Pada abad ke-15 M, para pedagang dan ulama Islam dari Malaka dan Jawa datang dan menyebarkan Islam di Maluku. Melalui kegiatan ini muncul empat kesultanan Islam di kepulauan Maluku, yaitu kesultanan Ternate, Tidore, Jailolo, dan Bacan. Pada saat kesultanan-kesultanan tersebut berkuasa, masyarakat muslim di Maluku menyebar hingga ke wilayah Banda, Hitu, Haruku, Makyan, dan Halmahera. Kemajuan kesultanan Ternate melebihi kesultanan lain ternyata menyebabkan persaingan antar kesultanan di Maluku. Muncul dua persekutuan besar yang saling bersaing yaitu persekutuan Uli Lima yang dipimpin oleh Ternate dan Uli Siwa yang dipimpin oleh Tidore. Uli Lima terdiri atas lima daerah, yaitu Ternate, Obi, Bacan, Seram, dan Ambon. Uli Siwa terdiri atas sembilan daerah, yaitu Tidore, Jailolo, Makyan, Soe-siu, dan pulau-pulau antara Halmahera sampai bagian barat Papua. Kedatangan bangsa Eropa yaitu Portugis dan Spanyol di Maluku makin memperuncing perselisihan hingga terjadi perseteruan empat pihak. Kesultanan Ternate bersekutu dengan Portugis semantara kesultanan Tidore bersekutu dengan Spanyol. Perseteruan berakhir dan dapat diselesaikan melalui Perjanjian Saragosa yang berisi ketentuan bahwa Spanyol harus pergi meninggalkan Maluku. Kepergian Spanyol membuat Portugis lebih leluasa untuk menguasai kepulauan Maluku. Upaya Portugis ini mendapatkan perlawanan Sultan Khairun dari Ternate. Ia berusaha mengusir Portugis namun usahanya gagal. Perjuangan kemudian dilanjutkan oleh Sultan Baabullah hingga pada tahun 1575 M, benteng Portugis di Ternate direbut, kemudian Portugis berhasil diusir dari bumi Maluku. Pada Tahun 1605 M, persekutuan dagang Belanda yaitu VOC datang menduduki Ambon dan berusaha menguasai kepulauan Maluku. Belanda mendapat perlawanan sengit dari rakyat Maluku, diantaranya adalah perlawanan yang dipimpin oleh Sultan Nuku dari Tidore.