You are on page 1of 24

KINERJA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA

YOGYAKARTA NOMOR 38 TAHUN 2020 TENTANG RENCANA AKSI


DAERAH PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK TAHUN 2020
– 2022

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Teknik Evaluasi


Perencanaan Tahun Ajaran 2023/2024

Oleh:

Liska Ananda Putri 10070319130

Hendrik Afriyogi 10070320010

Muhammad Iqbal Budi R 100700320024

Kelas A

PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG

2023 M / 1444H
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur alhamdulillah Team Penyusun persembahkan sematamata


kepada Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang karena atas limpahan rahmat
dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan tugas mengenai “Evaluasi Kinerja
Peraturan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 38 Tahun 2020 Tentang
Rencana Aksi Daerah Penyelenggaraan Perlindungan Anak Tahun 2020 -
2022”.Adapun maksud penyusunan tugas ini yaitu untuk memenuhi tugas mata kuliah
Teknik Evaluasi Perencanaan.

Rasa syukur dan terima kasih saya ucapkan kepada pihak – pihak yang
mendukung tim penyusun dan dosen mata kuliah terkait, yaitu Ibu Dr. Yulia Asyiawati,
S.T., M.Si dan Bapak Luthfi Ahmad Barwanto, S.T., M.PWK. Penulis menyadari bahwa
dalam menyusun tugas ini masih jauh dari kata sempurna, untuk itu penulis sangat
terbuka akan kritik dan saran yang membangun guna disempurnakannya tugas ini.

Oleh karena itu, kami menerima saran dan kritik yang bersifat membangun demi
perbaikan dalam tugas ini. Penulis berharap semoga tugas ini dapat bermanfaat bagi
penulis khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.

Bandung, 19 Mei 2023

Team Penyusun
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Anak adalah pelita zaman karena kehadiran anak merupakan pertanda bahwa
peradaban manusia akan tetap berlangsung terus menerus. Banyak ahli juga meyakini
bahwa “membangun anak adalah membangun peradaban bangsa”, maka tidak
berlebihan jika apa yang diberikan dan dilakukan untuk anak-anak pada hari ini
sesungguhnya merupakan cermin masa depan peradaban suatu bangsa. Siapapun
akan sepakat bahwa anak adalah masa depan kemanusiaan. Meski demikian anak
sebagai kelompok penduduk paling rentan sering kurang diperhatikan dan
diperhitungkan bahkan diabaikan dan dikorbankan dalam pembangunan bangsa.

Dunia meyakini dan telah bersepakat bahwa anak mempunyai hak hidup,
tumbuh kembang, berpartisipasi secara wajar sesuai harkat dan martabat kemanusiaan
serta mendapatkan perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Kesepakatan
tersebut telah dituangkan dalam Konvensi Hak Anak 1989 yang ditetapkan oleh Majelis
Umum PBB dengan Resolusi Nomor 44/25 tanggal 20 November 1989 merupakan
salah satu manifestasi kebijakan international tentang anak. Dalam KHA terdapat 5
kluster hak anak yakni Hak Sipil dan Kebebasan, Lingkungan Keluarga dan
Pengasuhan Alternatif, Kesehatan Dasar dan Kesejahteraan, Pendidikan, Pemanfaatan
Waktu Luang dan Kegiatan Seni Budaya serta Perlindungan Khusus.

Indonesia telah meratifikasi Konvensi Hak Anak (Convention on the Rights of the
Child) dengan Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990. Dengan diratifikasinya
Konvensi Hak Anak tersebut Negara berkewajiban untuk melakukan harmonisasi
terhadap segala peraturan perundang-undangan terkait dengan Anak guna menjamin
terpenuhinya hak-hak anak. Komitmen negara tersebut kemudian dikuatkan dalam
amandemen ke-4 UUD 1945 khususnya Pasal 28B ayat (2) yang menyatakan bahwa
setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak
atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Konstitusi telah menegaskan bahwa
hak anak adalah hak asasi manusia, maka pemenuhan hak anak menjadi kewajiban
negara. Dalam UndangUndang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
dapat dijumpai adanya penegasan kembali bahwa Hak anak adalah Hak asasi
Manusia. Negara sebagai pemegang kewajiban (duty bearrer) sedangkan masyarakat
dalam hal ini anak adalah sebagai claim holder. Negara sebagai pemegang kewajiban
mempunyai kewajiban untuk menghormati (to respect), memenuhi (to fulfill) dan
melindungi (to protect) serta memajukan (to promote).

Pemerintah kemudian mengundangkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002


yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang
Perlindungan Anak (UUPA). UUPA diundangkan untuk menjamin pemenuhan hak anak
sebagaimana ditetapkan dalam Konvensi Hak Anak. Jaminan tersebut dapat dilihat
dalam ketentuan Pasal 1 angka 2 tentang definisi Perlindungan Anak, Perlindungan
Anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi Anak dan hak-haknya
agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai
dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari
kekerasan dan diskriminasi.

Paska diundangkannya regulasi tentang perlindungan anak, masih menyisakan


beberapa persoalan tentang anak di DIY, diantaraya:

1. pertama, hak sipil dan kebebasan, berkaitan dengan jumlah dan prosentase
kepemilikan akta kelahiran, jumlah forum anak, Keberadaan Telepon Sahabat Anak di
DIY, Perpustakaan Ramah Anak/Pojok Baca Anak.

2. kedua, lingkungan keluarga dan pengasuhan alternatif, berkaitan dengan


lembaga pengasuhan anak,

3. ketiga, kesehatan dan kesejahteraan anak, berkaitan dengan jumlah kematian Ibu,
kematian Bayi dan kematian Balita, prevalensi gizi buruk balita, balita dalam kondisi
stunting.

4. keempat, Pendidikan, pemanfaatan waktu luang dan kegiatan seni budaya,


berkaitan dengan angka partisipasi kasar, angka partisipasi murni, angka partisipasi
sekolah, siswa putus sekolah.
5. kelima, perlindungan khusus, berkaitan dengan jumlah kekerasan pada anak,
jumlah anak jalanan, jumlah anak terlantar, jumlah anak penyandang disabilitas, jumlah
anak berhadapan dengan hukum, jumlah anak pengguna NAPZA, jumlah pekerja anak,

Pelindungan terhadap anak menjadi salah satu prioritas Pemerintah DIY,


sebagaimana tertuang dalam RPJMD DIY Tahun 2017-2022 yang masuk urusan
pemberdayaan perempuan dan perlindungan Anak, meliputi seluruh kegiatan untuk
menjamin dan melindungi anak dan haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang,
dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat manusia.

Upaya pelindungan anak yang dicanangkan sudah dituangkan secara khusus


dalam Peraturan Daerah DIY Nomor 2 Tahun 2018 tentang Penyelenggaraan
Pelindungan Anak dan untuk dapat diimplementasikan secara baik, diperlukan adanya
suatu Rencana Aksi Daerah tentang Pelindungan Anak sebagaimana diamantkan
dalam Pasal 74 ayat (3) Perda Pelindungan Anak, melalui program yang saling
terintegrasi dengan para Organisasi Perangkat Daerah dan pemangku kepentingan
terkait yang bertujuan untuk mengintegrasikan dan menyelarasakan program atau
kegiatan pelindungan anak secara terpadu.

B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dari evaluasi kebijakan dalam dokumen Peraturan


Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 38 Tahun 2022 Tentang Rencana Aksi
Daerah Penyelenggaraan Perlindungan Anak Tahun 2020-2022, ini diantaranya :
1. Apa tujuan dan yang mendasari dari penyelenggaraan Peraturan Gubernur Daerah
Istimewa Yogyakarta Nomor 38 Tahun 2022 Tentang Rencana Aksi Daerah
Penyelenggaraan Perlindungan Anak Tahun 2020-2022 ?
2. Bagaimana penyelenggaraan dari Peraturan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta
Nomor 38 Tahun 2022 Tentang Rencana Aksi Daerah Penyelenggaraan Perlindungan
Anak Tahun 2020-2022 ?
3. Apa dampak dari implementasi Peraturan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta
Nomor 38 Tahun 2022 Tentang Rencana Aksi Daerah Penyelenggaraan Perlindungan
Anak Tahun 2020-2022 ?
C. Tujuan Penelitian

Sebagaimana permasalahan yang telah dikemukakan di atas, maka tujuan


evaluasi kebijakan dalam dokumen Peraturan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta
Nomor 38 Tahun 2022 Tentang Rencana Aksi Daerah Penyelenggaraan Perlindungan
Anak Tahun 2020-2022, sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui dan menganalisis kebijakan aksi daerah dalam penyelenggaraan


perlindungan anak untuk mewujudkan Provinsi Layak Anak di Daerah Istimewa
Yogyakarta saat ini.
2. Untuk mendeskripsikan kendala-kendala dalam kebijakan aksi daerah dalam
penyelenggaraan perlindungan anak untuk mewujudkan Provinsi Layak Anak di
Daerah Istimewa Yogyakarta
3. Untuk menganalisis solusi atas kendala-kendala di dalam kebijakan aksi daerah
dalam penyelenggaraan perlindungan anak untuk mewujudkan Provinsi Layak Anak
di Daerah Istimewa Yogyakarta
BAB II

ISI PEMBAHASAN

A.Identifikasi Kebijakan

Perlindungan anak adalah serangkaian tindakan dan kebijakan yang bertujuan


untuk melindungi anak-anak dari segala bentuk eksploitasi, kekerasan, penelantaran,
dan diskriminasi. Para ahli telah mengidentifikasi beberapa aspek penting dalam
perlindungan anak.Indonesia telah meratifikasi Konvensi Hak Anak (Convention on the
Rights of the Child) dengan Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990. Dengan
diratifikasinya Konvensi Hak Anak tersebut Negara berkewajiban untuk melakukan
harmonisasi terhadap segala peraturan perundang-undangan terkait dengan Anak guna
menjamin terpenuhinya hak-hak anak. Komitmen negara tersebut kemudian dikuatkan
dalam amandemen ke-4 UUD 1945 khususnya Pasal 28B LAMPIRAN PERATURAN
GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 38 TAHUN 2020 TENTANG
RENCANA AKSI DAERAH PENYELENGGARAAN PELINDUNGAN ANAK TAHUN
2020 - 2022 ayat (2) yang menyatakan bahwa setiap anak berhak atas kelangsungan
hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan
diskriminasi.

Konstitusi telah menegaskan bahwa hak anak adalah hak asasi manusia, maka
pemenuhan hak anak menjadi kewajiban negara. Dalam UndangUndang Nomor 39
Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dapat dijumpai adanya penegasan kembali
bahwa Hak anak adalah Hak asasi Manusia. Negara sebagai pemegang kewajiban
(duty bearrer) sedangkan masyarakat dalam hal ini anak adalah sebagai claim holder.
Negara sebagai pemegang kewajiban mempunyai kewajiban untuk menghormati (to
respect), memenuhi (to fulfill) dan melindungi (to protect) serta memajukan (to
promote).

Paska diundangkannya regulasi tentang perlindungan anak, masih menyisakan


beberapa persoalan tentang anak di DIY, diantaraya: pertama, hak sipil dan kebebasan,
berkaitan dengan jumlah dan prosentase kepemilikan akta kelahiran, jumlah forum
anak, Keberadaan Telepon Sahabat Anak di DIY, Perpustakaan Ramah Anak/Pojok
Baca Anak. kedua, lingkungan keluarga dan pengasuhan alternatif, berkaitan dengan
lembaga pengasuhan anak, ketiga, kesehatan dan kesejahteraan anak, berkaitan
dengan jumlah kematian Ibu, kematian Bayi dan kematian Balita, prevalensi gizi buruk
balita, balita dalam kondisi stunting. keempat, Pendidikan, pemanfaatan waktu luang
dan kegiatan seni budaya, berkaitan dengan angka partisipasi kasar, angka partisipasi
murni, angka partisipasi sekolah, siswa putus sekolah. kelima, perlindungan khusus,
berkaitan dengan jumlah kekerasan pada I | Lampiran anak, jumlah anak jalanan,
jumlah anak terlantar, jumlah anak penyandang disabilitas, jumlah anak berhadapan
dengan hukum, jumlah anak pengguna NAPZA, jumlah pekerja anak.

Rencana Aksi Daerah Rencana Aksi Daerah Penyelenggaraan Perlindungan


Anak Tahun 2020-2022 Daerah Istimewa Yogyakarta didasari oleh berbagai hukum
diantaranya :

1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
2. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah Istimewa
Jogjakarta (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 1950 Nomor 3)
3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 109, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4235)
4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244.
5. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 1950 tentang Berlakunya
Undang-Undang No 2, 3, 10 dan 11 Tahun 1950 (Berita Negara Republik
Indonesia Tahun 1950 Nomor 58)
6. Peraturan Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 2 Tahun 2018 tentang
Penyelenggaraan Pelindungan Anak (Lembaran Daerah Nomor 2 Tahun 2018,
Tambahan Lembaran Daerah Nomor 2)

Rencana aksi di bidang perlindungan anak dapat melibatkan berbagai masalah


yang harus diatasi yang mana beberapa masalah yang terkait dengan rencana aksi
daerah perlindungan anak meliputi:

● Kekerasan terhadap anak: Kekerasan fisik, seksual, dan emosional terhadap


anak-anak merupakan masalah serius yang perlu ditangani. Rencana aksi harus
mencakup langkah-langkah untuk mencegah kekerasan, mendeteksi
kasus-kasus kekerasan, memberikan dukungan kepada korban, serta
menghukum pelaku kekerasan.
● Pekerja anak: Pekerja anak adalah masalah yang umum terjadi di banyak
negara. Rencana aksi harus menetapkan langkah-langkah untuk mencegah
anak-anak terlibat dalam pekerjaan berbahaya, memastikan akses mereka ke
pendidikan, dan memberikan alternatif yang aman untuk penghasilan keluarga.
● Pendidikan: Akses terhadap pendidikan yang berkualitas adalah hak setiap
anak. Rencana aksi harus mencakup upaya untuk meningkatkan akses dan
kualitas pendidikan bagi anak-anak dari semua lapisan masyarakat, termasuk
anak-anak dari keluarga miskin, anak-anak dengan disabilitas, atau anak-anak
yang tinggal di daerah terpencil.
● Eksploitasi seksual: Anak-anak yang dieksploitasi secara seksual merupakan
masalah serius. Rencana aksi harus menetapkan langkah-langkah untuk
melawan perdagangan manusia, prostitusi anak, dan pornografi anak.
Perlindungan, rehabilitasi, dan pemulihan korban harus menjadi prioritas.
● Perlindungan anak dengan disabilitas: Anak-anak dengan disabilitas sering
kali rentan terhadap diskriminasi, pelecehan, dan penelantaran. Rencana aksi
harus memperkuat hak-hak anak dengan disabilitas, memastikan akses mereka
ke layanan kesehatan, pendidikan inklusif, dan dukungan yang diperlukan.
● Penelantaran dan pengabaian: Anak-anak yang ditinggalkan, diabaikan, atau
tidak mendapatkan perawatan yang memadai juga perlu perlindungan. Rencana
aksi harus mengembangkan sistem yang efektif untuk mendeteksi, melaporkan,
dan menangani kasus-kasus penelantaran atau pengabaian anak.
● Kekurangan dukungan sosial: Rendahnya partisipasi keluargadan dukungan
sosial yang lemah dari keluarga dapat mempengaruhi perlindungan anak. Jika
anggota keluarga tidak sadar akan hak-hak anak, atau terlibat dalam kekerasan
atau eksploitasi, maka anak tidak akan mendapatkan perlindungan yang
memadai.

B. Metode,Pendekatan dan Teknik Evaluasi

Metode deskriptif atau (Pseudo Methods) adalah pendekatan penelitian yang


bertujuan untuk menggambarkan atau mendeskripsikan suatu fenomena atau kejadian
secara sistematis, faktual, dan terinci. Metode ini digunakan untuk mengumpulkan data
yang bersifat deskriptif, mengidentifikasi pola, karakteristik, hubungan, atau variabel
yang terkait dengan fenomena yang diteliti.Metode deskriptif sering digunakan dalam
ilmu sosial, ilmu pendidikan, ilmu psikologi, dan bidang-bidang lain yang memerlukan
pemahaman yang mendalam tentang suatu fenomena. Beberapa teknik pengumpulan
data yang biasa digunakan dalam metode deskriptif antara lain observasi, wawancara,
angket, studi dokumentasi, dan analisis statistik. Sugiyono (2005: 21) mengemukakan
bahwa metode deskriptif adalah metode yang digunakan untuk menggambarkan atau
menganalisis hasil penelitian tanpa membuat kesimpulan yang lebih luas. Sedangkan
menurut Whitney (1960: 160), metode deskriptif adalah pencarian fakta dengan
interpretasi yang tepat.

Seorang peneliti Nazir (1988: Dalam bukunya “Examples of Research Methods,”


63), ia mengemukakan bahwa metode deskriptif adalah strategi penelitian yang
digunakan untuk mengkaji keadaan terkini sekelompok orang, benda, kondisi, sistem
pemikiran, atau peristiwa. Penelitian deskriptif ini bertujuan untuk menghasilkan
gambaran, deskripsi, atau lukisan yang sistematis, faktual, dan akurat tentang fakta,
ciri, dan keterkaitan fenomena yang diteliti.
Pendekatan yang digunakan dalam metode deskriptif adalah pendekatan
Pseudo Evaluation atau evaluasi semu, adalah pendekatan yang digunakan dalam
metode deskriptif. Pseudo-evaluasi tergantung pada anggapan bahwa ukuran langsung
atau tidak terbantahkan manfaat atau nilai kebijakan dapat ditetapkan. Dengan
mempertimbangkan input dan proses kebijakan, berbagai pendekatan digunakan dalam
evaluasi semu untuk menjelaskan variasi output kebijakan. Dalam quasi-evaluation,
beberapa pendekatan umum meliputi:

1. Rancangan percobaan: Dengan menggunakan strategi ini, peserta secara acak


dibagi menjadi dua kelompok: kelompok kontrol dan kelompok perlakuan.
Kelompok perlakuan menerima perlakuan atau kebijakan tertentu, sedangkan
kelompok kontrol tidak. Efek kebijakan dapat dievaluasi dengan membandingkan
output dari kedua kelompok ini.
2. Pemilihan Acak: Sampel yang dipilih secara acak dari populasi yang relevan
dipilih dalam metode ini. Dengan memanfaatkan pengujian sewenang-wenang,
informasi diperoleh dapat dilihat sebagai ilustrasi dari populasi secara
keseluruhan,sehingga hasil penilaian menjadi lebih dapat diandalkan.
3. Kuesioner: Penggunaan survei dapat membantu mengumpulkan informasi dari
orang atau pertemuan yang terlibat dengan strategi. Memahami persepsi dan
persepsi peserta tentang kebijakan dapat ditingkatkan dengan mengajukan
pertanyaan terkait tentang masukan, proses, dan keluaran kebijakan.
4. Teknik statistika: Data yang diperoleh dari metode-metode tersebut di atas
dianalisis dengan menggunakan metode statistik. Output kebijakan dapat
dijelaskan dengan menggunakan metode statistik seperti regresi, analisis deret
waktu terputus-putus, dan analisis diskontinuitas untuk menemukan hubungan
dan pola dalam data.

Adapun teknik evaluasi yang digunakan dalam pendekatan evaluasi semu meliputi
tampilan grafik, tampilan tabel,dan narasi. Dengan menggunakan teknik-teknik ini, data
dan hasil evaluasi dapat disajikan secara visual dan analisis dapat dilakukan untuk
memahami dampak kebijakan yang sedang dievaluasi.Berikut penjelasan beberapa
teknik evalusi yang diambil diantaranya :

a. Grafik digunakan untuk mewakili data secara visual. Jenis grafik yang sering
digunakan meliputi diagram batang, diagram garis, diagram lingkaran, atau
diagram sebar. Grafik membantu untuk memvisualisasikan pola, tren,
perbandingan, atau distribusi data dengan cara yang lebih mudah dipahami dan
menarik perhatian.(Tufte, E. R. (2001). The Visual Display of Quantitative
Information. Graphics Press).
b. Tabel adalah cara yang efektif untuk menyajikan data secara terstruktur dan
ringkas. Dalam tabel, data diorganisir dalam kolom dan baris yang
memungkinkan perbandingan, perhitungan, dan analisis lebih mudah dilakukan.
Tabel sering digunakan untuk menyajikan data kuantitatif seperti angka,
persentase, atau hasil pengukuran.(Weiss, C. H. (1998). Evaluation: Methods for
Studying Programs and Policies. Prentice Hall.)
c. Narasi atau teks ditulis dalam bentuk penjelasan atau laporan yang mendetail
tentang temuan evaluasi. Narasi digunakan untuk memberikan interpretasi,
analisis, dan konteks yang mendalam terkait dengan data evaluasi. Melalui
narasi, penulis dapat menggambarkan temuan, mengidentifikasi kesimpulan, dan
memberikan rekomendasi.(Shadish, W. R., Cook, T. D., & Leviton, L. C. (1991).
Foundations of Program Evaluation: Theories of Practice. Sage Publications).

Penting juga untuk diingat bahwa metode deskriptif dengan pendekatan evaluasi
semu ini dapat memberikan pemahaman yang lebih dalam tentang kebijakan dan
efeknya, namun tidak dapat memberikan kesimpulan sebab-akibat 10 yang pasti.
Evaluasi semu lebih fokus pada menjelaskan hubungan dan variasi, daripada
mengevaluasi dampak langsung kebijakan pada manfaat atau nilai yang lebih luas.

C. Data Terkait

Dalam pengumpulan dan analisis data yang berkaitan dengan perlindungan anak
penting untuk merumuskan kebijakan yang berbasis bukti dan program yang tepat
sasaran. Data dapat digunakan untuk memonitor perubahan dalam situasi anak-anak
seiring waktu, mengidentifikasi kelompok anak yang rentan, dan melacak kemajuan
dalam mencapai tujuan perlindungan anak yang ditetapkan oleh pemerintah dan
lembaga internasional United Nations Children's Fund (UNICEF).Data tentang
perlindungan anak dapat mencakup berbagai aspek, termasuk kekerasan terhadap
anak, pekerjaan anak, pendidikan, kesehatan, perawatan anak yang terlantar,
eksploitasi seksual anak, dan masalah lain yang mempengaruhi anak-anak secara
langsung.

Dengan adanya data, dapat menyoroti keberhasilan atau kegagalan kebijakan


dan program perlindungan anak yang ada. Misalnya, data dapat mengukur efektivitas
program rehabilitasi anak korban kekerasan atau program pencegahan eksploitasi
seksual anak. Data juga dapat mengungkapkan tingkat keberhasilan dalam mengatasi
masalah seperti pernikahan anak, anak jalanan, atau anak yang terlantar. Untuk data
lebih lengkapnya dapat dilihat pada beberapa tabel dibawah ini:
a). Hak Sipil dan Kebebasan

Tabel 1.1 kepemilikan Akta Kelahiran

Sumber: Biro Tata Pemerintahan, Setda DIY 2019

Kepemilikan Akta Kelahiran Anak di DIY pada bulan Juni tahun 2019 mengalami
peningkatan menjadi 94,46 %, dengan total jumlah anak 906.734 sedangkan jumlah
anak yang belum memiliki akta kelahiran sebesar 50.207 (5,54 %). Total
Kabupaten/Kota di DIY ada 4 (empat) Kabupaten dan 1 Kota, dengan perolehan
tertinggi jumlah anak yang belum memiliki akta kelahiran terdapat di Kabupaten Sleman
mencapai 249,581, sedangkan pencapaian tertinggi di Kota Yogyakarta sebesar
98,48%.
b). Anak Korban Kekerasan
Tabel 1.2 Anak Korban Kekerasan

Sumber: Sekretariat FPKK DIY


Jumlah korban kekerasan pada anak (0-17) yang ditangani forum perlindungan
korban kekerasan DIY sebesar 414 kasus dan pada tahun 2018 naik menjadi 478
kasus, terjadi peningkatan sebesar 64 kasus (15,46%). Dari 5 kabupaten/kota di DIY
tiga kabupaten mengalami peningkatan jumlah korban kekerasan pada anak yang
ditangani oleh forum perlindungan korban kekerasan.
c). Anak Penyandang Disabilitas
Tabel 1.3 Anak Penyandang Disabilitas

Sumber: Dinsos DIY, 2017

Adanya peningkatan jumlah anak yang berhadapan dengan hukum di DIY


disebabkan peningkatan jumlah anak yang berhadapan dengan hukum di Kabupaten
Bantul dan Kota Yogyakarta yang lebih besar dibandingkan penurunan jumlah anak
yang berhadapan dengan hukum di kabupaten lainnya. Dari lima Kabupaten/kota di
DIY, tiga kabupaten mengalami penurunan jumlah anak yang berhadapan dengan
hukum yakni: Kabupaten Kulonprogo, Gunungkidul, dan Sleman.
d). Anak Pengguna Napza

Tabel 1.4 Anak Pengguna Napza

Sumber: Dinsos DIY, 2017


Jumlah anak pecandu, penyalahguna, dan korban penyalahguna Napza yang
direhabilitasi di wilayah DIY tahun 2018 sebesar 132 anak, terdapat sebanyak 118 anak
(89,39%) berjenis kelamin laki-laki, dan 14 anak (10,60%) berjenis kelamin perempuan.
Dari jumlah tersebut, sebanyak 41 anak direhabilitasi oleh BNNP DIY.

e). Anak Yang Berhadapan Dengan Hukum

Tabel 1.5 Anak Yang Berhadapan Hukum

Sumber: Dinsos DIY, 2018

Adanya peningkatan jumlah anak yang berhadapan dengan hukum di DIY


disebabkan peningkatan jumlah anak yang berhadapan dengan hukum di Kabupaten
Bantul dan Kota Yogyakarta yang lebih besar dibandingkan penurunan jumlah anak
yang berhadapan dengan hukum di kabupaten lainnya. Dari lima Kabupaten/kota di
DIY, tiga kabupaten mengalami penurunan jumlah anak yang berhadapan dengan
hukum yakni: Kabupaten Kulonprogo, Gunungkidul, dan Sleman.

f). Anak Yang Bekerja


Permasalahan pekerja anak selama ini selalu menjadi permasalahan yang
kompleks. Anak merupakan salah satu aset bagi keluarga di masa yang akan dating
yang harus dijaga hakhaknya, namun karena faktor kemiskinan dalam keluarga yang
terjadi mendorong anak harus ikut turut serta dalam memenuhi kebutuhan ekonomi.
Masa kanak-kanak seharusnya dihabiskan untuk bermain dan belajar namun seringkali
karena faktor kondisi keluarga yang tidak mampu mengharuskan anak untuk ikut
bekerja. Sayangnya masalah pekerja anak di DIY selama ini tidak terpantau dan tidak
terdata dengan baik. Hal tersebut disebabkan sebagian besar pekerja anak bekerja
pada sektor informal seperti bidang pertanian, perdagangan dan industri kecil yang
tidak terpantau sebagai pekerja formal. Belum ada OPD yang secara spesifik
bertanggung jawab terhadap keberadaan pekerja anak yang ada di sektor informal ini.
(PUHA DP3AP2, 2019).
Data yang bisa ditampilkan hanya berdasarkan hasil perhitungan dari data
Susenas KOR Tahun 2013 jumlah pekerja anak yang tersebar di DIY tahun 2013
sebanyak 31.426 anak (7,98 persen) dari jumlah anak yang tidak bekerja (393.753
anak). Datadata ini memang tidak bisa menggambarkan kondisi pekerja anak di DIY
saat ini. Hal yang selama ini dilakukan oleh Disnakertrans DIY adalah melakukan
pemantauan bersama dengan Lembaga Swadaya Masyarakat. Pada tahun 2017 hasil
pemantauan tersebut masih menemukan 20 orang pekerja anak (Republika.com: 05
Feb 2018).
D. Alternatif Kebijakan

Alternatif perlindungan anak dapat mencakup berbagai aspek dan metode yang
berbeda untuk melindungi anak-anak dari berbagai risiko dan bahaya. Berikut adalah
beberapa contoh cakupan dan perkiraan hasil yang dapat diperoleh ketika menerapkan
alternatif perlindungan anak:

1. Pendidikan dan Kesadaran: Salah satu aspek penting dari perlindungan anak
adalah meningkatkan pendidikan dan kesadaran tentang hak-hak anak, kekerasan
anak, pelecehan, dan risiko lainnya. Dengan meningkatkan pemahaman masyarakat
tentang isu-isu ini, diharapkan dapat terjadi perubahan perilaku yang lebih baik dan
peningkatan kesadaran untuk melaporkan situasi yang mencurigakan.Hasil yang
diharapkan:

● Masyarakat yang lebih sadar akan hak-hak anak.


● Pengetahuan yang lebih baik tentang tanda-tanda kekerasan atau pelecehan
pada anak.
● Tingkat pelaporan yang lebih tinggi terkait situasi yang berpotensi
membahayakan anak.

2. Undang-Undang dan Kebijakan: Menerapkan undang-undang dan kebijakan yang


melindungi hak-hak anak serta menindak tegas pelaku kejahatan terhadap anak sangat
penting. Ini mencakup penegakan hukum yang kuat, peradilan yang adil, dan sistem
perlindungan anak yang efektif.Hasil yang diharapkan:

● Perlindungan hukum yang lebih baik untuk anak-anak.


● Pengurangan tindak kejahatan terhadap anak.
● Sistem peradilan yang adil dan cepat tanggap terhadap kasus-kasus
perlindungan anak.
3. Layanan Perlindungan: Menyediakan layanan perlindungan anak yang
komprehensif adalah bagian penting dari alternatif perlindungan anak. Ini mencakup
layanan seperti pusat penanganan kekerasan anak, pusat krisis, perawatan medis dan
kesehatan mental, tempat perlindungan sementara, dan dukungan psikososial.Hasil
yang diharapkan:

● Akses yang lebih baik ke layanan perlindungan anak.


● Pemulihan yang lebih baik bagi anak-anak yang telah mengalami kekerasan atau
pelecehan.
● Dukungan yang memadai bagi keluarga dalam memenuhi kebutuhan anak-anak
mereka.

4. Pendidikan Seksual dan Pencegahan Kekerasan: Pendidikan seksual yang


komprehensif dan program pencegahan kekerasan dapat membantu anak-anak
memahami risiko yang ada, membangun kemampuan untuk melindungi diri mereka
sendiri, dan mempromosikan hubungan sehat.Hasil yang diharapkan:

● Anak-anak yang lebih terampil dalam melindungi diri dari risiko kekerasan dan
pelecehan.
● Penurunan angka kekerasan dan pelecehan anak.
● Peningkatan kesadaran gender dan penghormatan terhadap perbedaan.
● Penting untuk dicatat bahwa hasil yang diharapkan dapat berbeda-beda
tergantung pada konteks, upaya yang dilakukan, dan faktor-faktor lain yang
memengaruhi implementasi alternatif perlindungan anak.

E. Analisis Kriteria Evaluasi Kebijakan

Berdasarkan Kriteria Evaluasi Kebijakan Dalam mengevaluasi kebijakan yang


berdasarkan prinsip dari evaluasi:

1. Efektivitas:

● Tingkat peningkatan kesadaran masyarakat tentang hak-hak anak dan isu-isu


perlindungan anak.
● Penurunan angka kekerasan anak dan pelecehan.
● Tingkat pelaporan yang lebih tinggi terkait situasi yang membahayakan anak.
● Dampak positif pada pemulihan dan kesejahteraan anak-anak yang telah
mengalami kekerasan atau pelecehan.

2. Efisiensi:

● Penggunaan sumber daya yang efektif dan efisien dalam implementasi alternatif.
● Pengurangan biaya administratif dan birokrasi yang tidak perlu.
● Pemanfaatan teknologi dan inovasi untuk meningkatkan efisiensi operasional.
● Ketersediaan laporan dan pemantauan yang memadai untuk mengukur efisiensi.

3. Kecukupan:

● Tersedianya sumber daya yang cukup untuk mendukung implementasi alternatif,


termasuk anggaran, tenaga kerja, dan infrastruktur yang diperlukan.
● Kapasitas organisasi dan lembaga terkait untuk menghadapi tuntutan dan
kompleksitas tugas perlindungan anak.
● Akses yang memadai terhadap layanan perlindungan anak oleh semua
kelompok masyarakat, termasuk mereka yang berisiko tinggi atau rentan.

4.Pemerataan:

● Ketersediaan akses yang setara terhadap layanan perlindungan anak di


berbagai wilayah geografis, termasuk daerah terpencil dan daerah yang
terpinggirkan.
● Perhatian yang adil dan merata terhadap semua kelompok anak, tanpa
diskriminasi berdasarkan jenis kelamin, suku, agama, disabilitas, atau status
sosial-ekonomi.
● Pemberian dukungan khusus kepada kelompok yang rentan atau terpinggirkan
untuk memastikan bahwa mereka mendapatkan perlindungan yang memadai.

5.Responsivitas:

● Kemampuan untuk merespons secara cepat dan tepat terhadap kasus


kekerasan anak atau pelecehan yang dilaporkan atau terdeteksi.
● Fleksibilitas dalam menyesuaikan program dan layanan perlindungan anak
sesuai dengan perkembangan kebutuhan dan tantangan yang muncul.
● Partisipasi aktif dari masyarakat, keluarga, dan anak-anak dalam merancang,
mengimplementasikan, dan mengevaluasi program perlindungan anak.

6.Ketepatan:

● Konsistensi dengan prinsip-prinsip dan standar internasional yang berkaitan


dengan perlindungan anak.
● Kesesuaian dengan konteks budaya, sosial, dan hukum setempat.
● Ketersediaan kebijakan dan pedoman yang jelas dan terperinci untuk memandu
implementasi alternatif.
F. Hasil Evaluasi

Cakupan dan hasil yang dapat diperoleh ketika menerapkan alternatif positif
dalam perlindungan anak akan bervariasi tergantung pada berbagai faktor, termasuk
konteks lokal, tingkat penerapan, dan komitmen yang ada.

Tabel 2.1 Evaluasi Kebijakan Rencana Aksi Daerah Perlindungan Anak Povinsi Jogjakarta
Tahun 2020 - 2022

Berikut ini adalah perkiraan umum mengenai cakupan dan hasil yang dapat
diharapkan:

● Pendidikan dan Kesadaran: Dengan peningkatan pendidikan dan kesadaran


tentang perlindungan anak, diharapkan akan terjadi peningkatan pengetahuan
dan pemahaman tentang hak-hak anak, perlindungan anak, dan bahaya yang
mereka hadapi. Hal ini dapat membantu masyarakat untuk lebih peka terhadap
tanda-tanda kekerasan atau penelantaran anak, serta mengurangi stigma dan
diskriminasi terhadap korban.
● Hukum dan Kebijakan: Mengembangkan dan menguatkan hukum dan
kebijakan perlindungan anak dapat menciptakan kerangka kerja yang jelas dan
terstruktur untuk melindungi hak-hak anak. Dalam hal ini, diharapkan akan terjadi
peningkatan jumlah kasus yang dilaporkan, penyelidikan yang lebih baik
terhadap kasus kekerasan atau penelantaran anak, serta penegakan hukum
yang lebih efektif.
● Layanan dan Dukungan: Menyediakan akses yang mudah dan terjangkau ke
layanan dan dukungan bagi anak-anak korban kekerasan atau penelantaran
dapat memberikan pemulihan dan rehabilitasi yang lebih baik bagi mereka. Ini
dapat meliputi pemulihan psikososial, bantuan medis, konseling, dan bantuan
hukum. Dengan adanya layanan yang memadai, diharapkan korban akan lebih
mampu mengatasi trauma dan memulihkan diri secara fisik dan emosional.
● Pemberdayaan Anak: Melibatkan anak-anak dalam pengambilan keputusan
yang mempengaruhi kehidupan mereka dapat memberikan rasa memiliki dan
meningkatkan kepercayaan diri mereka. Dengan adanya partisipasi aktif
anak-anak, diharapkan kebijakan dan program perlindungan anak akan lebih
relevan dan efektif dalam menjawab kebutuhan mereka.
● Kolaborasi dan Kemitraan: Melalui kerja sama antara berbagai pihak terkait,
seperti pemerintah, LSM, sektor swasta, dan organisasi masyarakat sipil,
diharapkan akan terjadi sinergi yang lebih kuat dalam melindungi anak-anak.
Kolaborasi ini dapat meningkatkan akses terhadap sumber daya, pengalaman,
dan keahlian yang diperlukan dalam mengatasi masalah perlindungan anak.
● Monitoring dan Pelaporan: Dengan adanya sistem pemantauan dan pelaporan
yang efektif, diharapkan lebih banyak kasus kekerasan atau penelantaran anak
dapat terdeteksi dan dilaporkan. Ini akan membantu dalam peningkatan
penanganan kasus dan pencegahan lebih lanjut.
● Penegakan Hukum: Dengan penegakan hukum yang efektif dan adil terhadap
pelaku kekerasan atau eksploitasi anak.

G.Trade-Off

Jika alternatif yang sedang dipertimbangkan terlihat negatif atau kurang


menguntungkan, penting untuk melakukan langkah-langkah yang dapat mengubahnya
menjadi lebih positif. Berikut adalah beberapa saran untuk menghadapi situasi tersebut:

● Evaluasi dan identifikasi kelemahan: Lakukan evaluasi menyeluruh terhadap


alternatif yang sedang dipertimbangkan. Identifikasi kelemahan atau dampak
negatif yang mungkin terjadi dan cari tahu faktor-faktor yang menyebabkannya.
● Perbaiki dan modifikasi: Setelah mengidentifikasi kelemahan, buat rencana untuk
memperbaiki dan memodifikasi alternatif tersebut. Pertimbangkan solusi
alternatif yang dapat mengatasi dampak negatif dan memperkuat aspek
positifnya.
● Libatkan pemangku kepentingan: Libatkan pemangku kepentingan yang relevan,
termasuk keluarga, masyarakat, dan ahli di bidang perlindungan anak, dalam
proses pengambilan keputusan. Dengan melibatkan mereka, Anda dapat
mendapatkan wawasan dan perspektif yang beragam, serta menciptakan
dukungan dan kolaborasi yang lebih kuat.
● Tinjau ulang kebijakan dan pedoman: Periksa kembali kebijakan dan pedoman
yang berlaku terkait perlindungan anak. Pastikan bahwa alternatif yang dipilih
sejalan dengan prinsip-prinsip perlindungan anak yang baik dan mematuhi
standar internasional.
● Kembangkan strategi mitigasi: Buat strategi mitigasi yang efektif untuk
mengurangi dampak negatif. Identifikasi langkah-langkah konkret yang dapat
diambil untuk mencegah atau mengurangi risiko dan kerugian yang mungkin
timbul.
● Monitor dan evaluasi: Setelah alternatif positif diimplementasikan, penting untuk
melakukan pemantauan dan evaluasi secara berkala. Tinjau dampak dan hasil
yang dicapai. Jika masih ada kelemahan atau masalah yang muncul, lakukan
penyesuaian dan perbaikan yang diperlukan.

H.Strategi dan Keputusan Mengenai Perlindungan Anak

Adapun strategi maupun keputusan yang diambil untuk beberapa alternatif yang
dilakukan guna untuk meningkatkan efektivitas dengan cara merumuskan stategi yang
tepat dan mengoptimalkan serta memastikan konsistensi pemangku kepentingan
secara terkoordinasi dan konsisten.Berikut adalah beberapa strategi dan keputusan
yang dapat dilakukan terkait dengan alternatif perlindungan anak:

1. Meningkatkan Pendidikan dan Kesadaran:


● Mengembangkan dan mengimplementasikan program pendidikan yang
melibatkan sekolah, komunitas, dan media untuk meningkatkan kesadaran
tentang hak-hak anak, kekerasan anak, pelecehan, dan risiko lainnya
● .Mendorong partisipasi aktif dari orang tua, guru, dan anggota masyarakat dalam
program-program pendidikan tersebut.
● Menyediakan sumber daya dan materi pendidikan yang mudah diakses dan
dipahami oleh masyarakat.
2. Perkuat Hukum dan Kebijakan:
● Mengevaluasi dan memperbarui undang-undang dan kebijakan yang berkaitan
dengan perlindungan anak, termasuk hukuman yang tegas bagi pelaku
kejahatan terhadap anak.
● Memperkuat sistem peradilan anak untuk memastikan perlindungan yang adil
dan efektif bagi korban.
● Membentuk atau memperkuat lembaga dan otoritas yang bertanggung jawab
atas implementasi dan penegakan hukum terkait perlindungan anak.
3. Peningkatan Layanan Perlindungan:
● Membangun dan menyediakan pusat penanganan kekerasan anak, pusat krisis,
tempat perlindungan sementara, dan fasilitas lainnya yang memadai.
● Meningkatkan aksesibilitas dan ketersediaan layanan medis, kesehatan mental,
dukungan psikososial, dan layanan rehabilitasi bagi korban kekerasan anak.
● Melibatkan lembaga dan organisasi yang bekerja dalam bidang perlindungan
anak, seperti lembaga pemerintah, LSM, dan tenaga kesehatan, untuk bekerja
sama dan menyediakan layanan secara terintegrasi.
4. Implementasi Pendidikan Seksual dan Program Pencegahan:
● Mengembangkan program pendidikan seksual yang sesuai dengan usia dan
budaya, yang melibatkan sekolah dan keluarga dalam memberikan pemahaman
yang sehat tentang tubuh, hubungan, dan seksualitas.
● Membangun kerjasama dengan lembaga pendidikan, organisasi masyarakat,
dan ahli untuk memberikan pelatihan dan dukungan bagi guru dan orang tua
dalam menyampaikan pendidikan seksual yang efektif.
● Melakukan program pencegahan kekerasan yang fokus pada keterampilan
pengambilan keputusan, pemahaman tentang hak-hak pribadi, pengembangan
hubungan sehat, dan mendukung korban kekerasan.

Selain itu, penting juga untuk melibatkan partisipasi masyarakat dan pemangku
kepentingan terkait, serta melakukan pemantauan dan evaluasi secara berkala
terhadap implementasi strategi dan keputusan yang diambil untuk memastikan
efektivitas dan perbaikan yang berkelanjutan.
BAB III

KESIMPULAN

A. Kesimpulan

Implementasi kebijakan ini belum diketahui apakah efisien atau efektif, namun
cukup memadai dengan dokumen dan peraturan terkait pelaksanaannya, namun cukup
merata, belum menunjukkan hasil yang signifikan, respon yang cukup dan dapat
disimpulkan bahwa kebijakan ini dapat dilanjutkan. namun diperlukan beberapa
perbaikan yang relatif mengarah ke tujuan kebijakan, pemangku kepentingan, kinerja
dan koordinasi dalam pelaksanaannya.

B. Saran dan Rekomendasi

Penyelesaian masalah dan pengentasan perlindungan anak dalam rangka


mewujudkan pemenuhan hak dasar anak, Melibatkan lintas sektor, pemangku
kepentingan terkait, untuk meningkatkan efektivitas pencapaian program dan harus
dilakukan antar sektor. Program dan kegiatan harus dilaksanakan secara serentak,
terpadu dan tepat sasaran, serta didukung oleh data yang valid dan akurat. Strategi
pendekatan makro dan mikro yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan banyak anak
harus bekerja sama untuk memperkuat hak anak/perlindungan terhadap anak.
DAFTAR PUSTAKA

Astuti, Made Sadhi, 1997, Selayang pandang Anak Sebagai Korban dan Pelaku Tindak
Pidana, Malang: Arena Hukum.

Dellyana, Shanty, 2004, Wanita dan Anak di Mata Hukum, Yogyakarta: Liberty.

Gultom, Maidin, 2010, Perlindungan Hukum terhadap Anak dalam Sistem Peradilan
Pidana Anak di Indonesia, Bandung : Refika Aditama.

Hidayat, Bunadi, 2010, Pemidanaan Anak Dibawah Umur, Bandung: PT. Alumni.

Muhammad, Abdulkadir, 2004, Hukum dan Penelitian Hukum, Bandung: Citra Aditya
Bakti.

Muladi, 1995, Kapita Selekta Sistem Peradilan Pidana, Semarang: Badan Penerbit
Universitas Diponegoro.

Nashriana, 2011, Perlindungan Hukum Pidana bagi Anak di Indonesia, Jakarta:


Rajawali Pers.

Sudaryono & Natangsa Surbakti 2005, Hukum Pidana (Buku Pegangan Kuliah),
Surakarta: Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Poerwadarminta, W.J.S, 1991, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai


Pustaka. Prints, Darwin, 1997, Hukum Anak Indonesia, Bandung: Citra Adiya Bhakti.

Ranter, E.Y. & Sianturi S.R, 1982, Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia dan
Penerapannya, Jakarta: Alumni AHM-PTHM.

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang


Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana.

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.

Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak.

Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak.

Konvensi Hak Anak (Convention on the Rights of the Child) yang telah diratifikasi
berdasarkan Keputusan Presiden No. 36 Tahun 1990.

You might also like