You are on page 1of 46

“PENINGKATAN KETERAMPILAN SOSIAL ANAK TUNARUNGU

MELALUI PERMAINAN OUTBOUND DENGAN METODE BERMAIN


PERAN MAKRO DI SLB N 1 PADANG ”

Disusun Oleh :
NURAINI
21003221

Dosen Pengampu
Dr.Hj. Irdamurni, M.Pd

PENDIDIKAN LUAR BIASA


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2022
KATA PENGANTAR

Assalamuallaikum Wr. Wb

Alhamdulillah, Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT, yang telah
memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
Makalah yang berjudul “Peningkatan Keterampilan Sosial Anak Tunarungu
Melalui Permainan Outbound Dengan Metode Bermain Peran Makro di SLB N 1
Padang”

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan


makalah ini. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran demi
perbaikan dan kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat
bagi kita semua.

Padang, 04 Oktober 2022

Nuraini

ii
DAFTAR ISI

halaman
HALAMAN COVER ............................................................................................. i
KATA PENGANTAR ........................................................................................... ii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ iv
DAFTAR TABEL ..................................................................................................v
BAB I .......................................................................................................................1
A. LATAR BELAKANG MASALAH ...............................................................1
B. IDENTIFIKASI MASALAH .........................................................................5
C. BATASAN MASALAH ................................................................................6
D. RUMUSAN MASALAH ...............................................................................6
E. TUJUAN PENELITIAN ................................................................................6
BAB II .....................................................................................................................8
A. KAJIAN TENTANG TUNARUNGU ...........................................................8
B. KAJIAN TENTANG KETERAMPILAN SOSIAL .....................................12
C. BERMAIN PERAN MIKRO .......................................................................18
D. PENELITIAN YANG RELEVAN...............................................................27
E. KERANGKA KONSEPTUAL ....................................................................27
F. HIPOTESIS PENELITIAN ..........................................................................28
BAB III ..................................................................................................................29
A. JENIS PENELITIAN ...................................................................................29
B. DESAIN PENELITIAN ...............................................................................29
C. SUBYEK DAN OBYEK PENELITIAN .....................................................30
D. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN ....................................................31
E. TEKNIK PENGUMPULAN DATA ............................................................31
F. TEKNIK ANALISIS DATA ........................................................................37
G. INDIKATOR KEBERHASILAN ................................................................38
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................40

iii
DAFTAR GAMBAR

halaman
Gambar 1. Model desain Kemmis dan McTaggar ............................................30

iv
DAFTAR TABEL

halaman
Tabel 1. Instrument Observasi Keterampilan Sosial Anak .............................35
Tabel 2. Skala Penilaian Unjuk Kerja Keterampilan Sosial Siswa Dengan
Permainan Outbound Dengan Metode Bermain Peran Makro ..........36

v
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pada hakekatnya manusia adalah makhluk sosial. Sebagai makhluk

sosial, manusia tidak dapat hidup sendiri. Manusia membutuhkan kebersamaan

dalam kehidupannya. Semua itu adalah dalam rangka saling memberi dan

saling mengambil manfaat. Manusia memiliki akal pikiran dan pandangan

yang dalam hal ini dirumuskan pada tujuan pendidikan, sehingga ia mampu

mengembangkan dirinya sebagai manusia yang berbudaya dan terdidik.

Kemampuan mengembangkan diri itu dilakukan manusia melalui interaksi

dengan lingkungannya, baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial.

Pendidikan merupakan upaya manusia untuk memanusiakan manusia

tanpa megenal usia. Pendidikan dapat ditemukan secara formal, dan nonformal,

secara formal peserta didik mengikuti program-program pendidikan yang telah

diberikan, atau didukung oleh pemerintah, sedangkan nonformal itu

merupakan pendidikan yang ditemukan dikehidupan sehari-hari, pendidikan

dikehidupan sehari-hari sangat berpengaruh dalam perkembangan manusia.

Pendidikan yang diperoleh dikehidupan sehari-hari dapat dilihat dalam

aktivitas sehari-hari, seperti bermain peserta didik dalam lingkungan sosialnya.

Tuhan menciptakan manusia dengan sebaik-baiknya. Dikehidupan

dunia ada yang diciptakan dengan keadaan yang normal dan ada juga yang

1
2

diciptakan dengan berkebutuhan khusus, setiap anak mempunyai hak dalam

memperoleh pendidikan. Layanan pendidikan yang diberikan kepada anak

berkebutuhan khusus harus sesuai dengan kebutuhan dan kekhusus anak.

Misalnya pada pelayanan pendidikan khusus yang diberikan kepada anak

tunarungu, yakni keselenggaranan program pendidikan khusus yang sering

dikenal Sekolah Khusus, atau Sekolah Luar Biasa.

Anak Tunarungu adalah anak yang mengalami ketidak fungsian

indera pendengaran tidak seperti pada anak biasanya, dan dapat mengakibatkan

keterasingan dalam kehidupan sehari-hari anak tunarungu. Namun dengan

keterbatasan yang dimiliki anak tunarungu tersebut seharusnya tidak

menghambat pada hubungan interpersonal anak termasuk pada pengajaran

keterampilan sosial.

Keterampilan sosial merupakan keterampilan berinteraksi dengan

orang lain dalam lingkungan bermasyarakat. Keterampilan sosial juga

mencakup pada adanya saling komunikasi dengan orang lain untuk

penyesuaian sosial. Individu yang memiliki keterampilan sosial yang baik akan

memiliki penyesuainan diri yang baik pula, sebaliknya individu yang tidak

memiliki penyesuaian diri yang tidak baik akan memiliki keterampilan sosial

yang tidak baik pula. Untuk itu dibutuhkan cara untuk meningkatkan

penguasaan keterampilan sosial anak dalam berinteraksi pada pengalaman

kehidupan sehari-harinya.

Kesenjangan yang terjadi di lapangan menunjukan bahwa

keterampilan sosial siswa tunarungu kurang sesuai dengan harapan, yang


3

dimana keterampilan sosial hendaknya memiliki kemampuan komunikasi dan

berinteraksi dengan baik dalam lingkungan keluarga, sekolah, maupun

lingkungan masyarakat. Namun yang terlihat justru keterampilan sosial yang

dimiliki anak tunarungu masih rendah. Kurangnya kepekaan anak tunarungu

terhadap rangsangan sosial daam berinteraksi di lingkungan sosialnya. Kurang

pekanya anak tunarungu dalam berinteraksi terlihat dari hubungan interpesonal

anak tunarungu dengan teman disekolah. Anak terlihat kurang terampil dalam

berinteraksi dan mengespresikan perasaannya dengan teman disekolah, dalam

keterampilan sosial itu sangat dibutuhkan.

Hal ini dikarenakan karakteristik yang dimiliki siswa tunarungu

berbeda-beda. Ada yang memiliki karakteristik cenderung pendiam, pemalu,

sulit mengungkapkan perasaanya, dan cepat bosan. Dari karakteristik yang

berbeda-beda yang di miliki siswa inilah perlu ditingkatkan keterampilan sosial

siswa tunarungu melalui teknik yang tepat, menyenangkan bagi siswa, serta

mampu sebagai sarana mengembangkan keterampilan sosial anak dalam

berkomunikasi dan berinteraksi.

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara dengan guru beserta

orang tua siswa tunarungu di SLB N 1 padang ditemukan permasalahan yang

terkait dengan keterampilan sosial pada anak tunarungu yang kurang optimal.

Hal ini ditandai dengan keterampilan sosial siswa masih terbatas, terutama

dalam berkomunikasi mengungkapkaan ekspresi perasaannya, sehingga siswa

tunarungu kurang optimal dalam mengembangkan keterampilan sosial dalam

berinteraksi dan penyesuaian diri dengan orang lain.


4

Seperti saat jam pembelajaran, yang dimana terdapat permasalahan

yang dialami anak dengan teman kelas dan guru. Anak lebih cenderung diam

dan melakukan kegiatan dengan sendirian, sehingga kurangnya kepekaan anak

dalam berekspresi untuk mengungkapkan perasaanya kepada teman dan guru.

Anak kurang optimal dalam berinteraksi dengan teman dikelas maupun dengan

guru. Kemampuan interaksi sosial anak dapat distimulasi dan dikembangkan

dengan menggunakan berbagai metode, salah satu metode yang dapat

digunakan adalah dengan cara bermain peran.

Metode bermain peran merupakan metode yang sering digunakan

dalam mengajarkan nilai-nilai dan memecahkan masalah-masalah yang

dihadapi dalam hubungan sosial dengan orang-orang di lingkungan keluarga,

sekolah maupun masyarakat. Metode bermain peran ini bisa digunakan untuk

menanamkan nilai-nilai moral dan kebaikan. Bermain peran ialah cara

mengajar yang dilakukan oleh guru dengan jalan menirukan tingkah laku dari

sesuatu situasi sosial. Bermain peran dapat dilakukan dengan menirukan sikap

serta situasi di lingkungannya.

Permainan outbound dengan metode bermain peran merupakan

permainan yang dilakukan dialam terbuka atau tertutup dengan melibatkan

beberapa orang. Permainan bermain peran, juga memiliki tujuan. Tujuan dari

metode bermain peran, yaitu mengajarkan tentang empati pada siswa (Ismail,

1998). Siswa diajak untuk mengalami dunia dengan cara melihat dari sudut

pandang orang lain. Siswa diminta untuk membayangkan dirinya di posisi

orang lain agar bisa menyelami perasaan dan sikap yang tunjukkan oleh orang
5

lain, memahami dan peduli terhadap sujuan uan perjuang dari orang lain, dan

mencoba untuk berperan yang tidak biasa. Dalam artian memainkan peran

orang lain yang mungkin dapat berbeda dengan karakteristik yang ada dalam

dirinya.

Untuk itu peneliti akan melakukan sebuah penelitian tindakan kelas di

SLB N 1 PADANG. Hal ini disebabkan dalam pengembangan interaksi anak

masih kurang optimal terhadap guru dan teman kelas. Sehingga mengakibatkan

keterampilan sosial yang dimiliki siswa dalam berkomunikasi dan berinteraksi

dengan orang lain masih rendah.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang, berikut ini akan dikemukakan

beberapa permasalahan yang berkaitan dengan masalah yang akan diteliti

sebagai berikut :

1. Keterampilan berkomunikasi anak tunarungu dalam berinteraksi dengan

orang lain disekitarnya masih rendah.

2. Keterampilan penyesuaian diri yang dimiliki anak tunarungu

memungkinkan untuk menggunakan teknik pengajaran permaianan

outbound dengan metode bermain peran makro

3. Kurangnya kreativitas sosial anak tunarungu dalam menyalurkan ekspresi

dikarenakan jarang diberikan bimbingan pengajaran keterampilan sosial

melalui permainan yang menyenangkan dan melibatkan anak secara

langsung.
6

C. Batasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah yang sudah dipaparkan di atas

maka dalam penelitian ini difokuskan menigkatkan keterampilan sosial

anak tunarungu melalui permainan outbound dengan metode bermain peran

makro di SLB N 1 PADANG.

D. Rumus Masalah

Permasalahan dalam penelitian ini adalah “Bagaimana pengaruh

permainan outbound dengan metode bermain peran makro terhadap

peningkatan keteampilan sosial anak tunarungu di SLB N 1 PADANG ?”.

E. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk melihat seberapa pengaruhnya

peningkatan keterampilan sosial anak tunarungu melalui permainan outbound

dengan metode bermain peran makro di SLB N 1 PADANG.

F. Manfaat Penelitian

1. Bagi siswa ini dapat mengembangkan keterampilan sosial dalam kehidupan

sehari-hari, mempermudah anak untuk mengungkapkan perasaan melalui

permainan outbound dengan metode bermain peran makro.

2. Bagi guru hasil penelitian ini dapat menjadi masukan dalam meningkatkan

keterampilan sosial anak.


7

3. Bagi peneliti, yakni sebagai menambah pengalaman mengenai ilmu yang

diterapkan dan memberi pengetahuan baru mengenai teknik pengajaran

keterampilan sosial pada anak berkebutuhan khusus, khususnya pada anak

tunarungu.
BAB II

KAJIAN TEORI

A. Kajian Tentang Tunarungu

1. Pengertian Anak Tunarungu

Tunarungu berasal dari kata : “ Tuna dan Rungu”. Tuna artinya kurang

sedangkan rungu artinya pendengaran. Sesorang dikatakan tunarungu

apabila ia tidak dapat mendengar. Dari istilah ini maka dapat dikatakan

suatu gangguan atau hambatan pendengaran pada individu sehingga

mnggangu aktivitas sehari-hari, oleh karena itu diperlukan suatu layanan

khusus.

Menurut Dwidyono Sumarto (1988:27) ”istilah tunarungu diambil

dari kata “Tuna” dan Rungu”. Tuna artinya kurang dan rungu artinya

pendengaran. Secara umum pengertian anak tunarungu adalah anak yang

mengalami gangguan fungsi pendengaran yang mengakibatkan

terhambatnya komunikasi. Atau anak yang mengalami gangguan

pendengan baik sedang, ringan maupun berat “Anak tuna rungu dapat

diartikan suatu keadaan kehilangan pendengaran yang mengakibatkan

seseorang tidak dapat menangkap rangsangan melalui indera pendengaran”.

2. Faktor Penyebab Ketunarunguan

Secara umum penyebab ketunarunguan dapat terjadi sebelum lahir

(prenatal), ketika lahir (natal) dan sesudah lahir ( post natal). Banyak para

8
9

ahli yang mengungkap tentang penyebab ketulian dan ketunarunguan, tentu

sajadengan sudut pandang yang berbeda dalam penjabarannya.

Trybus (1985) mengemukakan enam penyebab ketunarunguan pada

anak-anak di Amerika Serikat yaitu :

a. Keturunan

b. Campak jerman dari pihak ibu

c. Komplikasi selama kehamilan

d. Radang selaput otak (meningitis)

e. Otitis media (radang pada bagian telinga tengah)

f. Penyakit anak-anak, radang dan luka-luka

Untuk lebih jelasnya factor-faktor penyebab ketunarunguan dapat

dikelompokkan sebagai berikut :

a. Factor dalam Diri Anak

1) Disebabkan oleh factor keturunan dari salah satu atau kedua orang

tuanya yang mengalami ketunarunguan. Banyak kondisi genetik yang

berbeda sehingga dapat menyebabkan ketunarunguan. Perubahan

yang disebabkan oleh gen yang dominan represif dan berhubungan

dengan jenis kelamin.

2) Ibu yang sedang mengandung menderita penyakit campak jerman

(Rubella) Penyakit Rubella pada masa kandungan tiga bulan pertama

akan berpengaruh buruk pada janin. 199 anak-anak yang ibunya

terkena virus Rubella selagi mengandung selama masa tahun 1964


10

sampai 1965, 50 % dari anak tersebut mengalami kelainan

pendengaran, (Hardy, 1968 dalam Permanarian Somad 1996: 33)

3) Ibu yang sedang mengandung menderita keracunan darah atau

Toxaminia. Toxaminia dapat mengakibatkan kerusakan pada plasenta

yang mempengaruhi terhadap pertumbuhan janin. Jika menyerang

saraf atau alat-alat pendengaran maka anak tersebut akan lahir dalam

keadaan tunarungu.

b. Factor dari Luar Diri Anak

1) Anak mengalami infeksi pada saat dilahirkan atau kelahiran.

Misalnya anak terserang Herpes Implex, jika infeksi ini menyerang

alat kelamin ibu dapat menular pada saat dilahirkan. Penyakit-

penyakit yang ditularkan oleh ibu kepada anak yang dilahirkannya

dapat menimbulkan infeksi yang dapat menyebabkan kerusakan pada

alat-alat atau syaraf pendengaran.

2) Meningitis atau Radang Selaput Otak

3) Otitis Media (radang telinga bagian tengah)

4) Otitis media adalah radang pada telinga bagian tengah, sehingga

menimbulkan nanah, dan nanah tersebut mengumpul dan menggangu

hantaran bunyi. Otitis media adalah salah satu penyakit yang sering

terjadi pada masa kanak-kanak sebelum mencapai usia 6 tahun.

5) Penyakit lain atau kecelakaan yang dapat mengakibatkan karusakan

alat-alat pendengaran bagian tengah dan dalam.


11

3. Karakteristik Anak Tunarungu

Karakteristik anak tunarungu jika dibandingkan dengan jenis

ketunaan yang lain tidak begitu jelas, sepintas fisik mereka tidak kelihatan

mengalami kelainan, tetapi sebagai dampak dari ketunaan tersebut anak

tunarungu memiliki karakteristik yang khas.

Permanarian somad (Somad : 95) mengemukakan karakteristik anak

tunarungu antara lain sebagaiberikut:

a. Karakteristik dari segi intelegensi

Anak tunarungu mengalami hambatan dari segi pendengarannya,

namun mereka memiliki intelegensi sama dengan anak normal lainnya,

yaitu ada yang memiliki intelegensi diatas rata-rata, normal dan dibawah

rata-rata. Anak tunarungu mengalami hambatan dalam perkembangan

intelegensi. Hal ini disebabkan oleh tidak atau kurangnya kemampuan

berbahasa dan bicara mereka terhambat yang akan mengakibatkan

kegagalan berkomunikasi dengan lingkungan.

b. Karakteristik dari segi emosi dan sosial

1) Egosentrisme yang berlebihan

2) Memiliki rasa takut terhadap lingkungan luas

3) Ketergantungan terhadap orang lain

4) Memiliki sifat polos

5) Mudah marah dan cepat marah


12

c. Karakteristik dari segi bahasa bicara

Menurut Somad, (1996:35) “ perkembangan bahasa dan bicara anak

tunarungu sama sampai masa meraban merupakan kegiatan alami dan pita

suara. Setelah masa meraban perkembangan bahasa bicara anak tunarungu

terhenti”. Pda masa meniru anak tunarungu terbatas pada peniruan yang

sifatnya visual gerak dan isyarat. Perkembangan bahasa dan bicara

selanjutnya pada anak tunarungu memerlukan pembinan secara khusus.

B. Kajian Tentang Keterampilan Sosial

1. Pengertian keterampilan sosial

Keterampilan sosial adalah kemampuan yang harus dimiliki oleh

seorang individu dalam menyesuaikan diri/menempatkan diri di

lingkungan sosial mampu berinteraksi dengan orang di sekitarnya.

Keterampilan sosial atau juga sering disebut kecakapan sosial ini

merupakan salah satu bagian dari kecakapan hidup (life skills)

seseorang, yang terkait dengan kecakapan horizontal dalam

berhubungan antar manusia. (Suparno, 2005:51)

Menurut May Lwin, Adam Khoo, Kenneth Lyen, dan Caroline Sim

(2008:197) menyatakan bahwa keterampilan sosial itu sama dengan

kecerdasan interpersonal yang merupakan kemampuan untuk

memahami dan memperkirakan perasaan, temperamen, suasana hati,

maksud dan keinginan orang lain dan menanggapinya secara layak.


13

Kecerdasan interpersonal ini berkembang melalui pembinaan dan

pengajaran, seperti halnya kecerdasan lainnya.

Dapat disimpulkan secara keseluruhan, bahwa keterampilan sosial

itu merupakan kemampuan seseorang dalam berkomunikasi,

berinteraksi dengan orang lain, kemampuan memahami diri sendiri,

dan kemampuan memahami perasaan orang lain. Untuk itu perlu

seorang individu meningkatkan keterampilan sosialnya dengan

pembelajaran yang terkait dengan perkembangannya, agar mudah

berkomunikasi dan berinteraksi dengan masyarakat yang ada di

lingkungannya. Keterampilan sosial sangat penting di dalam

penyesuaian sosial, individu yang memiliki keterampilan sosial yang

baik akan memiliki penyesuaian diri yang baik pula, namun sebaliknya

individu yang tidak memiliki penyesuaian diri yang tidak baik maka

akan memiliki keterampilan sosial yang tidak baik pula.

2. Ruang Lingkup Keterampilan Sosial

Keterampilan sosial yang penting dikembangkan dalam proses

pembelajaran antara lain meliputi kompetensi bekerjasama dalam

kelompok, menunjukkan tanggungjawab sosial, mengendalikan emosi,

dan berinteraksi dalam masyarakat dan budaya lokal serta global.

Dalam mengembangkan keterampilan sosial empati diperlukan, yaitu

sikap penuh pengertian, empati dan menghargai orang lain dalam seni

komunikasi dua arah. (Anwar, 2006:30) Permainan Outbound Adapun


14

ruang lingkup keterampilan sosial menurut Depag (2005) dapat dipilah

menjadi dua jenis utama, yaitu :

1) keterampilan berkomunikasi

2) keterampilan bekerjasama

Outbound merupakan salah satu bentuk permainan yang dapat

mengembangkan potensi pada diri anak. Menurut Susanto (2017:138),

kegiatan Outbound cukup efektif dalam membangun pemahaman

terhadap suatu konsep dan perilaku. Outbound pembelajaran yang

dilakukan di alam terbuka, kegiatannya dinilai memberi kontribusi

positif terhadap kesuksesan belajar yang dimana permainan outbound

ini membuat anak belajar mandiri mulai dari mengatasi rasa takut,

ketergantungan terhadap orang lain sampai tidak percaya diri sehingga

akhirnya menemukan jadi dirinya dan juga mau mendengarkan orang

lain.

3. Indikator Keterampilan Sosial

Dalam tataran praktis, secara spesifik keterampilan sosial atau juga

dikenal dengan kecakapan sosial yang merupakan satu bagian dari soft

skill dijabarkan dalam beberapa komponen teknis, yaitu: terampil

berkomunikasi, indikatornya mampu mengkomunikasikan

pendapatnya, memahami pembicaraan orang lain, mampu menjadi

pendengar/pemerhati yang baik, mampu bercakap-cakap, dan mampu

menjalani hubungan harmonis, memahami norma masyarakat, berlaku

sopan, memahami rambu-rambu lalu lintas, dapat bekerja sama, dapat


15

bermain bersama, mampu mengelola konflik, indikatornya tidak cepat

marah, dapat mengendalikan emosi, jika terjadi permasalahan mampu

menjalani hubungan baik kembali, terampil berpartisipasi, dengan

indikator, mampu bermain sesuai aturan yang berlaku, mampu

mengikuti kegiatan yang sedang berlangsung, dan dapat membantu

temannya yang membutuhkan bantuan (Suparno, 2005:52).

Menurut Mega Iswari (2007:189) menyatakan beberapa indikator

keterampilan sosial yang harus dikembangkan di sekolah untuk anak

berkebutuhan khusus, antara lain:

a. Tidak marah bila dikritik teman di kelas

b. Menghargai pendapat teman

c. Meminta maaf bila melakukan kesalahan pada teman

d. Selalu terlibat dalam kerja kelompok

e. Memberikan masukan pada teman

f. Mau bergotongroyong di sekolah

g. Berani mengambil keputusan dalam kegiatan kelompok

h. Mengakui hasil karya teman lebih baik

i. Membantu teman yang tidak bisa

j. Mau meminjamkan peralatan sekolah pada teman

k. Mau bergantian menggunakan peralatan sekolah dalam suatu

kegiatan

l. Mengatasi kesulitan teman


16

m. Mengajak teman untuk saling bergantian dalam bekerja yang

ditugaskan guru

n. Mau mendengarkan pendapat teman

o. Mau diatur teman dalam melakukan tugas yang diberikan guru, dan

sebagainya.

Dari beberapa pendapat di atas disimpulkan bahwa dalam

melaksanakan pembelajaran keterampilan sosial ini, guru perlu

memperhatikan karakteristik dari masing-masing anak, yang dalam

pembelajaran guru tidak perlu mengubah kurikulum yang ada, cukup

hanya dengan mengaitkan pembelajaran keterampilan sosial dalam

kehidupan sehari-hari anak kedalam setiap proses pembelajaran.

Indikator yang diuraikan di atas dapat menjadi acuan atau panduan

dalam mengukur keterampilan sosial yang dimiliki oleh anak. Kita akan

mengetahui seorang anak memiliki keterampilan sosial rendah maupun

tinggi berdasarkan indikator tersebut.

Dan berdasarkan pendapat di atas pula, peneliti mengembangkan

aspek definisi dari Nandang Budiman (2006:21) yang digunakan

sebagai indikator dalam penyusunan instrumen penelitian tentang

keterampilan sosial anak berdasarkan permasalahan yang diambil oleh

peneliti. Aspek tersebut ialah keterampilan berkomunikasi,

keterampilan menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitar dan

keterampilan menjalin hubungan dengan orang lain.


17

4. Faktor- Faktor yang mempengaruhi Keterampilan Sosial

Menurut Ford (1985) yang dikutip oleh Suparno (2005:52-53) Ada

tiga faktor yang turut berperan dalam pembentukan keterampilan

sosial/kecakapan sosial tersebut, yaitu: Motivasi, Perkembangan dan

Lingkungan.

Dilihat dari segi keterampilan sosial, dengan adanya

ketidakberfungsian pada organ pendengaran pada anak tunarungu,

menyebabkan adanya hambatan dalam berbagai aspek kehidupan anak

tunarungu. Salah satu contohnya adalah mereka menjadi merasa

terasingkan dari pergaulan dan kurang dalam memahami aturan-aturan

sosial yang berlaku di masyarakat, sehingga menyebabkan timbulnya

pengaruh dalam segi sosial bagi mereka (Suparno, 2005:56).

Dari pernyataan ahli di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa

kemampuan komunikasi dan interaksi dalam penyesuaian sosial sangat

berpengaruh pada keterampilan sosial bagi anak tunarungu.

Komunikasi dan interaksi sosial itu sendiri dipengaruhi oleh

kemampuan berbahasa. Adanya hambatan dalam faktor berbahasa

menyebabkan anak tunarungu mengalami kesulitan dalam

berkomunikasi dan berinteraksi sosial. Sehingga semakin baik

kemampuan berbahasa dalam komunikasi anak tunarungu, maka

semakin baik pula keterampilan sosial anak tunarungu dalam

mengungkapkan ekspresi perasaannya dan berinteraksi sosial dalam

penyesuaian diri terhadap lingkungannya.


18

C. Bermain Peran Mikro

1. Pengertian Bermain Peran Mikro

Menurut Hurlock (1988:329), mengemukakan bahwa bermain peran

adalah bentuk permainan aktif dimana anak-anak, melalui perilaku dan

bahasa yang jelas, berhubungan dengan materi atau situasi seolah-olah

hal itu mempunyai atribut yang lain ketimbang yang sebenarnya. Furman

(1990:20) mendefinisikan bahwa “role playing may be defined as any

time a participant is in-role, that is, whenever on individual partrays

herself or another character in a situation.”

Bermain dapat dibagi dalam dua kategori, yaitu bermain aktif dan

bermain tersebut akan memberi kesenangan dan kebahagiaan pada anak.

Kegiatan bermain aktif sebagai kegiatan yang melibatkan banyak

aktivitas gerekan-gerakan tubuh”, dengan membagi 8 macam kegiatan

bermain yaitu:

1. Bermain bebas dan spontan,

2. Bermain konstruktif,

3. Bermain peran,

4. Bermain collecting/ mengumpulkan benda-benda,

5. Bermain eksplorasi /melakukan penjelajahan,

6. Bermain games dan olahraga,

7. Bermain music dan

8. Melamun.
19

Berdasarkan pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa kegiatan

bermain memiliki banyak macam salah satunya yaitu bermain aktif.

Bermain aktif ini lebih menyenangkan bagi anak.

Bermain peran adalah bermain menggunakan daya khayal, yaitu

menggunakan bahasa atau pura-pura bertingkah laku seperti benda

tertentu, situasi tertentu atau orang tertentu, dan binatang tertentu yang

dunia nyata tidak dilakukan. Metode bermain peran merupakan

pembelajaran yang menyenangkan menurut buku Metodik di Taman

Kanak-kanak Depdiknas dalam Magfiroh salah satu tujuan dari bermain

peran adalah melatih anak berbicara dengan lancar. Bermain peran

adalah “sebuah kegiatan yang spontan dan mandiri disaat anak-anak

menguji, menjernihkan dan meningkatkan pemahaman atas diri dan

dunianya sendiri. Walaupun detil-detil dari setiap pemainan peran anak-

anak sangat bervariasi diseluruh dunia dan di budaya yang berbeda,

namun tema dari permainan perannya sama. Dalam permaian perannya,

anak-anak menciptakan ulang tempat dan pemandangan yang sudah

mereka kenal, meniru perilaku dari anggota keluarga dan peran yang

cocok dari berbagai banyak orang yang berbeda di dalam masyarakat

mereka”.

Bermain peran mikro adalah “kegiatan yang berfokus pada kegiatan

dramatisasi dengan alat-alat permainan berukuran kecil atau mini seperti

boneka-boneka mini, rumah-rumahan mini, pesawat mini, dan

sebagainya”. Kegiatan bermain peran kecil dapat dilakukan di dalam dan


20

di luar ruangan. Berdasarkan pernyataan tersebut maka bermain mikro

adalah kegiatan permainan yang penuh dengan drama dan membutuhkan

bantuan alat-alat.

Kegiatan bermain peran mikro adalah kegiatan yang berfokus pada

kegiatan dramatisasi dengan alat-alat permainan yang berukuran kecil

atau mini, seperti : boneka-boneka mini, rumah-rumahan mini, pesawat-

pesawatan mini dan sebagainya.

Beralaskan dengan anggapan dengan garis besarnya bahwa “bermain

peran mikro adalah suatu kegiatan pembelajaran di mana anak

memerankan tokoh-tokoh tertentu atau benda-benda tertentu dengan

menggunakan daya hayal mereka, seolah-olah mereka menjadi orang

yang diperankannya.

2. Tujuan Bermain Peran Mikro

a. Arah maksudnya yaitu dengan bantuan:

b. Merangsang daya mampu bahasanya

c. Perkembangan daya mampu motoriknya

d. Latihan kerjasama anak

e. Dapat menambahkan wawasannya

f. Peningkatan daya mampu sosial

Berdasarkan penjelasan diatas maka tujuan bermain mikro yaitu

untuk memberikan rangsangan baik dari segi bahasa, motoriknya serta


21

dapat melatih kerjasama bagi anak. Selain itu, tujuan bermain mikro

dan tingkatannya.

3. Aspek Bermain Peran Mikro

Aspek yang dikembangakan dalam kegaiatan “bermain peran mikro

adalah pengembangan berbagai kecerdasan seperti kecerdasan

linguistic, kecerdasan logika matematika, kecerdasan bodily

kinesthetic, kecerdasan visual spasial, kecerdasan intrapersonal,

kecerdasan naturalistrik, kecerdasan spiritual, dan kecerdasan

musical”.

Berdasarkan penjelasan diatas maka bermain peran mikro ini

memiliki beberapa aspek yaitu kecerdasan kognitif maupun skill pada

anak.

4. Macam-macam Bermain Peran

Bermain peran disebut juga dengan permainan yang bersifat

simbolis, pura-pura, meke believe, memainkan dunia fantasi,imajinasi

serta bermain peran memiliki peran yang penting untuk meningkatkan

perkembangan anak usia tiga sampai enam tahun”. Keberangamanna

yaitu:

a. Bermain peran makro

Permainan yang memerankannya yaitu orang sekitar, kemandirian

sosial dengan latihan pada anak, dikehidupannya. Dikarenakan hal

tersebut dengan wawasan keseharian dengan permainan yang jelas,

pemecahan permasalahannya.
22

b. Bermain peran mikro

Permainannya yang memerankan satu orang saja, dengan

penokohan yang ditentukan. “Bermain peran mikro ditandai dengan

anak belajar memegang dan menggerak-gerakkan bendabenda

berukuran kecil untuk menyusun sebuah cerita dengan instruksi

fasilitator. Pada bermain peran mikro anak akan belajar untuk

berfikir secara luas dengan menerima sudut pandang orang lain”.

Berdasarkan penjelasan diatas maka bermain peran dalam

pembelajaran ini terbagi atas mikro dan makro. Pada proses bermain

mikro dilakukan dengan benda mati seperti boneka sedangkan

bermain makro dilakukan dengan orang sekitar dilingkungannya

baik satu orang maupun lebih dari satu orang.

5. Tujuan Bermain Peran

Tujuan bermain peran dalam pendidikan anak usia dini merupakan

untuk memecahkan masalah melalui peragaan, serta langkah-langkah

identifikasi maslah, analisis, pemeranan, dan diskusi. Untuk

kepentingan tersebut, sejumlah anak bertindak sebagai pemeran dan

yang lainnya sebagai pengamat, melalui peran anak-anak berinteraksi

dengan orang lain yang juga membawakan peran tertentu sesuai dengan

tema yang dipilih. Ditarik garis besarnya yaitu bahwa tujuan bermain
23

peran ini yaitu mampu memahami isi hati anak, mampu

mengembangkan keterampilannya yang nantinya untuk berinteraksi

secara sosial di masyarakat.

6. Manfaat Metode Bermain Peran

Dampak positif serta nilai-nilai fungsi dan manfaat bermain peran

meliputi mengembangkan tingkat intelegensi dan stabilitas emosional

anak, mencegah terjadinya penyimpangan karakter, depresi, dan

gangguan kerjiwaan lain yang disebabkan oleh mental, meletakkan

dasar-dasar pendewasaan diri dengan benar, secara alami, bertahap,

dan berkelanjutan.

Melalui bermain peran, anak-anak belajar berkonsentrasi, melatih

imajinasi, mencoba ide baru, melatih perilaku orang-orang dewasa dan

mengembangkan rasa kendali atas dunianya sendiri. Anak-anak belajar

mendapatkan kewaspadaan yang mengenai struktur lingkungan dan

sambil tubuhnya mempelajari lebih banyak lagi mengenai cara

berkomunikasi dengan pikiran sendiri, perasaannya dan emosinya.

Berdasarkan pendapat diatas maka dapat disimpulkan bahwa

manfaat bermain peran ini dapat meningkatkan kemampuan,

kepercayaan diri, dan meningkatkan imajinasi anak sehingga mampu

mencerdaskan skill anak


24

7. Prosedur Perkembangan Anak dalam Bermain Peran mikro

Metode role playing/ bermain peranan Pemilihan masalah. “Guru

mengemukakan masalah yang diangkat dari kehidupan peserta didik

agar mereka dapat merasakan masalah itu dan terdorong untuk mencari

penyelesaiannya”. Pemilihan peran, “memilih peran yang sesuai

dengan permasalahan yang akan dibahas, mendeskripsikan karakter

dan apa yang harus dikerjakan oleh para pemain”.

Menyusun tahap-tahap bermain peran, “dalam hal ini guru telah

membuat dialog tetapi siswa dapat juga menambahkan dialog sendiri”.

Menyiapkan pengamat, yang diamati dari aktivitas kesehariannya.

Pemeranan, tahapannya dengan peran terkait dengan skenarionya.

Diskusi dan evaluasi, diskusi dengan masalah dan yang ditanyakan.

Pengambilan keputusan yang telah dilakukan. “Jadi pembelajaran

dengan role playing merupakan cara belajar yang dilakukan dengan

cara membagi anak menjadi beberapa kelompok dan setiap kelompok

memerankan karakter sesuai dengan naskah yang telah dibuat dan

materi yang telah ditentukan oleh guru sehingga siswa lebih mudah

memahami dan mengingat materi yang telah diperankan tersebut”.

Berdasarkan penjelasan diatas maka langkah-langkah bermain peran

ini dapat dilakukan dengan menentukan masalah, mulai memilih peran

yang akan dilakukan sesuai keinginan dan menyusun kegiatan bermain

peran. Yang terakhir melakukan evaluasi dan pengamatan kegiatan

bermain.
25

8. Kelebihan dan Kekurangan Metode Bermain Peran

Dalam setiap metode, selain memiliki kelebihan juga memiliki

kelemahan. Kelebihan metode bermain peran (role playing) melibatkan

seluruh anak berpartisipasi, mempunyai kesempatan untuk memajukan

kemampuannya dalam bekerja sama. Anak dapat belajar menggunakan

bahan dengan baik dan benar. Selain itu, kelebihan metode ini adalah,

sebagai berikut:

a. Menarik perhatian anak karena maslah-maslah sosial berguna bagi

mereka.

b. Anak berperan seperti orang lain, sehingga ia dapat merasakan

perasaan orang lain, mengakui pendapat orang lain, saling

pengertian, tenggang rasa, toleransi.

c. Kerjasama antar pemain dapat ditumbuhkan dan dibina dengan

sebaik-baiknya.

d. Berpikir dan bertindak kreatif.

e. Memecahkan masalah yang dihadapi secara realistis karena anak

dapat menghayatinya.

f. Anak memperoleh kebiasaan untuk menerima dan membagi tangung

jawab dengan sesamanya.

g. Merangsang rasa semangat anak dalam minat belajar.

h. Permainan peran bisa pula memupuk dan mengembangkan suatu

rasa kebersamaan dan kerjasama antar peserta didik ketika

memainkan sebuah peran.


26

i. Anak bebas mengambil keputusan dan berekspresi secara utuh.

j. Dapat berkesan dengan kuat dan tahan lama dalam ingatan anak.

k. Sangat menarik bagi anak, sehingga memungkinkan kelas menjadi

dinamis dan penuh antusias.

Berikut kekurangan-kekurangan penggunaan metode bermain peran:

a. Metode bermain peran memerlukan waktu yang relatif panjang atau

banyak.

b. Memerlukan kreativitas dan daya kreasi yang tinggi dari pihak guru

maupun anak, dan ini tidak semua guru memilikinya.

c. Tidak semua materi pelajar dapat disajikan melalui metode ini.

d. Kelas lain sering terganggu oleh suara pemain dan penonton yang

kadang-kadang bertepuk tangan.

e. Apabila pelaksanaan bermain peran mengalami kegagalan, bukan

saja dapat memberi kesan kurang baik, tetapi sekaligus berarti

tujuan pengajaran tidak tercapai.

Berdasarkan penjelasan diatas maka kelebihan dari bermain peran

adalah dapat menjadikan anak memahami situasi dan kondisinya serta

mampu memahami pengalaman orang lain. Kekurangan bermain peran

ini anak menjadi kurang nyaman sehingga hasil bermain perannya tidak

maksimal dikarenakan peran yang didapatkan tidak sesuai dengan

keinginannya.
27

D. Penelitian Yang Relevan

Penelitian ini relevan dengan yang diteliti oleh Hapsari Puspa Rini

(2014) dengan judul Peningkatan Keterampilan Sosial Anak Tunarungu

Kelas VI SDLB Melalui Permainan Tradisional Pasaran di SLB-B Wiyata

Dharma 1 Tempel. Hasil penelitian dapat di buktikan keterampilan sosial

dapat ditingkatkan menggunakan permainan tradisional pasaran.

E. Kerangka Konseptual

Kerangka koseptual berikut akan menjelaskan bagaimana pengaruh

keterampilan sosial anak tunarungu melalui permainan outbound dengan

metode bermain peran makro.

Anak Tunarungu

Keterampilan sosial anak tunarungu kurang


berkembang dengan baik

Permainan outbound dengan metode bermain


peran makro mengembangkan keterampilan
sosial anak tunarungu

Peningkatan keterampilan sosial anak tunarungu


28

F. Hipotesis Penelitian

Hipotesis dalam penelitian ini adalah keterampilan sosial anak

tunarungu di SLB N 1 PADANG dapat ditingkatkan melalui permainan

outbound dengan metode bermain peran makro.


BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini dirancang dengan metode Penelitian Tindak Kelas (PTK)

dengan pendekatan Kualitatif. Rustam dan Mundilarto (2004:1) mendefinisikan

penelitian tindakan kelas adalah sebuah penelitian yang dilakukan oleh guru di

kelasnya sendiri dengan jalan merancang, melaksanakan, dan merefleksikan

tindakan secara kolaboratif dan partisipatif dengan tujuan untuk memperbaiki

kinerjanya sebagai guru sehingga hasil belajar siswa dapat meningkat.

(Mohammad Asrori, 2007:5-6)

Suhardjono (2007:5) Penelitian Tindakan Kelas (PTK) adalah penelitian

tindakan yang dilakukan di kelas dengan tujuan memperbaiki/meningkatkan

mutu praktik pembelajaran. (Mohammad Asrori, 2007:5)

Berdasarkan beberapa definisi penelitian tindakan kelas diatas, dilakukan

dalam suatu tindakan dalam pengembangan keterampilan sosial anak tunarungu

dan dirancang dengan menggunkan permainan outbound dengan metode

bermain peran makro di SLB N 1 PADANG.

B. Desain Penelitian

Desain penelitian menurut Sudarsono (1999) adalah model atau gambaran

bentuk penelitian yang akan diikuti dalam pelaksanaan penelitian tindakan

kelas. (Mohammad Asrori, 2007:66)

29
30

Jenis desain yang akan digunakan adalah model Kemmis dan McTaggart.

Model ini menggunakan empat komponen penelitian dalam setiap siklus

(perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi). Gambar desain model

Kemmis dan McTaggart tersaji dibawah ini:

Gambar 1. Model desain Kemmis dan McTaggar

C. Subyek dan Obyek Penelitian

Menurut Suharsimi (2010:88) subyek penelitian adalah benda, hal, atau

orang tempat data untuk variabel penelitian melekat, dan yang dipermasalahkan.

Subyek penelitian merupakan suatu yang kedudukannya sangat pokok karena

pada subyek penelitian itulah data tentang variabel yang diteliti berada dan

diamati oleh peneliti.

Subyek penelitian ini adalah siswa SLB N 1 PADANG. Sedangkan objek

penelitian ini adalah keterampilan sosial. Adapun gambaran subyek penelitian

sebagai berikut :

a. Anak tunarungu

b. Duduk di Kelas 4
31

c. Tidak memiliki cacat lain

d. Memiliki keterampilan sosial yang rendah terutama pada

keterampilan komunikasi dan interaksi.

D. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian Tindakan Kelas ini dilaksanakany di SLB N 1 PADANG yang

terletak di JL. Limau Manis, Kapala Koto, Kec. Pauh, Kota Padang, Sumatra

Barat. Peneliti memilih SLB N 1 PADANG sebagai lokasi penelitian karena

ditemukannya permasalahan yang terkait dengan keterampilan sosial yang

masih rendah, terkhususnya terhadap anak tunarungu. Penelitian ini

dilaksanakan pada bulan September hingga saat ini selesai.

E. Teknik Pengumpulan Data lopik

Metode pengumpulan data dalam penelitian tindakan kelas untuk

meningkatkan keterampilan sosial anak melalui permainan outbound

dengan metode bermain peran makro menggunakan berbagai teknik

pengumpulan data, diantaranya:

1. Observasi (pengamatan) polik

Observasi merupakan teknik mengumpulkan data mengenai

peningkatan keterampilan sosial anak, sikap dan perilaku anak terhadap

orang lain dengan cara mengamati setiap kejadian yang sedang

berlangsung dan mencatatnya dengan alat observasi tentang hal-hal

yang diamati atau diteliti. Observasi yang dilakukan dalam penelitian


32

ini adalah observasi partisipan yaitu observasi yang dilakukan dengan

peneliti ikut dalam kegiatan yang subyek lakukan. Observasi digunakan

untuk mengungkap kecakapan sosial. Observasi dilaksanakan pada

saat :

a. Sebelum tindakan dalam pembelajaran yang bertujuan untuk

mengetahui keterampilan sosial awal anak.

b. Saat proses pembelajaran setelah ada tindakan yang tujuannya

untuk mengetahui perubahan-perubahan keterampilan sosial dari

anak yang diharapkan sesuai dengan tujuan.

c. Saat akhir proses pembelajaran dalam penelitian untuk mengetahui

keterampilan sosial anak setelah beberapa proses tindakan

pembelajaran.

olpikObservasi dilakukan dengan cara menggunakan lembar

pengamatan untuk memantau kemampuan komunikasi dan

kemampuan sosial anak dengan melihat partisipasi subyek dalam

melakukan permainan dalam peningkatan keterampilan sosial

menggunakan permainan outbound dengan metode bermain peran

makro.

2. Dokumen

Teknik dokumentasi digunakan untuk mengetahui data-data tentang

identitas subjek, keterampilan sosial anak, dan memberi gambaran

mengenai partisipasi siswa pada saat proses permainan berlangsung.


33

Teknik dokumentasi juga digunakan untuk merekam kejadian selama

pemberian tindakan permainan outbound dengan metode bermain

peran makro di kelas maupun di luar kelas dengan menggunakan

kamera video atau dengan kamera photo. Dokumentasi menggunakan

kamera foto berguna untuk menggambarkan tindakan pelaksanaan yang

dilakukan anak, guru maupun peneliti dan kamera video berguna untuk

mengungkap/merekam hal yang mungkin terlewat dari pengamatan

peneliti ketika sedang melakukan tindakan di kelas maupun di luar

kelas.

3. Wawancara

Teknik wawancara dilakukan pada guru dan subyek penelitian.

Wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara

terpimpin. Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan terlebih dahulu

disusun kemudian diajukan kepada guru maupun anak. Wawancara

yang dilakukan terhadap anak untuk mengungkap perilaku subyek

sehari-hari baik di lingkungan sekolah maupun di luar sekolah.

Sedangkan wawancara yang dilakukan terhadap guru dimaksudkan

untuk menggali informasi salah satunya tentang permainan outbound

dengan metode bermain peran makro yang digunakan dan kesan guru

terhadap penggunaan permainan outbound dengan metode bermain

peran makro dalam perkembangan keterampilan sosial anak.


34

4. Instrumen Penelitian olikl

Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah

observasi dan wawancara. Adapun indikator yang digunakan pada kisi-

kisi instrumen penelitian observasi yaitu berdasarkan pada kajian

pustaka/teori aspek keterampilan sosial yang dikemukakan oleh

Nandang Budiman (2006:21).

Lembar observasi digunakan untuk memantau perkembangan

keterampilan sosial anak yang menjadi tolak ukur bagi perkembangan

keterampilan sosial anak dalam melakukan permainan outbound

dengan metode bermain peran makro. Lembar ini bersifat individual,

sehingga anak benar-benar diamati secara teliti pada setiap kali

mengikuti permainan. Cara menggunakan lembar observasi adalah

dengan memberi tanda cek pada kolom observasi.

a. Pedoman Observasi
1) Nama instrumen

Pedoman observasi untuk mengetahui aktivitas siswa dan guru

dalam melakukan kegiatan permainan outbound dengan metode

bermain peran makro pada pembelajaran keterampilan sosial.

2) nstrumen observasi partisipasi

Untuk mengetahui aktivitas siswa dan guru dalam melakukan

Kegiatan pembelajaran keterampilan sosial melalui permainan

permainan outbound dengan metode bermain peran makro.


35

Tabel 1. Instrument Observasi Keterampilan Sosial Anak

No. Aspek yang Keterangan


Indikator
di amati
1. Keterampilan a) Mampu berkomunikasi dengan
berkomunikasi mengungkapkan ekspresi perasaan secara
sederhana.
b) Mampu berkompromi untuk membuat aturan
dan kesepakatan.
c) Mampu memahami pembicaraan
teman/orang lain.
2. Keterampilan a) Mampu menyesuaikan diri, yaitu mampu
menyesuaikan menempatkan diri sesuai aturan permainan di
diri dengan lingkungan sekitar baik dengan teman/orang
lingkungan lain.
sekitar b) Mampu mengikuti aturan/norma yang berlaku
dalam permainan.
c) Mampu bergaul, yaitu anak mampu bermain
dengan teman/orang lain sesuai aturan yang
berlaku.
3. Keterampilan a) Mampu berinteraksi dengan teman/orang lain
menjalin di lingkungan sekitarnya.
hubungan b) Mampu berempati, yaitu mampu
dengan orang memposisikan diri pada keadaan yang dialami
lain oleh teman/orang lain.
c) Mampu menghargai teman/orang lain.

b. Penilaian unjuk kerja olpik


Penilaian unjuk kerja merupakan penilaian yang dilakukan dengan

mengamati kegiatan peserta didik dalam melakukan sesuatu. Penilaian

unjuk kerja dapat digunakan untuk menilai ketercapaian kompetensi

yang menuntut peserta didik melakukan permainan outbound dengan

metode bermain peran makro.

Penilaian unjuk kerja yang digunakan dalam penelitian ini

menggunakan skala penilaian. Skala penilaian adalah alat penilaian

yang menggunakan suatu prosedur terstruktur untuk memperoleh


36

informasi tentang sesuatu yang diobservasi yang berisikan seperangkat

pernyataan yang mencerminkan rangkaian tindakan/perbuatan yang

harus dilakukan oleh siswa, yang merupakan indikator-indikator dari

keterampilan sosial yang akan diukur.

Tabel 2. Skala Penilaian Unjuk Kerja Keterampilan Sosial Siswa Dengan


Permainan Outbound Dengan Metode Bermain Peran Makro
Aspek yang dinilai Penilaian
No. Indikator Keterangan
1 2 3
A. Keterampilan 1. Memahami pembicaraan orang lain dalam melakukan
berkomunikasi permainan permainan outbound dengan metode bermain
peran makro.
2. Memiliki keberanian memulai pembicaraan dengan orang
lain mengenai permainan outbound dengan metode bermain
peran makro.
3. Menjawab pertanyaan yang diberikan oleh guru mengenai
permainan outbound dengan metode bermain peran makro.
4. Dapat menjelaskan mengenai permainan outbound dengan
metode bermain peran makro.
B. Keterampilan 1. Memilih peran yang ada dalam permainan outbound dengan
menyesuaikan diri metode bermain peran makro Menempatkan diri sesuai
dengan lingkungan 2. peran yang telah ditentukan baik menjadi penjual/pembeli.
sekitar Mengikuti aturan yang berlaku permainan outbound dengan
3. metode bermain peran makro.

4. Mampu bergaul, melakukan permainan dengan


teman/orang lain sesuai peran masing-masing yang telah
ditentukan
C. Keterampilan 1. Mampu berinteraksi dalam melakukan tawar menawar dalam
menjalin hubungan permainan outbound dengan metode bermain peran makro.
dengan orang lain 2. Memberikan sisa uang kembalian dalam permainan
outbound dengan metode bermain peran makro Mampu
3. berempati, yaitu memposisikan diri menjadi peran teman
yang lain secara bergantian.
4. Mampu menghargai peran teman/orang lain

Keterangan :

a. Skor 1 diberi tanda (√) apabila siswa tidak


melakukan tindakan.

b. Skor 2 diberi tanda (√) apabila siswa melakukan


tindakan masih dengan bantuan guru.
37

c. Skor 3 diberi tanda (√) apabila siswa melakukan


tindakan dengan benar.

F. Teknik Analisis Data

Analisis data pada penelitian ini menggunakan analisis deskriptif yaitu

metode penelitian yang bersifat menggambarkan kenyataan sesuai data yang

diperoleh dengan tujuan untuk mengetahui kemajuan keterampilan sosial anak

yang sesungguhnya dan untuk mengetahui kemampuan guru dalam

menggunakan strategi pembelajaran.

Data yang diperoleh dalam penelitian ini bersumber dari catatan di lembar

observasi, catatan dokumentasi, dan wawancara dengan guru dan siswa. Data

yang diperoleh dianalisis secara kualitatif dan dipaparkan dalam bentuk

deskriptif untuk menggambarkan keadaan yang senyatanya dan dinyatakan

dalam sebuah predikat yang menunjukkan pada pernyataan keadaan dan

ukuran kualitas. Data-data yang ada di lapangan dipaparkan dalam bentuk

narasi .

Adapun data yang dipaparkan meliputi perkembangan keterampilan sosial

dan mengacu pada karakteristik permainan outbound dengan metode bermain

peran makro yaitu meliputi : anak mampu berkomunikasi dan berinteraksi

dengan orang lain yang diamati dari sikap dan perilaku anak seperti

berhubungan dengan orang lain dalam bergaul, mampu bekerjasama, mampu

menyesuaikan diri dengan aturan permainan yang telah ditentukan bersama,

mampu bermain dengan teman dalam melakukan proses kegiatan pembelajaran

menggunakan permainan outbound dengan metode bermain peran makro


38

yaitu meliputi, mampu menghargai teman dan bisa saling tolong menolong.

Selanjutnya adalah kemampuan anak dalam berempati yang ditunjukkan

dengan mampu mengkondisikan apa yang dirasakan oleh orang lain, mampu

menghargai orang lain selama proses kegiatan permainan.

G. Indikator Keberhasilan

Kriteria keberhasilan dalam penelitian ini adalah apabila 70% dari

jumlah anak mendapat nilai dengan kriteria “mampu”. Kegiatan penelitian

ini dinyatakan berhasil dengan mengacu pada indikator pencapaian

keberhasilan, yaitu:

a. Meningkatnya keterampilan berkomunikasi anak dengan

teman/orang lain. Hal ini dapat dilihat dari hasil pengamatan selama

proses baik sebelum dan sesudah melalukan permainan outbound

dengan metode bermain peran makro

b. Meningkatnya keterampilan menyesuaikan diri dengan lingkungan

sekitar sesuai aturan/norma yang telah ditentukan dalam permainan

outbound dengan metode bermain peran makro. Hal ini dapat dilihat

dari hasil pengamatan selama proses permainan, sikap dan perilaku anak

mampu dalam mengikuti aturan permainan, dan mampu dalam bergaul

dengan teman selama proses kegiatan pembelajaran.

c. Meningkatnya keterampilan menjalin berhubungan

dengan
39

teman/orang lain, hal ini dilihat dari hasil pengamatan kemampuan anak

dalam berinteraksi, bersikap empati (mampu memposisikan diri menjadi orang

lain) dan sikap menghargai dengan teman/orang lain, selama proses kegiatan

pembelajaran permainan outbound dengan metode bermain peran makro.


40

DAFTAR PUSTAKA

Anayanti Rahmawati, “Metode Bermain Peran Dan Alat Permainan Edukatif


Untuk Meningkatkan Empati Anak Usia Dini” (Jurnal Pendidikan Anak,
Vol 111, Edisi 1, Juli 2014), hlm, 385.

Anwar. (2006). Pendidikan Kecakapan Hidup (Life Skills Education) Konsep dan
Aplikasi. Bandung: CV. Alfabeta.

Madyawati, dkk, Strategi Pengembangan Bahasa Pada Anak, (Jakarta: Kencana


Prenadamedia Group; 2016), hlm, 97

May Lwin, dkk. (2008). Cara Mengembangkan Berbagai Komponen Kecerdasan.


(Alih Bahasa: Christine Sujana, S. Pd.). Jakarta: PT. Macana Jaya
Cemerlang.

Mega Iswari. (2007). Kecakapan Hidup bagi Anak Berkebutuhan Khusus. Jakarta:
Depdiknas Dirjen Pendidikan Tinggi Direktorat Ketenagaan.

Mulyasa, Manajemen PAUD, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2012, hlm, 173

Nandang Budiman. (2006). Memahami Perkembangan Anak Usia Dini Sekolah


Dasar. Jakarta: Depdiknas Dirjen Dikti Direktorat Ketenagaan

Nirwana, “Penerapan Metode Bermain Peran Makro kemampuan bicara” (Jurnal


Instruksional, Vol 1, No 1, Oktober 2019), hlm, 11
Nurul Aida, dkk, “Penerapan Metode Bermain Peran Untuk Meningkatkan
Kemampuan Bersosialisasi Pada Pendidikan Anak Usia Dini” (Jurnal
Psikologi Indonesia, Vol 4 No 1, Januari 2015), hlm, 91.
Pemanian, Somad, dkk. 1996. Ortopedagogik Anak Tuna Rungu. Jakarta :
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan
Tinggi Proyek Pendidikan Tenaga Guru.
41

Rini, H. P. (2014). Peningkatan Keterampilan Sosial Anak Tunarungu kelas VI


SDLB Melalui Permainan Tradisional Pasaran di SLB-B Wiyata Dharma
I Tempel. WIDIA ORTODIDAKTIKA, 3(3).
Santoso, B. (2010). Skema dan mekanisme pelatihan: panduan penyelenggaraan
pelatihan. Yayasan Terumbu Karang Indonesia.

Suparno. (2005). Aktualisasi Kecakapan Sosial untuk Anak Tunarungu dalam


Proses Pembelajaran. Jurnal Pendidikan Khusus Vol.1 (Nomor 2). Hlm.
49-61.

You might also like