You are on page 1of 29

REFERAT

PNEUMONIA PADA ANAK

Pembimbing:

dr. Pulung Maringan Silalahi, Sp. A

Disusun oleh :

Akbar Fatahillah 41211396100080

KEPANITERAAN KLINIK STASE ANAK


RS BHAYANGKARA TINGKAT I RADEN SAID SUKANTO
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1443 H/2023 M
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur Penulis panjatkan kepada Allah SWT atas berkat dan
rahmat-Nya sehingga referat yang berjudul ‘Pneumonia pada Anak’ dapat
terselesaikan dengan tepat waktu. Referat ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk
menyelesaikan program kepaniteraan klinik Stase Anak.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Pulung Maringan Silalahi,


Sp. A selaku dosen pembimbing yang telah memberikan berbagai masukan
sehingga referat ini dapat terselesaikan dengan baik serta kepada seluruh pihak yang
turut mendukung proses penulisan referat ini yang tidak dapat disebutkan satu-
persatu.

Penulis menyadari bahwa referat ini masih memiliki berbagai kekurangan.


Oleh karena itu, Penulis terbuka akan saran dari pembaca agar Penulis dapat
menulis referat yang lebih baik kedepannya. Penulis juga memohon maaf jika
terdapat kesalahan dalam referat ini. Semoga referat ini dapat berguna bagi para
pembaca. Akhir kata, penulis ucapkan terima kasih.

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................. i
BAB I ...................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN................................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang.......................................................................................... 1
BAB 2...................................................................................................................... 2
TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................................... 2
2.1. Paru ........................................................................................................... 2
2.1.1. Anatomi Paru4 ................................................................................... 2
2.1.2. Fisiologi Pernapasan5 ........................................................................ 3
2.2 Pneumonia pada Anak .............................................................................. 4
2.2.1. Definisi .............................................................................................. 4
2.2.2. Epidemiologi ..................................................................................... 4
2.2.3. Etiologi .............................................................................................. 5
2.2.4. Klasifikasi Pneumonia3 ..................................................................... 8
2.2.5. Patogenesis3,7,8................................................................................. 10
2.2.6. Diagnosis Pneumonia9 .................................................................... 13
2.2.7. Diagnosis Banding .......................................................................... 19
2.2.8. Tatalaksana Pneumonia6,10,11........................................................... 20
2.2.9. Komplikasi ...................................................................................... 23
2.2.10. Prognosis2 .................................................................................... 24
2.2.11. Pencegahan12,13 ............................................................................ 24
BAB III.................................................................................................................. 25
KESIMPULAN ..................................................................................................... 25
3.1 Kesimpulan ............................................................................................. 25
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 26

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Pneumonia pada anak masih menjadi penyebab utama terjadinya
kematian di dunia, terutama pada anak di bawah usia 5 tahun. Berdasarkan
data WHO tahun 2019, pneumonia menyebabkan 14% dari seluruh
kematian anak di bawah 5 tshun dengan total kematian 740.180 jiwa.
Menurut Profil Kesehatan Indonesia, pneumonia menyebabkan 15%
kematian balita yaitu sekitar 922.000 balita tahun 2015. Dari tahun 2015-
2018 kasus pneumonia yang terkonfimasi pada anak-anak dibawah 5 tahun
meningkat sekitar 500.000 per tahun, tercatat mencapai 505.331 pasien
dengan 425 pasien meninggal. Dinas Kesehatan DKI Jakarta
memperkirakan 43.309 kasus pneumonia atau radang paru pada balita
selama tahun 2019.1

Pneumonia pada anak adalah proses inflamasi dan infeksi yang


terjadi pada jaringan parenkim paru-paru yang dapat disebabkan oleh
bakteri, virus, protozoa, dan jamur.2 Pneumonia pada anak dengan
penyebab etiologi virus sebanyak 32%, campuran bakteri dan virus 30%,
dan bakteri 22%. Kelompok anak berusia >2 tahun infeksi bakteri lebih
sering ditemukan dibandingkan anak berusia <2 tahun. Daftar etiologi
antara negara maju dan negara berkembang sangat berbeda dikarenakan
faktor resiko yang tidak sama.3 Oleh karena itu, pneumonia merupakan
suatu masalah yang perlu didiagnosis dengan tepat serta diberikan
tatalaksana yang efektif dan adekuat sehingga angka morbiditas dan
mortalitas dapat berkurang pada pneumonia.

1
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Paru
2.1.1. Anatomi Paru4
Paru manusia terletak pada rongga dada, bentuk dari
paruparu adalah berbentuk kerucut yang ujungnya berada di atas
tulang iga pertama dan dasarnya berada pada diafragma. Paru
terbagi menjadi dua yaitu bagian yaitu, paru kanan dan paru kiri.
Paru kanan mempunyai tiga lobus sedangkan paru kiri mempunyai
dua lobus. Setiap paru terbagi lagi menjadi beberapa sub-bagian,
terdapat sekitar sepuluh unit terkecil yang disebut
bronchopulmonary segments. Paru bagian kanan dan bagian kiri
dipisahkan oleh sebuah ruang yang disebut mediastinum.

Gambar 2.1 Anatomi Paru

Paru manusia dibungkus oleh selaput tipis yang bernama


pleura. Pleura terbagi menjadi pleura viseralis dan pleura pariental.
Pleura viseralis yaitu selaput tipis yang langsung membungkus
paru, sedangkan pleura parietal yaitu selaput yang menempel pada
rongga dada. Diantara kedua pleura terdapat rongga yang disebut
cavum pleura.

2
2.1.2. Fisiologi Pernapasan5
Paru sebagai organ respirasi mempunyai fungsi respiratorik.
Respirasi mencakup dua proses yang terpisah tetapi berkaitan, yaitu
proses respirasi eksterna dan respirasi interna (respirasi sel).
Respirasi eksterna merujuk kepada seluruh rangkaian pertukaran
oksigen (O2) dan karbondioksida (CO2) antara lingkungan eksternal
dan sel tubuh. Respirasi internal atau respirasi sel merujuk kepada
proses-proses metabolik intrasel yang dilakukan di dalam
mitokondria, yang menggunakan O2 dan menghasilkan CO2. Sistem
respirasi atau pernapasan tidak hanya memiliki fungsi respiratorik
saja, tetapi juga menjalankan fungsi nonrespiratorik yaitu sebagai
rute mengeluarkan air dan panas, meningkatkan aliran balik vena,
mempertahankan keseimbangan asam dan basa, sebagai organ
penciuman, berbicara, serta merupakan sistem pertahanan terhadap
benda asing dan sistem pertahanan imunologi tubuh.

Partikel yang masuk sistem respirasi yang lebih besar dari 10


µm akan tertahan di rongga hidung dan partikel berukuran 2 sampai
10 µm akan tertangkap oleh epitel bersilia yang berlapiskan mukus.
Partikel yang lebih kecil dibersihkan oleh makrofag alveolus.
Makrofag akan menelan partikel debu dan mikroorganisme patogen
yang masuk ke alveoli paru dan bertindak pula sebagai Antigen
Precenting Cell (APC). Sel makrofag akan mensekresikan
interleukin, TNF (Tumor Necrosis Factor) dan kemokin. Interleukin
dan TNF akan mengaktifkan sistem imun sistemik dan kemokin
akan menarik sel-sel darah putih ke lokasi inflamasi.

Terjadi proses imunologis rumit dalam jaringan limfoid


bronkus, terutama di kelenjar getah bening yang mengandung
limfosit T dan B yang berinteraksi dengan makrofag paru. Defensin
dan cathelicidins adalah peptida antimikroba yang terdapat di sel
epitel dari saluran respirasi. neutrofil, limfosit, makrofag dan

3
Natural Killer cell (sel NK) hadir dalam paru dan bertindak sebagai
pertahan terhadap bakteri dan virus. Komponen penting dari sistem
imun disebut BALT (Bronchus-Associated Lymphatic Tissue).

2.2 Pneumonia pada Anak


2.2.1. Definisi
Pneumonia pada anak adalah proses inflamasi dan infeksi
yang terjadi pada jaringan parenkim paru-paru yang dapat
disebabkan oleh bakteri, virus, protozoa, dan jamur. Pneumonia
yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis tidak termasuk.
Sedangkan peradangan paru yang disebabkan oleh
nonmikroorganisme (bahan kimia, radiasi, aspirasi bahan toksik,
obat-obatan dan lain-lain) disebut Pneumonitis.2

2.2.2. Epidemiologi
Pneumonia pada anak masih menjadi penyebab utama
terjadinya kematian di dunia, terutama pada anak di bawah usia 5
tahun. Berdasarkan data WHO tahun 2019, pneumonia
menyebabkan 14% dari seluruh kematian anak di bawah 5 tshun
dengan total kematian 740.180 jiwa. Menurut Profil Kesehatan
Indonesia, pneumonia menyebabkan 15% kematian balita yaitu
sekitar 922.000 balita tahun 2015. Dari tahun 2015- 2018 kasus
pneumonia yang terkonfimasi pada anak-anak dibawah 5 tahun
meningkat sekitar 500.000 per tahun, tercatat mencapai 505.331
pasien dengan 425 pasien meninggal. Dinas Kesehatan DKI Jakarta
memperkirakan 43.309 kasus pneumonia atau radang paru pada
balita selama tahun 2019.1
Pada tanggal 31 Desember 2019, di Kota Wuhan Tiongkok
dilaporkan adanya kasus-kasus pneumonia berat yang belum
diketahui etiologinya. Awalnya terdapat 27 kasus kemudian
meningkat menjadi 59 kasus, dengan usia, antara 12-59 tahun. Hasil
pengkajian dipikirkan kemungkinan etiologi kasus-kasus ini terkait

4
dengan Severe Acute Respiratory Infection (SARS) yang disebabkan
Coronavirus dan pemah menimbulkan pandemi di dunia pada tahun
2003.1

2.2.3. Etiologi
Usia pasien merupakan faktor yang memegang peranan
penting pada perbedaan dan kekhasan pneumonia anak, terutama
dalam spektrum etiologi, gambaran klinis dan strategi pengboatan.
Spektrum mikroorganisme penyabab pada neonatus dan bayi kecil
berbeda dengan anak yang lebih besar. Etiologi pneumonia pada
neonatus dan bayi kecil meliputi Streptococcus group B dan bakteri
Gram negatif seperti E.colli, Pseudomonas sp, atau Klebsiella sp.
Pada bayi yang lebih besar dan anak balita, pneumonia sering
disebabkan oleh infeksi Streptococcus pneumoniae, Haemophillus
influenzae tipe B, dan Staphylococcus aureus, sedangkan pada anak
yang lebih besar dan remaja, selain bakteri tersebut, sering juga
ditemukan infeksi Mycoplasma pneumoniae. Di negara maju,
pneumonia pada anak terutama disebabkan oleh virus, disamping
bakteri, atau campuran bakteri virus.2

Pneumonia pada anak dengan penyebab etiologi virus


sebanyak 32%, campuran bakteri dan virus 30%, dan bakteri 22%.
Kelompok anak berusia >2 tahun infeksi bakteri lebih sering
ditemukan dibandingkan anak berusia <2 tahun. Daftar etiologi
antara negara maju dan negara berkembang sangat berbeda
dikarenakan faktor resiko yang tidak sama. Beberapa faktor resiko
yang menyebabkan tingginya angka mortalitas pneumonia pada
anak balita di negara berkembang, yaitu : 1) Pneumonia yang terjadi
pada masa bayi, 2) Berat badan lahir rendah, 3) Tidak mendapat
imunisasi, 4) Tidak mendapat ASI yang adekuat, 4) Malnutrisi, 5)
Defisiensi vitamin A, 6) Tingginya prevalens kolonisasi bakteri

5
patogen di nasofaring, dan 7) Tingginya pajanan terhadap polusi
udara (polusi industri atau asap rokok).2

Usia Etiologi Tersering Etiologi Terjarang


Lahir – 20 Bakteri Bakteri
hari E. colli Bakteri Anaerob
Streptococcus group Streptococcus group D
B
Listeria Haemophillus
moonocytogenes influenzae
Streptococcus
pneumoniae
Ureaplasma
urealyticum
Virus
Virus Sitomegalo
Virus Herpes Simpleks
3 minggu – 3 Bakteri Bakteri
bulan Chlamydia Bordetella pertussis
trachomatis
Streptococcus Haemophillus
pneumoniae influenzae tipe B
Virus Moraxella catharalis
Virus Adeno Staphylococcus aureus
Virus Influenza Ureaplasma
urealyticum
Virus Parainflueza 1, Virus
2, 3
Respiratory Syncytial Virus Sitomegalo
virus
Bakteri Bakteri

6
4 bulan – 5 Chlamydia Haemophillus
tahun pneumoniae influenzae tipe B
Mycoplasma Moraxella catharalis
pneumoniae
Streptococcus Neisseria meningitidis
pneumoniae
Virus Staphylococcus aureus
Virus Adeno Virus
Virus Influenza Virus Varisela-Zoster
Virus Parainfluenza
1, 2, 3
Virus Rino
Respiratory Syncytial
virus
5 tahun – Bakteri Bakteri
remaja Chlamydia Haemophillus
pneumoniae influenzae
Mycoplasma Legionella sp
pneumoniae
Streptococcus Staphylococcus aureus
pneumoniae
Virus
Virus Adeno
Virus Epstein-Barr
Virus Influenza
Virus Parainfluenza
Virus Rino
Respiratory Syncytial
virus
Virus Varisela-Zoster

7
Tabel 2.1 Etiologi Pneumonia pada Anak Sesuai Kelompok Usia

2.2.4. Klasifikasi Pneumonia3


1. Berdasarkan Klinis dan Epidemiologis
A. Community-Acquired Pneumonia
CAP adalah pneumonia yang didapat di luar lingkungan
rumah sakit. CAP merupakan pneumonia terbanyak yang terjadi
pada anak dan penyebab tunggal utama kematian pada anak yang
berusia <5 tahun, terutama di negara berkembang.
B. Hospital-Acquired Pneumonia/Ventilator-Associated
Pneumonia
HAP adalah pneumonia yang terjadi setelah pasien 48 jam
dirawat di rumah sakit dan disingkirkan semua infeksi yang
terjadi sebelum masuk rumah sakit, dengan tanpa pemberian
intubasi tracheal. HAP terjadi karena ketidakseimbangan
pertahanan host dan kemampuan kolonisasi bakteri sehingga
menginvasi saluran pernafasan bagian bawah. Mikroba yang
paling bertanggung jawab untuk HAP adalah Streptococcus
pneumonia, Staphylococcus aureus (MSSA dan MRSA),
Pseudomonas aeruginosa, Gram negatif batang yang tidak
memproduksi ESBL dan yang memproduksi ESBL
(Enterobacter sp., Escherichi coli, Klebsiella pneumonia
Sedangkan, VAP adalah pneumonia yang terjadi lebih dari 48
jam setelah pemasangan intubasi endotrakeal. Mikroorganime
yg bertanggung jawab pada VAP adalah Acinetobacter sp. dan
Strenotrophomonas maltophilia.
C. Pneumonia Aspirasi
Pneumonia aspirasi adalah kerusakan paru yang disebabkan
oleh masuknya cairan, partikel eksogen, atau sekresi endogen ke
dalam saluran napas bawah. Secara konvensional aspirasi

8
pneumonia didefinisikan sebagai infeksi yang disebabkan oleh
bakteri yang kurang virulen, terutama bakteri anaerob, yang
biasanya merupakan flora normal pada inang yang rentan
mengalami aspirasi.
D. Pneumonia pada Penderita Immunocompromised
2. Berdasarkan Etiologi Penyebab
A. Pneumonia Bakterial/Tipikal
Pneumonia Tipikal adalah pneumonia yang dapat terjadi
pada semua usia. Biasanya disebabkan oleh bakteri gram positif
atau negatif, dapat aerob maupun anaerob.
B. Pneumonia Atipikal
Pneumonia Atipikal adalah pneumonia yang disebabkan
oleh mikroorganisme yang tidak dapat diidentifikasi dengan
teknik diagnostik standar pneumonia umumnya (pengecatan
gram, biakan darah, pemeriksaan sputum) dan tidak
menunjukkan respon terhadap antibiotik golongan b-laktam.
Mikroorganisme patogen penyebab pneumonia atipikal pada
umumnya adalah Mycoplasma pneumoniae (M. pneumoniae),
Chlamydia pneumoniae (C. pneumoniae) dan Legionella
pneumophila (L. pneumophila).
C. Pneumonia Virus
Pneumonia virus adalah pneumonia yang disebabkan oleh
infeksi virus. Biasanya disebabkan oleh Virus parainfluenza,
Virus influenza, Adenovirus, Respiratory Syncytial Virus
(RSV) dan Cytomegalovirus.
D. Pneumonia Jamur
Pneumonia jamur adalah pneumonia yang sering,
merupakan infeksi sekunder, terutama pada penderita dengan
daya tahan tubuh lemah (Immunocompromised).
3. Berdasarkan Predileksi Lesi
A. Pneumonia Lobaris
9
Pneumonia lobaris melibatkan seluruh atau satu bagian besar
dari satu atau lebih lobus paru. Sering pada pneumonia
bakterial, jarang terjadi pada bayi dan orang tua. Kemungkinan
sekunder disebabkan oleh obstruksi bronkus misalnya pada
aspirasi benda asing atau proses keganasan
B. Bronkopneumonia
Bronkopneumonia terjadi pada ujung akhir bronkiolus, yang
tersumbat oleh eksudat mukopurulen untuk membentuk bercak
konsolidasi dalam lobus yang berada didekatnya. Ditandai
dengan bercak-bercak infiltrate pada lapang paru. Dapat
disebabkan oleh bakteria maupun virus. Sering pada bayi dan
orang tua. Jarang dihubungkan dengan obstruksi bronkus.
C. Pneumonia Interstisial
Proses implamasi yang terjadi di dalam dinding alveolar
(interstisium) dan jaringan peribronkial serta interlobular.
4. Berdasarkan World Health Organization6
A. Pneumonia
Pneumonia yang ditandai dengan adanya pernapasan yang
cepat dan/atau retraksi dada, yang membutuhkan homecare
theraphy dengan amoksisilin oral
B. Severe Pneumonia
Severe pneumonia adalah pneumonia dengan tanda bahaya
umum (tidak mau minum, muntah persisten, kejang, lesu atau
tidak sadarkan diri, stridor pada anak yang tenang, dan
malnutrisi berat), yang membutuhkan terapi rujukan dan injeksi.

2.2.5. Patogenesis3,7,8
Proses patogenesis pneumonia terkait dengan tiga faktor
yaitu keaadan (imunitas) pasien, mikroorganisme yang menyerang
pasien dan lingkungan yang berinteraksi satu sama lain. Dalam
keadaan sehat, pada paru tidak akan terjadi pertumbuhan

10
mikroorganisme, keadaan ini disebabkan oleh adanya mekanisme
pertahanan paru. Adanyanya bakteri di paru merupakan akibat
ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh, mikroorganisme dan
lingkungan, sehingga mikroorganisme dapat berkembang biak dan
berakibat timbulnya sakit.

Ada beberapa cara mikroorganisme mencapai permukaan: 1)


Inokulasi langsung; 2) Penyebaran melalui darah; 3) Inhalasi bahan
aerosol, dan 4) Kolonosiasi di permukaan mukosa. Dari keempat
cara tersebut, cara yang terbanyak adalah dengan kolonisasi. Secara
inhalasi terjadi pada virus, mikroorganisme atipikal, mikrobakteria
atau jamur. Kebanyakan bakteria dengan ikuran 0,5-2,0 mikron
melalui udara dapat mencapai brokonsul terminal atau alveol dan
selanjutnya terjadi proses infeksi. Bila terjadi kolonisasi pada
saluran napas atas (hidung, orofaring) kemudian terjadi aspirasi ke
saluran napas bawah dan terjadi inokulasi mikroorganisme, hal ini
merupakan permulaan infeksi dari sebagian besar infeksi paru.
Aspirasi dari sebagian kecil sekret orofaring terjadi pada orang
normal waktu tidur (50%) juga pada keadaan penurunan kesadaran,
peminum alkohol dan pemakai obat (drug abuse). Sekresi orofaring
mengandung konsentrasi bakteri yang sanagt tinggi 108-10/ml,
sehingga aspirasi dari sebagian kecil sekret (0,001 - 1,1 ml) dapat
memberikan titer inokulum bakteri yang tinggi dan terjadi
pneumonia.

11
Gambar 2.2 Patogenesis Pneumonia

Basil yang masuk bersama sekret bronkus ke dalam alveoli


menyebabkan reaksi radang berupa edema seluruh alveoli disusul
dengan infiltrasi sel-sel PMN dan diapedesis eritrosit sehingga
terjadi permulaan fagositosis sebelum terbentuk antibodi. Sel-sel
PNM mendesak bakteri ke permukaan alveoli dan dengan bantuan
leukosit yang lain melalui psedopodosis sistoplasmik mengelilingi
bakteri tersebut kemudian terjadi proses fagositosis. pada waktu
terjadi perlawanan antara host dan bakteri maka akan nampak empat
zona (Gambar 1) pada daerah pasitik parasitik terset yaitu : 1) Zona
luar (edama): alveoli yang tersisi dengan bakteri dan cairan edema;
2) Zona permulaan konsolidasi (red hepatization): terdiri dari PMN
dan beberapa eksudasi sel darah merah; 3) Zona konsolidasi yang
luas (grey hepatization): daerah tempat terjadi fagositosis yang aktif
dengan jumlah PMN yang banyak; 4) Zona resolusi E: daerah
tempat terjadi resolusi dengan banyak bakteri yang mati, leukosit
dan alveolar makrofag.

12
2.2.6. Diagnosis Pneumonia9
1. Anamnesis
Sebagian besar gambaran klinis pneumonia pada anak
berkisar antara ringan hingga sedang, sehingga dapat berobat
jalan saja. Hanya sebagian kecil yang berat, mengancam
kehidupan, dan mungkin terdapat komplikasi sehingga
memerlukan perawatan dirumah sakit. Beberapa faktor yang
mempengaruhi gambaran klinis pneumonia pada anak adalah
imaturitas anatomik dan imunologik, mikroorganisme penyebab
yang luas, gejala klinis yang kadang-kadang tidak khas terutama
pada bayi, dan faktor patogenesis. Disamping itu, kelompok usia
pada anak merupakan faktor penting yang menyebabkan
karakteristik penyakit berbeda-beda, sehingga perlu
dipertimbangkan dalam tatalaksana pneumonia.
Gambaran klinis pneumonia pada bayi dan anak bergantung
pada berat ringannya infeksi, tetapi secara umum adalah sebagai
berikut:
- Gejala infeksi umum, yaitu: demam, sakit kepala,
gelisah, malaise, penurunan nafsu makan, keluhan
gastrointestinal seperti: mual, muntah atau diare; kadang
– kadang ditemukan gejala infeksi ekstrapulmoner.
- Gejala gangguan respiratori, yaitu: batuk, sesak napas,
retraksi dada, takipnea, napas cuping hidung, air hunger,
merintih, dan sianosis.

Normal Respiratory Tachypnea Respiratory


Usia
Rates (/min) Rates (/min)
0-2 34-50 >60
bulan
2-12 25-40 >50
bulan

13
1-4 20-30 >40
tahun
≥5 15-25 >30
tahun

Tabel 2.2 Kriteria Takipneu

A. Pada Neonatus dan Bayi Kecil


Gambaran klinis pneumonia pada neonatus dan bayi kecil
tidak khas, gejala mencakup serangan apnea, sianosis, merintih,
takipnea, letargi, muntah, tidak mau minum, dan demam. Pada
bayi BBLR terkadang gambaran klinis yang muncul adalah
hipotermi. Pada penumonia akibat infeksi Chlamydia
trachomatis, gambaran klinis berupa batuk staccato (inspirasi
diantara setiap satu kali batuk), kadang di sertai muntah,
umumnya pasien tidak demam.
B. Pada Balita dan Anak yang Lebih Besar
Gambaran klinis meliputi demam, menggigil, batuk, sakit
kepala, anoreksia, dan kadang-kadang keluhan gastrointestinal
seperti muntah dan diare. Secara klinis ditemukan gejala
respiratori seperti takipnea, retraksi subkosta (chest indrawing),
napas cuping hidung, ronki, dan sianosis. Penyakit ini sering
ditemukan bersamaan dengan konjungtivitis, otitis media,
faringitis, dan laringitis. Anak besar dengan pneumonia lebih
suka berbaring pada sisi yang sakit dengan lutut tertekuk karena
nyeri dada.
C. Pneumonia Atipikal
Pada pneumonia atipikal, keluhan dan tanda klinik timbul
perlahan. Keluhan meliputi demam dan batuk non produktif,
sakit kepala, malaise, dan myalgia.

14
Tanda dan Pneumonia Atipikal Pneumonia
Gejala Tipikal
Onset Gradual Akut
Suhu Kurang tinggi Tinggi mengigil
Batuk Non-produktif Produktif
Sputum Mukoid Purulen
Nyeri kepala, myalgia,
sakit tenggorokan,
Gejala lain Jarang
suara parau, nyeri
telinga
Gejala di luar
Sering Lebih jarang
paru
Coccus gram
Pewarnaan Flora normal atau
positif (+) atau
Gram spesifik
negatif (-)
Konsolidasi
Radiologis “Patchy” atau normal
lobar
Leukosit normal
Laboratorium Lebih tinggi
kadang rendah
Gangguan
Sering Jarang
fungsi hati

Tabel 2.3 Gambaran Klinis Pneumonia Atipikal dan Tipikal


2. Pemeriksaan Fisik
Dalam pemeriksaan fisik penderita pneumonia ditemukan
hal-hal sebagai berikut:
- Pada nafas terdapat retraksi otot epigastrik, interkostal,
suprasternal, dan pernapasan cuping hidung.
- Pada palpasi ditemukan vokal fremitus yang simetris.
- Konsolidasi yang kecil pada paru yang terkena tidak
menghilangkan getaran fremitus selama jalan napas masih
15
terbuka, namun bila terjadi perluasan infeksi paru (kolaps
paru/atelektasis) maka transmisi energi vibrasi akan
berkurang. Pada perkusi tidak terdapat kelainan dan pada
auskultasi ditemukan crackles sedang nyaring.
Crackles adalah bunyi non musikal, tidak kontinyu, interupsi
pendek dan berulang dengan spektrum frekuensi antara 200-2000
Hz. Bisa bernada tinggi ataupun rendah (tergantung tinggi
rendahnya frekuensi yang mendominasi), keras atau lemah
(tergantung dari amplitudo osilasi) jarang atau banyak
(tergantung jumlah crackles individual) halus atau kasar
(tergantung dari mekanisme terjadinya). Crackles dihasilkan oleh
gelembung-gelembung udara yang melalui sekret jalan
napas/jalan napas kecil yang tiba-tiba terbuka
3. Pemeriksaan Penunjang
A. Pemeriksaan Laboratorium
Pada pemeriksaan laboratorium terdapat peningkatan jumlah
leukosit. Hitung leukosit dapat membantu membedakan
pneumoni viral dan bakterial. Infeksi virus leukosit normal atau
meningkat (tidak melebihi 20.000/mm2 dengan limfosit
predominan) dan bakteri leukosit meningkat 15.000-40.000
/mm2 dengan neutrofil yang predominan. Pada hitung jenis
leukosit terdapat pergeseran ke kiri serta peningkatan LED.
Analisa gas darah menunjukkan hipoksemia dan hipokarbia,
pada stadium lanjut dapat terjadi asidosis respiratorik. Isolasi
mikroorganisme dari paru, cairan pleura atau darah bersifat
invasif sehingga tidak rutin dilakukan.
B. Pemeriksaan Radiologi
Foto rontgen toraks pada pneumonia ringan tidak rutin
dilakukan, hanya direkomendasikan pada pneumonia berat yang
dirawat. Kelainan foto rontgen toraks pada pneumonia tidak
selalu berhubungan dengan gambaran klinis. Umumnya
16
pemeriksaan yang diperlukan untuk menunjang diagnosis
pneumonia hanyalah pemeriksaan posisi AP. Lynch dkk
mendapatkan bahwa tambahan posisi lateral pada foto rontgen
toraks tidak meningkatkan sensitivitas dan spesifisitas
penegakkan diagnosis.

Gambar 2.3 Ro. infiltrat alveoler di lobus kanan bawah ec. S


pneumoniae
Secara umum gambaran foto thorax pada pneumonia terdiri
dari:
- Infiltrat interstisial, ditandai dengan peningkatan
corakan bronkovaskular, peribronchial cuffing (ring
shadow) dan hiperaerasi.
- Infiltrat alveolar, merupakan konsolidasi paru dengan air
bronchogram. Konsolidasi dapat mengenai satu lobus
disebut dengan pneumonia lobaris atau terlihat sebagai
lesi tunggal yang biasanya cukup besar, berbentuk sferis,
berbatas yang tidak terlalu tegas dan menyerupai lesi
tumor paru disebut sebagai round pneumonia.
- Bronkopneumonia ditandai dengan gambaran difus
merata pada kedua paru berupa bercak-bercak infiltrat

17
yang dapat meluas hingga daerah perifer paru disertai
dengan peningkatan corakan peribronkial.

Gambaran foto rontgen toraks dapat membantu


mengarahkan kecenderungan etiologi. Penebalan peribronkial,
infiltrat interstitial merata dan hiperinflasi cenderung terlihat
pada pneumonia virus. Infiltrat alveolar berupa konsolidasi
segmen atau lobar, bronkopneumonia dan air bronchogram
sangat mungkin disebabkan oleh bakteri.

C. C-Reactive Protein (CRP)


C-reactive protein adalah suatu protein fase akut yang
disintesis olch hepatosit. Sebagai respons infeksi atau inflamasi
jaringan, produksi CRP secara cepat distimulasi oleh sitokin,
terutarna inrerleukin (IL)-6, dan tumor necrosis factor (TNF).
Secara klinis CRP digunakan sebagai alat diagnostik untuk
membedakan antara faktor infeksi dan noninfeksi, infeksi virus
dan bakteri, atau infeksi bakteri superfisialis dan profunda.
Kadar CRP biasanya lebih rendah pada infeksi virus dan infeksi
bakteri superfisialis daripada infeksi bakteri profunda. CRP
kadang digunakan untuk evaluasi respons terhadap terapi
antibiotik.
D. Pemeriksaan Mikrobiologis
Pemeriksaan mikrobiologik untuk usap tenggorok, sekret
nasofaring, bilasan bronkus, darah, pungsi pleura, atau aspirasi
paru. Diagnosis dikatakan definitif bila 14 kuman ditemukan
dari darah, cairan pleura, atau aspirasi paru. Kecuali pada masa
neonatus, kejadian bakteremia sangat rendah sehingga kultur
darah jarang yang positif. Pada pneumonia anak dilaporkan
hanya 10-30% ditemukan bakteri pada kultur darah. Pada anak
besar dan remaja, spesimen untuk pemeriksaan mikrobiologik
dapat berasal dari sputum, baik untuk pewarnaan Gram maupun
18
untuk kultur. Spesimen yang memenuhi syarat adalah sputum
yang mengandung lebih dari 25 leukosit dan kurang dari 40
selepitel/lapangan pada pemeriksaan mikroskopis dengan
pembesaran kecil. Spesimen dari nasofaring untuk kultur
maupun untuk deteksi antigen bakteri kurang bermanfaat karena
tingginya prevalens kolonisasi bakteri di nasofaring.

2.2.7. Diagnosis Banding


Diagnosis Gejala Klinis yang Ditemukan
Bronkiolitis - Episode pertama wheezing pada anak umur
< 2 tahun
- Hiperinflasi dinding dada
- Ekspirasi memanjang
- Gejala pada pneumonia juga dapat dijumpai
kurang atau tidak ada respon dengan
bronkodilator
Tuberkulosis - Riwayat kontak positif dengan pasien TB
dewasa
- Uji tuberculin positif (≥10 mm, pada
keadaan imunosupresi ≥ 5 mm)
- Pertumbuhan buruk/kurus atau berat badan
menurun
- Demam (≥ 2 minggu) tanpa sebab yang
jelas
- Batuk kronis (≥ 3 minggu)
- Pembengkakan kelenjar limfe leher, aksila,
inguinal yang spesifik.
- Pembengkakan tulang/sendi punggung,
panggul, lutut, falang.
Asma - Riwayat wheezing berulang, kadang tidak
berhubungan dengan batuk dan pilek

19
- Hiperinflasi dinding dada
- Ekspirasi memanjang
- Berespon baik terhadap bronkodilator

Tabel 2.4 Diagnosis Banding Pneumonia


2.2.8. Tatalaksana Pneumonia6,10,11
Sebagian besar pneumonia pada anak tidak perlu dirawat
inap. Indikasi perawatan apabila terdapat tanda bahaya umum
terutama berdasarkan berat-ringannya penyakit, misalnya distres
pernapasan, tidak mau makan/minum, atau ada penyakit dasar yang
lain, komplikasi, dan terutama mempertimbangkan usia pasien.
Neonatus dan bayi kecil dengan kemungkinan klinis pneumonia
harus dirawat inap.

Bayi Anak
Saturasi oksigen < 92%, sianosis Saturasi oksigen < 92%,
sianosis
Frekuensi napas > 60 kali/menit Frekuensi napas > 50
kali/menit
Distres pernapasan, apnea Distres pernapasan
intermiten, atau grunting
Tidak mau minum/menetek Tidak mau makan dan
minum
Tanda Dehidrasi Tanda dehidrasi
Keluarga tidak bisa merawat di Keluarga tidak bisa
rumah merawat di rumah

Tabel 2.5 Kriteria Rawat Inap Pneumonia10

Dasar tatalaksana pneumonia rawat inap adalah pengobatan


kausal dengan antibiotik yang sesuai, serta tindakan suportif.
Pengobatan suportif meliputi pemberian cairan intravena, terapi

20
oksigen, koreksi terhadap gangguan keseimbangan asam basa,
elektrolit, dan gula darah. Untuk nyeri dan demam dapat diberikan
analgetik/antipiretik. Penyakit penyerta harus ditanggulangi dengan
adekuat.

Penggunaan antibiotik yang tepat merupakan kunci utama


keberhasilan pengobatan. Terapi antibiotik harus segera diberikan
pada anak dengan pneumonia yang diduga disebabkan oleh bakteri.

Identifikasi dini mikroorganisme penyebab tidak dapt


dilakukan karena tidak tersedianya uji mikrobiologis cepat. Oleh
karena itu, dipilih berdasarkan pengalaman empiris yakni didasrkan
pada kemungkinan etiologi penyebab dengan mempertimbangkan
usia dan keadaan klinis pasien serta epidemiologis.

1. Pneumonia Rawat Jalan


Pneumonia pada anak dengan gejala klinis berupa
pernapasan cepat dan/atau retraksi dada dan tanpa tanda bahaya
umum, pemberian tatalaksana berupa antibiotik lini pertama
secara oral yaitu amoksisilin dosis tinggi (80 mg/KgBB/hari) dua
kali sehari selama 3 hari. Apabila di daerah prevalensi HIV tinggi,
maka diberikan selama 5 hari.
Anjurkan Ibu untuk memberi makan anak. Nasihati Ibu
untuk kontrol ulang anaknya setelah 2 hari ke RS, atau lebih cepat
jika keadaan anak memburuk dan tanda bahaya umum muncul.
Ketika anak kembali:
- Jika pernapasannya membaik (melambat), demam
berkurang, nafsu makan membaik, lanjutkan pengobatan
sampai seluruhnya 3 hari.
- Jika frekuensi pernapasan, demam, dan nafsu makan tidak
ada perubahan, ganti ke antibiotik ke lini kedua dan
nasihati ibu untuk kembali lagi.

21
- Jika ada tanda pneumonia berat, rawat anak di rumah sakit
dan tangani sesuai pedoman
2. Pneumonia Rawat Inap
Anak dengan pneumonia berat harus diobati dengan
ampisilin parenteral (atau penisilin) dan gentamisin sebagai
pengobatan lini pertama.
- Ampisilin: 50 mg/kg, atau benzil penisilin: 50.000 unit per
kg IM/IV setiap enam jam selama setidaknya lima hari,
- Gentamisin: 7,5 mg/kg IM/IV sekali sehari selama
minimal lima hari.
- Apabila anak tidak merespon dengan baik, ceftriakson 80-
100 mg/KgBB IM/IV dapat digunakan sebagai
pengobatan lini kedua.
3. Tatalaksana Umum
- Pasien dengan saturasi oksigen < 92% pada saat bernapas
dengan udara kamar, harus diberikan terapi oksigen
dengan kanul nasal, head box, atau sungkup untuk
mempertahankan saturasi oksigen >92%
- Pada pneumonia berat atau asupan per oral kurang,
diberikan cairan intravena dan dilakukan balans cairan
ketat
- Fisioterapi dada tidak bermanfaat dan tidak
direkomendasikan untuk anak dengan pneumonia
- Anitipiretik dan analgetik dapat diberikan untuk menjaga
kenyaman pasien (Paracetamol 10-15 mg/kgBB/kali)
- Nebulisasi dengan ß2 agonis dan/atau NaCl dapat
diberikan untuk memperbaiki mucocilliary clearance
- Pasien yang mendapatkan terapi oksigen harus
diobservasi setidaknya setiap 4 jam sekali, termasuk
pemerikaan saturasi oksigen
-
22
4. Nutrisi
- Pada anak dengan distres pernapasan berat, pemberian
makanan per oral, harus dihindari. Makanan dapat
diberikan lewat nasogastric tube (NGT) atau intravena.
Tetapi harus diingat bahwa pemasangan NGT dapat
menekan pernapasan, khusunya pada bayi/anak dengan
ukuran lubang hidung kecil. Jika memang dibutuhkan
sebaiknya menggunakan yang terkecil.
- Perlu dilakukan pemantauan balans cairan agar anak tidak
mengalami overhidrasi karena pada pneumonia berat
terjadi peningkatan sekresi hormon antidiuretik
5. Kriteria Pulang
- Gejala dan tanda pneumonia menghilang
- Asupan per oral adekuat
- Pemberian antibiotik dapat diteruskan di rumah (per oral)
- Keluarga mengerti dan setuju untuk pemberian terapi dan
rencana kontrol
- Kondisi rumah memungkinkan untuk perawatan lanjutan
di rumah

2.2.9. Komplikasi
Komplikasi dari pneumonia adalah:

1. Atelektasis adalah pengembangan paru-paru yang tidak sempurna


atau kolaps paru merupakan akibat kurangnya mobilisasi atau
refleks batuk hilang.
2. Empiema adalah suatu keadaan dimana terkumpulnya nanah
dalam rongga pleura terdapat di satu tempat atau seluruh rongga
pleura.
3. Abses paru adalah pengumpulan pus dalam jaringan paru yang
meradang.
4. Infeksi sitemik

23
- Endokarditis yaitu peradangan pada setiap katup
endokardial.
- Meningitis yaitu infeksi yang menyerang selaput otak.

2.2.10. Prognosis2
Sembuh total, mortalitas kurang dari 1 %, mortalitas bisa
lebih tinggi didapatkan pada anak-anak dengan keadaan malnutrisi
energi-protein dan datang terlambat untuk pengobatan.

Interaksi sinergis antara malnutrisi dan infeksi sudah lama


diketahui. Infeksi berat dapat memperburuk keadaan melalui asupan
makanan dan peningkatan hilangnya zat-zat gizi esensial tubuh.
Sebaliknya malnutrisi ringan memberikan pengaruh negatif pada
daya tahan tubuh terhadap infeksi. Kedua-duanya bekerja sinergis,
maka malnutrisi bersama-sama dengan infeksi memberi dampak
negatif yang lebih besar dibandingkan dengan dampak oleh faktor
infeksi dan malnutrisi apabila berdiri sendiri.

2.2.11. Pencegahan12,13
Pneumonia dapat dicegah dengan menghindari kontak
dengan penderita atau mengobati secara dini penyakit-penyakit yang
dapat menyebabkan terjadinya pneumonia.Selain itu hal-hal yang
dapat dilakukan adalah dengan meningkatkan daya tahan tubuh kaita
terhadap berbagai penyakit saluran nafas seperti cara hidup sehat,
makan makanan bergizi dan teratur, menjaga kebersihan,
beristirahat yang cukup, rajin berolahraga, dan lainnya.
- Vaksinasi pneumokokus
Dapat diberikan pada umur 2,4,6, 12-15 bulan. Pada umur 17-
12 bulan diberikan 2 kali dengan interval 2 bulan; pada usia > 1
tahun di berikan 1 kali, namun keduanya perlu dosis ulangan 1
kali pada usia 12 bulan atau minimal 2 bulan setelah dosis
terakhir. Pada anak umur di atas 2 tahun PCV diberikan cukup
1 kali.
24
BAB III
KESIMPULAN

3.1 Kesimpulan
Pneumonia pada anak adalah proses inflamasi dan infeksi yang
terjadi pada jaringan parenkim paru-paru yang dapat disebabkan oleh
bakteri, virus, protozoa, dan jamur.
Usia pasien merupakan faktor yang memegang peranan penting
pada perbedaan dan kekhasan pneumonia anak, terutama dalam spektrum
etiologi, gambaran klinis dan strategi pengboatan. Spektrum
mikroorganisme penyabab pada neonatus dan bayi kecil berbeda dengan
anak yang lebih besar. Etiologi pneumonia pada neonatus dan bayi kecil
meliputi Streptococcus group B dan bakteri Gram negatif seperti E.colli,
Pseudomonas sp, atau Klebsiella sp. Pada bayi yang lebih besar dan anak
balita, pneumonia sering disebabkan oleh infeksi Streptococcus
pneumoniae, Haemophillus influenzae tipe B, dan Staphylococcus aureus,
sedangkan pada anak yang lebih besar dan remaja, selain bakteri tersebut,
sering juga ditemukan infeksi Mycoplasma pneumoniae.
Klasifikasi pneumonia berdasarkan pada klinis (CAP, HAP, dan
VAP), etiologi (bakteri, virus, jamur), predileksi lesi (lobaris, interstitial,
dan bronkopneumonia), dan klasifikasi WHO (pneumonia dan severe
pneumonia).
Gambaran klinis pneumonia pada bayi dan anak bergantung pada
berat ringannya infeksi. Sehingga penatalaksanaan pneumonia tergantung
dari gambaran klinis pasien.

25
DAFTAR PUSTAKA
1. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. World Pneumonia Day. Jakarta:
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia; 2020.
2. Raharjoe NN, Supriatno B, setyanto DB. Respirologi anak. Ikatan Dokter anak
indonesia. Jakarta 2015.
3. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pneumonia Komunitas. Jakarta; 2003
4. Drake, R., Vogl, W. And Mitchell, A. 2018. Gray’s basic anatomy. 3rd ed.
Philadelphia: Elsevier.
5. Sherwood L. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Ed 8. Jakarta: EGC; 2016
6. World Healt Organization. Revised WHO classification and treatment of
childhood pneumonia at health facilities. Switzerland: World Health
Organization; 2014.
7. Mandell LA, Wunderink RG, Anzueto A, et al. Infectious Diseases Society of
America/American Thoracic Society consensus guidelines on the management
of community-acquired pneumonia in adults. Clin Infect Dis 2007; 44: Suppl.
2, S27–S72. Tersedia di : www.thoracic.org/sections/publications/statements/
pages/mtpi/idsaats-cap.html
8. Dahlan Z. 2009. Pneumonia, dalam Sudoyo AW, dkk (editor). Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Edisi V. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit
Dalam Universitas Indonesia.
9. Irena, Wojsy. 2014. Journal of Science Intech: Pediatric in Children. Diunduh
dari: http://dx.doi.org/10.5772/54052
10. Pudjiadi A H, et al. PEDOMAN PELAYANAN MEDIS IKATAN DOKTER
ANAK INDONESIA. IDAI. 2011.
11. Pasterkamp Hans. Kendig’s Disorder of the Respiratory Tract in Children :”The
History and Physical Examination” , Sixth Edition. WB. Saunders Company
Philadelphia, London, Toronto, Montreal, Sydney, Tokyo. 1998.
12. Modul pencegahan dan perlindungan pneumonia pada anak, 2020
13. Hasan R, dkk. Ilmu Kesehatan Anak. Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia: Jakarta. 2002.

26

You might also like