You are on page 1of 2

1.

Dalam RUU KUHAP ada isu hukum mengenai pemberlakuan konsep plea bargaining,
coba saudara analisa konsep plea bargaining dikaitkan dengan pemeriksaan acara
singkat, kemudian apa perbedaan konsep plea bargaining dengan restorative justice
dalam hukum pidana di Indonesia?

Jawab :

Konsep plea bargaining jika dikaitkan dengan pemeriksaan acara singkat dapat
membuat suatu proses tindak pidana berjalan lebih cepat, karena pada dasarnya konsep
plea bargaining ini adalah membuat pelaku tindak pidana mengakui kesalahannya dan
sebagai ganti karena pelaku telah mengakui kesalahan nya maka jaksa akan
memberikan hukuman yang lebih ringan kepada pelaku. Dan hal ini dapat membuat
jalan nya persidangan lebih cepat, dan juga dapat mengurangi biaya yang dikeluarkan
selama persidangan.

Perbedaan konsep plea bargaining dengan restorative justice dalam hukum


pidana di Indonesia adalah pada konsep plea bargaining jaksa hanya memberikan
kesepakatan atau negoisasi kepada pelaku tindak pidana untuk mengakui kesalahannya
sehingga jaksa dapat memberikan hukuman lebih ringan atau di dakwa dengan tindak
pidana yang lebih ringan, sedangkan dalam konsep restorative justice adalah suatu
upaya mempertemukan kedua belah pihak yang bermasalah dengan maksud dan tujuan
untuk menyelesaikan suatu permasalahan secara kekeluargaan agar permasalahan yang
terjadi tidak masuk ke tahap pengadilan.

2. PERMA Nomor 4 Tahun 2020 tentang Administrasi dan Persidangan Perkara Pidana
di Pengadilan Secara Elektronik mengatur bagaimana tata cara persidangan perkara
pidana secara elektronik, yang mana salah satunya mengatur tidak perlu hadirnya
terdakwa secara fisik di persidangan, hal mana kontradiktif dengan Pasal 154 KUHAP
yang mengharuskan hadirnya Terdakwa di persidangan kecuali terhadap perkara
tertentu, coba bagaimana pendapat saudara mengenai hal tersebut?

Jawab :

Menurut pendapat saya, saya setuju dengan peraturan pada pasal 154 KUHP
yang mengharuskan hadirnya terdakwa di persidangan karena dengan hadirnya
terdakwa di pengadilan maka terdakwa dapat mengemukakan pembelaanya di hadapan
jaksa. Hadirnya terdakwa di persidangan berkaitan dengan proses pembuktian pidana.
Sehingga perlu suatu kejelasan mengenai sidang pidana agar bisa sejalan dengan hak
dan prinsip yang telah diatur dalam KUHP. Misalnya hal teknis yang berdampak pada
hak terdakwa dan keterbukaan, seperti makna “terdakwa dipanggil masuk” dalam pasal
154 ayat (1) KUHP. Menurut pendapat saya pula penerapan PERMA Nomor 4 Tahun
2020 dipandang dapat bertentangan dengan hak terdakwa dalam proses pembuktian
kasus tindak pidana. Munculnya permasalahan ini dapat melanggar prinsip peradilan
pidana yang adil (fair). Hal ini selanjutnya akan berdampak pada proses pembuktian,
sebab pembuktian merupakan bagian yang paling penting dalam acara pidana yang
mana hak asasi manusia dipertaruhkan.

You might also like