You are on page 1of 45

LAPORAN PROJECT BASED LEARNING

GIZI DAUR HIDUP

HUBUNGAN STATUS GIZI DAN KUALITAS HIDUP


PADA LANSIA

Dosen Pengampu:

Yade K. Yasin, M.Gizi, RD

Hadijah Alimuddin, SKM, M.Kes

Disusun oleh:

Angela Stefani Para’da 220305500039

Fitri Ramadhani 220305501089

Fadhila Alifa Ghazani 220305501092

Khusnul Khatimah 220305502135

PROGRAM STUDI GIZI

FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN DAN KESEHATAN

UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR

2023
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 1

A. Latar Belakang ............................................................................... 1


B. Tujuan penelitian............................................................................ 2
C. Manfaat penelitian.......................................................................... 2

BAB II TINJAUN PUSTAKA......................................................................... 4

A. Kajian Pustaka................................................................................ 4

BAB III HASIL PENGKAJIAN DATA .......................................................... 20

A. Data Masalah Gizi .......................................................................... 20


B. Data Determinan Masalah Gizi dan Analisis Situasi ..................... 21

BAB IV AKTIVITAS DAN PENUGASAN ................................................... 23

A. Laporan Hasil Aktivitas Mahasiswa .............................................. 23


B. Hasil Kerja Tugas Perindividu ...................................................... 24

BAB V SIMPULAN ........................................................................................ 33

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 33

LAMPIRAN ..................................................................................................... 37

A. Poster Edukasi..................................................................................37

B. Dokumentasi Kegiatan.....................................................................38

i
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Lanjut usia atau sering di sebut Lansia adalah dimana seseorang


mengalami pertambahan umur dengan disertai dengan penurunan fungsi fisik
yang ditandai dengan penurunan massa otot serta kekuatannya, laju denyut
jantung maksimal, peningkatan lemak tubuh, dan penurunan fungsi otak (Carolina
et al. 2019). Kelompok lanjut usia merupakan kelompok penduduk yang berusia
60 tahun keatas. Pada lanjut usia akan terjadi proses menghilangnya kemampuan
jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan fungsi
normalnya secara perlahan-lahan sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi
dan memperbaiki kerusakan yang terjadi (Hanum and Lubis 2017). Seiring
meningkatnya usia, terjadi perubahan dalam struktur dan fungsi pada sel, jaringan
serta sistem organ. Perubahan tersebut mempengaruhi kemunduran kesehatan fisik
yang pada akhirnya akan berpengaruh pada kerentanan terhadap
penyakit (Putra 2019).

Berdasarkan hasil Riskesdas pada tahun 2013 diketahui bahwa prevalensi


penyakit yang sering diderita lansia adalah hipertensi, penyakit radang sendi,
Osteoporosis, Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK), kanker, dan diabetes
melitus. Hipertensi sendiri menduduki peringkat kedua terbanyak setelah penyakit
radang sendi. Tekanan darah tinggi dianggap sebagai faktor resiko utama bagi
berkembangnya penyakit jantung dan berbagai penyakit vaskuler pada orang-
orang yang telah lanjut usia, hal ini disebabkan ketegangan yang lebih tinggi
dalam arteri sehingga menyebabkan hipertensi. Lansia sering terkena hipertensi
disebabkan oleh kekakuan pada arteri sehingga tekanan darah cenderung
meningkat.

Hipertensi merupakan peningkatan tekanan darah diatas nilai normal.


Menurut Nurarif A.H. & Kusuma H. (2016), hipertensi adalah peningkatan
tekanan darah sistolik sekitar 140 mmHg atau tekanan diastolik sekitar 90 mmHg.
Hipertensi merupakan masalah yang perlu diwaspadai, karena tidak ada tanda

1
gejala khusus pada penyakit hipertensi dan beberapa orang masih merasa sehat
untuk beraktivitas seperti biasanya. Hal ini yang membuat hipertensi sebagai
silent killer (Kemenkes, 2018), orang-orang akan tersadar memiliki penyakit
hipertensi ketika gejala yang dirasakan semakin parah dan memeriksakan diri ke
pelayanan kesehatan.

Selain Hipertensi masalah yang sering ditemui pada lansia ialah


Osteoporosis Osteoporosis merupakan kondisi atau penyakit dimana tulang
menjadi rapuh dan mudah retak atau patah. Osteoporosis adalah suatu penyakit
yang ditandai dengan berkurangnya massa tulang dan adanya perubahan
mikroarsitektur (bentuk mikro/terhalus) jaringan tulang yang mengakibatkan
menurunnya kekuatan tulang dan meningkatnya kerapuhan tulang, sehingga
menyebabkan tulang mudah patah. Osteoporosis dijuluki sebagai silent epidemic
diseases, karena menyerang secara diam-diam, tanpa adanya tanda-tanda khusus,
sampai pasien mengalami patah tulang (Misnadiarly, 2013).

B. Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum
a) Untuk mengetahui hubungan status gizi pada kualitas hidup lansia.
2. Tujuan Khusus
a) Untuk mengetahui Penyebab Terjadinya Hipertensi dan Osteoporosis
pada lansia
b) Untuk Mengetahui Cara mencegah Terjadinya Hipertensi dan
Osteoporosis
c) Tujuan Kelompok Lansia dalam melakukan PBL di wilayah tersebut
ialah untuk memperoleh pengalamann terhadap suatu maslah
kesehatan yang sering terjadi pada Lansia yang memiliki korelasi
terhadap status gizi secara nyata di lapangan.

C. Manfaat Penelitian

1. Bagi Keluarga
Bagi Keluarga untuk pengalaman dan pemahaman tentang gizi
lanjut usia serta menambah pengetahuan tentang gizi lanjut usia.

2
2. Bagi Peneliti
Peneliti diharapkan dapat menambah wawsan dan ilmu khusunya
tentang pemecahan masalah mengenai Status Gizi dan Kualitas hidup
Lansia.
3. Bagi Masyarakat
Sebagai upaya pengenalan kepada masyarakat terhadap gizi lansia
dan cara untuk mencegah terjadinya Hipertensi dan osteoporosis.
4. Bagi Teman sejawat
Sebagai teman sejawat diharapkan menjadikan laporan ini sebagai
acuan atau wadah dalam penelitian lainnya.

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kajian Pustaka

a. Definisi Lansia

Lanjut usia atau sering di sebut Lansia adalah dimana seseorang


mengalami pertambahan umur dengan disertai dengan penurunan fungsi fisik
yang ditandai dengan penurunan massa otot serta kekuatannya, laju denyut
jantung maksimal, peningkatan lemak tubuh, dan penurunan fungsi otak (Carolina
et al. 2019).

Kelompok lanjut usia merupakan kelompok penduduk yang berusia 60


tahun keatas. Pada lanjut usia akan terjadi proses menghilangnya kemampuan
jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan fungsi
normalnya secara perlahan-lahan sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi
dan memperbaiki kerusakan yang terjadi (Hanum and Lubis 2017).

Seiring meningkatnya usia, terjadi perubahan dalam struktur dan fungsi


pada sel, jaringan serta sistem organ. Perubahan tersebut mempengaruhi
kemunduran kesehatan fisik yang pada akhirnya akan berpengaruh pada
kerentanan terhadap penyakit (Putra 2019).

1. Klasifikasi Lansia

Klasifikasi lansia menurut Depkes RI dalam Dewi (2014) :

a) Pralansia (prasenilis), seseorang yang berusia antara 45-59 tahun


b) Lansia, seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih
c) Lansia resiko tinggi, seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih/ seseorang
yang berusia 60 tahun atau lebih dengan masalah kesehatan
d) Lansia potensial, lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan atau
kegiatan yang dapat menghasilkan barang atau jasa
e) Lansia tidak potensial, lansia yang tidak berdaya mencari nafkah sehingga
hidupnya bergantung pada bantuan orang lain.

4
2. Perubahan yang terjadi pada lansia

Perubahan yang terjadi pada lanjut usia menurut Utomo (2019) yaitu :

a. Perubahan Fisik

1) Sel

a) Jumlah lebih sedikit, ukuran lebih besar, mekanisme perbaikan sel


terganggu.
b) Sistem genitorinuria
c) Ginjal mengecil aliran darah ke ginjal menurun, fungsi menururn,
otot kandung kemih menurun, vesika urinaria susah dikosongkan.
d) Sistem endokrin
e) Produksi hormon menurun, menurunnya aktivitas tiroid,
menurunnya sekresi hormon kelamin.

2) Sistem integument

Kulit mengerut/ keriput, permukaan kulit kasar dan bersisik, respon


terhadap trauma menurun, kulit kepala dan rambut menipis, elastisitas
kulit berkurang, pertumbuhan kuku melambat, kuku menjadi keras dan
bertanduk, kelenjar keringat berkurang.

3) Sistem muskulokeletal

Tulang kehilangan cairan dan semakin rapuh, tafosis, tubuh


menjadi lebih pendek, persendian membesar dan menjadi kaku, tendon
mengerut dan menjadi sklerosis, atrofi serabut otot. Sendi mengalami
perubahan fisiologis yaitu penurunan kapasitas gerakan, seperti:
penurunan rentang gerak pada lengan atas, fleksi punggung bawah, rotasi
eksternal pinggul, fleksi lutut, dan dorsofleksi kaki. Akibat dari gangguan
fleksi dan ekstensi sehingga kegiatan sehari-hari lansia menjadi terhambat.

4) Perubahan Psikologi

5
a) Pengamatan Memerlukan waktu yang lebih lama untuk menyimak
keadaan sekelilingnya.
b) Daya ingat Lansia cenderung masih mengingat hal yang lama
dibandingkan dengan hal yang baru.
c) Berpikir dan argumentasi Terjadi penurunan dalam pengambilan
keputusan/ kesimpulan.
d) Belajar Lebih berhati-hati dalam belajar, memerlukan waktu lebih
lama untuk dapat mengintegrasikan jawaban, kurang mampu
mempelajar hal-hal baru.
e) Perubahan sosial Lansia cenderung mengurangi bahkan berhenti
dari kegiatan sosial atau menarik diri dari pergaulan sosialnya.

b. Definisi Hipertensi

Hipertensi merupakan suatu keadaan dimana meningkatnya darah


sistolik berada diatas batas normal yaitu lebih dari 140 mmHg dan tekanan
darah diastolik lebih dari 90 mmHg. Kondisi tersebut menyebabkan
pembuluh darah terus mengalami peningkatkan tekanan.Tekanan darah
normal sendiri berada pada nilai 120 mmHg sistolik yaitu pada saat
jantung berdetak dan 80 mmHg diastolik yaitu pada saat jantung
berelaksasi. Jika nilai tekanan melewati batas tersebut, maka bisa
dikatakan bahwa tekanan darah seseorang tinggi. Seperti yang diketahui
bahwa darah dibawa keseluruh tubuh dari jantung melewati pembuluh
darah. Setiap kali jantung berdetak untuk memompa darah, maka tekanan
darah akan tercipta dan mendorong dinding pembuluh darah (arteri).
Menurut American Heart Association atau AHA dalam Kemenkes (2018),
hipertensi merupakan silent killer dimana gejalanya sangat bermacam-
macam pada setiap individu dan hampir sama dengan penyakit lain.
Gejala-gejala tersebut adalah sakit kepala atau rasa berat ditengkuk.
Vertigo, jantung berdebar-debar, mudah lelah, penglihatan kabur, telinga
berdenging dan mimisan.

2) Epidemiologi Hipertensi

6
Data WHO tahun 2015 menunjukkan sekitar 1,13 miliar orang di
dunia menyandang hipertensi, yang berarti 1 dari 3 orang di dunia
terdiagnosis hipertensi. Jumlah ini akan terus meningkat setiap tahunnya,
diperkirakan pada tahun 2025 akan ada 1,5 miliar orang yang terkena
hipertensi, dan menurut perkiraan ada 10,44jutaorang akan meninggal
akibat hipertensi dan komplikasinya di setiap tahun (Thei,dkk 2018).

Kementrian Kesehatan RI (2018) mengungkapkan bahwa


prevalensi penyakit tidak menular seperti hipertensi di Indonesia
mengalami kenaikan pada tahun 2018 jika dibandingkan dengan hasil
Riskesdas tahun 2013. Pada tahun 2013 didapatkan prevalensi hipertensi
dari 25,8% naik menjadi 34,1% di tahun 2018. Prevalensi tekanan darah
tinggi pada perempuan (36,85%) lebih tinggi dibanding dengan laki-laki
(31,34%). Riskesdas 2018 menyatakan prevalensi hipertensi berdasarkan
hasil pengukuran pada penduduk usia ≥18 tahun sebesar 34,1%, tertinggi
di Kalimantan Selatan (44.1%), sedangkan terendah di Papua sebesar
(22,2%). Estimasi jumlah kasus hipertensi di Indonesia sebesar 63.309.620
jiwa, sedangkan angka kematian di Indonesia akibat hipertensi sebesar
427.218 kematian (RI, 2021).

Hipertensi terjadi pada kelompok umur 31-44 tahun (31,6%), umur


45-54 tahun (45,3%), umur 55-64 tahun (55,2%). Dari prevalensi
hipertensi sebesar 34,1% diketahui bahwa sebesar 8,8% terdiagnosis
hipertensi dan 13,3% orang yang terdiagnosis hipertensi tidak minum obat
serta 32,3% tidak rutin minum obat. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian
besar penderita Hipertensi tidak mengetahui bahwa dirinya mengalami
hipertensi sehingga tidak melakuka pengobatan sekarang teratur (RI,
2021).

3) Jenis-jenis Hipertensi

Hipertensi terbagi menjadi 2 yaitu:

a. Hipertensi Primer (Esensial)

7
Hipertensi Primer (Esensial) merupakan hipertensi arterial dan
penyebabnya tidak dapat dijelaskan. Hipertensi primer disebabkan oleh
beberapa sistem yaitu pengaturan tekanan arteri perifer, renal, hormonal,
dan vaskuler (Isselbacher, et al, 2015).

b. Hipertensi Sekunder

Hipertensi Sekunder merupakan hipertensi yang disebabkan oleh


tekanan arteri yang meninggi. Hipertensi sekunder dihubungkan dengan
perubahan sekresi hormon dan/atau fungsi ginjal (Isselbacher, et al, 2015)
meningkat. Hal tersebut terjadi karena jantung bekerja keras untuk
memompa darah keseluruh tubuh untuk memenuhi kebutuhan oksigen dan
nutrisi. Jika tidak segera ditangani maka akan mengganggu fungsi organ-
organ yang lain, terutama organ-organ vital seperti jantung dan ginjal
(Riskesdas, 2013). Hiperetensi merupakan masalah kesehatan masyarakat
yang sering terjadi dan merupakan faktor resiko timbulnya penyaki
kardiovaskuler, seperti stroke, penyakit jantung koroner, hingga gagal
ginjal (Darnindro & Johannes, 2017).

4) Gejala hipertensi

Gejala yang sering dialami hipertensi berupa nyeri tengkuk, pusing


hingga pembengkakan pembulu darah kapiler. Akibat jika tidak dilakukan
pengobatan dengan benar bisa berdampak menimbulkan komplikasi
berupa gagal jantung, stroke, aneurisma, masalah pada mata, ginjal dan
sindrom metabolik hingga kematian (Ulinnuha, 2018).

5) Cara mencegah Hipertensi

a) Pencegahan hipertensi sebenarnya dapat dilakukan mulai dari ibu


kepada anaknya dengan cara menyusui. Menyusui adalah hal yang
disarankan oleh semua lembaga kesehatan, baik nasional maupun
internasional, karena manfaat yang diberikannya untuk kesehatan ibu
dan anak. Seorang ibu yang menyusui dapat mencegah anaknya dari

8
obesitas,dan diketahui bahwa obesitas merupakan faktor
risikohipertensi dan penyakit kardiovaskular.
b) Pencegahan hipertensi juga bisa dilakukan dengan latihan aerobik
karena dapat menurunkan tekanan darah 5-7 mmHg pada orang
dewasa dengan hipertensi.
c) Penurunan tekanan darah melalui modifikasi gaya hidup yaitu dengan
penurunan berat badan

5) Faktor Risiko Hipertensi

a. Jenis Kelamin

Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Muhammad Hafiz


Bin Mohd Arifin (2016) yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan jenis
kelamin pada penderita hipertensi karena jenis kelamin hanya menjadi
faktor pelindung khususnya pada perempuan. Dan tidak sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Aristoteles (2018) yang menyatakan bahwa
terdapat hubungan antara jenis kelamin dan hipertensi, resiko yang lebih
tinggi pada wanita dibandingkan pria karena perbedaan hormonal, wanita
lebih sering terkena pada usia lanjut karena berkurangnya estrogen. Pada
wanita yang sudah menopause, hormon estrogen berperan dalam
meningkatkan kadar High Density Lipoprotein (HDL) dan membuat
pembuluh darah menjadi elastis.

b. Genetik

Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Riska Agustina dan


Bambang Budi Raharji (2015) bahwa terdapat hubungan antara faktor
genetik dengan kejadian hipertensi akibat genetik atau riwayat keluarga
dekat hipertensi (keturunan) juga meningkatkan faktor risiko hipertensi,
terutama hipertensi esensial, faktor genetik. Terkait juga dengan faktor
lingkungan lain yang menyebabkan seseorang menderita hipertensi, faktor
genetik juga berkaitan dengan metabolisme garam dan regulasi renin pada
membran sel melalui gen yang berperan dalam homeostasis natrium di
ginjal yaitu WNK- 1 (gen lysine-deficient protein kinase), SNN1B

9
(amilorid-sensitive sodium channel), SCNN1G (gen subunit beta dan
gamma yang mengkode 2 sub unit ENaC channel sodium) mempengaruhi
pompa Na-K di tubulus ginjal sehingga meningkatkan retensi natrium dan
air di ginjal, dengan ini meningkatkan volume plasma dan peningkatan
cairan ekstraseluler menyebabkan peningkatan aliran darah balik vena ke
jantung dan peningkatan curah jantung yang akan meningkatkan tekanan
arteri yang mengakibatkan hipertensi, dan gen tersebut juga meningkatkan
produksi aldosteron sehingga nantinya akan meningkatkan retensi natrium
di ginjal yang akan menyebabkan peningkatan pada curah jantung
kemudian terjadi peningkatan tekanan arteri yang mengakibatkan
hipertensi (Jane A. Kalangi, dkk. 2015), dan jika kedua orang tua
menderita hipertensi, sekitar 45% akan diturunkan ke anak-anaknya dan
jika salah satu orang tuanya menderita hipertensi, sekitar 30% akan
diturunkan kepada anak-anak mereka.

c. Pola Asupan Garam

Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Mike Rahayu


Susanti (2017) bahwa terdapat hubungan antara asupan garam dan
hipertensi karena konsumsi natrium yang tinggi dapat mengecilkan
diameter arteri, sehingga jantung harus memompa lebih keras untuk
mendorong peningkatan volume darah. Melalui ruang yang lebih sempit
sehingga menyebabkan hipertensi, pengaruh asupan garam terhadap
hipertensi juga terjadi melalui peningkatan volume plasma dan tekanan
darah.

d. Obesitas

Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Diana Natalia, dkk.


(2014), obesitas dapat menyebabkan hipertensi karena timbunan lemak
mempersempit pembuluh darah sehingga aliran darah tidak mencukupi
danjantung harus bekerja lebih keras untuk memenuhi aliran darah yang
mengakibatkan hipertensi, mekanisme yang terlibat dalam obesitas hingga
hipertensi melibatkan aktivasi simpatis sistem saraf dan renin angiotensin

10
aldosterone serta terjadinya disfungsi endotel dan kelainan fungsi ginjal
yang sangat berpengaruh dengan timbulnya hipertensi dan pada obesitas
terjadi penurunan resistensi perifer sedangkan saraf simpatis meningkat.

e. Stres

Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Katerin Indah


Islami (2014) yang menyatakan bahwa stres adalah ketakutan dan
kecemasan, jika sesuatu yang mengancam kelenjar Otak pituitari akan
mengirimkan hormon kelenjar endokrin ke dalam darah, hormon ini
berfungsi mengaktifkan hormon adrenalin dan hidrokortison agar tubuh
bisa menyesuaikan diri dengan perubahan yang terjadi, aktivasi hormon
adrenalin membuat jantung bekerja lebih kuat dan lebih cepat,
meningkatkan aliran darah ke organ lain, dan jika stres terjadi dalam
waktu lama maka akan terjadi hipertrofi kardiovaskular, hormon ini juga
berpengaruh pada peningkatan tekanan darah yang mengakibatkan
hipertensi.

f. Merokok

Sejalan dengan yang dilakukan oleh Irene Megawatu Umbas


(2019) yang menyatakan bahwa terdapat hubungan antara merokok
dengan kejadian hipertensi, hal ini terjadi karena pada rokok terdapat
kandungan nikotin yang diserap ke dalam pembuluh darah kecil di paru-
paru sehingga diedarkan ke otak, di otak. akan beraksi bersama nikotin
dengan memberikan sinyal pada kelenjar adrenal sehingga dapat
melepaskan epinefrin (adrenalin), hormon ini akan menyempitkan
pembuluh darah sehingga jantung terpaksa bekerja lebih keras dan
menyebabkan tekanan darah tinggi, nikotin juga dapat membuat jantung
berdebar lebih cepat dan bekerja lebih keras, frekuensi detak jantung
meningkat dan kontraksi jantung meningkat, sehingga meningkatkan
tekanan darah. Karbon monoksida dalam asap rokok menggantikan
oksigen dalam darah yang memaksa jantung untuk memompa untuk
mendapatkan oksigen yang cukup ke dalam organ dan jaringan tubuh.

11
g. Aktivitas Fisik

Sejalan dengan penelitian Librianti Putriastuti (2015) yang


menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara olahraga dengan kejadian
hipertensi, karena terdapat penyebab lain yang dapat mempengaruhi
olahraga seperti stres, pola makan yang buruk dan obesitas. Namun
penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Kiki Mellisa Andria (2013)
yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara olahraga dengan
kejadian hipertensi, karena olahraga teratur diperlukan karena dapat
mengurangi kekakuan pembuluh darah, meningkatkan daya tahan jantung
dan paru-paru sehingga dapat menurunkan tekanan darah, meningkatkan
kerja dan fungsi jantung, paru-paru dan pembuluh darah yang ditandai
dengan penurunan denyut nadi istirahat, meningkatkan kolesterol HDL,
menurunkan aterosklerosis.

h. Alkohol

Sejalan dengan yang dilakukan oleh I Gusti Ayu Ninik Jayanti, dkk
(2016) bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara konsumsi alkohol
dan hipertensi, karena alkohol dapat merangsang epinefrin atau adrenalin
yang menyebabkan arteri menyusut dan menyebabkan penumpukan air
dan natrium yang diakibatkannya. pada hipertensi, peningkatan konsumsi
alkohol. efek jangka panjang akan meningkatkan kadar kortisol dalam
darah sehingga aktivitas Renin Angiotensin Aldosteron System (RAAS)
yang berfungsi mengatur tekanan darah dan cairan tubuh meningkat,
konsumsi alkohol meningkatkan volume sel darah merah sehingga
kekentalan darah meningkat dan menyebabkan hipertensi.

c. Definisi Osteoporosis

Osteoporosis adalah penyakit tulang yang dapat menyebabkan


berkurangnya kepadatan tulang, disertai dengan penurunan kualitas jaringan
tulang yang pada akhirnya dapat menimbulkan kerapuhan pada tulang . Massa
tulang pada dewasa tua sama dengan puncak massa tulang yang didapat pada
usia 18-25 tahun dikurangi dengan jumlah tulang yang hilang setelahnya.

12
Puncak massa tulang ditentukan oleh faktor genetik dan faktor nutrisi,status
hormon,aktivitas fisik dan kesehatan pada masa pertumbuhan. Selama masa
pertumbuhan, terjadi 90% deposisi masa tulang diikuti oleh konsolidasi dan
terus berlanmut hingga usia 15-30 tahun. (Mayasari 2021)

Normalnya, proses pembentukan dan resorpsi digantikan jaringan tulang


baru dalam jumlah yang sama. Massa 30-45 tahun, proses resorpsi dan
pembentukan tulang menjadi tidak seimbang, dan proses resorpsi melebihi
proses pembentukannya. Ketidak seimbangan ini dapat dimulai pada usia yang
berbeda dan bervariasi pada lokasi tulang rangka yang berbeda. Hilangnya
jaringan tulang menyebabkan kerusakan arsitektur tulang dan peningkatan
risiko fraktur. Pada wanita menjelang manopause, terjadi defisiensi estrogen
secara signifikan sehingga massa tulang menurun dengan sangat cepat.

2) Epidemiologi Osteoporosis

Berdasarkan data WHO pada tahun 2003, osteoporosis diketahui mengenai


lebih dari 75 juta orang di Amerika Serikat, Eropa, dan Jepang. Osteoporosis
menyebabkan lebih dari 8,9 juta ftraktur di seluruh dunia dengan 4,5 jut aftraktur
terjadi di Amerika dan Eropa. Di Amerika Serikat, 8 juta perempuan dan 2 juta
laki-laki menderita osteoporosis dan 18 juta memiliki massa tulang yang
meningkatkan risiko terjadinya osteoporosis. Total penduduk Jepang yang terkena
osteoporosis diperkirakan mencapai 11.6 juta yang terdiri atas 8,4 juta perempuan
dan 3,2 juta laki-laki, sedangkan angka kejadian fraktur osteoporosis pada tahun
2002 sebesar 117.900.

Di negara berkembang seperti Cina, pada tahun 2002, prevalensi penderita


osteoporosis keseluruhan sebesar 16,1%. Prevalensi pada pria sebesar 11,55 dan
19,9% pada wanita. Pada tahun 2015, insedensi kasus fraktur panggul sebanyak
411.000 kasus dan diperkirakan akan meningkat menjadi 1 juta kasus pada tahun
2050.

Hasil analisis data Densitas Mineral Tulang (DMT) di 16 wilayah di


Indonesia kerjasama antara Puslitbang Gizi Bogor dengan PT. Fonterra Brands
Indonesia pada Tahun 2005 terdapat 29,4% lansia berusia 60-64 tahun menderita

13
osteoporosis, 65-69 tahun sebesar 36,4%, dan usia di atas 70 tahun sebesar 53,1%.
Proporsi osteoporosis pada ketiga kelompok usia lansia wanita di atas lebih besar
daripada lansia pria (30,4% dan 27,76% untuk kelompok usia 60- 64 tahun, 39,2%
dan 32,3% pada kelompok usia 65-69 tahun, serta 58,9% dan 43,6% pada
kelompok usia di atas 70 tahun.

Publikasi data tentang informasi epidemiologi osteoporosis di Indonesia


pada lansia Etnis Jawa belum banyak dilaporkan, bahkan cenderung relatif tidak
diketahui. Namun demikian besarnya proporsi osteoporosis yang memicu
peningkatan kasus morbiditas dan mortalitas memerlukan perhatian lebih lanjut,
khususnya pada lansia yang sudah terdeteksi memiliki osteopenia. Oleh karena
itu, tersedianya informasi tentang besaran masalah osteoporosis disertai faktor-
faktor risikonya menjadi penting dalam rangka mencegah penduduk lansia dari
risiko osteoporosis. Informasi ini merupakan masukan bagi pihak pemerintah,
swasta, dan pihak lain yang terkait untuk merancang program-program kesehatan
lansia terutama bagi pencegahan osteoporosis di Indonesia.

3) Faktor yang dapat mempengaruhi Risiko Osteoporosis

a. Usia

Batasan umur lansia menurut organisasi kesehatan dunia (WHO)


lanjut usia meliputi Usia pertengahan (middle age)ialah kelompok usia 45
sampai 59 tahun, lanjut usia (elderly) ialah antara 60 sampai 74 tahun,
lanjut usia tua (old) ialahantara 75 sampai 90 tahun. Semua bagian tubuh
berubah seiring dengan bertambahnya usia, begitu juga dengan rangka
tubuh. Mulai dari lahir sampai kira-kira usia 30 tahun, jaringan tulang
yang dibuat lebih banyak daripada yang hilang. Tetapi setelah usia 30
tahun situasi berbalik, yaitu jaringan tulang yang hilang lebih banyak
daripada yang dibuat. Proporsiosteoporosis lebih rendah pada kelompok
lansia dini (usia 55-65 tahun) daripada lansia lanjut (usia 65-85 tahun).
Peningkatan usia memiliki hubungan dengan kejadian osteoporosis. Jadi
terdapat hubungan antara osteoporosis dengan peningkatan usia.

b. Jenis Kelamin

14
Jenis kelamin juga merupakan salah satu faktor risiko terjadinya
osteoporosis. Wanita secara signifikan memilki risiko yang lebih tinggi
untuk terjadinya osteoporosis. Pada osteoporosis primer, perbandingan
antara wanita dan pria adalah 5 : 1. Pria memiliki prevalensi yang lebih
tinggi untuk terjadinya osteoporosis sekunder, yaitu sekitar 40-60%,
karena akibat dari hipogonadisme, konsumsi alkohol, atau pemakaian
kortikosteroid yang berlebihan.Secara keseluruhan perbandingan wanita
dan pria adalah 4 : 1.

c. Ras

Penelitian menunjukkan bahwa, bahkan pada usia muda terdapat


perbedaan antara anak Afrika-Amerika dan anak kulit putih. Wanita
Afrika-Amerika umumnya memiliki massa otot yang lebih tinggi. Massa
tulang dan massa otot memiliki kaitan yang sangat erat, dimana semakin
berat otot, tekanan pada tulang semakin tinggi sehingga tulang semakin
besar. Penurunan massa tulang pada wanita Afrika-Amerika yang semua
cenderung lebih lambat daripada wanita berkulit putih. Hal ini mungkin
disebabkan oleh perbedaan hormon di antara kedua ras tersebut. Beberapa
penelitian lain juga menunjukkan bahwa wanita yang berasal dari negara-
negara Eropa Utara, Jepang, dan Cina lebih mudah terkena osteoporosis
daripada yang berasal dari Afrika, Spanyol, atau Mediterania.

d. Riwayat Keluarga

Faktor genetika juga memiliki kontribusi terhadap massa tulang.


Penelitian terhadap pasangan kembar menunjukkan bahwa puncak massa
tulang di bagian pinggul dan tulang punggung sangat bergantung pada
genetika. Anak perempuan dari wanita yang mengalami patah tulang
osteoporosis rata-rata memiliki massa tulang yang lebih rendah daripada
anak seusia mereka (kira-kira 3-7 % lebih rendah). Riwayat adanya
osteoporosis dalam keluarga sangat bermanfaat dalam menentukan risiko
seseorang mengalami patah tulang.

e. Indeks Massa Tubuh

15
Berat badan yang ringan, indeks massa tubuh yang rendah, dan
kekuatan tulang yang menurun memiliki risiko yang lebih tinggi terhadap
berkurangnya massa tulang pada semua bagian tubuh wanita. Beberapa
penelitian menyimpulkan bahwa efek berat badan terhadap massa tulang
lebih besar pada bagian tubuh yang menopang berat badan, misalnya pada
tulang femur atau tibia.

f. Aktifitas Fisik

Latihan beban akan memberikan penekanan pada rangka tulang


dan menyebabkan tulang berkontraksi sehingga merangsang pembentukan
tulang. Kurang aktifitas karena istirahat di tempat tidur yang
berkepanjangan dapat mengurangi massa tulang. Hidup dengan aktifitas
fisik yang cukup dapat menghasilkan massa tulang yang lebih besar. Itulah
sebabnya seorang atlet memiliki massa tulang yang lebih besar
dibandingkan yang non-atlet. Proporsi osteoporosis seseorang yang
memiliki tingkat aktivitas fisik dan beban pekerjaan harian tinggi saat
berusia 25 sampai 55 tahun cenderung sedikit lebih rendah daripada yang
memiliki aktifitas fisik tingkat sedang dan rendah.

g. Penggunan kortikosteroid

Kortikosteroid banyak digunakan untuk mengatasi berbagai


penyakit, terutama penyakit autoimun, namun kortikosteroid yang
digunakan dalam jangka panjang dapat menyebabkan terjadinya
osteoporosis sekunder dan fraktur osteoporotik. Kortikosteroid dapat
menginduksi terjadinya osteoporosis bila dikonsumsi lebih dari 7,5 mg per
hari selama lebih dari 3 bulan. Kortikosteroid akan menyebabkan
gangguan absorbsi kalsium di usus, dan peningkatan ekskresi kalsium
pada ginjal, sehingga akan terjadi hipokalsemia. Selain berdampak pada
absorbsi kalsium dan ekskresi kalsium ,kortikosteroid juga akan
menyebabkan penekanan terhadap hormon gonadotropin, sehingga
produksi estrogen akan menurun dan akhirnya akan terjadi peningkatan
kerja osteoklas.

16
h. Menopause

Wanita yang memasuki masa menopause akan terjadi fungsi


ovarium yang menurun sehingga produksi hormon estrogen dan
progesteron juga menurun. Ketika tingkat estrogen menurun, siklus
remodeling tulang berubah dan pengurangan jaringan tulang akan dimulai.
Salah satu fungsi estrogen adalah mempertahankan tingkat remodeling
tulang yang normal. Tingkat resorpsi tulang akan menjadi lebih tinggi
daripada formasi tulang, yang mengakibatkan berkurangnya massa tulang.
Sangat berpengaruh terhadap kondisi ini adalah tulang trabekular karena
tingkat turnover yang tinggi dan tulang ini sangat rentan terhadap
defisiensi estrogen.

i. Kebiasaan Merokok

Tembakau dapat meracuni tulang dan juga menurunkan kadar


estrogen, sehingga kadar estrogen pada orang yang merokok akan
cenderung lebih rendah daripada yang tidak merokok. Wanita pasca
menopause yang merokok dan mendapatkan tambahan estrogen masih
akan kehilangan massa tulang. Berat badan perokok juga lebih ringan dan
dapat mengalami menopause dini (kira-kira 5 tahun lebih awal), daripada
nonperokok. Dapat diartikan bahwa wanita yang merokok memiliki risiko
lebih tinggi untuk terjadinya osteoporosis dibandingkan wanita yang tidak
merokok.

j. Konsumsi alkohol

Konsumsi alkohol yang berlebihan selama bertahun-tahun


mengakibatkan berkurangnya massa tulang. Kebiasaan meminum alkohol
lebih dari 750 mL per minggu mempunyai peranan penting dalam
penurunan densitas tulang. Alkohol dapat secara langsung meracuni
jaringan tulang atau mengurangi massa tulang karena adanya nutrisi yang
buruk. Hal ini disebabkan karena pada orang yang selalu menonsumsi
alkohol biasanya tidak mengkonsumsi makanan yang sehat dan
mendapatkan hampir seluruh kalori dari alkohol.

17
k. Cara Mencegah Osteoporosis

a) Mengkonsumsi makanan yang mengandung kalsium , seperti susu.


b) Melakukan latihan fisik atau biasa disebut dengan senam osteoporosis.
c) Menghindari faktor penghambat penyerapan kalsium atau mengganggu
pembentukan tulang seperti merokok, mengkonsumsi alkohol dan
mengkonsumsi obat yang menyebabkan osteoporosis seperti, predmisone
dan kortisone.
d. Hubungan Status Gizi dan Kualitas Hidup Lansia

Berdasarkan pemaran diatas, status gizi menjadi bagian penting dalam


kualitas hidup lansia karena status gizi merupakan salah satu faktor resiko
untuk terjadinya kesakitan dan kematian. Status gizi yang baik bagi lansia
akan berkontribusi terhadap kesehatannya dan juga terhadap proses
pemulihan. Meski mengalami perubahan pada tubuh lansia perlu memenuhi
kebutuhan gizinya sesuai angka kecukupan yang dibutuhkan (Lewa, 2016).

Berdasarkan hasil pengumpulan data yang kami lakukan pada tanggal 18


mei 2023 kepada lansia di Kelurahan Manggalung ditemukan bahwa
minimnya pemahaman penduduk akan Gizi lansia yang mempengaruhi angka
status gizi, yang menyebabkan tinginya riwayat penyakit Hipertensi dan
Osteoporosis.

Menurut Riskesdas 2013 Hipertensi menjadi penyakit nomor satu yang


paling banyak diderita pada lansia. Berkurangnya kelenturan pembuluh arteri
besar dan aorta berkaitan dengan adanya perubahan pada enzim plasma renin
di dalam tubuh. Akibatnya, tubuh mengalami retensi cairan dan tidak dapat
membuang garam dari dalam tubuh dengan baik. Pada lansia, kondisi ini dapat
meningkatkan terjadinya tekanan darah tinggi atau hipertensi. Hipertensi juga
dapat menyebabkan timbulnya penyakit lain seperti penyakit
jantung dan stroke.

Osteoporosis adalah suatu penyakit yang ditandai dengan berkurangnnya


massa tulang yang mengakibatkan menurunnya kekuatan tulang dan
meningkatnya kerapuhan tulang, sehingga menyebabkan tulang mudah patah.

18
Osteoporosis merupakan masalah kesehatan kronis yang berkembang dan
dapat mengakibatkan kematian dan kualitas hidup yang buruk (Misnadiarly,
2013).

19
BAB III

HASIL PENGKAJIAN DATA

A. Data Masalah Gizi

Hasil wawancara dari 4 lansia yang mengalami Hipertensi dan


Osteoporosis yang ada di kelurahan Manggalung memiliki keluhan yang diketahui
melalui hasil pemeriksaan Berat badan dan Tdatainggi badan Lansia. Hasil
observasi memperoleh dari 4 responden, terdapat 1 orang yang mengalami status
gizi lebih dan 3 sisanya berstatus gizi normal.

Minimnya pengetahuan mengenai gizi pada saat dilakukan wawancara.


Lansia tersebut mengakui sering mengkonsumsi makanan yang tinggi garam,
penyedap rasa dan santan pada saat memasak dengan jumlah yang berlebih, serta
sering minum teh dan kopi dengan gula yang banyak, penyajian dan pemilihan
makanan juga di pengaruhi oleh faktor budaya dan faktor ekonomi. Bukan hanya
pada lansia penderita penyakit hipertensi yang sering mengkonsumsi makanan dan
minuman tersebut tetapi di ketahui pada lansia yang menderita Osteoporosis juga
sering mengkonsumsi makanan yang serupa.

Selain kurangnya pengetahuan mengenai gizi, jam tidur lansia juga dapat
mempengaruhi penyakit hipertensi dan osteoporosis. Menurut National Sleep
Foundation (NSF) sekitar 67% dari 1.508 lansia di Amerika pada usia di atas 65
tahun melaporkan mengalami gangguan tidur dan sebanyak 7,3% lansia
mengeluhkan gangguan memulai dan mempertahankan tidur atau insomnia.
Penelitian telah menunjukkan, kualitas tidur secara langsung dan positif
mempengaruhi kesehatan mental, fisik dan emosional (NSF, 2017). Dari
penelitian tersebut dapat kita ketahui bahwa kualitas tidur yang buruk dapat
mempengaruhi peningkatan tekanan darah, kebutuhan waktu tidur bagi usia lanjut
ialah 5-8 jam yang bertujuan untuk menjaga kondisi fisik karena usia yang
semakin senja mengakibatkan sebagian anggota tubuh tidak dapat berfungsi

20
optimal, maka untuk mencegah adanya penurunan kesehatan dibutuhkan energi
yang cukup dengan pola tidur yang sesuai.

B. Data Determinan Masalah Kesehatan Gizi dan Analisis situasi

Kasus Hipertensi pada lansia dapat terjadi karena disebabkan dengan


mengkonsumsi makanan yang terlalu banyak garam serta kurang bahkan enggan
mengkonsumsi buah dan sayur dalam menu sehari. Terlebih lagi para lansia
jarang melakukan olahraga secara teratur diiringi dengan mengkomsumsi
makanan yang mengandung kafein seperti yang ada pada Kopi ataupun Teh.

Pada kasus Osteoporosis, dapat terjadi pada lansia selain dikarenakan


faktor umur Osteoporosis dini juga dapat disebabkan karena adanya
pengkomsumsian obat-obatan yang mengandung kortikosteroid dalam jangka
lama misalnya yang terdapat pada obat asma dan lupus. Kekurangan vitamin D
juga dapat menyebabkan osteoporosis hal ini di karenakan vitamin D membantu
kalsium agar dapat di serap oleh tubuh.

C. Solusi Masalah Kesehatan dan Gizi

Dengan munculnya masalah terkait kelebihan gizi dan adanya penyakit


hipertensi dan osteoporosis yang disebabkan oleh pola makan dan siklus tidur,
maka solusi yang dapat ditawarkan ialah berupa memperbaiki pola makan sesuai
dengan pemahaman gizi misalnya mengurangi penggunaan garam dan santan
yang tinggi pada makanan, alih-alih menyajikan kaldu ayam polos yang tinggi
santan menu dapat dimodifikasi menajadi sop ayam yang dilengkapi dengan
sayur-sayuran.

Penggunaan santan dan garam berlebih pada makanan mampu


mendatangkan berbagai masalah kesehatan bukan hanya sebatas hipertensi dan
osteoporosis selain itu yang dapat diterapkan pada kasus ini adalah dengan
melakukan pendekatan sosial serta penyuluhan akan makanan yang bergizi dan
seimbang serta menciptakan tren gaya hidup sehat melalui berbagai media dan
juga dapat di adakannya sebuah seminar yang dapat di ikuti semua kalangan,
seminar ini dapat memberikan ruang untuk menyampaikan hal-hal yang berkaitan

21
dengan kesehatan dan gizi lansia secara langsung serta akan adanya sesi tanya
jawab untuk mencari solusi terhadap suatu penyakit yang berkaitan dengan
masalah gizi lansia.

Selain itu Osteoporosis dapat dicegah dengan menerapkan pola hidup


sehat sejak dini, misalnya dengan mengkonsumsi kalsium dan vitamin D dalam
pemenuhan gizi sehari-hari tidak lupa dengan memperhatikan dosis obat yang di
konsumsi, terlebih lagi obat yang mengandung kortikosteroid disamping itu juga
disarankan melakukan latihan fisik ringan, sepertoi berlari atau mengangkat beban
dengan kapasitas ringan untuk menjaga ketahanan otot dan tulang.

22
BAB IV

AKTIVITAS DAN PENUGASAN

A. Laporan Hasil Aktivitas Mahasiswa

Pada hari Senin tanggal 15 Mei, mata kuliah Gizi Daur Hidup oleh dosen
pengampu Ibu Yade K. Yasin, M. Gz., RD memberikan tugas Project Based
Learning mengenai Gizi Lansia, dan pada hari Selasa tanggal 16 Mei Kami,
kelompok Gizi Lansia kelas H membuat perencanaan atau strategi yang akan di
lakukan, yaitu menjadwalkan waktu berangkat ke lokasi dan waktu penginputan
data lansia serta melakukan wawancara. Setelah perundingan kami memilih
kelompok sasaran yaitu Lansia yang ada di Desa Manggalung Kec. Mandalle Kab.
Pangkep sebagai objek kegiatan Project Based Learning yang kami laksanakan.
Pada hari Selasa tanggal 16 Mei Kami mempersiapkan instrumen berupa
timbangan berat badan elektrik dan pengukur tinggi badan atau stature meter.

Kemudian pada hari Rabu tanggal 17 Mei kami memulai perjalanan


menuju lokasi kegiatan, Desa Manggalung Kec. Mandalle Kab. Pangkep pukul
13.30 WITA dan tiba di tempat pada pukul 18. 05. Karena waktu yang tidak
memungkinan untuk melakukan kegiatan maka, kegiatan dilakukan dikeesokan
paginya sesuai dengan agenda yang telah di rencanakan dan kami menginap
dirumah Fadhila. Esok harinya, Kamis 18 Mei dilakukannya penginputan data
berupa berat badan dan tinggi badan serta wawancara mengenai nama, tanggal
lahir, riwayat penyakit, jam tidur, aktivitas sehari-hari, dan alergi makanan yang
di konsumsi oleh responden yang di lakukan pukul 09.00-11.00. Setelah selesai
melakukan penginputan data, kami lalu beristirahat dan kembali memulai perjalan
kembali menuju Makassar 13.35 dan tiba di tempat masing-masing pukul 19.00.
Penyusunan laporan Project Based Learning mengenai Gizi Lansia dimulai pada
keesokan harinya dan memakan waktu selama 3 hari beturut-turut Jumat, Sabtu
dan Minggu 19-21 Mei.

23
B. Hasil Kerja Individu

Hari/ tanggal wawancara: Kamis, 18 Mei 2023

Waktu wawancara: 09.00-11.00

Tempat: Desa Manggalung, Kecamatan Mandalle, Kabupaten Pangkajene

Pewawancara: Fadhila Alifa Ghazani

NIM Pewawancara: 220305501092

A. DATA UMUM

DATA LANSIA
Nama (Inisial) Hj. Siti
Tanggal lahir 12 Oktober 1961
Berat badan 47 kg
Tinggi badan 137 cm
Riwayat penyakit Osteoporosis
Jam tidur Pukul 21.00-03.00 WITA
Aktivitas sehari-hari Sedang
Alergi -

BBI = (TB-100) = (137-100) = 37 kg


IMT = BB/TB2 = 47/1,372 = 47/1,87 = 25,13 kg/m2
Status Gizi: Obesitas tingkat I
BEE = 655 + (9,6 x 47) + (1,8 x 137) – (4,7 x 61)
= 655 + 451,2 + 246,6 – 286,7
= 1066,1 kkal
TEE = BEE x FA
= 1066,1 x 1,4
= 1492, 56 kkal
Kebutuhan protein, lemak dan karbohidrat
Protein = 15%

24
= 15/100 x 1492,56
= 223,88 223,88/ 4 = 55,97 gram
Lemak = 25%
= 25/100 x 1492,56
= 373,14 373,14/ 9 = 41,46 gram
Karbohidrat = 60%
= 60/100 x 1492,56
= 895,53 895,53/4 = 223,88 gram
Menu sehari seorang lansia dengan TEE = 1492, 56 kkal 1500 kkal
Waktu makan Menu Bahan Makan Porsi
Ubi kukus Ubi ½ porsi
Sarapan Telur rebus Telur 1 porsi
Buah Buah pir 1 porsi
Pisang 1 porsi
Selingan Kolak pisang Gula Merah 1 porsi
Santan cair 1 porsi
Nasi merah Beras merah 2 porsi
Tempe ½ porsi
Capcay tempe tahu Tahu 2 porsi
Makan siang kacang panjang Kacang panjang 1 porsi
Gula 1 porsi
Minyak 2 porsi
Jeruk ½ porsi
Selingan Salad buah Anggur ½ porsi
Yogurt 1 porsi
Nasi merah Beras 1 porsi
Kembang tahu ½ porsi
Makan malam Sup kembang tahu Jamur 1 porsi
Kentang 1 porsi
Ikan Panggang Ikan 1 Porsi
Minyak 1 Porsi

25
Hari/ tanggal wawancara: Kamis, 18 Mei 2023

Waktu wawancara: 09.00-11.00

Tempat: Desa Manggalung, Kecamatan Mandalle, Kabupaten Pangkajene

Pewawancara: Fitri Ramadhani

NIM Pewawancara: 220305501089

A. DATA UMUM

DATA LANSIA
Nama (Inisial) Hj. Baba
Tanggal lahir 12 Januari 1960
Berat badan 47 kg
Tinggi badan 146 cm
Riwayat penyakit Hipertensi
Jam tidur Pukul 20.00-06.00 WITA
Aktivitas sehari-hari Ringan
Alergi -

BBI = (TB-100) = (146-100) = 46 kg


IMT = BB/TB2 = 47/1,462 = 47/2, 13 = 22 kg/m2
Status Gizi: Normal
BEE = 655 + (9,6 x 47) + (1,8 x 146) – (4,7 x 63)
= 655 + 451,2 + 262,8 – 296,1
= 1072,9 kkal
TEE = BEE x FA
= 1072,9 x 1,3
= 1394,77 kkal
Kebutuhan protein, lemak, dan karbohidrat
Protein = 15%
= 15/100 x 1394,77
= 209,21 209,21/ 4 = 52,3 gram

26
Lemak = 27%
= 27/100 x 1394,77
= 376,58 376,58/ 9 = 41,84 gram
Karbohidrat = 58%
= 58/100 x 1394,77
= 808, 96 808, 96/ 4 = 202,24 gram

Menu sehari seorang lansia dengan TEE = 1394,77 kkal 1400 kkal

Waktu makan Menu Bahan makan Porsi


Nasi putih Beras 1 porsi
Tempe goreng Tempe 1 porsi
Sarapan Minyak 1 porsi
Sayur bayam Bayam 1 porsi
Buah Anggur 1 porsi
Selingan Pisang goreng pisang ½ porsi
Minyak 1 porsi
Nasi putih Nasi putih 1 porsi
Ikan kuah kuning Paha ayam 1 porsi
Makan siang Tumis tahu Tahu 1 porsi
Sayur sop Wortel ½ porsi
Kentang ½ porsi
Buah Mangga 1 porsi
Selingan Bubur ketan hitam Ketan hitam 1 porsi
Gula merah 1 porsi
Nasi putih Beras 1 porsi
Paha ayam bakar Paha ayam 1 porsi
Makan malam Sayur kacang Kacang hijau 1 porsi
hijau Minyak 1 porsi
Telur orak arik Telur 1 porsi
Buah Pisang ½ porsi

27
Hari/ tanggal wawancara: Kamis, 18 Mei 2023

Waktu wawancara: 09.00-11.00

Tempat: Desa Manggalung, Kecamatan Mandalle, Kabupaten Pangkajene

Pewawancara: Khusnul Khatimah

NIM Pewawancara: 220305502135

A. DATA UMUM

DATA LANSIA
Nama (Inisial) Tammeng
Tanggal lahir 01 Juli 1961
Berat badan 43 kg
Tinggi badan 149 cm
Riwayat penyakit Osteoporosis
Jam tidur Pukul 22.00-04.30 WITA
Aktivitas sehari-hari Ringan
Alergi -

BBI = (TB-100) = (149-100) = 49 kg


IMT = BB/TB2 = 43/1,492 = 43/2,22 = 19,3 kg/m2
Status Gizi: Normal
BEE = 655 + (9,6 x 43) + (1,8 x 149) – (4,7 x 61)
= 655 + 412,8 + 268,2– 286,7
= 1049,3 kkal
TEE = BEE x FA
= 1049,3 x 1,3
= 1364 kkal
Kebutuhan protein, lemak, dan karbohidrat
Protein = 15%
= 15/100 x 1364
= 204,6 204,6/ 4 = 51,15 gram
Lemak = 30%

28
= 30/100 x 1364
= 409, 2 409,2/ 9 = 45,46 gram
Karbohidrat = 55%
= 55/100 x 1364
= 750,2 750,2/ 4 = 187, 55 gram

Menu sehari seorang lansia dengan TEE = 1364 kkal 400 kkal

Waktu makan Menu Bahan Makan Porsi


Nasi Beras 1 porsi
Sarapan Ikan goreng Ikan 1 porsi
Minyak 1 porsi
Buah Pisang 1 porsi
Selingan Susu Susu segar 1 porsi
Nasi Beras 1 porsi
Udang Udang segar 1 porsi
Makan siang Tempe Tempe 1 porsi
Sayur Buncis 1 porsi
Selingan Buah Pepaya 1 porsi
Nasi Beras 1 porsi
Daging ayam Daging ayam 1 porsi
Makan malam Tahu Tahu 1 porsi
Sayur Bayam 1 porsi
Buah Apel 1 porsi

29
Hari/ tanggal wawancara: Kamis, 18 Mei 2023

Waktu wawancara: 09.00-11.00

Tempat: Desa Manggalung, Kecamatan Mandalle, Kabupaten Pangkajene

Pewawancara: Angela Stefani Para’da

NIM Pewawancara: 220305500039

A. DATA UMUM

DATA LANSIA
Nama (Inisial) Hj. Jami
Tanggal lahir 10 Juli 1961
Berat badan 45 kg
Tinggi badan 147 cm
Riwayat penyakit Hipertensi
Jam tidur Pukul 21.00-04.00 WITA
Aktivitas sehari-hari Ringan
Alergi -
BBI = (TB-100) = (147-100) = 47 kg

IMT = BB/TB2 = 45/1,472 = 45/2,16 = 20,8 kg/m2

Status Gizi: Normal

BEE = 655 + (9,6 x 45) + (1,8 x 147) – (4,7 x 61)


= 655 + 432 + 264,6 – 286,7
= 1064,9 kkal
TEE = BEE x FA
= 1064,9 x 1,3
= 1384,37 kkal
Kebutuhan protein, lemak dan karbohidrat

Protein = 15%

= 15/ 100 x 1384,37

30
= 207, 65 207, 65/ 4 = 51,91 gram

Lemak = 30%

= 30/ 100 x 1384, 37

= 415, 31 415, 31/ 4 = 46,14 gram

Karbohidrat = 55%

= 55/ 100 x 1384, 37

= 761, 4 761, 4/ 4 = 190, 35 gram

Menu sehari lansia dengan TEE = = 1384,37 kkal 1400 kkal


Waktu makan Menu Bahan makan Porsi
Nasi putih Beras 1 porsi
Santan 1 porsi
Sarapan Santan tahu kacang merah Tahu ½ porsi
Kacang merah ½ porsi
Sayur sawi Sawi 1 porsi

Selingan Es buah Nangka ½ porsi


Pepaya ½ porsi
Nasi putih Beras 1 porsi
Dada ayam rebus Dada ayam 1 porsi
Makan siang Sayur bening Jagung 1 porsi
Wortel 1 porsi
Buah Semangka 1 porsi
Selingan Kentang goreng Kentang 1 porsi
Minyak 1 porsi
Kopi Gula 1 porsi
Nasi putih Beras 1 porsi
Ikan goreng Ikan 1 porsi
Makan malam Minyak 1 porsi

31
Tumis tempe kubis Tempe 1 porsi
Kubis 1 porsi
Buah Jeruk 1 porsi

32
BAB V

SIMPULAN

a) Hipertensi adalah suatu keadaan dimana tekanan darah melampaui batas


normal yang dapat menjadi faktor resiko timbulnya penyakit degeretaif
lainnya.
b) Osteoporosis adalah penyakit tulang yang dapat menyebabkan
berkurangnya kepadatan tulang, disertai dengan penurunan kualitas
jaringan tulang yang pada akhirnya dapat menimbulkan kerapuhan pada
tulang.
c) Bertambahnya usia yang timbul akibat proses penuaan disertai dengan
menurunnya organ tubuh sehingga sangat rentan dengan masalah
kesehatan, diiringi dengan konsumsi makan yang mengandung santan dan
minyak menyebabkan lansia mudah mengidap Hipertensi dan
Osteoporosis.
d) Cara mencegah Osteoporosis dan Hipertensi Pencegahan hipertensi
sebenarnya dapat dilakukan mulai dari ibu kepada anaknya dengan cara
menyusui. Menyusui adalah hal yang disarankan oleh semua lembaga
kesehatan, baik nasional maupun internasional, karena manfaat yang
diberikannya untuk kesehatan ibu dan anak, tentunya dengan
memodifikasi biaya hidup dengan memodifikasi makanan serta melakukan
latihan.

33
DAFTAR PUSTAKA

American Heart Association atau AHA dalam Kemenkes. (2018).

Aristoteles. (2018). Korelasi umur dan Jenis Kelamin dengan penyakithipertensi


di emergency center unit.

Carolina et al. (2019). Penyuluhan Kesehatan Tentang Hipertensi Kepada


Masyarakat Dan Dilakukan Pengecekan Gula Darah dan Pengukuran
Tekanan Darah Pada Lansia Di Posyandu Mustokoweni Desa Kertonatan
Kabupaten Sukoharjo.

Darnindro & Johannes. (2017). Prevalensi Ketidakpatuhan Kunjungan Kontrol


pada Pasien Hipertensi yang Berobat di Rumah Sakit Rujukan Primer dan
Faktor-Faktor yang Memengaruhi.

Depkes RI dalam Dewi. (2014). Dewi, S.R. 2014. Buku Ajar Keperawatan
Gerontik. Yogyakarta: Deepublish.

Diana Natalia, dkk. (2014). Hubungan Hipertensi dan penyakit Arteri perifer
berdasarkan nilai ankle-Brachial Index.

Hanum dan Lubis. (2017). Hanum P, Lubis R, Rasmaliah. Hubungan


Karakteristik dan Dukungan Keluarga Lansia dengan Kejadian Stroke
pada Lansia Hipertensi di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik
Medan. Jumantik 2017;3(1).

I Gusti Ayu Ninik Jayanti, dkk. (2016). Faktor-faktor yang mempengaruhi


terjadinya hipertensi pada masyarakat di Kampung Begadai Kota Pinang.
National Sleep Foundation, (NSF 2017).

Irene Megawatu Umbas. (2019). Hubungan Antara Merokok dengan Hipertensi


di puskesmas kawangkoan.

Islami, Katerin Indah. (2015). Hubungan Antara Stres dengan Hipertensi pada
Pasien Rawat Jalan di Puskesmas Rapak Mahang Kabupaten Kutai

34
Kartanegara Provinsi Kalimantan Timur. Skripsi Strata Satu, Universitas
Muhammadiyah Surakarta.

Isselbacher, et al. (2015). Ilmu Penyakit Dalam.

Kalangi, A. Jane, dkk. (2015). Hubungan Faktor Genetik dengan Tekanan Darah
pada Remaja. Jurnal e-Clinic, 3(1). Diakses, 30 Januari 2017.

Kemenkes. (2018).

Kementrian Kesehatan RI. (2018).

Kiki Mellisa Andria. (2013) {Hubunagn antara perilaku Olahraga, stress dan pola
makan dengan tingkat hipertensi pada lanjut usia di posyandu lansia
kelurahan gerbang putih kecamatan sukolilo kota Surabaya.

Librianti Putriastuti. (2015). Analisis hubungan antara kebiasaan olahraga dengan


kejadian hipertensi pada pasien usia 45 tahun keatas.

Mike Rahayu Susanti. (2017). hubungan asupan natrium dan kalium dengan
tekanan darah.

Misnadiarly. (2013). Osteoporosis : identifikasi, faktor risiko, pencegahan, dan


pengobatan.

Muhammad Hafiz Bin Mohd Arifin. (2016). Faktor-Faktor yang berhubungan


dengan kejadian Hipertensi pada kelompok lanjut usia di wilayah kerja upt
puskesmas petang I kabupaten Badung.

Nurarif A. H. Dan Kusuma H. (2016). Asuhan Keperawatan Berdasarkan


Diagnosa Medis.

Riska Agustina dan Bambang Budi Raharji. (2015). Fator-faktor yang


mempengaruhi terjadinya hipertensi pada masyarakat di Kampung
Begadai Kota Pinang.

35
Thei,dkk. (2018). Absori dkk, 2018, The Formulation of Welfare State: The
Perspektif of Maqasid al-Shari’ah, Indonesian Journal of Islam and
Muslim Societies Vol. 8, No. 1 2018, pp. 117-146.

Ulinnuha. (2018).

Utomo. (2019).

WHO. (2015).

36
LAMPIRAN

A. POSTER EDUKASI

37
B. DOKUMENTASI KEGIATAN

Pengukuran Berat Badan Responden 1

Pengukuran Tinggi Badan Responden 1

38
Proses Wawancara Responden 1

Pengukuran Berat Badan Responden 2

39
Pengukuran Tinggi Badan Responden 2

Proses Wawancara Responden 2

40
Pengukuran Berat Badan Responden 3

Pengukuran Tinggi Badan Responden 3

41
Proses Wawancara Responden 3

Pengukuran Berat Badan Responden 4

42
Pengukuran Tinggi Badan Responden 4

Proses Wawancara Responden 4

43

You might also like