Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
Rumah sakit adalah bagian integral dari keseluruhan sistem pelayanan kesehatan.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia telah menggariskan bahwa rumah sakit
mempunyai tugas melaksanakan upaya kesehatan berdaya guna dan berhasil guna dengan
mengutamakan upaya penyembuhan dan pemulihan yang dilaksanakan secara serasi dan
terpadu dengan upaya peningkatan dan pencegahan serta melaksanakan upaya rujukan.
Pelayanan farmasi rumah sakit adalah bagian yang tidak terpisahkan dari sistem
pelayanan kesehatan di rumah sakit yang berorientasi kepada pelayanan pasien, penyediaan
obat yang bermutu, termasuk pelayanan farmasi klinik yang terjangkau bagi semua lapisan
masyarakat. Pasien safety (keselamatan pasien) merupakan bagian penting dalam resiko
pelayanan di rumah sakit dimana apoteker memiliki peran yang strategis dalam
penerapannya.
Farmasi Rumah Sakit merupakan fasilitas penyelenggaraan kefarmasian di bawah
pimpinan seorang apoteker yang profesional dan memenuhi syarat perumahsakitan secara
hukum untuk mengadakan, menyediakan dan mengelola seluruh aspek penyediaan
perbekalan kesehatan di rumah sakit yang berintikan pelayanan produk dan pelayanan
farmasi klinik yang berorientasi kepada kepentingan penderita.
Pelayanan kefarmasian semakin berkembang, tak terbatas hanya pada penyiapan obat
dan penyerahan obat pada pasien, tetapi perlu melakukan interaksi dengan pasien dan
professional kesehatan lainnya dengan melaksanakan pelayanan pharmaceutical care secara
menyeluruh oleh tenaga farmasi
Tujuan pelayanan farmasi rumah sakit adalah pelayanan farmasi yang paripurna
sehingga dapat: tepat pasien, tepat dosis, tepat cara pemakaian, tepat kombinasi, tepat waktu
dan tepat harga. Selain itu pasien diharapkan juga mendapat pelayanan yang dianggap perlu
oleh farmasi sehingga pasien mendapat pengobatan yang efektif, efisien, aman, rasional
bermutu dan terjangkau
Tuntutan pasien dan masyarakat akan mutu pelayanan farmasi, mengharuskan adanya
perubahan pelayanan dari paradigma lama ke paradigma baru dengan filosofi pharmaceutical
care. Praktek pelayanan kefarmasian merupakan kegiatan yang terpadu dengan tujuan untuk
mengidentifikasi, mencegah, dan menyelesaikan masalah yang berhubungan dengan
kesehatan.
Farmasi klinik adalah cabang ilmu farmasi yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan
dan praktek mengenai penggunaan obat yang rasional. Cabang ilmu farmasi klinik di
Indonesia masih tergolong baru, bahkan di dunia pun umurnya belum ada seabad. Farmasi
klinik pertama kali dirintis di Universitas Michigan pada tahun 1960. Praktek awal farmasi
klinik dirintis oleh David Burkholder, Paul Parker, dan Charles Walton dari Universitas
Kentucky pada akhir tahun 1960. Selama ini, apoteker yang bertugas menyiapkan obat di
instalasi farmasi rumah sakit tidak memiliki akses untuk ikut memantau perkembangan
pengobatan pasien. Para apoteker atau farmasis selama ini dianggap kurang kompeten untuk
dapat memainkan peran dalam pengobatan, padahal farmasis memahami farmakokinetik dan
farmakodinamik.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Sebagai proses, berupa teknik, yaitu metode yang digunakan untuk mengolah bahan.
2. Sebagai pengorganisasian teknik dan metode, sehingga proses dapat dilaksanakan secara
efektif.
3. Sebagai dasar penetapan perencanaan bahan.
4. Sebagai pengawasan atas tujuan penggunaan bahan.
Farmasi klinik merupakan ilmu kefarmasian yang relatif baru berkembang di Indonesia.
Istilah farmasi klinik mulai muncul pada tahun 1960-an di Amerika, yaitu suatu disiplin ilmu
farmasi yang menekankan fungsi farmasis untuk memberikan asuhan kefarmasian
(Pharmaceutical care) kepada pasien. Bertujuan untuk meningkatkan outcome pengobatan.
Secara filosofis, tujuan farmasi klinik adalah untuk memaksimalkan efek terapi,
meminimalkan resiko, meminimalkan biaya pengobatan, serta menghormati pilihan pasien.
Saat ini disiplin ilmu terumah sakitebut semakin dibutuhkan dengan adanya paradigma baru
tentang layanan kefarmasian yang berorientasi pada pasien. Tenaga farmasi yang bekerja di
rumah sakit dan komunitas (apotek, puskesmas, klinik, balai pengobatan dan dimanapun
terjadi peresepan ataupun penggunaan obat), harus memiliki kompetensi yang dapat
mendukung pelayanan farmasi klinik yang berkualitas.
Clinical Resources and Audit Group (1996) mendefinisikan farmasi klinik sebagai :
“ A discipline concerned with the application of pharmaceutical expertise to help maximise
drug efficacy and minimize drug toxicity in individual patients”.
Menurut Siregar (2004) farmasi klinik didefinisikan sebagai suatu keahlian khas ilmu
kesehatan yang bertanggung jawab untuk memastikan penggunaan obat yang aman dan
sesuai dengan kebutuhan pasien, melalui penerapan pengetahuan dan berbagai fungsi
terumah sakitpesialisasi dalam perawatan pasien yang memerlukan pendidikan khusus dan
atau pelatihan yang terumah sakittruktur. Dapat dirumuskan tujuan farmasi klinik yaitu
memaksimalkan efek terapeutik obat, meminimalkan resiko/toksisitas obat, meminimalkan
biaya obat.
2. Meminimalkan resiko
Memastikan risiko yang sekecil mungkin bagi pasien
Meminimalkan masalah ketidakamanan pemakaian obat meliputi efek samping, dosis,
interaksi, dan kontra indikasi
3. Meminimalkan biaya
Untuk rumah sakit dan pasien
Apakah jenis obat yang dipilih adalah yang paling efektif dalam hal biaya dan
rasional ?
Apakah terjangkau oleh kemampuan pasien atau rumah sakit ?
Jika tidak, alternatif jenis obat apa yang memberikan kemanfaatan dan keamanan
yang sama ?
1. Tahap tradisional
Dalam periode tradisional ini, fungsi farmasis yaitu menyediakan, membuat, dan
mendistribusikan produk yang berkhasiat obat. Tenaga farmasi sangat dibutuhkan di apotek
sebagai peracik obat. Periode ini mulai mulai goyah saat terjadi revolusi industri dimana
terjadi perkembangan pesat di bidang industri tidak terkecuali industri farmasi. Ketika itu
sediaan obat jadi dibuat oleh industri farmasi dalam jumlah besar-besaran. Dengan beralihnya
sebagian besar pembuatan obat oleh industri maka fungsi dan tugas farmasis berubah. Dalam
pelayanan resep dokter, farmasis tidak lagi banyak berperan pada peracikan obat karena obat
yang tertulis di resep sudah bentuk obat jadi yang tinggal diserahkan kepada pasien. Dengan
demikian peran profesi kefarmasian makin menyempit.
Farmasi klinis lahir pada tahun 1960-an di Amerika Serikat dan Inggris dalam periode
transisi ini. Masa transisi ini adalah masa perubahan yang cepat dari perkembangan fungsi
dan peningkatan jenis-jenis pelayanan profesional yang dilakukan oleh bebrapa perintis dan
sifatnya masih individual. Yang paling menonjol adalah kehadiran farmasis di ruang rawat
rumah sakit, meskipun masukan mereka masih terbatas. Banyak farmasis mulai
mengembangkan fungsi-fungsi baru dan mencoba menerapkannya. Akan tetapi tampaknya,
perkembangannya masih cukup lambat. Diantara para dokter, farmasis dan perawat, ada yang
mendukung, tetapi ada pula yang menolaknya.
Dalam sistem pelayanan kesehatan pada konteks farmasi klinik, farmasis adalah ahli
pengobatan dalam terapi. Mereka bertugas melakukan evalusi pengobatan dan memberikan
rekomendasi pengobatan, baik kepada pasien maupun tenaga kesehatan lain. Farmasis
merupakan sumber utama informasi ilmiah terkait dengan penggunaan obat yang aman, tepat
dan cost effective.
Proses pelayanan kefarmasian dapat dibagi menjadi tiga komponen yang berjalan secara
kontinu dan berkesinambungan, yaitu :
1. Penilaian (Assessment)
Menjamin bahwa semua terapi obat yang diiberikan kepada pasien terindikasikan,
berkasiat, aman dan sesuai serta untuk mengidentifikasi setiap masalah terapi obat yang
muncul, atau memerlikan pencegahan dini.
2. Pengembangan perencanaan perawatan (Development of a Care Plan)
Secara berkolaborasi, pasien dan praktisi membuat suatu perencanaan untuk
menyelesaikan dan mencegah masalah terapi obat dan untuk mencapai tujuan terapi.
Tujuan ini (dan intervensi) didesain untuk:
Menyelesaikan setiap masalah terapi yang muncul
Mencapai tujuan terapi individual
Mencegah masalah terapi obat yang potensial terjadi kemudian
3. Evaluasi (Evaluation)
Mencatat hasil terapi, untuk mengkaji perkembangan dalam pencapaian tujuan terapi dan
menilai kembali munculnya masalah baru.
Pelayanan farmasi klinik adalah pelayanan langsung yang diberikan kepada pasien dalam
rangka meningkatkan outcome terapi dan meminimalkan risiko terjadinya efek samping
karena obat.
Pelayanan farmasi klinik meliputi:
a. Pengkajian pelayanan dan resep
Pelayanan resep dimulai dari penerimaan, pemeriksaan ketersediaan, pengkajian
resep, penyiapan perbekalan farmasi termasuk peracikan obat, pemeriksaan,
penyerahan disertai pemberian informasi. Pada setiap tahap alur pelayanan resep,
dilakukan upaya pencegahan terjadinya kesalahan pemberian obat (medication error).
Tujuan pengkajian pelayanan dan resep untuk menganalisa adanya masalah terkait
obat, bila ditemukan masalah terkait obat harus dikonsultasikan kepada dokter penulis
resep.
b. Penelusuran riwayat penggunaan obat
Penelusuran riwayat penggunaan obat adalah proses untuk mendapatkan informasi
mengenai seluruh obat/sediaan farmasi lain yang pernah dan sedang digunakan,
riwayat pengobatan dapat diperoleh dari wawancara atau data rekam
medik/pencatatan penggunaan obat pasien.
c. Rekonsiliasi obat
Rekonsiliasi obat merupakan proses membandingkan instruksi pengobatan dengan
obat yang telah didapat pasien. Rekonsiliasi dilakukan untuk mencegah terjadinya
kesalahan obat (medication error) seperti obat tidak diberikan, duplikasi, kesalahan
dosis atau interaksi obat. Kesalahan obat (medication error) rentan terjadi pada
pemindahan pasien dari satu rumah sakit ke rumah sakit lain, antar ruang perawatan,
serta pada pasien yang keluar dari rumah sakit ke layanan kesehatan primer dan
sebaliknya.
d. Pelayanan informasi obat (PIO)
PIO adalah kegiatan penyediaan dan pemberian informasi, rekomendasi obat yang
independen, akurat, tidak bias, terkini dan komprehensif yang diberikan kepada
dokter, apoteker, perawat, profesi kesehatan lainnya serta pasien dan pihak lain di luar
rumah sakit. Kegiatan yang dilakukan pada PIO meliputi :
1) Menjawab pertanyaan.
2) Menerbitkan buletin, leaflet, poster, newsletter.
3) Menyediakan informasi bagi komite/subkomite farmasi dan terapi.
4) Sehubungan dengan penyusunan formularium rumah sakit.
5) Bersama dengan Penyuluhan Kesehatan Masyarakat Rumah Sakit
(PKMRS) melakukan kegiatan penyuluhan bagi pasien rawat jalan dan
rawat inap.
6) Melakukan pendidikan berkelanjutan bagi tenaga kefarmasian dan tenaga
kesehatan lainnya.
7) Melakukan penelitian.
e. Konseling
Konseling obat adalah suatu proses diskusi antara apoteker dengan pasien/keluarga
pasien yang dilakukan secara sistematis untuk memberikan kesempatan kepada
pasien/keluarga pasien mengeksplorasikan diri dan membantu meningkatkan
pengetahuan, pemahaman, dan kesadaran sehingga pasien/keluarga pasien
memperoleh keyakinan akan kemampuannya dalam penggunaan obat yang benar
termasuk swamedikasi.
Tujuan umum konseling adalah meningkatkan keberhasilan terapi, memaksimalkan
efek terapi, meminimalkan risiko efek samping, meningkatkan cost effectiveness dan
menghormati pilihan pasien dalam menjalankan terapi.
f. Visite
Visite merupakan kegiatan kunjungan ke pasien rawat inap yang dilakukan apoteker
secara mandiri atau bersama tim tenaga kesehatan untuk mengamati kondisi klinis
pasien secara langsung, dan mengkaji masalah terkait obat, memantau terapi obat dan
reaksi obat yang tidak dikehendaki, meningkatkan terapi obat yang rasional, dan
menyajikan informasi obat kepada dokter, pasien serta profesional kesehatan lainnya.
Visite juga dapat dilakukan pada pasien yang sudah keluar rumah sakit atas
permintaan pasien yang biasa disebut dengan pelayanan kefarmasian di rumah (home
pharmacy care). Sebelum melakukan kegiatan visite apoteker harus mempersiapkan
diri dengan mengumpulkan informasi mengenai kondisi pasien dan memeriksa terapi
obat dari rekam medis atau sumber lain.
g. Pemantauan terapi obat (PTO)
PTO adalah suatu proses yang mencakup kegiatan untuk memastikan terapi obat yang
aman, efektif, dan rasional bagi pasien. Tujuan pemantauan terapi obat adalah
meningkatkan efektivitas terapi dan meminimalkan risiko ROTD.
h. Monitoring efek samping obat (MESO)
MESO merupakan kegiatan pemantauan setiap respons terhadap obat yang tidak
dikehendaki (ROTD) yang terjadi pada dosis lazim yang digunakan pada manusia
untuk tujuan profilaksis, diagnosa, dan terapi. Efek samping obat adalah reaksi obat
yang tidak dikehendaki yang terkait dengan kerja farmakologi.
i. Evaluasi penggunaan obat (EPO)
EPO merupakan program evaluasi penggunaan obat yang terstrukturi dan
berkesinambungan secara kualitatif dan kuantitatif.
j. Dispensing sediaan khusus
Dispensing sediaan khusus steril dilakukan di instalasi farmasi rumah sakit dengan
teknik aseptik untuk menjamin sterilitas dan stabilitas produk dan melindungi petugas
dari paparan zat berbahaya serta menghindari terjadinya kesalahan pemberian obat.
Tujuan dilakukan dispensing sediaan khusus adalah untuk menjamin sterilitas dan
stabilitas produk, melindungi petugas dari paparan zat berbahaya, dan menghindari
terjadinya kesalahan pemberian obat.
BAB III
PEMBAHASAN
FEEDBACK
PROSES
3. Rekonsiliasi obat
5. Konseling
6. Visite
Proses ini dilakukan untuk mendapatkan output berupa kepuasan pasien dan peningkatan
pengetahuan pasien mengenai obat, sehingga pada akhirnya mendapatkan umpan balik
berupa kepercayaan pasien kepada rumah sakit, pasien safety dan pelayanan berfokus pasien.
BAB IV
KESIMPULAN
Keberadaan masalah yang timbul di pelayanan farmasi klinik adalah pada input-nya,
terutama pada kualitas SDM dimana para pelaku dalam hal ini apoteker masih belum terbiasa
menjalankan keseluruhan proses farmasi klinik walaupun dari segi kompetensi pengetahuan
seorang apoteker sudah cukup tetapi masalah komunikasi dengan pasien ataupun dengan
pemberi asuhan lainnya masih harus dibenahi, sehingga proses dapat berjalan lancar.
Sedangkan tingkat kepuasan pasien dilihat di output, sehingga menghasilkan suatu
feedback, berupa kepercayaan pasien meningkat maka pasien akan kembali datang berobat di
rumah sakit di kemudian hari, proses pasien safety dan pelayanan berfokus pasien berjalan
baik.
BAB V
DAFTAR PUSTAKA