You are on page 1of 6

Tugas 2

“Pengantar Sosiologi”
Dosen Pengampu: Luhung Achmad Perguna, M.A.

Disusun oleh:

Nama : Nadila Kustiana Febianti

NIM : 049824551

Prodi : Ilmu Komunikasi

Nama Mata Kuliah : Pengantar Sosiologi

Kode Mata Kuliah: ISIP4110

Universitas Terbuka

2023
Soal 1:

Artikel BOM BUNUH : https://www.detik.com/sulsel/hukum-dan-


kriminal/d-6215349/densus-88-tangkap-terduga-teroris-di-aceh-koordinator-
jaringan-ji.

Terkait wacana tersebut, coba saudara analisis terkait mengapa masih


banyak pelaku bom bunuh diri yang mau melakukan tindakan tersebut. Kaitkan
jawaban saudara dengan materi sosialisasi.

Jawaban:

Terkait dengan fenomena pelaku bom bunuh diri, beberapa studi menunjukkan
bahwa beberapa faktor dapat memengaruhi seseorang untuk melakukan tindakan tersebut,
seperti faktor agama, politik, psikologis, dan lingkungan sosial. Dalam konteks sosialisasi,
seseorang yang tumbuh dan berkembang dalam lingkungan sosial yang mempromosikan
kekerasan atau fanatisme dapat mempengaruhi pemikiran dan tindakan individu tersebut.
Hal ini terkait dengan konsep socialization of violence, di mana individu belajar dan
menginternalisasi nilai-nilai kekerasan dan tindakan ekstrim melalui interaksi dan pengaruh
lingkungan sosialnya. Selain itu, faktor agama dan politik juga dapat mempengaruhi
pemikiran dan tindakan individu. Dalam beberapa kasus, pelaku bom bunuh diri
dipengaruhi oleh pandangan ekstremis yang dianut dalam suatu agama atau ideologi politik
tertentu. Namun demikian, tidak semua orang yang tumbuh dalam lingkungan sosial yang
sama dan memiliki pandangan yang sama dengan pelaku bom bunuh diri akan melakukan
tindakan tersebut.
Faktor-faktor individu seperti tingkat pendidikan, kesehatan mental, dan kestabilan
emosional juga memainkan peran penting dalam menentukan tindakan seseorang. Dalam
mengatasi fenomena pelaku bom bunuh diri, perlu dilakukan upaya pencegahan melalui
sosialisasi nilai-nilai perdamaian, toleransi, dan penghargaan terhadap keberagaman. Selain
itu, penguatan pendidikan dan kesehatan mental juga dapat membantu mencegah tindakan
ekstrim dan kekerasan. Penyebab lain dari aksi bom bunuh diri bisa saja berkaitan dengan
masalah psikologis atau individu tertentu yang merasa terpinggirkan, putus asa, dan tidak
memiliki harapan.
Seseorang yang tidak memiliki koneksi sosial yang kuat atau akses ke sumber daya
ekonomi yang memadai, atau bahkan merasa terdiskriminasi karena faktor agama atau
etnis, mungkin merasa bahwa melakukan aksi kekerasan seperti bom bunuh diri adalah
satu-satunya cara untuk mengekspresikan ketidakpuasan mereka atau mencapai tujuan
tertentu.
Dalam konteks sosialisasi, individu yang mengalami pengabaian atau marginalisasi
mungkin memiliki keterikatan sosial yang rendah dan cenderung merasa tidak terhubung
dengan komunitas yang lebih luas. Dalam kondisi seperti ini, individu mungkin lebih
cenderung untuk terpengaruh oleh lingkungan radikal yang memberikan dukungan dan
identitas bagi mereka. Selain itu, individu mungkin telah disosialisasikan ke dalam sistem
keyakinan dan nilai yang membenarkan kekerasan atau menghargai pengorbanan yang
ekstrem. Namun, perlu dicatat bahwa tidak semua individu yang merasa terpinggirkan atau
putus asa akan melakukan aksi kekerasan. Konteks sosial dan politik yang lebih luas, seperti
konflik atau ketidakadilan sosial, juga dapat menjadi faktor yang mempengaruhi
kemungkinan seseorang untuk melakukan aksi kekerasan.

Soal 2 :

2.Menurut Max Weber, ada tiga dimensi dalam stratifikasi sosial, yaitu
dimensi ekonomi, dimensi kehormatan dan dimensi kekuasaan. Silakan saudara
berikan penjelasan terkait ketiga dimensi tersebut kemudian berikan contoh/ilustrasi
dari masing-masing dimensi yang terjadi di sekitar tempat tinggal saudara (sebutkan
nama daerah tempat saudara tinggal).

Jawaban:

Max Weber, seorang sosiolog dan filsuf Jerman, mengembangkan konsep


stratifikasi sosial yang mencakup tiga dimensi utama: ekonomi, kehormatan, dan
kekuasaan. Berikut adalah penjelasan singkat tentang masing-masing dimensi tersebut:
1. Dimensi ekonomi:
Dimensi ini mencakup distribusi sumber daya ekonomi, seperti uang, harta benda,
dan kesempatan kerja. Status sosial dalam dimensi ekonomi biasanya ditentukan oleh
pendapatan, kepemilikan aset, dan akses ke kesempatan ekonomi.
2. Dimensi kehormatan:
Dimensi ini berkaitan dengan status sosial yang didapatkan berdasarkan faktor-
faktor non-ekonomi seperti keturunan, kebangsawanan, atau reputasi. Status sosial dalam
dimensi kehormatan dapat diperoleh berdasarkan tradisi dan budaya tertentu yang diakui
oleh masyarakat.
3. Dimensi kekuasaan:
Dimensi ini berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk mempengaruhi orang
lain untuk mengikuti kehendak atau keputusan mereka. Status sosial dalam dimensi
kekuasaan ditentukan oleh akses ke posisi politik atau kekuatan institusional yang
memungkinkan seseorang untuk mempengaruhi tindakan orang lain.
Di sekitar tempat tinggal saya di Subang, Indonesia, contoh dari ketiga dimensi
stratifikasi sosial yang dijelaskan oleh Max Weber mungkin termasuk:
1. Dimensi ekonomi:
Seseorang di Subang dapat memperoleh status sosial yang lebih tinggi melalui
kepemilikan harta atau bisnis yang menguntungkan. Misalnya, seseorang yang memiliki
perusahaan yang sukses atau memiliki investasi properti atau menjadi juragan sawah dan
kebun yang menguntungkan dapat memiliki status sosial yang lebih tinggi dalam
komunitas.
2. Dimensi kehormatan:
Di Subang, status sosial dapat didasarkan pada faktor-faktor seperti keturunan atau
hubungan dengan keluarga tertentu yang memiliki reputasi tinggi di masyarakat. Misalnya,
keluarga dengan latar belakang yang terpandang, sesepuh desa atau kebudayaan tertentu
dapat memiliki status sosial yang lebih tinggi daripada keluarga lain.
3. Dimensi kekuasaan:
Di Subang, seseorang dapat memperoleh status sosial yang tinggi melalui kekuatan
politik atau jabatan publik yang dipegang. Misalnya, seseorang yang menjabat sebagai
pejabat pemerintah atau anggota parlemen dapat memiliki status sosial yang lebih tinggi
dalam masyarakat.
Sebagahai tambahan informasi bahwa di Indonesia, dimensi stratifikasi sosial juga
terkait dengan kelas sosial yang didasarkan pada faktor ekonomi. Kelas sosial
menggambarkan posisi seseorang dalam masyarakat berdasarkan tingkat pendapatan,
pekerjaan, dan pendidikan. Berikut contoh di Indonesia, termasuk di sekitar Subang:
1. Dimensi ekonomi:
Di Indonesia, pendapatan dan kesempatan kerja sering menjadi faktor penting
dalam menentukan status sosial seseorang. Seseorang yang memiliki pekerjaan dengan gaji
tinggi dan stabilitas ekonomi yang baik mungkin memiliki status sosial yang lebih tinggi
dibandingkan dengan seseorang yang bekerja di sektor informal dengan pendapatan yang
rendah.
2. Dimensi kehormatan:
Di Indonesia, kehormatan seringkali terkait dengan tradisi dan adat istiadat.
Contohnya, seseorang yang berasal dari keluarga dengan latar belakang kebangsawanan
atau memiliki keturunan yang dihormati di masyarakat, mungkin memiliki status sosial
yang lebih tinggi daripada seseorang dengan latar belakang yang lebih rendah.
3. Dimensi kekuasaan:
Di Indonesia, kekuasaan sering terkait dengan posisi sosial dan politik. Seseorang
yang memegang jabatan publik atau memiliki kekuatan institusional tertentu, seperti
pengusaha besar atau pemilik media, mungkin memiliki status sosial yang lebih tinggi
dalam masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA

Oktaviani, R., & Kurniawan, H. (2018). Socialization of violence theory in the era of
radicalism: Case study of the Surabaya bombings. International Journal of Sociology
and Anthropology Research, 4(2), 91-100.

Kurniawan, H. (2020). Counterterrorism as social practice: Critical analysis of the post-


bombing rehabilitation in Indonesia. International Journal of Sociology and
Anthropology Research, 6(2), 85-93.

Kassin, S. M., Fein, S., & Markus, H. R. (2017). Social psychology (10th ed.). Boston, MA:
Cengage Learning.

Horgan, J. (2008). From profiles to pathways and roots to routes: Perspectives from
psychology on radicalization into terrorism. The Annals of the American Academy of
Political and Social Science, 618(1), 80-94.

Weber, M. (1946). From Max Weber: Essays in Sociology. Oxford University Press.

Suryadinata, L. (2014). Indonesia’s socio-economic transformation: Emerging issues and


challenges. Institute of Southeast Asian Studies.

You might also like