You are on page 1of 34

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Guru memiliki tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, dan


mengevaluasi peserta didik. Tugas utama tersebut akan menjadi
efektif apabila guru memiliki derajat profesionalitas tertentu yang
meliputi kompetensi yang harus dimiliki guru disertai dengan kode
etik tertentu. Menurut Undang-undang Nomor 14 tahun 2005
kompetensi yang harus dimiliki guru meliputi meliputi kompetensi
pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan
kompetensi profesional. keempat kompetensi tersebut dalam
praktiknya merupakan satu kesatuan yang utuh. Guru profesional
sudah seyogyanya mampu menguasai keempat kompetensi tersebut.

Dalam kaitannya dengan mutu pendidikan, kompetensi guru


memiliki hubungan yang positif. Semakin guru menguasai kompetensi
minimal yang harus dimilikinya maka mutu pendidikan di Indonesia
juga akan meningkat. Banyak guru-guru dalam bidang skill
(kemampuan mengajar) masih kurang, kurangnya pengembangan dan
peningkatan organisasi serta kurangnya pengembangan dan
peningkatan keperibadian (motivasi berprestasi). Padahal peran guru
demikian penting dalam peningkatan mutu pendidikan.

Secara kuantitatif jumlah tenaga guru telah cukup memadai, tetapi


mutu serta profesionalismenya belum sesuai dengan harapan. Guru
bukan hanya sekedar profesi. Guru bukan hanya mengajarkan materi
dan memberikan penilaian. Dalam proses penyampaian materi itu
sendiri memerlukan teknik dan seni sebagai hasil dari perpaduan
kompetensi yamg dimiliki oleh guru. Sehingga guru menjadi lebih
kreatif dalam mengembangkan pembelajaran. Peningkatan kompetensi
guru dalam rangka pengembangan profesi guru dinilai sangat

1
berpengaruh terhadap hasil belajar peserta didik dan lebih luas lagi
meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia. Maka dalam makalah
ini, penulis tertarik untuk membahas tentang guru berkaitan
denganpengembangan profesi guru.

B. RumusanMasalah
1. Apa yang dimaksud dengan pengembangan profesi keguruan?
2. Bagaimana sikap professional seorang guru?
3. Bagaimana pengembangan profesi keguruan?
C. Tujuan

Penulis menyusun makalah “Pengembangan Profesi Keguruan” dalam


rangka memenuhi tugas kelompok mata kuliah Etika Profesi Keguruan dan
antara lain bertujuan agar dapat:

1. Menjelaskan pengertian pengembangan profesi keguruan.


2. Menjelaskan sikap professional guru.
3. Menjelaskan pengembangan profesi guru.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Pengembangan Profesi Keguruan

Sebelum menguraikan definisi Pengembangan profesi keguruan,


terlebih dahulu kita mengetahui apa sebenarnya definisi dari ketiga
kata tersebut. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)
Pengembangan bisa diartikan dengan proses atau perbuatan
mengembangkan. Sedangkan menurut UU no 18 tahun 2002,
Pengembangan adalah kegiatan ilmu pengetahuan dan teknologi yang
bertujuan memanfaatkan kaidah dan teori ilmu pengetahuan yang
telah terbukti kebenarannya untuk meningkatkan fungsi, manfaat, dan
aplikasi ilmu pengetahuan dan teknologi yang telah ada, atau
menghasilkan teknologi baru.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, profesi bisa diartikan


dengan bidang pekerjaan yang dilandasi pendidikan keahlian
keterampilan, kejuruan, tertentu. Selain istilah profesi kita mengenal
istilah profesional, profesionalisme, dan profesionalisasi. Ketiga
istilah tersebut memiliki definisi masing-masing. Sudarwan
Danim(2011:103) membedakan ketiga istilah tersebut sebagai
berikut : Profesional merujuk pada dua hal yaitu orang yang
menyandang suatu profesi dan kinerja dalam melakukan pekerjaan
yang sesuai denga profesinya. Profesionalisme dapat diartikan sebagai
komitmen para anggota suatu profesi untuk meningkatkan
kemampuan profesionalnya dan terus menerus mengembangkan
strategi yang digunakannya dalam melakukan pekerjaan sesuai dengan
profesinya itu. Sedangkan profesionalisasi merupakan proses
peningkatan kualifikasi atau kemampuan para anggota penyandang
suatu profesi untuk mencapai kriteria standar ideal dari penampilan
atau perbuatan yang diinginkan oleh profesinya itu.

3
Keguruan sendiri dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia bisa
diartikan perihal (yang menyangkut) pengajaran, pendidikan, dan
metode pengajaran. Dalam UU Nomor 14 tahun 2005 tentang guru
dan dosen, Profesi keguruan adalah pendidikan profesional dengan
tugas utama mendidik, mengajar, melatih, menilai dan mengevaluasi
peserta didik pada usia dini, jalur pendidikan formal, pendidikan dasar
dan pendidikan menengah.

Joan Dean mengemukakan bahwa, pengembangan profesionalitas


guru (professional development teacher) dimaknai sebagai a process
wherebyteacher become more professional, yakni suatu proses yang
dilakukan untuk menjadikan guru dapat tampil secara lebih
profesional. “ (Pahrudin, 2015)”

Dengan kata lain dapat diartikan bahwa, pengembangan profesi


guru didefinisikan sebagai upaya yang dilakukan untuk meningkatkan
taraf atau derajat profesi seorang guru yang menyangkut kemampuan
guru, baik penguasaan materi ajar atau penguasaan metodologi
pengajaran, serta sikap keprofesionalan guru menyangkut motivasi
dan komitmen guru dalam menjalankan tugas sebagai guru.

Pengembangan dan peningkatan profesi guru juga dilakukan dalam


rangka menjaga agar kompetensi keprofesiannya tetap sesuai dengan
perkembangan zaman yang semakin modern. Pembinaan dan
pengembangan profesi guru meliputi pembinaan kompetensi
pedagogik, kepribadian, profesional, dan sosial. Sedangkan
pembinaan dan pengembangan karier meliputi penugasan, kenaikan
pangkat, dan promosi. Keduanya disesuaikan dengan jabatan
fungsional masing-masing.

Secara umum, kegiatan pengembanagan profesi guru dimaksudkan


untuk merangsang, memelihara, dan meningkatkan kompetensi guru
dalam memecahkan masalah pendidkan dan pembelajaran yang

4
berdampak pada peningkatan mutu belajar siswa yang selanjutnya
meningkatkan mutu pendidikan.

B. Sikap Profesionalitas
a. Konsep sikap profesionalitas

Menurut para ahli, profesionalisme menekankan kepada


penguasaan ilmu pengetahuan atau kemampuan manajemen beserta
strategi penerapannya Profesional juga bisa diartikan sebagai
pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi
sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran
atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu
serta memerlukan pendidikan profesi (UU Nomor 14 Tahun 2005
tentang Guru dan Dosen ).

Jadi Guru profesional adalah guru yang menyadari bahwa dirinya


adalah pribadi yang dipanggil untuk mendampingi peserta didik dalam
belajar. Sehingga guru secara terus-menerus perlu mengembangkan
pengetahuannya tentang bagaimana seharusnya peserta didik itu
belajar. Perwujudannya, jika terjadi kegagalan pada peserta didik,
guru terpanggil untuk menemukan akar penyebabnya dan mencari
solusi bersama peserta didik, bukan mendiamkannya atau malahan
menyalahkannya.

Sikap yang harus senantiasa dipupuk adalah kesediaan untuk


mengenali diri dan kehendak untuk memurnikan keguruannya serta
mau belajar dengan meluangkan waktu untuk menjadi guru. Seorang
guru yang tidak bersedia belajar, tidak mungkin kerasan dan bangga
menjadi guru. Kerasan dan kebanggan atas keguruannya adalah
langkah untuk menjadi guru yang profesional Kunandar.

Guru profesional adalah guru yang melaksanakan tugas keguruan


dengan kemampuan tinggi (profesiensi) sebagai sumber kehidupan.
Dalam menjalankan kewenangan profesionalnya, guru dituntut

5
memiliki keanekaragaman kecakapan (competencies) psikologis yang
meliputi :

1) Kompetensi kognitif (kecakapan ranah cipta)


2) Kompetensi afektif (kecakapan ranah rasa)
3) Kecakapan psikomotor (kecakapan ranah karsa).

Menurut Suryadi dalam Suwarna (2004) ( Mustofa,2007), predikat


guru profesional dapat dicapai dengan memiliki empat karakteristik
profesional, yaitu:

a. Kemampuan profesional (professional capacity), yaitu kemampuan


intelegensi sikap, nilai, dan keterampilan serta prestasi dalam
pekerjaannya. Secara sederhana, guru harus menguasai materi yang
diajarkan.
b. Kompetensi upaya profesional (professional effort), yaitu kompetensi
untuk membelajarkan siswanya.
c. Profesional dalam pengelolaan waktu (time devotion).

b. Ciri-ciri Guru Profesional

GPM memiliki ciri-ciri sebagai professional sungguhan. Ciri-ciri


itu terefleksi dari perilaku kesehariannya sebagai GPM. Hasil study
beberapa ahli mengenai sifat-sifat atau karakteristik profesi, yang
secara taat asas dimiliki dan dijunjung tinggi oleh GPM, yang
menghasilkan kesimpulan sebagai berikut:

1. Kemampuan intelektual yang diperoleh melalui pendidikan.


2. Memiliki pengetahuan spesialisasi.
3. Menjadi anggota organisasi profesi.
4. Memiliki pengetahuan praktis yang dapat digunakan langsung
oleh orang lain atau klien.
5. Memiliki teknik kerja yang dapat dikomunikasikan atau
communicable.

6
c. Prinsip Profesional

Profesi guru menurut Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005


tentang Guru dan Dosen harus memiliki prinsip-prinsip profesional
seperti tercantum pada pasal 5 ayat 1, yaitu: ”Profesi guru dan dosen
merupakan bidang pekerjaan khusus yang memerlukan prinsip-prinsip
profesional sebagai berikut:

1. Memiliki bakat, minat, panggilan jiwa dan idealism.


2. Memiliki kualifikasi pendidikan dan latar belakang pendidikan
sesuai dengan bidang tugasnya.
3. Memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang
tugasnya.
4. Mematuhi kode etik profesi.
5. Memiliki hak dan kewajiban dalam melaksanakan tugas.
6. Memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan
prestasi kerjanya.
7. Memiliki kesempatan untuk mengembangkan
profesinya secara berkelanjutan.
8. Memperoleh perlindungan hukum dalam melaksanakan
tugas profesionalnya.Memiliki organisasi profesi yang
berbadan hukum.
d. Faktor-Faktor Penyebab Rendahnya Profesionalisme Guru

faktor-faktor yang menyebabkan rendahnya profesionalisme guru


antara lain:

1) Masih banyak guru yang tidak menekuni profesinya secara utuh.Hal


ini disebabkan oleh banyak guru yang bekerja diluar jam kerjanya
untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari sehingga waktu untuk
membaca dan menulis untuk meningkatkan diri tidak ada;
2) Kemungkinan disebabkan oleh adanya perguruan tinggi swasta
sebagai pencetak guru yang lulusannya asal jadi tanpa

7
mempehitungkan outputnya kelak di lapangan sehingga
menyebabkan banyak guru yang tidak patuh terhadap etika profesi
keguruan;
3) Kurangnya motivasi guru dalam meningkatkan kualitas diri karena
guru tidak dituntut untuk meneliti sebagaimana yang diberlakukan
pada dosen di perguruan tinggi.
C. Pengembangan Profesi Guru
a. strategi pengembangan Profesi Guru

Mengembangkan profesi guru bukan sesuatu yang mudah, maka


diperlukan strategi yang tepat dalam upaya menciptakan iklim
kondusif bagi pengembangan profesi guru. Situasi kondusif ini jelas
amat diperlukan oleh tenaga pendidik untuk dapat mengembangkan
diri sendiri ke arah profesionalisme guru. Dalam jurnal ekonomi dan
pendidikan yang ditulis Mustofa dijelaskan beberapa strategi yang
bisa dilakukan untuk menciptakan situasi yang kondusif bagi
pengembangan profesi guru, yaitu:

1) Strategi perubahan paradigma

Strategi ini dimulai dengan mengubah paradigma birokasi agar


menjadimampu mengembangkan diri sendiri sebagai institusi yang
berorientasipelayanan, bukan dilayani. Strategi perubahan paradigma
dapat dilakukan melalui pembinaan guna menumbuhkan penyadaran
akan peran dan fungsi birokrasi dalam kontek pelayanan masyarakat.

2) Strategi debirokratisasi

Strategi ini dimaksudkan untuk mengurangi tingkatan birokrasi


yang dapatmenghambat pada pengembangan diri guru. Strategi
tersebut memerlukan metode operasional agar dapat dilaksanakan.
Sementara strategi debirokratisasi dapat dilakukan dengan cara
mengurangi dan menyederhanakan berbagai prosedur yang dapat

8
menjadi hambatan bagi pengembangan diri guru serta menyulitkan
pelayanan bagi masyarakat.

Untuk melakukan profesionalisasi ada tiga pengembangan yang


ditawarkan oleh R.D. Lansbury (Pahrudin, 2015) yang dapat dijadikan
sebagai kerangka dalam merumuskan strategi pengembangan yakni :

 Pendekatan karakteristik, berupaya memunculkan karakter yang


melekat dalam suatu profesi, sehingga profesi itu benar-benar
dijalankan sesuai dengan tuntunan profesional.
 Pendekatan institusional, pendektan yang lebih memandang
profesionalitas sebagai suatu proses konstitusional atau
perkembangan asosional
 Pendekatan legalistik, merupakan upaya profesionalisasi yang
menekankan pada adanya pengakuan suatu profesi oleh negara.

Di lihat dari konteks manajemen makro dalam sistem pendidikan


nasional, Tilaar (Pahrudin, 2015) menawarkan langkah-langkah yang
disebut dengan strategi pengembangan profesionalitas guru yaitu:

a) Mengupayakan terjadinya peningkatan status profesi guru agar dapat


sejajar dengan profesi lain.
b) Pengembangan profesionalitas guru harus lebih berorientasi pada
peningkatan kualitas, bukan kuantitas. Dalam hal ini maka dperlukan
SDM maupun finansial.
c) Profesionalitas guru membutuhkan upaya pendataan kembali terhadap
guru agar mereka dapat dikembangkan.

b. Prinsip pengembangan Profesi Guru

Sudarwan Danim menyebutkan ada dua prinsip pengembangan


profesi guru yaitu prinsip umum dan khusus. Prinsip umum
pengembangan profesi guru adalah sebagai berikut:

9
 Demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan
menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai
kultural , dan kemajemukan bangsa.
 Satukesatuan yang sitematis dengan sistem yang terbuka dan
multimakna.
 Suatu proses pembudayaan dan pemberdayaan guru yang
berlangsung sepanjang hayat.
 Memberi keteladanan, membangun kemauan, dan
mengembangkan kreativitas guru dalam proses pembelajaran.

c. Jenis-jenis Kegiatan Pengembangan Profesi Guru


1. Pendidikan dan Pelatihan
a. In-House Training (IHT)

Pelatihan dalam bentuk IHT adalah pelatihan yang dilaksanakan


secara internal di kelompok kerja guru, sekolah, atau tempat lain yang
ditetapkan untuk menyelenggarakan pelatihan.

b. Program magang

Program magang ini diperuntukkan bagi guru dan dapat dilakukan


selama periode tertentu misalnya, magang di sekolah. Program
magang ini dipilih dengan alasan bahwa keterampilan tertentu yang
memerlukan pengalaman nyata.

c. Kemitraan sekolah

Pelatihan melalui kemitraan sekolah dapat dilaksanakan antara sekolah yang baik
dan sekolah yang kurang baik, antara sekolah negeri atau sekolah swasta.
Pembinaan lewat mitra sekolah diperlukan dengan alasan bahwa agar terjadi
transfer nilai-nilai kebaikan dari beberapa keunikan dan kelebihan yang dimiliki
mitra kepada mitra lain.

Misalnya dalam bidang manajemen sekolah

10
d. Belajar jarak jauh

Pelatihan melalui belajar jarakjauh dapat dilaksanakan tanpa menghadirkan


instruktur dan peserta pelatihan dalam satu tempat tertentu, melainkan dengan
sistem pelatihan internet dan sejenisnya. Pelatihan jarak jauh dilakukan dengan
pertimbangan bahwa tidak semua guru terutama di daerah terpencil dapat
mengikuti pelatihan di tempat-tempat pembinaan yang ditunjuk seperti di ibu kota
kabupaten atau provinsi.

e. Pelatihan berjenjang dan khusus

Pelatihan jenis ini dilaksanakan di lembaga-lembaga pelatihan yang diberi


wewenang, dimana program disusun secara berjenjang mulai

dari jenjang dasar, menengah, lanjut, dan tinggi. Jenjang pelatihan disusun
berdasarkan tingkat kesulitan dan jenis kompetensi. Sedangkan pelatihan khusus
(spesialisasi) disediakan berdasarkan kebutuhan khusus atau disebabkan adanya
perkembangan baru dalam keilmuan tertentu.

f. Kursus singkat di perguruan tinggi atau lembaga pendidikan lainnya.


Kursus singkat dimaksudkan untuk melatih meningkatkan kemampuan guru
dalam beberapa kemampuan seperti kemampuan melakukan penilitian tindakan
kelas, menyusun karya ilmiah, merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi
pembelajaran.

g. Pembinaan internal oleh sekolah

Pembinaan internal ini dilaksanakan oleh kepala sekolah dan guru- guru yang
memiliki kewenangan membina, melalui rapat dinas, rotasi tugas mengajar,
pemberian tugas-tugas internal tambahan, dan diskusi dengan rekan sejawat.

h. Pendidikan lanjut

11
Pembinaan guru melalui pendidikan lanjut juga merupakan alternatif bagi
peningkatan kualifikasi dan kompetensi guru. Pengikutsertaan guru dalam
pendidikan lanjut ini dapat dilaksanakan dengan memberikan tugas belajar baik
dalam maupun luar negeri bagi guru yang berprestasi. Pelaksanaan pendidikan
lanjut ini akan menghasilkan guru-guru pembina yang dapat membantu guru-guru
lain dalam upaya pengembangan profesi.

2. Non-pendidikan dan pelatihan

a. Diskusi masalah pendidikan

Diskusi ini diselenggarakan secara berkala dengan topik diskusi sesuai dengan
masalah yang dialamai sekolah. melalui diskusi berkala diharapkan para guru
dapat memecahkan masalah yang dihadapi

berkaitan dengan proses pembelajaran di sekolah ataupun masalah peningkatan


kompetensi dan pengembangan kariernya.

b. Seminar

Pengikutsertaan guru dalam kegiatan seminar dan pembinaan publikasi ilmiah


juga dapat menjadi model pembinaan berkelanjutan bagi peningkatan keprofesian
guru. Kegiatan ini memberikan peluang kepada guru untuk berinteraksi secara
ilmiah dengan kolega seprofesinya berkaitan dengan hal-hal terkini dalam upaya
peningkatan kualitas pendidikan.

c. Workshop

kegiatan ini dilakukan untuk menghasilkan produk yamng bermanfaat bagi


pembelajaran, peningkatan kompetensi mauapun pengembangan kariernya.

12
Workshop dapat dilakukan,misalnya dalam kegiatan menyusun KTSP, analisis
kurikulum, pengembangan silabus, sertapenulisan rencana pembelajaran.

d. Penelitian

Penelitian dapat dilakukan guru dalam bentuk penelitian tindakan kelas, penelitian
eksperimen, ataupun jenis lain dalam rangka peningkatan mutu pembelajaran.

e. Penulisan buku/ bahan ajar.

Bahan ajar yang ditulis guru dapat berbentuk diktat, buku pelajaran, ataupun buku
dalam bidang pendidikan.

f. Pembuatan media pembelajaran.

Media pembelajaran yang dibuat guru dapat berbentuk alat peraga, alat praktikum
sederhana, maupun bahan ajar elektronik atau animasi pembelajaran.

g. Pembuatan karya teknologi/ karya seni.

Karya teknologi/seni yang dibuat guru dapat berupa karya yang bermanfaat untuk
masyarakat atau kegiatan pendidikan serta karya seni yang memiliki nilai estetika
yang diakui oleh masyarakat.

Selain kegiatan-kegiatan pengembangan profesi yang dikemukakan Sudarwan


Danim, terdapat berbagai model pengembangan profesi guru yang dikemukakan
oleh para ahli, antara lain :

Menurut Richard dan Lockhart (2000) (Sobri, 2016) terdapat beberapa model
pengembangan profesional guru, meliputi:

1) Keikutsertaan dalam konferensi (conference participation),

13
2) Workshop dan seminar (workshops and in service seminars),

3) Kelompok membaca (reading groups),

4) Pengamatan kolega (peer observation),

5) Penulisan jurnal/catatan harian guru (writing teaching diaries/journals),

6) Kerjaproyek (project work),

7) Penelitian tindakan kelas (classroom action research),

8) Portofolio mengajar (teaching portfolio),

9) Mentoring (mentoring).

Sedangkan menurut Kennedy (2005) (Sobri, 2016) menyatakan ada sembilan


model pengembangan profesionalisme guru, yaitu:

a. Training model,

b. Award-bearing model,

c. Deficit model,

d. Cascade model,

e. Standards-based model,

f. Coaching/mentoring model,

g. Community of practice model,

h. Action research model,

i. Transformative model. Masing-masing mempunyai karakteristik yang


disesuaikan dengan kebutuhan guru.

14
Ditjen Dikdasmen Kementerian PendidikanNasional menyebutkanbeberapa
alternatif program pengembanganprofesional guru, yaitu:

a) Program peningkatan kualifikasi guru atau program studi lanjut,

b) Program penyetaraan dan sertifikasi,

c) Program pelatihan terintegrasi berbasis kompetensi,

d) Program supervisi pendidikan,

e) Program pemberdayaan MGMP,

f) Simposium guru,

g) Program tradisional lainnya, misalnya CTL, PTK, penulisan karya ilmiah,

h) Membaca dan menulis jurnal atau karya ilmiah,

i) Berpartisipasi dalam pertemuan ilmiah,

j) Melakukan penelitian,

k) Magang,

l) Mengikuti berita aktual dari media pemberitaan,

m) Berpartisipasi dan aktif dalam organisasi profesi,

n) Menggalang kerjasama dengan teman sejawat.

Diaz dan Maggioli (2003) (Sobri, 2016) menambahkan enam model atau
pendekatan, yaitu:

a) Rancangan konferensi (conference plan),

b) Pemantauan kolega (peer coaching),

c) Penelitian tindakan kelas (classroom action research),

d) Kelompok belajar kolaboratif (collaborative study groups)

15
e) Rencana pengembangan pribadi (individual development plan), dan

f) Jurnal percakapan (dialog journals).

Selanjutnya Castetter (Sobri, 2016) juga menyampaikan lima model


pengembangan profesional guru, yaitu:

a) Pengembangan guru yang dipandu secara individual (individual guided


staff development),

b) Observasi atau penilaian (observation/assessment),

c) Keterlibatan dalam proses pengembangan/ peningkatan,

d) Pelatihan (training), dan

e) Pemeriksaan (inquiry).

Berbagai model profesionalisme guru yang dikemukakan oleh para ahli ternyata
memiliki banyak persamaan. Ahmad Yusuf Sobri menjelaskan dalam jurnalnya
pada Konvensi Nasional Pendidikan Indonesia (KONASPI) VIII Tahun 2016
beberapa implementasi model- model profesionalisme guru sehingga
memungkinkan guru dapat memilih model tersebut sesuai dengan kebutuhannya
masing-masing :

1. Program peningkatan kualifikasi pendidikan guru

Program ini ditujukan bagi guru yang belum memiliki kualifikasi pendidikan
minimal sarjana untuk mengikuti pendidikan sarjana bahkanmagister pendidikan
keguruan dalam bentuk tugasbelajar. Namun saat ini, sangat jarang
guruberkualifikasi di bawah sarjana.

2. Program penyetaraan dan sertifikasi

16
Program penyetaraan diberikan kepada guru yang latar belakangpendidikannya
tidak sesuai dengan tugas mengajarnya atau bukan dari program pendidikan
keguruan. Sedangkan program sertifikasi ditujukan kepada guru yang telah
memenuhi syarat (misalnya, minimal telah mengajar lima tahun, lulus UKG) agar
mereka dapat menjalankan tugasnya dengan baik dan jugamemperoleh
kesejahteraan.

3. Program pelatihan terintegrasi berbasis kompetensi

Program pelatihan ini diberikan kepada guru agar tercapai kompetensi yang
diinginkan sehingga materi pelatihan mengacu kepada bahan- bahan yang
menunjang kompetensi yang akan dicapai.

4. Program supervisiPendidikan

Program ini ditujukan untuk memberikanbantuan kepada guru dalam


menyelesaikan persoalanpembelajaran yang dihadapi guru di kelas dan
jugapersoalan yang terkait dengan pendidikan secaraumum.

5. Program pemberdayaan KKG dan MGMP

KKG adalah wadah kegiatan profesional guru, biasanya untuk guru SD (guru
kelas), sedangkan MGMP untuk guru SMP dan SMA sesuai dengan bidang studi
masing-masing guru. Dengan adanya wadah ini, guru dapat saling memberi
masukan tentang materi pembelajaran yang diajarkan dan dapat mencari alternatif
pemecahan terhadap persoalan- persoalan pembelajaran yang dihadapi di dalam
kelas.

6. Simposium guru

17
Simposium merupakan media guru untuk saling bertukar pikiran dan pengalaman
tentang proses pembelajaran dan ajang untuk kompetisi ajang kreativitas diantara
guru.

7. Program pelatihan tradisional lainnya

Program pelatihan yang ditujukan kepada guru dengan hanya membahas


persoalan aktual dan penting sehingga guru tidak ketinggalan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi, misalnya pembelajaran kontektual, Kurikulum 2013,
blended learning, danpenelitian tindakan kelas.

8. Membaca dan menulis jurnal atau karya ilmiah

Salah satu kelemahan guru adalah kurangnya membaca dan menulis karya ilmiah
sehingga karir guru sedikit terhambat karena mereka kekurangan karya ilmiah.
Untuk itu gugus sekolah perlu memprogram pelatihan penulisan karya ilmiahbagi
guru sehingga mereka produktif

dalam berkarya,serta perlu adanya pendampingan dari pihak kepalasekolah dan


pengawas pendidikan.

9. Berpartisipasi dalam pertemuan ilmiah

Pertemuan ilmiah ditujukan kepada guru untuk memberikanpengetahuan mutakhir


tentang pendidikan dan pembelajaran. Pemberian informasi tersebut bertujuan
untuk meningkatkan aspek kompetensi dan profesional guru dalam proses
pembelajaran.

10. Melakukan penelitian tindakan kelas (PTK)

Penelitian ini sangat dianjurkan kepada guru supaya guru dapat merefleksikan
program pembelajaran yang telah dilaksanakan di dalam kelasnya sehingga guru
selalu dapat memperbaiki performansi mengajarnya. Namun, karena tugas

18
mengajar yang banyak menyebabkan guru jarang melakukan PTK selain juga
disebabkan kemauan dan kemampuan mereka menulis karya ilmiah. Oleh karena
itu perlu adanya pendampingan dari kepalasekolah dan pengawas sekolah agar
guru menjadi produktif dalam melakukan PTK.

11. Magang

Kegiatan ini biasanya ditujukan kepada guru pemula. Guru pemula melakukan
magang di dalam kelas dengan bimbingan guru senior sesuai dengan bidang
studinya. Kegiatan magang biasanya meliputi: pengelolaan pembelajaran dan
pengelolaan kelas dengan tujuan agar guru pemula tersebut dapat mengikuti jejak
guru senior yang profesional.

12. Mengikuti berita aktual dari media pemberitaan

Pengetahuan dan pemahaman guru tidak hanya terpacu dengan materi


pembelajaran di buku, tetapi juga perlu pengetahuan yang lebih luas melalui
media cetak dan eletronik, dan bahkan guru diharapkan dapat mengikuti
pemberitaan melalui internet. Guru profesional akan selalu

mengikuti perkembangan pengetahuan dari berbagai sumber media yang tersedia.

13. Berpartisipasi dan aktif dalam organisasi profesi

Organisasi profesi memberikan keuntungan yang besar kepada guru (PGRI) untuk
mengembangkan profesionalitasnyadengan membangun sesama komunitas
pembelajaran.

14. Menggalang kerjasama dengan teman sejawat

Kerjasama yang erat diantara sejawat guru dapat memberikan peluang


pengembangan profesionalnya melalui kegiatan ilmiah dan kegiatan lainnya
sehingga profesionalisme guru meningkat.

19
15. Pengembangan guru yang dipandu secara individual

Program ini bertujuan agar guru dapat menilai kebutuhan belajar mereka sendiri,
mampu belajar aktif serta mengarahkan diri mereka sendiri. Oleh karena itu,
kepala sekolah dan pengawas sekolah seyogyanya memotivasi guru saat
menyeleksi tujuan belajar berdasarkan penilaian personal kebutuhan mereka.

16. Observasi dan Penilaian

Kegiatan ini ditujukan kepada guru agar mereka dapat mengamati dan menilai
program pembelajaran yang dilakukansehingga guru memiliki data yang akurat
tentang pembelajarannya untuk kemudian mereka dapat melakukan refleksi dan
analisis terhadap peningkatan proses pembelajaran di kelasnya.

17. Pemberian penghargaan

Agar guru giat menjalankan profesinya, maka diperlukanpenghargaan terhadap


prestasi yang telah ditorehkan,dan bahkan penghargaan perlu juga diberikan
kepadaguru tidak tetap sehingga tidak perbedaan perlakukandiantara guru.

18. Model defisit

Kepala sekolah dan pengawas sekolah seharusnya mengatasidefisit atau


kekurangan dalam kinerja guru yang dikarenakan kelemahan guru secara
individual dalam menjalankan tugas profesinya. Untuk itu, pemimpin sekolah
perlu menerapkan manajemen kinerja terhadap guru sehingga apabila guru
mengalami kesulitan dalam menjalankan tugasnya dapat dibantuoleh kepala
sekolah dan pengawas sekolah secara individual.

19. Model cascade atau desiminasi

Karena keterbatasan sumberdaya di sekolah, guru secara individual dikirim untuk


mengikuti pelatihan. Setelah selesai mengikuti pelatihan, guru tersebut

20
menyebarkan informasikepada rekan-rekannya agar mereka juga
memperolehpengetahuan yang sama.

20. Model berbasis standar

Model pengembangan ini menitikberatkan kepada standar-standar yang harus


dipenuhi dalam mengadakan pengembangan profesional guru. Model ini kurang
diminati karena lebih menitikberatkan pada standar-standar yang harus dipenuhi
bukan kepada kompetensi apa yang harus dimiliki guru sehingga pengelolaan
program pengembangan profesional guru bersifat seragam tidak berdasarkan
kebutuhan.

21. Model mentoring

Model pengembangan ini melibatkan dua guru (guru pemula dan berpengalaman)
dan mengandung unsur konseling dan profesional. Guru yang berpengalaman
memberikan pelatihan kepada guru pemula agar guru pemula dapat
meningkatkanprofesionalnya. Ada pula yang menyatakan model iniadalah model
supervisi klinis kepada guru pemula.

D. Implementasi Program Pengembangan Profesi Guru di Indonesia

a. Implementasi Secara Umum Program Sertifikasi Guru Di Indonesia

Dunia pendidikan erat kaitannya dengan proses transfer ilmu pengetahuan dan
nilai-nilai karakter. Dimana pelaku utamanya adalah guu. Guru menjadi poros
utama yang menentukan kualitas peserta didiknya dan lebih jauh lagi
mempengaruhi mutu pendidikan. Jabatan guru sebagai profesi bermula setelah
dikeluarkannya Undang-Undang No 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen
(UUGD) yang disahkan oleh DPR. Sesuai dengan amanat Undang - Undang No

21
14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen yang ditindaklanjuti dengan Peraturan
Pemerintah No 74 tahun 2008 tentang Guru dan Peraturan Menteri pendidikan
Nasional No

18 Tahun 2007 tentang Sertifikasi Guru dalam Jabatan menyebabkan perlu adanya
penyelenggaraan sertifikasi profesi guru melalui penilaian portofolio atau melalui
pendidikan profesi yang diselenggarakan oleh Lembaga Pendidik dan Tenaga
Kependidikan yang selanjutnya disebut LPTK.

LPTK merupakan Perguruan Tinggi yang ditunjuk untuk pelaksanaan proses


sertifikasi (Permendikbud No.62 Tahun 2013). LPTK yang dipilih merupakan
perguruan tinggi yang terakreditasi dan ditetapkan oleh pemerintah. Sertifikasi
guru sebagai upaya peningkatan mutu guru yang diikuti dengan peningkatan
kesejahteraan guru, diharapkan dapat meningkatkan mutu pembelajaran dan
meningkatkan mutu layanan bimbingan dan konseling yang pada akhirnya
meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia secara berkelanjutan. Bagi peserta
sertifikasi yang belum dinyatakan lulus, LPTK Rayon merekomendasikan
alternatif untuk melakukan kegiatan mandiri untuk melengkapi kekurangan
dokumen portofolio atau mengikuti Pendidikan dan Pelatihan Profesi Guru
(Diklat Profesi Guru atau PLPG) yang diakhiri dengan ujian.

PLPG diakhiri dengan uji kompetensi guru (UKG) yang dilakukan oleh LPTK
Penyelenggara Sertifikasi Guru dengan mengacu pada rambu- rambu Ujian PLPG.
Uji kompetensi meliputi uji tulis dan uji kinerja (praktik pembelajaran).

PLPG sangat diperlukan dalam meningkatkan dan mengembangkan sumber daya


manusia dalam suatu lembaga pendidikan. PLPG juga penting untuk membantu
meningkatkan kemampuan sumber daya manusia dengan lebih baik. Selain itu
PLPG akan membawa keuntungan bagi lembaga pendidikan, sehingga akan

22
tercipta tenaga- tenaga pendidik yang profesional serta berkompetensi pada
bidangnya masing-masing.

Berdasarkan rambu-rambu pelaksanaan pendidikan dan latihan profesi guru


adapun penyelenggaraan PLPG dilakukan berdasarkan proses baku sebagai
berikut:

1. PLPG dilaksanakan oleh LPTK penyelenggara sertifikasi guru dalam


jabatan yang telah ditetapkan pemerintah.

2. PLPG diselenggarakan selama minimal 9 hari dan bobot 90 jam pertemuan


(JP), dengan alokasi 30 JP teori dan 60 JP praktik. Satu JP setara dengan 50 menit.

3. Pelaksanaan PLPG bertempat di LPTK atau di kabupaten/kota dengan


memperhatikan kelayakannya (representatif dan kondusif) untuk proses
pembelajaran.

4. Rombongan belajar (rombel) PLPG diupayakan satu bidang keahlian/mata


pelajaran. Dalam kondisi tertentu yang tidak memungkinkan (dari segi jumlah)
rombel dapat dilakukan berdasarkan rumpun bidang studi/mata pelajaran.

5. Satu rombel maksimal 30 orang peserta, dan satu kelompok peer


teaching/peer counseling/peer supervising maksimal 10 orang peserta

dalam kondisi tertentu jumlah peserta satu rombel atau kelompok peer
teaching/peer counseling/peer supervising dapat disesuaikan.

6. Satu kelompok peer teaching/peer counseling/peer supervising difasilitasi


oleh dua orang instruktur. Dalam kondisi tertentu, peer teaching/peer
counseling/peer supervising dapat difasilitasi oleh satu orang, tetapi pada saat
ujian, instruktur harus 2 orang.

23
7. Dalam proses pembelajaran, instruktur menggunakan multi media dan
multi metode yang berbasis pembelajaran aktif, inovatif, kreatif, efektif, dan
menyenangkan (PAIKEM).

8. PLPG diawali pretest sacara tertulis (1 JP) untuk mengukur kompetensi


pedagogic dan professional awal peserta.

9. PLPG diakhiri uji kompetensi dengan mengacu pada rambu-rambu


pelaksanaan PLPG. Uji kompetensi meliputi uji tulis dan uji kinerja (praktik
pembelajaran).

10. Ujian tulis pada akhir PLPG dilaksanakan dengan pengaturan


tempat duduk yang layak dan setiap 30 peserta diawasi oleh dua orang pengawas.

11. Ujian praktik dilaksanakan dengan cara sebagai berikut:

a. Guru kelas dan guru mata pelajaran terpadu dengan kegiatan peer
teaching.

b. Guru bimbingan konseling atau konselor terpadu dengan kegiatan

peer counseling.

c. Guru yang diangkat dalam jabatan pengawas, ujian praktik terdiri atas
penyusunan rencana program kepengawasan, penyusunan laporan kepengawasan
dan ujian praktik supervisi (peer supervising).

d. Sekurang-kurangnya satu penguji pada ujian praktik harus memiliki NIA


yang relevan atau dalam kondisi tertentu serumpun dengan mata pelajarannya.

e. Ujian praktik mengajar dinilai dengan Lembar Penilaian Pelaksanaan


Pembelajaran (IPKG II), ujian praktik bimbingan konseling dinilai dengan
Lembar Penilaian Pelaksanaan Bimbingan Konseling.

24
f. Khusus untuk guru yang diangkat dalam jabatan pengawas ujian praktik
supervisi dinilai dengan lembar penilaian yang analog dengan IPKG II.

12. Penentuan kelulusan peserta PLPG dilakukan secara objektif dan


didasarkan pada rambu-rambu penilaian yang telah ditentukan.

13. Peserta yang lulus mendapat sertifikat pendidik, sedangkan yang tidak
lulus diberi kesempatan untuk mengikut ujian ulang sebanyak- banyaknya dua
kali. Ujian ulang diselesaikan pada tahun berjalan. Jika terpaksa tidak
terselesaikan, maka ujian ulang dilakukan bersamaan dengan ujian PLPG kuota
tahun berikutnya.

14. Pelaksanaan ujian diatur oleh LPTK penyelenggara sertifikasi guru dalam
jabatan dengan mengacu rambu-rambu ini.

15. Peserta yang belum lulus pada ujian ulang yang kedua diserahkan kembali
ke dinas pendidikan/kandepag kabupaten/kota untuk dibina lebih lanjut18

Adapun materi PLPG disusun dengan memperhatikan empat kompetensi guru,


yaitu ”1) pedagogik, 2) profesional, 3) kepribadian, 4) sosial.” Standarisasi
kompetensi dirinci dalam materi PLPG ditentukan oleh LPTK penyelenggara
sertifikasi dengan mengacu pada rambu-rambu yang ditetapkan oleh Dirjen Dikti
atau Ketua Konsorsium Sertifikasi Guru dan hasil need assesment. (Direktorat
Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional, Sertifikasi Guru
dalam Jabatan Tahun 2009:Rambu- rambu Pelaksanaan Pendidikan dan Pelatihan
Profesi Guru (PLPG) : 4-6)

b. Analisis Mendalam permasalahan program sertifikasi guru di Indonesia

Menjadi guru bukan merupakan bakat sejak lahir, seseorang yang akan menjadi
guru profesional harus melewati proses pendidikan, pengarahan, dan pelatihan
yang intensif terlebih dahulu. Guru sebagai pemeran utama dalam menentukan

25
kualitas pendidikan memang sudah semestinya mendapatkan sarana dalam
mengupgrade kapasitas dirinya agar menjadi guru yang berkompeten dan
profesional yang kemudian berdampak pada peningkatan kualitas peserta didik
dan lebih jauh lagi menigkatkan kualitas pendidikan di Indonesia.

Dalam rangka merealisasikan amanat Undang-Undang No 14 Tahun 2005 tentang


Guru dan Dosen (UUGD) tentang sertifikasi guru, pemerintah telah menyusun
berbagai program yang bertujuan untuk peningkatan kualitas dan juga
kesejahteraan guru. Salah satunya adalah adanya program sertifikasi guru. Namun
dalam realisasinya pelaksanaan program sertifikasi guru masih menemui banyak
permasalahan, baik dalam hal pelaksannannya maupun pencapian tujuan sesuai
dengan hasil yang diinginkan. Dalam praktiknya ternyata banyak ditemui berbagai
tindak penyelewengan baik yang nampak hingga ke publik maupun yang
terselubung oleh pihak-pihak tertentu.

Sebagaimana penelitian yang dilakukan oleh Malem Sendah Sembiring, Staf


Peneliti Puslitjaknov, balitbang Kemdiknas, melalui penelitiannya yang berjudul
“Kajian Implementasi Kebijakan Program Sertifikasi Guru” (Rohemi, 2013)
mencatat setidaknya ada empat temuan yang menunjukkan kegagalan program
sertifikasi guru di Indonesia.

Pertama, implementasi kebijakan uji kompetensi guru melalui uji portofolio


diragukan pengaruhnya terhadap peningkatan kompetensi guru dan mutu
pembelajaran. Kedua, untuk memenuhi persyaratan penilaian portofolio sejumlah
guru terkendala dengan persyaratan jumlah jam mengajar dan kualifikasi
pendidikan. Ketiga, terindikasi adanya praktek-praktek kurang terpuji alam proses
mendapatkan dokumen yang diperlukan untuk penilian

portofolio guru. Keempat, belum terlihat adanya perbedaan kompetensi akademik,


paedagogik, sosial antara guru yang bersertifikat dan belum bersertifikat (Jurnal

26
Penelitian Kebijakan Pendidikan, vol. 8 tahun ke-3, Agustus 2010) (Rohemi,
2013)

Dari hasil penelitian tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa misi sertifikasi
guru untuk meningkatkan mutu pendidikan dan menyejahterakan guru akan sulit
terwujud bila hambatan dan kecurangan-kecurangan yang sudah terjadi baik oleh
pihak pemda maupun oleh para guru itu sendiri masih tetap terpelihara. Praktik-
praktik kecurangan yang telah terindikasi beberapa tahun terakhir masih saja
terjadi. Sehingga tidak menutup kemungkinan proses sertifikasi guru akan gagal
mencapai tujuannya.

Berkaitan dengan UUGD, banyak memberikan efek positif terhadap profesi guru.
Martabat guru semakin dihargai dan dihormati, kesejahteraannya semakin
diperhatikan, terlebih lagi dengan adanya program sertifikasi guru. Sertifikasi
guru adalah proses pemberian sertifikat pendidik kepada guru dan dosen (UU No
14 Tahun 2005).

Sertifikat pendidik diberikan kepada guru yang telah memenuhi standar


profesional guru. Guru profesional merupakan syarat mutlak untuk menciptakan
sistem dan praktik pendidikan yang berkualitas. Tujuan utamanya adalah
meningkatkan profesionalitas guru sehingga kinerjanya lebih baik dan kualitas
pendidikan akan meningkat seiring dengan meningkatnya profesionalitas guru
tersebut. Sebagai konsekuensi logis dari disandangnya predikat guru profesional,
maka guru yang bersangkutan berhak untuk mendapatkan tunjangan profesi, yaitu
sejumlah uang yang besarnya sama dengan satu kali gaji pokok PNS tiap bulan.
Dengan adanya tunjangan tersebut diharapkan kesejahteraan para guru meningkat
dan yang lebih utama dan esensial adalah kualitas guru semakin baik dan
kompetensinya semakin terasah.

27
Amanat UUGD yang berkaitan dengan sertifikasi guru ini didukung secara penuh
oleh Pemerintah. Komitmen pemerintah, dalam hal ini Kementerian Pendidikan
Nasional (Kemendiknas), dalam meningkatkan profesionalitas guru di Indonesia
ini dibuktikan dengan memberikan anggaran Rp 70 triliun hingga tahun 2016
untuk membiayai peningkatan profesionalitas guru melalui sertifikasi. Sebuah
jumlah anggaran yang fantastis dan dianggap wajar yang sedang dan akan
digunakan bagi 2,7 juta guru yang saat ini ada di Indonesia.

Tujuan mulia adanya sertifikasi guru ternyata dalam tataran implementasinya


menimbulkan berbagai permasalahan. Permasalahan- permasalahan ini pada
umumnya dikeluhkan oleh para guru, antara lain: tidak transparannya penetapan
kuota guru yang disertifikasi; banyak guru yang seharusnya berhak, justru tidak
ditetapkan sebagai peserta sertifikasi; pembayaran tunjangan sertifikasi yang tidak
menentu dan selalu terlambat; kalaupun tunjangan profesi pada akhirnya
dibayarkan, tetapi terkadang jumlah bulan yang dibayarkan tidak utuh, harusnya
12 bulan misalnya, ternyata yang cair hanya 9 bulan; jarak waktu yang lumayan
agak lama antara pengumuman kelulusan dengan penerbitan SK pencairan
tunjangan profesi; khusus untuk guru agama yang merangkap guru kelas atau
kepala sekolah, namanya terkadang tercantum pada kuota sertifikasi guru di
Kemendiknas dan di Kementerian Agama (Kemenag); kinerja guru yang sudah
disertifikasi biasa- biasa saja dan tidak menunjukkan peningkatan kinerja secara
signifikan, tidak ada perubahan yang berarti, malah kinerjanya lebih rendah dari
guru yang belum disertifikasi;

Masalah yang sangat mencolok adalah adanya disharmoni. Program sertifikasi


telah menimbulkan terjadinya kesenjangan atau disharmoni antara guru-guru yang
sudah disertifikasi dengan guru-guru yang belum. Banyak guru senior di sekolah
dasar yang hanya berbekal ijazah Sekolah Pendidikan Guru (SPG) yang sudah
bertahun-tahun mengajar tetapi tidak terpanggil untuk

28
disertifikasi. Sementara guru baru bergelar sarjana (S-1) yang baru beberapa tahun
mengajar sudah dipanggil untuk sertifikasi. Setelah proses sertifikasi bergulir
celakanya tidak ada alat evaluasi atau mekanisme yang jelas dan mampu
memetakan kinerja guru sebelum dan setelah disertifikasi. Yang ada hanya
ancaman kalau kelak ada evaluasi kinerja guru yang sudah disertifikasi dan
terbukti kinerjanya rendah, maka guru yang bersangkutan akan dicabut tunjangan
profesinya. Sepertinya proses sertifikasi kurang mampu membangun etos kerja
guru tetapi justru membuat para guru haus tunjangan.

Aspek ini yang menyebabkan para guru seperti menghalalkan segala cara untuk
mencapai tujuannya. Kisah bahwa kelulusan sertifikasi diperoleh dengan curang
bukanlah dongeng belaka. Manipulasi portofolio, kelengkapan dokumen seperti
piagam, makalah dan syarat-syarat lain yang diperlukan menjadi bukti bahwa
tunjangan sertifikasi jauh lebih menggiurkan ketimbang prosesnya sendiri yang
harus disertai dengan kerja keras membangun kultur pendidikan.

c. Solusi permasalahan PLPG dan sertifikasi

Dengan memperhatikan berbagai problematika dalam realisasi sertifikasi guru,


bukan berarti sertifikasi guru ini harus ditinjau ulang dan distop pelaksanaannya.
Sertifikasi guru harus tetap berlangsung dan terus dievaluasi secara komprehensif
karena program ini merupakan amanat undang-undang. Dalam tataran
penerapannya ada beberapa aspek atau komponen yang harus dibenahi, antara lain
:

1. Pentingnya peran petugas dalam pelaksanaan program sertifikasi guru


dalam jabatan seharusnya diimbangi dengan pemenuhan jumlah sumber dayanya.
Maka dari itu perlu untuk memerhatikan jumlah staf atau pegawai yang
dibutuhkan untuk melaksanakan segala kegiatan yang berhubungan dengan
implementasi program sertifikasi guru serta sumber daya finansialnya.

29
2. Sosialisasi merupakan hal yang penting agar program sertifikasi guru
dalam jabatan dapat berjalan sesuai dengan tujuan dan harapan. Maka dari itu
seharusnya kegiatan sosialisasi ini lebih ditingkatkan lagi agar pelaksanaan
program sertifikasi guru ini berjalan sesuai dengan panduan yang telah ditetapkan
sehingga baik para pelaksana maupun peserta dapat melaksanakan tugas dan
fungsinya masing-masing dengan baik.

3. Dalam melaksanakan suatu program, kegiatan pengawasan dan


Pembuatan laporan secara kontinyu sangat dibutuhkan untuk nantinya dapat
digunakan sebagai patokan atau acuan dan sebagai bahan evaluasi. Untuk itu
seharusnya dalam memberikan laporan pelaksanaanprogram harus sesuai dengan
jadwal yang telah ditentukan agar dapat melihat perkembangan dari program
sehingga memudahkan dalam pengambilan keputusan dan tindakan selanjutnya.
(Ningrum Fauziah Yusuf, dkk. 2017)

4. Diperlukan adanya kesadaran diri khususnya bagi guru yang sudah


tersertifikasi, sudah semestinya berupaya munjukkan kinerja yang lebih baik lagi,
khususnya kinerja yang terkait dengan proses belajar mengajar sangat erat
kaitannya dengan usaha meningkatkan mutu pendidikan.

5. Keyakinan dalam diri setiap guru yang sudah maupun belum tersertifikasi
bahwa tunjangan profesi bukan tujuan utama dan bukan segala-galanya. Semangat
atau tidaknya mengajar bukan dikarenakan ada atau tidaknya tunjangan profesi.
Guru bukan merupakan mata pencaharian yang akan menjadikan kita kaya karena
guru adalah pengabdian yang berbalas pahala dan tunjangan itu hanyalah
penghargaan. Maka sudah seharusnya mindset ingin kaya dengan menjadi guru
karena berbagai tunjangan yang didapatkan harus dibuang jauh-jauh. Tanamkan
dalam diri sebuah keyakinan bahwa mendidik merupakan panggilan jiwa,
panggilan hati nurani, yang harus bersih dari motivasi duniawi.

30
BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Pengembangan profesionalitas guru didefinisikan sebagai upaya yang dilakukan


untuk meningkatkan taraf atau derajat profesi seorang guru yang menyangkut
kemampuan guru, baik penguasaan materi ajar atau penguasaan metodologi
pengajaran, serta sikap keprofesionalan guru menyangkut motivasi dan komitmen
guru dalam menjalankan tugas sebagai guru.

Guru profesional adalah guru yang menyadari bahwa dirinya adalah pribadi yang
dipanggil untuk mendampingi peserta didik untuk/dalam belajar. Sehingga,guru
secara terus-menerus perlu mengembangkan pengetahuannya tentang bagaimana
seharusnya peserta didik itu belajar. Perwujudannya, jika terjadi kegagalan pada
peserta didik, guru terpanggil untuk menemukan akar penyebabnya dan mencari
solusi bersama peserta didik, bukan mendiamkannya atau malahan
menyalahkannya. Sikap yang harus senantiasa dipupuk adalah kesediaan untuk
mengenali diri dan kehendak untuk memurnikan keguruannya serta mau belajar
dengan meluangkan waktu untuk menjadi guru.

Strategi dalam pengembanganprofesionalitas dapatdirumuskankedalam tiga level


yaitu: pertama upaya-upaya profesionalisasi yang dilakukan oleh guru secara
pribadi agar mereka dapat meningkatkan kualitas keprofesionalan, dengan atau
tanpa bantuan pihak lain. Dengan kata lain dapat dikatakan sebagai pelatihan
mandiri. Kedua, pengembangan yang dilakukan oleh manajemen lembaga melalui
berbagai kebijakan manajerial yang dilakukan. Kedua level ini dapat
diaktegorikan dalam strategi mikro pengembangan profesional guru. Sedangkan
level ketiga adalah upaya pengembangan pada level makro yang menjadi

31
tanggung jawab pemerintah dan masyarakat secara luas dalam kerangka
manajemen pendidikan nasional.

3.2 Saran

Diharapkan bagi pembaca khusunya mahasiswa jurusan kependidikan dan calon


guru serta para guru supaya lebih meningkatkan dan mengembangkan profesinya
sehingga menjadi guru yang lebih professional dan berkualitas dalam upaya
menambah wawasan dan memperkaya pengetahuan pesertadidik.

DAFTAR PUSTAKA

Alzano, Alfi. 2015.” Efektivitas Program Sertifikasi Guru Dalam Meningkatkan


Mutu Hasil Pendidikan (Studi pada SMK Negeri 2 Batusangkar)”. Skripsi.
Bandung. Program Sarjana Unpad.

Chairiah, Siti. 2010. “Efektivitas Pendidikan Dan Latihan Profesi Guru (PLPG)
Dalam Menunjang Profesionalisme Guru (Studi Kasus Pada Guru Smp
Muhammadiyah 22 Setiabudi Pamulang Tangerang – Banten).”. Skripsi Program
Studi Ki-Manajemen Pendidikan . Jakarta. Fakultas Ilmu Tarbiyah Dan Keguruan
Uin Syarif Hidayatullah

Danil, Deden. 2009. “Upaya Profesionalisme Guru Dalam Meningkatkan Prestasi


Siswa di Sekolah (Study Deskriptif Lapangan di Sekolah Madrasah Aliyah
Cilawu Garut)”. Garut: Jurnal Pendidikan Universitas Garut. Vol. 3,No. 1.

32
Danim, Sudarwan. 2011. Pengembangan Profesi Guru. Jakarta: Kencana Prenada
Media Grup.

Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional,


Sertifikasi Guru dalam Jabatan Tahun 2009:Rambu-rambu Pelaksanaan
Pendidikan dan Pelatihan Profesi Guru (PLPG).

Drajat, Manpandan Ridwan Effendi. 2014. Etika Profesi Keguruan. Bandung:


Alfabeta.

Lilies, Noorjanah. 2014. “Pengembangan Profesionalisme Guru Melalui Penulisan


Karya Tulis Ilmiah Bagi Guru Profesional di SMA NEGERI 1 KAUMAN
KABUPATEN TULUNGAGUNG”. Tulungagung: Jurnal Humanity. Vol. 10,No.
1.

Mustofa. 2007. “Upaya Pengembangan Profesionalisme Guru


di Indonesia”.

Yogyakarta: Jurnal Ekonomi dan Pendidikan. Vol. 4,No. 1.

Pahrudin. 2015. “Peningkatan Kinerja dan Pengembangan Profesionalitas Guru


Sebagai Upaya Peningkatan Mutu Pendidikan di Indonesia”. Surakarta: Prosiding
Seminar Nasional Pendidikan Ekonomi dan Bisnis.

Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Republik Indonesia. Nomor 62


Tahun 2013 Tentang Sertifikasi Guru Dalam Jabatan Dalam Rangka Penataan
Dan Pemerataan Guru.

Rohemi. 2013. “Sertifikasi Guru dan Problematikannya”. Semarang: Seminar


Nasional Evaluasi Pendidikan.

Sobri, Ahmad Yusuf.2016. “Model-Model Pengembangan Profesionalisme


Guru”.

33
Konvensi Nasional Pendidikan Indonesia (KONASPI) VIII. Malang.

Syahrul. 2009. ”Pengembangan Profesi dan Kompetensi Guru Berbasis Moral dan
Kultur”. Malang: Jurnal MEDTEK. Vol. 1,No. 1.

Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen sebagai Tenaga
Profesi.

Yusuf, Ningrum Fauziah; Herijanto Bekti; Dedi Sukarno. 2017. “Implementasi


Program Sertifikasi Guru Dalam Jabatan (Studi Pada Madrasah Aliyah Negeri
Ciparay Kabupaten Bandung)”. Bandung: Jurnal Administrasi Negara.Volume 2
No 1.

34

You might also like