You are on page 1of 34

Modul 7

Peranan Pemerintah dalam


Perekonomian Pasar
Dr. T. Sunaryo

PEN D A HU L UA N

F aktor yang membuat proses produksi tidak efisien adalah adanya


kegagalan pasar (market failures). Pemerintah bisa meningkatkan
efisiensi alokasi sumber daya perekonomian apabila pemerintah mampu
mengurangi atau menghilangkan kegagalan pasar. Kegagalan pasar terjadi
apabila ada monopoli, barang publik (public goods), eksternalitas
(externalities), dan kesenjangan informasi (asymmetric information).
Namun, regulator (pemerintah) juga pelaku ekonomi yang rasional.
Regulator sering kali harus memenuhi keinginan kelompok yang mempunyai
kekuatan politik yang besar. Selain itu, regulator yang rasional juga bisa
memihak pada kelompok atau pelobi tertentu. Tentu saja alasan politik dan
keberpihakan kemungkinan besar tidak sejalan dengan tujuan efisiensi.
Menjelang pemilihan presiden biasanya pemerintahan yang ada akan
membangun banyak sarana (barang) publik dan mengeluarkan kebijakan
yang bersifat populis (menyenangkan banyak khalayak). Pada masa itu,
kebijakan memihak banyak kalangan. Pada waktu yang berbeda, kebijakan
memihak pada kelompok lain. Namun, yang jelas semua kebijakan tentu
“memihak” regulator. Ingat, regulator terdiri dari orang yang rasional,
regulator tidak akan membuat regulasi yang merugikan regulator sendiri.
Selain alasan efisiensi dan politik, regulator meregulasi pasar karena
alasan pendapatan pemerintah (pajak). Regulator biasanya bermaksud
memajak konsumen atau produsen saja. Namun, pajak konsumen atau pajak
produsen masing-masing mempunyai dampak terhadap konsumen dan
produsen.
Modul ini membahas tentang alasan regulasi, instrumen regulasi, dan
dampak regulasi. Regulasi mempunyai dampak pada produsen, konsumen,
dan pemerintah sendiri. Pembahasan meletakkan regulasi dalam konteks
7.2 Ekonomi Manajerial 

perekonomian terbuka karena sekarang ini analisis perekonomian tertutup


menjadi kurang relevan.
Setelah mempelajari modul ini, Anda diharapkan mampu:
1. menjelaskan perekonomian yang ideal (tanpa kegagalan pasar);
2. menjelaskan pembenaran pemerintah melakukan intervensi pasar;
3. menjelaskan regulasi pada kasus monopoli;
4. menjelaskan regulasi pada kasus asymmetric information;
5. menjelaskan regulasi pada kasus eksternalitas;
6. menjelaskan regulasi pada kasus public goods;
7. menganalisis regulasi price floor dan price ceiling;
8. menganalisis pajak;
9. menganalisis regulasi tarif;
10. menganalisis regulasi non-tariff barriers (NTBs).
 EKMA4312/MODUL 7 7.3

Kegiatan Belajar 1

Kegagalan Pasar Tarif

A. REGULASI KARENA ALASAN EFISIENSI

Produsen memaksimumkan keuntungan mereka, konsumen


memaksimumkan utility mereka. Letakkan mereka dalam struktur pasar
bersaing sempurna. Hasilnya, kesejahteraan mereka bisa mencapai pada
tingkat tertinggi. Artinya, tidak ada alokasi sumber daya lain yang bisa
mengunggulinya. Ini adalah esensi hukum kesejahteraan ekonomi yang
pertama. Skenario ini adalah sistem perekonomian yang paling efisien.
Artinya, dengan input tertentu perekonomian akan menghasilkan output yang
maksimal. Dalam kondisi seperti ini, tentu saja pemerintah tidak mempunyai
pembenaran untuk melakukan intervensi.
Pemerintah bisa melakukan intervensi apabila ada inefisiensi. Inefisiensi
akan muncul apabila terjadi kegagalan pasar (market failures). Pasar tidak
gagal apabila semua harga yang terbentuk bisa mengalokasikan sumber daya
paling efisien. Kondisi ini terjadi apabila semua pasar, baik produk maupun
faktor produksi, mempunyai struktur pasar bersaing sempurna. Tentu saja,
kondisi ini adalah utopia. Bentuk pasar ideal ini menjadi acuan yang ideal
untuk membuat alokasi sumber daya menjadi lebih efisien. Inefisiensi
muncul apabila terdapat kegagalan pasar. Kegagalan pasar terjadi karena
adanya market power, asymmetric information, externalities, dan public
goods.
Hal yang perlu ditekankan bahwa yang paling cerdas dan transparan
dalam mengalokasikan resources adalah harga yang dibentuk oleh pasar,
terutama pasar bersaing sempurna. Jadi, apabila pemerintah harus melakukan
intervensi, pemerintah harus mengikuti skenario pasar, pasar bersaing
sempurna.

Struktur pasar bersaing sempurna (pbs) menghasilkan harga yang


mampu mengalokasikan resources perekonomian yang paling efisien.
Dalam struktur pbs tidak terdapat kegagalan pasar.
7.4 Ekonomi Manajerial 

B. REGULASI KARENA ALASAN POLITIK

Ekonom selalu mengasumsikan pelaku ekonomi sebagai profit (utility)


maximizer karena pelaku ekonomi memang berperilaku demikian.
Konsumen, produsen, dan regulator juga manusia, semuanya profit
maximizer yang rasional. (Lihat modul Konsumsi dan Produksi)
Regulasi bisa dianggap sebagai barang (produk) yang diproduksi oleh
regulator. Regulasi ini dapat menguntungkan produsen, konsumen, dan/atau
regulator. Oleh karena itu, produsen dan konsumen akan cenderung
mempengaruhi regulator untuk membuat regulasi yang sesuai dengan
keinginan mereka masing-masing. Konsumen menginginkan harga rendah,
sebaliknya produsen menginginkan harga tinggi. Keinginan produsen dan
konsumen selalu berlawanan, seperti yang ditunjukkan dengan kemiringan
kurva penawaran dan permintaan.

C. KARAKTERISTIK PRODUK REGULATOR

Kebijakan (regulasi) adalah sebuah produk yang diproduksi oleh


regulator. Kebijakan ini mempunyai karakteristik ongkos produksi relatif
kecil (bisa diabaikan), namun bisa memberikan keuntungan yang besar
kepada pihak tertentu (produsen, konsumen, tenaga kerja atau regulator).
Untuk menerbitkan izin memonopoli terigu, regulator tidak perlu
mengeluarkan ongkos yang besar. Namun, izin monopoli di tangan
pengusaha (A) akan menjadi faktor produksi yang amat potensial
memberikan keuntungan yang amat besar dan relatif mudah. Oleh karena itu,
A berani memberikan kompensasi yang relatif besar kepada regulator untuk
memproduksi izin monopoli tersebut. Oleh karena ongkos produksinya relatif
amat kecil, regulator yang rasional akan cenderung bersedia memproduksi
izin tersebut untuk A.
Seperti ongkos membuat KTP bagi seseorang adalah relatif amat kecil,
namun kegunaannya bisa amat besar. Ada orang yang bersedia membayar
KTP dengan harga 1,25 juta. Ilmu ekonomi melihat kasus ini sebagai kasus
yang rasional.

Catatan:
Regulator yang memihak produsen atau konsumen bukan berarti
regulator bukan profit/utility maximizer. Regulator tetap memaksimumkan
keuntungannya dengan memihak produsen/konsumen. Mengapa regulator
memihak produsen? Simpel, regulator lebih untung memihak produsen.
 EKMA4312/MODUL 7 7.5

Tentu saja regulator tidak akan memihak produsen apabila regulator menjadi
lebih susah.

D. TEORI MENANGKAP REGULATOR

Tarif impor menguntungkan produsen dan pemerintah (regulator),


namun merugikan konsumen. Produsen akan melobi untuk mempengaruhi
regulator supaya bersedia menetapkan tarif. Oleh karena tarif
menguntungkan produsen, produsen bisa “menangkap” regulator untuk
mendapatkan proteksi berupa tarif. Argumen ini disebut capture theory.
Capture theory mengatakan bahwa produsen (konsumen) bisa menangkap
regulator untuk membuat regulasi yang sesuai dengan keinginan produsen
(konsumen). Capture theory memberikan prediksi bahwa regulasi yang ada
sesuai dengan keinginan pihak yang mempunyai pengaruh besar pada
regulator.
Siapa yang bisa menangkap regulator? Tentu saja pihak yang menangkap
regulator adalah pihak (kelompok) yang bisa menaikkan utility regulator.
Secara individual biasanya produsen atau konsumen tidak bisa
mempengaruhi regulator. Namun, secara bersama (organisasi) mereka
mampu mempengaruhi regulator. Jadi, mereka yang mampu meng-
organisasikan kelompoknya, mereka yang mampu mempengaruhi regulator.
Mansur Olson berargumen bahwa kelompok dengan anggota banyak
dan dengan pendapatan tidak besar mempunyai ongkos organisasi yang
tinggi. Kelompok tersebut mempunyai kekuatan untuk mempengaruhi
regulator relatif kecil. Kelompok yang mempunyai anggota sedikit dengan
pendapatan besar mempunyai ongkos organisasi yang rendah. Kelompok
dengan ongkos organisasi rendah ini mempunyai kemampuan yang lebih
besar untuk “menangkap” regulator. Argumen ini disebut interest group
theory (collective action theory). Teori ini menjelaskan capture theory.
Di negara agraris yang sedang berkembang, jumlah petaninya banyak,
namun pendapatan mereka tidak besar. Sebaliknya, di negara maju jumlah
petaninya sedikit, namun pendapatan mereka besar.

Menurut interest group theory, kebijakan di negara agraris yang


sedang berkembang kurang memihak pada petani. Sebaliknya, di negara
maju, kebijakan banyak memihak pada petani.
7.6 Ekonomi Manajerial 

Interest group theory dan capture theory ini menunjukkan bahwa


intervensi (regulasi) sering kali tidak mendasarkan pada alasan efisiensi
ekonomi, namun lebih pada alasan kekuatan politik.
Produsen terdiri dari dua komponen, pihak yang mempunyai kapital
(pengusaha) dan pihak yang mempunyai jasa tenaga kerja (pekerja).
Organisasi para pekerja disebut serikat pekerja (labor union). Kekuatan
serikat pekerja ini sering membuat regulator mengeluarkan kebijakan
(regulasi) yang memihak pada pekerja, misalnya tingkat gaji minimum yang
tinggi.
Dalam negara yang otoriter organisasi pekerja atau konsumen bisa
dilarang. Dalam hal ini, regulator lebih bebas dalam membuat regulasi.
Biasanya, regulator akan membuat regulasi yang menguntungkan regulator
sendiri. Oleh karena regulator bukan pengusaha dan bukan pekerja, regulator
akan menggandeng kelompok yang lebih memberikan keuntungan. Biasanya,
regulator akan memilih pengusaha sebagai mitra. Hubungan regulator dan
pengusaha yang saling menguntungkan ini bisa dimulai dari regulator atau
dari pengusaha. Regulator mempunyai izin monopoli, pengusaha yang
merealisasikannya. Kemudian istilah ini sering digunakan sebagai:

Argumen “bila bisa dipersulit, mengapa dipermudah?” adalah argumen


yang rasional.

E. EVALUASI INTERVENSI

Intervensi pemerintah mengakibatkan perubahan kesejahteraan terhadap


konsumen atau produsen. Ukuran kesejahteraan baik konsumen adalah
surplus konsumen, sedangkan ukuran kesejahteraan produsen adalah surplus
produsen. Kesejahteraan perekonomian adalah hasil dari intervensi tersebut
yang akan mendatangkan kesejahteraan konsumen dan kesejahteraan
produsen.

F. EMPAT KEGAGALAN PASAR

1. Monopoli
Apabila ada monopoli (market power), pemerintah mendapatkan
pembenaran untuk melakukan intervensi. Dengan menghilangkan
(mengurangi) monopoli, struktur pasar menjadi lebih kompetitif. Pasar yang
 EKMA4312/MODUL 7 7.7

semakin kompetitif akan memicu efisiensi (lihat analisis efisiensi pada


struktur pasar).
Apakah semua bentuk monopoli harus dieliminasi? Dalam realita
struktur pasar berada di antara dua kutub, bersaing sempurna, dan monopoli.
Microsoft Words bisa dikatakan memonopoli produk piranti lunak penulisan.
Monopoli ini terbentuk secara alami (natural) dan bersifat contestable. Dalam
contestable market kompetitor boleh masuk dan tidak ada entry barrier yang
dibuat secara artifisial. Microsoft Words akan lebih efisien apabila diproduksi
dengan skala besar, seperti perusahaan air minum atau listrik. Monopoli yang
terjadi secara alamiah tidak melanggar prinsip efisiensi. Pemerintah tidak
mendapatkan pembenaran untuk melakukan intervensi pada monopoli
alamiah atau yang dikonteskan (lihat contestable market di modul struktur
pasar).

a. Monopoli buatan
Seseorang bisa membuat monopoli pada suatu produk dengan
mendirikan entry barrier yang amat tinggi sehingga kompetitor tidak bisa
masuk ke pasar produk tersebut. Salah satu cara untuk mendirikan entry
barrier adalah dengan membelinya dari salah satu produsen entry barier,
yaitu regulator (pemerintah). A bisa membeli lisensi untuk mengimpor
sebuah produk, misalnya terigu. Misalnya, harga lisensi monopoli terigu
adalah 100 miliar.
Siapa yang dirugikan dengan adanya monopoli terigu? Tentu saja
konsumen. Misalnya, ada 100 juta konsumen terigu. Diasumsikan bahwa
setiap hari konsumen rugi sebesar 100 rupiah karena monopoli tersebut.
Setiap hari konsumen secara keseluruhan rugi sebesar 10 miliar. Kerugian
konsumen menjadi keuntungan monopoli. Dalam sepuluh hari, keuntungan
monopoli sudah menutupi ongkos untuk mendapatkan lisensi monopoli
tersebut.
Mengapa konsumen yang dirugikan tidak protes. Kerugian konsumen
individual hanya 100. Konsumen tidak mempunyai insentif untuk melakukan
protes. Apabila seorang konsumen melakukan protes terhadap monopoli
tersebut, kemungkinan besar konsumen lainnya hanya membantu dengan
doa. Mereka akan cenderung bertindak sebagai free rider. Permasalahan free
rider ini membuat protes tidak terealisasi. Jadi, pembelian lisensi monopoli
terigu merupakan sebuah proyek yang amat layak untuk direalisasikan.
7.8 Ekonomi Manajerial 

Monopoli buatan ini yang seharusnya dilarang. Namun, sistem untuk


melahirkan monopoli buatan ini memungkinkan. Untuk kasus monopoli
artifisial ini, barangkali argumen yang lebih relevan adalah bahwa
pemerintah jangan menstimulasi dalam pembentukan monopoli.

b. Monopoli dari hasil kolusi


Monopoli juga bisa terjadi karena kolusi. Dua produsen bisa melakukan
kesepakatan untuk menaikkan harga. Kasus klasik adalah kartel minyak
dunia (OPEC). Upaya untuk memperbesar market power tentu saja
mengecilkan persaingan dan efisiensi. Pemerintah bisa mendapatkan
pembenaran untuk melarang kolusi. Regulasi yang melarang kolusi atau
monopoli disebut antitrust.
Tanpa regulasi pun, ada faktor alamiah yang membuat kolusi tidak
berlangsung lama. A dan B berkolusi untuk menaikkan harga. A dan B sama-
sama mendapatkan kuota produksi. Namun, setelah harga naik, A dan B
mempunyai insentif untuk menjual produk lebih banyak. Mereka mempunyai
insentif untuk melakukan cheating terhadap kesepakatannya. Akibatnya,
mereka menjual sesuai dengan keinginan mereka dan kesepakatan menjadi
batal. Skenario ini disadari oleh A dan B. Meskipun tanpa regulasi, ada
kemungkinan A dan B tidak bersedia melakukan kolusi. Apalagi apabila
keduanya tidak mempunyai reputasi untuk menaati kesepakatan.

2. Externalities
Eksternalitas adalah produk sampingan dari proses produksi atau
konsumsi. Asap pabrik dan limbah adalah eksternalitas negatif dari proses
produksi. Asap rokok adalah eksternalitas negatif dari proses konsumsi.
Dalam berproduksi, pabrik (A) bisa mengeluarkan eksternalitas negatif
berupa asap. Masyarakat sekitar pabrik (B) harus mengonsumsi asap tersebut.
Utility B turun, namun A tidak memberikan kompensasi kepada A. Dalam
hal ini, pasar bebas (tanpa intervensi) gagal membentuk harga eksternalitas
asap. Ingat prinsip dasar ilmu ekonomi there is no such a free lunch. A yang
membuat utility B menurun harus memberikan kompensasi tertentu kepada
B. Harga asap yang menyesakkan tidak nol.
Adanya eksternalitas memungkinkan pemerintah untuk melakukan
intervensi, yaitu dengan menetapkan harga eksternalitas tersebut. Setelah
harga asap terbentuk, A boleh mengasapi B dengan membayar kompensasi
sesuai dengan jumlah asapnya.
 EKMA4312/MODUL 7 7.9

Ronald Oase berargumen bahwa dalam kasus, seperti eksternalitas


negatif, A dan B bisa bernegosiasi untuk menentukan harga polusi asalkan
ongkos pembentukan harga (negosiasi/transaksi) bisa diabaikan (relatif
kecil). Jadi, pemerintah tidak perlu mengintervensi. Salah satu prinsip ilmu
ekonomi adalah bahwa setiap transaksi yang dilakukan secara suka rela
(voluntarily) akan saling menguntungkan bagi kedua pelaku transaksi
tersebut.

3. Asymmetric Information
Dalam sebuah transaksi, sering kali terdapat kesenjangan informasi
(asymmetric information). Secara umum, pihak yang mempunyai informasi
terhadap sebuah produk akan mengambil keuntungan dari informasi lebih
tersebut. George Akerloff (1970) memodelkan asymmetric information ini
dengan kasus market for lemon. Gambar 7.1 mengilustrasikan model market
for lemon.

Lemon
80
1/2
Used cars 90: Lemon is over price, non lemon is under price

Non lemon
100
1/2

Bad cars drive out good cars from the market

No transaction

Gambar 7.1
Market for Lemon

Akerloff menggunakan mobil bekas (used cars) sebagai lemon. Lemon


adalah produk yang bisa nampak lebih bagus dari kondisi yang sebenarnya.
Proses membuat lemon menjadi non-lemon disebut adverse selection. Penjual
melakukan adverse selection supaya mobil jeleknya nampak bagus. Perilaku
7.10 Ekonomi Manajerial 

ini adalah perilaku yang rasional. Oleh karena lemon mirip non-lemon,
mereka tercampur di pasar, pasar mobil bekas.
Misalnya, di pasar mobil bekas ada lemon 50 persen dan non-lemon juga
ada 50 persen. Harga lemon dan non-lemon yang sebenarnya masing-masing
adalah 80 dan 100. Harga mobil bekas adalah 90. Akibatnya, lemon dihargai
lebih tinggi dari harga yang sebenarnya (over price) dan non-lemon dihargai
lebih rendah dari harga yang sebenarnya (under price). Oleh karena non-
lemon dihargai lebih rendah dari yang seharusnya, non-lemon keluar dari
pasar. Bad cars drive out good cars from the market. Di pasar mobil bekas
yang ada adalah lemon yang over price. Pembeli tidak bersedia membeli
lemon dengan harga tinggi. Akibatnya, transaksi tidak terjadi.

Transaksi tidak terjadi karena adanya asymmetric information yang


mengakibatkan pembentukan harga yang salah. Pasar gagal membentuk
harga yang benar apabila ada asymmetric information.

Dalam kasus ini, biasanya akan muncul institusi (pihak ketiga, misalnya
C) yang mampu membedakan non-lemon dari lemon. Untuk jasanya ini, C
mendapatkan kompensasi. Untuk kasus mobil bekas, C ini adalah penjual
mobil bekas. Misalnya, pembeli mobil bekas akan membeli non-lemon dari C
dengan harga 103. Orang yang tidak bisa membedakan lemon dan non-lemon
akan cenderung membeli mobil bekas di mobil 88 (penjual mobil bekas),
misalnya. Dalam kasus ini, pemerintah tidak perlu mengintervensi pasar
mobil bekas. Pasar secara alami akan memunculkan institusi C tersebut.

4. Principal Agent Problem


Model asymmetric information yang kedua adalah model principal agent
problem. Model kedua ini merupakan model delegasi, lihat Gambar 7.2.
Principal (pemegang saham) mendelegasikan tugas kepada manajer.
Delegasi ini bisa dilihat sebagai transaksi. Principal membeli efforts dari
manajer dengan harga sebesar upah manajer (wages).
 EKMA4312/MODUL 7 7.11

Principal

upah upaya manajer (Ongkos monitor mahal)

Agent
(Kepentingan agen vs. kepentingan prinsipal)

Upah tidak incentive compatible (i.e. upah tetap)

Moral hazard

Gambar 7.2
Principal Agent Problem

Setelah transaksi (menentukan tingkat upah), prinsipal tidak mengetahui


seberapa besar manajer akan memberikan efforts-nya kepada prinsipal. Atau,
ongkos monitor terhadap efforts manajer amat mahal.
Setiap proses delegasi muncul konflik antara kepentingan manajer
melawan kepentingan prinsipal. Konflik ini akan menjadi signifikan apabila
upah manajer tidak memicu manajer untuk memberikan efforts yang cukup
(tidak incentive compatible). Dalam struktur gaji tetap, pekerja bisa bekerja
atau santai dan mendapatkan gaji yang sama. Struktur gaji ini tidak incentive
compatible. Perilaku santai di kantor biasanya merupakan reaksi rasional dari
pekerja karena sistem gaji yang tidak incentive compatible. Perilaku santai ini
disebut moral hazard.
Moral hazard adalah perilaku manajer yang tidak disukai prinsipal.
Tentu saja perilaku manajer akan merugikan perusahaan. Perlu ditekankan
bahwa perilaku ini adalah perilaku rasional dari pekerja karena asymmetric
information dan sistem upah yang tidak incentive compatible. Permasalahan
ini akan menjadi signifikan untuk perusahaan yang semakin besar.
Salah satu solusi dari munculnya moral hazard ini adalah dengan
membuat struktur upah yang incentive compatible. Gaji linier berikut ini
dianggap sebagai gaji yang incentive compatible.
7.12 Ekonomi Manajerial 

w  w q

w : upah
w : komponen upah tetap, misalnya 1 juta
 : konstanta, misalnya 100
q : jumlah output, misalnya 1.000

Apabila manajer tidak memberikan efforts yang cukup, manajer bisa


menghasilkan output 1.000. Upah manajer adalah 1.100.000. apabila manajer
bekerja keras sehingga penjualan mencapai 50.000, upah manajer menjadi 6
juta.
Moral hazard muncul karena ada asymmetric information. Cara yang
ideal untuk menghilangkan moral hazard adalah dengan menghilangkan
asymmetric information, yaitu dengan menyatukan prinsipal dan manajer.
Pemegang saham sekaligus menjadi manajer perusahaan. Apabila prinsipal
harus melakukan delegasi, prinsipal akan memilih orang yang bisa dipercaya
tidak akan melakukan moral hazard. Orang yang bisa dipercaya setelah diri
prinsipal sendiri adalah istri, anak atau saudara prinsipal. Fenomena ini biasa
dikenal dengan nepotisme. Nepotisme merupakan cara untuk menekan
asymmetric information yang merupakan salah satu penyebab kegagalan
pasar. apabila kepercayaan menjadi barang mahal, nepotisme merupakan
solusi untuk menekan moral hazard.
Pada prinsipnya, pelaku pasar akan mengoreksi asymmetric information.
Pada kasus mobil bekas muncul institusi penjual mobil bekas yang mampu
memisahkan lemon dari non-lemon. Pada kasus delegasi, prinsipal akan
melakukan nepotisme. Kedua kasus tersebut tidak mengeluarkan
eksternalitas, kegagalan pasar yang terjadi tidak mengakibatkan pihak lain
terkena akibatnya.
Apabila kegagalan pasar membuat perusahaan bangkrut kemudian
kebangkrutan tersebut mengakibatkan perusahaan lainnya bisa terkena
imbasnya, penyebab kegagalan pasar tersebut harus di regulasi. Kasus ini
menjadi amat serius pada sektor perbankan. Kebangkrutan bank A akan
berpotensi membangkrutkan bank-bank lainnya. Fenomena ini sering disebut
efek domino. Efek domino adalah salah satu dari fenomena eksternalitas
negatif.
Bisnis bank adalah menarik dana dari masyarakat dan mengalokasikan
dana tersebut terutama dalam bentuk kredit. Bank cenderung akan
 EKMA4312/MODUL 7 7.13

mengambil risiko tinggi untuk mendapatkan keuntungan yang besar, yaitu


dengan menyalurkan kredit pada debitor yang relatif berisiko tinggi. apabila
porsi kredit macet besar, nilai kredit akan turun, dan bank menderita
kerugian. Kerugian bank memicu rush, penarikan dana secara bersama oleh
para nasabah. Rush pada satu bank akan menstimulasi rush pada bank lain.
Akibatnya, uang masyarakat ada di “bawah bantal”. Pengusaha yang
memerlukan dana tidak bisa meminjam di bank. Proses intermediasi nyaris
berhenti. Akibatnya, hanya perusahaan dengan ukuran kecil, seperti warung
tegal yang tidak memerlukan dana eksternal yang bisa beroperasi.
Lumpuhnya proses intermediasi mengakibatkan aktivitas perekonomian
rendah. Akibatnya, pendapatan nasional menurun tajam. Ilustrasi ini
menunjukkan bahwa moral hazard bankir bisa membuat perekonomian
secara keseluruhan menanggung akibatnya. Kesalahan yang memunculkan
eksternalitas negatif ini tentu saja menuntut regulasi yang mencegah bank
untuk tidak melakukan moral hazard dari awal.
Regulasi bank yang utama adalah penyediaan dana cadangan untuk
menopang potensi kerugian bank. Penyediaan dana ini tentu saja tidak
dikehendaki bankir. apabila bankir enggan untuk menyediakan dana
cadangan kerugian, bankir harus menghindari melakukan moral hazard
dengan tidak mengalokasikan dananya ke peminjam yang berisiko tinggi.
(Regulasi bank dibahas pada modul Analisis Risiko).

G. PUBLIC GOODS

A sedang mengonsumsi/menggunakan sebuah jalan umum. B masih bisa


menggunakan jalan tersebut. A dan B bisa mengonsumsi jalan umum
bersama-sama. Artinya, A tidak “mengganggu” B secara signifikan (non-
rival). Selain itu, A (atau B) tidak bisa mencegah B (atau A) untuk tidak
mengonsumsi jalan umum (non-excludable). Barang publik mempunyai sifat
non-rival dan non-excludable. Sebaliknya, barang privat seperti permen karet
bersifat tidak non-rival dan tidak non-excludable.
Oleh karena jalan umum bersifat non-rival dan non-excludable, A tidak
boleh “ngebut” di jalan umum atau parkir di tengah jalan umum. Pedagang
kaki lima seharusnya tidak diperbolehkan berjualan di trotoar. Barang publik
seharusnya tidak menjadi barang privat.
A biasanya tidak bersedia menyediakan jalan umum (barang publik).
Secara umum, pasar bebas (tanpa intervensi pemerintah) akan menyediakan
7.14 Ekonomi Manajerial 

jalan umum yang terlalu sedikit (under provision). Oleh karena itu,
pemerintah mendapatkan pembenaran untuk melakukan intervensi pada
barang publik.
A dan B tentu saja amat mendukung terhadap penyediaan jalan umum,
namun apabila ditanya berapa A dan B bersedia membayar untuk jalan umum
tersebut, mereka akan “lari.” A dan B lari karena mereka hanya ingin
menggunakan jalan tersebut tanpa ingin membayarnya. Mereka berharap
orang lain yang mengongkosi penyediaan jalan tersebut. Perilaku A dan B
yang rasional ini disebut free rider (nebeng gratis).
Meskipun ongkos penyediaan barang publik adalah mahal, namun
ongkos untuk mengonsumsi (harga) barang publik adalah nol. Oleh karena
harganya nol, orang akan cenderung mengonsumsi secara berlebihan (over-
consumption). Seperti orang makan kambing guling di pesta. Kasus harga nol
atau konsumsi yang berlebihan ini dalam banyak kasus menimbulkan apa
yang disebut tragedy of the commons. Misalnya, dalam sebuah universitas
tersedia sebuah mesin fotokopi, siapa pun boleh menggunakannya dengan
gratis. Barangkali kurang dari seminggu, mesin fotokopi tersebut sudah
rusak.
Tragedy of the commons menunjukkan pentingnya hak kepemilikan
terhadap sebuah barang (property rights). Penjarahan adalah fenomena
barang privat yang dianggap sebagai barang publik. Property rights yang
kredibel akan membentuk keteraturan. Kepemilikan bersama cenderung
mengakibatkan disaster. Keteraturan bisa muncul karena adanya property
rights. Property rights membuat orang menghargai hak-hak orang lain.
Untuk menyediakan barang publik, pemerintah menarik pajak dari A dan
B. Idealnya, pajak terhadap A dan B berbeda sesuai dengan willingness to
pay mereka masing-masing terhadap barang publik tersebut. apabila A lebih
sering menggunakan jalan umum tersebut dan mempunyai pendapatan yang
relatif besar, A akan cenderung bersedia membayar pajak lebih besar.

1. Price Floor
Misalkan, regulator memihak produsen, misalnya produsen beras.
Regulator menganggap bahwa harga produk di pasar (10) terlalu rendah, lihat
Gambar 7.3. Regulator menetapkan harga dasar (price floor) sebesar 15.
(Perhatikan harga dasar di atas harga pasar). Pada harga 15, produsen
memproduksi 120 dan konsumen hanya membeli 80. Ada kelebihan produk
 EKMA4312/MODUL 7 7.15

(excess supply) sebesar 40. Regulator harus menyediakan dana sebesar 600
15  40 untuk menyerap kelebihan produksi tersebut.
Perhatikan bahwa kelebihan produksi ini adalah produksi dari produsen
yang tidak efisien. Munculnya produsen yang tidak efisien ini tentu saja
mengurangi sumber daya produk lainnya, misalnya lahan untuk tanaman
jagung.

p
S
Excess supply: 40
15

10

0 80 100 120 q

Gambar 7.3
Analisis Price Floor

Price floor yang membuat harga beras domestik tinggi menstimulasi


impor beras. Apabila pemerintah membolehkan impor, beras domestik yang
mahal menjadi tidak laku. Akibatnya, pemerintah harus menaikkan tarif beras
untuk melindungi produsen beras. Di lain pihak, tarif beras yang terlalu
tinggi menstimulasi penyelundupan beras.
Barangkali kondisinya akan lebih baik apabila pemerintah tidak
menetapkan price floor. Apabila harga beras domestik terlalu rendah
dibanding harga beras internasional, produsen akan menjual beras ke pasar
internasional. Tentu saja konsumen juga akan membeli beras dengan harga
internasional.
7.16 Ekonomi Manajerial 

2. Price Ceiling
Misalnya, konsumen berhasil melobi regulator. Regulator memihak
konsumen dengan menetapkan price ceiling (harga maksimum) untuk suatu
produk yang lebih rendah (5) dibanding harga pasar (10), lihat Gambar 7.4.

p
S

10

Excess demand: 40
5

0 80 100 120 q

Gambar 7.4
Analisis Price Ceiling

Dengan harga 5, konsumen akan mengonsumsi “terlalu banyak”, yaitu


120. Pada harga 5, produsen hanya mampu menyediakan 80. Pemerintah
harus menyediakan kelebihan permintaan sebanyak 40.
Bila harga produk domestik lebih rendah dibanding harga internasional,
produsen akan cenderung menjual produknya ke pasar internasional (ekspor).
Supaya produsen tidak mengekspor produknya, regulator perlu memasang
pajak ekspor untuk produk tersebut. Namun, apabila selisih harga domestik
dan harga internasional relatif tinggi akan memicu ekspor ilegal. Kasus
seperti ini terjadi pada waktu harga bahan bakar minyak di Indonesia lebih
murah dibanding dengan harga internasional.
 EKMA4312/MODUL 7 7.17

3. Tarif
p
D S

10

7.5

212.5 25 25
12.5 12.5
5

0 80 90 100 110 120 q

Gambar 7.5
Analisis Tarif

Tanpa perdagangan internasional (autarky), harga mobil domestik adalah


10 dan jumlah produksinya 100. Perekonomian dibuka! Harga internasional
mobil adalah 5. Harga internasional lebih rendah dibanding dengan harga
domestik karena produsen internasional lebih efisien. Beberapa produsen
mobil domestik gulung tikar. Produsen yang tersisa (yang efisien)
menyediakan 90 mobil. Excess demand sebesar 60 diimpor. Perhatikan
bahwa setelah pasar dibuka, konsumen surplus meningkat karena harga
turun.
Dalam konteks pasar terbuka (open economy), harga mobil tanpa tarif
adalah 5. Pemerintah menetapkan tarif sebesar 2,5 per mobil. Produsen
menambah persediaan (supply) sebesar 10, menjadi 90. Permintaan mobil
turun menjadi 110. Impor menurun menjadi 20.
Setelah dikenakan tarif, surplus konsumen turun sebesar 287,5 (212,5 +
12,5 + 25 + 25 + 12,5). Penurunan surplus ini ditangkap produsen sebesar
212,5, ditangkap pemerintah sebagai pendapatan tarif sebesar 50 (25 + 25).
Sementara itu, penurunan surplus konsumen sebesar 25 (12,5 + 12,5) tidak
ditangkap oleh siapa pun. Besaran ini “menguap” dalam perekonomian.
7.18 Ekonomi Manajerial 

Besaran ini disebut deadwight loss. Deadweight loss menggambarkan


inefisiensi tarif dalam perekonomian. Ilustrasi ini mengilustrasikan argumen
bahwa untuk meningkatkan pertumbuhan perekonomian bisa dilakukan
dengan menghilangkan tarif dan faktor-faktor yang mendistorsi alokasi
resurces lainnya.
Secara umum, regulasi oleh pemerintah lebih banyak mengakibatkan
perekonomian kurang efisien. (Regulasi secara umum menambah kendala
pelaku ekonomi). Oleh karena itu, arah perbaikan perekonomian adalah
melalui deregulasi. Deregulasi adalah menghilangkan regulasi yang
menimbulkan inefisiensi seperti tarif, pajak, dan subsidi. Perhatikan bahwa
subsidi BBM di Indonesia membuat infrastruktur “harus” tersedia lebih
sedikit dan membuat konsumsi BBM terlalu banyak.

4. Pajak

a. Pajak konsumen
Pemerintah sering kali mengenakan pajak tinggi untuk pembelian barang
luks. Artinya, pemerintah bertujuan memajak orang kaya yang membeli
barang luks. Pertanyaannya adalah: siapa yang menanggung beban pajak?
Gambar 7.6 menggambarkan pajak konsumen.
p

15

560

S
70

8
30
240

5 D

0 80 100 q
Gambar 7.6
Pajak konsumen
 EKMA4312/MODUL 7 7.19

Sebelum ada pajak, harga mobil adalah 8 dan jumlah transaksi adalah
100. Pemerintah mengenakan pajak sebesar 10 pada konsumen. Perhatikan
bahwa harga mobil tidak menjadi 18, melainkan 15 karena konsumen
mengurangi permintaannya dan produsen mengurangi penyediaannya
(supply-nya). Oleh karena pajak sebesar 10, konsumen mengurangi
permintaannya dari seratus menjadi 80 dan pada tingkat produksi 80 kurva
penawaran (supply) ada pada harga 5. Jadi, harga mobil menjadi 15,
sedangkan pendapatan produsen adalah 5 per mobil.
Analisis ini menunjukkan meskipun pemerintah memajak konsumen,
produsen juga menanggung akibatnya, yaitu jumlah produksi menurun dari
20. Penurunan produksi ini berarti penutupan sebagian produsen atau
perumahan sebagian karyawan. Penurunan produksi ini merupakan ongkos
dari upaya pemerintah untuk mendapatkan penerimaan pajak mobil sebesar
800 (80  10).
Gambar 7.6 menunjukkan bahwa kurva permintaan amat inelastis. Ini
menunjukkan bahwa pemerintah cenderung memajak produk yang inelastis.
Ingat, bahwa meskipun harga produk inelastis naik, konsumen tetap
membelinya. Akibatnya, semakin inelastis kurva permintaan, semakin besar
pengurangan surplus konsumen dan semakin besar beban pajak yang
ditanggung konsumen.
Gambar 7.6 menunjukkan bahwa pajak sebesar 10. Konsumen
menanggung beban pajak sebesar 7 dan produsen menanggung 3. Secara
umum, pajak mendistorsi (mengurangi) konsumsi dan produksi.
Apabila kurva D pada Gambar 7.6 lebih miring, pengurangan surplus
konsumen karena pajak akan lebih besar. Seandainya pajak konsumen tidak
ada barangkali jumlah mobil Mercedes yang ada di Indonesia akan lebih
banyak lagi. (Pemerintah bisa menaikkan pajak tahunannya).
7.20 Ekonomi Manajerial 

b. Pajak konsumen kurva supply lebih inelastis


p
S

15
80 10
14

90

720

0 80 100 q

Gambar 7.7
Pajak untuk Konsumen Kurva Supply lebih Inelastis

Gambar 7.7 menunjukkan bahwa sebelum pajak, harga mobil adalah 14.
Perhatikan bahwa kurva penawaran (S) lebih inelastis dibanding dengan
kurva permintaan (D). Kurva penawaran yang inelastis adalah dengan
perubahan harga tertentu mengakibatkan perubahan output kecil. Kurva
penawaran yang semakin inelastis, kemiringan kurva tersebut semakin mahal.
Pajak produsen sebesar 10. Beban pajak yang ditanggung produsen
adalah 9. Beban pajak yang ditanggung konsumen sebesar 1. Semakin
inelastis kurva penawaran, semakin besar beban pajak yang ditanggung
perusahaan.

Semakin inelastis kurva permintaan, semakin besar konsumen


menanggung beban pajak. Semakin inelastis kurva produksi, semakin besar
produsen menanggung beban pajak.

c. Pajak untuk produsen


Pada kasus pajak konsumen, kurva permintaan tidak berubah. Kenaikan
harga akan terealisasi dengan mengikuti kurva permintaan yang ada (moving
 EKMA4312/MODUL 7 7.21

along bukan bergeser (shift)). Permintaan bergeser, misalnya apabila


pendapatan konsumen meningkat. Lain halnya pajak produsen, pajak
produsen menggeser kurva penawaran ke atas sebesar pajak produsen.
p
S’

15

10

7
S

5 D

0 100 q

Gambar 7.8
Pajak produsen

Pajak produsen sebesar 10 menggeser kurva penawaran sebesar 10 ke


atas. Harga naik dari 8 ke 15. Produsen menanggung beban pajak sebesar 3.
Konsumen menanggung beban pajak 7. Konsumen menanggung beban pajak
lebih besar karena kurva permintaan lebih inelastis dibanding kurva
penawaran.
Perhatikan bahwa Gambar 7.8 mirip dengan Gambar 7.6. Kondisi ini
menunjukkan bahwa dampak pajak produsen dan konsumen pada perubahan
harga, perubahan output dan distribusi beban pajak tidak ada bedanya.

d. Pajak Henry George


Pajak biasanya mengurangi penyediaan (supply) barang. Ada satu
barang, meskipun pemerintah mengenakan pajak berapa pun, persediaannya
tidak berkurang, yaitu tanah. Gambar 7.9 menggambarkan pajak atas tanah.
Pajak sebesar 10 membuat harga naik dari 5 ke 15. Namun, supply tanah
tidak berubah. Jadi, pajak atas tanah tidak mendistorsi penawaran. Elastisitas
7.22 Ekonomi Manajerial 

kurva penawaran tanah adalah nol. Pajak atas tanah disebut juga pajak Henry
George.
p
S

15

t = 10

0 q

Gambar 7.9
Pajak Atas Tanah

Henry George menyarankan bahwa idealnya, pemerintah memajak


barang yang tidak mengakibatkan distorsi persediaan, misalnya tanah.
7.26 Ekonomi Manajerial 

Kegiatan Belajar 2

Kegagalan Pasar karena Non-Tarief


Barriers

A nalisis tarif menunjukkan bahwa tarif memunculkan deadweight loss


yang menggambarkan inefisiensi. Selain tarif, ada penghambat
perdagangan internasional lainnya yang disebut hambatan bukan tarif (non-
tariff barriers (NTB)). Variasi dari NTBs adalah export subsidy, export
credit subsidy, import quota, voluntarily export restraints, local content
requirement, national procurement, dan red tape barriers.
Tarif mendistorsi perekonomian dengan perubahan harga produk.
Sebaliknya, non tarief barriers mendistorsi perekonomian melalui
mekanisme non-pasar. Secara umum, NTBs akan mendistorsi alokasi
resources secara lebih signifikan dibanding tarif. Pada umumnya, hambatan
perdagangan bukan-tarif lebih tidak transparan dan lebih berpotensi untuk
menimbulkan distorsi yang lebih besar dibanding tarif.
Bentuk NTB sangat beragam.1 Lahirnya NTB dipacu oleh faktor-faktor
yang bias dari free-trade, misalnya strategi pembangunan dalam konteks
perdagangan internasional, seperti strategi barang impor (import substitution)
dan promosi ekspor (export promotion).

A. EXPORT SUBSIDY

Subsidi ekspor (export subsidy) adalah pemberian subsidi oleh regulator


kepada produsen yang melakukan ekspor.2 Subsidi ekspor memberikan
insentif kepada produsen untuk memproduksi produk tradable (produk yang
bisa diperdagangkan secara internasional). Akibatnya, sektor non-tradable
(misalnya, jasa tukang cukur dan warteg) menyusut.
Produsen akan lebih memilih mengekspor produknya dibanding dengan
menjual produknya ke pasar domestik. Kondisi ini menyebabkan persediaan

1
Perdagangan riil biasanya disertai dengan transaksi finansial (kecuali barter).
Regulator bisa menghambat perdagangan internasional dengan memajak transaksi
internasional (taxes on international transaction) melalui bagian finansial, misalnya
dengan memperbesar spread dari jual beli mata uang asing.
2
Seperti tarif, subsidi ekspor bisa dalam bentuk spesifik atau ad valorem.
 EKMA4312/MODUL 7 7.27

barang di pasar domestik berkurang dan mengakibatkan kenaikan harga


domestik. Produsen akan mau memasok pasar domestik asalkan harga produk
di pasar domestik memberikan keuntungan yang sama dengan yang ada di
pasar ekspor, yaitu sebesar harga ekspor ditambah subsidinya. Kondisi
keseimbangan akan terjadi yang diindikasikan dengan kenaikan harga produk
di pasar domestik hingga mencapai harga internasional ditambah subsidinya.
Proses yang menyamakan harga domestik dan internasional ini merupakan
proses alamiah dalam perekonomian.
Subsidi ekspor ini lebih distortif dibanding tarif karena subsidi ekspor
mengakibatkan distorsi konsumsi, distorsi produksi, dan regulator tidak
mendapatkan pendapatan seperti dalam kasus tarif. Dalam kasus tarif, tarif
mendistorsi konsumsi dan produksi, namun regulator mendapatkan
pendapatan dari tarif. Oleh karena itu, dead weight loss yang dimunculkan
oleh subsidi melebihi yang diakibatkan oleh tarif.
Subsidi ekspor biasanya muncul jika suatu negara mengadopsi strategi
export promotion yang bias ke sektor ekspor. Subsidi ekspor diharapkan
mampu menstimulir tumbuhnya sektor tradable. Namun, tentu saja
ongkosnya adalah kemerosotan sektor-sektor lainnya karena terjadi
overinvestment di sektor subsidi ekspor, mengakibatkan underinvestment di
sektor-sektor non-subsidi-ekspor.
Seperti tarif, subsidi ekspor juga cenderung menghasilkan produsen yang
terlatih untuk melakukan praktik rent-seeking untuk mendapatkan subsidi.
Keahlian lobi ini didapat dengan mengorbankan keahlian dalam proses
produksi. Dengan demikian, proses produksi sektor subsidi bisa menjadi
lebih tidak efisien, bahkan subsidi ekspor menstimulasi orang untuk
melakukan ekspor fiktif untuk mendapatkan subsidinya.

B. EXPORT CREDIT SUBSIDY

Subsidi kredit ekspor adalah pinjaman/kredit kepada pembeli


(pengimpor) untuk mengimpor suatu barang. Pemberi kredit biasanya
institusi pemerintah, yaitu bank ekspor-impor (bank Exim) suatu negara.
Subsidi kredit ekspor ini pada prinsipnya adalah memberikan insentif kepada
pembeli internasional (dalam bentuk harga “murah”) untuk membeli produk
ekspor suatu negara yang kurang atau tidak laku. Instrumen ini muncul
biasanya karena suatu negara memaksakan untuk memproduksi barang yang
negara tersebut tidak mempunyai keunggulan komparatif di produk tersebut.
7.28 Ekonomi Manajerial 

Kondisi ini terjadi jika suatu negara mengadopsi strategi export promotion
atau leap-frogging.3

C. IMPORT QUOTA

Kuota impor adalah batasan jumlah impor barang. Batasan impor ini
membatasi jumlah batasan persediaan produk di pasar domestik. Gambar 8
menggambarkan kuota impor sebesar 40.
p
D S

10

7.5 Kuota = 40

212.5 25 25
12.5 12.5
5

0 80 90 100 110 120 q

Gambar 7.10
Kuota Impor

Harga produk autarky adalah 10. Harga produk dalam perekonomian


terbuka adalah 5. Kuota sebesar 20. Harga produk domestik adalah 7,5. Pada
harga 7,5 produsen domestik menyediakan 90. Perhatikan bahwa efek kuota
sebesar 20 sama dengan efek tarif sebesar 2,5. Apabila demikian, regulator
bisa menjual lisensi kuota dengan harga 50, sama dengan pendapatan tarif
sebesar 2,5.

3
Untuk konsep EP dan leap-frogging lihat catatan kuliah saya: Kebijakan
perdagangan internasioanl di LDCs: Quo vadis.
 EKMA4312/MODUL 7 7.29

Dalam realita, pemerintah menjual lisensi dengan lelang. Namun,


implementasi pendistribusian lisensi bisa hanya dengan “diberikan” kepada
orang tertentu dengan ongkos kurang dari 50. Lisensi kuota amat potensial
mengundang aktivitas rent seeking. Rent seeker akan melobi regulator untuk
menjual lisensi kuota dengan harga yang lebih rendah dari 50.
Dengan lisensi kuota, importir bisa mengimpor produk dengan harga 5
dan menjualnya sebesar 7,5. Keuntungan importir adalah 50.

D. VOLUNTARY EXPORT RESTRAINTS

Voluntary export restraints (VER) adalah kuota yang “dipasang” sendiri


secara suka rela (voluntarily) oleh negara pengekspor, bukan pengimpor.
Jepang secara suka rela membatasi ekspor mobil ke AS. Mengapa? Jepang
lebih memilih VER dibanding jika AS menerapkan praktik NTB yang lebih
distortif dari VER, misalnya red-tape barriers yang lebih menghambat
ekspor mobil Jepang ke AS.
VER untuk menghindari hambatan perdagangan yang lebih distortif.

E. LOCAL CONTENT REQUIREMENT

Produsen mobil menghadapi local content requirement, keharusan untuk


menggunakan input domestik dalam memproduksi suatu produk. Tentu saja
harga input domestik lebih tinggi dibanding dengan produk substitusinya
yang ada di pasar internasional. Akibatnya, harga produk menjadi lebih
tinggi. Harga ini diteruskan ke konsumen. Pada harga yang tinggi tentu saja
permintaan mengecil. Produsen mobil merespons penurunan permintaan
dengan menurunkan jumlah produksi (seperti kasus pajak). Perhatikan bahwa
produsen input juga harus mengurangi produksinya.
Skenario kandungan input lokal yang lebih buruk adalah sebagai berikut.
Pemerintah mengharuskan produsen membeli sebagian input-nya dari penjual
domestik. Namun, kualitas input domestik tidak memenuhi standar input.
Input lokal yang harus dibeli dibuang. Seluruh input yang dipergunakan
berasal dari impor. Akibatnya, harga produk akhir menjadi tinggi. Misalkan,
sebuah perusahaan susu harus membeli susu lokal sebagai input. Susu lokal
tersebut tidak memenuhi syarat standar kualitas input. Perusahaan tersebut
7.30 Ekonomi Manajerial 

terpaksa membuang susu tersebut dan membeli susu impor yang memenuhi
syarat sebagai input.4

F. NATIONAL PROCUREMENT

National procurement adalah jaminan dari pemerintah untuk membeli


produk-produk domestik. Dengan jaminan tersebut, pemerintah bisa
mengarahkan suatu produk untuk diproduksi secara domestik, meskipun
produk tersebut akan lebih murah apabila diimpor. Instrumen ini bisa
memberikan proteksi kepada produsen pada tahap awal seperti pada kasus
infant industry. Dampak awal dari instrumen tersebut adalah naiknya harga
jual produk karena proses produksinya belum mencapai kapasitas optimal.
Atau, harga bisa rendah, apabila regulator bersedia memberikan subsidi pada
produk tersebut.

G. RED-TAPE BARRIERS

Hambatan perdagangan internasional bisa berbentuk birokrasi (red-tape


barriers). Hambatan birokrasi adalah hambatan perdagangan yang tidak jelas
(tidak transparan). Hambatan perdagangan jenis ini paling distortif karena
tidak definitif. Oleh karena itu, instrumen ini bersifat paling tidak transparan.
Hambatan jenis ini bisa mengeliminasi dengan mudah ekspor dari suatu
negara ke negara tersebut. Untuk itu suatu negara tinggal menyatakan bahwa
barang tersebut “berbahaya” untuk masyarakatnya. Misalnya, negara A tidak
menolak ikan dari negara A karena mempunyai bau “amis.” Definisi amis
tentu saja tidak universal. Adanya hambatan birokrasi, pengekspor akan
menghadapi kondisi yang tidak menentu, terutama tentang kemungkinan
penolakan produk.

H. INTERVENSI NILAI TUKAR

Sering kali pemerintah suatu negara mengadopsi rezim nilai tukar tetap.
Misalnya, nilai tukar USD dalam rupiah adalah 8.000 rupiah per satu USD.
apabila inflasi Indonesia lebih tinggi dibanding inflasi AS, rupiah harus
terdepresiasi, misalnya menjadi Rp8.500,00/USD. Apabila harga USD tetap

4
Cerita ini datang dari rekan penulis yang profesinya sebagai market researcher.
 EKMA4312/MODUL 7 7.31

Rp8.000,00/USD, dikatakan bahwa rupiah overvalue (USD undervalue).


USD yang undervalue ini tentu saja akan menstimulasi konsumsi produk luar
negeri. Selain itu, USD yang undervalue membuat sektor non-tradable
kurang berkembang.
Kadang kala, pemerintah juga memberlakukan variasi nilai tukar
bergantung pada jenis transaksi. Misalnya, pemerintah menetapkan harga
USD yang lebih rendah untuk keperluan impor bahan baku untuk produk
ekspor dibanding untuk impor produk konsumsi. Kondisi ini menstimulasi
resources perekonomian lebih banyak mengarah ke sektor yang berkaitan
dengan impor bahan baku. Kebijakan ini tentu saja mempunyai dampak
negatif terhadap sektor lainnya. Sektor ekspor lainnya akan mengalami
under-investment. Akibatnya, basis ekspor perekonomian menjadi tidak luas.
Hal ini tentu saja membuat perekonomian menjadi rentan terhadap shocks.

I. PICKING WINNER

Misalnya, sektor tekstil di negara A menjadi produk andalan ekspor.


Kemudian, pemerintah negara A memberi fasilitas subsidi ekspor dan
fasilitas lainnya. Ini adalah kebijakan yang disebut picking winner. Kebijakan
ini membuat sektor tekstil tumbuh dengan percepatan dan tentu menyerap
banyak sumber daya perekonomian. Kebijakan ini membuat basis ekspor
menjadi mengecil, yaitu terpusat pada tekstil.
Perhatikan siapa yang memilih sektor tekstil menjadi produk ekspor
unggulan. Jawabnya adalah pasar. Meskipun pemerintah tidak memberikan
fasilitas lebih, sektor tersebut akan menjadi produk andalan ekspor.

J. EMBARGO

Embargo adalah larangan pemerintah untuk berdagang (baik ekspor


maupun impor) dengan suatu negara tertentu. Misalnya, Amerika dan
sekutunya menutup perdagangan dengan Irak. Efek langsung dari embargo
adalah langkanya produk-produk impor. Kelangkaan produk-produk impor
yang inelastis seperti obat atau bahan bakar akan membuat harga produk-
produk tersebut dengan cepat. Argumen ini menunjukkan pentingnya
perdagangan internasional.
7.32 Ekonomi Manajerial 

K. MENGAPA TARIF DAN NTBS MUNCUL

Hampir semua ekonom (mungkin semua) tidak merekomendasi


hambatan perdagangan internasional, baik tarif maupun non-tarif, namun
demikian hambatan perdagangan tetap muncul. Meskipun proteksi tidak
mendapatkan pembenaran secara ekonomis, namun proteksi didukung oleh
argumen non-ekonomi (politik, keamanan, budaya, kesehatan). Jadi,
kepentingan ekonomi didominasi oleh kepentingan-kepentingan lainnya.
Ada beberapa alasan munculnya hambatan perdagangan internasional.

L. MERCANTILISM

Paham Mercantilism yang lahir pada zaman sistem moneter internasional


gold standard menganjurkan bahwa negara perlu memasang tarif supaya
neraca perdagangannya menjadi surplus sehingga negara tersebut bisa
mengakumulasi emas sebanyak-banyaknya. Pada masa gold standard ukuran
kemakmuran suatu negara bergantung pada jumlah emas yang dimilikinya.
Menurut argumen ini, laissez faire bisa mengakibatkan berkurangnya emas di
suatu negara. Oleh karena itu, impor perlu dihambat, demi meningkatkan
kesejahteraan masyarakat. Tentu saja argumen ini tidak benar karena suatu
negara tidak akan sejahtera dengan mengakumulasi emas.
Sekarang, emas bukan lagi menjadi uang atau jaminan untuk
menerbitkan uang. Bank sentral mencetak uang (fiat money) tanpa jaminan.
Argumen mercantilism ini sudah tidak relevan.

M. INFANT INDUSTRY ARGUMENT

LDCs terkadang mempunyai keinginan mengembangkan industri yang


dianggap mempunyai economies of scale. Untuk tahap awal (infant) industri
tersebut tentu saja tidak mampu bersaing melawan first movers. Oleh karena
itu, industri tersebut memerlukan proteksi untuk memberi kesempatan
tumbuh dewasa. Setelah dewasa, industri tersebut diharapkan mampu
bersaing di pasar internasional tanpa proteksi. Argumen ini disebut infant
industry argument.
Sebagian infants menjadi dewasa, sebagian lagi bayinya hanya
membesar. Kebijakan ini sukses di Korea Selatan. Kebijakan ini tidak
berhasil di Indonesia. Barangkali untuk menjadi dewasa, sebuah industri
 EKMA4312/MODUL 7 7.33

lebih memerlukan persaingan ketimbang perlindungan. Ada argumen “the


road to the hell is paved with good intentions.” Argumen ini merupakan
turunan dari teori kesejahteraan ekonomi pertama. Membiarkan anak kecil
yang terjatuh nampak tidak baik, namun dampak jangka panjangnya akan
lebih baik. Perkembangan anak kos biasanya lebih cepat dibanding dengan
yang tinggal bersama orang tuanya.
Argumen tarif (dan NTBs) untuk proteksi juga berlaku karena factor
immobility. Industri tertentu, misalnya pesawat terbang memerlukan input
dengan keahlian tinggi. Input ini amat mahal untuk tersedia secara cepat,
misalnya menyewa tenaga ahli dari luar. Alternatifnya adalah bahwa industri
pesawat harus menyediakan input secara normal, yaitu melakukan proses
edukasi atau pelatihan, seperti pada kasus industri pesawat terbang di
Indonesia. Pada tahun 1980-an, setiap tahun, Indonesia mengirim putra-putri
terbaik bangsa untuk belajar ke luar negeri untuk menjadi input industri
pesawat terbang. Tentu saja hal ini akan menggunakan resources
perekonomian yang besar. Akibatnya, sektor non pesawat cenderung
mengalami under-investment.

N. AKTIVITAS RENT SEEKING

Perdagangan internasional memunculkan intervensi yang pada dasarnya


menghambat perdagangan internasional. Tarif menguntungkan produsen,
namun merugikan konsumen. Keuntungan dari tarif bagi produsen relatif
besar. Oleh karena itu, produsen mempunyai insentif untuk mengalokasikan
dana untuk mendapatkan tarif. Mereka melobi regulator. Ingat argumen
pelobi menangkap regulator.
Konsumen yang dirugikan secara individu tidak banyak, namun secara
agregat sangat banyak. Oleh karena itu, individu-individu yang dirugikan
tidak punya cukup insentif untuk melawan para pelobi. Contoh kasus kuota:
Kuota di Amerika Serikat menguntungkan hanya beberapa produsen, tapi
merugikan masyarakat AS sebesar 1 billion USD per tahun. Dalam hal ini,
setiap individu dipaksa membayar 1,5 sen per harinya untuk angka besar ini.
Oleh karena faktor pemaksanya kecil, individu-individu tersebut tidak
mempunyai cukup insentif untuk mengorganisasi diri untuk melawan
7.34 Ekonomi Manajerial 

kekuatan pelobi yang dibangkitkan oleh potensi keuntungan yang sangat


besar.5

O. ENGEL’S LAW

Negara yang sedang berkembang biasanya mengandalkan perolehan


ekspornya dari sektor kebutuhan primer, yaitu bahan-bahan makanan dan
bahan-bahan baku. Permintaan barang-barang ini mempunyai elastisitas
pendapatan yang rendah (Engel’s law). Oleh karena itu, suatu negara tidak
bisa mengandalkan produk-produk tersebut untuk menopang strategi
pertumbuhannya. Dikatakan bahwa produk-produk pertanian tradisional tidak
bisa menjadi engine of growth suatu negara.
Upaya mengembangkan produk-produk pertanian akan membuat
perekonomian “terperangkap” dalam pola proses produksi barang-barang
primer/pertanian. Hal ini tentu saja akan mengurangi alokasi resources
perekonomian ke sektor lainnya, misalnya sektor manufaktur yang
mempunyai elastisitas pendapatannya tinggi. Perdagangan internasional akan
mampu bertindak sebagai lokomotif pembangunan jika berbasis pada sektor
yang mempunyai elastisitas pendapatan tinggi seperti manufaktur.

1. Argumen Upah di Negara Partner yang Murah


Biasanya, untuk industri tertentu, negara yang sudah berkembang,
misalnya A.S. khawatir terhadap masuknya barang-barang yang diproduksi
dengan tenaga kerja dari negara lain yang murah. Argumen ini akan menjadi
lebih ekstrim dengan tambahan argumen bahwa tingkat upah tinggi dari
negara yang sudah maju akan konvergen dengan tingkat upah yang lebih
rendah dari negara yang sedang berkembang. Ross Perot berkomentar tentang
NAFTA: “ ...Mexican wages will come up to $ 7.5 an hour and our wages

5
Ingat teori collective action dari Mancur Olson, pelaku ekonomi yang
berpenghasilan rendah dan berjumlah banyak ongkos untuk mengorganisasikannya
mahal; sedangkan pelaku ekonomi yang berpenghasilan tinggi ongkos untuk
mengorganisasikannya murah. Ongkos untuk mengorganisasi konsumen yang banyak
dan berpendapatan relatif kecil jauh lebih mahal dibanding ongkos untuk
mengorganisasi produsen atau pelobi yang berjumlah sedikit dan berpendapatan
tinggi, Olson (1965). Selain mahalnya ongkos organisasi, untuk mencapai suatu
tujuan, konsumen menghadapi derajat free-rider problem yang lebih tinggi dibanding
produsen atau pelobi. Oleh karena itu, hambatan perdagangan lebih mudah muncul
dari pada menghilangkannya.
 EKMA4312/MODUL 7 7.35

will come down to $ 7.5 an hour.” Oleh karena itu, kelompok yang merasa
berpotensi dirugikan akan berusaha untuk mendapatkan proteksi berdasarkan
argumen tersebut.
Ada beberapa kesalahan dalam argumen tersebut. Pertama, tenaga kerja
AS mempunyai tingkat gaji yang lebih tinggi karena produktivitasnya tinggi.
Kedua, yang harus ditekankan adalah pola perdagangan disebabkan oleh
keunggulan komparatif, bukan karena tingkat gaji ataupun keunggulan
absolut, dan tingkat upah ditentukan oleh efisiensi atau produktivitas pekerja,
bukan karena hambatan perdagangan.

2. Retaliasi
Hambatan perdagangan, misalnya tarif, bisa muncul karena alasan
retaliasi (balasan). Negara A mengenakan tarif terhadap produk tertentu dari
negara B karena B mengenakan tarif terhadap produk dari A.
Tarif war ini selain bisa memunculkan tarif, juga memberikan insentif
bagi suatu negara untuk tidak memulai mengenakan tarif terhadap produk
dari negara lain. Oleh karena itu, rule of the game dalam perdagangan
internasional yang berpola tit-for-tat ini justru mampu mengeliminasi tarif. 6
Dalam picking winner, pemerintah menentukan produk unggulan (the
winner) dalam perekonomian, misalnya tekstil. Namun, yang menentukan the
winner adalah pasar (harga), bukan pemerintah. Harga (pasar) akan
mengarahkan sumber daya secara benar. Ingat bahwa harga mempunyai
kemampuan untuk mengalokasikan sumber daya yang paling efisien.

3. Kebijakan yang Tidak Netral (Bias)


Tarif dan NTBs adalah instrumen pemerintah untuk melakukan
intervensi sebuah perekonomian. Dalam realita, tarif dan NTBs muncul
karena alasan-alasan infant industry argument, rent seeking, kompetisi
dengan tenaga kerja asing, dan retaliasi. Alasan-alasan tersebut tidak sesuai
dengan argumen gains from trade, seperti yang ditunjukkan oleh
comparative advantage (keunggulan komparatif).
Secara umum, tarif dan NTBs bias ke sektor atau produk tertentu.
Akibatnya, sektor-sektor pilihan akan menyedot resources perekonomian

6
Argumen ini adalah argumen game theory. Game theory digunakan secara intensif
dalam mempelajari berbagai kebijakan yang bersifat strategis dan proses kompetisi.
Untuk aplikasi game theory untuk kebijakan moneter lihat Sunaryo (1996).
7.36 Ekonomi Manajerial 

yang terbatas. Oleh karena itu, tarif dan nontarif akan membuat pertumbuhan
perekonomian menjadi timpang.
Biasanya, untuk perekonomian sebuah negara agraris yang sedang
berkembang akan cenderung mengandalkan sektor non-agraria sebagai
lokomotif pertumbuhan karena permintaan akan komoditi agraria tidak elastis
(Engel’s law). Hal ini akan memunculkan dilema, di negara agraris tersebut
sektor agraria menjadi terbelakang. (Negara agraris adalah negara yang
sebagian besar penduduknya bekerja di sektor agraria).
Tarif untuk suatu barang biasanya mempunyai dampak negatif terhadap
barang lainnya. Tarif untuk memberikan proteksi industri yang sedang turun
kinerjanya karena adanya inefisiensi dari kompetisi internasional akan
menolong mengurangi pengangguran di industri tersebut. Akan tetapi, di lain
pihak, konsumen harus menanggung beban harga yang lebih tinggi.

4. Laissez Faire dan Keunggulan Komparatif


Pada prinsipnya, intervensi perdagangan internasional tidak membuat
perekonomian menjadi lebih baik. Barangkali hampir semua ekonom tidak
mendukung adanya hambatan perdagangan internasional baik tarif maupun
NTBs. Oleh karena itu, perekonomian dunia diskenariokan pada tahun 2020
menjadi bebas, bebas dari hambatan perdagangan internasional. (Angka 2020
diambil dari istilah kedokteran yang menggambarkan penglihatan yang jelas).
Banyak argumen bahwa negara yang sedang berkembang akan “tergilas”
oleh perdagangan internasional. Argumen ini adalah argumen short sighted
(jangka pendek).
Apabila tarif dihapus, sebagian produsen domestik akan gulung tikar.
Mereka yang gulung tikar adalah produsen yang tidak efisien dibanding
produsen sejenis yang ada di dunia. Setelah gulung tikar, mereka akan
berupaya pindah ke sektor lain yang lebih efisien dan sesuai dengan
keunggulan komparatif mereka. Mereka akan beroperasi tanpa harus
diintervensi atau dilindungi. Jadi, harga internasional menunjukkan kepada
sebagian produsen yang salah memilih sektor dan mengarahkan mereka
untuk memilih ke sektor yang lebih cocok.
Argumen yang harus diingat bahwa semua produsen (negara)
mempunyai keunggulan komparatif. Perhatikan bahwa seorang konglomerat
pasti bisa mencuci bajunya sendiri dengan bersih dan rapi, lebih bersih dari
hasil cucian pembantunya. Namun, konglomerat tersebut tetap menyewa
pembantu untuk mencuci pakaiannya. Tenaga kerja Amerika Serikat bisa
 EKMA4312/MODUL 7 7.37

menjahit lebih bagus dibanding tenaga kerja Cina. Namun, perusahaan lebih
menguntungkan merelokasi aktivitas penjahitan ke Cina. Cina mempunyai
keunggulan komparatif dalam menjahit terhadap Amerika Serikat.

You might also like