You are on page 1of 7

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT., karena berkat hidayah dan rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan
makalah yang berjudul “Rehabilitasi dan Konservasi Terumbu Karang”. Terima kasih kami ucapkan untuk
Bapak/Ibu dosen mata kuliah Konservasi Sumberdaya dan Lingkungan Laut atas ilmu yang telah
diberikan. Ilmu dari mata kuliah Konservasi Sumberdaya dan Lingkungan Laut sangat dibutuhkan oleh
mahasiswa Ilmu Kelautan karena melalui mata kuliah ini mahasiswa mampu menambah pengetahuan
mengenai ekosistem penyusun penting di perairan.
Kelompok kami menyadari bahwa makalah ini telah tersusun namun masih terdapat kekurangan.
Dengan kerendahan hati, kelompok kami menerima kritik dan saran yang bersifat membangun untuk
mengkoreksi perihal yang kurang tepat dan memotivasi mahasiswa agar dapat menyajikan makalah
yang lebih baik lagi.
Jatinangor, September 2019

Penulis

DAFTAR ISI

Bab 1

KATA PENGANTAR................................................................................i

DAFTAR ISI..............................................................................................ii

I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah............................................................................ 1
1.3 Tujuan.............................................................................................. 2
II. PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Terumbu Karang, Rehabilitasi, dan Konservasi............ 3
2.2 Fungsi Fisik, Ekologis, dan Ekonomis Terumbu Karang................ 4
2.3 Faktor-Faktor Penyebab Degradasi Terumbu Karang..................... 5

2.4 Teknik-Teknik Rehabilitasi dan Konservasi Terumbu Karang ....... 8

III. PENUTUP
3.1 Kesimpulan.................................................................................... 12
DAFTAR PUSTAKA............................................................................... 13

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan 2/3 wilayah yang berupa perairan,
memiliki tingkat keanekaragaman hayati laut yang sangat tinggi, karena memiliki berbagai ekosisitem
pesisir dan laut, terutama ekosistem termbu karang. Indonesia juga merupakan bagian dari Segitiga
Terumbu Karang Dunia (World Coral Triangle), wilayah yang mengandung keanekaragaman hayati laut
tertinggi di dunia.
Seiring dengan bertambahnya populasi penduduk dan meningkatnya kebutuhan, maka meningkat pula
aktivitas manusia yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Beberapa aktivitas manusia
antara lain industri, transportasi, penangkapan ikan dll, menyebabkan meningkatnya beban dan tekanan
terhadap lingkungan perairan yang dapat mengakibatkan kerusakan ekosisitem pesisir, di antaranya
ekosistem terumbu karang. Saat ini, terumbu karang Indonesia sedang menghadapi ancaman lokal dan
global yang signifikan, termasuk perubahan iklim (climate change), penangkapan ikan yang berlebihan
(over fishing), dan penangkapan ikan dengan cara yang merusak (destructive fishing).
Kegiatan konservasi dan rehabilitasi ekosistem terumbu karang merupakan hal yang penting dipelajari
bagi mahasiswa Program Studi Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran, sesuai dengan kurikulum program
studi. Mahasiswa harus turut berperan aktif dalam menjaga kelestarian ekosistem terumbu karang.
Untuk itu mahasiswa perlu memahami ekosistem terumbu karang, peranannya, faktor-faktor penyebab
degradasi dan upayaupaya rehabilitasi dan konservasi terumbu karang.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, didapat rumusan masalah yang teridentifikasi sebagai
berikut:
a. Apa pengertian dari terumbu karang?
b. Apa saja fungsi fisik, ekologis, dan ekonomis terumbu karang?
c. Apa saja faktor-faktor penyebab degradasi terumbu karang?
d. Bagaimana teknik rehabilitasi dan konservasi terumbu karang?
1.3 Tujuan
Setelah menyusun makalah ini, diharapkan mahasiswa memahami:
a. Pengertian dari terumbu karang.
b. Fungsi fisik, ekologis, dan ekonomis terumbu karang.
c. Faktor-faktor penyebab degradasi terumbu karang.
d. Teknik rehabilitasi dan konservasi terumbu karang?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Terumbu Karang, Rehabilitasi, dan Konservasi
A. Terumbu Karang
Menurut pembentuk katanya, Nybakken (1992) mendefinisikan terumbu sebagai endapan-endapan
masif yang penting dari kalsium karbonat yang dihasilkan oleh karang dengan sedikit tambahan dari alga
berkapur yang mengeluarkan kalsium karbonat. Kemudian karang atau disebut juga polip merupakan
hewan dari ordo Scleractinia yang menghasilkan kapur sebagai pembentuk utama terumbu (Guilcher,
1988). Terumbu karang adalah ekosistem di laut tropis yang dibangun oleh biota laut penghasil kapur
khususnya jenis – jenis karang batu dan alga berkapur, bersamasama dengan biota yang hidup di dasar
yaitu jenis – jenis mollusca, crustacea, echinodermata, polychaeta, porifera dan tunicata serta biota lain
yang hidup bebas di perairan sekitarnya (Supriharyono, 2000).

B. Rehabilitasi
Rehabilitasi menurut KBBI adalah pemulihan kepada kedudukan (keadaan, nama baik) yang dahulu
(semula). Bisa diartikan sebagai suatu kegiatan/upaya memperbaiki ekosistem agar dapat kembali
produktif dan berfungsi sebagaimana seharusnya. Menurut Bengen (2001), terdapat dua pendekatan
rehabilitasi, yaitu rehabilitasi lunak dan rehabilitasi keras

• Rehabilitasi lunak, berkenaan dengan penanggulangan akar masalah, dengan asumsi jika akar masalah
dapat diatasi, maka alam akan mempunyai kesempatan untuk merehabilitasi dirinya sendiri secara
alami. Sehingga rehabilitasi ini menekankan pada pengendalian perilaku manusia

• Rehabilitasi keras, menyangkut kegiatan langsung perbaikan lingkungan di lapangan. Dapat


dilaksanakan transplantasi di lingkungan yang perlu direhabilitasi.
C. Konservasi

Biologi konservasi adalah ilmu lintas-disiplin (terpadu) yang dikembangkan untuk menghadapi berbagai
tantangan demi melindungi spesies dan ekosistem. Dengan tujuan menurut Wilson (1992) dalam
Indrawan (2007) sebagai berikut :

• Menyelidiki dampak manusia terhadap keberadaan dan kelangsungan hidup spesies, komunitas, dan
ekosistem,

• Mengembangkan pendekatan praktis untuk mencegah kepunahan spesies dan memperbaiki


komunitas biologi dan fungsi ekosistem terkait, dan

• Mempelajari serta mendokumentasi seluruh aspek keanekaragaman hayati di bumi


2.3 Faktor-Faktor Penyebab Degradasi Terumbu Karang
Terdapat berbagai penyebab terjadinya degradasi terumbu karang, di antaranya adalah:
a. Penggunaan Bom dan Alat Tangkap Ikan yang Merusak Kegiatan penangkapan dengan bahan peledak
dapat menciptakan lubang sekitar satu hingga dua meter pada terumbu karang. Selain itu, penggunaan
alat tangkap trawl pada daerah karang merupakan kegiatan penangkapan yang bersifat merusak dan
tidak ramah lingkungan karena dapat merusak fisik terumbu karang.

b. Pemanasan Global

Pemanasan global adalah proses meningkatnya suhu rata-rata atmosfer, laut, dan daratan bumi.
Pemanasan global yang saat ini terjadi sangat mengancam ekosistem terumbu karang di bawah laut.
Ekosistem terumbu karang sebagian besar terdapat di perairan tropis, sangat sensitif terdapat
perubahan lingkungan hidupnya terutama suhu, salinitas, sedimentasi, eutrofikasi dan memerlukan
kualitas perairan alami. Pemanasan global menyebabkan naiknya suhu dan permukaan air laut. Dasar
laut yang semakin dalam menyebabkan sinar matahari semakin sulit untuk menjangkau tempat hidup
Algae dan Coral. Hal ini tentu akan mengganggu kemampun Zooxanthellae untuk berfotosintesis, yang
akhirnya berdampak pada pasokan nutrisi dan warna karang serta dapat memicu produksi kimiawi
berbahaya yang merusak sel-sel mereka. Coral akan mati meninggalkan bongkahan kalsium kapur
(CaCO3) berwarna putih jika perairan tidak segera membaik sesuai batasan hidupnya.

c. Penambangan Karang

Dalam banyak kasus, terumbu karang ditambang untuk kegunaan bahan bangunan. Ada pula yang
diolah menjadi beragam souvenir, aksesoris, dan perhiasan. Penambangan dan pengambilan karang
merupakan kegiatan merusak terumbu karang yang banyak dilakukan oleh masyarakat pesisir pada
umumnya. Penyebab utama penambangan karang adalah tidak tersedianya bahan bangunan, terutama
batu pada suatu daerah pesisir dan pulau kecil, sehingga alternatif termudah adalah mengambil dari
terumbu karang. Jenis yang umum diambil adalah batu karang (stony coral; Porites spp) dan tidak jarang
karang yang diambil tersebut adalah karang yang masih hidup. Karang yang diambil dipergunakan untuk
membuat bangunan/rumah, jalan, lapangan bola, tanggul-tanggul tambak yang diambil dari terumbu
karang pada bagian depan tambak. Karang juga biasanya digunakan sebagai bahan baku dalam
pembuatan kapur. Pada daerah-daerah yang tidak memiliki bahan galian seperti batu yang dapat dipakai
dalam pembuatan bangunan atau untuk memperoleh bahan-bahan bangunan tersebut sangat jauh,
maka penambangan karang merupakan alternatif yang terbaik dan termudah yang dapat dilakukan,
meskipun banyak masyarakat yang sadar bahwa kegiatan mereka dapat merusak ekosistem terumbu
karang.

d. Pariwisata
Dalam kegiatan pariwisata, untuk mencapai suatu lokasi diperlukan kapal sebagai jalur transportasi
untuk sampai ke tempat pariwisata yang ingin dituju. Saat menyandarkan kapal, biasanya jangkar
langsung dibuang begitu saja tanpa memperhatikan terumbu karang yang ada di bawahnya. Biasanya
juga karena faktor kesengajaaan, hal ini dikarenakan jangkar yang tersangkut di terumbu karang tidak
mudah goyang dan tidak terbawa arus. Jangkar ini kemudian akan menghancurkan terumbu karang
menjadi puing – puing.
Selain jangkar, kegiatan seperti snorkeling dan diving juga merupakan salah satu penyebab rusaknya
terumbu karang. Keindahan alam yang disuguhkan oleh terumbu karang menambah daya tarik bagi
wisatawan untuk berfoto, menyentuh, serta memotong terumbu karang untuk dibawa pulang. Selain
itu, biasanya ada juga para wisatawan yang menginjak terumbu karang. Hal inilah yang menyebabkan
kerusakan terumbu karang. Padahal karang merupakan makhluk hidup yang sangat sensitif.

e. Polusi atau Sedimentasi


Konstruksi di daratan dan sepanjang pantai, penambangan atau pertanian di daerah aliran sungai
atapun penebangan hutan tropis menyebabkan tanah hutan mengalami erosi dan terbawa melalui
aliran sungai ke laut dan terumbu karang. Kotoran-kotoran, lumpur ataupun pasir-pasir ini dapat
membuat air menjadi kotor dan tidak jernih lagi sehingga karang tidak dapat bertahan hidup karena
kurangnya cahaya.
Rogers dalam Tomascik et al. (1997) mengatakan bahwa laju sedimentasi dapat menyebabkan kekayaan
spesies rendah, tutupan karang rendah, mereduksi laju pertumbuhan dan dan laju recruitment yang
rendah, sertatingginya pertumbuhan karang bercabang. Beban sedimen melayang ini akan
menyebabkan kekeruhan di perairan yang akan mengurangi cahaya mata hari sampai ke dasar perairan.
Kondisi ini akan sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan terumbu karang.

f. Peledakan Populasi Pemangsa Karang Bintang laut Acanthaster planci merupakan penghuni terumbu
karang yang alami. Anakan Acanthaster planci yang masih kecil hidup di antara pecahan karang di dasar
terumbu. Mereka memakan alga berkapur yang tumbuh pada pecahan karang tersebut. Pengelolaan
terumbu karang untuk mengatasi masalah Acanthaster planci seharusnya ditujukan untuk mencegah
munculnya peledakan populasi, menangani peledakan populasi yang sedang terjadi, dan mempercepat
pemulihan terumbu karang yang rusak oleh Acanthaster planci. Pencegahan timbulnya peledakan
populasi harus menjadi pilihan utama didalam pengelolaan Acanthaster planci.
g. Penyakit
Penyakit karang didefinisikan sebagai suatu kegagalan fungsi vital hewan karang, organ, atau sistem,
termasuk interupsi, penghentian pertumbuhan dan perkembangbiakan yang penyebabnya bisa berasal
dari sumber biotik ataupun abiotik (Johan, 2010). Contoh penyakit karang adalah Black Band Disease
disebabkan oleh mikroorganisme yang berikuran kecil kurang dari 1 mm yaitu Phormidium corallyticum.
Bakteri ini menyerang karang yang dapat berakibat pada kematian karang. Setelah karang mati akan
ditumbuhi oleh alga filamen.

Penyakit karang juga dapat disebabkan oleh cacing yang dikenal dengan Porites Pink Block Disease
(PPBD), di lapangan sangat mudah mengenalnya karena permukaan koloni dicirikan berwarna pink.
Penelitian di Hawaii ditemukan cacing Trematoda Podocotyloides sebagai parasit di polip karang.
Sebenarnya cacing ini juga hidup di kekerangan (bibalve), koral dan ikan (ikan kepe-kepe, Chaetodon).
Penyakit ini dapat menyebabkan penurunan rata-rata pertumbuhan mencapai 50% (Aeby, 1992).
Karangakan mengalami penurunan kandungan zooxanthella. Kecepatan hilangnya jaringan karang akibat
penyakit karang mulai dari bagian dasar koloni sampai ke atas bekisar 3 mm sampai 2 cm per hari.

h. Penutupan oleh Alga


Ledakan populasi alga dapat berakibat fatal terhadap terumbu karang. Disetiap penambahan jumlah
persentase tutupan alga maka akan diikuti dengan pengurangan jumlah persentase tutupan karang
hidup. Kompetisi algae dengan biota karang dilakukan dalam perolehan zat hara pada ruang tumbuh
yang sama. Jika populasi algae di perairan meningkat, maka akan menutupi karang sehingga karang akan
terganggu karena sulit mendapatkan sinar matahari secara optimal untuk berfotosintesis.
2.4 Teknik Rehabilitasi dan Konservasi Terumbu Karang
Menurut Yuniarti (2007), terdapat berbagai upaya rehabilitasi dan konservasi terumbu karang, di
antaranya adalah:
a. Transplantasi Terumbu Karang
Salah satu cara dalam merehabilitasi terumbu karang yang sudah rusak adalah dengan melakukan
transplantasi terumbu karang. Transplantasi karang merupakan salah satu upaya rehabilitasi terumbu
karang yang semakin terdegradasi melalui pencangkokan atau pemotongan karang hidup yang
selanjutnya ditanam di tempat lain yang mengalami kerusakan atau menciptakan habitat baru. Teknik ini
semakin populer baik di pihak pemerintah maupun di kalangan masyarakat. Transplantasi karang dapat
dilakukan untuk berbagai tujuan yaitu :
1. Untuk pemulihan kembali terumbu karang yang telah rusak
2. Untuk pemanfaatan terumbu karang secara lestari (perdagangan karang hias)
3. Untuk perluasan terumbu karang
4. Untuk tujuan pariwisata
5. Untuk meningkatkan kepedulian masyarakat akan status terumbu karang
6. Untuk tujuan penelitian.
Sebelum memulai dan melakukan transplantasi karang, diperlukan berbagai pertimbangan mengenai
tepat atau tidaknya upaya transplantasi yang akan dilakukan. Banyak kasus di mana transplantasi yang
telah dikerjakan menjadi tidak optimal bahkan sia-sia karena minimnya rencana pemeliharaan,
monitoring, dan tidak mempertimbangkan kondisi lingkungan sehingga hasil transplantasi tidak dapat
bertahan. Oleh karena itu, diperlukan tahapan perencanaan sebelum melakukan transplantasi karang,
seperti:

1. Pikirkan upaya transplantasi karang yang efektif dan sesuai dengan karakteristik lingkungan biotik
maupun abiotik dari lokasi
2. Penentuan lokasi dan penandaan lokasi
3. Persiapan alat-alat
4. Pencarian biakan karang yang akan ditransplan

5. Pemasangan rangka
6. Pengikatan Fragmen Karang

7. Pengukuran Laju Pertumbuhan secara berkala


8. Monitoring dan pemeliharaan

Metode transplantasi di Indonesia saat ini berbagai macam-macam. Beberapa metode yang sudah
digunakan adalah metode rak jaring dan substrat (Subhan et al., 2008), beton (Johan, 2012), jaring dan
pecahan (Fadli, 2008), substrat alami (Haris 2012 ) dan dimodifikasi menggunakan biorock karang
(Zamani et al., 2009; Madduppa et al., 2007).Seiring dengan perjalanan waktu, metode rak, jaring dan
substrat ini memperlihatkan kelemahan antara lain, daya tahan jaring ternyata kurang bertahan lama.
Jaring mengalami putus dan sobek sering terjadi. Hal tersebut mengakibatkan karang-karang yang sudah
berukuran besar terlepas dari jaring

Sebagai pengganti rak, jaring dan substrat, konstruksi yang terbuat dari bahan beton dapat menjadi
solusi. Kelebihan dari beton adalah memiliki daya tahan yang lama dan dapat membentuk formasi yang
stabil. Stabilitas daerah penempelan membuat karang dapat menempel dan tumbuh dengan baik. Selain
itu, beton dapat menjadi media untuk penempelan larva karang. Seperti penelitian Aziz et al (2011)
menemukan bahwa banyak terjadi penempelan karang secara alami pada terumbu buatan yang terbuat
dari beton.
b. Biorock
Biorock merupakan suatu proses deposit elektro mineral di dalam laut yang baisa juga disebut akresi
mineral. Pada tahun 1974 teknnlogi ini dikembangkan oleh Prof. Wolf H. Hilbertz, seorang arsitek
berkebangsaan Jerman. Teknologi ini awalnya dikembangkan untuk mendapatkan bahan bangunan jenis
baru. Tapi pada tahun 1988, Prof. Wolf H. Hilbertz bertemu dengan ahli ekologi karang, Dr. Thomas J.
Goreau dan mendirikan Global Coral Reef Alliance (GCRA) dan mulai melakukan riset untuk
mengembangkan teknologi biorock dengan focus pada perkembangbiakan, pemeliharaan, dan restorasi
terumbu karang serta struktur proteksi pesisir

c. Kampanye Penyelamatan
Kampanye penyelamatan yang dilakukan di wilayah terumbu karang hidup, diharapkan keadaan
masyarakat dan pemerintah terhadap arti penting dan nilai strategis terumbu karang terutam adi
Indonesia akan meningkat. Program kampanye-kampanye untuk menjaga kelestarian terumbu karang
saat ini sudah banyak dilakukan, salah satunya adalah dengan menisiasi adanya daerah Coral Triangle
Initiative (CTI) yang mencakup daerah di Indonesia, Filipina, Australia dan New Guinea.

d. Pengelolaan Sumberdaya Kelautan Berbasis Masyarakat


Pengelolaan sumberdaya kelautan berbasis masyarakat merupakan salah satu strategi pengelolaan yang
dapat meningkatkan efisiensi dan keadilan dalam pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya alam.
Selain itu strategi ini dapat membawa efek positif secara ekologi dan sosial. Pengelolaan sumberdaya
alam khususnya sumberdaya kelautan berbasis komunitas lokal sangatlah tepat diterapkan, selain
karena efeknya yang positif juga mengingat komunitas lokal memiliki keterikatan yang kuat dengan
daerahnya sehingga pengelolaan yang dilakukan akan diusahakan demi kebaikan daerahnya dan tidak
sebaliknya. Seiring trend di dunia yang sedang giat-giatnya mengupayakan penguatan institusi lokal
dalam pengelolaan laut (pesisir).
Laut tidak semata merupakan sebuah sistem ekologi, tetapi juga sistem sosial. Karena itu,
pengembangan kelautan dengan memperhatikan sistem ekologi-sosial mereka yang khas menjadi
penting. Kuatnya institusi lokal di pesisir merupakan pilar bangsa bahari. Bila mereka berdaya, aturan
lokal mereka bisa melengkapi kekuatan hukum formal, mereka bisa menjadi pengawas laut yang efektif,
menjadi pengelola perikanan lokal karena didukung pengetahuan lokal (traditional ecological
knowledge) serta pendorong tumbuhnya ekonomi pesisir.

You might also like