You are on page 1of 8

Antenatal Care (ANC) merupakan komponen pelayanan kesehatan ibu hamil terpenting untuk

menurunkan angka kematian ibu dan bayi. Dengan ANC perkembangan kondisi ibu hamil
setiap saat akan terpantau dengan baik dan pengetahuan tentang persiapan melahirkan akan
bertambah. Cakupan ANC dipantau melalui ANC baru ibu hamil ke-1 sampai kunjungan ke-
4 dan pelayanan ANC sesuai standar paling sedikit empat kali (K4).

Pemanfaatan pelayanan ANC oleh sejumlah ibu hamil di Indonesia belum sepenuhnya sesuai
dengan pedoman yang sudah ditetapkan. Hal ini cenderung akan menyulitkan tenaga
kesehatan dalam melakukan pembinaan pemeliharaan kesehatan ibu hamil secara teratur dan
menyeluruh, termasuk deteksi dini terhadap faktor risiko kehamilan yang penting untuk
segera ditangani (Depkes RI, 2010). Kurangnya pemanfaatan ANC oleh ibu hamil ini
berhubungan dengan banyak faktor. Salah satu diantaranya adalah pengetahuan ibu hamil
(Kuswanti, 2014)

Ketidakpatuhan dalam pemeriksaan ANC dapat menyebabkan tidak dapat diketahuinya


berbagai macam kehamilan risiko tinggi yang dapat mempengaruhi keberlangsungan
kehamilan atau komplikasi hamil sehingga tidak segera dapat diatasi yang akan
mengakibatkan Angka Kematian Ibu (AKI) meningkat (Marmi, 2014). Dampak kurangnya
kunjungan ANC pada ibu hamil yaitu tidak terdeteksi secara dini adanya kondisi ibu hamil
yang tergolong dalam kriteria 4 “terlalu”, yaitu terlalu tua pada saat melahirkan (>35 tahun),
terlalu muda pada saat melahirkan (<20 tahun), terlalu banyak anak (>4 anak), terlalu rapat
jarak kelahiran/paritas (< 2 tahun) yang akibatnya terjadi komplikasi pada ibu hamil tidak
dapat dicegah ataupun diobati (Dwi et al., 2017). Pada saat pemeriksaan kehamilan sangat
membantu persiapan pengendalian risiko. Apalagi ibu hamil yang tidak melakukan
pemeriksaan kehamilan, maka tidak akan diketahui apakah kehamilannya berjalan dengan
baik atau mengalami keadaan risiko tinggi dan komplikasi obstetrik yang dapat
membahayakan kehidupan ibu dan janinnya (Saifuddin, 2009).

Beberapa faktor yang melatar belakangi kurangnya kunjungan ANC adalah umur,
pendidikan, paritas, pendapatan, jarak (Depkes RI, 2007). Pada umumnya semakin tinggi
pendidikan, semakin baik tingkat pengetahuannya (Notoatmodjo, 2007). Apabila seorang ibu
hamil memiliki pengetahuan yang lebih tentang risiko tinggi kehamilan maka kemungkinan
besar ibu akan berpikir untuk menentukan sikap, berperilaku untuk mencegah, menghindari
atau mengatasi masalah risiko kehamilan tersebut. Dan ibu memiliki kesadaran untuk
melakukan kunjungan ANC untuk memeriksakan kehamilannya, sehingga apabila terjadi
risiko pada masa kehamilan tersebut dapat ditangani secara dini dan tepat oleh tenaga
kesehatan (Mufdlilah, 2009). Salah satu faktor penentu yang dapat mempengaruhi perilaku
Seseorang atau masyarakat tentang kesehatan adalah pengetahuan, sikap, kepercayaan,
tradisi, dari orang atau masyarakat yang bersangkutan (Notoatmodjo, 2010).

Program keluarga berencana merupakan salah satu program pembangunan nasional yang
sangat penting dalam rangka mewujudkan keluarga Indonesia yang sejahtera. Sesuai dengan
Undang–Undang Nomor 10 Tahun 1992 tentang Perkembangan Kependudukan dan
Pembangunan Keluarga Sejahtera, disebutkan bahwa Program Keluarga Berencana (KB)
adalah upaya peningkatan kepedulian dan peran serta masyarakat melalui pendewasaan usia
perkawinan, pengaturan kelahiran, pembinaan ketahanan keluarga serta peningkatan
kesejahteraan keluarga untuk mewujudkan keluarga kecil, bahagia dan sejahtera (UU
10/1992).

Menurut BKKBN metode kontrasepsi dibagi menjadi 2 jenis, yaitu : metode kontrasepsi
jangka pendek yang terdiri dari pil KB dan suntikan KB, kondom. Kemudian, metode
kontrasepsi jangka panjang yang terdiri dari alat kontrasepsi dalam Rahim (IUD), Implan,
Tubektomi dan Vasektomi (BKKBN, 2017)

Peran KB bagi kesehatan reproduksi wanita diantaranya yaitu menghindari dari bahaya
infeksi, eklamsia, abortus, emboli obstetri, komplikasi masa puerpureum (nifas), serta
terjadinya pendarahan yang disebabkan karena sering melakukan proses persalinan (Depkes,
2007). Selain itu program KB juga bertujuan untuk mengatur umur ibu yang tepat untuk
melakukan proses persalinan, sebab jika umur ibu terlalu muda atau terlalu tua ketika
melakukan persalinan, hal ini akan sangat beresiko mengakibatkan perdarahan serius yang
bisa mengakibatkan kematian bagi ibu maupun bayinya (Depkes, 2007). Di Indonesia Angka
Kematian Ibu (AKI) mencapai 228 per 100.000 kelahiran hidup dan Angka Kematian Bayi
(AKB) 34 per 1000 kelahiran hidup (SDKI, 2007). Hal ini membuktikan bahwa Indonesia
masih berada pada posisi tertinggi di Asia untuk angka kematian ibu.

Maka dari itu, Melalui KB masyarakat diharuskan untuk membatasi jumlah kelahiran anak,
yaitu setiap keluarga memiliki maksimal dua anak. Tidak tanggung-tanggung, KB
diberlakukan kepada seluruh lapisan masyarakat, dari masyarakat menengah ke bawah
hingga menengah ke atas.

Dokter akan membersihkan lokasi penyuntikan dengan kapas beralkohol untuk


mencegah infeksi. Bagian tubuh yang disuntik biasanya bokong atau lengan atas.

Suntikan kemudian diberikan dengan metode intramuskular, yakni tegak lurus kulit.
MENYUSUI DINI

Dalam rangka menerapkan upaya gizi seimbang, setiap keluarga harus mampu mengenal,
mencegah, dan mengatasi masalah gizi setiap anggota keluarganya. Hal ini sesuai dengan
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 23 Tahun 2014 tentang Upaya Perbaikan Gizi. Adapun
upaya yang dilakukan untuk mengenal, mencegah, dan mengatasi masalah gizi yaitu dengan
cara menimbang berat badan secara teratur, memberikan ASI saja kepada bayi sejak lahir
sampai umur 6 bulan, menu makanan yang bervariasi, menggunakan garam beryodium, dan
pemberian suplemen gizi sesuai anjuran petugas kesehatan. Suplemen gizi yang diberikan
menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 51 tahun 2016 tentang Standar Produk
Suplementasi Gizi, meliputi kapsul vitamin A, tablet tambah darah (TTD), makanan
tambahan untuk ibu hamil, anak balita, dan anak usia sekolah, makanan pendamping ASI,
dan bubuk multi vitamin dan mineral.

Inisiasi Menyusu Dini (IMD) dilakukan dengan cara meletakkan bayi secara tengkurap di
dada atau perut ibu sehingga kulit bayi bersentuhan pada kulit ibu yang dilakukan sekurang-
kurangnya satu jam segera setelah lahir. Jika kontak tersebut terhalang oleh kain atau
dilakukan kurang dari satu jam maka dianggap belum sempurna dan tidak melakukan
IMD.Air Susu Ibu (ASI) eksklusif berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2012
tentang Pemberian Air Susu Ibu Eksklusif adalah ASI yang diberikan kepada bayi sejak
dilahirkan selama enam bulan, tanpa menambahkan dan/atau mengganti dengan makanan
atau minuman lain (kecuali obat, vitamin, dan mineral).

ASI mengandung kolostrum yang kaya akan antibodi karena mengandung protein untuk daya
tahan tubuh dan bermanfaat untuk mematikan kuman dalam jumlah tinggi sehingga
pemberian ASI eksklusif dapat mengurangi risiko kematian pada bayi. Kolostrum berwarna
kekuningan yang dihasilkan pada hari pertama sampai dengan hari ketiga. Hari keempat
sampai hari kesepuluh ASI mengandung immunoglobulin, protein, dan laktosa lebih sedikit
dibandingkan kolostrum tetapi lemak dan kalorinya lebih tinggi dengan warna susu yang
lebih putih. Selain mengandung zat makanan, ASI juga mengandung enzim tertentu yang
berfungsi sebagai zat penyerap yang tidak akan menganggu enzim lain di usus.Adapula
manfaat ASI Eksklusif untuk Bayi dan Ibu dikutip dari laman Kementerian Kesehatan
Direktorat Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat: Mencegah Terserang
Penyakit, Membantu Perkembangan Otak dan Fisik Bayi.

Inisiasi Menyusui Dini ( IMD) adalah perilaku pencarian punting payudara ibu sesaat
setelah lahir. Hal ini sangat dibutuhkan, karena bayi setelah lahir langsung
mendapat asupan gizi dari ASI. Pemberian ASI secara dini juga sangat bermanfaat
bagi ibu,terutama untuk merangsangkelancaran ASI. Program IMD merupakan
program pendukung dari pemberian ASI Eksklusif pada bayi. IMD banyak
memberikan manfaat bagi bayi di antaranya menurunkan angka kematian bayi
karena hipotermi, mendapatkan antibodi dari kolostrum, menelan bakteri aman yang
berkoloni di usus menyaingi bakteri patogen, membuat kadar glukosa bayi lebih baik
setelah beberapa jam setelah persalinan dan menurunkan intensitas ikterus karena
pengeluaran mekonium yang lebih dini. DI dalam pelaksanaan IMD pun memili
banyak faktor di antaranya yaitu: Hubungan Antara Pengetahuan dengan
Pelaksanaan Inisiasi Menyusu Dini , hubungan dengan sikap , dengan suami , dan
juga hubungan dengan tenaga kesehatan .

Pemberian ASI secara eksklusif menurutDepKes (2003) Adalah pemberian ASI saja
kepada bayi Tanpa di beri makanan dan Minuman lain Sejak dari lahir sampai usia 6
bulan, kecuali pemberian obat dan vitamin. Pemberian ASI eksklusif dapat
dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain yaitu; 1. Faktor pemudah
(predisposingfactors), yang mencakup pendidikan, pengetahuan, nilai-nilai adat atau
budaya. 2. Faktor pendukung (enablingfactor), yang mencakup Pendapatan
keluarga,ketersediaan 3. waktu, dan kesehatan ibu. Faktor pendorong
(reinforcementfactor), faktorfaktor ini meliputi dukungan keluarga dan Dukungan
petugas kesehatan.

Bayi yang tidak mendapatkan asi ekslusif selama berusia 6 bulan sejak kelahiran
beresiko>3,94 kematian karena diare, beresiko terkena alergi, obesitas, diabetes,
gangguan pernafasan, dan penyakit saluran pencernaan kronis. Kandugan gizi yang
ada di dalam asi berbeda beda tergantung keadaan seperti Kandungan protein
dalam asi cenderung meningkat dengam bertambahnya waktu penyimpanan.
Kemudian, kandungan lemak dalam asi cenderung meningkat dengan
Bertambahnya waktu karena aktivitas lipolisis. Aktivitas ini terjadi lebih cepat pada
suhu 25 derajat celcius atau suhu ruang dibanding pada suhu 15 derajat celcius atau
lebih rendang. Sedangkan kandungan karbohidrat yang ada dalam asi cenderung
menurun Dengan bertambahnya waktu penyimpanan, karena lama penyimpanan
mempengaruhi pertumbuhan bakteri sehingga kandungan karbohidratnya rendah.

 Persiapan alat :
1. IUD Kit. IUD Steril. Duk Steril
2. Larutan klorin 0,5%
3. Obat desinfektan
 Persiapan ruangan
1. Lingkungan tertutup
2. Penerangan untuk melihat serviks
 Persiapan pasien
1. Konseling awal (beri informasi umum KB dan jenis alkon yang tersedia dan
resiko serta keuntungan dari masing-masing kontrasepsi)
2. Konseling metode khusus
1. Bantu klien untuk memilih metode yang tepat
2. Jelaskan kemungkinan efek samping AKDR sampai benar-benar
dimengerti oleh pasien

 Lanjutan persiapan
Jelaskan bahwa perlu dilakukan pemeriksaan fisik dan panggul sebelum pemasangan
AKDR

1. diminta ke kamar mandi untuk kencing dan membersihkan alat kelamin

2. Pemeriksaan panggul

3. Mempersilahkan pasien naik ke meja pemeriksaan dan atur posisi litotomi

4. Kenakan kain penutup pada pasien untuk pemeriksaan

5. Mencuci tangan

6. Palpasi daerah perut dan periksa adakah nyeri, benjolan atau kelainan lainnya di
daerah supra pubik

7. Atur lampu untuk melihat serviks

8. Memakai sarung tangan

9. Atur alat dan bahan yang akan dipakai

10. Lakukan inspeksi genitalia eksterna

11. Palpasi kelenjar skene dan bartolini, amati adanya nyeri dan duh (discharge)
vagina

12. Masukkan speculum vagina untuk ginekologik

13. Lakukan pemeriksaan inspekulo : adanya lesi, keputihan pada vagina dan inspeksi
serviks

14. Keluarkan speculum dengan hati-hati dan letakkan kembali ke tempat semula
tanpa menyentuh alat lain

15. Lakukan pemeriksaan bimanual

16. Lakukan pemeriksaan rektovaginal bila ada indikasi

17. Celupkan sarung tangan pada larutan klorin, buka dan rendam dalam keadaan
terbalik

18. Jelaskan hasil pemeriksaan panggul

19. Jelaskan proses pemasangan AKDR


20. Masukkan lengan AKDR cut 380 A tetap dalam kemasan

21. Pakai sarung tangan yang baru

22. Pasang speculum untuk melihat servik

23. Usap vagina dan serviks dengan larutan antiseptic 2 – 3 kali

24. Jepit serviks dengan tenakulum

25. Masukkan sonde uterus dengan NO TOUCH TECHNIQUE

26. Tentukan posisi dan kedalaman kavum uteri dan keluarkan sonde uterus

27. Ukur kedalaman kavum pada tabung inserter yang masih dalam kemasan

28. Angkat tabung AKDR dari kemasan

29. Pegang tabung AKDR dengan leher biru dengan posisi horizontal, lakukan tarikan
hati-hati pada tenakulum, masukkan tabung inserter ke dalam uterus sampai leher
leher biru menyentuh serviks

30. Pegang serta tahan tenakulum dan pendorong dengan satu tangan

31. Lepaskan lengann AKDR dengan menggunakan tehnik WITH DRAWAL

32. Keluarkan pendorong, tabung inserter di dorong kembali ke serviks sampai leher
biru menyentuk serviks

33. Keluarkan sebagian dari tabung inserter dan gunting benaang AKDR ±3-4 cm

34. Keluarkan seluruh tabung inserter buang ke tempat sampah terkontaminasi

35. Lepaskan tenakulum dengan hati-hati dan rendam dalam larutan klorin 0,5%

36. Priksa serviks dan bila ada perdarahan dari tempat bekas jepitan tenakulum tekan
dengan kasa selama 30 – 60 detik

37. Keluarkan spekulum dengan hati-hati, rendam dalam larutan klorin 0,5%

38. Lepas sarung tangan dan cuci tangan dengan air mengalir menggunakan sabun.

39. Ajarkan klien memeriksa sendiri benang AKDR dan kapan harus dilakukan

40. Jelaskan klien apa yang harus dilakukan bila mengalam efek samping

41. Beritahu kapan klien harus kembali ke klinik untuk control


Alasan pelaksanaan KB Intra Uterine Device (IUD) pasca persalinan antara lain termasuk
kembalinya fertilitas dan resiko terjadinya kehamilan, jarak kehamilan yang dekat, resiko
terhadap bayi dan ibu serta ketidak tersediaan kontrasepsi. Dalam rangka menurunkan resiko
terhadap ibu dan bayi, World Health Organization (WHO) pada tahun 2006
merekomendasikan jarak kehamilan yang optimal untuk dapat memberikan peluang bagi
perempuan untuk dapat memberikan kesempatan pemulihan kesehatan perlu didukung oleh
keluarga dan lingkungannya, serta rendahnya peran suami dalam mendukung istri untuk
mendapatkan pelayanan kesehatan ibu (SDKI, 2012

KB Intra Uterine Device (IUD) merupakan metode kontrasepsi jangka panjang yang paling
banyak digunakan dalam Program KB di Indonesia. Pengguna KB Intra Uterine Device
(IUD) di Indonesia mencapai 22,6% dari semua pengguna metode kontrasepsi. Di Indonesia
KB Intra Uterine Device (IUD) menempati posisi ketiga alat kontrasepsi yang digunakan
yaitu sebesar 6,2%, sedangkan di kota Bandung KB Intra Uterine Device (IUD) menempati
posisi kedua setelah metode suntik dengan persentase 28,58%. KB Intra Uterine Device
(IUD) merupakan kontrasepsi jangka panjang yang dimasukkan kedalam rahim yang terbuat
dari plastik elastis yang dililit tembaga atau campuran tembaga dengan perak. Lilitan logam
menyebabkan reaksi anti fertilitas dengan jangka waktu penggunaan antara dua hingga
sepuluh tahun dengan metode kerjanya mencegah masuknya spermatozoa kedalam saluran
tuba ( Fitri dan Oktaria, 2016).

KB Intra Uterine Device (IUD) atau disebut juga dengan alat kontrasepsi dalam rahim Alat
Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) merupakan pilihan kontrasepsi yang terbaik bagi
sebagian besar wanita jika dibandingkan dengan metode lain. KB Intra Uterine Device (IUD)
hanya memiliki angka kegagalan 0,6– 0,8 kehamilan per 100 perempuan selama satu tahun
pertama penggunaan dan sangat efektif sampai 10 tahun serta membutuhkan biaya.

Berdasarkan Profil Kementerian Kesehatan Indonesia (2014) metode kontrasepsi yang paling
banyak digunakan oleh peserta KB aktif adalah suntikan (47,54%) dan terbanyak ke dua
adalah pil (23, 58%) dan KB Intra Uterine Device (IUD) menempati urutan ketiga yaitu
sebesar 11,03%. Sedangkan pada peserta KB Intra Uterine Device (IUD) baru, persentase
metode kontrasepsi yang terbanyak digunakan yaitu suntikan sebesar 49,67%. Metode yang
terbanyak kedua yaitu pil, sebesar 25,14% dan KB Intra Uterine Device (IUD) sebesar 7,15%
yang merupakan salah satu metode kontrasepsi dengan cakupan peserta KB baru terendah di
Indonesia.

Penyebab kurangnya keberhasilan program keluarga berencana (KB) diantaranya dari segi
pengetahuan wanita usia subur dan faktor pengetahuan lainnya. Untuk memberikan rasa
percaya diri tentang KB Intra Uterine Device (IUD) diperlukan pengetahuan yang baik,
demikian sebaliknya bila pengetahuan berkurang maka kepatuhan menjadi program KB Intra
Uterine Device (IUD) berkurang (Notoatmojo, 2003)
Vitamin A berperan dalam berbagai fungsi tubuh antara lain, penglihatan, pertumbuhan dan
perkembangan, diferinsial sel, reproduksi kekebalan. Sementara itu untuk sumber dari
vitamin A di dapatkan pada hati, kuning telur susu, dan mentega. Karoten dapat ditemukan
pada bahan pangan nabati seperi sayuran daun berwarna hijau, buah warna kuning, misalnya
papaya, tomat, labu, ubi jalar, nanas, manga, tomat, wartel, papaya, buncis, kangkung, bayam
dan jeruk ( Almatsier, 2013)

Menurut data Laporan Profil Kesehatan Padang (2019) cakupan pemberian vitamin A
dilakukan pada bulan Februari dan Agustus. Vitamin A di berikan pada bayi usia 6-11 bulan
dan anak balita 12-59 bulan. Cakupan pemberian vitamin A pada bayi dan anak balita 12-59
bulan mengalami penurunan dalam 3 tahun terakhir ,tahun 2019 dengan cakupan 74,2% dari
82,28% tahun 2018. Hal yang sama dengan cakupan pemberian vitamin A pada anak balita,
cakupan ini menurun dari 82,87% di tahun 2018 menjadi 78% di tahun 2019. hal ini di
pengaruhi oleh beberapa faktor prilaku diantaranya adalah faktor presdiposisi, berupa tingkat
pendidikan, pengetahuan, sikap, status pekerja, kepercayaan dan tradisi ibu. Faktor
pemungkin seperti kemampuan, sumber daya, ketersedian informasi dan kesediaan fasilitas.
Serta faktor penguat yaitu faktor yang muncul setelah tindakan itu dilakukan dapat bersifat
negatif atau positif (Notoadmodjo, 2012).

Kapsul Vitamin A merupakan kapsul mengandung butiran bersalut yang berisi sari vitamin
A. Pemberian Vitamin A diberikan secara serentak pada bulan Februari dan Agustus untuk
anak usia 1-5 tahun diberikan kapsul vitamin A berwarna merah. Sedangkan untuk bayi 6-11
bulan diberikan kapsul vitamin A berwarna biru. Hal ini untuk memudahkan pemantauan
dalam pemberian vitamin A kepada bayi dan balita di berbagai daerah (Prasetyaningsih,2019)

Balita sangat membutuhkan vitamin A untuk kesehatannya. Anak yang kekurangan vitamin
A akan mudah terkena infeksi dan terancam mengalami rabun senja. Kekurangan vitamin A
membuat mata menjadi kering. Hal ini karena selaput lendir dan selaput bening mata
mengalami kekeringan. Jika berlarut-larut akan menyebabkan penebalan selaput lendir,
berlipat-lipat, dan berkerut, tampak bercak putih seperti busa sabun (bercak bitot).
Selanjutnya selaput bening mata akan mengalami perlukaan dan akhirnya bisa
mengakibatkan kebutaan permanen yang tidak bisa dipulihkan lagi.

You might also like