You are on page 1of 11

LAPORAN KASUS

PENATALAKSANAAN ALERGI KONTRAS

Ni Made Nova Andari Kluniari1, I Ketut Suardamana, Tjokorda Istri Anom Saturti2
1
Program Studi Pendidikan Dokter Spesialis Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran
Universitas Udayana/RSUP Sanglah, Denpasar, Bali Indonesia
2
Departemen/KSM Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran Universitas
Udayana/RSUP Sanglah, Denpasar, Bali Indonesia
Korespondensi : 082144919992/Email: andarikung@gmail.com

ABSTRACT
The used of iodinated contrast media have increased in recent years. It has been
estimated that in the United States alone, 15 million procedures a year contrast media.
Approximately 2-3 % patient do pyelogram and myelogram retrograde occurred
anaphylactoid reaction. The reaction event during procedure using iodinated contrast
media could be fatal. The activated mast cell was not mediated by IgE. Although the
use of Low Osmolarity iodinated contrast media could lower the risk of allergic
reaction, it was still possible to occur anaphylactoid reaction during the procedure.
Here we reported allergic event after using contrast media during PCI procedure. The
symptom was relieved with steroid and antihistamin therapy. In this report we focus
to discuss the management of preventing allergic reaction and the therapy if the
allergic reaction occur.

Key word : contrast, allergic, anaphylactoid reaction

PENDAHULUAN
Prosedur diagnostik menggunakan radio media kontras diperkirakan dilakukan 15
juta per tahun di Amerika. Efek samping yang dapat timbul setelah penggunaan
media kontras dibagi menjadi tiga tipe berdasarkan European Academy of Allergy
and Clinical Immunology yaitu reaksi alergi dan reaksi hipersensitivitas non alergi,
reaksi toxic dan kejadian yang tidak berkaitan dengan pajanan media kontras. Reaksi
hipersensitivitas yang terjadi dapat berupa reaksi cepat yang dapat terjadi dalam 1
jam setelah pajanan terhadap media kontras maupun reaksi hipersensitivitas tipe
lambat yang dapat terjadi lebih dari 1 jam setelah pajanan terhadap media kontras.1

Tingginya osmolaritas sering kali berhubungan dengan efek samping yang


dapat timbul. Pada penggunaan media kontras dengan osmolaritas tinggi
menimbulkan 5%-12% efek samping penggunaan dibandingkan penggunaan media
kontras dengan osmolaritas rendah efek samping muncul adalah 1%-3%. Reaksi
anafilaktoid muncul pada 2-3% penderita yang menjalani prosedur seperti myelogram
dan pyelogram retrograd. Reaksi anafilaktoid dapat terjadi dengan cepat hingga 20
menit sewaktu diberikan kontras. Kolaps kardiovaskular mendadak dapat
menimbulkan kematian, dimana dapat terjadi pada 1 : 50000 prosedur dengan media
kontras.2

Iopromide merupakan salah satu media kontras yang digunakan pada prosedur
angiografi di Rumah sakit umum pusat (RSUP) Sanglah. Iopromide dapat digunakan
secara intravena, merupakan injeksi nonionic, dan memiliki sifat water soluble.
Iopromide merupakan kelompok kontras dengan osmolaritas rendah dengan risiko
terjadi efek samping lebih rendah dibandingkan dengan media kontras osmolaritas
tinggi, Pada pemakaiannya dikatakan dapat timbul reaksi yang fatal, yaitu reaksi
anaphylactoid dengan manefestasi respiratory arrest, laringospasme, bronkospasme,
angioedema, dan syok. Maka dari itu penatalaksanaan dari efek samping penggunaan
media kontras sangatlah penting. Berikut akan dilaporkan penatalaksaan terhadap
satu kasus efek samping penggunaan media kontras pada prosedur percutaneous
coronary intervention (PCI).3

KASUS

Seorang laki laki 50 Tahun, pasien dengan keluhan bengkak pada kedua
kelopak mata yang dirasakan 1 jam setelah prosedur PCI. Bengkak pada kelopak
mata dikatakan tidak terasa sakit, keluhan membuat pasien agak sulit untuk membuka
mata. Tidak ada riwayat trauma pada mata, tidak ada kemerahan pada mata baik pada
kelopak maupun bagian dalam mata. Pasien mengatakan masih dapat melihat seperti
biasa, dapat membaca seperti biasa meskipun sulit untuk membuka mata. Sesak,
gatal, mual muntah, serta diare disangkal. Pasien dirawat di Pelayanan jantung
terpadu (PJT) RSUP Sanglah karena menderita penyakit jantung koroner yang
diketahui sejak 3 tahun yang lalu. Pasien mengkonsumsi obat obat untuk penyakit
jantungnya secara rutin, obat-obat yang rutin dikonsumsi pasien adalah bisoprolol,
furosemide, spironolactone, candesartan, dan simvastatin. keluhan gatal ataupun
reaksi alergi terhadap obat-obatan tersebut disangkal. Pada pasien dilakukan prosedur
PCI elektif. Media kontras yang digunakan pada prosedur tersebut adalah iopromide.
Prosedur ini adalah prosedur PCI kedua yang dijalani oleh pasien. Prosedur PCI
pertama 1 tahun yang lalu, dikatakan tidak timbul reaksi apapun. Pasien tidak
memiliki riwayat alergi.

Pada pemeriksaan tanda vital, nadi, suhu, laju pernapasan, dan tekanan darah
normal. Pada pemeriksaan fisik didapatkan edema palpebra, tidak ada hiperemis pada
konjungtiva. Gerakan bola mata normal, tidak didapatkan paresis nervus 2,3,4,6,
maupun 7. Pada pemerikan thorak didapatkan suara napas vesikuler, tidak ada suara
napas tambahan baik ronki maupun wheezing. Pada pemeriksaan abdomen bising
usus normal, dengan hepar dan lien yang tidak teraba. Pada pemeriksaan ekstrimitas,
didapatkan keempat ekstrimitas hangat, tidak ditemui adanya tanda-tanda edema.
Pada pemeriksaan IgE total didapatkan nilai normal yaitu 50 IU/mL.

Pasien didiagnosis mengalami reaksi hipersensitivitas akibat media kontras.


Pada pasien disarankan untuk menghindari prosedur dengan menggunakan media
kontras. Pada pasien bila harus melakukan prosedur dengan media kontras berikutnya
harus dilakukan premedikasi sesuai protokol terlebih dahulu. Pengobatan yang
diberikan adalah metilprednisolon oral 4 mg tiap 8 jam selama 3 hari dan satu kali
pemberian difenhidramin 10 mg injeksi intramuskular. Bengkak pada kelopak mata
pasien membaik pada hari 1 pengobatan.
PEMBAHASAN

Media kontras adalah senyawa yang digunakan untuk memindai struktur jaringan
lunak seperti pembuluh darah, lambung, rongga perut dan rongga tubuh lainnya yang
tidak terdeteksi oleh pemeriksaan sinar X biasa. Media kontras memiliki berat atom
besar (baik logam atau iodium) yang dapat mengabsorbsi jumlah sinar X yang
berbeda secara bermakna dari jaringan lunak di sekitarnya sehingga struktur yang
diamati dapat terlihat pada pemeriksaan radiografi. 4,5
Pada Pasien, dilakukan prosedur PCI dengan media kontras, kemudian
muncul reaksi hipersensitivitas berupa angioedema pada kedua palpebra. media
kontras yang digunakan dalam prosedur tersebut merupakan iopromide, media
kontras dengan osmolaritas rendah. 4
Gambar 1. Proses aktivasi sel mast melalui jalur non imunologi dan jalur imunologi6

Gambar 2. Reaksi Anafilactoid7


Penyebab utama timbulnya reaksi hipersensitivitas terhadap media kontras adalah
hipertonisitas kontras yang menimbulkan aktivasi sel mast secara langsung tanpa
mediasi dari IgE. Aktivasi dari sel mast ini sendiri akan mengakibatkan histamin,
SRS-A, leukotrin, kinin, ECF-A, dan prostaglandin yang kemudian akan
menyebabkan vasodilatasi dan angioedema seperti halnya pada pasien ini. Pada
pasien ini juga terbukti kadar IgE total dalam darah dalam jumlah normal jadi aktivasi
sel mast dapat diduga tidak di mediasi oleh IgE.8
Reaksi anafilaksis terhadap media kontras teriodinasi umumnya terjadi pada
senyawa ionik yang memiliki sifat osmolalitas tinggi. Risiko hipersensitivitas
meningkat pada pasien dengan riwayat asma atau alergi, hipersensitif terhadap obat,
supresi adrenal, penyakit jantung, reaksi terdahulu terhadap media kontras, dan
penggunaan antagonis beta-adrenoseptor (beta bloker). Media kontras non-ionik lebih
disarankan untuk pasien kelompok ini. Pada pasien ini, telah dilakukan pemberian
kontras iopromide, dengan berat molekul 791,12 (kandungan iodine 48,12%).
Iopromide injeksi merupakan sediaan steril non-ionic, jernih, tidak berwarna, tidak
berbau, bebas pyrogen, mengandung 2,42 mg/ml tromethamine buffer dan 0,1 mg/ml
edetate calcium disodium stabilizer. Osmolaritas iopromide 1.1 hingga 2,7 kali lebih
besar dibandingkan plasma darah. Meskipun osmolaritas iopromide tergolong rendah
bila dibandingkan preparat lain, risiko untuk terjadi reaksi hipersensitivitas dengan
manefestasi vasodilatasi adalah 30%. Risiko terjadi reaksi hipersensitivitas meningkat
akibat penggunaan beta bloker yaitu bisoprolol yang rutin di konsumsi oleh pasien.8
Tidak terdapat tes diagnostik baik in vivo maupun in vitro yang dapat
meramalkan risiko reaksi terhadap media kontras. Tes Kulit tidak mempunyai nilai
dalam diagnosis yang berhubungan dengan reaksi anafilaktoid oleh media kontras.
Test in vivo pernah menimbulkan kematian meskipun pemberian 1-2 ml sebelumnya
tidak menimbulkan reaksi apa-apa. Media kontras dapat menimbulkan degranulasi sel
mast tanpa melalui mediasi dari IgE. Protokol desensitisasi tidak akan mencegah
reaksi hipersensitivitas terhadap media kontras dan skin prik test tidak bermanfaat
untuk mendiagnosis adanya risiko reaksi hipersensitivitas.9
Reaksi hipersensitivitas terhadap media kontras memang tidak dapat di
prediksi sejak awal, namun pada orang-orang yang berisiko mengalami reaksi
hipersensitivitas terhadap contrast media namun sangat membutuhkan prosedur
dengan pemberian media kontras, contohnya pada pasien dengan riwayat alergi,
pasien dengan riwayat asma, dan pasien yang pernah mengalami reaksi
hipersensitivitas terhadap media kontras sebelumnya, pasien dengan pengobatan beta
bloker, ACEi, dan menderita penyakit kardiovaskular dapat diberikan premedikasi
sebelum dilakukan prosedur dengan media kontras, untuk mengurangi risiko reaksi
yang tidak di inginkan. Difenhidramin, steroid dan efedrin direkomendasikan sebagai
premedikasi yang dapat digunakan dalam mengurangi risiko reaksi terhadap contrast
media. 10,11,12

Tabel 1. Premedikasi sebelum penggunaan media kontras 13


Sebelum Obat Dosis Dewasa Dosis Anak-anak
prosedur
13 jam Prednison 50 mg PO 0,5 – 1 mg/kg po maks. 50 mg
7 jam Prednison 50 mg PO 0,5 – 1 mg/kg po maks. 50 mg
1 jam Prednison 50 mg PO 0,5 – 1 mg/kg po maks. 50 mg
Difenhidramin 50 mg PO/IM 1 mg/kg po maks. 50 mg
Efedrin 25 mg PO 0,5 mg/kg po maks. 25 mg
Dalam Hidrokortison, 200 mg IV, Segera
Keadaan dan tiap 4 jam sampai prosedur
Darurat selesai
Difenhidramin, 50 mg IV, 1 jam
sebelum prosedur

Difenhidramin merupakan antihistamin dari kelas etonolamin. Difenhidramin


berperan sebagai antagonis reseptor histamin H1. Difenhidramin bersaing dengan
histamin bebas untuk menempati reseptor histamin H1 terutama di saluran
pencernaan, uterus, pembuluh darah besar dan otot bronkus. Ikatan obat
difenhidramin dengan reseptor histamin H1 mengurangi efek negatif yang
diakibatkan oleh ikatan histamin bebas dengan reseptor histamin H1 seperti reaksi
inflamasi, vasodilatasi, bronkokonstriksi dan edema. Pada penelitian systematic
review oleh Delaney dan kawan kawan tentang premedikasi prosedur dengan contrast
media, didapatkan bahwa penggunaan H1 bloker yang dikombinasikan dengan
kortikosteroid menurunkan angka reaksi hipersensitivitas secara signifikan. 13
Pemberian steroid untuk premedikasi sebelum penggunaan media kontras
sangatlah penting. Penggunaan antihistamin adalah sebagai tambahan. Mekanisme
kerja dari kortikosteroid dan antihistamin dalam mencegah terjadinya reaksi
hipersensitivitas terhadap media kontras masih merupakan kontroversi, diduga baik
antihistamin dan kortikosteroid menghambat respon antigen-antibodi sehingga dapat
menghambat pelepasan mediator-mediator yang menyebabkan terjadinya reaksi
hipersensitivitas. Penggunaan antihistamin tunggal tanpa kombinasi dengan
kortikosteroid dikatakan tidak menurunkan risiko terjadinya reaksi hipersensitivitas
pada penggunaan media kontras. Pada sebuah penelitian randomized controlled Trial
yang dilakukan oleh Lasser dan kawan kawan tentang premedikasi untuk mencegah
reaksi hipersensitivitas terhadap non-ionic contrast media yang meneliti 1155 pasien,
dikatakan bahwa frekuensi reaksi pada pasien dengan korticosteroid oral sebelum
prosedur lebih rendah secara signifikan disbanding dengan placebo (1,75 dibanding
4,9%; p<0,005).14
Premedikasi tidak memberikan proteksi total terhadap reaksi penggunaan
media kontras, sehingga masih terdapat kemungkinan terjadinya reaksi
hipersensitivitas pada penggunaan media kontras. Penatalaksaan yang dapat
dilakukan bila telah terjadi reaksi hipersensitivitas tergantung dari gejala klinis yang
dialami pasien. Guideline terapi reaksi hipersensitivitas yang saat ini banyak
digunakan adalah guideline yang direkomendasikan oleh American Collage of
Radiology. 10
Tabel 2. Penatalaksaan sesuai gejala klinis reaksi hipersensitivitas
Tanda dan Gejala Terapi
Mual/muntah Terapi suportif
Dapat diberikan antiemesis pada kasus
yang berat
Urtikaria/erythema Terapi suportif
Adrenalin 1:1000, 0,1 – 0,3 mg IM pada
kasus yang berat
Bronchospasm dengan Normotensi O2
β2 – Agonis
Adrenalin 1:1000, 0,1 – 0,3 mg IM
Bronchospasm dengan hipotensi O2
β2 – Agonis
Adrenalin 1:1000, 0,5 mg IM
Edema Laring O2
β2 – Agonis
Adrenalin 1:1000, 0,5 mg IM
Isolated Hipotensi Memposisikan kaki lebih tinggi
disbanding tubuh
O2
Challenge cairan intravena
Adrenalin 1:1000, 0,5 mg IM
Reaksi Vasopagal Memposisikan kaki lebih tinggi
disbanding tubuh
O2
Challenge cairan intravena
Atropine 0,6-1 mg IV (hingga 3 mg)
Acute Cardiopulmonary collapse Sesuai prosedur ACLS
Reaksi tipe lambat Terapi suportif

Pada pasien ini, telah terjadi reaksi hipersensitivitas segera setelah pemberian
media kontras, dengan manefestasi edema palpebra yang ringan. Sehingga
pengobatan cukup dengan metilprednisolone oral serta antihistamin.

KESIMPULAN
Telah dilaporkan sebuah kasus laki laki 50 tahun alergi terhadap media
kontras. Penatalaksanaan alergi terhadap media kontras dapat diberikan
metilprednisolon oral serta antihistamin. Alergi terhadap media kontras sulit untuk
diprediksi, oleh karena itu terapi pencegahan menjadi sangat penting.
DAFTAR PUSTAKA
1. Cochran ST. Anaphylactoid reactions to radiocontrast media. Curr Allergy
Asthma Rep 2005;5:28e31.
2. Morzycki A, Bhatia A, Murphy KJ, dkk. Adverse Reactions to Contrast
Material: A Canadian Update. Can Assoc of Radiol J 2017; 68:187-93
3. Kopp AF, Mortele KJ, Cho YD, Palkowitsch P, Bettmann MA dan Claussen
CD. Prevalence of acute reactions to iopromide: postmarketing surveillance
study of 74,717 patients. Acta Radiol 2008; 49: 902–11.
4. Christiansen C. X-ray contrast media – an overview. Toxicology 2005; 209:
185–7.
5. Kvedarine V, Martins P, Rouanet L dan Demoly P. Diagnosis of iodinated
contrast media hypersensitivity: results of a 6-year period. Clin Exp Allergy
2006; 36: 1072–7.
6. Spoerl D, Nigolian H, Czarnetzki C, Harr T. Reclassifying Anaphylaxis to
Neuromuscular Blocking Agents Based on the Presumed Patho-Mechanism:
IgE-Mediated, Pharmacological Adverse Reaction or “Innate
Hypersensitivity”?. Int. J. Mol. Sci. 2017; 18(6):1223
7. Moss J, Mertes PM . Anaphylactic and Anaphylactoid Reactions. Dalam: Hall
JB, Schmidt GA, Wood LD. Principles of Critical Care. Edisi ketiga. United
States: The McGraw-Hill Companies; 2005.
8. Brockow K, Christiansen C, Kanny G, Clément O, Barbaud A, Bircher A,
dkk. Management of hypersensitivity reactions to iodinated contrast media.
Allergy 2005;60:150–8.
9. Kim S, Jo E, Kim M, dkk. Clinical value of radiocontrast media skin tests as a
prescreening and diagnostic tool in hypersensitivity reactions. Ann Allergy
Asthma Immunol 2013;110:258e62.
10. Dawson P. Repeat survey of current practice regarding corticosteroid
prophylaxis for patients at risk of adverse reaction to intravascular contrast
agents. Clin Radiol 2005, 60:56-7.
11. Goksel O, Aydın O, Atasoy C, dkk. Hypersensitivity Reactions to Contrast
Media: Prevalence, Risk Factors and the Role of Skin Tests in Diagnosis – A
Cross-Sectional Survey. Int Arch Allergy Immunol 2011;155:297–305.
12. Schrijvers R, Demoly P, Chiriac AM. Premedication for Iodinated Contrast
Media Induced Immediate Hypersensitivity Reactions. Anaphylaxis 2019.
13. Delaney A, Carter A dan Fisher M, The prevention of anaphylactoid reactions
to iodinated radiological contrast media: a systematic review. BMC Medical
Imaging 2006; 6(2)
14. Lasser EC, Berry CC, Mishkin MM, Williamson B, Zheutlin N dan Silverman
JM. Pretreatment with corticosteroids to prevent adverse reactions to nonionic
contrast media. AJR Am J Roentgenol 1994, 162(3):523-6

You might also like