You are on page 1of 52

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM

FISIOLOGI TUMBUHAN

YUSRIL AZIZ NASUTION


NIM. 2106111573

AGROTEKNOLOGI-A

JURUSAN AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2022
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM

YUSRIL AZIZ NASUTION

NIM. 2106111573

Mengetahui,

Asisten Praktikum I Asisten Praktikum II

M. TEGUH PRATAMA PUTERI AULIA MUSTIKA


NIM. 1806111860 NIM. 2006110425

II
DAFTAR ISI

COVER .................................................................................................................... I

LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................... II

DAFTAR ISI ..........................................................................................................III

DAFTAR TABEL ................................................................................................... V

I. PENDAHULUAN ..........................................................................................1

1.1 Latar Belakang .......................................................................................1

1.2 Tujuan ....................................................................................................4

II. TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................6

2.1 Pengangkutan Air Pada Tumbuhan (Difusi, Imbibisi Dan

Transpirasi)............................................................................................6

2.2 Pengaruh Cahaya Terhadap Perkecambahan ........................................9

2.3 Pengukuran Kandungan Asam Malat Pada Tanaman CAM ...............15

III. METODOLOGI ............................................................................................18

3.1 Tempat dan Waktu ..............................................................................18

3.2 Alat dan Bahan ....................................................................................18

3.3 Cara Kerja ...........................................................................................19

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................................21

4.1 Pengangkutan Air Pada Tumbuhan (Difusi, Imbibisi Dan Transpirasi)


.............................................................................................................23

4.2 Pengaruh Cahaya Terhadap Perkecambahan ......................................24

4.3 Pengukuran Kandungan Asam Malat Pada Tanaman CAM ...............27

III
V. KESIMPULAN DAN SARAN ....................................................................31

5.1 Kesimpulan ............................................................................................31

5.2 Saran ......................................................................................................32

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................33

LAMPIRAN ...........................................................................................................37

Dokumentasi ..........................................................................................................37

Perhitungsan ...........................................................................................................46

IV
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Hasil pengamatan pengangkutan difusi pada daun Rhoe discolor ...........23

Tabel 2. Hasil pengamatan imbibisi pada biji kacang tanah ..................................23

Tabel 3. Hasil pengamatan transpirasi pada daun durian .......................................23

Tabel 4. Hasil pengamatan perkembangan biji kecambah kacang hijau dengan

berbagai perlakuan .................................................................................................25

Tabel 5. Hasil Pengamatan kandungan asam malat pada tanaman CAM ..............27

V
I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kata fisiologi berasal dari bahasa latin yaitu physis berarti alam (nature) dan

logos berarti ilmu. Fisiologi digunakan untuk berbagai bidang kajian seperti

biomolekul, sel, jaringan, organ, sistem organ, serta organisme secara keseluruhan

yang menjalankan fungsi fisik dan kimianya. Berdasarkan objek kajiannya dikenal

fisiologi tumbuhan, fisiologi manusia, dan fisiologi hewan, meskipun prinsip

fisiologi bersifat universal, tidak bergantung pada jenis organisme yang dipelajari.

Fisiologi tumbuhan dapat diartikan sebagai ilmu tentang alam tumbuhan.

Fisiologi tumbuhan mencari keterangan-keterangan tentang kehidupan tumbuhan.

Mempelajari fisiologi tumbuhan akan menambah kekaguman kita akan banyak hal

yang terjadi di dalam kehidupannya. Kajian tentang fisiologi tumbuhan lebih

ditujukan pada berbagai mekanisme atau proses biologis yang terjadi di dalam

tumbuhan. Ruang gerak untuk mencari keterangan-keterangan yang berhubungan

dengan kehidupan tumbuhan dibatasi oleh hukum- hukum alam.

Ilmu yang paling mendasar untuk mempelajari fisiologi tumbuhan adalah

biologi sel. Sel merupakan satuan dasar kehidupan. Semua fungsi kehidupan diatur

dan berlangsung di dalam sel. Tumbuhan termasuk ke dalam organisme

multiseluler, yang mana sel- selnya tersusun membentuk jaringan dan organ. Pada

organisme multiseluler terjadi pembagian tugas terhadap sel-sel penyusunnya yang

menjadi dasar bagi hirarki kehidupannya.

1
Bagian luar dari sel tumbuhan dilindungi oleh dinding sel. Pada bagian dalam

dari dinding sel dijumpai bahan atau senyawa kimia yang memiliki tanda-tanda

hidup dan dikenal sebagai protoplasma. Protoplasma merupakan senyawa

heterogen mencakup sitoplasma, yang bagian tepinya terdiferensiasi menjadi

selaput tipis yang disebut membran plasma dan nukleoplasma (selaput inti).

Sitoplasma terdiri dari matriks sitoplasmik atau sitosol yang merupakan cairan

bening dan ruangan-ruangan yang dikelilingi oleh selaput (organel). Masing-

masing organel memiliki struktur dan fungsi yang berbeda. Aktivitas yang

dijalankan oleh sel-sel tumbuhan beserta organel-organelnya meliputi metabolisme,

pertumbuhan serta perkembangan tumbuhan. Pada prinsipnya, fisiologi tumbuhan

merupakan studi tentang

bagaimana tumbuhan hidup, termasuk berbagai aspek proses seperti:

metabolisme, hubungannya dengan air, nutrisi mineral, perkembangan, gerak,

irritabilitas (respons terhadap lingkungan), organisasi, tumbuh, dan proses transpor.

Fisiologi tumbuhan merupakan salah satu cabang biologi yang mempelajari

tentang proses metabolisme yang terjadi dalam tubuh tumbuhan yang menyebabkan

tumbuhan tersebut dapat hidup. Dengan mempelajari fisiologi tumbuhan, kita dapat

lebih memahami peran sinar matahari dalam menghasilkan karbohidrat dari bahan

baku anorganik berupa air dan karbondioksida. Disamping itu kita juga dapat

memahami pentingnya air bagi kehidupan tumbuhan, layunya tumbuhan karena

kekeringan, proses perkecambahan biji, dan berbagai macam gejala lain yang

diekspresikan oleh tumbuhan jika kekurangan nutrien.

2
Pada dasarnya gejala-gejala yang diekspresikan oleh tumbuhan dapat

dijelaskan berdasarkan prinsip kimia dan fisika. Prinsip-prinsip kimia dan fisika

merupakan bekal utama untuk mengkaji secara mendalam setiap fenomena fisiologi

tumbuhan. Beberapa proses metabolisme telah dapat dijelaskan secara rinci

berdasarkan prinsip- prinsip kimia dan fisika yang terlibat, dan para ahli fisiologi

tumbuhan dapat menerima penjelasan tersebut.

Ilmu fisiologi penting peranannya dalam kehidupan sehari-hari terutama bagi

mereka yang bergelut di dunia tumbuhan. Permasalahan tentang pertumbuhan dan

perkembangan tumbuhan dapat diatasi dengan mempelajari fisiologi tumbuhan.

Pertumbuhan adalah suatu proses pertambahan dalam bentuk ukuran dengan

menghilangkan konsep yang menyangkut perubahan kualitas, sedangkan

perkembangan adalah suatu proses pertumbuhan teratur dan berkembang menuju

suatu keadaan yang lebih tinggi, teratur dan kompleks.

Berdasarkan urut-urutan kehidupan penghuni bumi ini, tumbuhan merupakan

pelopor yang menyediakan makanan dan perlindungan kepada hewan dan manusia.

Lama sebelum hewan dan manusia muncul di dunia ini, tumbuhan telah giat

mengadakan fotosintesis, yaitu mengubah energi yang diperolehnya dari sinar

matahari menjadi energi kimia sebagai energi kerja pada peristiwa pernapasan.

Hasil asimilasi zat karbon yang tidak atau belum digunakan hewan dan manusia

tidak musnah, akan tetapi tersimpan sebagai tabungan energi berupa batubara yang

hingga sekarang masih ada, dan masih mencukupi kebutuhan umat manusia

beratus-ratus tahun akan datang. Meskipun manusia pada dewasa ini telah

mendapatkan sumber-sumber energi lain seperti energi dari air terjun, energi dari

pemecahan atom, energi yang langsung diperoleh dari sinar matahari, namun

3
batubara dan minyak tanah yang secara langsung dapat juga dipandang sebagai

hasil asimilasi tetap sebagai sumber energi yang sangat penting.

Pengetahuan tentang kehidupan tumbuhan juga memberikan manfaat besar

kepada ilmu pertanian, perkebunan dan kehutanan. Sebagian besar sumber daya

pangan, berasal dari tanaman budi daya. Padi, jagung, ubi, ubi kayu dan ubi-ubi lain

merupakan tanaman yang kita manfaatkan sebagai sumber karbohidrat. Kelapa,

kelapa sawit, dan kacang-kacangan merupakan sumber lemak, dan juga protein

bagikehidupan manusia. Sayur dan buah-buahan kita manfaatkan sebagai sumber

vitamin dan mineral.

Untuk keperluan industri, orang membudidayakan beberapa jenis tanaman

secara luas dalam bentuk perkebunan. Tanaman budi daya industri, antara lain teh,

kopi, tebu, tembakau, lada, gambir, dan vanila. Tanaman ini merupakan komoditas

ekspor penting yang menghasilkan devisa negara. Usaha untuk menambah hasil

bumi perlu disertai pengetahuan tentang fisiologi tumbuhan. Pengetahuan praktis

dan teoritis diperlukan dalam usaha pengolahan tanah, pemilihan bibit,

pemeliharaan tanaman, pengendalian hama dan penyakit tanaman, penyimpanan

bibit, panen dan lain-lain.

1.2 Tujuan

Tujuan dari imbibisi dalam biji kacang tanah adalah untuk mengetahui proses

imbibisi molekul organik dan menghitung kecepatan imbibisinya. Sedangkan

tujuan dari pengamatan transpirasi pada daun adalah memahami proses pelepasan

air pada tumbuhan melalui transpirasi stomata.

4
Tujuan dari pengangkutan cahaya adalah untuk mengetahui peranan cahaya

matahari terhadap kacang hijau serta mengetahui pertumbuhan biji kacang hijau di

tempat gelap.

Tujuan dari pengamatan asam malat pada tanaman CAM adalah Untuk

mengetahui perlakuan apa saja yang diberi dan untuk mengukur kandungan asam

malat tanaman famili crassulaceae yang diambil pada beberapa waktu pengambilan

sampel.

5
II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengangkutan Air Pada Tumbuhan (Difusi, Imbibisi Dan Transpirasi)

Menurut Campbell, (2008: 143-146) mekanisme transport zat melalui

membran sel berdaasarkan penggunaan energi dibedakan menjadi dua, yaitu

transport aktif dan transport pasif. Transport aktif adalah transport zat yang

menggunakan energi karena melawan gradien konsentrasi, contohnya Pompa

natrium-kalium, eksositosis, dan endositosis. Semua protein transport yang

menggerakan zat terlarut melawan gradien konsentrasi merupakan protein transport

di membran. Sedangkan transport pasif adalah transport zat yang tidak memerlukan

energi dengan konsep adanya energi potensial mengikuti gradien konsentrasi dari

tinggi ke rendah, contohnya difusi dan osmosis. Berdasarkan banyak sedikitnya zat

terlarut dalam suatu cairan, maka cairan dibagi menjadi dua, yaitu cairan hipertonik

dan hipotonik. Larutan hipertonik adalah larutan yang memiliki zat terlarut lebih

banyak. Jika sel dimasukan dalam larutan hipertonik maka sel akan kehilangan air

ke lingkungan, mengkerut, dan mungkin mati. Contoh larutan hipertonik adalah

larutan garam dan larutan gula. Sedangkan larutan hipotonik adalah larutan yang

memiliki zat terlarut lebih sedikit. Jika sel dimasukan dalam larutan hipotonik maka

sel akan mengalami turgiditas karena air akan memasuki sel lebih cepat daripada

keluar sel, sehingga sel akan membengkak dan dapat mengalami lisis. Sel yang

memiliki dinding sel, mempunyai kemampuan dalam mempertahankan

keseimbangan air di dalam selnya karena dinding sel hanya akan mengembang

sampai batas tertentu sebelum mengembalikan tekanan balik pada sel yang

melawan pengambilan air lebih lanjut.

6
Potensial air adalah energi inheren dari kedua sisi membran yang memiliki

besar konsentrasi zat terlarut yang berbeda sehingga menimbulkan adanya tekanan

osmotik yang akan mendorong partikel zat terlarut dari konsentrasi tinggi ke

konsentrasi yang lebih rendah (Al-Alawy, et al., 2015).

Difusi adalah perpindahan zat terlarut dari area dengan menuruni gradien

konsentrasi (konsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah). Jika konsentrasi dari kedua

sisi membrane sudah seimbang maka partikel zat terlarut akan terus bergerak tanpa

merubah gradien konsentrasi. Difusi dibagi menjadi dua, yaitu simple transport dan

difusi terfasilitasi. Simple transport adalah perpindahan partikel zat terlarut yang

berukuran kecil dan menggunakan perbedaan konsentrasi menjadi energi

penggerak bagi partikel tersebut. Partikel yang dapat melakukan simple transport

adalah partikel yang memiliki ukuran yang relatif kecil. Sedangkan difusi

terfasilitasi adalah pemindahan partikel zat terlarut yang menggunakan protein

pembawa karena ukuran partikel yang relatif besar seperti glukosa. Faktor yang

mempengaruhi kecepatan difusi adalah area permukaan, ukuran partikel, ketebalan

membran, konsentrasi muatan, temperature, tekanan, dan jarak yang harus

ditempuh partikel (James, et al., 2008: 27-28).

Osmosis merupakan peristiwa berpindahnya kadar air dalam sel melalui

membran semi permeable dari keadaan sel yang hipotonis menuju hipertonis,

sehingga terjadi plasmolisis yang menyebabkan terlepasnya sitoplasma dari dinding

sel (Rahmasari dan Susanto, 2014).

Plasmolisis adalah perubahan struktural utama yang dihasilkan dari

kehilangan air karena osmosis (Taiz dan Zeiger, 2010: 37).

7
Menurut Hasni, et al., (2016) mengatakan bahwa osmosis adalah pergerakan

dari partikel zat pelarut dalam larutan dari konsentrasi zat pelarut tinggi ke rendah

konsentrasi zat pelarut yang lebih rendah dengan melewati membrane semi

permeable.

Suhu yang tinggi akan menyebabkan kelarutan senyawa dalam pelarut

semakin besar. Peningkatan suhu, akan menjadikan difusi yang terjadi juga semakin

besar, sehingga proses difusi juga akan berjalan lebih cepat. Akan tetapi dalam

meningkatkan suhu operasi juga perlu diperhatikan, karena suhu yang terlalu tinggi

dapat menyebabkan kerusakan pada bahan yang sedang diproses (Ibrahim, et al.,

2015).

Proses osmosis dapat merubah struktur dan tekstur dari sel karena sel

kehilangan turgiditas, deformasi atau pecahnya dinding sel, pemecahan dan

degradasi lamella tengah, membrane sel yang lisis, kolaps sel, plasmolisis dan

penyusutan jaringan diindikasikan sebagai efek utama dehidrasi osmotik pada

struktur seluler jaringan tanaman (Phisut, et al., 2013).

Waktu pencampuran yang lama akan membuat proses difusi berlangsung

lebih optimal. Temperatur dapat memberikan pengaruh secara bersamaan terhadap

kelarutan dan daya difusi, Kecepatan atau laju propagasi, dan kecepatan terminasi

rantai yang merupakan kontrol dari proses difusi monomer tunggal (Putra, et al.,

2013).

Imbibisi adalah penyerapan air (absorpsi) oleh benda-benda yang padat

(solid) atau agak padat (semi solid) karena benda-benda tersebut mempunyai zat

penyusun dari bahan yang berupa koloid. Ada banyak hal yang merupakan proses

penyerapan air yang terjadi pada makhluk hidup, misalnya penyerapan air dari

8
dalam tanah oleh akar tanaman. Namun, penyerapan yang dimaksudkan di sini

yaitu penyerapan air oleh biji kering. Hal ini banyak kita jumpai di kehidupan kita

sehari-hari yaitu pada proses pembibitan tanaman padi, pembuatan kecambah

tauge, biji kacang hijau terlebih dahulu direndam dengan air. Pada peristiwa

perendaman inilah terjadi proses imbibisi oleh kulit biji tanaman tersebut. Tidak

hanya itu, proses imbibisi juga memiliki kecepatan penyerapan air yang berbeda-

beda untuk setiap jenis biji tanaman. Mengingat akan banyaknya hal yang

berhubungan dengan proses imbibisi, maka diadakan praktikum ini untuk

mengetahui kecepatan imbibisi biji kering yang direndam. Hal ini dimaksudkan

guna menambah pemahaman kita tentang proses imbibisi yang terjadi pada biji

kering. (Lakitan, 2000).

Di dalam batas tertentu, makin rendah kadar air benih makin lama daya hidup

benih tersebut. Kadar air optimum dalam penyimpanan bagi sebagian besar benih

adalah antara 6% - 8%. Kadar air yang terlalu tinggi dapat menyebabkan benih

berkecambah sebelum ditanam. Sedang dalam penyimpanan menyebabkan

naiknya aktifitas pernapasan yang dapat berakibat terkuras habisnya bahan

cadangan makanan dalam benih. Selain itu merangsang perkecambahan cendawan

patogen di dalam tempat penyimpanan. Tetapi perlu diingat bahwa kadar air yang

terlalu rendah akan menyebabkan kerusakan pada embrio (Sutopo, 1995).

2.2 Pengaruh Cahaya Terhadap Perkecambahan

Pertumbuhan dan perkembangan merupakan proses yang saling

berhubungan. Ada banyak faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan

pekembangan tumbuhan. Faktor-faktor tersebut dikelompokan menjadi 2, yaitu

faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal merupakan faktor yang meliputi

9
faktor genetis (hereditas) dan factor fisiologis, sedangkan faktor eksternal atau

faktor lingkungan merupakan faktor yang berasal dari luar tubuh tumbuhan tersebut

yaitu dari lingkungan atauekosistem. Salah satu faktor eksternal yang

mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan adalah cahaya (Berutu,

2018).

Perkecambahan adalah proses munculnya atau keluarnya radikula atau bakal

akar dari dalam biji yang diawali oleh masuknya air ke dalam biji (imbibisi).

Penyerapan air oleh biji, membuat kulit biji perah dan membesar serta memicu

embrio untuk melanjutkan pertumbuhannya. Radikula adalah organ yang pertama

kali muncul dari biji yang sedang berkecambah yang kemudian diikuti oleh

munculnya taruk dan pucuk. Kecambah yang sedang berkembang mendapat nutrisi

dari endosperm atau kotiledon sampai daun pertama muncul dan tanaman siap

untuk berfotosintesis (Kistinnah, 2009).

Tipe perkecambahan dibagi menjadi dua, yaitu perkecambahan epigeal dan

perkecambahan hypogeal. Tipe perkecambahan epigeal ditandai dengan hipokotil

yang tumbuh memanjang sehingga plumula dan kotiledon terangkat ke atas

(permukaan tanah). Kotiledon dapat melakukan fotosintesis selama daun belum

terbentuk. Contoh tumbuhan ini adalah kacang hijau, kedelai, bunga matahari dan

kacang tanah. Organ pertama yang muncul ketika biji berkecambah adalah radikula.

Radikula ini kemudian akan tumbuh menembus permukaan tanah. Tanaman dikotil

yang dirangsang dengan cahaya, ruas batang hipokotil akan tumbuh lurus ke

permukaan tanah mengangkat kotiledon dan epikotil. Epikotil akan memunculkan

daun pertama kemudian kotiledon akan rontok ketika cadangan makanan di

dalamnya telah habis digunakan oleh embrio. Perkecambahan hipogeal ditandai

10
dengan epikotil tumbuh memanjang kemudian plumula tumbuh ke permukaan

tanah menembus kulit biji. Kotiledon tetap berada di dalam tanah. Contoh

tumbuhan yang mengalami perkecambahan ini adalah kacang ercis, kacang kapri,

jagung, dan rumput-rumputan embrio (Maghfiroh, 2017).

Faktor eksternal yang sangat berpengaruh terhadap perkecambahan adalah

cahaya. Kualitas, intensitas, dan lamanya radiasi yang mengenai tumbuhan

mempunyai pengaruh yang besar terhadap berbagai proses fisiologi tumbuhan.

Intensitas cahaya berlebih maka auksin dan klorofil akan rusak sehingga

menghambat pertumbuhan. Sebaliknya, pada intensitas kurang cahaya tumbuhan

mengalami etiolasi (Suroso, 2013).

Cahaya merupakan usur terpenting dalam kehidupan. Tumbuhan

membutuhkan cahaya untuk berfotosntesis. Fotosintesis merupakan proses yang

terjadi dalam tumbuhan untuk menghasilkan makanan yang dapat membantu dalam

petumbuhan dan perkembangan tumbuhan. Kekurangan cahaya akan mengganggu

proses fotosintesis dan pertumbuhan, meskipun kebutuhan cahaya tergantung pada

jenis tumbuhan. Selain itu, kekurangan cahaya saat perkecambahan berlangsung

akan menimbulkan gejala etiolasi dimana batang kecambah akan tumbuh lebih

cepat namun lemah dan daunnya berukuran kecil, tipis dan bewarna pucat (tidak

hijau). Semua ini terjadi dikarenakan tidak adanya cahaya sehingga dapat

memaksimalkan fungsi auksin untuk pemanjangan sel-sel tumbuhan. Sebaliknya,

tumbuhan yang tumbuh di tempat terang menyebabkan tumbuhan tumbuh lebih

lambat dengan kondisi relative pendek, daun berkembang baik lebih lebar, lebih

hijau, tampak lebih segar dan batang kecambah lebih kokoh (Haryadi, 2017)

11
Cahaya dapat mempengaruhi perkembangan tumbuhan secara in vitro dan in

vivo. Keadaan suatu kultur dipengaruhi oleh fotoperioditas, kualitas dan intensitas

cahaya. Cahaya mempengaruhi pengaturan produksi bahan metabolit dalam kultur

jaringan, termasuk metabolit primer seperti enzim, karbohidrat, lipida dan asam

amino sedangkan metabolit sekunder seperti antosianin, flavonol dan karotenoid

(Ariany 2013).

Menurut Sutopo (1985) ada 2 faktor yang mempengaruhi perkecambahan

benih yaitu faktor dalam yang meliputi: tingkat kemasakan benih, ukuran benih,

dormansi, dan penghambat perkecambahan, serta faktor luar yang meliputi: air,

temperatur, oksigen dan cahaya.

Air merupakan salah satu syarat penting bagi berlangsungnya proses

perkecambahan benih. Faktor yang mempengaruhi penyerapan air oleh benih

adalah: sifat dari benih itu sendiri terutama kulit pelindungnya dan jumlah air yang

tersedia pada medium di sekitarnya. Pada umumnya kebutuhan benih akan air yaitu

tidak melampaui dua atau tiga kali dari berat keringnya. Benih tanaman mempunyai

kemampuan berkecambah pada kisaran air tanah tersedia mulai dari kapasitas

lapangan sampai titik layu permanen. Kapasitas lapangan dari tanah yaitu jumlah

air maksimum yang tertinggal air permukaan dikuras dan setelah air yang keluar

dari tanah karena gaya berat habis. Sedangkan titik layu permanen adalah suatu

keadaan dari kandungan air tanah di mana terjadi kelayuan pada tanaman yang tidak

dapat balik. Untuk kebanyakan benih tanaman yang kondisinya kelewat basah

sangat merugikan, karena menghambat aerasi dan merangsang timbulnya penyakit.

Untuk kacang-kacangan, benih akan berkecambah pada kandungan air tanah

sedang sampai di atas kapasitas lapang.

12
Temperatur merupakan syarat penting yang kedua bagi perkecambahan

benih. Temperatur optimum adalah temperatur yang paling menguntungkan bagi

berlangsungnya perkecambahan benih. Temperatur optimum bagi kebanyakan

benih tanaman adalah di antar 80-950 F (00-50C). Untuk tanaman musim dingin

(cool-season) temperatur minimumnya adalah 400F (4,50C) atau kurang, misalnya

Selada. Sedangkan untuk tanaman musim panas (warm-season) temperatur

minimumnya berkisar antara 50-600F (10-150C).

Proses respirasi ini akan berlangsung selama benih masih hidup. Pada saat

perkecambahan berlangsung proses respirasi akan meningkat pula dengan

meningkatnya pengambilanoksigen dan pelepasan karbon dioksida, air dan enersi

yang berupa panas. Terbatasnya oksigen yang dapat dipakai akan mengakibatkan

terhambatnya proses perkecambahan benih. Pada sintesa lemak menjadi gula

diperlukan oksigen karena molekul asam lemak mengandung lebih sedikit pada

molekul gula. Enersi yang digunakan untuk kegiatan mekanisme sel-sel dan

mengubahbahan baku bagi proses pertumbuhan dihasilkan melalui proses oksidasi

dari cadangan makanan di dalam benih. Walau pun demikian ada beberapa jenis

tanaman yang mempunyai kemampuan untuk berkecambah pada keadaan yang

kurang oksigen, misalnya padi.

Kebutuhan benih terhadap cahaya untuk perkecambahannya berbeda-beda

tergatung jenis tanamannya. Benih dapat diklasifikasikan berdasarkan kebutuhan

akan cahaya menjadi 4 golongan, yaitu: (1) Golongan yang memerlukan cahaya

secara mutlak untuk perkecambahannya, misalnya Viscum album, (2) Golongan

yang memerlukan cahaya untuk mempercepat perkecambahannya, misalnya

Lactuca sativa, (3) Golongan di mana cahaya dapat menghambat

13
perkecambahannya, misalnya Allium sp dan (4) Golongan di mana benih dapat

berkecambah sama baik di tempat gelap atau ada cahaya, misalnya Leguminosae.

Kondisi yang menguntungkan akan menghasilkan perkecambahan yang baik,

maka perlu mengetahui jenis tanaman yang cocok digunakan dengan kondisi

lingkungan yang ada.

Benih yang dipanen sebelum tingkat kemasakan fisiologisnya tidak tercapai

tidak mempunyai viabilitas tinggi. Benih belum memiliki cadangan makanan yang

cukup dan juga pembentukan embrio sebelum sempurna. Cadangan makanan yang

terdapat pada endosperm yang belum masak masih belum cukup tersedia bagi

pertumbuhan embrio selengkap yang tersedia pada endosperm masak. Dan

tampaknya terjadi perubahan-perubahan pada embrio dan endosperm selama proses

pemasakan biji berlangsung, yang akan memungkinkan embrio berkecambah lebih

cepat. Dengan benih yang masak, maka pertumbuhan benih akan secara optimal

dapat tumbuh dengan baik pada kondisi yang optimum.

Di dalam jaringan penyimpanannya benih memiliki karbohidrat, protein,

lemak, dan mineral. Di mana bahan-bahan ini diperlukan sebagai bahan baku dan

enersi bagi embrio pada saat perkecambahan. Diduga bahwa benih yang berukuran

besar dan berat mengandung cadangan makanan lebih banyak dibandingkan dengan

benih kecil, mungkin pula embrionya lebih besar. Berat benih berpengaruh terhadap

kecepatan petumbuhan, karena berat benih menentukan besarnya kecambah

(Sutopo, 2002: 30). Benih yang mempunyai cadangan makanan yang lengkap dan

banyak memungkinkan benih dapat tumbuh dan berkembang dengan optimal pada

kondisi yang optimum, karena cadangan makanan yang ada dalam benih digunakan

14
sebagai enersi dalam menjalani kehidupan tanamam sebelum organ daun dapat

berfungsi, maka persediaan makanannya terdapat pada kotiledon tersebut.

Suatu benih dikatakan dorman apabila benih itu sebenarnya hidup tetapi tidak

mau berkecambahwalaupun diletakkan pada keadaan lingkungan yang memenuhi

syarat bagi perkecambahan.Dormansi bisa disebabkan oleh berbagai faktor antara

lain impermeabilitas kulit biji terhadap air atau gas maupun karena resistensi kulit

biji terhadap pengaruh mekani, embrio yang rudimenter, ataupun bahan-bahan

penghambat perkecambahan. Dengan perlakuan khusus masa dorman bisa

dipatahkan sehingga dapat dirangsang untuk berkecambah, misalnya dengan

perlakuan stratifikasi, direndam dalam larutan asam sulfat dan lain-lain.

Banyak zat-zat yang diketahui dapat menghambat perkecambahan benih,

yang dikenal antara lain: (a) Larutan dengan tingkat osmotik tinggi, misal larutan

mannitol, larutan NaCl, (b) Bahan-bahan yang mengganggu lintasan metabolisme,

umumnya menghambat respirasi seperti sianida, dinitrofenol, azide, fluorida,

hydroxilamine, (c) Herbisida, (d) Coumarindan (e) Auxin

2.3 Pengukuran Kandungan Asam Malat Pada Tanaman CAM

Tanaman CAM adalah tanaman yang dapat berubah seperti tanaman C3 pada

saat pagi hari (suhu rendah) dan dapat berubah seperti tanaman C4 pada siang hari

dan malam hari. Tanaman CAM dijumpai pada tumbuhan sukulen, yang memiliki

daun atau batang berdaging. Tumbuhan ini beradaptasi terhadap keadaan kering

dengan transpirasi (evaporasi dari permukaan tumbuhan) rendah yang amat

diperlukan agar dapat bertahan. Dalam kondisi kelembaban rendah, stomata terbuka

pada malam hari untuk menyerap CO. dan tertutup pada siang hari untuk

mengurangi beban transpirasi tumbuhan. Ciri-ciri tanaman CAM yaitu fotosintesis

15
terjadi pada mesofil, fiksasi CO₂ terjadi pada malam hari, siklus Calvin (reaksi

gelap) terjadi pada siang hari, biasanya tumbuh di daerah gurun, stomata membuka

pada malam hari dan menutup pada siang hari, dan membentuk senyawa 4-karbon

(oksaloasetat) untuk menyimpan CO, (Sinaga et al., 2011).

Asam malat (malic acid) adalah asam dikarboksilat yang memberikan rasa

asam dan getir dalam berbagai buah seperti apel hijau dan anggur. Asam malat

dapat disintesis dalam tubuh melalui siklus asam sitrat (Krebs) untuk meningkatkan

metabolisme energi. Asam malat memiliki rantai senyawa dasar yang mencakup

atom karbon terikat dengan ikatan ganda atom oksigen serta senyawa hidroksida.

Asam malat merupakan senyawa organik yang memiliki rumus kimia C.H₂Os. Zat

ini juga memainkan peran dalam pembentukan adenosin trifosfat (ATP)

(Dwidjoseputro, 1990).

Tanaman CAM adalah tanaman yang dapat berubah seperti tanaman C3 pada

saat pagi hari (suhu rendah) dan dapat berubah seperti tanaman C4 pada siang hari

dan malam hari. Tanaman CAM adalah tanaman yang stomatanya membuka pada

malam hari dan menutup pada siang hari, memiliki laju fotosintesis yang rendah

bila dibandingkan dengan tanaman C3 dan C4. Potongan melintang daun C3

menunjukkan mayoritas sel yang mengandung kloroplas dan mesofil. Sebaliknya,

C4 memiliki dua tipe sel yang mengandung kloroplas, mesofil, dan bundle sheath.

Tumbuhan C4 cenderung memiliki suhu optimum yang lebih tinggi dibandingkan

tumbuhan C3. Tidak seperti tumbuhan C3, fotosintesis pada C4 tidak terhambat

oleh oksigen dan memiliki titik kompensasi CO, yang lebih rendah. Kompensasi

CO₂ adalah banyaknya konsentrasi CO₂ yang diambil untuk fotosintesis dengan

16
CO2 yang digunakan untuk respirasi. C3 berkisar antara 20 hingga 100 μl CO, per

liter sedangkan C4 berkisar 0 hingga 5 ul (Hopkins et al., 2008).

Tumbuhan C4 dan CAM lebih adaptif di daerah panas dan kering

dibandingkan dengan tumbuhan C3. Namun tanaman C3 lebih adaptif pada kondisi

kandungan CO, atmosfer tinggi. Padi, kentang, kedelai, kacang-kacangan, dan

kapas termasuk kelompok C3. Tanaman pangan yang tumbuh di daerah tropis,

terutama gandum, akan mengalami penurunan hasil yang nyata dengan adanya

kenaikan sedikit suhu karena gandum umumnya dibudidayakan pada kondisi suhu

toleransi maksimum. Perubahan iklim berpengaruh terhadap jenis hama dan

penyakit, juga akan memengaruhi kecepatan perkembangan individu hama dan

penyakit, jumlah generasi hama, dan tingkat inokulum patogen, atau kepekaan

tanaman inang (Ma'ruf et al., 2016).

17
III METODOLOGI

3.1 Tempat dan Waktu

3.1.1 Pengangkutan Air Pada Tumbuhan (Difusi, Imbibisi Dan Transpirasi)

Tempat berlangsungnya kegiatan praktikum mata kuliah Fisiologi Tumbuhan

pertemuan pertama dilaksanakan di Laboratorim Ekofisiologi Tumbuhan Fakultas

Pertanian Universitas Riau. Yang dilaksanakan pada hari Senin, pada tanggal 19

September 2022 pada pukul 08.00 WIB hingga pukul 09.40 WIB.

3.1.2 Pengaruh Cahaya Terhadap Perkecambahan Biji

Tempat berlangsungnya kegiatan praktikum mata kuliah Fisiologi Tumbuhan

pertemuan kedua dilaksanakan di Laboratorim Ekofisiologi Tumbuhan Fakultas

Pertanian Universitas Riau. Yang dilaksanakan pada hari Senin, pada tanggal 26

September 2022 pada pukul 08.00 WIB hingga pukul 09.40 WIB.

3.1.3 Pengukuran Kandungan Asam Malat Pada Tanaman CAM

Tempat berlangsungnya kegiatan praktikum mata kuliah Fisiologi Tumbuhan

pertemuan ketiga dilaksanakan di Laboratorim Ekofisiologi Tumbuhan Fakultas

Pertanian Universitas Riau. Yang dilaksanakan pada hari Senin, pada tanggal 4-5

November 2022 pada pukul 18.00 WIB hingga pukul 12.00 WIB.

3.2 Bahan dan Alat

3.2.1 Pengangkutan Air Pada Tumbuhan (Difusi, Imbibisi Dan Transpirasi)

Kegiatan praktikum Fisiologi Tumbuhan pertemuan pertama mengenai

Pengangkutan Air Pada Tumbuhan (Difusi, Imbibisi Dan Transpirasi). Alat yang

digunakan pada praktikum ini yaitu, timbangan analitik, spatula, gelas beaker,

18
stopwatch, dan mikroskop. Bahan yang digunakan yaitu, daun adam hawa (Rhoe

discolor), daun jagung (Zea mays L.), daun durian (Durio), daun tebu (Saccharum),

Kacang tanah (Arachis hypogea), air, dan vaseline.

3.2.2 Pengaruh Cahaya Terhadap Perkecambahan Biji

Kegiatan praktikum Fisiologi Tumbuhan pertemuan kedua mengenai

Pengaruh Cahaya Terhadap Perkecambahan. Alat yang digunakan pada praktikum

ini yaitu, spatula atau pinset, tisu, penggaris, alat tulis, dan 4 botol plastik. Bahan

yang digunakan yaitu kacang hijau dan air.

3.2.3 Pengukuran Kandungan Asam Malat Pada Tanaman CAM

Kegiatan praktikum Fisiologi Tumbuhan ketiga ketiga mengenai Pengukuran

Kandungan Asam Malat Pada Tanaman CAM, Alat yang digunakan pada

praktikum ini yaitu, buret, alat pemanas, Erlenmeyer, gelas ukur, beaker glass,

pipet, dan silet. Bahan yang digunakan yaitu daun anggrek, daun lidah buaya, daun

sansifera (lidah mertua), daun nenas, daun cocor bebek, NaOH 0,01 N, indicator

phenolptialin (pp) 1%, alcohol, dan aquades.

3.1 Cara Kerja

3.3.1 Pengangkutan Air Pada Tumbuhan (Difusi, Imbibisi Dan Transpirasi)

a) Difusi
1. Dibuat larutan sukrosa dengan masing-masing konsentrasi 0,01, 0,02,

0,03, 0,04, 0,05, 0,06 lalu dimasukkan ke dalam gelas beker.

2. Diambil epidermis bagian bawah daun Rhoe discolor dengan

menggunakan silet (buat sayatan membujur).

3. Direndam sayatan tersebut ke dalam aquades selama 3 menit.

19
4. Diangkat rendaman sayatan Rhoe discolor tersebut dan diamati jumlah

selnya dengan menggunakan mikroskop (sel berwarna ungu).

5. Diteteskan sayatan tersebut dengan larutan sukrosa dan biarkan selama

25 menit.

6. Diamati jumlah sel terplasmolisis pada sayatan yang telah ditetesi

sukrosa dengan menggunakan mikroskop (sel berwarna putih).

7. Dihitung presentasi sel terplasmolisis dengan menggunakan rumus :

% sel terplasmolisis = (jumlah sel terplasmolisis/jumlah sel total)×100%

8. Dilakukan hal yang sama sampai 3 x (3 ulangan) untuk mendapatkan

ketepatan data percobaan pada sayatan yang berbeda. Data kemudian

dirata-ratakan.

b) Imbibisi

1. Ditimbang 50 biji kacang tanah dengan timbangan analitik

2. Diisi air sebanyak 100 ml ke dalam gelas beaker

3. Dimasukkan kacang dan direndam selama 10 menit

4. Diangkat kacang tanah lalu ditimbang kembali

5. Dicatat hasil berat sebelum dan sesudah direndam

c) Transpirasi

1. Diambil 4 helai daun durian dengan ukuran yang sama

2. Diambil 4 helai daun jagung dengan ukuran yang sama

3. Diambil 4 helai daun tebu dengan ukuran yang sama

20
4. Diolesi daun 1 dengan vaselin pada bagian atas daun, diolesi daun 2

dengan vaselin pada bagian bawah daun, diolesi daun 3 dengan vaselin

pada bagian atas dan bawahnya, dan pada daun 4 tidak diolesi/tidak

diberi perlakuan, untuk semua jens daun

5. Dijemur bagian atas semua daun selama 10 menit dan setelannya

dijemur pula bagian bawahnya selama 10 menit di bawah sinar matahari

6. Diangkat dan dibawa daun kembali ke lab

7. Dibersihkan daun dengan tisu dan di selotip

8. Diamati daun di bawah mikroskop dan dihitung jumlah stomatanya

9. Dicatat hasilnya dan didokumentasikan

3.3.2 Pengaruh Cahaya Terhadap Perkecambahan

1. Disiapkan alat dan bahan

2. Disiapkan 40 butir kacang hijau

3. Diletakkan tisu ke cup (tisu dilipat 4)

4. Disemprot tisu dengan sedikit air hingga tisu lembab

5. Ditaruh 10 butir ke cup dan dikasi air lagi

6. Dilakukan pengamatan selama 5 hari

7. Dihitung jumlah biji yang berkecambah setiap hari hingga semuanya

tumbuh

8. Diukur tinggi kecambah di hari kelima

21
9. Dilakukan penyiraman setiap hari (tidak terlalu basah)

3.3.3 Pengukuran Kandungan Asam Malat Pada Tanaman CAM

1. Diambil daun tanaman yang telah di petik (jam 21.00, jam 24.00, jam

03.00, dan jam 06.00) dan masukkan masing-masing sampel daun ke

dalam alkohol 10 ml

2. Ditimbang sampel daun sebanyak 2 g dan diiris setipis mungkin

3. Dimasukkan ke dalam erlenmeyer yang telah berisi aquades 30 ml dan

dipanaskan selama 10 menit (sampai mendidih) untuk mendapat

ekstraknya.

4. Dituangkan ekstrak tersebut ke dalam erlenmeyer baru

5. Ditambahkan 20 ml aquades pada erlenmeyer pertama yang berisi daun

tadi, kemudian panaskan lagi selama 5 menit (sampai mendidih)

6. Disatukan ekstrak pertama dan kedua lalu didinginkan

7. Diambil 10 ml ekstrak yang telah didinginkan dan tambahkan indikator

pp sebanyak 5 tetes

8. Dititrasi dengan NaOH 0,01 N, titrasi dihentikan saat larutan berubah

warna

9. Dicatat volume NaOH yang terpakai, lakukan pada semua sampel daun,

volume NaOH yang terpakai setara dengan volume asam malat.

10. Dibuat dokumentasi saat melaksanakan percobaan

22
IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Pengangkutan Air Pada Tumbuhan (Difusi, Imbibisi Dan Transpirasi)

Tabel 1. Hasil pengamatan pengangkutan difusi pada daun Rhoe discolor

Konsentrasi Jumlah Sel % Sel


Jumlah Sel total
sukrosa terplasmolisis terplasmolisis

0,04 30 7 23,33%

Tabel 2. Hasil pengamatan imbibisi pada biji kacang tanah

Berat Kacang (gram) Volume Air (ml)

Sebelum Imbibisi 17,17 100

Sesudah Imbibisi 22,11 90

Tabel 3. Hasil pengamatan transpirasi pada daun durian

Perlakuan Jumlah Stomata

Kontrol 19

Daun bagian atas diolesi 11

Daun bagian bawah diolesi 20

Daun bagian atas dan bawah diolesi 13

Berdasrakan hasil percobaan imbibisi yang telah dilakukan pada biji kacang

tanah maka didapat hasil yang dapat dilihat pada tabel 2. Pada pengamatan imbibisi,

dilakukan dengan mengamati berat biji kacang tanah dengan volume air di awal dan

setelah dilakukannya perendaman selama 15 menit. Didapatlah hasil pengamatan

beras kacang di awal seberat 17,17 gram dengan volume air 100 ml. Sedangkan

23
berat biji kacang tanah setelah dilakukan perendaman kurang lebih selama 10 menit

didapat berat biji kacang tanah bertambah menjadi seberat 22,11 gram dan volume

air berkurang menjadi 90 ml setelah selang waktu 10 menit. Ini berarti ada kenaikan

berat pada biji kacang tanah dan penurunan volume air setelah perendaman selama

10 menit.

Dari hasil pengamatan diketahui bahwa terjadi penambahan berat yang

bervariasi pada kacang yang mengalami proses imbibisi. Hal itu ditandai dengan

adanya pertambahan berat kacang setelah dilakukan perlakuan. Imbibisi terjadi

pada kacang-kacang hidup karena pada kacang hidup sel- selnya masih aktif dalam

melakukan perembesan dan penyerapan molekul-molekul air melewati dinding-

dinding sel kacang yang mempunyai membran sel yang bersifat permeabel.

Penyerapan air dilakukan oleh permukaan zat yang hdrofil sehingga zat tersebut

dapat mengembang setelah menyerap air tersebut.

Dari pengamatan, diketahui bahwa kemampuan biji untuk menyerap air sudah

maksimal. Penyerapan air oleh biji dimana pada biji terdapat suatu membran yang

bersifat permeabel selektif sehingga air yang berada pada lingkungan masuk ke

sistem atau ke dalam biji dan ini berarti bahwa di dalam proses imbibisi juga terjadi

proses difusi dan osmosis di dalam sel. Proses imbibisi air oleh biji kacang

dipengaruhi oleh komposisi kimia biji kacang, permeabilitas biji dan jumlah air

yang tersedia, baik air dalam bentuk cairan maupun uap di sekitar benih.

4.2 Pengaruh Cahaya Terhadap Perkecambahan

Tabel 4. Hasil pengamatan perkembangan biji kecambah kacang hijau dengan

berbagai perlakuan

24
Jumlah Kecambah Tinggi kecambah (cm)
Sampel
Hari 1 Hari 2 Hari 3 Hari 4 Hari 5 minimum maksimum

Tanpa
- 5 7 8 10 0,1 10
cahaya

<50%
- 3 8 7 8 0,6 2,2
cahaya

50%-75%
- - - - 4 0,1 0,6
cahaya

Cahaya
- 2 6 7 8 0,2 1
penuh

Dari pengamatan di atas dapat diketahui bahwa pada hari pertama

pengamatan pada perlakuan tanpa cahaya, cahaya <50%, cahaya 50%-75% dan

cahaya penuh tidak terdapat yang berkecambah. Pada hari kedua pengamatan pada

perlakuan tanpa cahaya terdapat 5 kecambah, pada perlakuan cahaya <50% terdapat

3 kecambah, pada perlakuan cahaya 50%-75% terdapat 0 kecambah dan pada

perlakuan cahay penuh terdapat 2 kecambah. Pada hari ketiga pengamatan pada

perlakuan tanpa cahaya terdapat 7 kecambah, pada perlakuan cahaya <50% terdapat

8 kecambah, pada perlakuan cahaya 50%-75% terdapat tidak terdapat kecambah

dan pada perlakuan cahaya penuh terdapat 6 kecambah. Pada hari keempat

pengamatan pada perlakuan tanpa cahaya terdapat 8 kecambah, pada perlakuan

cahaya <50% terdapat 7 kecambah, pada perlakuan cahaya 50%-75% terdapat 7

kecambah dan pada perlakuan cahay penuh terdapat 0 kecambah. Pada hari kelima

pengamatan pada perlakuan tanpa cahaya terdapat 10 kecambah, pada perlakuan

25
cahaya <50% terdapat 8 kecambah, pada perlakuan cahaya 50%-75% terdapat 4

kecambah dan pada perlakuan cahay penuh terdapat 8 kecambah.

Berdasarkan tabel pengamatan diketahui bahwa perlakuan cahaya penuh

didapat tinggi maksimalnya ialah 1 cm dan minimalnya ialah 0,2 cm. Perlakuan

75% cahaya didapat tinggi maksimalnya ialah 0,6 cm dan minimalnya ialah 0,1 cm.

Perlakuan <50% cahaya didapat tinggi maksimalnya ialah 2,2 cm dan minimal 0,6

cm. Pada perlakuan tanpa cahaya didapat tinggi maksimalnya ialah 10 cm dan

minimalnya ialah 0,1 cm. Maka dari hasil dan pembahasan diatas pertumbuhan

kecambah yang diberi perlakuan tanpa cahaya pertumbuhannya lebih banyak dan

cepat namun secara fisik kecambahnya terlihat kurang baik seperti kerdil dan

sebagainya dan pada perlakuan cahaya penuh pertumbuhannya cenderung lambat

namun secara fisik kecambahnya dalam keadaan baik dan terlihat lebih segar.

Tumbuhan yang pada salah satu sisinya disinari oleh matahari maka

pertumbuhannya akan lambat karena jika auksin dihambat oleh matahari tetapi sisi

tumbuhan yang tidak disinari oleh cahaya matahari pertumbuhannya sangat cepat

karena kerja auksin tidak dihambat. Sehingga hal ini akan menyebabkan ujung

tanaman tersebut cenderung mengikuti arah sinar matahari atau yang disebut

dengan fototropisme. Untuk membedakan tanaman yang memiliki hormon yang

banyak atau sedikit kita harus mengetahui bentuk anatomi dan fisiologi pada

tanaman sehingga kita lebih mudah untuk mengetahuinya. Sedangkan untuk

tanaman yang diletakkan ditempat yang terang dan gelap diantaranya (Latunra,

2014).

26
Tanaman yang diletakkan ditempat yang gelap pertumbuhan tanamannya

sangat cepat selain itu tekstur dari batangnya sangat lemah dan cenderung warnanya

pucat kekuningan. Hal ini disebabkan karena kerja hormon auksin tidak dihambat

oleh sinar matahari. Sedangkan untuk tanaman yang diletakkan ditempat yang

terang tingkat pertumbuhannya sedikit lebih lambat dibandingkan dengan tanaman

yang diletakkan ditempat gelap,tetapi tekstur batangnya sangat kuat dan juga

warnanya segar kehijauan, hal ini disebabkan karena kerja hormon auksin dihambat

oleh sinar matahari (Latunra, 2014).

4.3 Pengukuran Kandungan Asam Malat Pada Tanaman Cam

Tabel 5. Hasil Pengamatan kandungan asam malat pada tanaman CAM

Berat
Waktu Tanaman Warna awal Warna akhir Volume NaOH
(gr)

Kuning
21.00 Nanas 2,12 Pink 14,5
pudar

Cocor
00.00 2,13 Hijau pudar Pink 32
bebek

Kuning
03.00 Lidah buaya 2,07 Pink 23,6
pudar

06.00 anggrek 2,10 Hijau pudar Pink 13

Pada pengamatan tanaman nanas yang diamati pada pukul 21.00 dengan berat

2,12 gr dengan warna awal adaah kuning pudar setelah dititrasi dengan dengan

NaOH yang diperlukan sebanyak 14,5 ml maka larutan nanas berubah menjadi

warna pink. Pada pengamatan tanaman cocor bebek yang diamati pada pukul 00.00

27
dengan berat 2,13 gr dengan warna awal adalah hijau pudar setelah dititrasi dengan

dengan NaOH yang diperlukan sebanyak 32 ml maka larutan cocor bebek berubah

menjadi warna pink. Pada pengamatan tanaman anggrek yang diamati pada pukul

03.00 dengan berat 2,07 gr dengan warna awal adalah kuning pudar setelah dititrasi

dengan dengan NaOH yang diperlukan sebanyak 13 ml maka larutan anggrek

berubah menjadi warna pink. Pada pengamatan tanaman nanas yang diamati pada

pukul 06.00 dengan berat 2,10 gr dengan warna awal adalah kuning pudar setelah

dititrasi dengan dengan NaOH yang diperlukan maka larutan nanas berubah

menjadi warna pink. Ini menandakan pada tanaman cam yang telah dilakukan uji

coba terdapat asam malat namun pada saat perendaman dengan alkohol tproduksi

asam malatnya terhenti sehingga menimbulkan warna pink yang berarti percobaan

yang telah dilakukan berhasil

Tanaman CAM mengurangi penguapan air akibat respirasi dengan cara

melakukan respirasi di malam hari dimana suhu lingkungan lebih rendah daripada

ketika siang hari, menyimpan CO2 tersebut dalam vakuola dalam bentuk asam

malat. Asam malat tersebut akan mengalami dekarboksilasi dan menjadi sumber

CO2 untuk fotosintesis di siang hari (Ramirez et al. 2012). Sebagian besar spesies

Clusia memiliki jalur fotosintesis CAM atau jalur fotosintesis C3/CAM.

Kemampuan beralih dari jalur fotosintesis C3 ke CAM merupakan cara untuk

beradaptasi ketika terjadi kekeringan dan kembali ke jalur fotosintesis C3 ketika

ketersediaan air meningkat (Vaasen et al. 2006; Ceusters et al. 2009; Silvera et al.

2010; Ramirez et al. 2012).

28
Tanaman CAM melakukan fiksasi CO2 pada malam hari dan asimilasi pada

siang hari sehingga kebutuhan air tanaman ini 5% sampai 10% dibandingkan

tanaman C3, akan tetapi, laju pertumbuhan tanaman dengan sistem fotosintesis

CAM lebih rendah daripada tanaman C3 karena terbatasnya penyimpanan malat

sebagai sumber CO2 (Heldt dan Piechulla 2011). Per hari, tanaman CAM memiliki

tingkat pertumbuhan maksimum 20-30 g/m2, sedangkan tanaman C3 memiliki 20-

40 g/m2. Meskipun pertumbuhan tanaman CAM di bawah tanaman C3, sistem

fotosintesis ini bermanfaat bagi lahan marginal. Hal ini menunjukkan bahwa

terdapat perbedaan jalur fotosintesis antara kedua bagian tanaman ini. Jumlah asam

malat yang tinggi pada batang menunjukkan aktivitas pengambilan CO2 di malam

hari (Hastilestari, 2015).

Malam hari, pati diurai dalam respirasi (glikolisis) menjadi PEP. PEP yang

terbentuk ini kemudian menangkap CO2 dari udara dan mengubah CO2 tersebut

menjadi asam oksaloasetat yang memiliki 4 atom C. Oksaloasetat kemudian diubah

menjadi malat dengan bantuan enzim malat dehidrogenase dan pereduksi NADH.

Malat yang terbentuk kemudian disimpan dalam bentuk asam malat di dalam

vakuola. Dan pada siang hari, malat diangut keluar dari vakuloa untuk

didckarboksilasi menjadi CO2 dan piruvat. Piruvat diubah menjadi pati yang pada

malam hari diubahn menjadi PEP. CO2 kemudian difiksasi oleh rubisco menjadi 3-

PGA. 3-PGA yang nantinya masuk ke dalam siklus calvin seperti pada C-3 da

diubah menjadi gula (Budiarti, 2008).

Kemampuan tumbuhan melaksanakan daur CAM ditentukan secara genetis,

tetapi kemampuan ini juga dikontrol oleh lingkungan. Kondisi lingkungan dapat

memengaruhi plastisitas jalur fotosintesis. Faktor-faktor lingkungan yang dimaksud

29
antara lain daerah kering dengan latituda (garis lintang) rendah, temperatur tinggi

dengan kondisi kering dan kadar garam tinggi akibat pemanasan global dan

kebakaran. Stres yang kuat mengarah ke konversi jalur fotosintesis C3 ke CAM.

Fiksasi CO2 pada beberapa tumbuhan CAM dapat berubah menjadi tumbuhan C3

setelah hujan atau temperatur lingkungan yang tinggi pada malam hari. Beberapa

tanaman CAM akan mengalami peningkatan aktivitas enzim yang berfungsi dalam

metabolisme malat dan glukogenesis ketika mengalami cekaman kekeringan

(Hastilestari, 2015).

30
V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa

proses imbibisi pada kacang tanah di mana berat kacang tanah antara sebelum dan

sesudah direndam air berbeda titik sebelum direndam 17,17 gram dan sesudah

direndam 22,11 gram hal ini menunjukkan penambahan berat pada kacang tanah

yang ditimbang menggunakan timbangan analitik. Kemudian dapat disimpulkan

pada proses transpirasi pada daun durian, daun jagung dan daun tebu. 4 helai daun

dijemur di bawah sinar matahari selama sepuluh menit dan diberikan perlakuan

yang berbeda, mendapatkan jumlah stomata yang berbeda.

Berdasarkan hasil dan pembahasan diatas mengenai pengaruh cahaya

terhadap perkecmbahan biji dapat disimpulkan bahwa Proses perkecambahan tanpa

cahaya lebih baik dan dengan kecambah yang tumbuh lebih banyak. Karena

kacang hijau tidak memerlukan banyak cahaya matahari, di mana hormon auksin

dapat bekerja dengan optimal. Kekurangannya ialah batang pada kacang hijau

kurang kokoh dan lemah cahaya matahari diperlukan untuk menguraikan hormon

atau auksin yang di dalam tanaman supaya tanaman dapat tumbuh dengan baik dan

sehat.

. Berdasarkan hasil dan pembahasan diatas mengenai pengamatan kanungan

asam malat pada tanaman cam dapat disimpulkan bahwa secara keseluruhan

larutan pada tanaman cam yang diujicobakan berubah menjadi warna pink setelah

dititrasi. Ini menandakan pada tanaman cam yang telah dilakukan uji coba terdapat

asam malat namun pada saat perendaman dengan alkohol tproduksi asam malatnya

31
terhenti sehingga menimbulkan warna pink yang berarti percobaan yang telah

dilakukan berhasil

5.2 Saran

Berdasarkan pengalaman praktikum yang telah saya alami, saya menyarankan

kepada praktikan selanjutnya agar mempelajari tentang bahasan yang akan

dipraktikumkan sebelum memulai praktikum. Dengan kata lain persiapkan diri

untuk menghadapi praktikum. Kemudian pelajari baik – baik buku penuntun yang

telah diberikan. Saya juga menyarankan untuk memperhatikan dengan seksama

ketika asisten sedang memberikan asistensi karena jikalau tidak focus maka bisa

jadi berakibat fatal ketika melakukan praktikum.

Kepada asisten saya menyarankan agar buku penuntun praktikumnya lebih

diperjelas dan diperbarui lagi. Hal ini perlu direspon agar ke depan tidak lagi

mengalami kesalahan data. Semoga saran saya ini berguna dan saya mohon maaf

jika ada kata – kata yang salah.

32
DAFTAR PUSTAKA

Al-Alawy, A. F., O. Isam, dan M. Hasan. Forward Osmosis Process as an

Alternative Method for the Biologycal Treatment of Wastewater from the Al-

Za’afaraniya Tanning Factory. International Journal of Science and

Tecnoledge. 3(1): 159-170.

Ariany 2013. Pengaruh Kuantitas Cahaya terhadap pertumbuhan dan kadar

antosianin daun dewa. Jurnal Agrotekbis 1(5):413-420.

Berutu, P. S., 2008. Pengaruh cahaya terhadap perkecambhan benih. Fakultas

Pertanian: Universitas Samudera.

Budiarti, 2008.Pengantar Fisiologi Tumbuhan. Gramedia, Jakarta

Campbell, Neil A. dan R. Jane B. 2008. Biologi: Edisi Kedelapan Jilid 1. Jakarta:

Erlangga.

Campbell, N. A., Reece, J. B., & Mitchel, L. G. 2000. Biologi Edisi Kelima Jilid 3.

Jakarta:

Erlangga Dwidjoseputro. 1990. Pengantar Fisiologi Tumbuhan. Jakarta: PT.

Gramedia Pustaka utama.

Gardner. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. UI Press. Jakarta Hastilestari, B. R.

2015. Plasticity of photosynthetic system on CAM plants. Pros Sem NasMasy

Biodiv Indon. (50). 2000. pp. 864 867.

Haryadi R., et al.2017 .Karakteristik cabai merah yang dipengaruhi cahaya

matahari. Jurnal gravity 3(1):16-22.

33
Hasni, A., R. Patrick, dan D. Nancy. 2016. The Teaching and Learning of Diffusion

and Osmosis: What can We Learn from Analysis of Classroom Practice? A

Case Study. International Journal of Science and Tecnology Education.

12(6): 1507-1531.

Hopkins, William, G., Noman, P. A., & Hüner. 2008. Introduction to Plant

Physiology, Fourth Edition. Hoboken: John Wiley & Sons Inc.

Ibrahim, A., Yuanita, dan S. Feronika. 2015. Pengaruh Suhu dan Lama Waktu

Ekstraksi terhadap Sifat Kimia dan Fisik pada Pembuatan Minuman Sari Jahe

Merah (Zingiber officinale var. Rubrum) dengan Kombinasi Penambahan

Madu sebagai Pemanis. Jurnal Pangan dan Agroindustri. 3(2): 530-541.

James, J., B. Colin, dan S. Helen. 2008. Prinsip-Prinsip Sains untuk

keperawatan. Jakarta: Erlangga.

Kistinnah, I. 2009. Makhluk Hidup dan Lingkungannya. Pusat Perbukuan,

Departemen Pendidikan Nasional: Jakarta.

Kusumo, S. 1984. Zat Pengatur Tumbuh Tanaman. Jakarta: CV Yasaguna, Lakitan,

B. 2007. Dasar-Dasar Fisiologi Tumbuhan Jakarta: Raja GrafindoPersada

Lakitan, B. 2004. Dasar-Dasar Fistum. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Lakitan B. 2000. Dasar-Dasar Fisiologi Tumbuhan. Rajawali Press. Jakarta.

Latunra, A. I., E. Tambaru, M. A. Salam, E. W. Ferial. 2014. Buku Ajar Struktur

dan. Perkembangan Tumbuhan II. Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan

Ilmu Pengetahuan Alam. UGM Press.

34
Ma'ruf. A., Safitri. S. A., & Sinaga, A. 2016. Pengaruh pemanasan global terhadap

beberapa tanaman C3 di Indonesia. Jurnal Penelitian Pertanian BERNAS, 12

(2), pp. 44-54.

Maghfiroh, J. 2017. Pengaruh intensitas cahaya terhadap pertumbuhan

tanaman. Jurnal Biologi, 2(3): 1-8.

Phisut, N., Rattanawedee, M., dan Aekkasak, K. 2013. Effect of Osmotic

Dehydration Process on the Physical, Chemical, and Sensory Properties of

Osmo-Dried Cantaloupe. International Food Reseach Journal. 20(1): 189-

196.

Putra, A., Yelmida, dan Bahruddin. 2013. Pengaruh Waktu dan Suhu Reaksi

Grafting pada Proses Pembuatan Maleated Natural Rubber. Jurnal Sains dan

Teknologi. 2(1): 1-6.

Rahmasari, H. dan S. Wahono. 2014. Ekstrasi Osmosis pada Pembutan Sirup

Murbei (Morus alba L.) Kajian Proporsi Buah: Sukrosa dan Lama

Osmosis. Jurnal Pangan dan Agroindustri. 2(3): 191-197.

Ramirez I, Estay D, Stange C, Cardemil L. 2012. Superoxide dismutase is a critical

enzyme to alleviate oxidative stress in Aloe vera (L.) Burm, plants subjected

to water deficit. Pl Ecol Divers 5 (2): 183-195.

Salisburry, F B, Ross C W.1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid 2. Bandung: ITB Press.

Salisburry, F. B. 1998. Photosynthesis 6th Edition. Cambridge University Press.

London

35
Sinaga. Agustina, & Jekson, N. 2011. Sukses SNMPTN. Jakarta: Mizan Publika.

Winter, K., Holtum, J. A. M., & Smith, J. A. C. 2015. Crassulacean acid

metabolism: a continuous or discrete trait?. New Phytologist, 208, pp. 73-78.

Suroso, 2013. “Ensiklopedia Sains dan Kehidupan”. Tarity Samudra Berlian:

Jakarta.

Sutopo, L.1985. Teknologi benih. Rajawali. Jakarta.

Sutopo L.1995. Teknologi Benih. Rajawali. Jakarta.

Syarif, 2009. Struktur dan Fungsi Jaringan Tumbuhan. Bandung: Pusat

Pengembanga.

Taiz, L. dan Z. Eduardo. 2010. Plant Physiology 5rd Edition. Sunderland: Sinauer

Associate.

Winter K. Garcia M, Holtum JA. 2008. on the nature of facultative and constitutive

CAM: environmental and developmental control of CAM expression during

early growth of Clusia, Kalanchoe and Opuntia. J Exp Bot 59:1829-1840.

Winter, K., & J. A. M. Holtum. 2015. Cryptic Crassulacean Acid Metabolism

(CAM) in Jatropha curcas. CSIRO Pub., 42(8), pp. 1-7.

Sinaga. Agustina, & Jekson, N. 2011. Sukses SNMPTN. Jakarta: Mizan Publika.

Winter, K., Holtum, J. A. M., & Smith, J. A. C. 2015. Crassulacean acid

metabolism: a continuous or discrete trait?. New Phytologist, 208, pp. 73-78.

36
LAMPIRAN

1. Dokumentasi

1.1 Pengangkutan Air pada Tumbuhan (Difusi, imbibisi, & transpirasi)


a. imbibisi

Gambar 1. Disiap kan wadah Gambar 2. Ditimbang wadah

Gambar 3. Diambil biji Gambar 4. Ditimbang Kacang


kacang tanah tanah

Gambar 5. diukur air Gambar 6. Dimasukkan


kacang tanah

37
Gambar 7. Ditiriskan Kacang Gambar 8. ditimbang kacang
tanah tanah

b. Transpirasi

Gambar 9. Digunting daun 10 Gambar 10. diolesi dengan


cm vaselin

Gambar 11. Hasil perlakuan Gambar 12. Diolesi bagian


atas daun jagung

38
Gambar 13. diolesi bagian Gambar 14. hasil perlakuan
bawah daun jagung daun jagung

Gambar 15. diolesi bagian Gambar 16. diolesi bagian


atas daun tebu bawah daun tebu

Gambar 17. hasil perlakuan Gambar 18. dijemur selama


10 menit bagian atas dan 10
menit bagian bawah

39
1.2 Pengaruh Cahaya Terhadap Perkecambahan Biji

Gambar 19. Disiapkan 4 cup, Gambar 20. Diberi air hinga


diisi dengan tisu dan diberi tisu agak lembab
label

Gambar 21. Dimasukkan 10 Gambar 22. Diberi air


biji kacang hijau pada kembali hingga lembab
masing-masing

Gambar 23. Dilakukan Gambar 24. Diperlakuan


pengamatan hari pertama cahaya penuh 2 berkecambah
pada perlakuan 75% cahaya
belum ada berkecambah

40
Gambar 25. Diperlakuan Gambar 26. Diperlakuan
<50% cahaya 3 berkecambah tanpa cahaya 5 berkecambah

Gambar 27. Dilakukan Gambar 28. Diperlakuan 75%


pengamatan hari berikutnya cahaya tidak ada
pada cahaya penun 6 berkecambah
berkecambah

Gambar 29. Diperlakuan Gambar 30. Diperlakuan


<50% cahaya 8 berkecambah tanpa cahaya 7 berkecambah

41
Gambar 31. Dilakuakan Gambar 32. Diperlakuan 75%

pengamatan hari selanjutnya, cahaya tidak ada berkecambah

perlakuan cahaya penuh 7


berkecambah

Gambar 33. Diperlakuan Gambar 34. Diperlakuan tanpa

<50% cahaya 7 berkecambah cahaya 8 berkecambah

Gambar 35. Dilakukan Gambar 36. Diperlakuan <50%

pengamatan hari berikutnya cahaya 8 berkecambah

pada perlakuan cahaya penuh


8 berkecambah

42
Gambar 37. Diperlakuan 75% Gambar 38. Diperlakuan
cahaya 4 berkecambah tanpa cahaya 10 berkecambah

Gambar 39. Dilakuakan Gambar 40. Dilakuakan


pengukuran pada perlakuan pengukuran pada perlakuan
cahaya penuh. Min : 0,2 cm tanpa cahaya. Min : 0,1 cm
dan MAx : 1 cm dan MAx : 10 cm

Gambar 41. Dilakuakan Gambar 42. Dilakuakan


pengukuran pada perlakuan pengukuran pada perlakuan
<50% cahaya. Min : 0,6 cm 75% cahaya. Min : 0,1 cm dan
dan MAx : 2,2 cm MAx : 0,6 cm

43
1.3 Pengukuran Kandungan Asam Malat pada Tanaman CAM

Gambar 43. Diambil daun Gambar 44. Disiapkan alat


tanaman yang dipetik pada dan bahan
pukul (21.00, 24.00, 03.00
dan 06.00) dan dimasukkan
setiap daun kedalam alkohol
10 ml

Gambar 45. Ditimbang setiap Gambar 46. Dimasukkan


sampel daun sebanyak 2 gr kedalam erlenmeyer yang
dan diiris setipis mungkin berisi 30 ml aquades dan
dipanaskan selama 10 menit
(sampai mendidih) untuk
mendapat ekstraknya

Gambar 47. Dituangkan Gambar 48. Ditambahkan 20


ekstrak tersebut kedalam ml aquade pada erlenmeyer
erlenmeyer baru tadi dan dipanaskan selama 5
menit (hingga mendidih)

44
Gambar 49. Disatukan ekstrak Gambar 50. Diambil 10 ml
pertama dan kedua lalu ekstrak yang telah
didinginkan didinginkan dan ditambahkan
5 tetes indikator pp

Gambar 51. Dititrasi dengan Gambar 52. Dicatat volume


NaOH 0,01 N, titrasi NaOH yang terpakai, lakukan
dihentikan saat larutan pada semua sampel daun,
mengalami perubahan warna Volume NaOH yang terpakai
setara dengan volume asam
malat

Gambar 53. Hasil titrasi Gambar 54. Dihitung


mengalami perubahan warna kandungan asam malat

45
2. Perhitungan

a. Difusi

Dik : Total sel awal : 30

Total sel akhir : 23

Dit : % sel terplasmolisis. ...... ?

Jawab:

% Sel Terplasmolisis =(Jumlah terplasmolisis/ Jumlah sel awal) X 100%

= ((30-23)/30) X 100%

= (7/30) X 100%

= 23,33 %

b. Kandungan Asam Malat

Berat asam malat = (V NaOH X N NaOH X BM asam malat)/ berat daun

1) Nanas

= (14,5 X 0,01 X 134)/2,12

= 9,17

2) Cocor bebek

= (32 X 0,01 X 134)/2,3

= 18,6

46
3) Lidah buaya

= (23,6 X 0,01 X 134)/2,07

= 15,28

4) Anggrek

= (13 X 0,01 X 134)/2,10

= 8,3

47

You might also like