You are on page 1of 26

PARAGRAF, WACANA DAN PENGEMBANGANNYA

Disusun Oleh :

Kelompok 2

1. Bella Alinja ( 061830400916 )

2. Muhammad Ikhsan Syahputra ( 061830400925 )

Dosen Pembimbing :

M. Yusuf, S.Pd.,M.Pd.

JURUSAN TEKNIK KIMIA


PROGRAM STUDI D-III TEKNIK KIMIA
POLITEKNIK NEGERI SRIWIJAYA PALEMBANG
TAHUN AKADEMIK 2018/2019
KATA PENGANTAR

Assalamu‘alaikum wa rahmatullahi wa barakatuh

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
dengan rahmat, karunia serta hidayah-Nya, kami dapat menyusun makalah tentang
“PARAGRAF, WACANA DAN PENGEMBANGANNYA”. Kami juga
berterima kasih kepada Pak Yusuf selaku dosen mata kuliah Bahasa Indonesia
yang telah memberikan tugas ini.
Harapan kami, makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan kepada pembaca dan yang terpenting yaitu kepada
kami sendiri mengenai “PARAGRAF, WACANA DAN
PENGEMBANGANNYA”. Kami juga menyadari bahwa makalah ini masih
terdapat kekurangan dan jauh dari kata yang sempurna. Oleh karena itu, kami
mengharapkan adanya kritikan dan saran serta usulan demi perbaikan makalah ini
di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa
saran yang membangun.
Semoga makalah ini dapat dipahami oleh siapapun yang membacanya.
Sebelumnya kami mohon maaf yang sebesar-besarnya apabila terdapat kesalahan
kata-kata yang kurang berkenan dan mohon kritikan dan sarannya yang
membangun.

Wassalamu’alaikum wa rahmatullahi wa barakatuh

Palembang, April 2019

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................i

DAFTAR ISI......................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN..................................................................................1

1.1. Latar Belakang..............................................................................................1

1.2. Rumusan Masalah........................................................................................1

1.3. Tujuan Penulisan..........................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN...................................................................................3

2.1. Pengertian dan Fungsi Paragraf....................................................................3

2.2. Syarat-Syarat Paragraf yang Baik dan Benar...............................................4

2.3. Jenis-Jenis Paragraf......................................................................................4

2.4. Pola Pengembangan Paragraf.......................................................................5

2.5. Pengertian dan Fungsi Wacana....................................................................9

2.6. Syarat-Syarat Wacana yang Baik dan Benar..............................................10

2.7. Ciri-Ciri Wacana........................................................................................12

2.8. Jenis-Jenis Wacana.....................................................................................13

2.9. Pola Pengembangan Wacana......................................................................15

BAB III PENUTUP.........................................................................................18

3.1. Kesimpulan.................................................................................................18

3.2. Saran...........................................................................................................18

PERTANYAAN

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Bahasa merupakan suatu hal yang tidak bisa terpisahkan dalam
kehidupan seharihari. Bahasa selalu berkaitan dengan setiap aktifitas kita.
Selain sebagai alat komunikasi, bahasa merupakan media penyampai
informasi. Secara tidak sadar kita sudah melakukan fungsi itu. Ketika kita
berdialog dengan tetangga, dengan kawan, dengan penjual sayur, dan
sebagainya. Bahkan ketika kita membaca sebuah pengumuman di pinggir
jalan, membaca surat kabar pagi, mendengarkan informasi dari televisi,
maupun radio.
Bahasa, mulai dari unit gramatikal terkecil, yaitu kata, kalimat,
paragraf, wacana, semuanya mempunyai kesinambungan yang tidak dapat
terpisahkan. Dari mulai unsur kata, hingga wacana yang merupakan unit
gramatikal terbesar dari bahasa, mempunyai sebuah maksud yang ingin
disampaikan kepada pembaca. Wacana yang merupakan gramatikal terbesar
mempunyai peran untuk menyampaikan maksud secara rinci dan jelas kepada
pembaca.
Paragraf atau alinea adalah suatu bentuk bahasa yang biasanya
merupakan hasil penggabungan beberapa kalimat. Dalam upaya
menghimpun beberapa kalimat menjadi paragraph, yang perlu diperhatikan
adalah kesatuan dan kepaduan. Kesatuan berarti seluruh kalimat dalam
paragraf membicarakan satu gagasan (gagasan tunggal). Kepaduan berarti
seluruh kalimat dalam paragraf itu kompak, saling berkaitan mendukung
gagasan tunggal paragraf. Untuk itu pada kesempatan kali ini penulis ingin
memaparkan tentang paragraf dan wacana.

1.2. Rumusan Masalah


1. Apakah pengertian paragraf dan wacana ?
2. Apakah fungsi paragraf dan wacana ?
3. Apa saja jenis-jenis paragraf dan wacana ?
4. Apa saja pola pengembangan paragraf dan wacana ?

1
1.3. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian paragraf dan wacana.
2. Untuk mengetahui ciri-ciri paragraf dan wacana.
3. Untuk mengetahui jenis-jenis paragraf dan wacana.
4. Untuk mengetahui pola pengembangan paragraf dan wacana.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Pengertian dan Fungsi Paragraf


Paragraf ialah suatu kumpulan dari kesatuan pikiran yang kedudukannya
lebih tinggi serta lebih luas dari pada kalimat. Atau dapat diartikan pula paragraf
adalah bagian dari sebuah karangan yang terdiri dari beberapa kalimat, yang
berisikan tentang informasi dari penulis untuk pembaca dengan pikiran utama
sebagai pusatnya dan juga pikiran penjelas sebagai pendukungnya. Paragraf terdiri
dari beberapa kalimat yang berhubungan antara satu dengan yang lain dalam suatu
rangkaian yang mengahasilkan sebuah informasi. Paragaraf juga dapat disebut
sebagai penuangan ide dari penulis melalui beberapa kalimat yang berkaitan dan
memiliki satu tema. Paragraf juga dapat disebut sebagai karangan yang
singkat. Adapun fungsi dari paragraf sendiri adalah :
1. Mengekspresikan gagasan yang tertulis
Maksudnya mengekspresikan gagasan disisni ialah memberikan bentuk
suatu pikiran dan juga perasaan ke dalam rangkaian kalimat yang tersusun
sehingga membentuk suatu kesatuan.
2. Untuk menandai peralihan gagasan baru
Maksudnya sebuah karangan yang terdiri beberapa paragraf memiliki
beberapa ide atau gagasan. Dan ide atau gagasan tersebuat teletad di masing
masing paragraf. Sehingga jika kita membuat paragraf baru maka kita juga
membuat gagasan baru.
3. Untuk memudahkan menulis dan pembaca
Yakni memudahkan penulis dalam menyusun gagasannya. Dan untuk
memudahkan pembaca dalam memahami gagasan dari penulis.
4. Memudahkan pengembangan topic
Yakni dalam mengembangkan topik sebuah karangan ke dalam bentuk
pemikiran yang lebih kecil.
5. Untuk memudahkan pengendalian variable
Yakni pengarang lebih mudah dalam mengendalikan variabel, terutama
pada karangan yang terdiri dari banyak variabel.

3
2.2. Syarat-Syarat Paragraf yang Baik dan Benar

Sebuah paragraf harus memenuhi syarat-syarat tertentu. Paragraf yang baik


setidaknya harus memenuhi syarat kohesi, koherensi, kelengkapan dan
kevariasian.
1. Kesatuan (kohesi) : sebuah paragraf dianggap memenuhi kriteria kesatuan
apabila kalimat-kalimat dalam paragraf tersebut bersama-sama mendukung
suatu hal atau tema tertentu yang diangkat. Hal ini karena sebuah paragraf
yang baik biasanya hanya mengangkat satu gagasan pokok saja.
2. Kepaduan (koherensi) : sebuah paragraf dianggap memenuhi kriteria kepaduan
apabila semua kalimat yang membangun paragraf saling terkait antara kalimat
yang satu dan kalimat lainnya yang membentuk paragraf tersebut.
3. Kelengkapan : sebuah paragraf dianggap lengkap jika paragraf tersebut
dibangun oleh beberapa kalimat yang terdiri atas kalimat utama dan kalimat-
kalimat uraian atau penjelas.
4. Kevariasian : sebuah paragraf dinyatakan memenuhi kriteria kevariasian
apabila kalimat-kalimat yang membangun paragraf tersebut bervariasi baik dari
segi struktur kalimat, bentuk kata, maupun pilihan kata (diksi) yang digunakan.

2.3. Jenis-Jenis Paragraf


a. Paragraf berdasarkan jenis ceritanya :
1. Paragraf Narasi : Paragraf Narasi merupakan paragraf yang menceritakan suatu
kejadian berdasarkan urutan waktunya. Paragraf narasi terdiri dua jenis yakni
narasi kejadian dan narasi runtut cerita. Paragraf narasi kejadian merupakan
paragraf yang menceritakan suatu kejadian. Sedangkan paragraf narasi runtut
cerita yaitu paragraf yang pola pengembangannya dimulai dengan sebuah
tindakan yang menghasilkan sesuatu berlanjut ketahap berikutnya hingga tahap
ahir dari cerita.
2. Paragraf Eksposisi : Paragraf Eksposisi merupakan paragraf yang bertujuan untuk
memaparkan, menyampaikan informasi, menjelaskan dan juga menerangkan suatu
topik kepada orang lain. Tujuan paragraf eksposisi ialah untuk memberikan
informasi kepada oarang lain. Untuk memahami paragraf eksposisi kita harus
mengana lisis dan juga menghubungkan dengan pengetahuan ynag kita miliki.

4
3. Paragraf Agumentasi : Paragraf Agumentasi merupakan paragraf yang diguakan
untuk mengungkapkan ide, gagasan, ataupun pendapat penulis yang disertai bukti
dan juga fakta (yang benar terjadi). Paragraf argumentasi bertujuan untuk
meyakinkan orang lain bahwa ide,
gagasan, dan pendapat tersebut adalah benar adanya dan terbukti nyata.
4. Paragraf persuasi : Paragraf persuasi merupakan paragraf yang mempunyai tujuan
untuk membujuk orang lain supaya melakuan sesuatu yang di inginkan oleh
penulisnya. Agar tujuan tersebut bisa tercapai, penulis harus bisa pembaca percaya
dengan disertai pembuktian yang nyata.
b. Paragraf berdasarkan letak dari pikiran utamanya :
1. Paragraf deduktif : Paragraf deduktif merupakan paragraf yang kalimat
utamanya terlatak di awal paragraf. Dan untuk kalimat penjelasnya diletakkan
setelah kalimat utama.
2. Paragraf induktif : Paragraf induktif merupakan paragraf yang kalimat
utamanya terletak diakhir paragraf. Dan kalimat penjelasannya diletakan
sebelum kalimat utama.
3. Paragraf campuran (deduktif-induktif) : Paragraf campuran (deduktif- induktif)
merupakan paragraf yang kalimat utamanya terletak di awal dan akhir paragraf.
Sedangkan kalimat penjelasnya berada di tengah- tengah paragraf.

2.4. Pola Pengembangan Paragraf


1. Pola umum-khusus (deduktif)
Diawali dengan pernyataan yang sifatnya umum. Ditandai dengan kata-kata
‘umumnya’, ‘banyak’. Pernyataan tersebut kemudian dijelaskan dengan
pernyataan berikutnya yang lebih khusus.
Contoh :
Memiliki server sendiri memiliki banyak keuntungan. Salah satunya kita
dapat memanfaatkannya secara maksimal. Meskipun demikian biaya yang
dikeluarkan jauh lebih besar. Biaya untuk hardware saja sudah di atas Rp 10 juta,
belum lagi biaya perbulan. Selain itu kita juga membutuhkan tenaga professional
untuk menjadi operatornya.
2. Pola khusus-umum (induktif)
Merupakan kebalikan dari pola deduktif.

5
Contoh :
Sebagian besar orang tampak berjejer di pinggir jalan masuk. Sebagian lagi
duduk santai di atas motor dan mobil yang diparkir seenaknya di kiri dan kanan
jalan masuk. Kawasan bandara sore ini memang benar-benar telah dibanjiri lautan
manusia.
3. Pola definisi luas
Definisi dalam pembentukan sebuah paragraf adalah usaha penulis untuk
memberikan keterangan atau arti terhadap sebuah kata atau hal. Penulis dapat
mengemukakan hal yang berupa definisi formal, definisi dengan contoh dan
keterangan lain yang bersifat menjelaskan arti dari suatu kata. Contoh :
Istilah Globalisasi adalah keterkaitan dan ketergantungan antar bangsa dan
antar manusia di seluruh dunia melalui perdagangan, investasi, perjalanan, budaya
populer, dan bentuk-bentuk interaksi yang lain sehingga batas-batas suatu negara
menjadi semakin sempit. Globalisasi adalah suatu proses di mana antar individu,
antar kelompok, dan antar negara saling berinteraksi, bergantung, terkait, dan
memengaruhi satu sama lain yang melintasi batas Negara. Dalam banyak hal,
globalisasi mempunyai banyak karakteristik yang sama dengan internasionalisasi
sehingga kedua istilah ini sering dipertukarkan. Sebagian pihak sering
menggunakan istilah globalisasi yang dikaitkan dengan berkurangnya peran
negara atau batas-batas negara.
4. Pola proses
Merupakan suatu urutan dari tindakan atau perbuatan untuk menciptakan atau
menghasilkan suatu peristiwa. Contoh :
Pohon anggur selain airnya dapat diminum, daunnya pun dapat digunakan
sebagai pembersih wajah. Caranya, ambillah daun anggur secukupnya.Lalu
tumbuk sampai halus. Masaklah hasil tumbukan itu dengan air secukupnya.
Tunggu sampai mendidih. Setelah ramuan mendingin, ramuan siap digunakan.
Oleskan ramuan pada wajah, tunggu beberapa saat, lalu bersihkan.
5. Pola kausalitas (sebab-akibat; akibat-sebab)
Dalam pola ini sebab bertindak sebagai gagasan utama, sedangkan akibat
sebagai rincian pengembangannya. Namun demikian, susunan tersebut biasa juga
terbalik. Akibat dapat berperan sebagai gagasan utama, sedangkan sebab menjadi

6
rincian pengembangannya. Contoh :
Beberapa pohon di kebun tidak mau berbungan seperti tanaman yang lain.
Padahal pohon tersebut sudah disiram dengan rutin. Pemberian pupuk juga
dilakukan seminggu sekali. Setelah diperiksa ternyata pohon tersebut tidak
mendapat cahaya matahari karena terhalang oleh pohon besar yang ada di
sampingnya.
6. Pola ilustrasi
Sebuah gagasan yang terlalu umum memerlukan ilustrasi atau contoh-
contoh yang nyata. Ilustrasi tersebut dipakai untuk menjelaskan maksud penulis.
Contoh :
Sebelas tahun lalu Indonesia mengimpor gerbong kereta api dari Perancis.
Gerbong tersebut tampak mentereng karena dilengkapi dengan alat-alat
conditioning. Namun dimanakah sekarang gerbong-gerbong itu? Ternyata sudah
banyak yang rusak. Gerbong-gerbong itu kini hanya dipakai dalam trayek tingkat
tiga untuk mengangkut anak-anak sekolah dan para petani dari desa ke kota. Siapa
yang salah? Penumpangnya atau pegawai PT KAI? Itulah contoh penggunaan
teknologi yang tak dibarengi SDM yang memadai, sehingga teknologi pun lekas
rusak sebelum waktunya
7. Pola pertentangan atau perbandingan
Pola ini digunakan ketika membahas dua hal berdasarkan persamaan dan
perbedaannya. Contoh :
Pemerintah telah menyediakan listrik dengan tarif yang murah. Setiap orang
dapat menjadi pelanggan dengan tidak banyak mengeluarkan biaya. Berbeda
halnya dengan petromaks. Meskipun sama- sama membutuhkan bahan bakar,
tetapi energi yang dihasilkan petromaks sangat kecil jika dibandingkan dengan
pembangkit listrik biasa. Petromaks hanya digunakan di desa-desa, sedangkan
listrik terdapat di
kota-kota.
8. Pola analisis
Pola ini digunakan ketika menjelaskan suatu hal atau agagsan yang umum
ke dalam perincian yang lebih logis.Dalam pola ini ada bagian yang dianalisis
yang terletak di awal paragraf dan yang menganalisis terletak setelahnya. Contoh :

7
APBN 2001 menghadapi tekanan yang berat.Tekanan itu pada dasarnya
berkaitan dengan tiga faktor.Pertama, memburuknya lingkungan ekonomi makro.
Kedua, tidak dapat dilaksanakannya secara optimal kebijakan fiscal di bidang
perpajakan, bea cukai, dan pengurangan subsidi BBM. Ketiga, adanya
pembatalan sebagian pencairan pinjaman untuk biaya pembangunan.
9. Pola klasifikasi
Merupakan sebuah proses untuk mengelompokkan hal atau peristiwa atau benda
yang dianggap punya kesamaan-kesamaan tertentu. Contoh :
Ikan air tawar terbagi ke dalam tiga golongan, yakni ikan peliharaan, ikan
buas, dan ikan liar. Ikan peliharaan terdiri atas ikan-ikan yang mudah
diperbanyak. Contohnya: ikan bandeng, ikan mas, ikan gurami, dan lain-lain. Ikan
buas memiliki sifat jahat terhadap ikan-ikan lain. Contohnya: ikan gabus dan ikan
lele. Ikan liar, meskipun jarang dipelihara, tetapi memiliki keuntungan secara
ekonomis. Contohnya: ikan paray, ikan bunter dan ikan ikan jeler.
10. Pola seleksi
Penggambaran objek tidak dilakukan secara utuh, tetapi dipilih secara perbagian
berdasarkan fungsi, kondisi, atau bentuk. Contoh :
Sejak suaminya terpilih menjadi ketua partai politik, ia memutuskan untuk
mengubah penampilannya. Kini ia lebih banyak mengenakan busana panjang
yang sopan. Namun demikian kesan modis tak pernah ditinggalkan. Untuk
menghadiri jamuan makan malam, ia mengenakan busana bergaya Thailand.
Untuk acara formal, atasan model jas berlengan panjang dan rok span menjadi
favoritnya. Untuk santai, ia memilih busana model sackdress.
11. Pola sudut pandang atau titik pandang
Merupakan tempat pengarang melihat atau menceritakan suatu hal. Sudut
pandang diartikan sebagai penglihatan seseorang atas suatu barang. Misalnya dari
samping, dari atas, atau dari bawah. Sebagai orang
pertama, orang kedua, atau orang ketiga. Contoh :

8
Dengan tersipu Imas dan Jaka menghalau kerbau mereka ke sungai.
Bersama-sama mereka memandikan kerbaunya. Mereka pun sama-sama mandi.
Namun hal itu tidak lama karena hari sudah senja. Ayah Imas melinting rokok di
depan gubuk kecilnya semabrai menunggu Imas pulang. Malam pun terasa mulai
sunyi. Dari tepi hutan terdengar lolongan anjing.
12. Pola dramatis
Dalam pola ini cerita tidak disampaikan secara langsung, tetapi
dikemukakan melalui dialog-dialog. Hal yang membedakannya dengan pola sudut
pandang adalah cara penyampaiannya. Contoh :
Ayah Imas mengangguk.Diisapnya lagi sisa rokoknya dalam- dalam. “Ayo,
silahkan!” ujar Pak Somad sembari menyodorkan kotak tembakau. “Terima kasih,
ini sudah cukup. Lagi pula hari sudah larut, saya mau pamit pulang.” ujar Ayah
Imas.

2.5. Pengertian dan Fungsi Wacana

Wacana adalah rentetan kalimat yang saling berkaitan dan menghubungkan


proposisi yang satu dengan proposisi lainnya di dalam kesatuan makna (semantis)
antarbagian di dalam suatu bangun bahasa. Wacana merupakan satuan bahasa
terlengkap dan utuh karena setiap bagian di dalam wacana itu berhubungan secara
padu.
Wacana di dalam kebahasaan menempati hierarki teratas karena merupakan
satuan gramatikal tertinggi dan terbesar. Wacana dapat berupa kata, kalimat,
paragraf, atau karangan utuh yang lebih besar, seperti buku atau artikel yang berisi
amanat lengkap. Kata yang digunakan dalam wacana haruslah berpotensi sebagai
kalimat, bukan kata yang lepas konteks. Wacana amat bergantung pada keutuhan
unsur makna dan konteks yang melingkupinya.

Secara umum fungsi utama bahasa adalah sebagai alat komunikasi. Fungsi bahasa
tersebut dikelompokkan kepada 2 kategori utama yaitu fungsi transaksional dan
fungsi interaksional. Brown dan Yule (1996: 1) menjelaskan fungsi transaksional
bertujuan untuk menyampaikan informasi faktual atau proposisional. Sedangkan
fungsi interaksional bertujuan untuk memantapkan dan memelihara hubungan

9
sosial dan sikap-sikap pribadi.

10
Wacana dengan unit konversasi memerlukan unsur komunikasi yang berupa
sumber (pembicara san penulis) dan penerima (pendengar dan pembaca). Semua
unsur komunikasi berhubungan dengan fungsi bahasa (Djajasudarma, 1994:15).
Fungsi bahasa meliputi
(1) fungsi ekspresif yang menghasilkan jenis wacana berdasarkan pemaparan
secara ekspositoris,
(2) fungsi fatik (pembuka konversasi) yang menghasilkan dialog pembuka,
(3) fungsi estetik, yang menyangkut unsur pesan sebagai unsur komunikasi, dan
(4) fungsi direktif yang berhubungan dengan pembaca atau pendengar sebagai
penerima isi wacana secara langsung dari sumber.
Pada dasarnya pengenalan terhadap berbagai fungsi bahasa akan sangat
membantu dalam penelaahan wacana. Sebaliknya tanpa pengenalan terhadap
berbagai fungsi bahasa akan dapat menjadi halangan di dalam
menginterpretasikan sebuah wacana. Seorang penganalisis wacana di dalam
menganalisis sebuah wacana harus selalu mengaitkan bentuk-bentuk bahasa yang
digunakan dengan tujuan dan fungsi di mana dan untuk apa bahasa itu digunakan
dalam wacana tersebut.
Analisis wacana pada prinsipnya adalah analisis satuan-satuan bahasa di
atas kalimat yang digunakan dalamproses komunikasi. Untuk itu analisis tidak
dapat dibatasi pada pembentukan bahasa yang bebas dari tujuan dan fungsinya.
Karena itu, wacana berkaitan erat dengan fungsi bahasa.

2.6. Syarat-Syarat Wacana yang Baik dan Benar

1. Topik

Sebuah wacana mengungkapkan satu bahasan atau gagasan. Gagasan tersebut


akan diurai, membentuk serangkaian penjelasan tetapi tetap merujuk pada satu
topik. Sehingga topik yang diangkat atau yang dimaksud memberikan suatu
tujuan. Tujuan-tujuan yang teradapat dalam wacana, dapat dikelompokkan
menjadi beberapa jenis wacana.Seperti wacana persuasif, tujuannya untuk
mempengaruhi pembaca. Atau bisa berupa simbol huruf P pada rambu-rambu
lalu lintas, memberikan tujuan menginformasikan pengguna jalan, bahwa tempat
bersimbol P, adalah tempat parkir.

10
2. Kohesi dan Koherensi
a. Kohesi
Kohesi dalam wacana diartikan sebagai kepaduan bentuk secara struktural
membentuk ikatan sintaktikal. Konsep kohesif sebenarnya mengacu kepada
hubungan bentuk. Artinya unsur-unsur wacana (kata atau kalimat) yang
digunakan untuk menyusun suatu wacana memiliki keterkaitan secara padu dan
utuh. Hanya dengan hubungan kohesif seperti itulah suatu unsur dalam wacana
dapat di interpretasikan, sesuai dengan ketergantungannya dengan unsur-unsur
lainnya.
Kohesi wacana terbagi dalam dua aspek yaitu kohesi gramatikal dan kohesi
leksikal.Kohesi gramatikal artinya kepaduan bentuk sesuai dengan tata
bahasa.Kohesi leksikal artinya kepaduan bentuk sesuai dengan kata.
b. Koherensi
Koherensi merupakan keterkaitan antara bagian yang satu dengan bagian
yang lainnya sehingga kalimat tersebut mempunyai kesatuan makna yang utuh.
Yang termasuk unsur-unsur koherensi meliputi:
 Penambahan, yang berupa: dan, juga, lagi pula, selanjutnya, dll.
 Repetisi atau pengulangan
 Pronomina
 Sinonimi
 Totalitas Bagian
 Komparasi atau perbandingan. Komparasi digunakan untuk membandingkan dua
hal yang berbeda.
 Penekanan, penekanan digunakan untuk menekankan yang dianggap penting.
 Kontras
 Simpulan, dengan kata-kata yang mengacu kepada hasil atau simpulan
pun, kita dapat juga meningkatkan kekoherensifan wacana. Penggunaan sarana
seperti itu dapat dilihat pada contoh berikut ini.
 Contoh, dengan pemberian contoh yang tepat dan serasi, kita dapat pula
menciptakan kekoherensifan wacana.
 Paralelisme atau kesejajaran. Kesejajaran bisa berupa subjek predikat, subjek
predikat objek, atau yang lain.

11
 Waktu

3. Proporsional
Prosorsional yang dimaksud ialah keseimbangan dalam makna yang ingin
dijabarkan dalam wacana, atau makna yang terdapat dalam wacana, ialah
seimbang. Misalnya apabila sebuah wacana persuasif, wacana yang
mempengaruhi pembaca untuk membeli suatu produk, maka dalam wacana
tersebut harus terdapat kesinambungan yang tepat antara paragraf yang satu
dengan yang lain. apabila paragraf pertama terdapat beberapa tuturan yang
mempengaruhi pembaca dengan satu topik, maka paragraf kedua juga harus tetap
meruju pada satu topik dan dimungkinkan lebih merujuk pada hal yang khusus.
Sehingga antara paragraf yang satu dengan yang lain padu dan tidak
membingungkn pembaca.
4. Tuturan
Tuturan yang dimaksud adalah pengungkapan suatu topik yang ada dalam
wacana.Baik tutur tulis atau tutur lisan.tuturan kaitannya menjelaskan suatu topik
yang terdapat dalam wacana dengan tetap adanya kohesi dan koherensi yang
proporsional di dalamnya.

2.7. Ciri-Ciri Wacana


 Mempunyai koheren (pertautan: ayat dgn ayat, perenggan dgn perenggan lain
dan isi dengan isi yang lain)
 Mempunyai kohesi (kesepaduan) ketepatan seluruh isi isi yang dikemukakan
fokus kepada tajuk yang diketengahkan
 Mempunyai tujuan bagi menentukan jenis wacana dan penggunaan ayat
 Diterima khalayak/audiens penerimaan tinggi jika pembaca atau pendengar
memahami sepenuhnya wacana itu dan mempunyai tujuan yang sama
 Berlandaskan hubungan penutur dengan pendengar serta penulis dengan
pembaca
 Mempunyai andaian dan inferens, inferens memberikan maklumat baru
kepada andaian
 Mempunyai gaya bersahaja atau tidak bersahaja, rasmi atau tidak rasmi,
mempengaruhi pemilihahan laras bahasa, ayat, penggunaan dialek dan lain-lain.

12
2.8. Jenis-Jenis Wacana

Menurut Praptomo Baryadi (2001, h. 3 dalam Sumarlam, 2003, h. 15-20)


wacana dapat diklasifikasikan menjadi berbagai jenis menurut dasar
pengklasifikasiannya.Misalnya berdasarkan bahasanya, media yang dipakai untuk
mengungkapkan, jenis pemakaian, bentuk, serta cara dan tujuan pemaparan.

1. Bahasa yang dipakai sebagai sarana untuk mengungkapkannya wacana dapat


diklasifikasikan menjadi:
a. Wacana bahasa nasional (Indonesia).

b. Wacana bahasa daerah (bahasa Jawa, Bali, Sunda, Madura, dan sebagainya).
c. Wacana bahasa internasional (Inggris).

d. Wacana bahasa lainnya seperti bahasa Belanda, Jerman, Perancis, dan


sebagainya.
2. Berdasarkan media yang digunakannya maka wacana dapat dibedakan atas:
a. Wacana tulis artinya wacana yang disampaikan dengan bahasa tulis atau melalui
media tulis. Untuk dapat menerima atau memahami wacana tulis maka sang
penerima atau pesapa harus membacanya.
b. Wacana lisan berarti wacana yang disampaikan dengan bahasa lisan atau media
lisan. Untuk dapat menerima dan memahami wacana lisan maka sang penerima
atau pesapa harus menyimak atau mendengarnya.
3. Berdasarkan sifat atau jenis pemakaiannya wacana dapat dibedakan antara wacana
monolog dan wacana dialog.
a. Wacana monolog (monologue discourse) artinya wacana yang disampaikan
oleh seorang diri tanpa melibatkan orang lain untuk berpartisipasi secara
langsung.
b. Wacana dialog (dialogue discourse) yaitu wacana yang dilakukan oleh dua
orang atau lebih secara langsung.
c. Wacana Polilog adalah pembicaraan atau percakapan yang melibatkan
partisipan pembicaraan lebih dari dua orang penutur. Partisipan yang terlibat

13
dalam pembicaraan semuanya berperan aktif dan langsung

14
dalam komunikasi. Wacana polilog terjadi seperti pada peristiwa musyawarah,
diskusi, atau debat, dan teks drama.
4. Berdasarkan bentuknya wacana dapat diklasifikasikan menjadi tiga bentuk
wacana prosa, puisi, dan drama.
a. Wacana prosa yaitu wacana yang disampaikan dalam bentuk prosa (Jawa:
gancaran).Wacana berbentuk prosa ini dapat berupa wacana tulis atau lisan.
Contoh wacana prosa tulis misalnya cerita pendek (cerpen), cerita bersambung
(cerbung), novel, artikel, dan undang-undang; sedangkan contoh wacana prosa
lisan misalnya pidato, khotbah, dan kuliah.
b. Wacana puisi yaitu wacana yang disampaikan dalam bentuk puisi (Jawa:
geguritan). Seperti halnya wacana prosa, wacana puisi juga dapat berupa
wacana tulis maupun lisan.Puisi dan syair adalah contoh wacana tulis,
sedangkan puitisasi atau puisi yang dideklamasikan dan lagu-lagu merupakan
contoh jenis wacana lisan.
c. Wacana drama yaitu wacana yang disampaikan dalam bentuk drama, dalam
bentuk dialog baik berupa wacana tulis maupun wacana lisan. Bentuk wacana
drama tulis terdapat pada naskah drama atau sandiwara, sedangkan bentuk
wacana drama lisan terdapat pada pemakaian bahasa dalam peristiwa
pementasan drama, yakni percakapan antarpelaku dalam drama tersebut.
5. Berdasarkan cara dan tujuan pemaparannya pada umumnya wacana
diklasifikasikan menjadi lima macam yaitu wacana narasi, deskripsi, eksposisi,
argumentasi dan persuasi.
a. Wacana narasi atau wacana penceritaan disebut juga wacana penuturan yaitu
wacana yang mementingkan urutan waktu dituturkan oleh persona pertama
atau ketiga dalam waktu tertentu. Wacana narasi ini berorientasi pada pelaku
dan seluruh bagiannya diikat secara kronologis.Jenis wacana narasi pada
umumnya terdapat pada berbagai fiksi.
b. Wacana deskripsi yaitu wacana yang bertujuan melukiskan, menggambarkan
atau memerikan sesuatu menurut apa adanya.

15
c. Wacana eksposisi atau wacana yang tidak mementingkan waktu dan pelaku.
Wacana eksposisi ini berorientasi pada pokok pembicaraan, dan bagian-
bagiannya diikat secara logis.
d. Wacana argumentasi adalah yang berisi dea tau gagasan yang dilengkapi
dengan data-data sebagai bukti dan bertujuan menyakinkan pembaca akan
kebenaran dea tau gagasannya. Wacana argumentasi ini ada yang pendek dan
ada pula yang panjang.Argumentasi yang pendek dapat terdiri atas satu kalimat
atau beberapa kalimat.
e. Wacana persuasi yaitu wacana yang bersifat ajakan atau nasihat biasanya
ringkas dan menarik serta bertujuan untuk mempengaruhi secara kuat pada
pembaca atau pendengar agar melakukan nasehat atau ajakan tersebut.

2.9. Pola Pengembangan Wacana

1. PolaUmum- Khusus (General-Partikular)

Pola susunan umum-khusus adalah wacana yang diungkapkan dengan pola


pengembangan dari hal-hal atau kalimat yang bersifat umum diikuti kalimat-
kalimat yang bersifat khusus. Dengan kata lain, pikiran utama bersifat umum
diletakkan di awal wacana kemudian pikiran penjelas yang bersifat khusus
diletakkan di akhir wacana. Pola pengembangan ini juga bersifat sebaliknya, yaitu
khusus-umum. Pola ini meletakkan pernyataan-pernyataan khusus di awal wacana
dan ditutup dengan pernyataan yang bersifat umum.
2. Pola Seluruh-Bagian (Whole-Part/Componen)

Pola susunan wacana ini mengedepankan sesuatu secara menyeluruh


terlebih dahulu kemudian diikuti bagian-bagian dari keseluruhan tersebut. Dengan
kata lain suatu objek disampaikan secara keseluruhannya terlebih dahulu
kemudian diikuti penjelasan secara lebih mendalam terhadap bagian-bagian yang
telah disampaikan. Seorang pengguna bahasa kadang- kadang tidak
menyampaikan seluruh informasi dengan menggunakan satu kalimat. Hal ini
disebabkan keterbatasan bahasa si penutur dan pertimbangannya atas kemampuan
penerima informasi. Dalam hal ini

16
penutur menyampaikan secara bertahap. Pola Latar-Subjek-Unsur (Set- Subject-
Element)
Pola latar-subjek-unsur adalah pola wacana yang di dalamnya terdapat latar
(waktu dan tempat peristiwa itu terjadi) dengan jelas, disertai dengan subjek atau
pelaku, serta diikuti dengan unsur-unsur yang mendukung wacana tersebut.
3. Pola yang Mencakup-yang Tercakup (Including-Included)

Pola wacana ini mengedepankan bagian yang mencakupi suatu objek


sebagai pikiran pokoknya. Pada bagian ini disampaikan hal-hal yang mencakupi
atau yang menjadi inti dari suatu objek. Pada bagian selanjutnya diikuti pikiran
penjelas yang berupa bagian yang dicakupi atau yang tercakup di dalam sesuatu
yang telah dijelaskan pada bagian awal. Pola ini senada dengan pola umum
khushs hanya saja lebih menonjolkan sesuatu objek.
4. Pola Besar-Kecil (Large-Small)

Selanggam dengan pola sebelumnya, pola besar-kecil diawali dengan


pikiran utama yang bersifat lebih besar cakupannya/bidangnya/ukurannya. Setelah
menyampaikan bagian tersebut diikuti dengan pikiran penjelas yang berupa hal-
hal yang bersifat lebih kecil. Namun demikian, antar bagian tersebut bukan
sesuatu yang saling bergantung/berkaitan sebagaimana dalam pola yang
mencakup dan tercakup.
5. Pola Luas-Dalam (Outside-Inside)

Pola ini hampir mirip dengan pola mencakup-tercakup, hanya saja yang
ditekankan bukan pada aspek keberkaitan/hubungan antarbagian melainkan lebih
pada aspek keluasan topik. Pola ini diawali dengan pikiran utama yang bersifat
luas dan menyeluruh.Setelah itu, barulah diikuti dengan pikiran-pikiran penjelas
yang bersifat lebih dalam atau mengkhusus.
6. Pola yang Memiliki-yang dimiliki (Possessor-Possessed)

Pola ini berfokus pada sesuatu yang bersifat yang memiliki dan yang dimiliki.
Dengan bahasa lain pikiran utamanya berupa hal-hal yang memiliki. Selanjutnya,
diikuti dengan pikiran penjelas yang berupa hal-hal yang dimiliki oleh sesuatu
yang telah disampaikan dalam pikiran utama.

17
7. Pola Sekuensi Temporal
Pola wacana ini dibuat berdasarkan urutan waktu atau kronologis. Wacana
ini umumnyamenggambarkan urutan terjadinya peristiwa, perbuatan atau tinakan.
8. Pola Sekuensi Spasial
Pola ini menekankan pada aspek spasial/ruang.Wacana dibuat berdasarkan
urutan ruang/tempat. Pembaca atau pendengar diharapkan dapat membayangkan
urutan dari satu titik ke titik yang lain atau dari suatu tempat ke tempat yang lain.
9. Pola Ekuivalensi-Kontras

Pola ini sering disebut dengan pola perbandingan dan pertentangan. Untuk
memperjelas suatu paparan biasanya pengguna bahasa berusaha
memperbandingan dengan melihat aspek-aspek kesamaan suatu objek dan
mengontraskannya atau mempertentangkannya dengan sesuatuhal yang lain.
Suatu objek dipaparkan kesamaanya kemudian diikuti perbedaan- perbedaan. Hal
ini dimaksudkan untuk menandaskan sesuatu. Hal-hal yang diperbandingkan dan
dipertentangkan ini lazimnya hal-hal yang bersifat sepadan dan mencolok.
10. Pola Sebab-Akibat
Senada dengan pola yang lain, pola ini didahului dengan pikiran utama yang
berupa hal-hal yang menjadi penyebab kemudian diikuti dengan pikiran penjelas
yang berupa hal-hal yang menjadi akibat dari pikiran utama. Pola ini berlaku pula
sebaliknya. Artinya terdapat pula pola akibat-sebab.

Secara umum kesebelas pola ini tidak bersifat saling mengecualikan. Hal ini
berarti bahwa sebuah pola wacana tidak serta-merta tidak dapat dipandang sebagai
pola yang lain. Dalam arti mudahnya, sebuah wacana dikatakan memiliki pola A
bukan berarti tidak dapat dikatakan memiliki pola pengembangan B atau yang
lain.

18
BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Dari bab pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa paragraf merupakan
bagian dari sebuah karangan yang terdiri dari beberapa kalimat, yang berisikan
tentang informasi dari penulis untuk pembaca dengan pikiran utama sebagai
pusatnya dan juga pikiran penjelas sebagai pendukungnya. Paragraf dibagi
menjadi dua jenis yaitu paragraf berdasarkan jenis ceritanya dan paragraf
berdasarkan letak dari pikiran utamanya. Suatu paragraf dikatakan baik apabila
telah memenuhi syarat-syarat yaitu kesatuan, kepaduan, kelengkapan, dan
kevariasian.
Wacana merupakan rentetan kalimat yang saling berkaitan dan
menghubungkan proposisi yang satu dengan proposisi lainnya di dalam kesatuan
makna (semantis) antarbagian di dalam suatu bangun bahasa. Suatu wacana
dikatakan baik apabila telah memenuhi syarat-syarat yaitu topik, kohesi dan
koherensi, proporsional, dan tuturan. Wacana dibagi menjadi dua jenis yaitu
wacana berdasarkan bahasa yang digunakan, wacana berdasarkan media yang
digunakan, wacana berdasarkan sifat atau jenis pemakaiannya, wacana
berdasarkan bentuknya dan wacana berdasarkan cara dan tujuan pemaparannya.

3.2. Saran

Agar sebuah paragraf dan wacana dapat tersusun dengan baik dan sesuai EYD
diperlukan sebuah ketelitian dan pengelolaan kata yang tepat. Menyusun sebuah
paragraf dan wacana harus seefektif mungkin dan dapat menyampaikan ide pokok
se!ara jelas sehingga mudah dipahami.

19
PERTANYAAN

1. Tolong Jelaskan lebih rinci mengenai Pola Pengembangan Wacana pada poin
Pola Sebab-Akibat. ( Nyimas Halimah Afifah )
Jawab : Pola sebab-Akibat ini didahului dengan pikiran utama yang berupa hal-
hal yang menjadi penyebab kemudian diikuti dengan pikiran penjelas yang
berupa hal-hal yang menjadi akibat dari pikiran utama. Pola ini berlaku pula
sebaliknya. Artinya terdapat pula pola akibat-sebab.
2. Jelaskan lebih rinci mengenai ciri-ciri wacana. ( Della Fatria )
Jawab :
1. Satuan gramatikal
Unsur-unsur gramatikal yang mendukung wacana dapat berupa :
a)  Unsur yang berfungsi sebagai konjungsi (penghubung) kalimat atau
satuan yang lebih besar, seperti dengan demikian, maka itu, sebabnya,
dan misalnya.
b)   Unsur kosong yang dilesapkan mengulangi apa yang telah
diungkapkan pada bagian terdahulu (yang lain)
misalnya: Pekerjaanku salah melulu, yang benar rupanya yang
terbawa arus.
c)  Kesejajaran antarbagian, misalnya: Orang mujur belum tentu jujur.
Orang jujur belum tentu mujur.
d)  Referensi, baik endofora (anafora dan katafora) maupun eksofora.
Referensi (acuan) meliputi persona, demonstratif, dan komparatif.
e)    Kohesi leksikal
Kohesi leksikal dapat terjadi melalui diksi (pilihan kata) yang
memiliki hubungan tertentu dengan kata yang digunakan terdahulu.
Kohesi leksikal dapat berupa pengulangan, sinonimi dan hiponimi,
serta kolokasi.
f)    Konjungsi
Konjungsi merupakan unsur yang menghubungkan konjoin
(klausa/kalimat) di dalam wacana.
2. Satuan terbesar, tertinggi, atau terlengkap
3. Untaian kalimat-kalimat

20
4. Memiliki hubungan proposisi
5. Memiliki hubungan kontinuitas, berkesinambungan
6. Memiliki hubungan koherensi
Koherensi merupakan keterkaitan antara kalimat yang sistematis.
Keterkaitan tersebut yang mengakibatkan kamlimat menjadi terpadu.
7. Memiliki hubungan kohesi
Kohesi merupkan hubungan antar kalimat dan paragraf, yang dapat
menyebabkan kalimat dan paragraf tersebut menjadi satu kesatuan yang
padu, sehingga menjadi sebuah wacana yang utuh.
8. Rekaman kebahasaan utuh dari peristiwa komunikasi
9. Bisa transaksional juga interaksional
10. Medium bisa lisan maupun tulis
Wacana dapat juga dari tulisan seperti buku dan artikel. Dan wacana dapat
juga dari medium lisan seperti pidato dan khotbah.
11. Sesuai dengan konteks.
Wacana merupakan bangunan semantis yang terbentuk dari hubungan
semantis antarsatuan bahasa secara padu dan terikat pada konteks.

3. Apa yang dimaksud dengan repetisi dalam pengembangan paragraf? ( Daniel


Dwi Cahya Putra Anggara )
Jawab : Pengembangan paragraf dengan menggunakan Repetisi maksudnya
adalah ide pokok yang diulang pada kalimat-kalimat penjelas. Hal ini
dilakukan untuk mengingatkan kembali pada ide pokok suatu bahasan itu
sendiri.

21
DAFTAR PUSTAKA

Asari, Budiyono. 2011. Paragraf dan Wacana. http://budiyono151.blogspot.com/


2011/06/paragraf-dan-wacana.html. 25 Juni 2011.

Asyhari, Adrian. 2017. Paragraf dan Wacana. https://www.academia.edu/353464


57/PARAGRAF_DAN_WACANA. November 2017.

Depdiknas. 2002. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga. Jakarta:


Depdiknasa.

Dini, Dahlia dan Sitorus. 2004. Bimbingan Pemantapan Bahasa Indonesia.


Bandung: CV Yrama Widya.

22

You might also like