You are on page 1of 49

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ulkus dekubitus merupakan suatu keadaan dimana ada kerusakan jaringan

setempat atau luka yang diakibatkan oleh tekanan dari luar yang berlebihan, dan pada

umumnya terjadi pada pasien yang menderita penyakit kronik yang sering berbaring

lama di tempat tidur (Sari, 2017).

Pasien dengan tirah baring dalam jangka waktu yang lama mempunyai risiko

gangguan integritas kulit akibat tekanan yang lama, iritasi kulit, atau imobilisasi

(bedrest) yang akhirnya berdampak pada timbulnya luka dekubitus (Sumara, 2015).

Luka dekubitus pada umumnya menimbulkan masalah nyeri, untuk itu

manajemen nyeri diprioritaskan pada saat melakukan perawatan luka ulkus dekubitus

(Mahardini Nur Afifah, 2022).

Fisioterapi sebagai bagian dari kesehatan telah ribuan tahun digunakan

sebagai sarana terapi yang banyak membantu untuk mengatasi nyeri baik

akut maupun kronis. Dari sekian banyak modalitas terapi fisik yang ada, terapi

infra merah merupakan modalitas yang paling sering dipergunakan, bahkan dikerjakan

oleh masyarakat sendiri di rumah. Pemanasan superfisial lokal merupakan

modalitas yang paling efektif dan telah umum digunakan untuk menghilangkan

nyeri pada berbagai kondisi muskuloskeletal (Yuda Wahyu Putra, 2011).


Menurut Wort Health Organization (WHO) prevalensi dekubitus di dunia, 21%

atau sekitar 8,50 juta kasus. Prevalensi luka dekubitus bervariasi 5-11% terjadi di

tatanan perawatan akut (acute care), 15-25% di tatanan perawatan jangka panjang (long

term care), dan 7-12% di tatanan perawatan rumah (home health care) (WHO, 2022).

Data dari Departemen Kesehatan RI, insiden dekubitus di Indonesia sebesar 8,2

per 1000 penduduk. Angka ini mengalami peningkatan sebesar 0,7% dibandingkan

dengan 5 tahun sebelumnya. Prevalensi tertinggi ditemukan di Jawa Timur (12,8%) dan

terendah di Jambi (4,5%) (DepKes RI, 2022).

Berdasarkan hasil pada pasien bedrest menyatakan 45 orang pasien bedrest

dirawat di RS Mohammad Zyn Sampang sebanyak 88,8 % sekitar 39 orang mengalami

luka dekubitus derajat I.

Sedangkan di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Omben Kabupaten Sampang

ditemukan 28 kasus dekubitus (Profil UPTD Puskesmas Omben, 2022). Derajat ulkus

dekubitus yang tercantum di rekam medik paling banyak masing-masing terjadi pada 3

pasien (33.3%).

Pada pasien yang banyak menghabiskan waktunya dengan berbaring sangat

beresiko tinggi mengalami dekubitus. Hal ini terjadi karena faktor terbesar yang

mendorong terjadinya dekubitus yaitu gesekan dan perlukaan. Keadaan tersebut

menimbulkan terjadinya oklusi pada pembuluh darah kecil yang mengakibatkan

terjadinya iskemia (Nursalam, 2014 dalam Bagaswara Dwi Saputra, 2019). Iskemia

menyebabkan terjadinya inflamasi dan anoksia jaringan. Anoksia jaringan ini

menyebabkan sel mati, nekrosis dan ulkus. Imobilisasi yang lama akan menyebabkan

terjadinya dekubitus jika salah satu bagian tubuh berada pada suatu gradien (titik
perbedaan antara dua tekanan). Pada seseorang yang mengalami ulkus dekubitus dapat

menimbulkan kerusakan jaringan kulit hingga ketidaknyamanan sehingga menjadi

stressor hingga dapat menyebabkan meninggal dunia. (Nursalam, 2014 dalam

Bagaswara Dwi Saputra, 2019).

Dalam sebuah thesis yang dilakukan oleh Juan (2013) berjudul Efek Infra Merah

Terhadap Ambang Rangsang Nyeri Pada Subyek Sehat menyimpulkan 1. Pemberian

infra merah dapat meningkatkan ambang rangsang nyeri pada subyek sehat. 2.

Pemberian infra merah dapat meningkatkan ambang rangsang nyeri sisi kontralateral

pada subyek sehat. 3 Efek infra merah dapat bertahan sampai 15 menit setelah

pemberian dihentikan pada subyek sehat.

Pada penelitian Purnama (2008) dimana dilakukan penyinaran inframerah pada

salah satu lengan, selanjutnya dibandingkan ambang penghentian penyinaran infra

merah, pada sisi yang di sinar maupun kontra lateral menyimpulkan bahwa Inframerah

dapat meningkatan ambang rangsang nyeri pada tempat pemberian infra merah dan sisi

kontralateral serta dapat bertahan sampai 15 menit setelah pemberian infra merah.

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka peneliti menganggap perlu

melakukan suatu penelitian tentang penatalaksanaan fisioterapi infra merah terhadap

penurunan skala nyeri perawatan luka ulkus dekubitus pada pasien imobilitas.

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimanakah penatalaksanaan fisioterapi modalitas infra merah terhadap

penurunan skala nyeri perawatan luka ulkus dekubitus pada pasien imobilitas di wilayah

kerja UPTD Puskesmas Omben.


1.3 Tujuan

Untuk mengetahui penatalaksanaan fisioterapi modalitas infra merah terhadap

penurunan skala nyeri perawatan luka ulkus dekubitus pada Pasien Imobilitas di

wilayah kerja UPTD Puskesmas Omben

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk melakukan penatalaksanaan fisioterapi modalitas infra merah terhadap

penurunan skala nyeri perawatan luka ulkus dekubitus pada Pasien Imobilitas di

wilayah kerja UPTD Puskesmas Omben

1.3.2 Tujuan Khusus

(1) Menerapkan intervensi fisioterapi modalitas infra merah terhadap

penurunan skala nyeri perawatan luka ulkus dekubitus pada Pasien

Imobilitas di Wilayah kerja UPTD Puskesmas Omben

(2) Menjelaskan pengaruh fisioterapi modalitas infra merah terhadap

Penurunan skala nyeri perawatan luka ulkus dekubitus pada Pasien

Imobilitas di Wilayah kerja UPTD Puskesmas Omben

1.4 Manfaat

1.4.1 Teoritis

Penelitian ini berguna untuk memperkuat pembuktian teori tentang adanya

pengaruh fisioterapi modalitas infra merah terhadap penurunan skala nyeri perawatan

luka ulkus dekubitus pada Pasien Imobilitas yang mengalami ketidak efektifan bersihan

jalan nafas.
1.4.2 Praktis

(1) Bagi institusi pendidikan

Hasil penelitian ini merupakan satu sumbangan yang dapat digunakan

sebagai input dan literatur bagi pembelajaran penatalaksanaan asuhan

keperawatan pasien dengan masalah nyeri.

(2) Bagi instansi/ Puskesmas

Sebagai rekomendasi untuk mengembangkan terapi non-farmakologi

fisioterpai modalitas infra merah bagi penderita dengan masalah nyeri.

(3) Bagi orang tua pasien

Sebagai pedomaan dalam meminimalisikan terjadinya penyakit, serta

sebagai pedomaan dalam fisioterapi modalitas infra merah.

(4) Bagi Peneliti

Menambah pengetahuan, dan wawasan di bidang kesehatan, yang berkaitan

dengan masalah keperawatan nyeri sehingga dapat memperkaya ilmu

pengetahuan dan sebagai pengalaman belajar dalam kegiatan penelitian.


BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ulkus Dekubitus

2.1.1 Definisi

Dekubitus adalah kerusakan atau kematian kulit sampai jaringan di bawah kulit,

bahkan menembus otot sampai mengenai tulang akibat adanya penekanan pada suatu

area secara terus menerus sehingga mengakibatkan gangguan sirkulasi darah setempat

(Pranarka K, 2015).

Ulkus dekubitus adalah kerusakan jaringan setempat pada kulit dan/atau jaringan

dibawahnya akibat tekanan, atau kombinasi antara tekanan dengan pergeseran (Shear),

pada bagian tubuh (Tulang) yang menonjol.5,6,7 Ulkus dekubitus menandakan telah

terjadi nekrosis jaringan lokal, sering terjadi pada bagian tubuh yang menonjol,

misalnya sakrum, tuberositas iskialgia, trokanter, tumit. Ulkus dekubitus sering disebut

sebagai ischemic ulcer, Pressure Ulcer, Pressure sore, bed sore, decubital ulcer (Setia

MDM, 2016).

2.1.2 Epidemiologi

Di negara maju, presentase terjadinya decubitus mencapai sekitasr 11% dan

terjadi dalam dua minggu pertama perawatan. Prevalensi ulkus decubitus stadium II

atau lebih pada pasien rawat akut di rumah sakit berkisar antara 3 sampai 11 persen,

dengan insidensi selama perawatan di rumah sakit antara 1-3 persen. Pada pasien yang

diperkirakan harus berbaring atau duduk selama paling tidak 1 minggu, prevalensi ulkus

stadium II atau lebih meningkat hingga 28 persen, dengan insidensi selama perawatan
berkisar antara ,7 dan 29,5 persen. Ulkus dekubitus umumnya terjadi pada 2 minggu

pertama perawatan di rumah sakit, dan pada pasien yang mengalami ulkus, 54

persennya timbul setelah masuk rumah sakit. Prevalensi ulkus dekubitus pada lanjut

usia yang dirawat di panti werdha dilaporkan sama dengan yang ada di rumah sakit

(Pranarka K, 2015).

2.1.3 Patofisiologi

Empat faktor yang berpengaruh pada patogenesis timbulnya ulkus dekubitus

adalah tekanan, daya regang, friksi/gesekan, dan kelembapan (Pranarka K, 2015).

(1) Tekanan

Tekanan darah pada kapiler berkisar antara 16 mmHg – 33 mmHg. Kulit

akan tetap utuh karena sirkulasi darah terjaga, bila tekanan padanya masih

berkisar pada batas-batas tersebut. Tetapi sebagai contoh bila seorang penderita

immobil terpancang pada tempat tidurnya secara pasif dan berbaring di atas

kasur busa biasa maka tekanan daerah sakrum akan mencapai 60-70 mmHg,

daerah tumit mencapai 30-45 mmHg. Tekanan ini akan menimbulkan daerah

iskemik dan bila berlanjut terjadi nekrosis jaringan kulit. Substansia H yang

mirip histamin dilepaskan oleh sel-sel iskemik, terjadi akumulasi metabolik

seperti kalium, adenosine dipospat (ADP), hydrogen dan asam laktat, yang

diduga sebagai faktor penyebab dilatasi pembuluh darah (Setia MDM, 2016).

Trauma akibat tekanan umumnya dimulai pada jaringan yang lebih dalam dan

menyebar ke permukaan kulit (Pranarka K, 2015).

(2) Daya Regang (Shear)

Faktor terengangnya kulit misalnya akibat gerakan meluncur ke bawah pada

penderita dengan posisi setengah duduk atau setengah berbaring. Faktor


terlipatnya kulit akibat gesekan badan yang sangat kurus dengan alas tempat

tidur, sehingga seakan-akan kulit tertinggal dari area tubuh lainnya. Pada

dasarnya, sulit untuk menciptakan suatu tekanan tanpa disertai dengan adanya

faktor shearing baik disertai kompresi maupun tanpa kompresi (Pryde JA, 2013).

(3) Gesekan (Friction)

Pada pasien imobilisasi dengan posisi setengah duduk dan kecendrungan

tubuh meluncur ke bawah, apalagi keadaan tubuh basah (Setia MDM, 2016).

Gesekan yang terjadi antara kulit dan permukaan lain dapat menyebabkan

hilangnya lapisan startum korneum namun masih dalam batas normal. Bila

gesekan terjadi secara terus-menerus dan berulang maka akan menyebabkan

pelepasan lapisan stratum korneum lebih banyak sehingga akan menimbulkan

cedera pada kulit (Pryde JA, 2013).

(4) Kelembaban

Ini merupakan faktor ekstrinsik yang penting. Salah satu contoh kelembaban

ekstrinsik dapat berasal dari keringat, urin, feses yang dapat menyebabkan

terjadinya maserasi pada permukaan kulit. Kulit yang sudah maserasi akan

membentuk lepuh dan rentan terhadap kerusakan struktur kulit. Kelembaban

yang berlebihan pada permukaan kulit juga akan melemahkan penghalang kulit

dan membuatnya lebih rentan terhadap tekanan, shearing dan gesekan. Hal inilah

yang menjadi faktor utama untuk terjadinya ulserasi (Pryde JA, 2013).

2.1.4 Predileksi

Sebanyak 95 % ulkus dekubitus terjadi pada bagian belakang tubuh.Daerah

predileksi yang sering terjadi ulkus dekubitus adalah sakrum, koksigeal, tuberositas
ischialgia dan trokanter mayor. Sakrum merupakan daerah tersering terjadi ulkus

dekubitus (36%), tumit (30%), daerah lain masing-masing 6%.

Daerah predileksi ulkus dekubitus:

(1) Posisi dorsal: os. Sakrum, koksigeus, tendon achiles, os oksipital

(2) Posisi abdominal: os frontal, arkus kostarum , krista illiaka, genue

(3) Posisi Lateral: trokanter mayor, os zigomatikum, kostae lateral dan maleolus

lateralis

(4) Posisi duduk: tuberositas iskialgia, os oksipital, tumit (Setia MDM, 2016).

2.1.5 Faktor resiko

(1) Faktor Resiko Primer

Faktor resiko primer merupakan faktor resiko yang menyebabkan

menurunnya pergerakan (morbiditas) sehingga terjadi imobilisasi relative/total

yaitu:

- Gangguan neurologis dengan paralisis: stroke, hemiplegia, hemiparesis,

paraplegia, tetraplegia.

- Gangguan fungsi kognitif dan Penurunan kesadaran.

- Intervensi bedah: anestesi (premedikasi, anestesi, fase pemulihan) untuk

jangka waktu yang lama.

- Gangguan psikiatrik dan obat psikotropik: psikosis akut misalnya

katatonia dan depresi akut, obat sedasi misalnya neuroleptic,

benzodiazepine

- Nyeri hebat
(2) Faktor Resiko Sekunder

Faktor resiko sekunder adalah faktor-faktor yang dapat menurunkan

toleransi jaringan.

Faktor yang menurunkan tekanan intravaskuler:

- Hipotensi arterial: syok ( hipovolemik, septik, kardiogenik), overdosis

obat antihipertensi

- Dehidrasi: pemakaian diuretik, diare, sengatan matahari. Faktor yang

menurunkan transport oksigen ke sel:

- Anemia: hemoglobin < 9 g%

- Penyakit oklusi arteri perifer

- Mikroangiopati diabetic

- Hipotensi, Bradikardi

- Syok hipovolemik

Faktor yang meningkatkan konsumsi oksigen di sel:

- Demam 38oC

- Hipermetabolisme

- Infeksi, sitokemia

Faktor yang menyebabkan defisiensi nutrient dalam sel:

- Malnutisi: defisiensi protein, vitamin, mineral, trace elements

- Kakeksia: imobilitas karena katabolisme dan kelemahan otot

- Limfopenia yang berhubungan dengan malnutrisi: defisiensi imun,

gangguan penyembuhan luka.

Faktor yang melemahkan pertahanan kulit:

- Proses menua pada kulit: tipis, atrofi, dengan sedikit sel-sel imun
- Higiene kulit buruk

- Penyakit kulit: eksema, kandidiasis

- Kandungan air pada kulit berkurang, daya regang menurun integritas

antara dermis dan epidermis menurun. Kulit kering karena atrofi

glandula sebaseus dan apokrin.

- Kulit menjadi halus mudah maserasi pada inkontinensia urin dan alvi

karena sering terpapar urin dan feses.

- Pemakaian obat steroid yang menyebabkan kulit atrofi, tipis, mudah

luka.

2.1.6 Faktor resiko ulkus dekubitus dapat pula dibagi menjadi faktor intrinsik dan

ekstrinsik.

Faktor intrinsik adalah semua faktor yang yang berasal dari kelainan pada pasien

itu sendiri (faktor resiko primer dan sekunder).

Faktor ekstrinsik, meliputi: Kebersihan tempat tidur, peralatan medis (infus,

central venous pressure/CPV, ventilator) yang menyebabkan penderita terinfeksi pada

sikap tertentu posisi duduk salah dan perubahan posisi kurang (Qaseem. A et all, 2015).

2.1.7 Klasifikasi Ulkus dekubitus (Bogie K, 2010).

Menurut NPUAP / EPUAP ulkus dekubitus dikelompokkan menjadi 6 kelompok

antara lain adalah sebagai berikut.

(1) Derajat I: Eritema

Pada keadaan ini kulit masih dalam keadaan utuh namun disertai dengan

daerah yang eritematous.Daerah yang eritematous ini berbatas tegas dapat

disertai dengan rasa hangat atau dingin dibandingkan dengan keadaan


disekitarnya.Pada kondisi pasien ulkus dekubitus derajat I mungkin sedikit

sulit untuk dideteksi pada pasien-pasien yang berkulit gelap.

(2) Derajat II: Hilangnya sebagian ketebalan kulit

Hilangnya sebagian ketebalan dari lapisan dermis menggambarkan suatu

ulkus dekubitus yang mulai terbuka dengan dasar yang dangkal dan

pinggiran luka dapat berwarna merah atau merah muda. Keadaan lain dapat

disertai dengan abrasi dan lecet.

(3) Derajat III: Hilangnya seluruh ketebalan kulit

Pada derajat ini hilangnya seluruh ketebalan kulit meliputi jaringan

subkutan atau nekrotik yang mungkin akan melebar kebawah tapi tidak

melewati fascia yang berada di bawahnya. Luka secara klinis terlihat seperti

lubang yang dalam dengan atau tanpa merusak jaringan sekitarnya.Namun

pada lokasi-lokasi tertentu seperti hidung, telinga, tengkuk dan maleolus

tidak memiliki jaringan subkutan dan bila terbentuknya ulkus atau ulserasi

dengan derajat III dasar luka bersifat dangkal.Sebaliknya, pada lokasi-lokasi

dengan kandungan jaringan subkutan yang banyak dapat membentuk dasar

luka yang lebih dalam namun tulang atau tendon tidak terlihat atau tidak

teraba secara langsung.

(4) Derajat IV: Hilangnya keseluruhan kulit dan jaringan

Hilangnya seluruh ketebalan kulit disertai destruksi ekstensif, nekrosis

jaringan; atau kerusakan otot, tulang, atau struktur penyangga misalnya

kerusakan jaringan epidermis, dermis, subkutaneus, otot dan kapsul

sendi.Kedalaman luka ulserasi atau ulkus pada derajat IV bervariasi

berdasarkan lokasi anatomi yang dapat memperdalam luka sampai ke dalam


otot dan / atau struktur pendukung (misalnya, fascia, tendon atau kapsul

sendi) sehingga dapat mengakibatkan kemungkinan osteomyelitis.Pada

derajat IV ini tulang atau tendon dapat terlihat atau langsung teraba.

(5) Unstageable

Pada klasifikasi ini ditemukan hilangnya seluruh jaringan yang mana dasar

ulkus ditutupi oleh slough (kuning, cokelat, abu-abu, hijau atau coklat) dan /

atau eschar atau jaringan nekrotik (cokelat, cokelat atau hitam) di sekitar

luka.Dikatakan klasifikasi yang unstageable oleh karena luka ditutupi oleh

sloughd dan eschar yang sehingga tidak dapat menilai bagaimana dasar luka

dan kedalaman lukanya.

(6) Suspected deep tissue injury

Pada daerah sekitar luka dapat ditemukan adanya perubahan warna berupa

ungu atau merah marun dari kulit yang utuh dikarenakan adanya kerusakan

jaringan lunak yang mendasari dari tekanan.

2.1.8 Berdasarkan waktu yang diperlukan untuk penyembuhan dan perbedaan

temperatur ulkus dekubitus dengan kulit sekitarnya, ulkus decubitus dibagi

menjadi 3 bagian:

(1) Tipe normal

Beda temperatur ± 2,5 ˚C antara dareah ulkus dengan kulit sekitar akan

sembuh sekitar 6 minggu selama perawatan. Ulkus ini terjadi karena

iskemia jaringan setempat akibat tekanan namun pembuluh dan aliran darah

masih baik.
(2) Tipe arteriosklerotik

Beda temperatur < 1 ˚C antara daerah ulkus dengan kulit sekitar.Ulkus

decubitus terjadi karena tekanan dan arteriosklerotik pada pembuluh

darah, penyembuhan terjadi dalam 16 minggu.

(3) Tipe terminal

Terjadi pada penderita yang akan meninggal dan tidak akan sembuh

(Setia MDM, 2016).

2.1.9 Diagnosis

Anamnesis geriatri lengkap dilakukan baik autoanamnesis atau aloanamnesis,

terutama sehubungan untuk mencari faktor faktor resiko (primer dan skunder) misalnya

lama terjadi imobilisasi, komorbid penyakit (DM, stroke , penyakit pembuluh darah

perifer, penurunan fungsi perifer, penurunan fungsi kognitif) dan riwayat ulkus

decubitus sebelumnya. Pemeriksaan fisik pada kulit dilakukan dengan teliti, terutama

pada daerah predileksi (bagian yang menonjol) terjadi decubitus (sacrum, tumit, belikat,

siku).Inspeksi pada kulit melihat adanya daerah yang eritem/lesi, luka lecet, luka dalam.

Pengkajian paripurna pada pasien geritari (P3G)/Comprehensive geriatric

assessment) sangat diperlukan dalam mengidentifikasi pasien yang beresiko ulkus

decubitus.Komprehensif dalam menetukan masalah kesehatan (Biopsikososio kultural).

Serta mengetahui cadangan fisiologi yang masih ada pada pasien usia lanjut dengan

multi morbiditas. Pengkajian paripurna pada pasien geritari mencakup pengkajian

tingkat mobilitas (memeriksa Activity of Daily Living/ ADL Barthel), status kognitif

(Mini Mental State Examination/MMSE), status psikis (Geriatric Depression

Scale/GDS). Pemeriksaan status fungsional sebelum sakit, saat sakit, selama perawatan
dilakukan untuk evaluasi mencapai target keberhasilan mobilisasi jangka pendek,

menegah dan panjang

2.1.10 Diagnosa Banding

(1) Eritem non-palpable, yang ―memucat‖ (blanch) pada penekanan

(2) Lika kronik tipe yang lain (ulkus diabetes, ulkus venous)

(3) Ulkus decubitus atipikal

(4) Ulkus decubitus yang terjadi bukan pada tempat predileksi, misalnya

permukaan ekstensor lengan/ tungkai, dorsum kaki, ujung jari.

2.1.11 Skala Penilaian Resiko

(1) Skala Norton

Skala Norton tidak mempertimbangkan faktor gizi, shearing dan tidak

memiliki definisi fungsional parameter yang diterapkan. Skala Norton yang telah

dimodifikasi menambahkan beberapa faktor diantara lain adalah sebagai berikut:

- Diabetes

- Hipertensi

- Hematokrit - pada laki-laki <41%, pada wanita <36%

- Hemoglobin - pada laki-laki <14gm%; pada wanita <12gm%

- Tingkat serum albumin <3,3 gm%

- Demam - suhu> 99,6 ° F

- Perubahan kondisi mental dalam waktu 24 jam (Wahyuni LK et all,

2013).
(2) Skala Waterlow

Skala Waterlow dirancang oleh Judy Waterlow pada tahun 1987. Skala

Waterlow memiliki faktor penilaian tambahan yang membuatnya menjadi lebih

kompleks.

(3) Skala Braden

Skala penilaian resiko ini telah dirancang oleh Bergstrom pada tahun

1987.Skala Barden ini adalah alat skoring yang sistem penilaiannya berbeda

dengan skala Norton dan juga Waterlow.Pada skala Braden menyimpulkan

bahwa semakin rendah skor, semakin besar risiko terjadinya ulkus.

2.1.12 Pencegahan

AHCPR mengajukan suatu panduan untuk pencegahan ulkus decubitus, yang

meliputi pengkajian faktor resiko, perawatan kulit dan terapi awal ulkus decubitus,

pencegahan/perlindungan terhadap efek tekanan, gesekan dan regangan serta

pemanfaatan program edukasi tentang ulkus dekubitus.

(1) Pengkajian faktor resiko.

(2) Perawatan kulit dan terapi awal.

(3) Pencegahan akibat tekanan, gesekan dan regangan.

(4) Edukasi dan pendekatan multidisiplin.

2.1.13 Pengelolaan Dekubitus

(1) Pendekatan Sistematik dan Farmakologi

Pendekatan sistematik juga merupakan hal penting dalam penatalaksanaan

pasien dengan ulkus dekubitus.Faktor nutrisi dan hidrasi secara khusus harus

diperhatikan dan ditangani dengan baik.Asupan nutrisi yang adekuat harus

disediakan untuk mencegah malnutrisi, dan defisiensi harus dikoreksi. Pada


pasien malnutrisi yang mengalami ulkus dekubitus, protein yang diberikan

setidaknya 1,25 sampai 1,5 g/kgBB/hari untuk mencapai keseimbangan nitrogen

yang positif. Kebutuhan akan mineral dan vitamin juga harus diperhatikan.

(2) Non Farmakologi

- Ultrasound Diatermi

Parameter terapi yang telah dibuktikan efektif untuk aplikasi ini adalah

20% dengan intensitas 0.8-1W/Cm2,serta menggunakan frekwensi 3

Mhz selama 5-10 menit. Penelitian lebih lanjut mengenai penggunaan

US dapat diaplikasikan pada sebuah ulcer kulit baik dengan

mengaplikasikan gel transmisi pada kulit yang intak disekitar luka dan

hanya menterapi daerah ini, atau luka dapat diterapi langsung dengan

menutupinya dengan bahan US coupling sheat, atau dapat pula dengan

memasukan luka bersama transduser US kedalam air.

Pada Juni 2004 sebuan nonkontak Ultrasound kilohertz telah diijinkan

oleh FDA untuk pembersihan luka dan pemeliharaan debridemant, dan

pada May 2005 hal ini telah di anjurkan untuk penggunaan pada

penyembuhan luka. Alat diaplikasikan pada frekwensi 40khz,intensitas

0,1W/cm2 dengan jarak 5-15 mm dari permukaan luka. Penggunaan alat

dengan menggunakan uap garam salin sebagai penghantar energi

ultrasound ke jaringan. Alat ini diletakan perpendikular pada luka dan

berjalan secara horisuntal dan vertikal diatas luka selama perawatan.

Luka dengan luas sampai dengan 10 cm2 diterapi selama 3 menit,luka

dengan luas 10-19 cm2 diterapi selama 4 menit.dan waktu

pengaplikasian akan meningkat 1 menit setiap penambahan luas 10cm2.


- Stimulasi Listrik

Beberapa penelitian menunjukan bahwa stimulasi listrik dapat

mempromosikan penyembuhan jaringan pada tahun 2002 pada pusat

kesehatan di Amerika serikat telah menyetujui pembayaran untuk

pemakaian TENS pada penyembuhan luka kronik, ulkus kronik pada

tungkai bawah yang tidak memberikan respons terapi luka standard.

Kluth‖s pada tahun 2005 mengulangi penelitian diatas dengan

mengaplikasikannya model manusia maupun hewan dengan diberikan

bersamaan dengan terapi luka standar. Kloth mengajukan beberapa

mekalisme untuk efek ini termasuk meningkatnya sintesa protein dan

migrasi sel, anti bacterial efek, peningkatan aliran darah dan

peningkatan oksigenasi jaringan.

Parameter stimulasi listrik untuk penyembuhan jaringan. Parameter

Elektroda, Untuk stimulasi listrik dalam perbaikan luka, elektroda

untuk tujuan terapi diletakan pada atau sekitar luka. Arus monofasik

sebaiknya digunakan saat stimulasi listrik dipakai untuk tujuan

penyembuhan jaringan. HPVC.Polaritas dari elektroda yang berada

diatas atau dekt dengan luka dipilih selektif sesuai dengan tipe sel yang

berpetan pada setiap tahap penyembuhan luka.serta ada tidaknya infeksi

atau inflamasi pada luka.

Durasi pulsasi yang dianjurkan dengan m,enggunakan HVPC agar

terjadi perbaikan penyembuhan luka adalah antara 40 dan 100μs.

Pulsasi frekwensi sebaiknya pada 60-125pps agar menghasilkan


perbaikan dalam penyembuhan jaringan.Stimulasi listrik terus menerus

secara keseluruhan selama terapi untuk penyembuhan jaringan.

Amplitudo arus sebaiknya cukup dengan sensasi nyaman pasien tanpa

respons motorik. Saat ini penelitian umumnya merekomendasikan

terapi dilakukan 5 kali dalam seminggu selama 45-60 menit.

- Laser

Beberapa penelitian, artikel dan metaanalisis mempublikasikan

menyangkut penggunaan dari laser dengan dosis rendah dan terapi sinar

untuk dapat mempercepat penyembuhan pada luka kronik dan akut

pada manusia dan binatang. Area ini didasarkan pada penelitian oleh

Mester yang awalnya menemukan bahwa iradiasi laser dengan dosis

rendah dapat mempercepat penyembuhan jaringan.

Walaupun parameter ideal terapi untuk dapat meningkatkan

penyembuhan jaringan tidak pasti bukti bukti saat ini mengindikasikan

laser merah atau cahaya infra red dengan densitas energy diantara 5-

24J/cm2 adalah paling efektif. Dengan dosisi lebih rendah 16-20J/cm2

mungkin dapat menghambat penyembuhan jaringan.

2.1.14 Komplikasi

Komplikasi yang paling serius akibat ulkus dekubitus adalah sepsis.Bila ulkus

menjadi sumber bakteremia maka mortalitas di rumah sakitnya mendekati

60%.Bakteremia transien juga dapat timbul setelah debridemen dilakukan, dan ini harus

mendapat perhatian dari petugas kesehatan yang merawat pasien dengan ulkus

dekubitus.Angka mortalitas ulkus derajat IV dapat mencapai 40%.


Komplikasi sering terjadi pada stadium 3 dan 4, walaupun dapat juga terjadi

pada ulkus superfisial. Komplikasi yang dapat terjadi antara lain :

(1) Infeksi, sering bersifat multibakterial baik yang aerobic ataupun aneorobik

(2) Keterlibatan jaringan tulang dan sendi seperti periostitis, osteitis,

osteomielitis (38%), artritis septik

(3) Septicemia

(4) Anemia

(5) Hipoalbuminemia

(6) Kematian dengan angka mortalitas mencapai 48%.

Komplikasi tersering yang terjadi pada pasien dengan ulkus dekubitus adalah

terjadinya infeksi pada daerah luka yang diakibatkan karena perawatan luka yang tidak

adekuat.Semua luka mengandung bakteri yang dapat menyebabkan suati keadaan

infeksi. Tanda-tanda suatu luka menggambarkan suatu keadaan infeksi adalah sebagai

berikut:

(1) Bau

(2) Peningkatan eksudat

(3) Jaringan granulasi

(4) Peningkatan rasa sakit

2.2 Konsep Nyeri

2.2.1 Definisi Nyeri

Nyeri adalah sensasi yang sangat tidak menyenangkan dan sangat individual

yang tidak dapat dibagi dengan orang lain. Nyeri dapat memenuhi seluruh pikiran

seseorang, mengubah kehidupan orang tersebut. Akan tetapi, nyeri adalah konsep yang

sulit dikomunikasikan oleh klien (Berman, 2009).


Nyeri adalah pengalaman pribadi, subjektif, yang dipengaruhi oleh budaya,

persepsi seseorang, perhatian, dan variabel-variabel psikologis lain, yang mengganggu

perilaku bekelanjutan dan memotivasi setiap orang untuk menghentikan rasa tersebut

2.2.2 Macam Nyeri

(1) Nyeri Akut

Nyeri akut bersifat melindungi, memiliki penyebab yang dapat

diidentifikasi, durasi pendek dan memiliki sedikit kerusakan jaringan serta

respon emosional. Pada akhirnya nyeri akut dapat di prediiksi waktu

penyembuhannya dan penyebabnya dapat diidentifikasi, hal ini membuat

anggota tim medis merasa termotivasi untuk segera menangani nyeri

tersebut. (Potter & Perry, 2010).

(2) Nyeri Kronis

Nyeri yang berlangsung lebih dari 6 bulan, baik sumber nyeri itu diketahui

atau tidak. Nyeri kronis ditandai dengan mudah tersinggung (sering disertai

dengan insomnia) yang menyebabkan kurang perhatian dan terisolir dari

kerabat dan keluarga, disertai dengan peningkatan perasaan tidak bisa dan

putus asa. Akhirnya orang mundur dari interaksi sosial (C.Smeltzer,

Suzanne, 2001).

2.2.3 Skala Nyeri

(1) Skala nyeri dapat menggunakan pendekatan PQRST

- Provoking Incident (Pemicu) : faktor yang memperberat atau

meringankan nyeri.

- Quality or Quantity of Pain (Kualitas) : tumpul, tajam.

- Region (Daerah) : daerah penjalaran ke daerah lain.


- Severity scale of Pain (Intensitas) : seberapa jauh nyeri dirasakan oleh

klien.

- Time (Waktu) : berapa lamanya nyeri berlangsung (bersifat akut atau

kronis), kapan terjadinya (Arif Mutaqqin, 2008).

(2) Wong Baker Faces Pain Rating Score

Digunakan untuk pasien dewasa dan anak-anak (> 3 tahun) yang tidak dapat

menjelaskan intensitas nyeri yang dirasakan. Skala ini berguna pada pasien

dengan gangguan komunikasi, seperti anak-anak, orang tua, pasien yang

kebingungan atau pada pasien yang tidak mengerti dengan bahasa lokal

setempat.

Cara menilai dengan melihat ekspresi wajah pasien.

0 : tidak merasakan nyeri

1 - 3 : nyeri ringan

4 - 6 : nyeri sedang

7 – 10 : nyeri berat

Gambar 2.1 Skala Wong Baker Face Pain


(3) Visual Analog Scale (VAS)

Visual analog scale (VAS) adalah cara yang paling banyak digunakan untuk

menilai nyeri. Skala linier ini menggambarkan secara visual gradasi tingkat

nyeri yang mungkin dialami seorang pasien. Rentang nyeri diwakili sebagai

garis sepanjang 10 cm. Tanda pada kedua ujung garis ini dapat berupa angka

atau pernyataan deskriptif. Ujung yang satu mewakili tidak ada nyeri,

sedangkan ujung yang lain mewakili rasa nyeri terparah yang mungkin

terjadi. Skala dapat dibuat vertikal atau horizontal. VAS juga dapat

diadaptasi menjadi skala hilangnya/reda rasa nyeri. Digunakan pada pasien

anak >8 tahun dan dewasa. Manfaat utama VAS adalah penggunaannya

sangat mudah dan sederhana. Namun, untuk periode pasca bedah, VAS tidak

banyak bermanfaat karena VAS memerlukan koordinasi visual dan motorik

serta kemampuan konsentrasi.

Gambar 2.2 Visual Analog Scale (VAS)


2.3 Konsep Infra Red

2.3.1 Definisi

Infra Red adalah sinar dengan panjang gelombang elektromagnetik dengan

panjang gelombang 7.700 – 4.000.000 Amstrong (Kuntoro, 1993).

2.3.2 Indikasi

Indikasi pemberian Infra red yaitu untuk:

(1) Pereda nyeri

(2) Rileksasi otot

(3) Edema

(4) Penghapusan produk limbah

(5) Luka superfisial (Gitesh Amrohit, 2012).

2.3.3 Kontra Indikasi

Infra red tidak dapat diberikan pada kondisi:

(1) Insufisiensi pembuluh darah

(2) Penyakit arterial

(3) Perdarahan

(4) Area anastesi

(5) Kehamilan dan saat menstruasi

(6) Penyakit kulit seperti psoriasis dan eczema

(7) Hipotesis termal

(8) Terapi sinar-x yang dalam (Gitesh Amrohit, 2012).


2.3.4 Efek Fisiologis Infra Red

Pemanasan jaringan dangkal menimbulkan peningkatan local dalam aliran darah

yang dapat, memberikan pengurangan nyeri serta meningkatkan penyerapan metabolit

inflamasi, mengurangi kejang otot lokal, mendorong reabsorpsi edema dan mungkin

meningkatkan perbaikan jaringan dengan cara stimulasi metabolic (Stuard Porter, 2013).
BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Pendekatan

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus, yang

digunakan dalam mengeksplorasi suatu masalah dengan batasan terperinci, memiliki

pengambilan data yang mendalam dan menyertakan berbagai sumber informasi.

Penelitian studi kasus dibatasi oleh waktu dan tempat, serta kasus yang dipelajari

berupa peristiwa, aktivitas atau individu

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di UPTD Puskesmas Omben dan dilaksanakan pada

tanggal 22 Mei 2023 s/d 23 Mei 2023.

3.3 Subjek Penelitian/Kasus

Subjek dalam penelitian ini sebanyak 2 pasien dengan masalah keperawatan

nyeri berhubungan dengan perawatan luka ulkus dekubitus. Dengan kriteria inkulsi

sebagai berikut : pasien yang telah dirawat minimal 3 hari, bisa berkomunikasi dengan

baik, pasien tidak dalam kondisi gawat, tingkat kesadaran komposmentis, dan bersedia

menjadi responden.

3.4 Etika Penelitian

3.4.1 Informed Consent (persetujuan menjadi responden)


3.4.2 Anonimity (tanpa nama)

3.4.3 Confidentiality (kerahasiaan)


BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
4.1.1 Pengkajian Klien 1

A. Identitas Pasien (1)


Nama Pasien : Ny. N
No. RM : 1435-23
Tempat Tanggal Lahir : Sampang, 1 Januari 1958
Umur : 65 Tahun
Agama : Islam
Status Perkawinan : Kawin
Pendidikan : SD Sederajat
Alamat : Dsn. Mortapa Desa Gersempal Kec. Omben
Pekerjaan : Petani
Jenis Kelamin : Perempuan
Suku : Madura
Diagnosa Medis : .................................................................
Tanggal Masuk RS : .................................................................
Tanggal Pengkajian : .................................................................
Sumber Informasi : .................................................................

B. Riwayat Kesehatan
1. Keluhan Utama :.........................................................
..............................................................................................................
..............................................................................................................
.............................................................................................
2. Riwayat Penyakit Sekarang :............................................................................
.........................................................................................................................
............................................................................................................................
.........................................................................................................................
..........................................................................................................................

3. Riwayat Penyakit Dahulu :...........................................................................


........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
.........................................................................................................................

4. Riwayat Penyakit Keluarga :.............................................................................


..........................................................................................................................
...........................................................................................................................
.........................................................................................................................

5. Genogram:
C. Pengkajian Pemenuhan Kebutuhan Dasar Manusia Menurut Gordon (11 Pola)
1. Pola Persepsi dan Pemeliharaan Kesehatan
..........................................................................................................................
..........................................................................................................................
..........................................................................................................................
2. Pola Nutrisi
Sebelum sakit :
..........................................................................................................................
..........................................................................................................................
Selama sakit :
..........................................................................................................................
..........................................................................................................................
3. Pola Eliminasi
Sebelum sakit :
..........................................................................................................................
............................................................................................................................
Selama sakit :
............................................................................................................................
..........................................................................................................................
4. Aktivitas dan Latihan
Kemampuan Perawatan Diri 0 1 2 3 4

Kemampuan melakukan ROM

Kemampuan Mobilitas di tempat tidur

Kemampuan makan/minum

Kemampuan toileting

Kemampuan Mandi

Kemampuan berpindah
Kemampuan berpakaian

Ket. : 0 = Mandiri
1 = Menggunakan alat bantu
2 = Dibantu orang lain
3 = Dibantu orang lain dan alat
4 = Tergantung Total
5. Tidur dan Istirahat
Sebelum sakit :
..........................................................................................................................
..........................................................................................................................
Selama sakit :
.................................................................................................................................
.................................................................................................................................
6. Sensori, Persepsi dan Kognitif
.................................................................................................................................
.................................................................................................................................
7. Konsep diri
a. Identitas Diri :
..........................................................................................................................
..........................................................................................................................
Gambaran Diri :
..........................................................................................................................
..........................................................................................................................
b. Ideal Diri :
..........................................................................................................................
..........................................................................................................................
c. Harga Diri :
..........................................................................................................................
..........................................................................................................................
d. Peran Diri :
..........................................................................................................................
..........................................................................................................................
.........................................................................................................
8. Sexual dan Reproduksi
Sebelum sakit :
.................................................................................................................................
.................................................................................................................................
Selama sakit :
.................................................................................................................................
.................................................................................................................................
9. Pola Peran Hubungan
Sebelum sakit :
.................................................................................................................................
.................................................................................................................................
.................................................................................................................................
Selama sakit :
............................................................................................................................
...........................................................................................................................
10. Manajemen Koping Stress
Sebelum Sakit :
............................................................................................................................
...........................................................................................................................
Selama sakit :
...........................................................................................................................
..........................................................................................................................
11. Sistem Nilai dan Keyakinan
Sebelum sakit :
..........................................................................................................................
..........................................................................................................................
Selama sakit :
..........................................................................................................................
.........................................................................................................................
D. Pemeriksaan Fisik
1 Tingkat Kesadaran : .................................................................
2 TTV :S: °C N : X/mnt TD : mmHg
RR : X/mnt
3 Kepala : .................................................................

4 Mata, Telinga, Hidung : ................................................................


Mata : .......................................................................................
.......................................................................................
Hidung : .......................................................................................
.......................................................................................
Telinga : .......................................................................................
.......................................................................................
5 Mulut : ................................................................
6 Leher : .................................................................
7 Dada/Thoraks : ................................................................
Inspeksi : ......................................................................................
.......................................................................................
Palpasi : ......................................................................................
.......................................................................................
Perkusi : ......................................................................................
.......................................................................................
Auskultasi :
.......................................................................................

8 Abdomen
Inspeksi : ......................................................................................
.......................................................................................
Auskultasi : ......................................................................................
.......................................................................................
Palpasi : ......................................................................................
.......................................................................................
Perkusi : ......................................................................................
.......................................................................................

9 Genetalia : ................................................................

10 Ekstremitas : .................................................................

11 Kulit : .................................................................

E. Pemeriksaan Penunjang
...................................................................................................................
...................................................................................................................
F. Therapy
..................................................................................................................
..................................................................................................................
..................................................................................................................
.................................................................................................................
.................................................................................................................
..................................................................................................................
G. Analisa Data
Data Masalah Penyebab

DS:

DO:

H. Diagnosa Keperawatan Sesuai Prioritas


……………………………………………………..
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
(Nursing Care Plan)
DIAGNOSA
HARI/ TGL TUJUAN INTERVENSI RASIONAL
KEPERAWATAN
CATATAN PERKEMBANGAN
Nama Pasien : .............................................................
No. RM : .............................................................
Umur : ............................................................:
Dx Medis : .............................................................

Hari/Tgl Dx. Keperawatan Jam Implementasi TTD/Nama Evaluasi TTD/Nama


4.1.2 Pengkajian Klien 2
A. Identitas Pasien (2)
Nama Pasien : .................................................................
No. RM : .................................................................
Tempat Tanggal Lahir : .................................................................
Umur : .................................................................
Agama : .................................................................
Status Perkawinan : .................................................................
Pendidikan : .................................................................
Alamat : .................................................................
Pekerjaan : .................................................................
Jenis Kelamin : .................................................................
Suku : .................................................................
Diagnosa Medis : .................................................................
Tanggal Masuk RS : .................................................................
Tanggal Pengkajian : .................................................................
Sumber Informasi : .................................................................
- Dan seterusnya sesuai format pengkajian pasien pertama –
4.2 Fisioterapi Dengan Kombinasi Pendekatan MRP (Motor Relearning Programme) dan Core-5 Strengthening terhadap
Peningkatan Keseimbangan Statis Dan Dinamis Pada Kasus CVD-S1 Dextra Di RS X

Pada bab ini dituliskan hasil dari penerapan intervensi yang telah dilakukan. Memuat ulasan dan solusi dengan alasan-alasan ilmiah
berdasarkan teori pada text book atau artikel jurnal ilmiah yang dapat dipertanggungjawabkan minimal 5 judul artikel ilmiah yang
berkaitan dengan judul KIK yang dipilih. Ulasan berorientasi pada problem solving dengan argumentasi ilmiah/logis. Pembahasan
terkait intervensi yang telah diterapkan pada asuhan keperawatan yang disertai dasar teori dan penelitian terdahulu. Penulis
mempertahankan argumentasi diperbolehkan mengutip sumber-sumber referensi yang relevan. Tidak dianjurkan tanpa memberikan
klarifikasi ilmiah.
BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Kesimpulan merupakan inti/sintesis dari pembahasan, yang sekurang-kurangnya sesuai dengan jumlah sub bab pada pembahasan
mengacu pada kasus dan temuan pembahasan. Penulisan dalam bentuk operasional.
1) Penatalaksanaan fisioterapi dengan metode Core Strengthening Exercise dan Motor Re-learning Programme (MRP) pada kasus
CVD SI memiliki hasil yang signifikan terhadap peningkatan keseimbangan dinamis dan statis
2) Peningkatan frekuensi terapi dapat meningkatkan angka keberhasilan dalam penatalaksanaan fisioterapi….. yang dilakukan
5.2 Saran
Saran merupakan implikasi hasil penelitian terhadap pengembangan ilmu pengetahuan dan penggunaan praktis. Sekurang-
kurangnya memberi saran bagi peneliti selanjutnya, sebagai hasil hasil pemikiran penelitian atas keterbatasan penelitian yang
dilakukan. Saran diharapkan spesifik mengacu pada hasil penelitian dan operasional dalam pelaksanaannya (kapan, siapa, dan
dimana)
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
Lampiran 1
Tabel Theoritical Mapping (contoh)

Metode Penelitian
Judul, Author. Negara
NO. Tujuan Penelitian (Desain (D), Sample (S), Variabel Hasil
Tahun (jenis jurnal)
(V), Instrumen (I), Analisis (A))
1 Self Care Penderita Indonesia mengetahui self care D : Crossectional Hasil analisis statistik menggunakan uji
Tb Dalam penderita TB dalam S : Penderita TB dengan BTA(+) dan Chi Square menunjukkan nilai
Mengurangi Resiko (Nasional) mengurangi resiko SUSP, Penderita TB yang bisa (ρ=0,001) dengan demikian nilai ρ lebih
Penularan penularan. membaca didapat sebanyak 60 kecil dari (ɑ =0,05) (ρ<ɑ). Maka Ha
Penyakit Di sampel. diterima dan Ho ditolak yang berarti ada
Puskesmas V : self care Penderita Tb Dalam pengaruh antara self care penderita TB
Barabaraya Mengurangi Resiko Penularan. dengan resiko penularan di Puskesmas
Makassar I : wawancara dan kuesioner Barabaraya. Kesimpulan
A : UjiChi Square penelitian ini yaitu self care pada
Meiharti Priyatna penderita TB paru di puskesmas
Dewi, Barabaraya Kota Makassar mayoritas
Suarnianti,dan tergolong kurang.
Syaifuddin Zaenal

(2020)
2 Knowledge, Family Indonesia menganalisis D : crossectional Analisis data menggunakan uji
And Social hubungan antara S : Populasi dalam penelitian ini Spearman’s rho dengan nilai
Support, Self (Internasional pengetahuan, sebanyak 77 orang dan diperoleh signifikansi α≤0.05. Ada hubungan
Efficacy And Self ) dukungan keluarga 65 responden dengan teknik yang signifikan antara pengetahuan
Care Behaviour In dan dukungan sosial purposive sampling. (p=0,003) dan dukungan keluarga
Pulmonary dengan self efficacy V : Knowledge, Family And Social (p=0,000) dengan self-efficacy. Tidak
Tuberculosis dan self care Support, Self Efficacy And Self ada korelasi antara dukungan sosial
Patients behaviour pada Care Behaviour (p=0,106) dengan self-efficacy. Ada
pasien dengan I : kuesioner pengetahuan, hubungan antara pengetahuan (p=0,048)
Titin Sukartini, tuberculosis paru. dukungan keluarga, dukungan dukungan keluarga (p=0,036) dan
Navisa Khoirunisa, sosial, self efficacy dan self care dukungan sosial (p=0,022) dengan self-
dan Laily Hidayati A : Uji Spearman’s rho care behaviour. Ada hubungan antara
pengetahuan dan dukungan keluarga
(2019) dengan self-efficacy, sedangkan
dukungan sosial tidak memiliki
hubungan. Ada hubungan antara
ISSN : 1907-6637 pengetahuan, dukungan keluarga dan
eISSN : 2579-9320 dukungan sosial dengan self-care
behaviour.
3 Hubungan Strategi Indonesia mengetahui D : cross-sectional Hasil menunjukkan bahwa ada
Koping Dengan hubungan antara S : Jumlah sampel penelitian ini hubungan positif yang signifikan antara
Self Efficacy Dan (Nasional) strategi koping sebanyak 105 responden yang strategi koping dengan self efficacy
Self Care Pada dengan self efficacy memenuhi kriteria inklusi. (p=0,015), ada hubungan strategi
Pasien dan self care. V : strategi koping, self efficacy dan koping dengan self care (p=0,018).
Tuberkulosis Paru self care
I : kuesioner
Firda Dwi Yuliana, A : Spearman Rho.
Makhfudli,dan
Tiyas
Kusumaningrum
(2019)
4 Investigating the Iran The aim of the D : correlational study The result, rating was performed by
Relationship present study was to S : conducted on 144 smear-positive dividing the patients’ scores of the self-
between (Internasional investigate the pulmonary tuberculosis patients, care behavior dimensions into three
Components of ) relationship between selected from 45 healthcare groups of poor, moderate, and good
Pender’s Health the components of centers of Mashhad in 2015 using levels. Accordingly, 43.7% (n=62) and
Promotion Model Pender’s Health purposive sampling method 39.4% (n=56) of the participants
and Self-care Promotion Model V : Components of Pender’s Health obtained good and moderate knowledge
Behaviors among and self-care Promotion Model, Self-Care scores, respectively. Considering the
Patients with behaviors among the Behavior attitude scores, 59% (n=85) and 32.7%
Smear-positive smear-positive I : Self-Care Behavior (n=47) of the patients had good and
Pulmonary pulmonary Questionnaire, Components of moderate attitude levels, respectively. In
Tuberculosis tuberculosis patients Pender’s Health Promotion terms of the scores of the Behavior
in Mashhad. Model, and Behavior Observation Observation Checklist, 43.1%, 31.2%,
Masoud zare, Checklist and 13.7% of the patients were at
Zakieh Asadi, A : The data were analyzed using moderate, good, and poor levels,
Mohammad Spearman’s rank-order respectively. In total, the majority of the
Vahedian participants (45.3%, n=63) had a
Shahroodi, moderate level of self-care behavior.
Hamidreza Furthermore, 41% and 13.7% of the
Bahrami –aghanaki patients were at good and poor levels in
(2016) this regard, respectively. However, there
was a correlation between the level of
Evidence Based total self-care behavior and the
Care Journal, 6 (4): components of Pender’s HPM
7-7 (P<0.001).
The results also demonstrated a strong
Evidence Based and direct correlation between the total
Care Journal 2017 score of self-care behavior and
06:07 originally Pender’s HPM. In other words,
published online 01 increased amount of total self-care
January 2017 behavior in individuals could lead to
DOI: higher scores of HPM.
10.22038/ebcj.2016
.7983
Online ISSN:
2008-370X
5 The Effects of Iran The aim of study was D : quasi-experimental Findings mean age of the subjects was
Health Belief (Internasional to determine the S : 160 smear-positive pulmonary TB 55.2 years and treatment duration was
Model(HBM) ) efficacy of the HBM patients were randomly selected 32 days. 53.8% were females, illiterate
based on Health on the promotion of in Sistan region by stratified (76.9%), residents of rural areas
Education and food self-care behaviors sampling. They were divided into (76.9%) and 21.2% of them had a
advised on the in patients with two groups of 80 control subjects family history of TB. 83.7% of them had
Promotion of Self- smear-positive and 80 cases. In sampling, 3 been previously trained about TB.
care Behaviors in pulmonary TB. towns of the region (Zabol, Paired T-test indicated a significant
Tuberculosis Hirmand and Zahak) were each difference on the promotion of the
patients considered as a unique class. model construct, knowledge and self-
V : Health Belief Model(HBM), care behaviors in the test group after
Azadeh Heydari, Health Education and food intervention (P<0,001) and T-test
Khoushabi advised, and the Promotion of showed a significant difference between
Fahimeh Self-care Behaviors groups (P<0.05) in all the constructs,
Mohammad Reza I : comprises of the HBM and a two- knowledge and self-care behaviors with
Shadan, Ali Miri part questionnaire designated the exception of perceived severity and
(2017) accordingly. The first part was self-efficacy after the intervention. The
composed of demographics. The correlation test revealed a positive
second part contained questions correlation between the model construct
Scholars Research regarding the structure of the and knowledge in the test group
Library model, awareness and self-care (p<0.001). Analysis of data showed an
Der Pharmacia behaviors. increase on daily intake of food items
Lettre, 2017, 9 A : paired T-test after intervention in the case group
[5]:60-72 (p<0.05).

ISSN 0975-5071
USACODEN :DPL
EB4
Lampiran 2
Standart Operasional Prosedur (jika ada SOP)

Daftar Pustaka
1. Setia MDM. Ulkus Dekubitus Pada Usia Lanjut Fokus Pada Pencegahan dan
Tatalaksana. In : Abdullah, Abubakar A, Siregar ML, editors. Proceeding the 7th Aceh
Internal Medicine Symposia (AIMS). Banda Aceh: Syiah Kuala University Press; 2016.
P84-94.
2. Pranarka K. Dekubitus. In : Martono HH, Pranarka K, editors. Buku Ajar Boedhi-
Darmojo Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut). Jakarta: Badan Penerbit FKUI; 2015.
P306-18.
3. Jaramillo CA. The Geriatric Patient. In : Braddom RL, Chan L, Harrast MA,
Kowalske
KJ, Matthews DJ, Ragnarsson KT, Stolp KA, editors. Physical Medicine and
Rehabilitation 4th ed. Philadelphia: W.B Saunders Company; 2016. P657.
4. Strax TE, Grabois M, Gonzales P at all, editors. Physical Modalities, Therapeutic
Exercises, Extended Bedrest, and Aging Effect. In: Cuccurullo SJ, Lee J. Physical
Medicine and Rehabilitation Board Review 3rd ed. New York: Demos Medical
Publishing; 2015. p5651.
5. Goldman RJ, Leon JMD, Popescu A. Chronic Wounds. In : Braddom RL, Chan L,
Harrast MA, Kowalske KJ, Matthews DJ, Ragnarsson KT, Stolp KA, editors. Physical
Medicine and Rehabilitation 4th ed. Philadelphia: W.B Saunders Company; 2016. P519-
27.
6. Ho CH, Bogie K. Pressure Ulcers. In : Frontera RW, DeLisa JA, editors. DeLisa’S
Physical Medicine & Rehabilitation Principles And Practice 5th ed Volume I.
Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2010. P1399-1405.
7. Agrawal K, Chauhan N. Pressure ulcers: Back to the basics. Indian Journal of Plastic
Surgery : Official Publication of the Association of Plastic Surgeons of India.
2012;45(2):244-254.
8. Pryde JA. Inflammation and Tissue Repair. In : Cameron MH. Physical Agents In
Rehabilitation, From Research To Practice 4th ed. Mossouri: Elsevier; 2013. P23-44.
9. Bhattachrya S, Mishra RK. Pressure Ulcers : Current understanding and newer
modalities of treatment. Indian Journal of Plastic Surgery : Official Publication of the
Association of Plastic Surgeons of India. 2015;48(1):1-16.
10. Qaseem A, Mir TP, Starkey M, Denberg TD. Risk Assessment and Prevention of
Pressure Ulcers: A Clinical Practice Guideline From the American College of
Physicians. American College of Physicians: Annals of Internal Medicine.
2015;162(5):359-69.
11. Tulaar ABM, Wahyuni LK, Wirawan RP at all. Editors. Layanan Kedokteran
Fisik dan Rehabilitasi. PB Perdosri 2013 : 153-75.

3.5

You might also like