You are on page 1of 16

LAPORAN INDIVIDU

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN


DENGAN DOC (Decrease Of Consciousness ) ATAU PENURUNAN
KESADARAN

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Laporan Individu

Praktek Klinik Keperawatan Kegawat Daruratan

Di RST Dr. Soepraon

Oleh:

Nama : Reannisaa Maharatih Wandapradiftia

NIM : P17210203054

PRODI D-III KEPERAWATAN MALANG

JURUSAN KEPERAWATAN

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG

TAHUN AJARAN 2022/2023


LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Pendahuluan dan Asuhan keperawatan pada pasien dengan Diagnosa Medis DOC
(Decrease of Consciousness) Di RST Dr. Soepraon Periode 26 September 2022 s/d 01
Oktober 2022 Tahun Ajaran 2022/2023

Telah disetujui dan disahkan pada tanggal …… Bulan September Tahun 2022

Malang,

Pembimbing Klinik Preceptor Akademik

___________________________ _________________________
NIP. NIP.

Kepala Ruangan

___________________________
NIP.
LAPORAN PENDAHULUAN
1. KONSEP DASAR
1.1. PENGERTIAN
Penurunan kesadaran adalah kondisi saat kesadaran menurun sebagai akibat
berbagai macam gangguan atau penyakit. Gangguan tersebut akhirnya mengacaukan
fungsi reticular activating system secara langsung maupun tidak langsung, yang
kemudian menyebabkan orang tersebut tidak sadar. Kondisi ini dapat menyebabkan
kemampuan untuk terjaga, tersadar, dan mengalami gangguan orientasi. Bahkan
kondisi penurunan kesadaran yang tidak segera diatasi dapat memicu keadaan darurat
medis.
1.2. PATOFISIOLOGI
Patofisiologi menerangkan terjadinya kesadaran menurun sebagai akibat dari
berbagai macam gangguan atau penyakit yang masing-masing pada akhirnya
mengacaukan fungsi reticular activating system secara langsung maupun tidak
langsung. Ada tiga tipe lesi /mekanisme yang masing-masing merusak fungsi
reticular activating system, baik secara langsung maupun tidak langsung.
a. Disfungsi otak difus
1) Proses metabolik atau submikroskopik yang menekan aktivitas
neuronal.
2) Lesi yang disebabkan oleh abnormalitas metabolik atau toksik atau
oleh pelepasan general electric (kejang) diduga bersifat subseluler
atau molekuler, atau lesi-lesi mikroskopik yang tersebar.
3) Cedera korteks dan subkorteks bilateral yang luas atau ada kerusakan
thalamus yang berat yang mengakibatkan terputusnya impuls
talamokortikal atau destruksi neuronneuron korteks bisa karena
trauma (kontusio, cedera aksonal difus), stroke (infark atau
perdarahan otak bilateral).
4) Sejumlah penyakit mempunyai pengaruh langsung pada aktivitas
metabolik sel-sel neuron korteks serebri dan nuclei sentral otak seperti
meningitis, viral ensefalitis, hipoksia atau iskemia yang bisa terjadi
pada kasus henti jantung. Pada umumnya, kehilangan kesadaran pada
kondisi ini setara dengan penurunan aliran darah otak atau
metabolisme otak.
b. Efek langsung pada batang otak
1) Lesi di batang otak dan diensefalon bagian bawah yang
merusak/menghambat reticular activating system.
2) Lesi anatomik atau lesi destruktif terletak di talamus atau midbrain di
mana neuron-neuron ARAS terlibat langsung.
3) Pola patoanatomik ini merupakan tanda khas stroke batang otak akibat
oklusi arteri basilaris, perdarahan talamus dan batang otak atas, dan
traumatic injury
c. Efek kompresi pada batang otak
1) Kausa kompresi primer atau sekunder
2) Lesi masa yang bisa dilihat dengan mudah.
3) Massa tumor, abses, infark dengan edema yang masif atau perdarahan
intraserebral, subdural maupun epidural. Biasanya lesi ini hanya
mengenai sebagian dari korteks serebri dan substansia alba dan
sebagian besar serebrum tetap utuh. Tetapi lesi ini mendistorsi
struktur yang lebih dalam dan menyebabkan koma karena efek
pendesakan (kompresi) ke lateral dari struktur tengah bagian dalam
dan terjadi herniasi tentorial lobus temporal yang berakibat kompresi
mesensefalon dan area subthalamik reticular activating system, atau
adanya perubahan perubahan yang lebih meluas di seluruh hemisfer.
4) Lesi serebelar sebagai penyebab sekunder juga dapat menekan area
retikular batang otak atas dan menggesernya maju ke depan dan ke
atas. 5) Pada kasus prolonged coma, dijumpai perubahan patologik
yang terkait lesi seluruh bagian sistim saraf korteks dan diensefalon.
1.3. ETIOLOGI
Untuk memudahkan mengingat dan menelusuri kemungkinan – kemungkinan
penyebab penurunan kesadaran dengan istilah “ SEMENITE “ yaitu :
 S : Sirkulasi
Meliputi stroke dan penyakit jantung
 E : Ensefalitis
Dengan tetap mempertimbangkan adanya infeksi sistemik / sepsis yang
mungkin melatarbelakanginya atau muncul secara bersamaan.
 M : Metabolik
Misalnya hiperglikemia, hipoglikemia, hipoksia, uremia, koma hepatikum
 E : Elektrolit
Misalnya diare dan muntah yang berlebihan.
 N : Neoplasma
Tumor otak baik primer maupun metastasis
 I : Intoksikasi
Intoksikasi berbagai macam obat maupun bahan kimia dapat menyebabkan
penurunan kesadaran
 T : Trauma
Terutama trauma kapitis : komusio, kontusio, perdarahan epidural,
perdarahan subdural, dapat pula trauma abdomen dan dada.
 E : Epilepsi
Pasca serangan Grand Mall atau pada status epileptikus
1.4. TANDA DAN GEJALA
Gejala klinik yang terkait dengan penurunan kesadaran adalah :
Penurunan kesadaran secara kwalitatif, GCS kurang dari 13, sakit kepala hebat,
muntah proyektil, papil edema, asimetris pupil, reaksi pupil terhadap cahaya
melambat atau negative, demam, gelisah, kejang, retensi lendir / sputum di
tenggorokan, retensi atau inkontinensia urin, hipertensi atau hipotensi,
takikardi atau bradikardi, takipnu atau dispnea, edema lokal atau anasarka,
sianosis, pucat dan sebagainya

1.5. TINGKAT KESADARAN SESEORANG


a. Kompos Mentis: Ini adalah kondisi sadar sepenuhnya baik terhadap dirinya
maupun lingkungan. Pada kompos mentis, aksi dan reaksi sifatnya setara. 
b. Apatis: kondisi atau keadaan seseorang yang tampak segan dan acuh tak acuh
terhadap lingkungan.
c. Delirium: Penurunan tingkat kesadaran seseorang disertai kekacauan motorik
dan siklus tidur bangun yang terganggu. Pengidapnya akan tampak gelisah,
kacau, disorientasi, dan meronta-ronta.
d. Somnolen (Letargi, Obtundasi, dan Hipersomnia): Ini adalah kondisi
mengantuk yang masih dapat dipulihkan bila diberi rangsangan. Namun, saat
rangsangan dihentikan, orang tersebut akan tertidur lagi. Pada kondisi ini,
jumlah jam tidur meningkat dan reaksi psikologis menjadi lambat.
e. Soporous atau Stupor: Ini adalah keadaan mengantuk yang cukup dalam.
Pengidap masih dapat dibangunkan dengan rangsangan kuat, tetapi ia tidak
terbangun sepenuhnya dan tidak dapat memberi jawaban verbal yang baik.
Pada soporous/stupor, refleks kornea dan pupil baik, tapi BAB dan BAK
tidak terkontrol. Stupor disebabkan oleh disfungsi serebral organic difus.
f. Semi Koma: Ini adalah penurunan kesadaran ketika orang tersebut tidak bisa
memberi respons terhadap rangsangan verbal dan tidak dapat dibangunkan
sama sekali. Namun, refleks kornea dan pupilnya masih baik.
g. Koma: penurunan kesadaran yang terjadi sangat dalam, tidak ada gerakan
spontan dan tidak ada respon terhadap nyeri yang dirasakan.
1.6. PATHWAY
1.7. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan untuk menentukan penyebab penurunan
kesadaran yaitu :
1) Laboratorium darah
Meliputi tes glukosa darah, elektrolit, ammonia serum, nitrogen urea
darah (BUN), osmolalitas, kalsium, masa pembekuan, kandungan keton
serum, alcohol, obat-obatan dan analisa gas darah ( BGA ).
2) CT Scan
Pemeriksaan ini untuk mengetahui lesi-lesi otak
3) PET ( Positron Emission Tomography )
Untuk meenilai perubahan metabolik otak, lesi-lesi otak, stroke dan
tumor otak
4) SPECT ( Single Photon Emission Computed Tomography )
Untuk mendeteksi lokasi kejang pada epilepsi, stroke.
5) MRI
Untuk menilai keadaan abnormal serebral, adanya tumor otak.
6) Angiografi serebral
Untuk mengetahui adanya gangguan vascular, aneurisma dan
malformasi arteriovena.
7) Ekoensefalography
Untuk mendeteksi sebuuah perubahan struktur garis tengah serebral
yang disebabkan hematoma subdural, perdarahan intraserebral, infark serebral
yang luas dan neoplasma.
8) EEG ( elektroensefalography )
Untuk menilai kejaaang epilepsy, sindrom otak organik, tumor, abses,
jaringan parut otak, infeksi otak.
9) EMG ( Elektromiography )
Untuk membedakan kelemahan akibat neuropati maupun akibat
penyakit lain.
1.8. PENATALAKSANAAN MEDIS
Setiap pasien penurunan kesadaran harus dikelola menurut pedoman sebagai berikut:
1) Pernapasan
a. Harus diusahakan agar jalan napas tetap bebeas dari obstruksi
b. Posisi yang baik adalah miring dengan kepala lebih rendah dari badan
supaya darah atau cairan yang dimuntahkan dapat mengalir keluar
2) Tekanan darah
a. Harus diusahakan agar tekanan darah cukup tinggi untuk memompa
darah ke otak
3) Otak
a. Periksalah kemungkinan adanya edema otak
b. Hentikan kejang yang ada
4) Vesika urinaria
a. Periksalah apakah ada retensio atau inkontinensia urin
b. Pemasangan kateter merupakan suatu keharusan
5) Gastro-intestinal
a. Perhatikan kecukupan kalori, vitamin dan elektrolit
b. Pemasangan nasogastric tube berperan ganda: untuk memasukkan
makanan dan obat-obatan serta untuk memudahkan pemeriksaan
apakah ada perdarahan lambung (stress ulcer)
c. Periksalah apakah ada tumpukan skibala Perawatan pasien koma
harus bersifat intensif dengan pemantauan yang ketat dan sistematik.
Pemberian oksigen, obat-obatan tertentu maupun tindakan medik tertentu
disesuaikan dengan hasil pemantauan
2. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
2.1. PENGKAJIAN
A. Pengkajian Primer
1. Airway
a. Apakah pasien berbicara dan bernapas secara bebas
b. Terjadi penurunan kesadaran
c. Suara nafas abnormal : stridor, wheezing, mengi, dll
d. Penggunaan otot-otot bantu pernapasan
e. Gelisah
f. Sianosis
g. Kejang
h. Retensi lendir / sputum di tenggorokan
i. Suara serak
j. Batuk
2. Breathing
a. Adakah suara nafas abnormal : stridor, wheezing, mengi, dll
b. Sianosis
c. Takipnu
d. Dispnea
e. Hipoksia
f. Panjang pendeknya inspirasi ekspirasi
3. Circulation
a. Hipotensi/Hipertensi
b. Takipnu
c. Hipotermi
d. Pucat
e. Ekstermitas dingin
f. Penurunan capillary refill
g. Produksi urin menurun
h. Nyeri
i. Pembesaran kelenjar getah bening
B. Pengkajian Sekunder
1. Riwayat penyakit sebelumnya
a. Penyakit stroke
b. Infeksi otak
c. DM
d. Diare dan muntah yang berlebihan
e. Tumor otak
f. Trauma kepala
g. Epilepsi dll. 
2. Pemeriksaan fisik
a. Aktivitas dan istirahat
 Data subjektif
Kesulitan dalam beraktivitas, kelemahan, kehilangan
sensasi atau paralysis, mudah lelah, kesulitan istirahat,
nyeri atau kejang otot.
 Data objektif
Perubahan tingkat kesadaran, perubahan tonus otot,
kelemahan umum, gangguan penglihatan
b. Sirkulasi
 Data subjektif
Riwayat penyakit stroke, riwayat penyakit jantung,
endokarditis bacterial, polisitemia.
 Data objektif
Hipertensi arterial, disritmia, perubahan EKG.
c. Eliminasi
 Data subjektif
Ikontinensia urin, anuria.
 Data objektif
Distensi abdomen, tidak adanya suara usus.
d. Makan/minum
 Data subjektif
Nafsu makan hilang, nausea, vomitus menandakan
adanya PTIK, disfagia, riwayat DM, peningkatan
lemak dalam darah.
 Data objektif
Obesitas (faktor resiko)
e. Sensori neural
 Data subjektif
Nyeri kepala, kelemahan, kesemutan/kebas,
penglihatan berkurang, gangguan rasa pengecapan,
gangguan penciuman.
 Data objektif
Penurunan kesadaran, status mental, gangguan tingkah
laku, gangguan fungsi kognitif.
f. Nyeri/kenyamanan
 Data subjektif
Sakit kepala yang bervariasi intensitasnya.
 Data objektif
Tingkah laku yang tidak stabil, gelisah, ketegangan
otot
g. Respirasi
 Data subjektif
Perokok (faktor resiko)
 Data objektif
(-)
h. Keamanan
 Data subjektif
Gangguan penglihatan, kesulitan untuk melihat objek,
tidak mampu mengenali objek, berkurangnya
kesadaran diri.
 Data objektif
Problem berbicara, ketidakmampuan berkomunikasi.
3. Menilai GCS
a. Respon Motorik
Nilai 6 : mampu mengikuti perintah sederhana seperti
mengangkat tangan, menunjukkan jumlah jari-jari
Nilai 5 : mampu menunjuk tepat, tempat rangsangan nyeri
yang diberikan seperti tekanan pada sternum
Nilai 4 : fleksi menghindar dari rangsangan nyeri yang
diberikan
Nilai 3 : fleksi abnormal
Nilai 2 : ekstensi abnormal
Nilai 1 : sama sekali tidak ada respon
b. Respon Verbal
Nilai 5 : paien orientasi penuh atau baik
Nilai 4 : pasien “confuse” atau tidak orientasi penuh
Nilai 3 : bisa bicara, kata-kata yang diucapkan jelas dan baik
tapi tidak nyambung dengan apa yang dibicarakan
Nilai 2 : bisa berbicara tapi tidak dapat ditangkap jelas apa
artinya
Nilai 1 : tidak bersuara apapun walau diberi rangsangan nyeri
c. Respon Membuka Mata
Nilai 4 : mata membuka spontan
Nilai 3 : mata baru membuka bila diajak berbicara
Nilai 2 : mata membuka bila dirangsang kuat atau nyeri
Nilai 1 : tidak membuka mata walaupun dirangasang nyeri
2.2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Risiko Perfusi Serebral Tidak Efektif b.d penurunan kesadaran
b. Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif b.d sekresi yang tertahan
c. Pola Napas Tidak Efektif b.d depresi pusat pernapasan
d. Gangguan Mobilitas Fisik b.d gangguan neuromuskuler
e. Defisit Nutrisi b.d ketidakmampuan menelan makanan
f. Gangguan Komunikasi Verbal b.d gangguan neuromuskuler
g. Defisit Perawatan Diri b.d gangguan neuromuskuler
2.3. INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Risiko Perfusi Serebral Tidak Efektif (D.0017)
Luaran Keperawatan
Perfusi Serebral (L.02014)
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 3 jam diharapkan
perfusi serebral pasien meningkat dengan kriteria hasil.
 Tingkat kesadaran meningkat
 Kesadaran membaik
 Nilai rata-rata tekanan darah membaik
 Tekanan darah sistolik membaik
 Tekanan darah diastolik membaik
Intervensi Keperawatan
Manajemen Peningkatan Tekanan Intrakranial (I. 09325)
a. Observasi
 Identifikasi penyebab peningkatan TIK
 Monitor tanda/gejala peningkatan TIK
 Monitor CVP (Central Venous Pressure)
 Monitor ICP (Intra Cranial Pressure)
 Monitor status pernapasan
 Monitor input dan output cairan
b. Terapeutik
 Minimalkan stimulus dengan menyediakan lingkungan yang
tenang
 Berikan posisi semi fowler
 Hindari manuver valsava
 Cegah terjadinya kejang
 Atur ventilator agar PaCO2 optimal
 Pertahankan suhu tubuh normal
c. Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian sedasi dan anti konvulsan, jika perlu
 Kolaborasi pemberian diuretik osmosis, jika perlu
 Kolaborasi pemberian pelunak tinja, jika perlu
2. Bersihkan Jalan Napas Tidak Efektif (D.0001)
Luaran Keperawatan
Bersihan Jalan Napas (L.01001)
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x3 jam diharapkan
bersihkan jalan napas pasien meningkat dengan kriteria hasil.
 Produksi sputum menurun
 Mengi menurun
 Wheezing menurun
 Frekuensi napas membaik
 Pola napas membaik
Intervensi Keperawatan
Manajemen Jalan Napas (I.01011)
a. Observasi
 Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman, usaha napas)
 Monitor bunyi napas tambahan
 Monitor sputum (jumlah, warna, aroma)
b. Terapeutik
 Pertahankan kepatenan jalan napas dengan head-tilt dan chin-lift
 Posisikan semi fowler atau fowler
 Lakukan penghisapan lender kurang dari 15 detik
 Lakukan hiperoksigenasi sebelum penghisapan endotrakeal
 Berikan oksigen
c. Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran, mukolitik, jika
perlu
3. Pola Napas Tidak Efektif (D.0005)
Luaran Keperawatan
Pola Napas (L.01004)
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x3 jam diharapkan
pola napas pasien membaik dengan kriteria hasil.
 Dispnea menurun
 Penggunaan otot bantu napas menurun
 Frekuensi napas membaik
 Kedalaman napas membaik
Intervensi Keperawatan
Manajemen Jalan Napas (I.01011)
a. Observasi
 Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman, usaha napas)
 Monitor bunyi napas tambahan
 Monitor sputum (jumlah, warna, aroma)
b. Terapeutik
 Pertahankan kepatenan jalan napas dengan head-tilt dan chin-lift
 Posisikan semi fowler atau fowler
 Lakukan penghisapan lender kurang dari 15 detik
 Lakukan hiperoksigenasi sebelum penghisapan endotrakeal
 Berikan oksigen
c. Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran, mukolitik, jika
perlu
DAFTAR PUSTAKA
Handryastuti, S. (2018). Penurunan Kesadaran: Penyebab dan Tata Laksananya. PEDIATRIC
PRACTICE for MILLENNIAL GENERATION PARENTS, 50.
Tahir, A. M. (2018). Patofisiologi Kesadaran Menurun. UMI Medical Journal, 3(1), 80-88.
Huang, I. (2018). Patofisiologi dan diagnosis penurunan kesadaran pada penderita diabetes
mellitus. Medicinus: Jurnal Kedokteran Universitas Pelita Harapan, 5(2), 48-57.
Hasan, A. K. (2018). Study Kasus Gangguan Perfusi Jaringan Serebral Dengan Penurunan
kesadaran Pada Klien Stroke Hemoragik Setelah Diberikan Posisi Kepala Elevasi
30º. Babul Ilmi Jurnal Ilmiah Multi Science Kesehatan, 9(2).
Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2016), Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI), 
Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2018), Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI),  Edisi
1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI),  Edisi
1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Pendahuluan dan Asuhan keperawatan pada pasien dengan Diagnosa Medis Vunus
Laceratum Di RST Dr. Soepraon Periode 19 September 2022 s/d 24 September 2022 Tahun
Ajaran 2022/2023

Telah disetujui dan disahkan pada tanggal …… Bulan September Tahun 2022

Malang,

Pembimbing Klinik Preceptor Akademik

___________________________ _________________________
NIP. NIP.

Kepala Ruangan

___________________________
NIP.

You might also like