Professional Documents
Culture Documents
Laporan Proposal Tesis Bab 1
Laporan Proposal Tesis Bab 1
PENDAHULUAN
Dari grafik 1.1, dapat menjelaskan backlog rumah di Provinsi DIY terhitung dari
tahun 2013 sampai dengan tahun 2017. Pada tahun 2013 sampai dengan tahun 2014, backlog
rumah mengalami kenaikan sejumlah 19.353 unit. Sedangkan, pada tahun 2014, 2015, sampai
2016 mengalami penurunan. Masing-masing penurunan sejumlah 19.106 unit (2014/2015) dan
1.663 unit (2015/2016). Namun, backlog rumah pada tahun 2017 mengalami peningkatan yang
signifikan dan merupakan angka tertinggi dalam kurun waktu lima tahun dengan jumlah
kenaikan mencapai 27.051 unit.
1
KOTA YOGYAKARTA 53.552 91.930
Grafik 1.2: Backlog rumah di Provinsi DIY tahun 2017 berdasarkan demografi
Sumber: Badan Pusat Statistik (diolah Penulis, 2018)
Secara demografi, backlog rumah tahun 2017 yang terbesar terdapat di Kabupaten
Sleman sebesar 114.964 unit dengan persentase 30.95%. Backlog rumah terbesar kedua yaitu
Kota Yogyakarta dengan jumlah 91.930 unit dengan persentase 63.19%. Sedangkan, backlog
rumah terendah terdapat di Kabupaten Gunung Kidul sebesar 13.341 unit dengan persentase
4.87%.
Dilihat dari kepadatan penduduk berdasarkan demografi di Provinsi DIY pada
tahun 2017, Kabupaten Gunung Kidul merupakan wilayah terendah dengan kepadatan 491
Jiwa/km². Sedangkan, kepadatan penduduk tertinggi berada di Kota Yogyakarta dengan
kepadatan 13.007 Jiwa/km². Kepadatan penduduk tertinggi kedua yaitu Kabupaten Sleman
dengan kepadatan 2.076 Jiwa/km².
Tabel 1.1: Backlog rumah dan Kepadatan penduduk di Provinsi D.I. Yogyakarta tahun 2017
Kabupaten/Kota Backlog Rumah Kepadatan Penduduk
Kabupaten Kulon Progo 13.341 Unit 11,18% 719 Jiwa/km²
Kabupaten Bantul 48.535 Unit 16,92% 1.964 Jiwa/km²
Kabupaten Gunung Kidul 10.126 Unit 4,87% 491 Jiwa/km²
Kabupaten Sleman 114.964 Unit 30,95% 2.076 Jiwa/km²
Kota Yogyakarta 91.931 Unit 63,19% 13.007 Jiwa/km²
Sumber: Badan Pusat Statistik (diolah Penulis, 2018)
Berdasarkan dua variabel berupa angka, dapat diketahui bahwa backlog rumah dan
kepadatan penduduk terpusat di wilayah perkotaan. Di Provinsi DIY, backlog rumah di Kota
Yogyakarta merupakan tertinggi kedua apabila dilihat dari angka. Namun, jika dilihat dari
persentase backlog rumah di Kota Yogyakarta merupakan tertinggi dengan persentase 63.19%.
Hal ini berbanding lurus dengan padatnya penduduk di Kota Yogyakarta. Begitu juga pada
2
kabupaten-kabupaten lainnya yang berada di Provinsi DIY bahwah banyaknya backlog rumah
berbanding lurus dengan kepadatan penduduk.
Backlog rumah dan kepadatan penduduk di perkotaan berakibat pada kebutuhan
lahan permukiman menjadi tinggi. Dilain sisi, lahan yang berada di Provinsi DIY sangatlah
terbatas. Berdasarkan data dari Bappeda Provinsi DIY, tata ruang yang diperuntukan bagi
permukiman (dalam hal ini permukiman perkotaan) hanya 15.644,04 ha. Maka dari itu,
keterbatasan lahan merupakan masalah dari Backlog rumah dan kepadatan penduduk.
Pembangunan permukiman vertikal merupakan solusi untuk menyikapi
permasalahan diatas. Menurut Sutaryono (2016), dosen tata ruang di Sekolah Tinggi
Pertanahan Nasional Yogyakarta menyatakan bahwa pengembangan hunian di Kota
Yogyakarta (perkotaan) perlu diarahkan kepada permukiman vertikal guna meminimalisir
penggunaan lahan yang kian terbatas (Sumber: tataruangpertanahan.com diakses 29/8/2018).
Namun, permukiman vertikal yang menjadi solusi dari backlog rumah, kepadatan
penduduk, dan keterbatasan lahan tidak luput dari berbagai macam masalah. Dalam penelitian
ini, permasalahan permukiman vertikal ditinjau melalui empat aspek, yaitu: aspek ekonomi
mikro, hukum, teknis, dan finansial.
3
Berdasarkan data dari Rumah.com Property Index harga rata-rata apartemen
(hunian vertikal) berada diangka Rp 21.430.000 per meter persegi. Angka tersebut merupakan
harga rata-rata di Provinsi DIY pada tahun 2017 dari kuartal satu sampai dengan kuartal empat
(Sumber: rumah.com diakses 2/9/2018).
Sehingga, diperlukan pengujian data-data diatas dengan analisa ekonomi mikro.
Analisa tersebut sangat diperlukan untuk mengetahui permintaan, penawaran, harga, dan
mekanisme pasar yang berlaku di Provinsi DIY. Hasil dari analisa ekonomi mikro yaitu
menjadi rujukan dalam menganalisa aspek hukum, teknis, dan finansial dengan segmentasi
pasar menengah bawah guna mengetahui kelayakan proyek.
6
1.5. Manfaat Penelitian
7
Gambar 1.1: Peta pemecahan permasalahan
Sumber: Penulis, 2018
8
Gambar 1.2: Kerangka pola pikir
Sumber: Penulis, 2018
9
Dari gambar 1.1 dapat dijelaskan bahwa terdapat dua kali pengujian hipotesis.
Pengujian hipotesis awal menggunakan analisa ekonomi mikro. Analisa ekonomi mikro
digunakan untuk mencari tahu kondisi permintaan dan penawaran (pasar); tingkah laku
konsumen; penentuan harga; dan mekanisme pasar untuk pembangunan rumah susun yang
berada di wilayah Provinsi DIY. Hasil dari pengujian hipotesis awal dengan analisa ekonomi
mikro digunakan untuk menjadi pedoman mengklasifikasi dan menentukan jenis rumah susun
serta sebagai acuan dalam menganalisa aspek hukum dan teknis. Selain itu, analisa ekonomi
mikro juga menentukan harga jual per unit dari rumah susun yang digunakan untuk perhitungan
ekonomi teknik.
Setelah pengujian awal dengan analisa ekonomi mikro, selanjutnya adalah
membahas aspek hukum dan teknis. Aspek hukum diperlukan sebagai pedoman secara
normatif untuk pembangunan rumah susun di Provinsi DIY. Adapun pembahasan pada aspek
hukum yaitu untuk mengetahui peraturan tentang rumah susun, kesesuaian peruntukan lahan
berdasarkan RTRW, proses IMB, izin gangguan, AMDAL, dan izin pengambilan/pemanfaatan
air bawah tanah. Sedangkan, pembahasan aspek teknis terkait dengan akses lokasi, fasilitas,
dan luas bangunan rumah susun yang mengacu pada hasil dari pengujian hipotesis awal.
Dari hasil analisa pada aspek hukum dan teknis, terdapat biaya-biaya yang akan
dikeluarkan. Biaya tersebut diantaranya untuk perizinan, dana untuk mengalokasi lahan, dan
biaya konstruksi. Dana untuk alokasi lahan dan biaya kontruksi pada penelitian ini
menggunakan harga taksir. Biaya-biaya dari aspek hukum dan teknis akan dikomparasi dengan
pendapatan yang didapatkan dari analisa ekonomi mikro.
Guna mengetahui kelayakan secara finansial, analisa ekonomi teknik akan
menghitung dengan metode-metode yang telah ditentukan. Pada penelitian ini, kelayakan
finansial merupakan langkah akkhir dari penelitian ini sekaligus digunakan sebagai uji
hipotesis akhir. Jika penelitian ini menghasilkan kesimpulan bahwa pembangunan rumah susun
di wilayah Provinsi DIY dapat dikatakan layak secara finansial, maka penelitian ini dapat
direkomendasikan untuk ditindaklanjuti dengan segmentasi pasar menengah bawah.
10