You are on page 1of 5

A.

Analisis tes kuantitatif


1. Kesukaran tes
Kesulitan soal adalah presentase orang yang menjawab suatu soal dengan benar.
Ini adalah frekuensi relatif peserta ujian memilih respon yang benar (Thorndike,
Cunningham, Thorndike, & Hagen, 1991). Yang memiliki indeks mulai dari yang
terendah 0 hingga yang tertinggi +1,00. Indeks kesulitan yang lebih tinggi menunjukan
item yang lebih mudah. Soal yang dijawab dengan benar oleh 75% peserta ujian memiliki
tingkat kesukaran soal 0,75. Soal yang dijawab dengan benar oleh 35% peserta ujian
memiliki tingkat kesulitan soal 0,35.
Kesulitan soal merupakan karakteristik soal dan sampel yang mengikuti tes.
Misalnya, pertanyaan kosa kata yang menanyakan sinonim untuk kata benda bahasa
Inggris akan mudah bagi siswa pascasarjana Amerika dalam sastra Inggris, tetapi sulit
bagi anak-anak sekolah dasar. Kesulitan item memiliki efek yang kuat baik pada
variabilitas skor tes dan presisi yang membedakan skor tes di antara kelompok peserta
ujian (Thorndike, Cunningham, Thorndike, & Hagen, 1991). Dalam membahas prosedur
untuk menentukan nilai tes minimum dan maksimum.
Tingkat kesulitan item dihitung dengan menggunakan rumus berikut (Crocker &
Algina, 1986).
yang menjawabitem dengan benar
Kesulitan¿ total orang yang diuji
× 100
Misalnya, asumsikan 25 orang diuji dan 23 dari mereka menjawab item pertama dengan
benar
23
Kesulitan = 25 × 100 = = 0,904
Tingkat kesukaran soal adalah peluang untuk menjawab benar suatu soal pada
tingkat kemampuan tertentu yang biasanya dinyatakan dalam bentuk indeks. Indeks
tingkat kesukaran merupakan rasio antara penjawab item dengan benar dan banyaknya
penjawab butir (Gronlund, 1982). Indeks tingkat kesukaran ini pada umumnya
dinyatakan dalam bentuk proporsi yang besarnya berkisar 0,00 - 1,00 (Aiken, 1994).
Semakin besar indeks tingkat kesukaran yang diperoleh dari hasil hitungan, berarti
semakin mudah soal itu. Soal dengan indeks kesukaran 0,00 menunjukkan soal tersebut
terlalu sukar, sebaliknya soal dengan indeks kesukaran 1,00 menunjukkan soal tersebut
terlalu mudah. Rumus yang dipergunakan untuk soal obyektif menurut Nitko (1996).
Adalah

P= N
∑B
Dengan :
P = proporsi menjawab benar atau indeks tingkat kesukaran
∑ B = banyaknya peserta tes yang menjawab benar
N = jumlah peserta tes yang menjawab.
Untuk mengetahui tingkat kesukaran soal bentuk uraian digunakan rumus
(Depdiknas, 2008) berikut ini.
Mean
Tingkat Kesukaran =
Jumlah Siswa yang MengikutiTes

Jumlah Siswa Peserta Tes pada suatu Soal


Mean =
Jumlah Siswa yang MengikutiTes

Butir soal yang terlalu sukar sehingga hampir tidak terjawab oleh semua siswa
atau terlalu mudah sehingga dapat dijawab oleh hampir semua siswa, sebaiknya dibuang
karena tidak bermanfaat. Biasanya indeks kesukaran (p) diklasifikasikan menurut Asaad
& Hailaya (2004) menjadi sebagai berikut :
Tabel I. Indeks Kesukaran Butir

Tingkat Kesukaran Jarak Indeks


Terlalu sukar 0,00 – 0,20
Sukar 0,21 - 0,40
Sedang 0,41 – 0,60
Mudah 0,61 – 0,80
Terlalu Mudah 0,81 – 1,00

2. Daya Pembeda (D)


Daya pembeda soal adalah kemampuan suatu butir soal dapat membedakan antara
siswa yang telah menguasai materi yang ditanyakan dan siswa yang
tidak/kurang/belum menguasai materi yang ditanyakan. Atau dengan kata lain,
merupakan indeks perbedaan antara kelompok berkemampuan tinggi dengan
berkemampuan rendah. Dalam menghitung indeks pembedaan (D) nilai pertama tes
setiap siswa dan urutkan peringkat nilai tes.
Selanjutnya, 27% siswa di atas dan 27% di bawah dipisahkan untuk dianalisis.
Wiersma dan Jurs (1990) menyatakan bahwa "27% digunakan karena telah
menunjukkan bahwa nilai ini akan memaksimalkan perbedaan dalam distribusi
normal. Semakin tinggi indeks daya pembeda soal berarti semakin mampu soal yang
bersangkutan membedakan siswa yang telah memahami materi dengan siswa yang
belum memahami materi. Indeks daya pembeda berkisar antara -1,00 sampai dengan
+1,00
Daya pembeda butir soal bentuk pilihan ganda adalah dengan menggunakan
rumus berikut (Gronlund dan Linn, 1995).
Ru−Rl
D= 1 T
2
Dengan
D = indeks Diskriminasi
Ru = jumlah jawaban benar kelompok atas
Rl= jumlah jawaban benar kelompok bawah
T=: jumlah siswa kelompok atas atau bawah

Langkah-Langkah Menghitung Daya Pembeda

1. Susunlah urutan peserta berdasarkan skor yang diperolehnya, mulai skor tertinggi
sampai skor terendah
2. Bagilah peserta tes tersebut menjadi 2 (dua) kelompok yaitu : * Kelompok A: 27%
sebagai kelompok atas * Kelompok B: 27% sebagai kelompok bawah
3. Hitung jumlah kelompok atas yang menjawab benar terhadap butir soal yang yang
akan dihitung daya bedanya
4. Hitung jumlah kelompok bawah yang menjawab benar terhadap butir soal yang yang
akan dihitung daya bedanya
5. Hitung proporsi peserta yang menjawab benar terhadap butir soal tersebut untuk
kelompok atas dan kelompok bawah
6. Menghitung Indeks Daya Pembeda menggunakan rumus di atas

Contoh: Hasil uji coba 10 butir soal pilihan ganda pada 10 orang siswa, adalah sebagai
berikut:

No Siswa Nomor Butir Skor total


1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1 A 1 1 1 1 1 1 0 1 1 0 8
2 B 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 8
3 C 1 1 0 1 1 1 0 1 1 0 7
4 D 1 1 1 1 1 0 1 0 1 0 7
5 E 1 1 1 1 1 0 0 1 1 0 7
6 F 1 0 1 0 0 1 1 0 0 1 5
7 G 1 1 0 0 1 1 0 1 0 1 6
8 H 0 0 1 1 1 0 1 0 0 1 5
9 I 0 1 1 1 0 0 0 1 0 1 5
10 J 1 0 1 0 0 0 1 0 0 1 4
∑X 8 7 8 7 7 5 5 5 5 5 62
P 0,8 0,7 0,8 0,7 0,7 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5

Q 0,2 0,3 0,2 0,3 0,3 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5

Ingin dihitung daya beda butir 1, Maka langkah perhitungannya adalah sebagai berikut:

1. Menentukan proporsi menjawab benar (p) dengan rumus p = ∑ X/N = 8/10 = 0,8
2. Menentukan nilai q, dengan rumus: q = 1- p q = 1-0,8 = 0,2
3. Menentukan rata-rata skor total dengan rumus Mt = (62)/10 = 6,2
4. Menentukan rata-rata skor siswa yang menjawab benar, yaitu 8 orang (kecuali H dan
I) Mp = (8 + 6 +7 + 7 + 7 + 5 + 6 + 4)/8 = 6,50
5. Menentukan standar deviasi dengan rumus

SD = √ 2
N ∑ X −(∑ X)
2
= √ 10 × 402−(62)
2

N ( N −1) 10( 10−1)

=√
176
= √ 3,357 = 1,398
90

∑ X 2 = 82 + 82 +72 + 72 + 72 +52 + 6 2 + 52 + 52 + 4 2

∑ X 2 =402
6. Menentukan korelasi dengan persamaan
Xb− Xs
SD √
R pbis ¿ P/Q

6,5−6,2
= 1,398 √0,80 /0,20 =0,496

Angka 0,496 itu disebut indeks diskriminasi (Suryabrata, 2000), yang


menunjukkan derajat kecermatan soal tersebut dalam membedakan siswa yang tinggi
kemampuannya dari siswa yang rendah kemampuannya.
Untuk mengetahui daya pembeda soal bentuk uraian adalah dengan menggunakan
rumus (Tim Puspendik, 2008) berikut ini.
Mean A−Mean B
D = = Skor Maks
Keterangan
D = daya pembeda soal uraian
Mean A = rata-rata skor siswa pada kelompok atas
Mean B = rata-rata skor siswa pada kelompok bawah
Skor Maks = skor maksimum yang ada pada pedoman penskoran

Adapun klasifikasi indeks daya pembeda adalah seperti Tabel 2 berikut ini (Asaad
& Hailaya, 2004).
Tabel 2. Indek Diskriminasi Butir

Jarak Indeks Tingkat Pembeda


Dibawah 0,10 Butir diragukan
0,11-0,20 Tidak membeda
0,21-0,30 Sedang
0,31-0,40 Membeda
0,41-1,00 Sangat membeda

Referensi
Prof Yusrizal,M.2016. Pengukuran & Evaluasi Hasil Dan Proses Belajar. Pale
Media Prima. Sleman. Yogyakarta
McCowan.J. R dan McCowan. C. S. 1999. Item Analysis for Criterion-
Referenced Test. Center for Development of Human Services. New York
Hetzel. M. S. 1997. Basic Concepts in Item and Test Analysis. Paper

You might also like