Professional Documents
Culture Documents
Biografi Singkat Mbah Djipang
Biografi Singkat Mbah Djipang
Sebuah riwayat dari Kyai Mahsun, murid Mbah Ma’ruf Kedunglo, nama Jipang
ini adalah pemberian Mbah Ma’ruf. Beliau melihat kecerdasan Muhammad
Tolhah dalam mengaji kitab, sehingga beliau memberi nama “jipang” yang
merupakan akronim dari “Ngajine Gampang”. Sementara itu terdapat riwayat
lain yang bersumber dari putri Mbah Jipang, bahwa nama Jipang tersebut
diberikan oleh ayah beliau.
Sebutan Jipang itu mudah diterima jika melihat kecerdasan Mbah Jipang.
Menurut cerita yang dipopulerkan Gus Maksum Lirboyo, Mbah Jipang bisa
mahir membaca kitab gundul hanya bermodalkan teori kitab Jurumiyah dan
Tasrif saja. Bahkan menurut penuturan Mbah Manaf Pethuk, beliau Mbah
Jipang di masa muda bisa menghafalkan puluhan bait
alfiyah dalam waktu yang sangat singkat setara durasi
waktu menanak nasi dan hafalan itupun bisa membekas
hingga beliau sepuh tanpa lupa sedikitpun. Selain itu
beliau juga memiliki trik-trik perhitungan matematis,
disamping memiliki kebiasaan yang unik seperti: sering
membawa meteran kemana-mana, suka mengukur benda
di sekitar, mengukur putaran roda sepeda, mengisi waktu
luang dengan latihan menghitung angka-angka di atas
Salah satu buku tulis Mbah Jipang
sabak. Ketika ditanya untuk apa seperti itu? Mbah Jipang menjawab: untuk
mengasah otak.
Rihlah keilmuan
Mbah Jipang juga aktif mengajar masyarakat sekitar yang membutuhkan kajian
ilmu keislaman. Beliau mengajar di pondok Batokan yang saat itu belum
memiliki gedung memadai. Beliau juga mengajar di Langgar kecil yang beliau
dirikan disamping rumah beliau.
Hal menarik dari Mbah Jipang selain kecerdasannya adalah ketegasan beliau.
Ada sebuah cerita bahwa di desa timur sungai terdapat musholla yang
mengumandangkan adzan sebelum waktunya, akhirnya Mbah Jipang
menyeberang sungai brantas hanya untuk mengingatkan kekeliruan muadzin. Di
lain waktu Mbah Jipang juga pernah mengingatkan seorang da’i yang salah
melafalkan dalil di atas podium. Dengan serta merta Mbah Jipang naik ke
podium dan mengatakan bahwa dalil tersebut salah. Ada juga kisah perdebatan
Mbah Jipang dengan Syekh Masduqi Lasem. Waktu itu syekh Masduqi
menyalahkan redaksi kitab Sirajut Thalibin karya Syekh Ihsan Jampes, sepupu
Mbah Jipang. Setelah Mbah Jipang mendengar cerita tersebut dari santri syekh
masduqi yang berasal dari desa mondo, Mbah Jipang berangkat ke Lasem
dengan menyamar sebagai penjual pisang, sebuah hal yang biasa bagi Mbah
Jipang yang sehari-harinya bekerja sebagai petani dan pedagang. Singkat cerita
terjadilah adu argumentasi yang berakhir dengan kemenangan Mbah Jipang.
Kepiawaian adu argumentasi ini juga ditunjukkan Mbah Jipang ketika berdebat
dengan Nur Hasan Ubaidah, pendiri Islam Jama’ah.