You are on page 1of 15

KONSEP DASAR FILANTROPI ISLAM (ZIS)

DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

Aditya Budi Santoso


Pascasarjana Ilmu Agama Islam
Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang

Abstrak

Berkembangnya aspek filantropi di masa sekarang menjadikan kajian tentang hal itu semakin
intens. Filantropi yang dalam dunia Barat merupakan bentuk pemberian kedermawanan dengan
motif murni dominan kemanusaian. Hal demikian akan berbeda dengan konsep Islam. Secara
istilah Filantropi Islam adalah bentuk penamaan formal modern dari ibadah berupa zakat, infak,
sedekah dan wakaf. Kajian mengenai filantropi Islam mengalami perkembangan baik pada ranah
manajamen maupun hukum fikih. Bagaimana seseungguhkan perdebatan landasan fikih terkait
persoalan zakat baik klasik maupun kontemporer. Metode penelitian menggunakan studi
kepustakaan dengan menkaji dan mengumpulkan literatur yang relevan. Zakat, infak dan
sedekah dalam konsepsi ibadah semuanya berlandaskan pada al-Quran, hadis dan ijtihad para
ulama. Zakat memiliki makna yang paling sempit dibanding infak dan sedekah, termasuk dalam
syarat-syaratnya yang bersifat ketat. Hal itu berimplikasi medorong ijtihad para ulama untuk
berfokus mengembangkan persoalan hukum zakat pada berbagai sisi. Zakat profesi merupakan
istilah baru yang tidak ditemukan secara eksplisit dalam literatur fikih klasik. Dalam
pengembangan fikih zakat kontemporer, para ulama berlandaskan prinsip-prinsip maqashid al-
syariah. Salah satunya dengan mengedepankan aspek taqdim maslahatKemaslahatan umat
menjadi salah satu tujuan pentingnya pengembangan fikih zakat terlebih jika dikaitkan dengan
Ekonomi Islam secara umum. Meski demikian dinamika perbedaan yang terjadi terkait fikih
zakat harus disikapi dengan bijaksana.

Kata Kunci: Filantropi Islam, Zakat, Infak, Sedekah

1
Pendahuluan
Islam hadir bukan hanya sebagai agama yang menekankan aspek ritual semata, lebih dari
itu kehadirannya juga memberikan penekanan terhadap aspek sosial. Artinya spiritualitas dalam
Islam menghendaki hubungan yang baik bukan hanya kepada Tuhan namun juga kepada sesama
manusia. Dibanding ajaran agama lain, bisa dipastikan bahwa Islam adalah satu-satunya agama
yang didalamnya terdapat perintah – dengan operasionalnya yang dijelaskan secara rinci dan
detil – hingga pada tingkatan wajib. Perintah tersebut salah satu tujuannya adalah untuk
menjalankan solusi atas kemiskinan.Instrumen dengan segala konsep dan skema operasionalnya
yang sedemikian canggih itu disebut zakat.
Pembahasan mengenai aktifitas ekonomi yang berhubungan sesama manusia yang dalam
Islam sendiri masuk dalam cakupan muamalah. Sehingga ekonomi tersebut tentu berbeda dengan
ekonomi konvensional khas Barat pada umumnya. Para sarjana Islam akhirnya menyebutnya
sebagai Ekonomi Islam untuk menandakan sekaligus membuktikan bahwa ada sejumlah prinsip
yang berbeda. Ekonomi Islam terbagai menjadi dua yakni yang bersifat komersial dan yang
bersifat sosial. Filantropi Islam masuk dalam lingkup besar ekonomi Islam yang bersifat sosial
atau sering juga disebut sebagai keuangan sosial Islam.
Filantropi sendiri dalam tradisi Barat dikenal sebagai bentuk charity (santunan),
kedermawanan secara suka rela dengan motif tolong-menolong atau membantu sesama. Barat
tidak selalu menisbatkan filantropi ada hubungannya dengan motif agama, mengingat iklim
sekularitas yang cukup kental di Barat. Mereka pada umumnya lebih menekankan aspek
kemanusiaan. Gerakan filantropi juga banyak digencarkan oleh sejumlah perusahan-perusahan
besar dunia maupun konglomerat dan dibentuk secara formal-institusional. Jika hendak mencari
padanan aspek filantropi dalam Islam tentu saja yang paling sesuai adalah perintah dalam konsep
zakat, infak, sedekah dan wakaf. Meski ada sejumlah tokoh yang kurang sependapat terkait
penamaan dan penyamaan antara zakat, sedekah, infak dan wakaf terhadap filantropi.
Artikel ini nantinya akan mengkaji filantropi Islam dalam bentuk zakat, infak dan
sedekah yang dilihat berdasar perspektif hukum Islam (fikih). Perbedaan yang paling asasi antara
filantropi Barat dan Islam tentu dalam Islam lebih didorong adanya faktor dan prinsip ajaran
agama. Banyak hikmah diperintahkannya aspek filantropi dalam Islam diantaranya
menumbuhkan keimanan, memperkuat rasa persaudaraan, memperbaiki ketimpangan ekonomi,
mengikis sifat kikir, membersihkan harta, dan banyak yang lain.

2
Perkembangan zaman mengakibatkan bermunculannya permasalahan baru yang
terkadang belum menemukan landasan rigidnya dalam al-Quran maupun hadis. Termasuk dalam
konteks zakat yang memiliki sejumlah aturan cukup ketat. Maka kajian seputar fikih zakat bukan
hanya mengulang-ulang prinsip yang tertera dalam hukum Islam melainkan juga mengkaji
pengembangan ijtihad para ulama. Hal tersebut penting agar persoalan fikih zakat, infak dan
sedekah dapat luas dan luwes memberikan kemaslahatan bagi umat tanpa keluar dari batasan
syariah.

Pembahasan
1. Zakat
Zakat secara bahasa memiliki makana al-barakah (keberkahan), an-nama‟
(tumbuh/berkembang), ath-thaharah (suci).1 Dikatan suci karena akan mensucikan dan
membersihakan harta (QS. at-Taubah 103), berkembang karena akan menumbuhkan
harta di sisi Allah serta mendatangkan keberkahan. Secara istilah meski redaksionalnya
para ulama berbeda namun pada intinya zakat adalah sebagian harta dengan syarat
tertentu yang diwajibkan oleh Allah Swt untuk dikeluarkan kepada golongan tertentu.2
Sejumlah dasar hukum zakat terdapat dalam al-Quran maupun hadis. Beberapa
diantaranya:3
ٍَ‫ٱنس ِكعِي‬ ۟ ُ‫ٱز َكع‬
َّ ٰ ‫ىا َي َع‬ ۟ ُ ‫صهَ ٰىح َ َو َءار‬
َّ ‫ىا‬
ْ ‫ٱنص َك ٰىح َ َو‬ ۟ ًُ ‫َوأَلِي‬
َّ ‫ىا ٱن‬
Artinya: “Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku'lah beserta orang-
orang yang ruku” (QS. al-Baqarah 43)

‫ع ِهي ٌى‬ َ ُ‫س َك ٌٍ نَّ ُه ْى ۗ َوٱ ََّّلل‬


َ ‫س ًِي ٌع‬ َ َ‫صهَ ٰىرَك‬
َ ٌَّ ‫عهَ ْي ِه ْى ۖ ِإ‬ َ ‫ط ِ ّه ُس ُه ْى َورُصَ ِ ّكي ِهى ِث َهب َو‬
َ ‫ص ِّم‬ َ ‫ُخ ْر ِي ٍْ أ َ ْي ٰ َى ِن ِه ْى‬
َ ُ ‫صدَلَخً ر‬

Artinya: “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu
membersihkan dan mensucikan mereka dan berdoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa
kamu itu (menjadi) ketentraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha mendengar lagi
Maha mengetahui” (QS. at-Taubah 103)

Zakat merupakan salah satu amal yang mengandung dua dimensi sekaligus yaitu
dimensi spiritual dan dimensi sosial. Diksi zakat dalam bentuknya yang asli (zakah)

1
Didin Hafidhuddin, Zakat dalam Perekonomian Modern, (Jakarta: Gema Insani, 2022), 7
2
Ibid, 7
3
Departemen Agama RI, al-Qur‟an dan Terjemah

3
disebut dalam al-Qur‟an sebanyak 30 kali sedang 27 kali diantaranya disebut
berdampingan dengan salat. Sebagian ulama berpendapat lagi bahwa jika dihitung
dengan kata derivasinya (infaq, al-ma‟un, atau tha‟am) maka zakat diulang di dalam Al-
Quran sebanyak 82 kali.4 Sehingga di dalam al-Quran ditemukan berbagai kata berbeda
namun ditafsirkan sebagai zakat.
Seperti kata infak (anfaqa) dan sedekah (sadaqah) yang terdapat dalam ayat
tertentu namun dimaknai sebagai zakat. Dari gambaran tersebut – disandingkannya
perintah shalat dan zakat – kita setidaknya bisa menarik sebuah pesan bahwa posisi zakat
sedemikan penting, nyaris sepenting shalat. Konon Abdullah bin Mas‟ud pernah
mengatakan bahwa kalian umat Islam diperintahkan untuk shalat dan zakat. Barangsiapa
yang shalat namun tidak berzakat artinya dia tidak shalat. 5 Bahkan Yusuf al-Qardhawi
menyebut zakat bukan hanya mengenai sistem fiskal semata melainkan juga terkait erat
dengan sistem moral, politik dan sosial.6
Zakat dalam al-Quran beberapa kali disandingkan dengan ayat riba, seperti pada
QS. ar-Rum 39 dan QS. al-Baqarah 276 :

۟ ‫بض فَ ََل َي ْسث‬


ِ َُّ‫ى أ َ ْي ٰ َى ِل ٱن‬ ۟
ٌَ‫ٱَّللِ ۖ َو َيب ٓ َءار َ ْيزُى ِ ّيٍ شَ َك ٰى ٍح ر ُ ِسيدُو‬
َّ َ‫ُىا ِعُد‬ ٓ ‫َو َيب ٓ َءار َ ْيزُى ِ ّيٍ ِ ّزثًب ِنّ َي ْسث َُىا ِف‬
ٓ
ٌَ‫ض ِعفُى‬ ْ ًُ ‫ٱَّللِ فَأ ُ ۟و ٰنَئِكَ ُه ُى ْٱن‬
َّ َ‫َوجْ ه‬
Artinya: “Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah
pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu
berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, maka
(yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya).”( QS
ar-Rum 39)

‫بز أَثِ ٍيى‬


ٍ َّ‫ٱَّللُ ََل ي ُِحتُّ ُك َّم َكف‬ ِ َ‫صدَ ٰل‬
َّ ‫ذ ۗ َو‬ َّ ‫ٱنسثَ ٰى ۟ا َوي ُْس ِثى ٱن‬ َّ ‫يَ ًْ َح ُك‬
ّ ِ ُ‫ٱَّلل‬
Artinya: “Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Dan Allah tidak
menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa.” (QS al-
Baqarah 276)

4
Yusuf Al-Qardhawi. Fiqh al-Zakah , terj. (Bogor. Pustaka Litera Antar Nusa. 1988) 39.
5
Muhammad Amin Suma. "Zakat, Infak, Dan Sedekah: Modal Dan Model Ideal Pembangunan Ekonomi dan
Keuangan Modern." Al-Iqtishad: Vol. V, No. 2, Juli 2013 (2013): 254
http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/handle/123456789/52565
6
Yusuf Al-Qardhawi, Fiqh al-Zakah, … 1118-1119.

4
Al-Zamakhsari memberikan penafsiran tentang disandingkannya riba dengan
zakat, bahwa zakat dengan niatan yang ikhlas akan menambah harta, pahala dan kebaikan
di sisi Allah Swt.7 Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa orang Arab pada
masa itu dan manusia pada umumnya menganggap bahwa riba itulah yang akan
menambah harta. Padahal itu semua adalah penambahan yang palsu dan sejatinya
penambahan harta yang hakiki ada pada sedekah atau zakat.
Kriteria siapa saja yang wajib mengeluarkan zakat diantaranya: beragama Islam;
merdeka; kepemilikan sempurna; mencapai nishab (kadar minimal); mencapai haul
untuk harta-harta tertentu (emas, perak). Jenis harta yang wajib dizakati, menurut al-
Jaziri, jumhur para ulama menyepakati berupa: emas-perak; binatang ternak (unta, sapi,
kerbau, kambing/domba); pertanian (gandum, korma, anggur); perdagangan.8
Sedangkan Ibnu Rusyd membagi harta yang dizakati: barang tembang (emas dan perak
yang tidak menjadi perhiasan); hewan ternak yang diperkerjakan (unta, lembu, dan
kambing); biji-bijian (gandum dan sya‟ir); buah-buahan (kurma dan anggur kering).9
Dasar dari jenis harta yang wajib dizakati tersebut berasal dari al-Quran dan
hadis. Untuk emas dan perak salah satunya dalam QS AT-Taubah 34, tanaman hasil bumi
dan buah-buahan tertera pada QS. An-An‟am 141. Kemudian untuk binatang ternak
terdapat dalam beberapa hadis yang disampaikan Rasulullah Saw, barang tambang dalam
QS al-Baqarah 267, dan harta dagangan yang berlandas pada pendapat para sahabat yang
kemudian disepakati oleh jumhur ulama. Adapun harta yang dimaksud bersifat umum
yakni mengambil pada QS at-Taubah 103. Ulama seperti Ibn Hazm tentang zakat
perdagangan menyatakan bahwa hal tersebut tidak ada karena tidak pernah diperbuat oleh
nabi.10
Zakat hewan atau peternakan memiliki rincian pada tabel berikut:

7
Abdul al-Hamid Mahmud, Ekonomi Zakat: Sebuah Kajian Moneter dan Keuangan Syariah, terj. (Jakarta:
Rajagrafindo, 2006), 19
8
Abdurrahman al-Jaziri, Kitabu al-Fiqhi „ala al-Madzahibi al-Arba‟ah, (Beirut: Ihya al-Turats al-Arabi, tt),
596
9
Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid, (Mesir: Mustafa al-Babi al-Halabi 1370 H), I, cet-2, 259
10
M. Ali Hasan, Zakat dan Infak: Salah Satu Solusi Mengatasi Problem Sosial di Indonesia, (Jakarta:
Kencana, 2006), 25-27

5
Tabel 1. Jumlah Zakat Hewan Ternak
Zakat bukan hanya memiliki syarat dari segi hartanya namun untuk penerimanya
juga dipersyaratkan dengan kriteria tertentu. Firman Allah Swt QS at-Taubah 60
menjelaskan terkait siapa saja golongan penerima (mustahik) zakat.

‫عهَ ْي َهب َو ْٱن ًُ َؤنَّفَ ِخ لُهُىثُ ُه ْى‬


َ ٍَ‫يٍ َو ْٱن ٰ َع ًِهِي‬ َ ٰ ًَ ‫صدَ ٰ َلذُ ِن ْهفُمَ َسآ ِء َو ْٱن‬
ِ ‫س ِك‬ َّ ‫۞ ِإََّ ًَب ٱن‬

‫ع ِهي ٌى َح ِكي ٌى‬


َ ُ‫ٱَّلل‬ َّ ٍَ‫ضخً ِ ّي‬
َّ ‫ٱَّللِ ۗ َو‬ َ ‫سجِي ِم ۖ فَ ِسي‬ َ ‫ة َو ْٱن ٰغَ ِس ِييٍَ َوفِى‬
َّ ‫سجِي ِم‬
َّ ‫ٱَّللِ َوٱث ٍِْ ٱن‬ ِ ‫ٱنسلَب‬
ّ ِ ‫َوفِى‬

Artinya: “Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir,


orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk
(memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk
mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah,
dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana” (QS. At-Taubah 60)
Dari ayat tersebut dapat dikelompokan para penerima zakat yaitu: orang fakir;
orang miskin; amil (pengurus zakat); mualaf; para budak untuk memerdekakan diri;

6
orang yang berhutang; untuk fisabilillah; dan untuk mereka yang dalam perjalanan
tengah kehabisan bekal. Zakat dari sisi waktunya terbagi menjadi zakat fitrah dan zakat
maal. Zakat fitrah atau dikenal juga zakat nafs harus dikeluarkan dalam bentuk makanan
pokok ataupun uang saat Ramadhan dan zakat maal waktu pengeluaraannya
menyesuaikan haul atau saat panen. Kemudian mengenai apakah semua zakat harus
dibagi merata kepada delapan asnaf mustahik tersebut. Terdapat sejumlah ikhtilaf, Imam
Syafi‟i dan Umar bin Abdul Aziz, Ikrimah mengharuskan zakat dibagikan ke semua
asnaf. Imam Malik berpendapat tidak harus dibagikan ke semua asnaf karena
kemungkinan terjadinya jumlah asnaf satu kelompok lebih besar dari yang lain. Sebagian
ulama lain berpendapat fakir miskin ahrus menjadi prioritas lebih besar dalam pembagian
zakat tujuannya agar terentas dari kemiskinan.11
Berkaitan dengan kapan pensyariatan zakat, syariat tentang zakat sendiri sudah
ada sejak sebelum Rasulullah Saw diutus menjadi nabi dan rasul. Bisa dilihat bahwa
beberapa ayat al-Quran menyampaikan redaksi salat berdampingan dengan zakat yang
merupakan ajaran umat terdahulu. Namun zakat pada masa itu masih dipahami dengan
global, artinya hanya seperti sedekah tanpa disertai dengan syarat-syarat tertentu.12 Salah
satunya dalam QS al-Anbiya 73

ٍَ‫ع ِجدِي‬ ۟ َُ‫ٱنص َك ٰىحِ ۖ َو َكب‬


َ ٰ ‫ىا نََُب‬ َّ ‫صهَ ٰىحِ َوإِيزَب ٓ َء‬ ِ ‫َو َجعَ ْه َُٰ ُه ْى أَئِ ًَّخً يَ ْهدُوٌَ ثِأ َ ْي ِسََب َوأ َ ْو َح ْيَُب ٓ إِنَ ْي ِه ْى فِ ْع َم ْٱن َخي ٰ َْس‬
َ َ‫د َوإِل‬
َّ ‫بو ٱن‬
Artinya: “Kami telah menjadikan mereka itu sebagai pemimpin-pemimpin yang
memberi petunjuk dengan perintah Kami dan telah Kami wahyukan kepada, mereka
mengerjakan kebajikan, mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, dan hanya kepada
Kamilah mereka selalu menyembah”

Demikian juga pada era dakwah di Mekah, ayat tentang zakat sudah turun namun
belum dalam bentuk rinci dan masih berupa anjuran bukan kewajiabn.13 Masyarakat
Mekah pada saat itu memang sudah mengenal etika moral memberi, termasuk kepada
pada peziarah atau jamaah haji. Mereka suka berderma dan berbagi meski masih terdapat
juga sifat kejahilian yang lain. Kemudian pada periode nabi dakwah di Madinah ayat
perintah tentang zakat mengalami penekanan beserta dengan rinciannya melalui hadis-
11
M. Ali Hasan, Zakat dan Infak: Salah Satu Solusi Mengatasi Problem Sosial di Indonesia, (Jakarta:
Kencana, 2006), 103-104
12
Yusuf Qardhāwi, Fiqh al-Zakāt, (Beirut: Muassisah al-Risāla, 1973),
13
Muhammad Hadi, Problematika Zakat Profesi dan Solusinya, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), 57

7
hadis yang disampaikan rasul.14 Kemudian aturan-aturan zakat dan jenisnya (emas, perak,
ternak, kurma, anggur dan yang lain) itu dibuat lebih mendetail di Madinah.

2. Infak
Infak secara bahasa secara umum bermakna menafkahkan (anfaqa-yunfiqu),
membelanjakan atau mengeluarkan harta. Infak dalam Islam tidak diartikan secara
ekslusif yang selama ini dikenal yaitu mengeluarkan harta untuk niat sedekah. Karena
“membelanjakan” di situ maknanya umum15, bahkan untuk belanja yang dikeluarkan
tidak secara ikhlas.16 Namun secara khusus infak berarti realisasi ibadah maliyah atas
janji dan perintah Allah Swt. Secara terminologi infak artinya mengeluarkan sebagian
kepemilikan harta untuk orang atau hal lain yang bertujuan menjalankan syariat dan
mencari keridhaan Allah Swt. Dalam al-Quran disebut terkait infak:17

ٓ
ٌَ‫ش َّح ََ ْف ِس ِه فَأ ُ ۟و ٰنَئِكَ ُه ُى ْٱن ًُ ْف ِه ُحى‬ ۟ ُ‫ىا َوأََ ِفم‬
ُ َ‫ىا َخي ًْسا ِّّلََفُ ِس ُك ْى ۗ َو َيٍ يُىق‬ ۟ ُ‫ىا َوأ َ ِطيع‬
۟ ُ‫ط ْعز ُ ْى َوٱ ْس ًَع‬
َ َ ‫ٱَّللَ َيب ٱ ْسز‬
َّ ‫ىا‬۟ ُ‫فَٲرَّم‬

Artinya: “Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu dan


dengarlah serta taatlah dan nafkahkanlah nafkah yang baik untuk dirimu. Dan
barangsiapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, maka mereka itulah orang-orang
yang beruntung” (QS. At-Taghabun 16)

َّ ُ‫عهَ ْي ِه ِز ْشلُ ۥهُ فَ ْهيُُ ِف ْك ِي ًَّب ٓ َءار َٰىه‬


ۚ ُ‫ٱَّلل‬ َ ‫سعَزِ ِه ۖ َو َيٍ لُد َِز‬ َ ‫ِنيُُ ِف ْك ذُو‬
َ ٍ‫سعَ ٍخ ِ ّي‬
‫عس ٍْس يُس ًْسا‬ َ ۚ ‫سب ِإ ََّل َيب ٓ َءار َٰى َهب‬
َّ ‫س َيجْ َع ُم‬
ُ َ‫ٱَّللُ َث ْعد‬ ً ‫ٱَّللُ ََ ْف‬
َّ ‫ف‬ ُ ّ‫ََل يُ َك ِه‬
Artinya: “Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut
kemampuannya. Dan orang yang disempitkan rezekinya hendaklah memberi nafkah dari
harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang
melainkan sekedar apa yang Allah berikan kepadanya. Allah kelak akan memberikan
kelapangan sesudah kesempitan” (QS ath-Thalaq: 7)

Istilah infak dalam konteks masyarakat Indonesia cenderung dimaknai sebagai


pemberian materi untuk ibadah. Karena memang di dalam al-Quran sendiri redaksi infak

14
Khanifa, Nurma Khusna, and Moh Syifaul Hisan. "Zakat Sebagai Nilai Instrumental Ekonomi Islam Dalam
Kajian Asbāb al-Nuzụl." Journal of Economic, Management, Accounting and Technology 5, no. 1 (2022): 90.
DOI: https://doi.org/10.32500/jematech.v5i1.2002
15
Qurratul„Aini Wara Hastuti,. "Infaq Tidak Dapat Dikategorikan Sebagai Pungutan Liar." ZISWAF: Jurnal
Zakat dan Wakaf 3, no. 1 (2017): 44 DOI: http://dx.doi.org/10.21043/ziswaf.v3i1.2282
16
Lihat QS. al-Anfal 36 dan al-Taubah 54
17
Departemen Agama RI, al-Qur‟an dan Terjemah

8
dimaknai sebagai pengeluaran dalam bentuk materi. Pemahaman tersebut setidaknya
memberikan gambaran terjadinya penyempitan makna. Meski demikian semua itu masih
dalam cakupan makna infak.

3. Sedekah
Sedekah memiliki makna yang lebih luas karena tidak selalu diidentikan dengan
harta (materi) bisa juga non-materi. Secara bahasa sedekah bisa terambil dari kata
shadaqah yang artinya benar, membenarkan. Secara istilah sedekah artinya memberikan
sesuatu dengan mengharapkan pahala Allah Swt. Menurut Sayid Sabiq dalam Qurratul
bahwa setiap sesuatu kebajikan itu adalah sedekah.18 Pada prakteknya pengertian antara
sedekah dan infak hampir mirip dan cenderung disamakan meski secara makna keduanya
juga bersinggungan. Sedekah dalam sejumlah hadis nabi bisa berupa senyuman,
membantu orang lain, berdzikir adalah sedekah yang pada intinya setiap perbuatan baik
dinilai sedekah. Disebutkan dalam al-Quran:

ۗ ‫س ِيّـَٔبرِ ُك ْى‬ َ ‫ِى ۖ َو ِإٌ ر ُ ْخفُىهَب َورُؤْ رُىهَب ْٱنفُمَ َسآ َء فَ ُه َى َخي ٌْس نَّ ُك ْى ۚ َويُ َك ِفّ ُس‬
َ ٍ‫عُ ُكى ِ ّي‬ ِ َ‫صدَ ٰل‬
َ ‫ذ فَُِ ِع ًَّب ه‬
۟ ‫ِإٌ ر ُ ْجد‬
َّ ‫ُوا ٱن‬

ٌ ِ‫ٱَّللُ ثِ ًَب ر َ ْع ًَهُىٌَ َخج‬


‫يس‬ َّ ‫َو‬

Artinya: “Jika kamu menampakkan sedekah(mu), maka itu adalah baik sekali.
Dan jika kamu menyembunyikannya dan kamu berikan kepada orang-orang fakir, maka
menyembunyikan itu lebih baik bagimu. Dan Allah akan menghapuskan dari kamu
sebagian kesalahan-kesalahanmu; dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan” (QS.
Al-Baqarah 271)19

Dalam sebuah hadis disebutkan

Artinya: “Setiap persendian manusia diwajibkan untuk bersedakah setiap harinya


mulai matahari terbit. Memisahkan (menyelesaikan perkara) antara dua orang (yang
berselisih) adalah sedekah. Menolong seseorang naik ke atas kendaraannya atau
mengangkat barang-barangnya ke atas kendaraannya adalah sedekah. Berkata yang
baik juga termasuk sedekah. Begitu pula setiap langkah berjalan untuk menunaikan

18
Qurratul Uyun. "Zakat, Infaq, Shadaqah, dan Wakaf Sebagai Konfigurasi Filantropi Islam." Islamuna:
Jurnal Studi Islam 2, no. 2 (2015): 223 https://doi.org/10.19105/islamuna.v2i2.663
19
Departemen Agama RI, al-Qur‟an dan Terjemah

9
shalat adalah sedekah. Serta menyingkirkan suatu rintangan dari jalan adalah shadaqah
”. (HR. Bukhari dan Muslim)20

Filantropi Islam dalam Fikih Kontemporer


Filantropi secara konvensional bermakna aktifitas kedermawanan (kerelawanan) untuk
kesejahteraan atau kebaikan publik. Bisa juga diartikan sebagai aksi moral (moral action)
untuk merespon permasalahan kemanusian.21 Sedangkan menurut Robert McChesney dalam
Amelia Fauzia, Filantropi Islam adalah bentuk kewajiban moral yang dijalankan orang
beriman demi kebaikan atas nama Tuhan.22 Di dalam filantropi bentuk pemberian tersebut
bukan hanya dalam materi namun juga bisa yang lainnya, seperti tenaga, pikiran, waktu yang
intinya bersifat kerelawanan. Namun dalam Islam sendiri selama ini dikenal padanan
filantropi itu lebih dimaksudkan dalam bentuk materi.
Jika disebut filantropi Islam yang dimaksud adalah zakat, infak, sedekah dan wakaf,
dimana keempat hal tersebut memiliki landasan pengertian dan syarat tertentu. Kemudian
zakat jika dilihat dari kacamata dampaknya maka bisa digolongkan menjadi tiga yakni dari
aspek ibadah, aspek sosial dan aspek ekonomi. Secara tidak langsung bahwa niat untuk zakat
yang paling mendasar adalah karena Allah Swt (perintah agama), karena ibadah namun secara
bersamaan akan berdampak pada aspek sosial dan ekonomi.
Landasan fikih hukum zakat, infak dan sedekah semuanya, sebagaimana sudah
diungkap di atas, terdapat dalam al-Quran dan Hadis serta ijtihad para ulama dalam beberap
hal tertentu. Dari ketiga bentuk pemberian atau donasi tersebut, zakat memiliki persyaratan
yang cukup ketat dan pemaknaan yang lebih khusus. Secara garis besar setiap zakat dan infak
bisa dimaknai sebagai sedekah. Namun tidak setiap infak ataupun sedekah bisa dimaknai
sebagai zakat. Sehingga sedekah memiliki pemaknaan yang paling luas dibanding zakat dan
infak. Al-Mawardi (450 H) justru memiliki pendapatn bahwa zakat adalah sedekah dan
sedekah itu adalah zakat (al-shadaqah zakah wa al-zakah shadaqah).23

20
Imam Nawawi, Riyadhus Shalihin, terj.(Jakarta: Darul Haq, 2018), 149
21
Robert Payton and Michael Moody, Understanding Philanthropy: Its Meaning and Mission,
(Bloomington-USA: Indiana University Press, 2008 ), 7
22
Amelia Fauzia, Filantropi Islam: Sejarah dan Kontestasi Masyarakat Sipil dan Negara di Indonesia,
(Yogyakarta: Gading Publishing, 2016), 34
23
Muhammad Amin Suma. "Zakat, Infak, Dan Sedekah: Modal Dan Model Ideal Pembangunan Ekonomi
dan Keuangan Modern." Al-Iqtishad: Vol. V, No. 2, Juli 2013 (2013): 256
http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/handle/123456789/52565

10
Yusuf Qardhawi dalam Amin Suma menyebut zakat dalam konteks syara‟ ditujukan
untuk menyebut harta atau nilai yang diwajibkan oleh Allah dan disalurkan kepada para
mustahik.24 Menurut Ibnu Qudamah (620 H) bahwa harta zakat dapat menyuburkan harta. Hal
itu disebabkan karena keberkahan harta zakat, selain juga karena doa orang yang mengambil
atau menerimanya. Di samping itu zakat juga akan menyucikan harta yang masih tersisa dari
muzaki.25 Adapun terkait infak dan sedekah maka pemaknaanya bisa luas yaitu setiap
pemberian baik materi (pada infak) maupun non-materi. Setiap pemberian, pembelanjaan,
pengeluaran yang dilakukan tersebut harus dikarenakan perintah Allah Swt dan diniatkan
mendekatkan diri pada-Nya.
Dinamika hukum Islam terkait zakat seiring dengan perkembangan zaman mengalami
banyak terobosan baik pada aspek objek zakat maupun pada sisi penerima (mustahik). Salah
seorang ulama besar kontemporer Yusuf Qardhawi membagi jenis-jenis harta zakat yang
meliputi: emas dan perak; binatang ternak; hasil perdagangan; hasil pertanian; hasil sewa
tanah; madu dan produksi hewan lainnya; barang tambang; hasil investasi; hasil
pencaharian/profesi; hasil saham dan obligasi.26 Hal demikian didukung dan dikembangkan
oleh akademisi dan tokoh perzakatan di Indonesia, yakni Didin Hafiduddin. Ia membagi zakat
dalam bentuk: zakat profesi; zakat perusahaan; zakat surat berharga; zakat perdagangan
mata uang; zakat hewan ternak yang diperdagangkan;; zakat investasi properti; zakat
asuransi syariah; zakat madu; zakat sektor rumah tangga modern; dan zakat usaha tanaman,
sarag walet, ikan hias dan sejenisnya.27
Pengembangan terkait jenis harta yang terkena zakat (objek zakat) masing-masing
ulama saling berbeda pendapat. Sebagian masih cenderung ketat, semisal tidak menyetujui
adanya zakat profesi/penghasilan. Sedangkan sebagian lain memilih untuk melihat persoalan
zakat sebagai taqdim maslahat. Pendapat tersebut diambil karena menilai zakat tidak
termasuk ibadah mahdi, dengan kata lain termasuk ghairu mahdi. Artinya ranah ijtihadi lebih
dominan dalam konteks objek zakat dan peruntukannya. Secara umum al-Quran menyebut
bahwa zakat harus diambil dari setiap harta (QS at-Taubah 103) dan harus berasal dari usaha
yang baik serta halal. Imam al-Qurthubi (671 H) yang menfasirkan at-Taubah 103 bahwa

24
Ibid., 255
25
Ibid, 255
26
Asnaini, Zakat Produktif dalam Perspektif Hukum Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008), 36
27
Didin Hafiduddin, … 91-121

11
zakat diambil dari semua harta yang dimiliki.28 Demukian juga Imam at-Thabari (310 H)
dalam Jaami' al Bayaan fi Ta'wil Al-Qu'ran yang memaknai hal serupa.29 Kemudian rincian
persyaratan tersebut terdapat dalam hadis yang diterangkan oleh nabi.
Munculnya zakat profesi menjadi salah satu perdebatan. Landasan zakat profesi secara
eksplisit hanya akan ditemukan dalam literatur kontemporer dan tidak terdapat dalam turats
karya para ulama klasik. Adapun nisab zakat profesi diqiyaskan juga terdapat perbedaan di
kalangan ulama. Sebagian menyamakan nisab dengan emas 85 gr sedang sebagian yang lain
menyamakan dengan nisab pertanian 653 kg gandum. Seperti Yusuf Qardhawi yang lebih
memilih nisabnya berdasar qiyas emas termasuk pada kadar besar pengeluarannya 2,5%.
Namun seperti Muhammad Ghazali memilih untuk mengqiyaskan dengan gandum dan
besarannya 5%-10%.30 Di Indonesia sendiri sejumlah lembaga amil zakat menerapkan hal
yang berbeda-beda. Mayoritas mengambil nisab emas namun dengan meniadakan haul (qiyas
pertanian), artinya dianjurkan untuk dikeluarkan setiap bulan saat menerima gaji.
Meski beberapa sudah terdapat rincian dalam hadis nabi, masih terdapat perbedaan
ulama terkait jenis harta. Misalnya pada perosoalan zakat madu, jumhur ulama menetapkan
tidak adanya kewajiban membayar zakatnya. Hal itu beradasarkan tidak adanya dalil yang
rijid baik dalam al-Quran, hadis ataupun ijma (atau memungkinkan terjadi perbedaan
penilaian status hadis). Sedangkan ulama Hanafiyah tetap mewajibkan adanya zakat untuk
ternak madu.31 Selanjutnya adalah adanya pengelolaan atau penyaluran zakat di zaman
sekarang ini yang tidak hanya bersifat konsumtif melainkan produktif. Hal itu kemudian
dipopulerkan dan diadopsi oleh para lembaga amil zakat dengan istilah zakat produktif, yaitu
zakat yang mampu mengahsilkan pendapatan yang kontinu. Istilah lebih sederhana adalah
memberi pancing dan kail bukan ikan kepada para mustahik.

Kesimpulan
Filantropi Islam secara umum dimaknai sebagai bentuk istilah formal bagi aktifitas
dan manajemen amal ibadah zakat, infak, sedekah dan wakaf. Ajaran Islam sendiri

28
Al-Qurthubi , al-Jaami' li Ahham al-Qur'an (Beirut: Daar el-Kutub al-'Ilmiyah, 1993), 156.
29
Ath-Thaba‟i, Jami' al-BayanJi Ta'wil Al-Qur'an (Beirut: Daar el-Kuhb al-llmiyah, 1992),Jilid Vl, 461
30
Muhammad Hadi, Problematika Zakat Profesi dan Solusinya, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), 53-58
31
Bafadhal, Husin. "Zakat Harta Kekayaan dalam Perspektif Tafsir Ayat Ahkam." Islamika: Jurnal Ilmu-
Ilmu Keislaman 21, no. 01 (2021): 2 DOI: https://doi.org/10.32939/islamika.v21i01.911

12
mengandung semangat dan dorongan untuk berbagi, tolong-menolong serta mengikis ego
personal. Syariat Filantropi Islam mencakup tujuan itu semua dan tujuan terpenting adalah
mendekatkan diri pada Allah Swt. Selain itu adalah syariat zakat menghendaki terjadinya
distribusi pendapatan, pemerataan kesejahteraan dan ketimpangan sosial ekonomi.
Pengelolaan Filantropi Islam khususnya zakat pada era modern ini sudah sedemikian
maju. Hal itu salah satunya berimplikasi pada pengembangan sejumlah hukum (fikih) aspek
zakat, yakni baik dari sisi objek zakat maupun sasaran peruntukannya (mustahik). Proses yang
demikian menhendaki adanya landasan hukum yang kemudian para ulama menyampaikan
sejumlah ijtihadnya. Jenis-jenis objek zakat menjadi luas seperti adanya zakat profesi, saham,
perusahaan, perdagangan dan yang lainnya, dimana secara eksplisit memang tidak terdapat
dalam literaur klasik. Terdapat pula pengembangan mengenai asnaf penerima zakat seperti
buruh migran yang terkantar, para tenaga kerja wanita, pemberian beasiswa dan semacamnya.
Istibath hukum tersebut merupakan keniscayaan sebagai salah satu asas amal ibadah.
Para ulama dalam menggali hukum zakat kontemporer sebagian besar menggunakan
prinsip maqashid al-syariah. Perbedaan ulama dalam menanggapi pengembangan hukum
objek zakat dan perutukannya harus disikapi secara dewasa. Masing-masing memiliki
landasan yang cukup kuat. Selain itu zakat dari sisi pengelolaan juga mengalami
perkembangan yaitu mulai digencarkannya zakat produktif. Adanya zakat produktif tidak
bermaksud menghilangkan zakat konsumtif, akan tetapi masing-masing mempunyai tujuan
tersendiri.

Daftar Pustaka

13
Al-Jaziri, Abdurrahman. Kitabu al-Fiqhi „ala al-Madzahibi al-Arba‟ah. Beirut. Ihya al-Turats al-
Arabi, tt.
Al-Qardhawi, Yusuf. Fiqh al-Zakah , terj. (Bogor. Pustaka Litera Antar Nusa. 1988)
________________. Fiqh al-Zakāt, (Beirut: Muassisah al-Risāla, 1973)
Al-Qurthubi. al-Jaami' li Ahham al-Qur'an. Beirut: Daar el-Kutub al-'Ilmiyah. 1993
Asnaini. Zakat Produktif dalam Perspektif Hukum Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2008
Ath-Thaba‟i, Jami' al-Bayan Ji Ta'wil Al-Qur'an. Beirut. Daar el-Kuhb al-llmiyah. 1992. Jilid Vl
Bafadhal, Husin. "Zakat Harta Kekayaan dalam Perspektif Tafsir Ayat Ahkam." Islamika: Jurnal
Ilmu-Ilmu Keislaman 21, no. 01 (2021)
DOI: https://doi.org/10.32939/islamika.v21i01.911
Departemen Agama RI. al-Qur‟an dan Terjemah
Fauzia. Amelia. Filantropi Islam: Sejarah dan Kontestasi Masyarakat Sipil dan Negara di
Indonesia. Yogyakarta. Gading Publishing. 2016
Hadi, Muhammad. Problematika Zakat Profesi dan Solusinya. Yogyakarta. Pustaka Pelajar.
2010
Hafidhuddin, Didin. Zakat dalam Perekonomian Modern. Jakarta. Gema Insani. 2022
Hasan, M. Ali. Zakat dan Infak: Salah Satu Solusi Mengatasi Problem Sosial di Indonesia,.
Jakarta: Kencana. 2006
Hastuti, Qurratul„Aini Wara. "Infaq Tidak Dapat Dikategorikan Sebagai Pungutan
Liar." ZISWAF: Jurnal Zakat dan Wakaf 3, no. 1 (2017)
DOI: http://dx.doi.org/10.21043/ziswaf.v3i1.2282
Ibnu Rusyd. Bidayatul Mujtahid. Mesir. Mustafa al-Babi al-Halabi 1370 H. I
Imam Nawawi. Riyadhus Shalihin, terj. Jakarta. Darul Haq. 2018
Khanifa, Nurma Khusna, and Moh Syifaul Hisan. "Zakat Sebagai Nilai Instrumental Ekonomi
Islam Dalam Kajian Asbāb al-Nuzụl." Journal of Economic, Management, Accounting
and Technology 5, no. 1 (2022): 90. DOI: https://doi.org/10.32500/jematech.v5i1.2002
Mahmud, Abdul al-Hamid. Ekonomi Zakat: Sebuah Kajian Moneter dan Keuangan Syariah. terj.
Jakarta. Rajagrafindo. 2006
Payton, Robert and Michael Moody. Understanding Philanthropy: Its Meaning and Mission,
Bloomington-USA Indiana University Press. 2008
Suma, Muhammad Amin. "Zakat, Infak, Dan Sedekah: Modal Dan Model Ideal Pembangunan
Ekonomi dan Keuangan Modern." Al-Iqtishad: Vol. V, No. 2, Juli 2013 (2013)
http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/handle/123456789/52565
Uyun, Qurratul "Zakat, Infaq, Shadaqah, dan Wakaf Sebagai Konfigurasi Filantropi
Islam." Islamuna: Jurnal Studi Islam 2, no. 2 (2015)
https://doi.org/10.19105/islamuna.v2i2.663

14
15

You might also like