You are on page 1of 4

ISU KESEHATAN MENTAL DI KALANGAN “START UP”

Beberapa orang yang bekerja di usaha rintisan (start up) mengaku terlalu lelah
dengan tuntutan kerja yang kadang tidak jelas. Mereka sudah memilih berkonsultasi
dengan psikolog atau psikiater. Sayang sekali, isu kesehatan mental di kalangan pelaku
usaha rintisan kurang mendapatkan perhatian. Isu ini tenggelam dalam isu yang
menghebohkan, mulai dari gemerlap kehidupan usaha rintisan hingga kabar pendanaan
baru dari pemodal ventura. Kabar pendanaan lebih banyak menghiasi media
dibandingkan masalah yang sedang dihadapi pekerja di usaha rintisan.
Ungkapan kelelahan mental di kalangan usaha rintisan kerap kita dengar dari
mereka dan juga sering muncul di beberapa akun media sosial.
Beberapa masalah yang sering dikeluhkan seperti proyek yang tidak jelas,
atasan yang tidak mau mendengar suara bawahan, atasan yang meminta sebuah
proyek diselesaikan tanpa memberi penjelasan proyek itu sendiri, kompetisi
yang sangat tinggi, dan perintah-perintah yang tidak mempunyai tujuan yang
jelas.
Di banyak negara sebenarnya masalah ini sudah banyak diungkap.
Meski isu lama, sejumlah media mengingatkan perusahaan mewaspadai
kembali berbagai masalah pada tahun ini. Mulai dari pandemi yang belum
selesai dan ancaman masalah ekonomi global membuat kesehatan mental
kembali diangkat. Di setiap krisis, masalah kesehatan mental akan makin
meningkat dan sangat mungkin kasusnya makin beragam.
Sebuah tulisan di Techcrunch pada tahun 2018 pernah membahas
masalah ini. Penulis bernama Jake Chapman mengawalinya dengan kisah tiga
tokoh terkenal. Colin Kroll adalah salah satu pendiri Vine dan HQ Trivia yang
keduanya sangat terkenal dan membawa kegembiraan bagi jutaan orang,
Anthony Bourdain telah menjadi koki, jurnalis, dan filsuf yang membawa
pemahaman dan keterhubungan ke jutaan kehidupan. Robin Williams
membangun karier sebagai komedian dan aktor yang brilian.Sebuah tulisan di
Techcrunch pada tahun 2018 pernah membahas masalah ini. Penulis bernama
Jake Chapman mengawalinya dengan kisah tiga tokoh terkenal. Colin Kroll
adalah salah satu pendiri Vine dan HQ Trivia yang keduanya sangat terkenal
dan membawa kegembiraan bagi jutaan orang, Anthony Bourdain telah
menjadi koki, jurnalis, dan filsuf yang membawa pemahaman dan
keterhubungan ke jutaan kehidupan. Robin Williams membangun karier
sebagai komedian dan aktor yang brilian.
Kesamaan yang dimiliki ketiga orang tersebut adalah bahwa mereka
semua adalah orang-orang yang berada di puncak ketenaran mereka dan
mereka semua mati terlalu cepat. Kematian mereka adalah sebuah tragedi.
Penulis menyebut, yang paling cemerlang dan kreatif di antara kita kadang-
kadang yang paling bermasalah dan tiada tandingnya di dalam ekosistem
kewirausahaan. Dengan setiap kematian yang sebenarnya tidak perlu terjadi,
kesehatan mental menjadi fokus publik namun hanya sebentar.
Perhatian publik itu tidak lebih dari siklus berita dan tidak ada yang
berubah. Heboh di awal kasus, tetapi kemudian berlalu begitu saja. Pernyataan-
pernyataan klise muncul dan sekadar menghiasi media. Padahal, dengan makin
maraknya kasus dan keluhan tentang kesehatan mental, kita harus menanggapi
masalah ini dengan serius dan kita perlu bertindak segera. Kita tidak bisa lagi
menunggu sampai masalah ini menjadi akut. Kita mencemaskan di Indonesia
masalah akan makin berat di tengah tidak adanya data yang mendukung. Siapa
mau peduli dengan anak-anak muda yang sekarang menggilai kerja di
perusahaan teknologi dan usaha rintisan?
Masalah kesehatan mental menjadi makin krusial di tengah ancaman
resesi global. Para pendiri perusahaan dituntut untuk melapangkan jalan bisnis
mereka sehingga harus memiliki keuangan yang sehat. Mereka tidak bisa lagi
bergantung dari seri pendanaan karena investor mulai mengerem pendanaan.
Tuntutan ini tentu berdampak ke semua lini hingga karyawan paling bawah.
Ketegangan tentu akan mewarnai hari-hari kerja di lingkungan usaha
rintisan. Karyawan akan mendapat tuntutan lebih dan tidak lagi bisa leluasa.
Umumnya mereka tidak mau menceritakan masalah mereka sehingga serangan
kesehatan mental tidak muncul ke permukaan.
Persoalan ini memang pelik. Kecenderungan untuk mengungkapkan
masalah mereka sangat jarang terjadi. Masalah-masalah dengan depresi dan
penyakit mental lainnya ini sering dibungkam oleh mereka sendiri yang
menderita.
Sering kali dibutuhkan tragedi untuk menyalakan kembali percakapan
tentang mereka sendiri dan kesehatan mental. Berdasarkan data yang diungkap
oleh laman Orchard Benefits, antara tahun 2011 dan 2015 beberapa kasus
bunuh diri terkenal di dunia usaha rintisan mengungkap masalah ini, termasuk
kematian Austen Heinz (seorang pengusaha biotek dan pendiri Cambrian
Genomics), Aaron Swartz (salah satu pendiri Reddit), dan Jody Sherman
(pendiri Ecoom).
Masalah-masalah dengan depresi dan penyakit mental lainnya ini sering
dibungkam oleh mereka sendiri yang menderita.
Salah satu masalah utama di balik depresi para pendiri usaha rintisan
adalah bahwa pengusaha tidak memiliki sistem perawatan diri yang memadai.
Menurut majalah Fortune, 13 persen usaha rintisan gagal karena pendirinya
kehilangan fokus, 9 persen gagal karena kehilangan semangat, dan 8 persen
gagal karena pendiri kelelahan. Artinya, 30 persen usaha rintisan gagal karena
keadaan emosional pendirinya. Pengusaha lebih rentan terhadap penyakit
mental karena mereka cenderung mengabaikan kesehatan mereka seperti pola
makan mereka sering buruk, mereka hampir tidak pernah cukup tidur, dan
banyak yang tidak pernah meluangkan waktu untuk berolahraga. Mentalitas
usaha rintisan yang mendorong diri sendiri ke jurang dapat memicu kerentanan
suasana hati, yang membuat stres dan kecemasan menjadi lebih sulit untuk
diatasi.
Sebuah tulisan dari Zane Landin di laman The Entrepreneurs
menyebutkan, karena fokus utama wirausaha adalah meluncurkan usaha
rintisan dan memulainya, banyak yang mungkin gagal memasukkan keragaman
dan inklusi selama fase awal pengembangan usaha mereka. Mereka beralasan
persoalan itu bukan merupakan prioritas. Faktanya, sebenarnya lebih baik para
pemimpin perusahaan mulai mendorong komunitas agar memiliki keragaman
sebelum menjadi organisasi yang kompetitif sehingga bisa menciptakan ruang
yang lebih inklusif, tumbuh secara organik dari perspektif yang berbeda, dan
menarik bakat-bakat yang hebat.
Berkait dengan kesehatan mental, keberadaan komunitas diperlukan
untuk memperkuat usaha rintisan dan lingkungan tempat kerja secara
keseluruhan. Bisnis seperti itu tidak hanya sukses karena pendiri dan produk
yang menginspirasi. Bisnis tersebut muncul juga dari tim yang mau melibatkan
semua dan didasarkan pada apa yang dapat dibuat oleh para anggotanya. Pada
akhirnya, pekerjaan terbaik dihasilkan ketika karyawan merasa diberdayakan
dan terinspirasi untuk menampilkan diri mereka yang sebenarnya. Kesehatan
mental menjadi faktor penting di dalam keberhasilan perusahaan ke depan.
Untuk membangun suasana seperti itu, salah satunya adalah
memunculkan budaya empati di tengah masalah masyarakat dan kesehatan
mental mereka. Sayang sekali, topik kesehatan mental telah distigmatisasi
selama beberapa dekade ke titik dimana karyawan merasa tidak nyaman
berbicara tentang masalah kesehatan mental pribadi mereka. Akan tetapi,
pandemi telah memudahkan perbincangan soal kesehatan mental dan
menghadirkan kesempatan bagi perusahaan untuk merangkul karyawan dan
mengajak mereka mengatasi masalah tersebut. Karyawan diajak berkomunikasi
bukan hanya soal pekerjaan saja.
Kunci masalah ini adalah di pemimpin perusahaan untuk memahami
masalah ini dan melakukan tindakan. Pemahaman saja tidak cukup. Mereka
harus melakukan tindakan. Ketika mengetahui ada karyawan yang mengalami
masalah kesehatan mental, maka mereka harus langsung menangani. Fasilitas
pelayanan diharapkan memungkinkan karyawan bisa mengutarakan
masalahnya. Sebuah perusahaan besar telah memiliki sistem yang mendorong
karyawan mengungkapkan perasaannya setiap hari.
Apabila saja hanya sampai tahap simpati formal, karyawan masih akan
menganggap bahwa perusahaan mereka tidak peduli dengan masalah
karyawan.

You might also like