You are on page 1of 4

NAMA : Muhammad Ikhsan Fadilah

KELAS/PRODI : 6D/SPI
MATA KULIAH : UTS Sejarah Memori
DOSEN : Nurul Azizah, M.Hum.

SEJARAH KELUARGA YANG DIPERSATUKAN OLEH SEPAK BOLA


DAN LUKISAN
Ihsan : “Bagaimana Ibu dan Ayah bisa bertemu?”
Ibu : “Berawal di bulan Januari 1990, di mana pada waktu itu, ibu menempuh pendidikan
di sekolah keguruan Taman Kanak-kanak Cut Meutia, Menteng, Jakarta Pusat. Sementara
ayah sudah selesai kuliah jurusan seni rupa di Universitas swasta di Jakarta.
Ayah yang pada waktu itu suka sekali melukis dan membuat sketsa sering sekali
membantu ibu. Di setiap minggunya ibu mendapatkan tugas dari keguruan Taman Kanak-
kanak Cut Mutia sebagai training untuk bercerita kepada anak anak. Di setiap tugas itu ibu
harus menggunakan media gambar agar dapat mempermudah anak-anak mencerna setiap
jalan ceritanya. Cerita yang ibu sering bawakan biasanya berupa cerita-cerita hewan (fabel)
seperti cerita kancil dan buaya, kura-kura dan monyet dan lain-lain semacam itu. Sehingga
mulai dari sanalah setiap minggu ibu sering bertemu ayah.
Pada awalnya ayah kamu itu selain suka menggambar dan melukis, ia juga hobi
bermain bola. Dan opah (sebutan untuk ayah ibu / kakek) kebetulan juga pelatih dari tim bola
(Indonesia Muda). Dari tim sanalah ayah dan opah bertemu untuk bermain dan belajar bola.
Sehingga opah merekomendasikan ayah untuk membantu ibu membuat gambar atau lukisan
cerita berseri di dalam tugas praktek story reading anak-anak TK ibu. Dan semenjak itu ayah
suka datang ke rumah ibu membantu menggambar dan melukis untuk bahan cerita ibu ke
anak-anak TK.
Ibu pada mulanya tidak suka sekali dengan anak bola, karena ibu menilai anak bola
itu suka berbicara kasar dan keras, suka ngeledekin cewe-cewe, setelah bermain bola suka
nongkrong atau kumpul-kumpul dulu dan membicarakan orang lain. Sehingga hal itu
membuat ibu tidak menyukai anak bola. Setiap selesai bermain bola, sering kali anak-anak
bola kumpul di rumah opah untuk bercengkrama dan ngobrol-ngobrol masalah pertandingan
bola, hal itu membuat ibu risih dan tidak suka, sehingga ibu setiap ada anak bola ngumpul di
rumah opah selalu mengurung diri di kamar atau pergi keluar dengan temannya.
Ayah memiliki sifat dan watak yang berbeda dengan anak bola lainnya. Karena
kedekatan opah dengan ayah dan sekaligus merupkan anak didikannya, dengan demikian,
opah tau persis bagaimana sifat dan watak dari ayah. Oleh karenanya opah tidak kawatir
apabila ayah bergaul dan dekat sama ibu. Karena ayah itu dinilai baik dan bertanggung jawab
dalam bermain bola, opah jadi simpati juga sama ayah. Sehingga opah berusaha mendekatkan
ibu dengan ayah. Sedangkan ibu yang masih cuek dan biasa saja dengan anak bola
mengaggap ayah sama seperti yang lainnya. Seiring berjalannya waktu, yang di mana ibu
selalu minta tolong sama ayah untuk membantu tugasnya, mulai tertarik dan simpati kepada
ayah. Ibu mengaggap ayah berbeda dengan anak bola lainnya, sehingga mulai menumbuhkan
rasa nyaman dan suka jalan bareng. Ayah selalu menjemput ibu selepas ibu selesai kuliah di
Cut Mutia dan mengajaknya jalan-jalan ke Taman Ismail Marzuki untuk melihat pameran
lukisan. Di mata ibu ayah itu dinilai baik dan bertanggung jawab dalam bermain bola, tidak
suka menggoda cewe-cewe, tidak suka berbicara kasar dan keras dan yang paling penting
ayah itu bertanggung jawab dalam segala hal dan memiliki banyak keterampilan seperti,
bermain bola, melukis dan bisa memperbaiki alat-alat elektronik yang rusak.
Selain opah, orang tua ayah (baba dari ayah / kakek dari ayah) suka sekali menonton
pertandingan bola sehingga kedua orang tua ibu dan ayah sama-sama memiliki hobi yang
sama yakni sepak bola. Dengan demikian opah dan baba juga sama sama setuju jika mereka
saling berdekatan dan mengenal satu sama lainnya”.
Ihsan : “Ibu pernah bilang kalua ibu ga terlalu suka sama lukisan dan tugas menggambar ibu
saja dibantuin ayah, terus kenapa ibu mau diajak ayah ke pameran lukisan?”
Ibu : “Iya ibu sebenernya ga terlalu suka dalam hal menggambar, dan Ketika ibu diajak
oleh ayah ke pameran lukisan yang ada di Taman Ismail Marzuki. Tetapi karena ayah kamu
banyak banget membantu ibu dalam hal menggambar, makanya ibu mau pergi ke pameran
lukisan. Karena menghargai ayah kamu juga sudah banyak membantu ibu”.
Ihsan : “Ihsan penasaran bu, opah kan punya banyak anak ya, apakah adik-adik ibu (tante
dan om) itu suka bola atau sama kaya ibu?”
Ibu : “Beda, kalau mereka tuh suka banget sama speak bola, apalagi nonton bola, mereka
suka banget dan juga suka ikut opah ke lapangan bola liat pertandingan sepak bola. Apalagi
pas menjelang piala dunia, itulah momen yang ditunggu-tunggu sama ayah, opah dan juga
adik-adik ibu, mereka nonton bareng (nobar) piala dunia di rumah opah. Sampai-sampai
orang kampung ikut juga saking ramenya. Apalagi kalo goal, genteng rumah opah serasa mau
turun saking ramenya suara mereka. Sedangkan ibu sendiri menggurng diri di dalam kamar,
dan dengerin musik. Kadang- kadang tutup kuping, karena saking berisiknya”.
Ihsan : “Nah, sebelum ibu menikah sama ayah, apakah ayah melakukan lamaran ke ibu?”
Ibu : “Iya, waktu itu di bulan Oktober 1991, ayah resmi melamar ibu. Orang tua ayah
(kakek) datang bersama beberapa keluarga dekatnya ke rumah opah (orang tua ibu).
Sekaligus membicarakan tanggal pernikahan ayah dan ibu juga membicarakan adat apa yang
digunakan di dalam pernikahan ibu ayah. Akhirnya semua sepakat untuk menggunakan adat
tradisional Betawi, karena pernikahan diadakan di rumah opah yang kebetulan berada di
lingkungan budaya Betawi”.
Ihsan : “Kemudian setelah lamaran, tanggal berapa dan bulan apa yang ditetapkan untuk
pernikahan ibu dan ayah? Lalu Seperti apa bu, proses pernikahan ibu dan ayah, apakah ada
hambatannya?”
Ibu : “Ibu menikah dengan ayah pada bulan Desember 1991. Ibu selama satu tahun
menjalani masa perkenalan dengan ayah yang dimulai dari bulan Januari dan pada akhirnya
di bulan Desember menikah.
Hambatannya mungkin perbedaan kehidupan yang awalnya ibu tinggal Bersama opah
dan omah (Ibu dari ibu / nenek) sekarang harus tinggal Bersama orang tua ayah. Hambatan
lainnya mungkin perbedaan adat dan etnis yang di mana ayah berlatarbelakang kehidupan
Betawi sedangkan ibu berlatarbelakang kehidupan campuran antara Jawa Barat dan Sulawesi
Tengah.
Tahun-tahun pertama merupakan tahun yang terbilang sulit buat ibu, sebab harus
beradaptasi dengan kehidupan orang Betawi yang mulai dari berbicaranya dengan logat
Betawi asal ceplas-ceplos hingga pola bergaul dengan saudara-saudara ayah yang belum ibu
kenal. Tetapi ibu beruntung karena ayah selain bekerja sebagai wirausaha, ayah juga bisa
membantu ibu memcuci, menyetrika pakaian dan lain-lain (pekerjaan perempuan), yang kala
itu harus mengajar TK yang berjarak 15 di tempuh dengan motor.
Adaptasi ibu dengan keluaga ayah kamu itu terjadi dari awal nikah sampai tahun
Oktober 1992. Pada tahun tersebut ibu dikarunikan seorang anak pertama (abang pertama).
Kelahiran abang disambut sangat suka cita karena cucu pertama dari orang tua ayah dan ibu.
Sehingga ibu banyak berinteraksi dengan saudara-saudara ayah kamu dan ibu mulai terbiasa
dengan kehidupan orang Betawi”.
LAMPIRAN

Gambar 1. FOTO WAKTU MASA PENDEKATAN Gambar 3. WAWANCARA IBU

Gambar 2. FOTO WAKTU AYAH MAIN SEPAK BOLA Gambar 4. AYAH MELUKIS

You might also like