You are on page 1of 60

BAB II

KAJIAN TEORETIK

2.1 Kajian Teori dan Penelitian yang Relevan

2..1.1 Deskripsi Guru

Dalam pengertian yang sederhana, guru adalah orang yang memberikan

ilmu pengetahuan kepada anak didik. Guru dalam pandangan masyarakat adalah

yang melaksanakan pendidikan di tempat-tempat tertentu, tidak mesti di

lembaga pendidikan formal, tetapi bisa juga di masjid, di surau, di mushola, di

rumah, dan lain sebagainya. (Heriyansyah, 2018). Menurut (FIRMANSYAH,

2015) Guru adalah salah satu komponen pendidikan yang sangat berperan dalam

usaha pembentukan sumber daya manusia yang potensial di bidang

pembangunan. Oleh karena itu, guru merupakan salah satu unsur kependidikan

harus berperan serta secara aktif dalam menempatkan kedudukannya sebagai

tenaga profesional. Pada diri guru terletak tanggung jawab untuk membawa

siswa pada suatu kedewasaan atau taraf kematangan tertentu.

Menurut (Buchari, 2018) Signifikansi peran guru dalam pendidikan

persekolahan ini menjadi sangat relevan dihubungkan dengan kedudukan guru

sebagai pengelola pembelajaran yang berada di garda terdepan. Terdapat empat

peran yang paling pokok dalam proses belajar mengajar, yaitu: (1) guru sebagai

demonstrator, (2) guru sebagai pengelola kelas, (3) guru sebagai mediator dan

fasilitator, dan (4) guru sebagai evaluator. Keempat peran guru inilah yang harus

dijalankan secara maksimal dan konsisten agar tercapai tujuan pembelajaran


secara efektif dan berkualitas. Kajian yang dilakukan ini berkaitan dengan peran

guru yang kedua yaitu sebagai pengelola pembelajaran (learning management).

1. Pendidik

Mendidik dikenal sebagai tugas untuk memanusiakan manusia. Siswa adalah

manusia yang belum menjadi manusia seutuhnya sehingga memerlukan bantuan

orang dewasa. Melalui proses pembelajaran, segala sikap dan tingkah laku siswa

ditingkatkan menjadi lebih baik sehingga terbentuk sebuah karakter yang baik.

Guru adalah pendidik yang menjadi tokoh, panutan, dan identifikasi bagi peserta

didik, dan lingkungannya. Oleh karena itu, guru harus memiliki standar kualitas

pribadi tertentu, yang mencakup tanggung jawab, wibawa, mandiri dan disiplin.

2. Pengajar

Guru juga bertugas mengajar. Mengajar artinya mentransfer sejumlah ilmu

pengetahuan kepada siswa. Mengajar bermakna untuk menyentuh ranah

intelektual dan kecerdasan siswa. Untuk mengajar diperlukan berbagai strategi

dan metode sehingga proses transfer ilmu pengetahuan kepada siswa menjadi

lancar. Pengertian ‘mengajar’ yang sesungguhnya adalah menciptakan situasi dan

kondisi supaya siswa belajar. Guru dikatakan belum mengajar kalau siswa belum

belajar. Jadi, orientasi proses pembelajaran di ruang kelas berorientasi kepada

proses belajar siswa terdapat beberapa hal yang perlu dilakukan guru dalam

pembelajaran diantaranya:

a. Membuat ilustrasi

b. Mendefinisikan

c. Menganalisis
d. Menyintesis

e. Bertanya

f. Merespons

g. Mendengarkan

h. Menciptakan kepercayaan

i. Memberikan pandangan yang bervariasi

j. Menyediakan media untuk mengkaji materi standar

k. Menyesuaikan materi pembelajaran

l. Memberikan nada perasaan

3. Pembimbing

Guru berusaha membimbing siswa agar dapat menemukan berbagai

potensi yang dimilikinya, membimbing siswa agar dapat mencapai dan

melaksanakan tugas-tugas perkembangan mereka, sehingga dengan ketercapaian

itu ia dapat tumbuh dan berkembang sebagai individu yang mandiri dan

produktif. Berikut ini beberapa hal yang perlu diperhatikan bagi guru dalam

mengoptimalkan perannya sebagai pembimbing:

1) Guru harus memiliki pemahaman tentang anak yang sedang

dibimbingnya. Misalnya pemahaman tentang gaya dan kebiasaan belajar serta

pemahaman tentang potensi dan bakat yang dimiliki anak, dan latar belakang

kehidupannya. Pemahaman ini sangat penting, sebab akan menentukan teknik

dan jenis bimbingan yang harus diberikan kepada mereka.

2) Guru dapat memperlakukan siswa sebagai individu yang unik dan

memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar sesuai dengan keunikan

yang dimilikinya.
3) Guru seharusnya nya dapat menjalin hubungan yang akrab, penuh

kehangatan dan saling percaya, termasuk di dalamnya berusaha menjaga

kerahasiaan data siswa yang dibimbingnya, apabila data itu bersifat pribadi.

4) Guru senantiasa memberikan kesempatan kepada siswanya untuk

mengonsultasikan berbagi kesulitan yang dihadapi siswanya, baik ketika sedang

berada di kelas maupun di luar kelas.

5) Guru sebaiknya dapat memahami prinsip-prinsip umum konseling dan

menguasai teknik-teknik dasar konseling untuk kepentingan pembimbingan

siswanya, khususnya ketika siswa mengalami kesulitan-kesulitan tertentu dalam

belajarnya.

4. Pelatih

Guru harus berperan sebagai pelatih, yang bertugas untuk melatih peserta

didik dalam pembentukan kompetensi dasar, sesuai dengan kompetensi masing-

masing. Pelatihan yang dilakukan, di samping harus memperhatikan kompetensi

dasar dan materi standar, juga harus mampu memperhatikan perbedaan individual

peserta didik, dan lingkungannya. Untuk itu guru harus banyak tahu, meskipun

tidak mencakup semua hal, dan tidak setiap hal secara sempurna, karena hal itu

tidaklah mungkin.

5. Penasihat

Guru adalah seorang penasihat bagi peserta didik, bahkan bagi orang tua,

meskipun mereka tidak memiliki latihan khusus sebagai penasihat dan dalam

beberapa hal tidak dapat berharap untuk menasihati orang. seorang guru harus

bertindak sebagai konsultan yang siap memberikan nasihat kepada peserta didik.

Menjadi guru pada tingkat mana pun berarti menjadi penasihat dan menjadi orang
kepercayaan, kegiatan pembelajaran pun meletakkannya pada posisi tersebut.

Peserta didik senantiasa berhadapan dengan kebutuhan untuk membuat keputusan,

dan dalam prosesnya akan lari kepada gurunya. Semakin guru itu kreatif, maka

semakin efektif pula guru menangani setiap permasalahan, makin banyak

kemungkinan peserta didik berpaling kepadanya untuk mendapatkan nasihat dan

kepercayaan diri.

6. Model atau Teladan

Sejak zaman dahulu sampai sekarang, guru masih dianggap sebagai pekerjaan

yang luhur, yang memiliki sifat dan karakter yang mulia yang dijadikan ‘model’

atau ‘teladan’ bagi masyarakat. Perhatian masyarakat terhadap guru begitu besar

sehingga setiap apa yang terjadi dengan guru langsung dikomentari oleh

masyarakat. Perilaku guru di sekolah selalu menjadi figur dan dijadikan dalil bagi

para siswanya untuk meniru perilaku tersebut. Hal ini wajar karena peserta didik

dalam proses pembelajaran kadang melakukan modeling untuk mengubah tingkah

lakunya. Guru merupakan model atau teladan bagi para peserta didik dan semua

orang yang menganggap dia Sebagai teladan, tentu saja pribadi dan apa yang

dilakukan guru akan mendapat sorotan peserta didik serta orang di sekitar

lingkungannya yang menganggap atau mengakuinya sebagai guru. Sehubungan

itu, beberapa hal di bawah ini perlu mendapat perhatian, dan bila perlu

didiskusikan para guru:

a. Sikap dasar

b. Bicara dan gaya bicara

c. Kebiasaan bekerja

d. Sikap melalui pengalaman dan kesalahan


e. Pakaian

f. Hubungan kemanusiaan

g. Proses berpikir

h. Selera

i.Keputusan

j.Kesehatan

k. Gaya hidup secara umum

7. Pribadi

Guru dituntut untuk memiliki kepribadian yang kukuh yang dapat dijadikan

panutan bagi masyarakat. Segala tindak tanduknya selalu mendapat respons dari

masyarakat. Karenanya nilai-nilai yang dijadikan prinsip hidupnya harus sejalan

dengan nilai-nilai yang ada dalam masyarakat. Guru sebagai pribadi harus

memiliki nilai moral, kecerdasan intelektual, kecerdasan emosi, kecerdasan sosial,

dan kecerdasan spiritual yang tinggi.

8. Peneliti

Manusia adalah makhluk yang unik, satu sama lain berbeda. Manusia yang

satu memiliki kelebihan yang tidak dimiliki oleh orang lain. Namun, mereka juga

memiliki kelemahan yang tidak dimiliki yang lainnya. Oleh karena itu, guru

adalah seorang pencari atau peneliti. Dia tidak tahu dan dia tahu bahwa dia tidak

tahu, oleh karena itu dia sendiri merupakan subjek pembelajaran. Dengan

kesadaran bahwa ia tidak mengetahui sesuatu maka ia berusaha mencarinya

melalui kegiatan penelitian. Usaha mencari sesuatu itu adalah mencari kebenaran,

seperti seorang ahli filsafat yang senantiasa mencari, menemukan dan

mengemukakan kebenaran.
9. Motivator

Dalam proses pembelajaran peserta didik terkadang tidak memiliki motivasi

belajar, apalagi menciptakan hal-hal baru yang dapat meningkatkan

kompetensinya. Motivasi merupakan salah satu faktor yang dapat meningkatkan

kualitas pembelajaran, karena peserta didik akan sungguh-sungguh belajar apabila

memiliki motivasi yang tinggi. Sebagai motivator, hendaknya guru

memperhatikan prinsip-prinsip, sebagaimana yang dikatakan E. Mulyasa, berikut

ini.

a. Peserta didik akan bekerja keras kalau memiliki minat dan perhatian

terhadap pekerjaannya.

b. Memberikan tugas yang jelas dan dapat dimengerti.

c. Memberikan penghargaan terhadap hasil kerja dan prestasi peserta didik.

d. Menggunakan hadiah dan hukuman secara efektif dan tepat guna.

e. Memberikan penilaian dengan adil dan transparan.

Dalam upaya memberikan motivasi, guru dapat Menganalisis motif-motif

yang melatarbelakangi anak didik malas belajar dan menurun prestasinya di

sekolah. Motivasi dapat efektif bila dilakukan dengan memperhatikan kebutuhan

anak didik penganekaragaman cara belajar memberikan penguatan dan

sebagainya, juga dapat memberikan motivasi pada anak didik untuk lebih

bergairah dalam belajar.

10. Pendorong Kreativitas

Sebagai orang yang kreatif, guru menyadari bahwa kreativitas merupakan

yang universal dan oleh karenanya semua kegiatannya ditopang, dibimbing dan

dibangkitkan oleh kesadaran itu, ia sendiri adalah seorang kreator dan motivator,
yang berada di pusat proses pendidikan. Akibat Akibat dari fungsi ini, guru

senantiasa berusaha untuk menemukan cara yang lebih baik dalam melayani

peserta didik, sehingga peserta didik akan menilainya bahwa ia memang kreatif

dan tidak melakukan sesuatu secara rutin saja. Kreativitas menunjukkan bahwa

apa yang akan dikerjakan oleh guru sekarang lebih baik dari yang telah dikerjakan

sebelumnya dan apa yang akan dikerjakan di masa mendatang lebih baik dari

sekarang.

11. Pembangkit Pandangan

Mengemban fungsi ini guru harus terampil dalam berkomunikasi dengan

peserta didik di segala umur, sehingga setiap langkah dari proses pendidikan yang

dikelolanya dilaksanakan untuk menunjang fungsi ini. Guru tahu bahwa ia tidak

dapat membangkitkan pandangan tentang kebesaran kepada peserta didik jika ia

sendiri tidak memilikinya. Oleh karena itu, para guru perlu dibekali dengan ajaran

tentang hakikat manusia dan setelah mengenalnya akan mengenal pula kebesaran

Allah yang menciptakannya.

12. Pekerja Rutin

Guru bekerja dengan keterampilan, dan kebiasaan tertentu, serta kegiatan rutin

yang amat diperlukan dan seringkali memberatkan. Jika kegiatan tersebut tidak

dikerjakan dengan baik, maka bisa mengurangi atau merusak keefektifan guru

pada semua peranannya.

13. Aktor

Sebagai seorang aktor, guru harus melakukan apa yang ada dalam naskah

yang telah disusun dengan mempertimbangkan pesan yang akan disampaikan

kepada penonton. Penampilan yang bagus dari seorang aktor akan mengakibatkan
para penonton tertawa, mengikuti dengan sungguh-sungguh, dan bisa pula

menangis terbawa oleh penampilan sang aktor.

14. Evaluator

Evaluasi atau penilaian merupakan aspek pembelajaran yang paling kompleks,

karena melibatkan banyak latar belakang banyak latar belakang dan hubungan,

serta variabel lain yang mempunyai arti apabila berhubungan dengan konteks

yang hampir tidak mungkin dapat dipisahkan dengan setiap segi penilaian, karena

penilaian merupakan proses menetapkan kualitas hasil belajar, atau proses untuk

menentukan tingkat pencapaian tujuan pembelajaran oleh peserta didik.

15. Pengawet

Salah satu tugas pendidikan adalah mewariskan kebudayaan dari generasi ke

generasi berikutnya, karena hasil karya manusia terdahulu masih banyak yang

bermakna bagi kehidupan manusia sekarang maupun di masa depan Untuk

melaksanakan tugasnya sebagai pengawet terhadap apa yang telah dicapai

manusia terdahulu, dikembangkan salah satu sarana pendidikan yang disebut

kurikulum, yang secara sederhana diartikan sebagai program pembelajaran

16. Fasilitator

Fasilitator, guru hendaknya dapat menyediakan fasilitas yang memungkinkan

kemudahan kegiatan belajar anak didik. Lingkungan belajar yang tidak

menyenangkan, suasana ruang kelas yang pengap, meja dan kursi yang

berantakan, fasilitas belajar yang kurang tersedia, menyebabkan anak didik malas

belajar. Oleh karena itu, menjadi tugas guru bagaimana menyediakan fasilitas,

sehingga akan tercipta lingkungan belajar yang menyenangkan anak didik.

17. Supervisor
Guru hendaknya dapat membantu, memperbaiki, dan menilai secara kritis

terhadap proses pengajaran. Teknik-teknik supervisi harus guru kuasai dengan

baik agar dapat melakukan perbaikan terhadap situasi belajar mengajar menjadi

lebih baik. Untuk itu kelebihan yang dimiliki supervisor bukan hanya karena

pengalamannya, pendidikannya, kecakapannya, atau keterampilan-keterampilan

yang dimilikinya, atau karena memiliki sifat-sifat kepribadian yang menonjol

daripada orang-orang yang disupervisinya (Syarifuddin, 2015)

2.1.2 Standar Kompetensi Guru

Menurut (Indah Susilowati, 2013) Kompetensi diartikan sebagai pengetahuan

keterampilan dan nilai-nilai dasar yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan

bertindak. Kompetensi yang dimiliki oleh setiap guru akan menunjukkan kualitas

guru yang sebenarnya. Standar kompetensi guru adalah suatu ukuran yang

ditetapkan atau dipersyaratkan dalam bentuk penguasaan pengetahuan dan

perilaku perbuatan bagi seseorang guru agar berkelayakan untuk menduduki

jabatan fungsional sesuai bidang tugas, kualifikasi dan jenjang pendidikan.

Seiring dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang

Guru dan Dosen, pada pasal 10 ayat (1) menyatakan “Kompetensi guru

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 meliputi kompetensi pedagogik,

kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang

diperoleh melalui pendidikan profesi”. Bahwa guru yang profesional itu memiliki

empat kompetensi atau standar kemampuan yang meliputi kompetensi

Kepribadian, Pedagogik, Profesional, dan Sosial.

Kompetensi guru merupakan perpaduan antara pengetahuan, keterampilan,

serta sikap yang harus dimiliki oleh guru dalam menjalankan tugas dan tanggung
jawabnya secara profesional. Kompetensi guru dapat dinilai sebagai tolak ukur

dalam penerimaan calon guru, juga dapat dijadikan sebagai pedoman dalam

rangka pembinaan dan pengembangan tenaga guru.

2.1.2.1 Kompetensi Pedagogik

Menurut (Darmadi, 2015) Kompetensi Pedagogik adalah kemampuan

pemahaman terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran,

evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan

berbagai potensi yang dimilikinya. Menurut (Jauhari, 2020) kompetensi

pedagogik adalah sejumlah kemampuan yang dimiliki oleh pendidik, yang terdiri

atas pengetahuan, keterampilan, nilai, sikap yang direfleksikan dalam mendidik

peserta didik. Dalam pengertian yang lain, kompetensi pedagogik ialah

kemampuan pendidik dalam mengajar atau mendidik peserta didik. Dalam hal

mendidik, pendidik tidak hanya sekedar mampu melaksanakan kegiatan

pembelajaran dengan baik, akan tetapi harus mampu memahami karakteristik dan

kondisi yang dialami peserta didiknya. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor

19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP) Pasal 28 ayat 3 butir

(a) melalui penjelasannnya menyatakan bahwa; kompetensi pedagogik adalah

kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik yang meliputi:

1) Pemahaman terhadap peserta didik, yang mencakup karakteristik, minat,

bakat, potensi, kondisi psikologis, dan fisik, pola belajar dan lain sebagainya.

2) Perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, dimulai dari pembuatan RPP

yang disesuaikan dengan kondisi dan karakter peserta didik sampai pada

pelaksaan dalam kegiatan pembelajaran.


3) Evaluasi hasil belajar, dimulai dari pembuatan instrumen penilaian yang

melibatkan bebera unsur dalam pembelajaran. Evaluasi dapat dilakukan dalam

proses pembelajaran bahkan dalam hasil dari pembelajaran. Tujuannya ialah

untuk membantu menentukan dan mengukur tingkat pemahaman dan penguasaan

materi pembe- lajaran pada peserta didik.

4) Pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi

yang dimilikinya. Proses pengembangan potensi ini melibatkan semua unsur

dalam pendidikan terutama pendidik yang berusaha berinteraksi langsung dengan

peserta didik. Dalam melakukan pengambangan potensi, pendidik harus

menentukan kemana arah bakat dan minat serta potensi yang dimiliki oleh peserta

didik. Dengan demikian, pendidik dapat ikut andil dalam membantu peserta didik

dalam mengembangkan potensi yang dimilikinya.

Menurut Huda (2018) Sub Kompetensi dalam kompetensi Pedagogik :

a. Menguasai karakteristik peserta didik dari aspek fisik, moral, spiritual, sosial, kultural,

emosional, dan intelektual. Kompetensi ini harus meliputi, memahami karakteristik peserta

didik yang berkaitan dengan aspek fisik, intelektual, sosial, emosional, moral, spiritual, dan

latar belakang sosial budaya.Selain itu seorang guru juga harus mampu mengidentifikasi

potensi peserta didik dalam mata pelajaran yang diampu, mengidentifikasi bekal ajar awal

peserta didik dalam mata pelajaran yang diampu, serta dapat mengidentifikasi kesulitan

belajar peserta didik dalam mata pelajaran yang diampu.

b. Menguasai teori belajar dan prinsip- prinsip pembelajaran yang mendidik. Seorang guru

harus mampu memahami berbagai teori belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran yang

mendidik terkait dengan mata pelajaran yang diampu. Di samping itu harus terampil dalam

menerapkan berbagai pendekatan, strategi, metode, dan teknik pembelajaran secara kreatif

dalam mata pelajaran yang diampu.


c. Mengembangkan kurikulum yang terkait dengan mata pelajaran yang diampu Terkait

dengan pengembangan kurikulum, guru harus memahami prinsip-prinsip kurikulum terlebih

dahulu.Setelah itu, baru menentukan tujuan pembelajaran yang diampu.Selain itu, guru

harus mampu menentukan pengalaman belajar yang sesuai untuk mencapai tujuan,

disamping pandai memilih materi pembelajaran yang diampu yang terkait dengan

pengalaman belajar dan tujuan pembelajaran.Setelah memilih materi, guru juga harus pandai

menata materi pembelajaran secara benar sesuai sesuai dengan pendekatan yang dipilih dan

karakteristik peserta didik.Terakhir, guru dituntut mengembangkan indikator dan instrumen

penilaian.

d. Menyelenggarakan pembelajaran yang mendidik Kompetensi ini, mewajibkan guru mampu

memahami prinsipprinsip perancangan pembelajaran yang mendidik,mengembangkan

komponen- komponen rancangan pembel-ajaran, serta berkompeten dalam menyusun dan

melaksanakan pembelajaran yang lengkap, baik untuk kegiatan di dalam kelas,

laboratorium, maupun lapangan. Selanjutnya, dalam penyelenggaraan pembelajaran guru

mampu menggunakan media pembelajaran dan sumber belajar yang relevan dengan

karakteristik peserta didik dan mata pelajaran yang diampu untuk mencapai tujuan

pembelajaran secara utuh. Seorang guru juga dituntut dapat mengambil keputusan

transaksional dalam pembelajaran yang diampu sesuai dengan situasi yang berkembang.

e. Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk kepentingan pembelajaran Pada

zaman modern ini guru harus mampu memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi

dalam pembelajaran yang diampu.

f. Memfasilitasi pengembangan potensi peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai

potensi yang dimiliki Demi tercapainya tujuan pembelajaran, seorang guru guru harus rela

menyediakan berbagai kegiatan pembelajaran untuk mendorong peserta didik mencapai

prestasi secara optimal dan untuk mengaktualisasikan potensi peserta didik, termasuk

kreativitasnya.

g. Berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun dengan peserta didik Guru harus dapat

memahami berbagai strategi berkomunikasi yang efektif, empatik, dan santun, secara lisan,

tulisan, dan/atau bentuk lain. Selain itu, guru mampu berkomunikasi secara efektif, empatik,
dan santun dengan peserta didik dengan bahasa yang khas dalam interaksi

kegiatan/permainan yang mendidik yang terbangun secara siklikal dari: (1) penyiapan

kondisi psikologis peserta didik untuk ambil bagian dalam permainan melalui bujukan dan

contoh, (2) ajakan kepada peserta didik untuk ambil bagin, (3) respons peserta didik

terhadap ajakan guru, dan (4) reaksi guru terhadap respons peserta didik, dan seterusnya.

h. Menyelenggarakan penilaian dan evaluasi proses dan hasil belajar Guru mampu memahami

prinsip-prinsip penilaian dan evaluasi proses dan hasil belajar sesuai dnegan karakteristik

mata pelajaran yang diampu. Juga seorang guru harus dapat menentukan aspek- aspek

proses dan hasil belajar yang penting untuk dinilai dan dievaluasi sesuai dengan

karakteristik mata pelajaran yang diampu. Selanjutnya, guru harus mampu menentukan

prosedur penilaian dan evaluasi proses dan hasil belajar. Dalam hal penilaian guru

diwajibkan mengetahui dalam pengembangan instrumen penilaian dan evaluasi proses dan

hasil belajar, selanjutnya mengadministrasikan penilaian proses dan hasil belajar secara

berkesinambungan dengan menggunakan berbagai instrumen, mampu menganalisis, dan

melakukan evaluasi.

i. Memanfaatkan hasil penilaian dan evaluasi belajar untuk kepentingan pembelajaran Setelah

mendapatkan berkas administrasi penilaian proses dan hasil belajar, guru menggunakan

informasi hasil penilaian dan evaluasi untuk menentukan ketuntasan belajar dan digunakan

untuk merancang program remidial dan pengayaan. Juga hasil tersebut di atas digunakan

untuk meningkatkan kualitas pembelajaran. Selanjutnya, guru mengkomunikasikan hasil

penilaian dan evaluasi pembelajaran kepada pemangku kepentingan serta memenafaatkan

informasi hasil penilaian dan evaluasi pembelajaran untuk meningkatkan kualitas

pembelajaran.

j. Melakukan tindakan reflektif untuk peningkatan kualitas pembelajaran Guru mampu

melakukan refleksi terhadap pembelajaran yang telah dilaksanakan, memanfaatkan hasil

refleksi untuk perbaikan dan pengembangan pembelajaran dalam mata pelajaran yang

diampu. Guru juga dituntut untuk melakukan penelitian tindakan kelas untuk meningkatkan

kualitas pembelajaran dalam mata pelajaran yang diampu.


Menurut (IFRIANTI, 2018) Secara sederhana terdapat empat (4) komponen

yang harus dikuasai guru dalam mengimplementasi kompetensi pedagogik, yaitu:

pemahaman teori pembelajaran dan kurikulum; persiapan pembelajaran;

pelaksanaan pembelajaran; pelaksanaan evaluasi dan tindak lanjut.

1. Pemahaman teori pembelajaran dan kurikulum mendorong guru untuk

menguasai teori belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran yang mendidik.

Selain itu juga mendorong guru untuk memahami dan mengenal karakteristik

peserta didik, menguasai berbagai pendekatan, strategi, metode, serta teknik

pembelajaran yang kreatif dan inovatif.

2. Perencanaan pembelajaran meliputi banyak hal, seperti: menyusun program

tahunan, program semester, silabus, dan RPP. Guru yang profesional dapat

dilihat dari kemampuannya yang baik dalam merencanakan kegiatan

pembelajaran secara detil dan lengkap. Sehingga ketika memulai suatu proses

pembelajaran, guru sudah sepenuhnya siap sesuai dengan tujuan yang ingin

dicapainya.

3. Pelaksanaan pembelajaran yang mendidik dan dialogis biasanya disebut juga

dengan istilah standar proses. Seorang guru disebut profesional jika ia dapat

melaksanakan pembelajaran sesuai dengan standar proses. Kemampuan guru

dalam menerapkan model pembelajaran kreatif-inovatif merupakan salah satu

indikator penting dalam kompetensi pedagogik.

4. Evaluasi hasil belajar dilakukan untuk mengetahui berhasil atau tidaknya suatu

proses pembelajaran. Sebaiknya guru menguasai prosedur kegiatan evaluasi

dan hal-hal terkait seperti membuat kisi-kisi soal dan sistem penilaian. Yang
tidak kalah pentingnya adalah kemampuan guru dalam memanfaatkan hasil

penilaian untuk kepentingan tindak lanjut pembelajaran.

Kompetensi pedagogik adalah sesuatu yang harus dimiliki oleh guru. Guru

yang

2.1.1.2 Kompetensi Kepribadian

Berperan sebagai guru memerlukan kepribadian yang unik. Kepribadian guru

ini meliputi kemampuan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan

berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik, dan berakhlak mulia. Seorang

guru harus mempunyai peran ganda. Peran tersebut diwujudkan sesuai dengan

situasi dan kondisi yang dihadapi. Adakalanya guru harus berempati pada

siswanya dan ada kalanya guru harus bersikap kritis. Berempati maksudnya guru

harus dengan sabar menghadapi keinginan siswanya juga harus melindungi dan

melayani siswanya tetapi disisi lain guru juga harus bersikap tegas jika ada

siswanya berbuat salah. Kepribadian guru penting karena guru merupakan

cerminan prilaku bagi para siswa- siswanya (Sudarlan & Rifadin, 2016).

Kompetensi kepribadian adalah kemampuan kepribadian yang mantap, berakhlak

mulia, arif, berwibawa serta menjadi teladan peserta didik, mengimplementasikan

nilai-nilai tinggi terutama yang diambilkan dari ajaran agama, misalnya jujur

dalam perbuatan dan perkataan sehingga guru dapat mengarahkan para peserta

didiknya untuk berjiwa baik juga guru dianggap sebagai partner yang siap

melayani, membimbing dan mengarahkan peserta didiknya. Kompetensi ini tidak

bisa didapatkan secara instan melalui proses pendidikan/pelatihan, tetapi melalui

pembisaaan-pembisaaan sikap dalam kegiatan sehari-hari (Komarudin, 2020)


Menurut (Darmadi, 2015) Sub kompetensi dalam kompetensi kepribadian

meliputi: (1) Kepribadian yang mantap dan stabil meliputi bertindak sesuai

dengan norma sosial, bangga menjadi guru, dan memiliki konsistensi dalam

bertindak sesuai dengan norma; (2) Kepribadian yang dewasa yaitu menampilkan

kemandirian dalam bertindak sebagai pendidik dan memiliki etos kerja sebagai

guru; (3) Kepribadian yang arif adalah menampilkan tindakan yang didasarkan

pada kemamfaatan peserta didik, sekolah dan masyarakat dan menunjukkan

keterbukaan dalam berpikir dan bertindak; (4) Kepribadian yang berwibawa

meliputi memiliki perilaku yang berpengaruh positif terhadappeserta didik dan

memiliki perilaku yang disegani; (5) Berakhlak mulia dan dapat menjadi teladan

meliputibertindak sesuai dengan norma religius (imtak, jujur, ikhlas, suka

menolong) dan memiliki perilaku yang diteladani peserta didik. Menurut (Huda,

2018) Sub Kompetensi dalam kompetensi Kepribadian :

a. Bertindak sesuai dengan norma agama, hukum, sosial, dan kebudayaan nasional

Indonesia Seorang guru ketika berinteraksi dengan siswa harus menghargai peserta didik

tanpa membedakan keyakinan yang dianut, suku, adat-istiadat, daerah asal, dan gender,

serta bersikap sesuai dengan norma agama yang dianut, hukum dan sosial yang berlaku

dalam masyarakat, dan kebudayaan nasional Indonesia yang beragam.

b. Menampilkan diri sebagai pribadi yang jujur, berakhlak mulia, dan teladan bagi peserta

didik dan masyarakat Seorang guru harus berperilaku jujur, tegas, dan manusiawi, harus

berperilaku yang mencerminkan ketakwaan dan akhlak mulia. Sehingga guru dapat

berperilaku yang dapat diteladani oleh peserta didik dan anggota masyarakat di

sekitarnya.

c. Menampilkan diri sebagai pribadi yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa

Guru harus menampilkan sebagai pribadi yang mantap dan stabil, dewasa, arif dan

berwibawa, sehingga menjadi teladan bagi siswanya.


d. Menunjukkan etos kerja, tanggung jawab yang tinggi, rasa bangga menjadi guru, dan

rasa percaya diri Ketika mengajar, guru harus menunjukkan etos kerja dan tanggung

jawab yang tinggi. Guru harus mempunyai rasa bangga menjadi guru dan percaya pada

diri sendiri serta bekerja mandiri secara profesional.

e. Menjunjung tinggi kode etik profesi guru seorang guru harus memahami dan

menerapkan kode etik profesi guru, serta berperilaku sesuai dengan kode etik guru.

2.1.1.3 Kompetensi Profesional

Kompetensi profesional adalah kemampuan penguasaan materi pelajaran

secara luas dan mendalam. Apabila seorang guru mempunyai kompetensi

professional, tentunya akan mampu membawa peserta didik ke arah yang lebih

maju sehingga mutu pendidikan akan semakin meningkat (Komarudin, 2020).

Sedangkan menurut Yuslam (2017) Kompetensi professional guru merupakan

kemampuan guru dalam menguasai mata pelajaran yang digunakan yang

didalamnya terdapat penguasaan terhadap rencana pembelajaran, keterkaitan

dengan mata pelajaran, dan bahan ajar.

Menurut Idrus (2005) Kompetensi profesional adalah kemampuan

penguasaan materi pelajaran secara luas dan mendalam dengan sub komponen :

1. Sub komponen akademik atau vokasionalnya adalah penguasaan materi

sesuai bidang studi atau mata peiajaran yang diampunya.

2. Sub komponen : kegiatan pengembangan profesi yakni, menulis karya

ilmiah. hasil peneiitian di bidang pendidikan, karya tulis berupa tinjauan ilmiah

hasil gagasan sendiri di bidang pendidikan sekolah yang disampaikan pada

pertemuan ilmiah, menulis tulisan Ilmiah popuierdi bidang pendidikan pada

media massa serta menulis buku peiajaran, diktat peiajaran atau modul.
Menurut Darmadi (2015) Sub kompetensi dalam Kompetensi Profesional:

(1) Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang

mendukung pelajaran yang dimampu; (2) Mengusai standar kompentensi dan

kompetensi dasar mata pelajaran/bidang pengembangan yang dimampu; (3)

Mengembangkan materi pembelajaran yang dimampu secara kreatif; (4)

Mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan melakukan

tindakan reflektif; (5) Memanfaatkan TIK untuk berkomunikasi dan

mengembangakan diri. Sedangkan menurut Huda (2018) Sub Kompetensi dalam

kompetensi profesional :

a. Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata
pelajaran yang diampu. Penjabaran dari kompetensi ini, yaitu guru dapat

menginterpretasikan dan menganalisis materi, struktur, konsep, dan pola pikir ilmu-ilmu

yang relevan dengan pembelajaran mata pelajaran yang diampu. Selain itu, harus

memahami substansi pengetahuan mata pelajaran yang diampu serta menunjukkan

manfaat mata pelajaran yang diampu.

b. Menguasai standar kompetensi dan kompetensi dasar mata pelajaran yang diampu. Guru

mata pelajaran harus senantiasa memahami standar kompetensi dan kompetensi dasar

serta memahami tujuan pembelajaran yang diampu.

c. Mengembangkan materi pembelajaran yang diampu secara kreatif. Guru harus mampu

memilih dan mengolah materi pembelajaran yang diampu secara kreatis sesuai dengan

tingkat perkembangan peserta didik.

d. Mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan melakukan tindakan

reflektif. Guru dalam kegiatan pembelajarannya harus melakukan refleksi terhadap

kinerja sendiri secara terus-menerus, dapat memanfaatkan hasil refleksi dalam rangka

peningkatan keprofesionalan. Guru juga harus mampu melakukan penelitian tindakan

kelas untuk meningkatkan keprofesionalan serta mengikuti kemajuan zaman dengan

belajar dari berbagai sumber. Saat ini, seorang guru dituntut mampu memanfaatkan
teknologi informasi dan komunikasi dalam berkomunikasi serta untuk pengembangan

diri.

Dapat disimpulkan dari pengertian diatas, guru profesional adalah

2.1.1.4 Kompetensi Sosial

Kompetensi sosial merupakan kemampuan pendidik sebagai bagian dari

masyarakat untuk berkomunikasi dengan lisan dan tulisan, menggunakan

teknologi komunikasi dan informasi secara fungsional, bergaul secara efektif

peserta didik,sesama pendidik, tenaga pendidik, orangtua/wali peserta didik, dan

bergaul secara santun dengan masyarakat sekitar (Arifai, 2018). Mengajar di

depan kelas merupakan perwujudan interaksi dalam proses komunikasi.

Menurut Undang-undang Guru dan Dosen kompetensi sosial adalah

“kemampuan guru untuk berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan

efisien dengan peserta didik, sesama guru, orangtua/wali peserta didik, dan

masyarakat sekitar” (Sudarlan & Rifadin, 2016).

Menurut Darmadi (2015) Sub kompetensi dalam kompetensi sosial: (1)

Bersikap inklusif, bertindak obyektif, serta tidak diskriminatif karena

pertimbangan jenis kelamin, agama, raskondisi fisik, latar belakang keluarga,

dan status sosial keluarga; (2) Berkomunikasi secara efektif, empatik, dan

santun dengan sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua dan

masyarakat; (3) Beradaptasi di tempat bertugas di seluruh wilayah Republik

Indonesia yang memiliki keragaman social budaya; (4) Mampu berkomunikasi

lisan maupun tulisan. Sedangkan menurut Huda (2018) Sub Kompetensi dalam

Kompetensi Sosial :
e. Bersikap inklusif, bertindak objektif, serta tidak diskriminatif karena pertimbangan jenis

kelamin, agama, ras, kondisi fisik, latar belakang keluarga, dan status sosial ekonomi.

Guru hendaknya Bersikap inklusif dan objektif terhadap peserta didik, teman sejawat

dan lingkungan sekitar dalam melaksanakan pembelajaran, dan tidak bersikap terhadap

peserta didik, teman sejawat, orang tua peserta didik dan lingkungan sekolah karena

perbedaan agama, suku, jenis kelamin, latar belakang keluarga, dan status sosial

ekonomi.

b. Berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun dengan sesama pendidik, tenaga

kependidikan, orang tua dan masyarakat. Guru harus mampu berkomunikasi dengan

teman dan komunitas dan komunitas teman ilmiah lainnya secara santun, empatik dan

efektif. Guru juga harus mampu berkomunikasi dengan orang tua peserta didik dan

masyarakat secara santun, empatik, dan efektif tentang program pembelajaran dan

kemajuan peserta didik.Guru harus mengikutsertakan orang tua peserta didik dan

masyarakat dalam program pembelajaran dan dalam mengatasi kesulitan belajar peserta

didik.

c. Beradaptasi di tempat bertugas di seluruh wilayah Republik Indonesia yang memiliki

keragaman sosial budaya

d. Guru harus mampu beradaptasi dengan lingkungan tempat bekerja dalam rangka

meningkatkan efektivitas sebagai pendidik. Guru mampu melaksanakan berbagai

program dalam lingkungan kerja untuk mengembangkan dan meningkatkan kualitas

pendidikan di daerah yang bersangkutan.

e. Berkomunikasi dengan komunitas profesi sendiri dan profesi lain secara lisan dan tulisan

atau bentuk lain.Guru harus pandai berkomunikasi dengan teman sejawat, profesi ilmiah,

dan komunitas ilmiah lainnya melalui berbagai media dalam rangka meningkatkan

kualitas pembelajaran Guru juga harus mampu mengkomunikasikan hasil-hasil inovasi

pembelajaran kepada komunitas profesi sendiri secara lisan dan tulisan

2.1.3 Teknologi Dalam Pendidikan

2.1.3.1 Pengertian Teknologi Dalam Pendidikan


Teknologi pendidikan adalah suatu dsiplin ilmu Yang memfokuskan diri

dalam upaya memfasilitasi belajar pada manusia. Jadi obyek formal teknologi

pendidikan mnurut pengertian ini adalah bagaimana memfasilitasi belajar dengan

cara melalui identifikasi, pengembangan, pengorganisasian, dan pemanfaatan

secara sistematis seluruh sumber belajar. Teknologi pembelajaran merupakan

penggabungan antara teknologi pembelajaran, teknologi belajar,teknologi

perkembangan, teknologi pengelolaan, dan teknologi lain seperti yang diterapkan

untuk keperluan pemecahan masalah pendidikan. (Nurmadiah., 2019). Teknologi

pendidikan adalah kajian dan praktik untuk membantu proses belajar dan

meningkatkan kinerja dengan membuat, menggunakan, dan mengelola proses dan

sumber teknologi yang memadai (Hasibuan, 2016)

2.1.3.2 Macam- macam Teknologi Pendidikan

Macam-macam teknologi Pendidikan menurut Davies dalam Andri (2017)

ada tiga yaitu:

1. Teknologi pendidikan satu

Teknologi pendidikan satu yaitu mengarah pada perangkat keras seperti

proyektor, laboratorium, komputer (CD ROM, LCD, TV, Video dan alat

elektronik lainnya). Teknologi mekanik ini dapat mengotomatiskan proses belajar

mengajar dengan alat yang memancarkan, memperkuat suara, mendistribusikan,

merekam dan mereproduksi stimuli material yang menjangkau pendengar/ siswa

dalam jumlah yang besar. teknologi satu ini efektif dan efisien.

2. Teknologi pendidikan dua

Teknologi pendidikan dua mengacu pada ”perangkat lunak” yaitu

menekankan pentingnya bantuan kepada pengajaran. Terutama sekali dalam


kurikulum, dalam pengembangan instruksional, metodologi pengajaran, dan

evaluasi. Jadi teknologi dua, menyediakan keperluan bagaimana merancang yang

baru atau memperbarui yang sekarang,bermanfaat pada pengalaman belajar Mesin

dan mekanisme dipandang sebagai instrumen presentasi atau transmisi.

3. Teknologi pendidikan tiga

Teknologi pendidikan tiga, yaitu kombinasi pendekatan dua teknologi yaitu

“peragkat keras“ dan perangkat lunak”. Teknologi pendidikan tiga, orientasi

utamanya yaitu ke arah pendekatan sistem, dan sebagai alat meningkatkan

manfaat dari apa yang ada di sekitar. Teknologi ini sebagai pendekatan

pemecahan masalah, titik beratnya dalam orientasi diagnostik yang menarik.

2.1.3.3 Fungsi Teknologi Pendidikan

Menurut Hasibuan (2016) Adapun beberapa fungsi teknologi pendidikan

yaitu :

1) Sebagai sarana bahan ajar yang ilmiah dan obyektif.

2) Sebagai sarana untuk memotifasi peserta didik yang semangat belajarnya

rendah.

3) Sebagai sarana untuk membantu peserta didik mempresentasikan apa

yang mereka ketahui

4) Sebagai sarana untuk meningkatkan efektifitas pembelajaran.

5) Sebagai sarana mempermudah penyampaian materi.

6) Sebagai sarana untuk mempermudah desain pembelajaran.

7) Sebagai media pendukung pelajaran dengan mudah

8) Sebagai sarana pendukung terlaksananya program pembelajaran yang

sistematis
9) Sebagai sarana meningkatkan keberhasilan pembelajaran.

2.1.3.4 Pemanfaatan Teknologi

Mengenai manfaat teknologi pendidikan dalam pembelajaran sangatlah

banyak dan hal ini tergantung dari siapa yang memanfaatkannya. Berikut adalah

beberapa manfaat dari teknologi pembelajaran bagi pendidik dan peserta didik:

1) Manfaat bagi pendidik


a) Pendidik dapat lebih memudahkan tercapainya tujuan pendidikan.
b) Pendidik dapat mempermudah desain pembelajaran.
c) Pendidik dapat menunjang metode pembelajaran.
d) Pendidik dapat lebih meningkatkan efektifitas Pembelajaran.
e) Pendidik lebih mudah menyampaikan materi pembelajaran.
f) Pendidik dapat mengefisiensikan waktu.
g) Dapat menjadi daya dukung pengajaran seorang pendidik.
2) Manfaat bagi peserta didik
a) Peserta didik dapat lebih cepat menyerap materi pelajaran yang diberikan
oleh
pendidik.
b) Peserta didik menerima materi pembelajaran dengan senang.
c) Peserta didik dapat mempresentasikan apa yang mereka ketahui.
d) Peserta didik tidak bosan dengan cara penyampaian materi pembelajaran
secara verbal.

2.1.3.5 Pengaruh Teknologi Pendidikan terhadap Proses Pembelajaran


1) Pengaruh positif :
a) menambah keanekaragaman pilihan sumber maupun kesempatan belajar.
b) menambah daya tarik, minat, dan motivasi untuk belajar.
c) menyebarkan informasi secara meluas, seragam, cepat, dan up to date.
d) pengajaran dan proses belajar mengajar lebih efektif.
e) mempunyai keuntungan rasio efektivitas biaya, bila dibandingkan dengan
sistem tradisional.
f) memasyarakatnya pendidikan terbuka/jarak jauh.
2) Pengaruh negatif :
a) kurangnya interaksi antara guru dan siswa.
b) berubahnya peran guru dari teknik pembelajaran konvensional menjadi ICT.
c) penyebab utama sikap malas karena kemudahan yang diberikan oleh
teknologi.
d) otomatis berpengaruh dengan jiwa konsumeris dan menganggap teknologi
adalah kebutuhan primer yang berpengaruh pada life style.
e) bersikap serba instan karena teknologi menyuguhkan hal yang serba instan.
f) sering disalah gunakan untuk melakukan kegiatan yang dianggap tak
pantas dilakukan.

2.1.3.6 Kendala Dalam Perkembangan Teknologi Pendidikan di Indonesia

Menurut Sawitri (2019) Hambatan-hambatan pengintegrasian TIK dalam

pembelajaran, dapat disimpulkan dengan dua kelompok, yaitu :

1. Secara Fisik

a. sarana dan prasarana yang belum memadai terutama untuk sekolah-

sekolah yang berlokasi di pelosok. kalaupun sudah ada sarana dan

prasarana, tetapi masih sangat minim baik dari segi jumlah maupun

segi mutu peralatan tersebut.

b. Masih digunakannya perangkat multimedia bekas di lembaga- lembaga

pendidikan yang terdapat di daerah pedesaan.

2. Secara Non-fisik

a. Kepercayaan diri guru kurang dalam menggunakan TIK dalam

melaksanakan proses PBM. Guru takut gagal mengajar melalui

penggunaan TIK yang saat ini sangat disarankan. Walaupun

penggunaannya ICT dalam proses pembelajarn sangat disarankan oleh

para ahli.

b. Kurangnya kompetensi guru, yang dimaksud disini adalah kurangnya

kompetensi guru dalam mengintegrasikan TIK kedalam pedagogis

praktek, yaitu tidak memiliki pengetahuan dan keterampilan dalam

menggunakan komputer dan tidak antusias tentang perubahan dan

integrasi dengan belajar yang menggunakan computer dalam kelas

mereka.
c. Sikap guru dan resistensi yang melekat terhadap perubahan.

Sikap dan resistensi guru untuk mengubah tentang penggunaan strategi

baru yaitu dengan integrasi TIK dalam PBM

2.1.4 PCK (Pedagogical Content Knowledge)

Menurut Ilyas (2010) Pedagogycal Content Knowledge (PCK) merupakan

pengetahuan guru dan keyakinan tentang berbagai aspek seperti pedagogik, siswa,

materi pelajaran dan kurikulum. Menurut Mulhayatiah (2018) PCK adalah

pengetahuan yang dikembangkan oleh guru dari waktu ke waktu dan melalui

pengalaman tentang bagaimana mengajarkan konten tertentu dengan cara tertentu

untuk meningkatkan pengalaman siswa PCK dari seorang guru bisa sama dengan

guru lain, tetapi juga bisa berbeda . Hal ini dipengaruhi oleh konteks pengajaran,

penguasaan konten dan pengalaman guru.

Menurut (Sari & Mursyidi, 2020) Keseimbangan dari ilmu pedagogik

(pedagogical knowledge) dan kompetensi konten/materi ajar (contant knowledge)

akan terangkum menjadi satu dalam PCK. Kemampuan PCK mengacu pada

bagaimana penguasaan guru dalam menyampaikan materi tertentu agar mudah

diajarkan (teachability) dan mudah dipahami oleh peserta didik (accesable).

Dengan demikian setiap guru dapat mengembangkan PCK sendiri sesuai dengan

pengalaman mengajar, karena kemampuan PCK guru besar pengaruhnya terhadap

perbaikan kualitas proses pembelajaran.

2.1.5 TPACK (Technological Pedagogical And Content Knowledge)

2.1.5.1 Pengertian TPACK (Technological Pedagogical And Content

Knowledge)
Menurut Purnawati (2020) TPACK merupakan sebuah kerangka kerja dalam

mendesain model pembelajaran baru dengan menggabungkan tiga aspek utama

yaitu teknologi, pedagogi, dan konten (materi pengetahuan). Selain penggunaan

teknologi sebagai bahan ajar belajar, dalam framework TPACK, pedagogi adalah

aspek penting yang juga perlu diperhatikan dalam kegiatan pembelajaran.

Pedagogi bukan saja bagaimana mengembangkan seni-seni dalam mengajar, atau

mendesain kelengkapan instrumen-instrumen proses dan penelitian dalam

permbelajaran, namun dituntut juga memahami siswa secara psikologis dan

biologis.

Menurut Suryawati (2014) Technological Pedagogical Content Knowledge

(TPACK) adalah sebuah kerangka konseptual yang memperlihatkan hubungan

antara tiga pengetahuan yang harus dikuasai oleh guru, yaitu pengetahuan

teknologi, pedagogi, dan konten. TPACK ini perlu dikuasai oleh guru agar

kegiatan pembelajaran dapat berjalan efektif dan efisien. Kerangka TPACK

dikembangkan oleh Punya Mishra dan Matthew J Koehler berdasarkan kerangka

konseptual dari Lee Shulman tentang Pedagogical Content Knowledge (PCK).

2.1.5.2 Komponen Variabel Technological Pedagogical And Content

Knowledge (TPACK)

(Bahri, 2018) TPACK terdiri dari enam komponen pengetahuan yang

membentuk TPACK. Komponen penyusun ini adalah, Technology Knowledge

(TK), Content Knowledge (CK), Pedagogical Knowledge (PK), Pedagogical

Content Knowledge (PCK), Technological Pedagogical Knowledge (TPK), dan

Technological Content Knowledge (TCK) .


Gambar 1. Kerangka Kerja TPACK

Tujuh konstruk dari kerangka TPACK dihasilkan dari hubungan sinergis

antara komponen yang saling beririsan dari Content (C) yaitu tentang materi

pembelajaran yang akan dipelajari, Pedagogic (P) yaitu teori belajar, prinsip-

prinsip pembelajaran, dan kurikulum pembelajaran, dan Technology (T) yaitu

akses internet, perangkat lunak aplikasi kurikulum, model pembelajaran, program

animasi, laboratorium virtual dan lain sebagainya dalam sebuah konteks

pembelajaran dengan membentuk sebuah Knowledge (K). Tujuh konstruk

tersebut, diantaranya adalah : (1) Pengetahuan konten (Content Knowledge)

adalah kemampuan untuk menguasai pemahaman tentang materi, struktur, konsep

dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang diampu, (2)

Pengetahuan pedagogik (Pedagogical Knowledge) diartikan sebagai kemampuan

untuk menguasai pemahaman karakteristik peserta didik, teori dan prinsip-prinsip

pembelajaran, pengembangan kurikulum serta pengetahuan mengenai penilaian

dan evaluasi proses dan hasil belajar, (3) Pengetahuan teknologi (Technological

Knowledge) adalah kemampuan untuk mengoperasikan komputer dan perangkat


lunak lainnya, (4) Pengetahuan konten pedagogi (Pedagogy Content Knowledge)

yaitu pengetahuan, sikap, dan keterampilan untuk merancang, mengelola serta

melaksanakan penilaian dan evaluasi pembelajaran termasuk di dalamnya

penguasaan terhadap materi pelajaran, penguasaan teori, aplikasi, pendekatan,

teknik/metode keilmuan, teknologi, atau seni yang relevan dengan mata pelajaran

yang diampu, (5) Pengetahuan konten teknologi (Technology Content

Knowledge) yaitu pengetahuan dan keterampilan penguasaan teknologi informasi

dan komunikasi dalam rangka kepentingan proses pembelajaran, (6) Pengetahuan

pedagogik teknologi yaitu pengetahuan penguasaan teknologi informasi dan

komunikasi untuk berkomunikasi dan mengembangkan diri serta (7) Pengetahuan

tentang konten, pedagogi dan teknologi yang terintegrasi (Technology Pedagogy

and Content Knowledge) adalah kegiatan mengintegrasikan TIK ke dalam

pengelolaan pembelajaran di dalam kelas sehingga menjadikan proses

pembelajarannya menjadi lebih aktif, inovatif, kreatif dan menyenangkan karena

dukungan akses internet, software, media pembelajaran dan sarana TIK lainnya.

Terjadinya multi interaksi antar komponen dapat dilakukan melalui

penyatupaduan materi pelajaran, pedagogi dan teknologi dalam sebuah konten

yang unik dan sinergis berbasis TIK. (Sd, 2021)

2.1.5.2.2 Kajian Variabel Technological Pedagogical And Content

Knowledge (TPACK)

1. Technological knowledge (TK)

Menurut Rochaendi (2021) Pengetahuan teknologi (Technological

Knowledge) adalah kemampuan untuk mengoperasikan komputer dan perangkat

lunak lainnya. Menurut Rahmadi (2019) Technological knowledge atau


pengetahuan teknologi adalah pengetahuan tentang berbagai perangkat teknologi

baik yang analog maupun digital, lunak maupun keras, dan terkait hal teknis.

Teknologi analog atau yang disebut juga dengan teknologi rendah meliputi buku,

pensil, penggaris, papan tulis, dan kapur. Sedangkan teknologi digital meliputi

internet, digital video, papan tulis interaktif, laptop, tablet, dan lainnya. Perangkat

lunak komputer adalah seperti program pengolahan kata, kolom dan gambar,

program penyaji presentasi dan berbagai aplikasi pada Internet. Sementara

perangkat kerasnya, meliputi penggunaan printer, proyektor, scanner dan kamera

digital. Hal teknis yang dimaksud meliputi kemampuan untuk menyelesaikan

masalah yang terjadi pada perangkat teknologi yang digunakan, kemampuan

untuk mempelajari teknologi baru serta kemampuan untuk menyimpan dan

mengonversi mengonversi file dalam berbagai format.

2. Pedagogical knowledge (PK)

Pengetahuan pedagogik (Pedagogical Knowledge) diartikan sebagai

kemampuan untuk menguasai pemahaman karakteristik peserta didik, teori dan

prinsip-prinsip pembelajaran, pengembangan kurikulum serta pengetahuan

mengenai penilaian dan evaluasi proses dan hasil belajar (Rochaendi, 2021).

Pedagogical knowledge atau pengetahuan pedagogik adalah pengetahuan teoretis

dan praktis tentang bagaimana cara belajar dan melaksanakan pembelajaran di

kelas. Pengetahuan ini meliputi segala sesuatu yang berkaitan dengan

perencanaan, proses, dan evaluasi pembelajaran. Lebih dari itu, pengetahuan

pedagogik mencakup kemampuan untuk menyesuaikan pembelajaran sesuai

dengan karakteristik, tingkat pemahaman dan kemungkinan kesalahpahaman atau

misconception pada siswa (Rahmadi, 2019).


3. Content knowledge (CK)

Menurut Rochaendi (2021) Pengetahuan konten (Content Knowledge) adalah

kemampuan untuk menguasai pemahaman tentang materi, struktur, konsep dan

pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang diampu. Content

knowledge atau pengetahuan konten adalah pengetahuan tentang materi yang

harus dipelajari dan diajarkan beserta dengan karakteristiknya. Pengetahuan

konten meliputi pengetahuan terhadap teori, konsep, fakta dan prosedur dalam

bidang tertentu. Kemampuan untuk menggunakan cara berpikir sesuai dengan

disiplin ilmu materi tertentu juga merupakan bagian dari pengetahuan konten

(Rahmadi, 2019).

4. Pedagogical content knowledge (PCK)

Menurut Rochaendi (2021) Pengetahuan konten pedagogi (Pedagogy Content

Knowledge) yaitu pengetahuan, sikap, dan keterampilan untuk merancang,

mengelola serta melaksanakan penilaian dan evaluasi pembelajaran termasuk di

dalamnya penguasaan terhadap materi pelajaran, penguasaan teori, aplikasi,

pendekatan, teknik/metode keilmuan, teknologi, atau seni yang relevan dengan

mata pelajaran yang diampu. Menurut Rahmadi (2019) Pedagogical content

knowledge atau pengetahuan pedagogik konten adalah pengetahuan pedagogik

yang berhubungan dengan konten yang spesifik. Pengetahuan ini merupakan

perpaduan antara content knowledge dengan pedagogical knowledge yang

pertama kali dikemukakan oleh Shulman (1986)

5. Technological content knowledge (TCK)

Pengetahuan konten teknologi (Technology Content Knowledge) yaitu

pengetahuan dan keterampilan penguasaan teknologi informasi dan komunikasi


dalam rangka kepentingan proses pembelajaran (Rochaendi, 2021). Technological

content knowledge atau pengetahuan teknologi konten adalah pengetahuan tentang

bagaimana teknologi dan konten terkait secara timbal balik. Pengetahuan ini

merupakan perpaduan antara technological knowledge dengan content knowledge.

Pengetahuan ini berkaitan tentang bagaimana teknologi dapat membuat

representasi baru pada konten yang spesifik. Termasuk dalam pengetahuan ini

adalah mengetahui berbagai teknologi yang bisa digunakan untuk memudahkan

dalam mempelajari, memahami, mengembangkan, dan mengekspresikan

pemahaman pada konten yang spesifik (Rahmadi, 2019).

6. Technological Pedagogical Knowledge (TPK)

Menurut Rochaendi (2021) Pengetahuan teknologi pedagogik (TPK) yaitu

pengetahuan penguasaan teknologi informasi dan komunikasi untuk

berkomunikasi dan mengembangkan diri. Technological pedagogical knowledge

atau pengetahuan teknologi pedagogik adalah pengetahuan tentang bagaimana

berbagai teknologi dapat digunakan dalam belajar dan pembelajaran. Serta

sebaliknya, pengetahuan ini berkaitan dengan bagaimana perencanaan, proses,

evaluasi belajar, dan pembelajaran dapat berubah dengan adanya teknologi.

Pengetahuan ini merupakan perpaduan antara technological knowledge dengan

pedagogical knowledge. Termasuk dalam pengetahuan ini adalah kemampuan

dalam memikirkan, memilih, dan menyesuaikan penggunaan teknologi untuk

mempengaruhi dan meningkatkan strategi dan hasil pembelajaran (Rahmadi,

2019).

7. Technological Pedagogical And Content Knowledge (TPACK)


Menurut Rochaendi (2021) Pengetahuan tentang konten, pedagogi dan

teknologi yang terintegrasi (Technology Pedagogy and Content Knowledge)

adalah kegiatan mengintegrasikan TIK ke dalam pengelolaan pembelajaran di

dalam kelas sehingga menjadikan proses pembelajarannya menjadi lebih aktif,

inovatif, kreatif dan menyenangkan karena dukungan akses internet, software,

media pembelajaran dan sarana TIK lainnya. Terjadinya multi interaksi antar

komponen dapat dilakukan melalui penyatupaduan materi pelajaran, pedagogi dan

teknologi dalam sebuah konten yang unik dan sinergis berbasis TIK. Menurut

Rahmadi (2019) Technological Pedagogical Content Knowledge atau

pengetahuan teknologi pedagogik konten adalah pengetahuan tentang bagaimana

menggunakan teknologi yangtepat tepat pada metode pedagogik yang sesuai

untuk mengajarkan suatu konten yang spesifik dengan efektif. Pengetahuan ini

merupakan perpaduan antara tiga pengetahuan dasar, yaitu content knowledge,

pedagogical knowledge dan technological knowledge. Termasuk dalam

pengetahuan ini adalah kemampuan dalam mengintegrasikan (memilih,

menggunakanDan mengombinasikan) teknologi secara tepat pada strategi

pembelajaran yang sesuai untuk mengajarkan konten yang spesifik. Puncak

aktualisasi TPACK yaitu mampu membantu teman sejawat dalam menggunakan

teknologi yang tepat pada strategi pembelajaran yang sesuai untuk mengajarkan

konten yang spesifik dengan efektif di dalam kelas.

2.1.5.3 Pengukuran Technological Pedagogical And Content Knowledge

(TPACK)

Menurut Koehler, Shin, & Mishra (dalam Rahmadi, 2019) Pengukuran

TPACK dapat dilakukan dengan berbagai cara baik secara kuantitatif maupun
kualitatif. Pada umumnya, terdapat 5 cara yang dapat dilakukan untuk melakukan

pengukuran TPACK, yaitu:

1) Self report-measure merupakan metode yang meminta responden untuk memilih tingkat

kesesuaian suatu penyataan dengan kondisi nyata yang terjadi pada diri responden.

2) Open-ended questionnaire merupakan metode yang berisi pertanyaan terbuka ditujukan

kepada responden untuk dapat dijawab secara tertulis.

3) Performance assessment merupakan metode yang mengevaluasi tingkat penguasaan

TPACK berdasarkan penampilan langsung yang dilakukan oleh responden.

4) Interview merupakan metode yang berisi serangkaian pertanyaan yang ditujukan kepada

responden untuk dijawab secara lisan.

5) Observation merupakan metode yang mengamati perubahan nyata yang terjadi pada

responden melalui perekaman video atau catatan lapangan.

Pengukuran TPACK harus spesifik pada satu konten tertentu. Tingkat

penguasaan TPACK secara keseluruhan sangat erat kaitannya dengan konten.

Maka, pengukurannya harus berfokus pada satu konten tertentu. Penggabungan

beberapa metode pengukuran dapat memperdalam sekaligus memperluas hasil

yang didapatkan.

2.1.5.4 Pentingnya Technological Pedagogical And Content Knowledge

(TPACK)

Menurut (Rosyid, 2016) Kerangka Technological Pedagogical Content

Knowledge (TPACK) juga berfungsi sebagai sebuah teori dan konsep untuk

peneliti dan pendidik dalam mengukur kesiapan calon guru dan guru dalam

mengajar secara efektif dengan teknologi. Hal tersebut mengingat hubungan

antara teknologi, pedagogi, dan konten yang melekat. Oleh karena itu guru

menghadapi tantangan besar dalam pergeseran perubahan teknologi, pedagogi,


materi pelajaran dan konteks kelas saat ini. Sudah seharusnya guru menjadi lebih

aktif menjadi desainer kurikulum.

Menurut (Pahlevi, 2021) Pelatihan TPACK membantu guru dalam mendesain

pembelajaran yang mengintegrasikan teknologi, pedagogi, dan konten knowledge.

Guru-guru mampu dan dapat menyusun RPP yang melibatkan TPACK

didalamnya. Pelatihan ini juga menambah wawasan peserta pelatihan mengenail

tool yang potensial untuk melakukan pembelajaran daring. Kemudian peserta

pelatihan juga dapat melakukan refleksi sebagai pengembangan profesi guru.

2.1.5.5 Pengembangan Technological Pedagogical And Content Knowledge

(TPACK)

Pengembangan merupakan kelanjutan dari proses pengukuran TPACK.

Pengukuran dilakukan untuk mengetahuai tingkat penguasaan, sedangkan

pengembangan dilakukan untuk meningkatkan penguasaan TPACK (Sim, Finger,

& Smart, 2016) . Peningkatan penguasaan ditekankan pada domain pengetahuan

TPACK yang masih lemah. Menurut (Mouza, 2016: 176) Berbagai cara dapat

dilakukan untuk mengembangkan TPACK, meliputi:

1) mengikuti perkuliahan terkait teknologi pendidikan;

2) menggunakan strategi pembelajaran yang menjadi bagian dari

perkuliahan; dan

3) mengunakan strategi pembelajaran dalam keseluruhan program

pendidikan guru

Pengembangan TPACK juga harus dilakukan pada satu konten yang spesifik.

Pengembangannya akan kurang maksimal jika menggabungkan berbagai konten.


Pemilihan metode pengembangan TPACK disesuaikan dengan kebutuhan, tujuan,

dan konteks masing-masing. Pengembangan TPACK lazim dilakukan dalam suatu

penelitian dan pengembangan yang berkelanjutan, dimulai dengan pengukuran

TPACK terlebih dulu, kemudian baru dilakukan pengembangannya.

Menurut (Nofrion, 2012) Oleh sebab itu, pola pengembangan kompetensi guru

dengan istilah “TPACK” merupakan sebuah jalan cerdas untuk menjamin

terlaksananya pembelajaran sesuai dengan tuntutan dan perubahan yang terjadi.

Sebelum melakukan program-program pemberdayaan dan pengembangan

kompetensi guru, maka diperlukan sebuah penelitian untuk mengetahui dan

menganalisis kondisi ‘TPACK” guru yang akan menjadi landasan perumusan

kebijakan selanjutnya

2.1.5.6 Hambatan Technological Pedagogical And Content Knowledge

(TPACK)

Namun berdasarkan beberapa studi menyebutkan bahwa penerapan TPACK

mengalami banyak hambatan. Hambatan tersebut diantaranya adalah : (1)

interpretasi guru-guru terhadap TPACK, (2) pengelolaan proses pembelajaran dan

(3) keterbatasan sarana teknologi dan pembiayaan. Dalam aspek interpretasi,

permasalahan utama adalah belum sepenuhnya kerangka TPACK dikuasai oleh

para guru serta masih diinterpretasikan secara beragam oleh para guru. Dalam hal

ini, proses pembelajaran tetap menerapkan fragmentasi pola konvensional

(tradisional) dari tahun ke tahun. Dalam aspek pelaksanaan proses pembelajaran,

sebagian besar guru Sekolah Dasar kurang memiliki penguasaan teknologi, literasi

informasi dan media pembelajaran berteknologi digital dan keterbatasan akses


internet di masing-masing satuan pendidikan menurut kewilayahan geografi.

Dalam aspek sarana, terdapat permasalahan yang berkaitan dengan keterbatasan

kepemilikan sarana TIK dan ketidakcukupan anggaran pembiayaan satuan

pendidikan untuk membayar biaya pengadaan, perawatan dan pemeliharaan

sarana TIK. Dari beberapa hambatan tersebut di atas, interpretasi dan preferensi

beragam para guru terhadap konsepsi TPACK kemungkinan menjadi sumber

permasalahan utama. Dalam hal ini, interpretasi ditenggarai muncul karena

kurangnya persepsi yang tepat mengenai pengintegrasian TPACK dalam proses

pembelajaran. TPACK belum sepenuhnya digunakan untuk kepentingan

penguasaan materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung

mata pelajaran yang diampu serta kemampuan dalam pengelolaan pembelajaran

guna mewujudkan suasana dan proses pembelajaran yang sesuai dengan kaidah

pedagogik dalam rangka memfasilitasi pengembangan potensi diri dan karakter

peserta didik. (Sd, 2021)

2.1.6 Penelitian Yang Relevan

Telah ada penelitian yang relevan yang akan dilakukan oleh peneliti. Salah

satunya adalah penelitian yang dilakukan oleh Ryan Dwi Kurniawan dan Nanik

Indahwati (2021) Pendidikan Jasmani, Kesehatan, dan Rekreasi, Fakultas Ilmu

Olahraga, Universitas Negeri Surabaya yang melakukan penelitian survey

TPACK guru. Dengan judul penelitian “ANALISIS KOMPETENSI TPACK

GURU PJOK SMP NEGERI DALAM PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

BERBASIS DARING “. Penelitian ini menyimpulkan bahwa tingkat kompetensi

TPACK guru PJOK SMP Negeri se-Kabupaten Sidoarjo dalam pelaksanaan

pembelajaran berbasis daring berada pada kategori “sedang” atau cukup baik.
Pada tingkat kompetensi komponen Technological Knowledge (TK) dengan

persentase sebesar 34%. Pada tingkat kompetensi komponen Pedagogical

Knowledge (PK) dengan persentase sebesar 66%. Pada tingkat kompetensi

komponen Content Knowledge (CK) dengan persentase sebesar 44%. Pada tingkat

kompetensi komponen Technological Pedagogical Knowledge (TPK) dengan

persentase sebesar 42%. Pada tingkat kompetensi komponen Pedagogical Content

Knowledge (PCK) dengan persentase sebesar 59%. Pada tingkat kompetensi

komponen Technological Content Knowledge (TCK) dengan persentase sebesar

41%. Pada tingkat kompetensi komponen Technological Pedagogical and

Content Knowledge (TPACK) dengan persentase 73%.

Penelitian lain yang serupa juga telah dilakukan oleh joko

suyamto,mohammad masykuri dan sarwanto (2020) dari Universitas Sebelas

Maret, Surakarta dengan judul penelitian “ Analisis Kemampuan TPACK

(Technological Pedagogical and Content Knowledge) Guru Biologi SMA Dalam

Menyusun Perangkat Pembelajaran Materi Sistem Peredaran Darah “. Penelitian

tersebut dapat disimpulkan kemampuan Technological Pedagogical and Content

Knowledge (TPACK) Guru Biologi SMA memiliki kompetensi paling tinggi pada

Content knowledge (CK) dan kompetensi paling rendah terdapat pada kompetensi

technological knowledge (TK).

Penelitian lain yang serupa adalah penelitian yang dilakukan oleh Joni Ruta

Pulungtana dan Yari Dwikurnaningsih (2020) dari Program Pascasarjana Magister

Manajemen Pendidikan FKIP Universitas Kristen Satya Wacana dengan judul

penelitian “ Evaluasi Kinerja Mengajar Guru IPS Dalam Mengimplementasikan

TPACK”. Penelitian tersebut dapat disimpulkan kemampuan guru IPS SMA


Kristen satya Wacana dalam mengimplementasikan TPACK dalam kinerja

mengajar dari aspek perencanaan,pelaksanaan,dan evaluasi pembelajaran berada

pada kategori baik. Hal ini dapat dilihat dari hasil masing-masing ketujuh

komponen variabel Technological Pedagogical and Content Knowledge

(TPACK) dalam kategori baik.

Penelitian lain yang serupa adalah penelitian yang dilakukan oleh imam

muslim, I Komang Werdhiana, dan Amiruddin Kade (2020) dari program studi

pendidikan fisika FKIP, Universitas Tadulako dengan judul penelitian “ Analisis

Technological Pedagogical Content Knowledge (TPACK) Mahasiswa Program

Studi Pendidikan Fisika dalam Memahami Konsep Gerak Lurus. Penelitian

tersebut menyimpulkan Technological Pedagogical Content Knowledge (TPACK)

Mahasiswa Program Studi Pendidikan Fisika FKIP UNTAD angkatan 2014

Universitas Tadulako termasuk dalam kategori baik. Hal ini dapat dilihat dari

hasil masing-masing ketujuh komponen variabel Technological Pedagogical

Content Knowledge (TPACK) dalam kategori baik.

Penelitian yang serupa adalah penelitian adalah penelitian yang dilakukan

oleh Ahmad Yani, Mamat Ruhiyat, dan Asep Mulyani (2019) dari Jurusan

Pendidikan Geografi, Universitas Pendidikan Indonesia dengan judul penelitian

“Diagram Venn TPACK: Mengukur Keseimbangan Implementasi Model

Pembelajaran Dalam Memasuki Era industri 4.0 (Studi Pembelajaran Geografi

pada Kurikulum 2013)”. Penelitian tersebut menyimpulkan kemampuan guru

geografi Provinsi Jawa Barat, Provinsi Bengkulu, dan provinsi lainnya telah mampu

menguasai TPACK dengan baik. Hal ini dapat dilihat dari hasil masing-masing ketujuh

komponen variabel Technological Pedagogical Content Knowledge (TPACK)


dalam kategori baik hanya saja ada kompetensi yang perlu ditingkatkan yaitu

Technological Content Knowledge (TCK) dan Technological Pedagogical

Knowledge (TPK) .

Berdasarkan uraian penelitian yang telah dilakukan mengenai TPACK guru

yang akan diteliti oleh peneliti memiliki persamaan dan perbedaan dengan

penelitian terdahulu. Persamaannya ialah sama-sama mengenai TPACK guru dan

persamaan lainnya yaitu menganalisis variabel Technological Knowledge (TK),

Pedagogical Knowledge (PK), Content Knowledge (CK), Pedagogical Content

Knowledge (PCK), Technological Content Knowledge (TCK), Technological

Pedagogical Knowledge (TPK), Technological Pedagogical and Content

Knowledge (TPACK). Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang akan

dilakukan oleh peneliti terletak pada ruang lingkup penelitian dimana penelitian

ini dilakukan di sekolah sekecamatan, perbedaan lainnya terletak pada subjek.

Ditinjau dari subjek penelitian ini yaitu guru sekolah menengah atas sedangkan

subjek yang akan diteliti adalah guru sekolah menengah pertama.

2.2 Kerangka Berfikir

Berdasarkan kajian teori diatas, peneliti ingin menganalisis pengaruh variabel

Technological Pedagogical And Content Knowledge (TPACK) melalui survei

terhadap Guru SMP Se Kecamatan Pasar Jambi

Guru SMP
Studi Awal Sekecamatan TPACK
pasar jambi

TK CK PK PCK TPK
TCK
2.3 Hipotesis Penelitian Kesimpulan

Berdasarkan kerangka berfikir yang telah dikemukakan diatas, maka dapat

dikemukakan beberapa hipotesis sebagai berikut :

TPACK

v
CK TPK

PK PCK

TK TCK
a) Bagaimana pengaruh Content Knowledge (CK) terhadap Technological

Pedagogical Content Knowledge (TPACK) guru SMP Se-Kecamatan

Pasar Jambi

b) Bagaimana Pengaruh Content Knowledge (CK) terhadap Pedagogical

Content Knowledge (PCK) guru SMP Se-Kecamatan Pasar Jambi

c) Bagaimana Pengaruh Content Knowledge (CK) terhadap Technological

Content Knowledge (TCK) guru SMP Se-Kecamatan Pasar Jambi

d) Bagaimana Pengaruh Pedagogical Knowledge (PK) terhadap

Technological Pedagogical Content Knowledge (TPACK)

e) Bagaimana Pengaruh Pedagogical Knowledge (PK) terhadap Pedagogical

Content Knowledge (PCK) guru SMP Se-Kecamatan Pasar Jambi

f) Bagaimana Pengaruh Pedagogical Knowledge (PK) terhadap

Technological Pedagogical Knowledge (TPK) guru SMP Se-Kecamatan

Pasar Jambi

g) Bagaimana Pengaruh Technological Knowledge (TK) terhadap

Technological Pedagogical Content Knowledge (TPACK) guru SMP Se-

Kecamatan Pasar Jambi

h) Bagaimana Pengaruh Technological Knowledge (TK) terhadap

Technological Pedagogical Knowledge (TPK) guru SMP Se-Kecamatan

Pasar Jambi

i) Bagaimana Pengaruh Technological Knowledge (TK) terhadap

Technological Content Knowledge (TCK) guru SMP Se-Kecamatan Pasar

Jambi
j) Bagaimana Pengaruh Technological Pedagogical Knowledge (TPK)

terhadap Technological Pedagogical And Content Knowledge (TPACK)

guru SMP Se-Kecamatan Pasar Jambi

k) Bagaimana Pengaruh Pedagogical Content Knowledge (PCK) terhadap

Technological Pedagogical And Content Knowledge (TPACK) guru SMP

Se-Kecamatan Pasar Jambi

l) Bagaimana Pengaruh Technological Content Knowledge (TCK) terhadap

Technological Pedagogical Content Knowledge (TPACK) guru SMP Se-

Kecamatan Pasar Jambi


BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Tempat Dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SMP Se-Kecamatan Pasar Jambi Kota Jambi,

Jambi. Waktu penelitian seperti yang dijabarkan dalam tabel dibawah ini.

Table 3.1 Waktu Penelitian

Jenis Kegiatan Bulan


Oktober November Desember Januari

1. Persiapan Penelitian

a. Mengurus Perizinan
b. Koordinasi Dengan
Kepala Sekolah Dan
Guru
c. Menyusun Angket
d. Merevisi Angket
e. Finalisasi Dan
Penggandaan Angket
2. Pelaksanaan
Penelitian
a. Membagikan Angket
Kesekolah
b. Analisis Data

3.2 Desain Penelitian


Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh variabel

TPACK guru di SMP Se-Kecamatan Pasar Jambi sehingga desain yang

digunakan adalah desain penelitian survei. Penelitian survei itu sendiri merupakan

penelitian yang mengumpulkan informasi dari suatu sampel dengan menanyakan

melalui angket atau interview supaya nantinya menggambarkan berbagai aspek

dari populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan (Maidiana,

2021). Kuesioner merupakan suatu daftar yang berisi pertanyaan-pertanyaan yang

harus dijawab atau dikerjakan oleh siswa yang ingin diselidiki, juga disebut

responden (Hatmoko, 2015). Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian

ini adalah kuantitatif. Menurut Siyoto & Sodik (2015), metode penelitian

kuantitatif adalah metode tentang penafsiran, penampilan, dan pengumpulan data

yang banyak melibatkan angka, bisa juga disertai tabel, grafik, gambar, atau yang

lainya. Dalam penelitian berbasis kuantitatif, instrumen yang digunakan umumnya

berupa angket atau kuisioner, dalam bentuk tes, data nominal, data sekunder

(Santosa,2018).

3.3 Populasi Dan Sampel

3.3.1 Populasi

Populasi adalah seluruh objek yang menjadi sasaran penelitian atau

pengamatan dan memiliki sifat-sifat yang sama. Dengan kata lain, populasi adalah

himpunan keseluruhan objek yang diteliti (Nuryadi, 2017) . Populasi adalah

kumpulan dari keseluruhan pengukuran, objek, atau individu yang sedang dikaji.

Jadi, pengertian populasi dalam statistik tidak terbatas pada

sekelompok/kumpulan orang-orang, namun mengacu pada seluruh ukuran,

hitungan, atau kualitas yang menjadi fokus perhatian suatu kajian. Populasi sering
juga disebut universe atau sekelompok individu atau objek yang memiliki

karakteristik yang sama, misalnya status sosial sama, atau obyek lain yang

mempunyai karakteristik sama (Atika & Tarigan, 2014).Populasi dalam penelitian

ini adalah Guru SMP Se Kecamatan Pasar Jambi, Jambi.

3.3.2 Sampel

Sampel adalah bagian dari populasi yang diambil untuk dijadikan objek

pengamatan langsung dan dijadikan dasar dalam pengambilan kesimpulan.

Dengan kata lain sampel adalah bagian yang di ambil dari populasi (Nuryadi,

2017) . Sampel adalah sebagian, atau subset (himpunan bagian), dari suatu

populasi. Jadi, sampel merupakan bagian dari populasi, data yang diperoleh

tidaklah lengkap. Namun jika pengambilan sampel dilakukan dengan mengikuti

kaidah-kaidah ilmiah, maka biasanya sangat mungkin diperoleh hasil- hasil dari

sampel cukup akurat untuk menggambarkan populasi yang diperlukan dalam

kajian yang dilakukan (Atika & Tarigan, 2014)

3.4 Teknik Pengambilan Sampel

Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini yakni teknik sampling yaitu

sampling daerah (cluster sampling). Cluster sampling merupakan pengambilan

sampel yang didasarkan pada area atau cluster (Prabowo, 2016). Teknik sampling

daerah (cluster sampling) digunakan untuk menentukan sampel bila obyek yang

akan diteliti atau sumber data sangat luas, misalnya penduduk suatu negara,

propinsi atau kabupaten (Nuryadi, 2017). Sampel pada penelitian ini adalah guru

SMP Se-Kecamatan Pasar Jambi.

3.5 Teknik Pengumpulan Data


Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini dengan

menggunakan angket / kuesioner. Kuesioner merupakan suatu daftar yang berisi

pertanyaan-pertanyaan yang harus dijawab atau dikerjakan oleh siswa yang ingin

diselidiki, juga disebut responden (Hatmoko, 2015). Sedangkan menurut sugiyono

(2009) kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan

cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden

untuk dijawabnya. Menurut Fahmi, Fahreza.A (2019) Langkah-langkah

Penyusunan Angket:

1) Menentukan tujuan yang akan dicapai dari penggunaan angket.

2) Mengidentifikasi variabel yang menjadi materi angket.

3) Menyusun kalimat-kalimat pertanyaan atau pernyataan yang mewakili

setiap indicator sebagaimana telah dijelaskan dalam kisi-kisi angket

tersebut.

4) Lengkapi angket dengan identitas responden, serta di berikan tujuan

angket ataupun petunjuk pengisian angket.

3.6 Teknik Validasi Instrumen Penelitian

Uji validitas dalam angket penelitian dilakukan untuk mengetahui

valid atau tidaknya item instrumen penelitian (Kusnadi, 2016). Validitas ialah

indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu instrumen betul-betul mengukur apa

yang perlu diukur (Anwar, 2009). Validasi pada penelitian ini adalah validasi isi.

Validasi isi suatu tes mempermasalahkan sejauh mana suatu tes mengukur tingkat

penguasaan terhadap isi atau konten atau materi tertentu yang seharusnya dikuasai

sesuai dengan tujuan pengajaran Validitas isi menunjukkan sejauhmana

pertanyaan, tugas atau butir dalam suatu tes atau instrumen mampu mewakili
secara keseluruhan dan proporsional Artinva tes itu valid apabila butir-butir tes itu

mencerminkan keseluruhan konten atau materi yang diujikan atau yang

seharusnya dikuasai secara proporsional (Matondang, 2009). Instrumen pada

penelitian ini adalah kuesioner/angket tentang variabel TPACK guru

3.2 Tabel kisi kisi instrumen angket Technological Pedagogical And

Content Knowledge (TPACK) Guru

No Variabel Indikator Jumlah

Item

1 Technological Knowledge Kemampuan menerapkan 5

(TK) teknologi

Keterampilan menggunakan 4

teknologi

Mengetahui konsep dasar 5

teknologi

2 Content Knowledge (CK) Mengembangkan konsep 5

materi

Pengetahuan konten standar 5

kurikulum

3 Pedagogical Knowledge Pengelolaan kelas 5

(PK) Mengajar siswa 5

Proses pembelajaran 5

Metode pembelajaran 5

Model pembelajaran 5

4 Technological Content Memilih teknologi 4


Knowledge (TCK) pembelajaran

5 Pedagogical Content Pembelajaran sesuai standar 8

Knowledge (PCK) kompetensi

6 Technological Desain pembelajaran sesuai 5

Pedagogical Knowledge teknologi

(TPK) Pengetahuan teknologi dalam 5

pembelajaran

7 Technological Penerapan teknologi dalam 5

Pedagogical And Content pembelajaran

Knowledge (TPACK) Pengetahuan teknologi untuk 5

perkembangan pengetahuan

(sumber: adaptasi Susanti,2021)

3.7 Teknik Analisis Data

Data diperoleh dari lembar jawaban guru mengenai pengaruh variabel TPACK

guru SMP Se-Kecamatan Pasar Jambi. Data dari kuesioner/angket pada penelitian

ini adalah data kuantitatif. Data kuantitatif diperoleh dari penelitian kuantitatif.

Penelitian kuantitatif adalah penelitian yang banyak menuntut penggunaan angka,

mulai dari pengumpulan data, penafsiran terhadap data tersebut, serta penampilan

dari hasilnya (Siyoto & Sodik, 2015). Dengan langkah-langkah menurut Purwanto

(2020) yaitu :

1. Mengubah jawaban angket ke dalam bentuk skor

2. Jawaban yang diperoleh dari angket berupa pernyataan positif tertuang

dalam tabel 3.3


3.3 Tabel Skala Likert 1-5

Pernyataan Positif

Kategori Skor

Sangat Setuju (SS) 5

Setuju (S) 4

Kurang Setuju (KS) 3

Tidak Setuju (TS) 2

Sangat Tidak Setuju 1


(STS)

3. Menghitung skor total angket untuk setiap butir pernyataan

4. Menentukan nilai persentase setiap butir pernyataan dengan rumus :

R
NP = x 100 %
SM

Keterangan :

NP = Nilai Persentase

R = Skor mentah yang diperoleh guru

SM = Skor maksimum ideal

5. Menentukan tingkat kriteria

Hasil jawaban disesuaikan dengan kriteria persentase jawaban responden

untuk mengetahui kualifikasi jawaban. Sesuai tabel berikut :

3.4 Tabel Persentase Skor dan Kriteria analisis deskriptif

No. Persentase Skor Kriteria

1. 81% – 100% Sangat Baik


2. 61% – 80% Baik

3. 41% – 60% Cukup

4. 21% – 40% Kurang

5. 0% – 20% Sangat Kurang

(sumber: Jasmalinda, 2021)

Alat statistik yang digunakan dalam penelitian ini adalah smartPLS 3.0.

Analisis data dan pengujian hipotesis ini menggunakan metode Structural

Equation Model-Partial Least Square SEM-PLS. Teknik analisis Structural

Equation Model SEM adalah teknik analisis regresi korelasi, yang bertujuan untuk

menguji hubungan-hubungan antar variabel yang ada pada sebuah model, baik itu

antar indikator dengan konstruk ataupun hubungan antar konstruk. Beberapa

istilah yang digunakan dalam PLS berbeda dengan pengolahan statistik lainnya

seperti SPSS.

Istilah tersebut menurut Ghozali dan Latan (2012) meliputi :

1. Variabel independen dalam PLS disebut dengan variabel eksogen

2. Variabel dependen disebut variabel endogen

3. Variabel Laten disebut konstruk merupakan variabel yang tidak dapat

diamati secara langsung dan memerlukan indikator

4. Indikator merupakan variabel yang dapat diukur atau biasa disebut

variabel manifest atau observe

5. Model pengukuran sering disebut dengan outer model merupakan

model pengukuran yang menunjukkan bagaimana variabel manifest

atau observe mempresentasikan variabel laten


6. Model struktural menunjukkan estimasi atau variabel laten dan

konstruk

Kelebihan SMARTPLS

1. Smart PLS atau Smart Partial Least Square adalah software statistik

yang sama tujuannya dengan Lisrel dan AMOS yaitu untuk menguji

hubungan antara variabel.

2. Pendekatan smartPLS dianggap powerful karena tidak mendasarkan

pada berbagai asumsi

3. Jumlah sampel yang dibutuhkan dalam analisis relatif kecil.

Penggunaan SmartPLS sangat dianjurkan ketika kita memiliki

keterbatasan jumlah sampel sementara model yang dibangun

kompleks. Hal ini tidak dapat dilakukan ketika kita menggunakan

kedua software Lisrel dan AMOS membutuhkan kecukupan sampel.

4. Data dalam analisis SmartPLS tidak harus memiliki distribusi normal

karena SmartPLS menggunakan metode bootstraping atau

penggandaan secara acak. Oleh karenanya asumsi normalitas tidak

akan menjadi masalah bagi PLS. Selain terkait dengan normalitas

data, dengan dilakukannya bootstraping maka PLS tidak

mensyaratkan jumlah minimum sampel

5. SmartPLS mampu menguji model SEM formatif dan reflektif dengan

skala pengukuran indikator berbeda dalam satu model. Apapun

bentuk skalanya (rasio kategori, Likert, dan lain-lain) dapat diuji

dalam satu model.

Kelemahan SMARTPLS
1. SmartPLS hanya bisa membaca data excel dalam bentuk csv

Langkah-langkah Pengolahan Data dengan SmartPLS yaitu :

6. Klik “New Project” untuk memulai pengolahan data dengan Smart

PLS. Buatlah nama project tersebut.

7. Klik kanan pada double-click pada project explore dan pilih import

data file, kemudian cari data dalam bentuk CSV lalu OK

8. Setelah Import data file CSV Klik Diskusi 1 untuk memunculkan

bidang gambar

9. Klik drag ke bidang gambar indikator per variabel Klik kanan di

bulatan biru untuk menentukan posisi indikator. Gunakan tanda panah

untuk menghubungkan variabel. Klik tanda Cussor untuk menetralkan

kembali.

10. Setelah gambar model telah digambarkan, klik Calculate, PLS

Alqorithm. Maka akan muncul konfirmasi Maksimum Literasi

11. Standar maksimum Literasi adalah 300. Klik “start Calculation”

untuk run data

12. Periksa Validitas dan Reabilitasnya. Klik pada Quality Criteria

(Construct Realibility and Validity) jika tidak valid pertanyaan dari

sebuah indikator bisa dihapus. Dikatakan valid jika nilai sig-nya > 0,5

dan reliabel jika nilai sig-nya > 0,7

13. Lakukan uji hipotesis dari calculate – Bootstrapping, selanjutnya

akan

14. Muncul bidang set up, kemudian klik Start Calculation, maka hasil

run akan keluar


15. Perhatikan hasil uji pengaruh tidak langsung. Klik specific indirect

effect pada final result

3.8 Prosedur Penelitian

Prosedur dalam penelitian ini memakai tahapan-tahapan penelitian agar

peneliti memperoleh hasil sesuai yang diinginkan. Tahapan tersebut antara lain .

Alur prosedur dalam penelitian ini ditunjukkan sebagai berikut :

Sampel Sekolah Yang


Penyebaran Angket
Telah ditentukan

Analisis Data Analisis Hasil Angket

Tahap penelitian yang pertama dilakukan oleh peneliti adalah menentukan

sekolah yang akan diteliti, selanjutnya setelah koordinasi dengan sekolah peneliti

menyebarkan angket/kuesioner TPACK kesekolah tersebut, setelah itu guru

mengisi angket, kemudian peneliti melakukan analisis hasil angket dengan

memindahkan data ke Microsoft Excel, selanjutnya peneliti melakukan analisis

data menggunakan software Smart PLS.


Daftar Pustaka

Arifai, A. (2018). Kompetensi Kepribadian Guru Dalam Perspektif Pendidikan


Islam. Raudhah Proud To Be Professionals : Jurnal Tarbiyah Islamiyah,
3(1), 27–38. https://doi.org/10.48094/raudhah.v3i1.21

Atika, T. A., & Tarigan, U. (2014). Prosedur Penerbitan Surat Keputusan Pensiun
Pegawai Negeri Sipil pada Badan Kepegawaian Daerah Deli Serdang.
JPPUMA: Jurnal Ilmu Pemerintahan Dan Sosial Politik UMA (Journal of
Governance and Political Social UMA), 2(1), 18–30.
http://www.ojs.uma.ac.id/index.php/jppuma/article/view/578/922

Bahri, S., & Waremra, R. S. (2018). Kemampuan Technological Pedagogical


Content Knowledge ( TPACK ) Mahasiswa Pada Matakuliah Strategi
Belajar Mengajar Fisika. 8(2), 1–9.

Buchari, A. (2018). PERAN GURU DALAM PENGELOLAAN


PEMBELAJARAN. Jurnal Ilmiah Iqra’ Fakultas Tarbiyah Dan Ilmu
Keguruan [FTIK] IAIN Manado, 12(2), 106–124.

Darmadi, H. (2015). TUGAS, PERAN, KOMPETENSI, DAN TANGGUNG


JAWAB MENJADI GURU PROFESIONAL. Jurnal Edukasi, 13(2), 161–
174.

Fahmi, Fahreza.A., S. H. . (2019). PENGARUH LAYANAN INFORMASI


DENGAN MEDIA FILM TERHADAP KEWASPADAAN SISWA
TENTANG PELECEHAN SEKSUAL DI KELAS VIII-C SMP N 1
MATESIH TAHUN PELAJARAN 2018/2019. Jurnal Medi Kons, 5(2), 34–
49.

FIRMANSYAH, D. (2015). PENGARUH STRATEGI PEMBELAJARAN DAN


MINAT BELAJAR TERHADAP HASIL BELAJAR MATEMATIKA.
[JURNAL PENDIDIKAN UNSIKA, 3(1), 34–44.

Hasibuan, N. (2016). Pengembangan Pendidikan Islam Dengan Implikasi


Teknologi Pendidikan. FITRAH:Jurnal Kajian Ilmu-Ilmu Keislaman, 1(2),
189. https://doi.org/10.24952/fitrah.v1i2.313

Hatmoko, J. . (2015). Survei Minat Dan Motivasi Siswa Putri Terhadap Mata
Pelajaran Penjasorkes Di Smk Se-Kota Salatiga Tahun 2013. E-Jurnal
Physical Education, Sport, Health and Recreation, 4(4), 1729–1736.
https://doi.org/10.15294/active.v4i4.4855

Heriyansyah. (2018). GURU ADALAH MANAJER SESUNGGUHNYA DI


SEKOLAH Heriyansyah. Jurnal Manajemen Pendidikan Islam, 1(1), 116–
127.

Huda, M. N., & Dosen. (2018). Peran Kompetensi Sosial Guru dalam pendidikan.
Peran Kompetensi Sosial Guru Dalam Pendidikan, VI(2), 42–62.

Huliyah, M. (2016). Hakikat pendidikan anak usia dini jalur pendidikan informal.

Pendidikan Guru Raudlatul Athfal, 1(1), 61–71.

Idrus, M. (2005). Kompetensi Sosial Sebagai Modal Sosial Guru. El-Tarbawi,


13(8), 37–56.

IFRIANTI, S. (2018). Membangun Kompetensi Pedagogik Dan Keterampilan


Dasar Mengajar Bagi Mahasiswa Melalui Lesson Study. Terampil : Jurnal
Pendidikan Dan Pembelajaran Dasar, 5(1), 1–18.
https://doi.org/10.24042/terampil.v5i1.2748

Ilyas, M. (2010). Tinjauan Teoritis Tentang Pengembangan Pedagogical Content


Knowledge Guru Melalui Lesson Study. Pedagogy, 2(1), 106–160.

Indah Susilowati, Himawan Arif Sutanto, R. D. (2013). Strategi peningkatan


kompetensi guru dengan pendekatan. Journal of Economics and Policy, 6(1),
80–92. https://doi.org/10.15294/jejak.v6i1.3750

Jauhari, M. I. (2020). Upaya Guru Fiqih dalam Meningkatkan Kompetensi


Pedagogik di Madrasah. Tarbawiyah: Jurnal Ilmiah Pendidikan, 04(2), 205–
214. https://e-journal.metrouniv.ac.id/index.php/tarbawiyah/article/view/
2128

Komarudin, E. (2020). PENGARUH KOMPETENSI KEPRIBADIAN DAN


SOSIAL GURU TERHADAP MOTIVASI BELAJAR SISWA SD
MUHAMMADIYAH KADISORO II. G-COUNS: Jurnal Bimbingan Dan
Konseling, 5(1), 9–14.

Kusnadi, Y. dan M. (2016). Pengaruh Keterimaan Aplikasi Pendaftaran Online


Terhadap Jumlah Pendaftar di Sekolah Dasar Negeri Jakarta. Jurnal
Paradigma, XVIII(2), 89–101.
https://ejournal.bsi.ac.id/ejurnal/index.php/paradigma/article/download/
1183/986

Maidiana. (2021). Penelitian Survey. ALACRITY : Journal of Education, 1(2), 20–


29. https://doi.org/10.52121/alacrity.v1i2.23

mansur, Hamsi., Mastur., U. A. H. (2013). International Journal of Innovation

Management (Guest Editor). International Journal of Innovation

Management, 1(1), 1–10.

Matondang, Z. (2009). VALIDITAS DAN RELIABILITAS SUATU


INSTRUMEN PENELITIAN. Jurnal Tabularasa, 6(1), 87–97.
https://doi.org/10.4028/www.scientific.net/AMM.496-500.1510
Misrawati. (2017). PERANAN GURU BK DALAM MEMBENTUK

KARAKTER SISWA MELALUI LAYANAN BK KELOMPOK Misrawati.

Jurnal Ilmu Pendidikan,Keguruan,Dan Pembelajaran, 1(2), 65–68.

Mulhayatiah, D., Ramdiani, N. A. E., Setya, W., Suhendi, H. Y., & Kuntadi, D.
(2018). PCK Model Shulman Berdasarkan Pengalaman Mengajar Guru
Fisika. Thabiea : Journal of Natural Science Teaching, 1(2), 84–90.
https://doi.org/10.21043/thabiea.v1i2.4392

Nasar, A., & Daud, M. H. (2020). ANALISIS KEMAMPUAN GURU IPA

TENTANG TECHNOLOGICAL PEDAGOGICAL CONTENT

KNOWLEDGE PADA SMP/MTs DI KOTA ENDE. OPTIKA: Jurnal

Pendidikan Fisika, 4(1), 9–20. https://doi.org/10.37478/optika.v4i1.413

Nofrion, Wijayanto, B., Wilis, R., & Novio, R. (2012). Analisis Technological
Pedagogical and Content. Jurnal Geografi, 10(2), 105–116.

Nurmadiah., A. (2019). Teknologi pendidikan. Jurnal Al-Afkar, VII(1), 61–90.

Pahlevi, M. R., Ridwan, I., & Kamil, A. B. (2021). Pelatihan TPACK


(Technological, Pedagogical, Content Knowledge) Bagi Guru Bahasa Inggris
di Kabupaten Karawang Jawa Barat. Jurnal Pengabdi, 4(1), 34.
https://doi.org/10.26418/jplp2km.v4i1.43631

Prabowo, A. (2016). KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS REMAJA DI


SEKOLAH. JipT, 4(2), 246–260.

Purnawati, W., Maison, M., & Haryanto, H. (2020). E-LKPD Berbasis


Technological Pedagogical Content Knowledge (TPACK): Sebuah
Pengembangan Sumber Belajar Pembelajaran Fisika. Tarbawi : Jurnal Ilmu
Pendidikan, 16(2), 126–133. https://doi.org/10.32939/tarbawi.v16i2.665

Rahmadi, I. . (2019). Penguasaan technological pedagogical content knowledge


calon guru Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan. Jurnal Civics:
Media Kajian Kewarganegaraan, 16(2), 122–136.
Rahmadi, I. F. (2019). Technological Pedagogical Content Knowledge
( TPACK ): Kerangka Pengetahuan Guru Abad 21. Journal of Civics and
Education Studies, 6(1).

Rochaendi, E., Wahyudi, A., & Perdana, R. (2021). Kompetensi Teknologi ,


Pedagogi , dan Konten Guru SD Negeri dan Swasta di Kota Cimahi, Jawa
Barat. Jurnal Pendidikan Dasar Indonesia, 6(1).

Rosyid, A. (2016). Technological pedagogical content knowledge : sebuah


kerangka pengetahuan bagi guru indonesia di era MEA. Prosiding Seminar
Nasional Inovasi Pendidikan, 446–454.

Sari, E. D. K., & Mursyidi, W. (2020). Pedagogical Content Knowledge (PCK) of


Islamic Education Teachers in Improving the Quality of Islamic Education
Learning. Emanasi: Jurnal Ilmu Keislaman Dan Sosial, 3(91), 1–10.
https://adpiks.or.id/ojs/index.php/emanasi/article/view/28

Sawitri, E., & Astiti, M. S. (2019). HAMBATAN DAN TANTANGAN


PEMBELAJARAN BERBASIS TEKNOLOGI INFORMASI DAN
KOMUNIKASI. 202–213.

Shabir, M. U. (2015). Kedudukan Guru sebagai Pendidik (Tugas dan Tanggung

Jawab, dan Kompetensi Guru). Jurnal Auladuna, 2(2), 221–232.

Sudarlan, & Rifadin. (2016). Pengaruh kompetensi sosial dan kompetensi


kepribadian terhadap kinerja dosen di jurusan akuntansi politeknik negeri
samarinda. Jurnal Eksis, 12(1), 3329–3338.

Sumar, W. T., Lamatenggo, N., & ... (2020). Strategi Guru dalam Implementasi

Pembelajaran Abad 21 Melalui Model Pembelajaran Daring untuk

Meningkatkan Kompetensi Guru. JAMBURA Elementary …, 1(1), 100–110.

https://ejournal-fip-ung.ac.id/ojs/index.php/jeej/article/view/143

Suryawati, E., L.N, F., & Hernandez, Y. (2014). Analisis Keterampilan


Technological Pedagogical Content Knowledge (TPCK) Guru Biologi Sma
Negeri Kota Pekanbaru. Jurnal Biogenesis, 11(1), 67–72.

Syaidah, U., Suyadi, B., & Ani, H. M. (2018). Pengaruh Kompetensi Guru

Terhadap Hasil Belajar Ekonomi Di Sma Negeri Rambipuji Tahun Ajaran

2017/2018. JURNAL PENDIDIKAN EKONOMI: Jurnal Ilmiah Ilmu

Pendidikan, Ilmu Ekonomi Dan Ilmu Sosial, 12(2), 185–191.

https://doi.org/10.19184/jpe.v12i2.8316

Syarifuddin. (2015). GURU PROFESIONAL: Dalam Tugas Pokok dan Fungsi


(Tupoksi). Al Amin: Jurnal Kajian Ilmu Dan Budaya Islam, 3(1), 65–84.

Tarihoran, E. (2019). Guru dalam pengajaran abad 21. Jurnal Kateketik Dan

Pastoral, 4(1), 46–58. blob:http://e-journal.stp-ipi.ac.id/393f7271-9934-

4891-ab16-b6f5cf42a9a7

Yuslam., Setiani, Riris.E., Sari, A. . (2017). Studi Tentang Kompetensi Guru


PAUD Berkualifikasi Akademik Sarjana PG- PAUD Dan NonPG-PAUD di
PAUD Istiqomah Sambas Purbalingga Yuslam Riris Eka Setiani AlmiKurnia
Sari. Al-Athfal: Jurnal Pendidikan Anak, 3(2), 151–168.

Zulham. (2017). Penerapan Teknologi Informasi Menentukan Keberhasilan Dunia

Perusahaan Industri. Journal of Chemical Information and Modeling, 53(9),

1689–1699.

You might also like