengan ketetapan yang
berlaku. Untuk mengevaluasi semua aspek produksi dan
pengawasan mutu di industri farmasi diperlukan tim khusus
dalam inspeksi diri yang paling sedikit terdiri dari 3 orang
anggota yang berpengalaman dalam bidangnya masing–masing
dan memahami CPOB. Anggota tim inspeksi tersebut dapat
dibentuk dari dalam atau luar industri, dimana dari luar industri
bisa berasal dari pihak Diskesal.
Saat ini inspeksi yang dilakukan di Lafial berasal dari
dalam industri, yaitu dengan dibentuknya tim khusus yang
terdiri dari perwakilan masing–masing bagian yang ditunjuk
Kepala Lafial. Dimana tim ini bertanggung jawab langsung
kepada Kepala Lafial.
i. Penanganan Terhadap Hasil Pengamatan, Keluhan, dan
Penarikan Kembali Obat yang Beredar
Obat yang diproduksi Lafial tidak diperjualbelikan, hanya
untuk kebutuhan anggota TNI AL dan keluarganya sehingga
obat yang diproduksi sangat kecil jumlahnya bila dibandingkan
dengan obat yang diperdagangkan. Obat yang telah diproduksi
akan didistribusikan ke subdis Yankes TNI AL yang terlebih
dahulu bagian laboratorium meninggalkan contoh pertinggal.
Contoh pertinggal ini disimpan pada ruangan tersendiri untuk
penanganan keluhan-keluhan dari obat yang telah
didistribusikan.

112
Selama ini obat yang diproduksi Lafial belum pernah
mengalami penarikan kembali, karena tidak terjadi perubahan
khasiat obat, tetapi keluhan yang datang hanya berupa keluhan
perubahan fisik yang terjadi karena obat yang disimpan pada
kondisi yang tidak sesuai dengan aturannya. Penanganan
keluhan yang terjadi tersebut dilakukan oleh Bagian Wastu.
j. Dokumentasi
Dokumentasi merupakan bagian dari sistem informasi
manajemen yang meliputi spesifikasi prosedur, metode dan
instruksi, perencanaan, pelaksanaan, pengendalian serta evaluasi
seluruh rangkaian kegiatan produksi. Dokumentasi berfungsi
untuk memudahkan penelusuran sejarah produk, jika terjadi hal
– hal yang tidak diinginkan serta mengantisipasi terjadinya
kesalahan dimasa mendatang.
Sistem dokumentasi di Lafial telah dilaksanakan dengan
adanya catatan batch yang memuat dokumentasi dari seluruh
proses produksi. Seluruh kegiatan produksi dan pendukungnya
mulai dari bahan baku hingga obat jadi harus selalu
didokumetasikan. Beberapa dokumentasi yang dilakukan di
Lafial :
1) Dokumentasi pada Bagian DikLitBang berupa data hasil
preformulasi, catatan komposisi sediaan data hasil uji coba
sebelum produk diproduksi, draft preformulasi dan SOP
pelaksanaan proses produksi untuk setiap produk.
2) Dokumentasi dalam produksi antara lain bukti penerimaan
bahan baku, catatan pengolahan batch, catatan
pengemasan batch dan bukti penyerahan obat jadi.
Dokumentasi dalam Wastu antara lain analisis bahan baku
dan obat jadi, sertifikat analisa bahan baku dan obat jadi,
blanko pengawasan mutu selama proses produksi, analisis
sterilitas ruangan produksi.

113
3) Dokumentasi dalam Wastu antara lain analisis bahan baku
dan obat jadi, sertifikat analisa bahan baku dan obat jadi,
blanko pengawasan mutu selama proses produksi, analisis
sterilitas ruangan produksi.
4) Dokumentasi dalam Matkes antara lain surat perintah
produksi, bukti penerimaan barang dari gudang pusat,
bukti pengeluaran barang, kartu persediaan obat jadi, kartu
laporan kerusakan dan pemeliharaan alat.
k. Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak
Lafial telah melaksanakan pembuatan dan analisis
berdasarkan kontrak yaitu dengan mengadakan kerja sama
dengan industri farmasi lain seperti PT. Dexa Tbk. yang
memerlukan sarana, fasilitas dan tempat untuk memproduksi,
mengemas atau labeling suatu sediaan obat. Pembuatan dan
analisis berdasarkan kontrak antara industri Lafial dengan PT.
Dexa Tbk. dibuat dalam kontrak tertulis yang meliputi
penanggung jawab pengadaan, pengujian dan pelulusan bahan,
produksi dan pengendalian mutu termasuk pengawasan selama
proses, penanggung jawab pengambilan sampel dan fungsi
analisis pembuatan obat yang dikontrakkan dan semua
pengaturan teknis terkait.
1. Kualifikasi dan Validasi
CPOB mensyaratkan industri farmasi untuk
mengidentifikasi, validasi yang perlu dilakukan sebagai
bukti pengendalian terhadap aspek kritis dari kegiatan yang
dilakukan. Perubahan signifikan terhadap fasilitas, peralatan
dan proses yang dapat mempengaruhi mutu produk
hendaknya di validasi.
Seluruh kegiatan validasi hendaklah direncanakan.
Unsur utama program validasi dirinci dengan jelas dan di
dokumentasikan di dalam rencana induk validasi (RIV) atau
dokumen setara. RIV merupakan dokumen yang singkat,

114
tepat dan jelas. RIV hendaklah mencakup sekurang-
kurangnya data sebagai berikut: Kebijakan validasi, struktur
organisasi kegiatan validasi, peralatan dan proses yang akan
di validasi, format dokumen, penggendalian perubahan dan
acuan dokumen yang digunakan.
Protokol validasi tertulis hendaklah dibuat untuk
merinci kualifikasi dan validasi yang akan dilakukan.
Protokol hendaklah dikaji dan disetujui oleh kepala bagian
manajemen mutu (pemastian mutu). Protokol validasi
hendaklah merinci langkah kritis dan kriteria penerimaan.
Laporan yang mengacu pada protokol kualifikasi dan atau
protokol validasi yang memuat ringkasan hasil yang
diperoleh, tanggapan terhadap penyimpangan yang terjadi,
serta kesimpulan dan rekomendasi di dokumentasikan
dengan pertimbangan yang sesuai.Setelah kualifikasi
selesai, diberikan persetujuan tertulis untuk dapat
melaksanakan tahap kualifikasi dan validasi selanjutnya.
m. Pengolahan Limbah di Lembaga Farmasi TNI Angkatan Laut
Limbah dari industri farmasi ada tiga macam yaitu limbah
padat, limbah cair, limbah udara dan limbah suara. Adapun
limbah yang dihasilkan oleh Lafialialah berupa limbah padat
dan limbah cair.
Limbah Padat
1) Limbah padat yang dihasilkan berupa wadah atau bahan
pengemas bahan baku yang digolongkan ke dalam bahan
beracun dan berbahaya. Penanganan limbah padat yang
berupa debu-debu yang dihasilkan selama proses produksi
dikumpulkan dengan dust collector yang terdapat di ruang
produksi, untuk selanjutnya dibakar dengan menggunakan
incenerator pada suhu 1000-1500ºC selama kurang lebih 4
jam. Sisa pengolahan limbah padat yang berupa abu bisa
langsung dibuang atau ditanam, sedangkan sisa pengolahan

115
limbah B3 (Bahan Beracun dan Berbahaya) harus diolah
kembali di PPLI.B3 merupakan bahan yang sifat dan
konsentrasinya baik secara langsung langsung maupun tidak
langsung dapat mencemarkan dan merusak lingkungan
hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia. Penanganan
limbah padat ini dilakukan di Rumah Sakit Angkatan Laut
Dr. Mintoharjo Jakarta.
2) Limbah Cair
Limbah cair di Lafial berasal dari limbah domestik
dan limbah produksi Limbah cair tersebut ditampung dalam
bak penampungan flokulasi, kemudian dialirkan ke dalam
bak penampungan sedimentasi yang akan bergabung ke bak
limbah domestik. Kemudian di cek lagi dengan ditampung
ke dalam bak yang berisi CaOCl, masuk ke bak proses
augmentasi, kemudian masuk ke bak flokulasi dan
kemudian dialirkan ke kolam pengendapan sedimentasi. Di
kolam pengendapan tersebut limbah diberi arang aktif untuk
mengendapkan partikel-partikel. Selanjutnya air limbah
tersebut dialirkan ke kolam indikator yang berisi ikan mas.
Apabila ikan mas tersebut tidak mati maka aman hasil
pengolahan air limbah tersebut dialirkan ke sungai. Apabila
ikan mas tersebut mati maka ada kesalahan dalam
pengelolaannya air limbah tersebut.

116
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
1. Lembaga Farmasi Angkatan Laut adalah suatu lembaga yang
mempunyai beragam Sumber Daya Manusia dan terdiri dari unsur
pimpinan, pelayanan dan pelaksana yang satu dan lainnya saling
bekerjasama dalam seluruh kegiatan produksi meliputi pengadaan,
manufacturing, pengawasan mutu dan manajemen CPOB dari produk
yang dihasilkan
2. Lembaga Farmasi Angkatan Laut terbagi menjadi empat bagian yang
meliputi: Bagian Produksi, Bagian Pengawasan Mutu, Bagian
Material Kesehatan, Bagian Pendidikan Pelatihan dan Pengembangan.
3. Bila hasil pengujian terhadap sampel yang diambil dari alat
menunjukkan jumlah cemaran kimia, deterjen maupun mikroba di
bawah batas yang telah ditetapkan maka Protap Pembersihan dan
Protokol Pembersihan dapat digunakan dan dinyatakan tervalidasi.
4. Bila hasil pengujian melampaui persyaratan yang telah ditetapkan
maka Protap Pembersihan harus dikaji ulang dan diperbaiki, untuk
direvalidasi sebelum Protap Pembersihan tersebut dinyatakan layak
untuk digunakan

B. Saran.
1. Penetapan prinsip CPOB di Lafial hendaknya senantiasa ditingkatkan
sehingga mutu produk yang dihasilkan dapat dipertahankan dan
ditingkatkan kualitasnya.
2. Peningkatan kualitas dan kuantitas sarana–prasarana seperti
melakukan perawatan dan peremajaan mesin-mesin produksi agar
dapat menunjang proses dan hasil produksi yang lebih akurat, aman
dan bermutu.

117
3. Suasana kerja yang nyaman dan kondusif di Lembaga Farmasi
Angkatan Laut perlu dipertahankan. Untuk memperlancar proses
kerjasama maka komunikasi yang terbuka harus dilaksanakan.

118
DAFTAR PUSTAKA

Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia. 2018. Peraturan


KepalaBadan Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia
Nomor 13 tahun 2018. Tentang Penerapan Pendoman Cara Pembuatan
Obat Yang Baik, Jakarta

Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. 2013. Petunjuk


Operasional Penerapan Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik
(CPOB Jilid I). Jakarta

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Undang-Undang Republik Indonesia


No. 36 Tahun 2009 tentang kesehatan. Jakarta: Ikatan
ApotekerIndonesia; 2009. Hal 2.

Dinas Kesehatan Angkatan Laut, 1999. Organisasi Dan Prosedur Lembaga


FarmasiTentara Nasional Indonesia Angkatan Laut. Jakarta : Markas
Besar TNI Angkatan Laut.

Dinas Kesehatan TNI Angkatan Laut, 1991.Petunjuk Kerja Lafial. Jakarta :


Lafial : Hal.1- 29.

Dinas Kesehatan TNI Angkatan Laut, 2011. Standar Operasional IPAL Lafial
Drs.Mochamad Kamal. Jakarta : Lafial

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2010. Peraturan Menteri Kesehatan


Republik Indonesia No. 1799/MENKES/PER/XII/2010 Tentang
Industri Farmasi, Jakarta.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 1990. Surat Keputusan Menteri


Kesehatan Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 tentang Ketentuan dan
Tata Cara Pelaksanaan Pemberian Izin Usaha Industri Farmasi.
Jakarta.

Menteri Kesehatan. 2008. Peraturan Pemerintahan No.


1010/MENKES/PER/XI/2008 Tentang Regristrasi Obat. Jakarta.

Peraturan Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia


Nomor HK. 03.1.23.06.11.5629 Temtang Persyaratan Teknis Cara
Pembuatan Obat Tradisional Yang Baik

Priambodo B. Manajemen farmasi industri. Global Pustaka Utama. Yogyakarta:


2007.

119
LAMPIRAN

Lampiran 1. Denah Lokasi Lafial

Gambar 2. Denah Lokasi LafialDrs. Mochamad Kamal

120
Lampiran 2. Denah Bangunan Produksi Non Beta Laktam

Gambar 3.Denah Bangunan Produksi Non Beta Laktam

121
Lampiran 2. (lanjutan)

Keterangan
1. Loker pria/wanita produksi tablet 15. R. Administrasi
2. R. timbang non beta 16. R. Filling Salep
3. R. pengering 17. R. Mixing Salep

4. R. in proses control 18. R. Stripping


19. R. Cuci Botol
5. R. Granulasi kering
20. R. Filling Cairan
6. R. Filling kapsul non beta
21. R. Kemas Non Beta
7. R. Mixing Tablet
22. R. Labeling Cairan
8. R. Granulasi Basah 23. Loker Pria/Wanita
9. R. Cuci Alat/Simpan Alat 24. Gudang Bahan Baku
10. R. Cetak Tablet 25. R. Kompresor Mesin

11. R. Ruahan Tablet


12. R. Alat Cairan
13. R. Mixing Cairan
14. R. Coating

122
Lampiran 3. Denah Ruangan Laboratorium Lafial

123
Lampiran 4. Hasil Pemeriksaan Laboratorium Kimia Farmasi
DINAS KESEHATAN TNI AL
Kapsul *)
LAFIAL Drs. MOCHAMAD KAMAL
Tablet *)

HASIL PEMERIKSAAN KIMIA FARMASI


Nomor: Dasar:
…………………………………………………………………………
………

I. Keterangan Contoh:
1. Asal : …………………. 4. Jumlah : …………………..
2. Nama/Jenis : ………….. 5. Wadah : …………………..
3. No. batch/kode/ 6. Penandaan : …………………..
merk : ………………….

II. Pengambilan Contoh


1.Tanggal
pengambilan/pengiriman*) contoh
:…………………………………..
2. Nama pengambilan/pengirim *) contoh :
……………………………………..

III. Pemeriksaan:
1. Tanggal pemeriksaan :
…………………………………………………………
2. Tanggal selesai
pemeriksaan :
…………………………………………………

IV.Hasil pemeriksaan
contoh: No Test Syarat
Cara Hasil
N Test Syarat Cara Hasil
o

124
1 Pemerian ………… ………… …………
2 Identifikasi …... …... …...
3 Penetapan ………… ………… …………
4 kadar Bobot …... …... …...
5 rata-rata ………… ………… …………
6 Variasi …... …... …...
7 bobot Daya ………… ………… …………
8 hancur …... …... …...
9 Kekerasan ………… ………… …………
1 Keregasan …... …... …...
0 Kebocoran ………… ………… …………

Lain – lain

…... …... …...


………… ………… …………
…... …... …...
………… ………… …………
…... …... …...
………… ………… …………
…... …... …...
………… ………… …………
…... …... …...

125
V.Kesimpulan:…………….…………………………………………………
………
Jakarta,…………………….

Kepala Bagian Wastu Yang memeriksa,

……………………..
………………….

Gambar 4. Hasil Pemeriksaan Laboratorium Kimia Farmasi (Kapsul danTablet)

126
Lampiran 4.Hasil Pemeriksaan Laboratorium Kimia Farmasi
DINAS KESEHATAN TNI AL
Cairan *)
LAFIAL Drs. MOCHAMAD KAMAL
Salep *)

HASIL PEMERIKSAAN KIMIA


FARMASI
Nomor: Dasar:
…………………………………………………………………………
………

1. Keterangan Contoh:
1. Asal : …………………. 4. Jumlah : …………………..
2. Nama/Jenis : ………….. 5. Wadah : …………………..
3. No. batch/kode/ 6. Penandaan : …………………..
merk : ………………….

II. Pengambilan Contoh


1. Tanggal pengambilan/pengiriman*) contoh
:…………………………………..
2. Nama pengambilan/pengirim *) contoh :
……………………………………..

III. Pemeriksaan:
1. Tanggal pemeriksaan :
…………………………………………………………
2. Tanggal selesai pemeriksaan :
…………………………………………………

IV.Hasil pemeriksaan
contoh: No Test Syarat
Cara Hasil
N T Syarat Cara Hasil
o es

127
t
1 Organolep ………… ………… …………
2 tis …... …... …...
3 Homogeni ………… ………… …………
4 tas PH …... …... …...
5 Berat jenis ………… ………… …………
6 Viskositas …... …... …...
7 Kadar zat ………… ………… …………

aktid Lain – …... …... …...

lain ………… ………… …………


…... …... …...
………… ………… …………
…... …... …...
………… ………… …………
…... …... …...

128
V.Kesimpulan:…………….…………………………………………………
………

Jakarta,……………………

Kepala Bagian Wastu Yang


memeriksa,

……………………..
………………….

Gambar 5. Hasil Pemeriksaan Laboratorium Kimia Farmasi (Cairan danSalep)

129
Lampiran 5. Sertifikat Analisis
DINAS KESEHATAN TNI AL
LAFIAL Drs. MOCHAMAD
KAMAL
Alamat : Jl. Bendungan Jatiluhur,
Jakarta No………………….
Telp : No. 581912-581913 Lembar ke

SERTIFIKAT
ANALISA

No. analisa:

Dasar:

Data-Data Contoh:
Nama/ Jenis Contah : Contoh
dikirim/
No. Batch/Kode/ Merk : diambil
dari:
Pemerian/kemasan : Tgl.
Pengiriman/
Pengirim/Pengambilan contoh : pengambilan :

HASIL
PEMERIKSAAN:

Kesimpulan:

Mengetahui, Jakarta,
……………………

130
Kepala Bagian
Wastu Yang
memeriksa,

……………………..
………………….

Catatan: Sertifikat Analisa ini tidak untuk diumumkan

Gambar 6. Sertifikat Analisis

131
Lampiran 6. Surat Perintah Produksi

DINAS KESEHATAN TNI AL SURAT PERINTAH


PRODUKSI LAFIAL Drs. MOCHAMAD KAMAL Nomor
SPI : /SPP/
/2010/Lafial
Diperintahkan kepada : 1. Kepala Bagian Produksi
2. Kepala Bagian Wastu
3. Kepala Bagian Matkes
4. Kepala Bagian Diklitbang
Untuk memproduksi :
N Nama Obat Bent uk Jum alah Ukur an Ma ssa Mulai Dibuat
o Ukur Brut Tanggal
an o

Bahan-bahan

N Nama Obat Bent uk Jum alah Ukur an Ma ssa Mulai Dibuat


o Ukur Brut Tanggal
an o

Tembusan : Mengetahui,
Kasubbag Renprod Kepala Lafial Drs. Mochamad Kamal
Kasubbag Depoprod
Ka. Kemas

Gambar 7. Surat Perintah Produksi

132
Lampiran 7. Label Pelulusan Bahan

TIDAK LULUS

NAMA:
NOMOR BATCH :
HASIL PEMERIKSAAN
NOMOR :
TANGGAL :

TANGGAL PEMERIKSAAN
LAFIAL 015/LAFI

Gambar 8. Label Tanda Tidak Lulus Pemeriksaan

KARANTINA

NAMA:
NOMOR BATCH :
HASIL PEMERIKSAAN
NOMOR :
TANGGAL :

TANGGAL PEMERIKSAAN
LAFIAL 015/LAFI

Gambar 9. Label Tanda Karantina

133
Lampiran 7. (lanjutan)

LULUS

NAMA :
NOMOR BATCH :
HASIL PEMERIKSAAN
NOMOR :
TANGGAL :

TANGGAL PEMERIKSAAN
LAFIAL 015/LAFI

Gambar 10. Label Tanda Lulus Pemeriksaan

134
Lampiran 8. Alur Proses Produksi Sediaan Tablet

Gambar 11. Alur Proses Produksi Sediaan Tablet

135
Lampiran 9. Alur Proses Pembuatan Tablet Salut

Gambar 12. Alur Proses Pembuatan Tablet Salut

136
Lampiran 10. Alur Proses Pembuatan Sediaan Cair Lafial

Gambar 13. Alur Proses Pembuatan Sediaan Cair Lafial

137
Lampiran 12. Obat-Obat Produksi LAFIAL
GOLONGAN
NO NAMA OBAT KOMPOSISI
TERAPI
1 Glibenklamid 5 mg Glibenklamid Antidiabetes
2 Ranitidin 150 mg Ranitidin Antitukak
Parasetamol,
3 Antiflu Anti Influenza
propanolamin,
CTM
4 Chlorphenirame Maleat Chlorphenirame Antiinflamasi
Maleat
5 Bisoprolol 5 mg Bisoprolol Antihipertensi
6 Allopurinol 100 mg Allopurinol Gout
7 Clopidogrel 75 mg Clopidogrel Antiplatelet
8 Valsartan 80 mg Valsartan Antihipertensi
9 Valsartan 160 mg Valsartan Antihipertensi
10 Glimepiride 2 mg Glimepiride Antidiabetes
11 Glimepiride 4 mg Glimepiride Antidiabetes
12 Amlodipin 5mg Amlodipin Antihipertensi
13 Amlodipin 10mg Amlodipin Antihipertensi
14 Irbesartan 150 mg Irbesartan Antihipertensi
15 Irbesartan 300 mg Irbesartan Antihipertensi
16 Vitaneuron Vit B1, Vit B6, Vit Vitamin
B12
Vit B1, Vit B2, Vit
17 Vitarma B6, VitB12, Vit C, Vitamin
dan Nikotinamida
18 Antidiare Kaolin Pectin Antidiare
19 Thiamphenal 500 mg Thiamphenicol Antibiotika
Natrium Diklofenak 50
20 Natrium Diklofenak Analgetik
mg
21 Betahistine Maleat 6 mg Betahistine Maleat Antivertigo
22 Ambroxol 30 mg Ambroxol Mukolitik
23 Diklofal SR 100 mg Natrium Diklofenak Analgetik
24 Methylprednisolon 4 mg Methylprednisolon Kortikosteroid
25 Metformin 500 mg Metformin Antidiabetes
26 Simvastatin 10 mg Simvastatin Antikolesterol
Asam asetilsalisilat 100
27 Asam asetilsalisilat Antiplatelet
mg
28 Meloxicam 15 mg Meloxicam Analgetik
29 Furosemide 40 mg Furosemide Diuretika

138
Asam Tranexamate 500
30 Asam Tranexamate Antifibrinolitik
mg
31 Imodial Loperamide Antidiare
Analgetik-
32 Parasetamol 500 mg Parasetamol
Antipiretik
33 Ponstal 500 mg Asam Mefenamat Analgetik

139
Lampiran 13. Alur Pengolahan Limbah Cair Lafial Drs. Mochamad Kamal

140
Lampiran 14. Lay Out IPAL Betalaktam dan Biofilter

141
Lampiran 15. Sertifikat CPOB

142
Lampiran 16. Foto Bersama Penutupan PKPA LAFIAL 16 April 2021

143
144
145
146

You might also like