You are on page 1of 14

KEGIATAN BELAJAR 3: SASTRA ANAK

A. Capaian Pembelajaran Mata Kegiatan

Setelah Bapak/Ibu mempelajari materi dalam kegiatan belajar ini,


diharapkan mampu untuk menguraikan konsep dasar tentang hakikat sastra
anak secara reseptif dan produktif untuk kepentingan penyusunan desain
pembelajaran Bahasa Indonesia untuk MI/SD dengan pendekatan tematik
integratif dalam konteks pendidikan abad 21.

B. Subcapaian Pembelajaran Mata Kegiatan

Adapun subcapaian dalam kegiatan pembelajaran ini adalah:


1. Menelaah hakikat sastra anak untuk MI/SD
2. Mengidentifikasi perkembangan sastra anak
3. Memahami paradigma baru pembelajaran sastra anak di MI/SD
4. Menilai konsep sastra anak sebagai displin ilmu
5. Menguraikan ruang lingkup kajian sastra anak pada kurikulum MI/SD
6. Merancang materi sastra anak dalam konteks pendidikan abad 21
7. Mengidetifikasi metode, model dan media untuk pembelajaran sastra
anak di MI/SD
8. Menelaah penilaian hasil belajar sastra anak untuk MI/SD

C. Uraian Materi

Pada bagian ini, Bapak/Ibu diajak untuk memahami kembali konsep


tentang pengertian sastra anak, perkembangan sastra anak, jenis-jenis sastra anak,
apresiasi reseptif, apresiasi produktif, dan integrasi sastra anak dalam pespektif
Islam. Berikut uraian materi pada kegiatan belajar 3:
1) Pengertian Sastra Anak
Sastra anak mencakup semua jenis penulisan kreatif dan imajinatif yang
diperuntukkan sebagai bacaan dan hiburan buat anak-anak. sastra anak
menawarkan kesenangan dan pemahaman bagi anak-anak. Sastra anak erat
kaitannya dengan dunia anak-anak dan bahasa yang digunakannya pun sesuai
dengan perkembangan intelektual dan emosional anak.
Secara konseptual, sastra anak-anak tidak jauh berbeda dengan sastra
orang dewasa (adult literacy). Keduanya sama pada wilayah sastra yang
meliputi segala kehidupan dengan perasaan, pikiran, dan wawasan
kehidupan. Perbedaannya terletak dalam fokus pemberian gambaran
kehidupan yang bermakna bagi anak dalam suatu karya.
Sastra (dalam sastra anak-anak) adalah bentuk kreasi imajinatif dengan
paparan bahasa tertentu yang menggambarakan dunia rekaan, menghadirkan

124
pemahaman dan pengalaman tertentu, dan mengandung nilai estetika tertentu
yang bisa dibuat oleh orang dewasa ataupun anakanak. Sastra anak-anak
bukan dibatasi oleh siapa pengarangnya, melainkan untuk siapa karya itu
diciptakan. Dengan demikian sastra anak-anak boleh saja hasil karya orang
dewasa, tetapi berisikan cerita yang mencerminkan perasaan anak-anak,
pengalaman anak-anak serta dapat dipahami dan dinikmati oleh anak-anak
sesuai dengan pengetahuan anak-anak. Bacaan seperti itulah yang harus
disediakan sebagai bahan pembelajaran bahasa di Sekolah Dasar.
Huck (1987) mengemukakan bahwa siapapun yang menulis sastra anak-
anak tidak perlu dipermasalahkan asalkan dalam penggambarannya
ditekankan pada kehidupan anak yang memiliki nilai kebermaknaan bagi
mereka. Norton (Hartati, 2017) menjelaskan bahwa sastra anak-anak adalah
sastra yang mencerminkan perasaan dan pengalaman anak-anak melalui
pandangan anak-anak. Namun demikian, dalam kenyataannya, nilai
kebermaknaan bagi anakanak itu terkadang dilihat dan diukur dari perspektif
orang dewasa.
Sastra anak-anak menempatkan anak-anak sebagai fokusnya. Ada yang
mengartikan bahwa, sastra anak-anak itu adalah semua buku yang dibaca dan
dinikmati oleh anak-anak. Pernyataan ini kurang disepakati oleh Sutherland
dan Arthburnot (Hartati, 2017), karena sastra anak-anak bukan hanya buku
yang dibaca dan dinikmati anak-anak, tetapi juga ditulis khusus untuk anak-
anak dan yang memenuhi standar artistik dan syarat kesastraan.

2) Perkembangan Sastra Anak


Dalam Buku yang berjudul Pedoman Penelitian Sastra Anak yang
ditulis oleh Riris K. Toha Sarumpaet dijelaskan bahwa sejak masa prasejarah
hingga abad 15, semua kisah boleh kita sebut masih beredar melalui
penceritaan lisan dan sastra anak secara formal dan institusional dimulai pada
abad 19. Bermula dari tradisi lisan hingga ke tradisi tulis dengan mulai
dicetaknya buku cerita, apakah yang terjadi dalam sejarah sastra anak?
Menurut Muck, Hepler, dan Hickman (1993), penceritaan lisan tetap digemari
dan digunakan hingga abad 19. Hadirnya mesin cetak ciptaan Gutenberg pada
1450-an mendorong William Caxton, seorang pengusaha dari Inggris untuk
mencetak antara lain Book of Courtesy (1477) dan Aesop's Fables (1484).^ Masa
abad 15- 16, anak mulai diperkenalkan pada buku "sastra" yang pertama,
dengan hadirnya hornbook yang terbuat dari kayu "ditempeli perkamen berisi
alfabet, vokal (huruf hidup), dan Doa Bapa Kami" (Muck, Hepler, dan Hickman
1993: 111). Pada abad 17 dan 18, kalangan Puritan" hanya mengeluarkan buku
ajaran agama demi keselamatan jiwa anak-anak yang membacanya. Pada masa
itu, sejak dini anak-anak diajari untuk takut kepada Tuhan. Buku-buku serupa
ini berlanjut hingga datangnya kisah-kisah mengenai peri dan petualangan,

125
seperti Tales of Mother Goose yang diterbitkan oleh Charles Perrault pada
1697. Demikian pula John Newbery mulai menerbitkan buku untuk anak pada
1744, misalnya yang berjudul A Little Pretty Pocket BookJ Betapa pun masih
sangat didaktis, upaya secara khusus menulis untuk anak pada masa itu
merupakan gerakan yang sangat besar dan berdampak. Makin terasa bahwa
sastra anak makin diperlukan dan makin diperlakukan secara benar.
Hans Christian Andersen menulis Wonderful Stories for Children pada
1846. Mulailah pada abad ini kita kenal cerita keluarga berjudul Little Women
karya Louisa May Alcott(1869),^ kisah petualangan The Swiss Family
Robinson karya Johann David Wyss (1814), cerita-cerita binatang, sajak-sajak,
dan kisah fantasi yang termashur serta betul-betul hanya berurusan dengan
perasyikan Alice's Adventure in Wonderland (1864). Demikian seterusnya
berkembang kehidupan sastra anak di dunia (terutama negara maju), dan
menjadi sangat maju dan bergengsi seperti sekarang ini. Penelitian sastra anak
berlangsung secara akademik. Teori-teori juga berkembang. Komunitas ilmiah
sastra anak juga bertumbuh subur.( Riris K. Toha Sarumpaet, 2010).
Di Indonesia perkembangan sastra anak belum jelas kapan mulai ada.
Hasil penelitian Chistantiowati menunjukkan bahwa pada tahun 1800-an
sudah ada bacaan yang diperuntukkan untuk anak-anak. Berdasarkan
penelitian setelah kemerdekaan, bacaan anak-anak Indonesia belum begitu
mendapatkan perhatian. Anak-anak yang berasal dari keluarga berada banyak
memiliki dan membaca karya-karya sastra. Pada tahun 1970-an pemerintah
mengadakan proyek pengadaan buku INPRES untuk mendukung
pertumbuhan perbukuan dan sastra anak di Indonesia. Kemudian secara
konsisten sastra anak semakin berkembang di Indonesia. Pada tahun 1997
terbitlah penghargaan Adikarya IKAPI yang hingga saat ini masih rutin
menilai dan menghargai bacaan anak yang terbit di Indonesia. Hingga saat ini
penerbitan buku anak semakin membaik. Tidak dapat dipungkiri bahwa sastra
memberikan banyak manfaat dalam kehidupan ini baik untuk orang dewasa
maupun untuk anak (Purbarani Jatining Panglipur, dkk, 2017).
Adapun tahap perkembangan Kemampuan Mengapresiasi Sastra Anak
sebagai berikut:
a. Usia 1-2 tahun: rima permainan, macam-macam tindakan (sedikit
memperhatikan kata-kata)
b. Usia 2-7 tahun: anak mampu memahami struktur cerita: secara simbolik
melalui bahasa, permainan dan gambar. Demikian pula anak memahami
alur atau hubungan cerita (pendahuluan, klimaks, antiklimaks, dan
penutup).

126
c. Usia 7-11 tahun (operasi konkret): tanggapan yang fleksibel, memahami
struktur sebuah buku, alur sorot balik dan identifikasi berbagai sudut
pandang cerita.
d. Usia 11-13 tahun ke atas (operasi formal): mampu berpikir abstrak, bernalar
dari hipotesis ke simpulan logis. Mereka dapat menangkap alur dan
subalur dalam pikirannya. Adakalanya terjadi perbedaan minat antara
anak lelaki dan perempuan.

3) Jenis-jenis sastra anak


Sastra anak-anak sebagai sumber pembelajaran bahasa di sekolah dasar
terdiri atas berbagai genre, yaitu: buku bergambar, fiksi realistik, fiksi sejarah,
fantasi, fiksi ilmiah, sastra tradisional, puisi, biografi, dan otobiografi. Semua
genre tersebut dapat dijadikan bahan pembelajaran apresiasi asal disesuaikan
dengan kondisi dan tingkat perkembangan anak-anak (Huck, 1987; Rothelin,
1991). Cerita yang sesuai untuk anak-anak:
− Prasekolah-Kelas I SD cerita yang digemari adalah cerita-cerita lugas,
singkat yang akrab dengan dunia mereka: fabel, anakanak, rumah,
manusia, mainan, humor, sajak-sajak dongengan, sajak-sajak merdu
dengan rima-rima yang indah.
− Usia 6-10 Tahun. Kelas I - IV SD: cerita binatang, cerita anak di negeri
lain, hikayat lama dan baru.
− Usia 11-14 Tahun. Kelas V - VI SD: membutuhkan cerita nyata, cerita
tentang kehidupan orang dewasa, cerita pahlawan, dan cerita-cerita
yang mengajarkan tentang cita-cita pribadi, petualangan,
kepahlawanan, biografi, otobiografi, mite, legenda.
a) Buku Bergambar
Gambar berperan sangat penting bagi anak-anak kelas awal SD
sebelum dapat membaca kata tertulis. Anak-anak TK dan SD awal dapat di
bantu oleh buku bergambar untuk mengenalkan tulisan yang dapat dibaca.
Dengan buku bergambar yang baik, anak-anak juga akan terbantu
memahami dan memperkaya pengalamannya dari cerita (Rothelin, 1991).
Oleh karena itu, secara umum buku untuk anak-anak diperkaya oleh
gambar, baik gambar sebagai alat penceritaan maupun gambar sebagai alat
ilustrasi.
Buku-buku bergambar dimaksudkan untuk mendorong ke arah
apresiasi dan kecintaan terhadap buku. Selain ceritanya yang secara verbal
harus menarik, gambar pun mempengaruhi minat murid untuk membaca
cerita. Oleh karena itu, gambar dalam cerita anak-anak harus hidup dan
komunikatif.
Buku bergambar dapat dikelompokkan menjadi beberapa jenis.
Rothelin dan Meinbach (1991) membagi tipe buku bergambar ini dalam (1)

127
buku abjad, (2) buku berhitung, (2) buku konsep, (4) buku bermain, dan (5)
buku cerita bergambar. Buku berhitung, abjad, konsep, dan bermain
biasanya berisi informasi. Fungsi dari keempat buku ini adalah untuk
memberikan pesan khusus. Setiap gambar yang disajikan untuk suatu objek
atau ide tertentu akan memberikan ilustrasi terhadap objek atau ide itu.
Contohnya adalah gambar burung nuri untuk menunjukan huruf /n/.
Gambar lima ekor gajah untuk menunjukkan angka 5.
Buku cerita bergambar adalah buku bergambar tetapi dalam bentuk
cerita, bukan buku informasi. Dengan demikian buku cerita bergambar
sesuai dengan ciri-ciri buku cerita, mempunyai unsur-unsur cerita (tokoh,
plot, alur). Buku cerita bergambar ini dapat dibedakan menjadi dua jenis (1)
buku cerita bergambar dengan kata-kata, (2) buku cerita bergambar tanpa
kata-kata. Kedua buku tersebut biasanya untuk prasekolah atau murid
sekolah dasar kelas awal.
b) Fiksi Relistik (Realistic Fiction)
Fiksi realistik ini umumnya mengisahkan kehidupan sekitar anak,
mengisahkan tentang keluarga, teman, dan kehidupan dalam masyarakat.
Cerita realistik (kontemporer) sebagai salah satu jenis (genre) sastra anak-
anak merupakan cerita yang sarat dengan isi yang mengarahkan anak pada
proses, pemahaman, dan pengenalan yang baik tentang alam, lingkungan,
serta pengenalan pada perasaan dan pikiran tentang diri sendiri maupun
orang lain.
Fiksi realistik adalah tulisan imajinatif yang merefleksi kehidupan
secara akurat pada masa lampau atau sekarang (Huck, 1987). Bila disebut
fiksi realistik kontemporer maka lebih cenderung berkisar tentang
kehidupan nyata yang terjadi pada masa sekarang. Fiksi realistik ini
umumnya mengisahkan kehidupan sekitar anak, mengisahkan tentang
keluarga, teman, dan kehidupan dalam masyarakat.
Tema-tema dalam cerita fiksi realistik (kontemporer) dapat dibagi
dalam beberapa jenis. Tema-tema dalam cerita fiksi realistik (kontemporer)
dapat dibagi dalam beberapa jenis. Stewig (1980) mengungkapkan tema-
tema cerita fiksi realistik tersebut (1) tema keluarga, (2) berteman, (3)
tumbuh dewasa, (4) petualangan, (5) masalahmasalah manusiawi, (6) hidup
di masyarakat majemuk. Rothelin (1991) mengungkapkan bahwa tema-tema
fiksi realistik berfokus pada masalah sehari-hari (1) isu keluarga, (2) gaya
kehidupan modern, (3) pertumbuhan, (4) masalah interpersonal, (5)
rintangan-rintangan, (6) kematian, (7) persamaan hak pria dan wanita.
c) Fiksi Sejarah
Fiksi sejarah adalah cerita realistik yang disandarkan pada masa yang
lalu/latar waktunya masa lalu (Stewig, 1980; Rothelin, 1991). Dengan
demikian fiksi sejarah berfungsi untuk menambah pengalaman pembaca
128
yang dapat dihayati dari kejadian masa lalu, perspektif untuk masa yang
akan datang, dan memberi pemahaman dan kepercayaan adanya nilai dan
kehidupan masa lalu.
Menurut Stewig (1980) ada beberapa hal yang harus
dipertimbangkan dalam cerita fiksi sejarah (1) cerita sejarah harus menarik
dan memenuhi tuntutan keseimbangan antara fakta dan fiksi, (2) harus
secara akurat merefleksi semangat atau jiwa dan nilai yang terjadi pada
waktu itu, (3) penulis harus berpijak pada tempat sejarah (histografi), (4)
keotentikan bahasa harus diperhatikan, dan (5) harus mendramatisasi fakta-
fakta sejarah.
d) Fiksi Ilmu (Science Fiction)
Fiksi ilmu adalah suatu bentuk fantasi yang berlandaskan hipotesis
tentang ramalan yang masuk akal karena berlandaskan metode ilmiah
(Huck, 1987). Alur, tema, dan latarnya secara imaj inatif didasar kan pada
pengetahuan, teori, dan spekulasi ilmiah (Sudjiman, 1984). Misalnya tentang
perjalanan ruang angkasa petualangan di planet. Fiksi ilmu memberi
kesempatan anak untuk menghipotesis mengenai keadaan yang akan
datang dengan mengimajinasi dan memprediksikannya. Fiksi ilmu
menantang anak untuk percaya dan memperkuat apa yang dapat dicapai,
sesuatu yang ada pada bayangan atau pikirannya. Hal ini memungkinkan
anak mengevaluasi bagaimana mereka hidup dengan kehidupannya dan
perubahan yang bagaimana yang akan diperbuat.
e) Cerita Fantasi
Cerita fantasi merupakan cerita khayal yang terdiri atas beberapa
jenis. Cerita yang sangat bervariasi itu memiliki persamaan dan perbedaan
dan berakar dari cerita terdahulu, yaitu cerita rakyat, legenda, mitos, dan
cerita-cerita kemanusiaan lainnya.Cerita fantasi memiliki beberapa jenis dan
variasi. Setiap jenis ceritanya memiliki ciri-ciri khusus yang kadang-kadang
memiliki unsur kesamaan maupun persamaan jika dibandingkan dengan
jenis cerita lainnya. Stewig (1980) menguraikan jenis-jenis fantasi yaitu (1)
fantasi sederhana untuk anak-anak kelas awal, (2) dongeng rakyat, (3) cerita
binatang dengan kemampuan khusus, (4) ciptaan yang aneh, (5) cerita
manusia dengan kemampuan tertentu, (6) cerita boneka mainan, (7) cerita
tentang benda-benda gaib, (8) cerita petualangan, (9) cerita tentang kekuatan
jahat/gaib, dan (10) cerita tumbuhan dengan kemampuan tertentu.
f) Biografi
Biografi adalah kisah tentang riwayat hidup seseorang yang ditulis
orang lain (Sudjiman, 1984). Bila riwayat hidup itu ditulis sendiri,
dinamakan autobiografi. Suatu cerita kehidupan bisa dibuat menjadi sebuah
fiksi atau bisa pula dibuat fakta-fakta dan peristiwa-peristiwa yang dapat
didokumentasikan sebagai buku informasi. Contoh biografi misalnya: (1)

129
Mohamad Toha Pahlawan Bandung Selatan karya Min Resmana, (2) Imam
Bonjol karya B. Waluyo, (3) Raden Wijaya Pendiri Kerajaan Majapahit karya
Soepono, (4) Semasa Kecil karya Sudharmono, dan (5) Bangkitnya Pejuang
Kemanusiaan karya Junaidi Dirhan.
g) Puisi
Istiah puisi anak-anak memiliki dua pengertian yaitu (1) puisi yang
ditulis oleh orang dewasa untuk anak-anak dan (2) puisi yang ditulis oleh
anak-anak untuk dikonsumsi mereka sendiri. Pada dasarnya puisi anak dan
orang dewasa hanya sedikit perbedaannya, yaitu dalam segi bahasa, tema
dan ungkapan emosi yang digambarkannya. Puisi anak dilihat dari dunia
citraannya digambarkan dalam things dan sign yang sesuai dengan dunia
pengalaman anak. Jika dicermati keduanya memiliki implikasi perspektif
dan pengungkapan terhadap dunia anak dengan cukup tajam. Berikut
beberapa contoh puisi anak;

CONTOH PUISI ANAK


Taman Bungaku
Taman bungaku
Bila kupandang
Hatipun senang
Tamanku cantik
Sangatlah menarik
Taman bungaku
Berserilah selalu
Jangan pernah kau layu
Karena aku kan bersedih sedu
Oh angin dari segala rindu
Mampirlah ke tamanku
Sebarkanlah harum bungaku
Ke segala penjuru

Karya: Ni Komang Juniari.Kls.IV,SDN 5 Jungutan,06/03/2015.

4) Pembelajaran Sastra Anak di Sekolah Dasar


Salah satu hal penting yang menjadi fokus dalam implementasi
Kurikulum 2013 adalah pembelajaran abad ke-21. Pada kurikulum 2013
diharapkan dapat diimplementasikan pembelajaran abad ke-21. Hal ini

130
menyikapi tuntutan zaman yang semakin kompetitif. Adapun pembelajaran
abad ke-21 mencerminkan empat hal yakni; (1) kemampuan berpikir kritis
(critical thinking skill), (2) Kreativitas (creativity), (3) Komunikasi
(communication), dan (4) Kolaborasi (collaboration).
Kedudukan pembelajaran sastra berada dalam upaya meningkatkan
kemampuan kreativitas peserta didik. Hal ini dikarenakan di sekolah dasar,
pembelajaran sastra dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan siswa
dalam mengapresiasi karya sastra. Kegiatan mengapresiasi karya sastra
berkaitan dengan latihan mempertajam perasaan, penalaran, daya khayal,
serta kepekaan terhadap masyarakat, budaya, dan lingkungan hidup.
Pengembangan kemampuan bersastra di sekolah dasar dilakukan dalam
berbagai jenis dan bentuk melalui kegiatan mendengarkan, berbicara,
membaca dan menulis.
Materi sastra sangat penting untuk disampaikan di sekolah, karena
dalam sastra terdapat nilai-nilai kehidupan yang tidak diberikan secara
perspektif, pembaca diberikan kebebasan mengambil manfaat dari sudut
pandangnya sendiri. Melalui karya sastra juga siswa akan ditempatkan sebagai
pusat dalam latar pendidikan bahasa, eksplorasi sastra, dan perkembangan
pengalaman personal. Keakraban dengan karya sastra akan memperkaya
perbendaharaan kata dan penguasaan ragam-ragam bahasa, yang mendukung
kemampuan memaknai sesuatu secara kritis dan kemampuan memproduksi
narasi.
Bagi guru, hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pembelajaran sastra
adalah, hendaknya guru menyadari prinsip ganda yang terdapat dalam karya
sastra yaitu pertama, sastra sebagai pengalaman. Pengalaman yang dimaksud
adalah apa saja yang terjadi dalam kehidupan kita untuk dihayati, dinikmati,
dirasakan, dipikirkan sehingga kita dapat lebih berinisiatif. Kedua, sastra
sebagai bahasa. Dalam sastra selalu ditampilkan simbol-simbol bahasa yang
dituntun pemahaman lebih detail. Bahasa yang dipakai dalam karya sastra
juga digunakan untuk memberikan informasi, mengatur, membujuk dan
bahkan membingungkan orang lain. Dalam sastra selalu ditampilkan simbol-
simbol bahasa yang dituntun pemahaman lebih detail. Bahasa yang dipakai
dalam karya sastra juga digunakan untuk memberikan informasi, mengatur,
membujuk dan bahkan membingungkan orang lain.
Ada beberapa kriteria yang harus dimiliki oleh seorang pendidik guru
dalam pembelajaran karya sastra anak. Adapun kriteria tersebut antara lain
adalah sebagai berikut;
− Memahami kerakteristik peserta didik mencakup tingkat apresiasi,
minat, bakat, aspirasi, dan kesulitan.

131
− Sebagai pendidik seorang guru harus menguasai bahasa (sederhana,
konkret) dan isi relevan dengan kehidupan anak.
− Memahami Kurikulum Bahasa dan Sastra Indonesia
− Memahami sejarah dan teori sastra Indonesia
− Memahami jenis sastra daerah . Pada dasarnya belajar sastra adalah
belajar bahasa dalam praktik. Belajar sastra harus berpangkal pada
realisasi bahwa setiap karya pada pokoknya merupakan kumpulan
kata yang bagi siswa harus diteliti, ditelusuri, dianalisis, dan
diintegrasikan

5) Strategi Pembelajaran Sastra


Adapun bentuk strategi yang dapat digunakan dalam proses
pembelajaran sastra anak di sekolah dasar adalah sebagai berikut:
− Bercerita
− Berbicara
− Bercakap-cakap
− Mengungkapkan pengalaman
− Membacakan puisi
− Mengarang terikat & bebas
− Menulis laporan, menulis narasi, deskripsi, eksposisi & argumentasi
− Menulis berdasarkan gambar/visual
− Mendramatisasikan karya sastra
Sedangkan metode yang dapat digunakan dalam proses pembelajaran
sastra anak di sekolah dasar adalah metode; menyimak, membaca (nyaring,
dalam hati, bersama dll) menonton, mengarang, roleplaying, bermain drama,
parafrase, dan berbagai permainan.
Berikut ini beberapa contoh minimal yang dapat dilakukan guru untuk
strategi pembelajaran sastra. (Ali Mustadi, 2021)
No Kompetensi Dasar Kategori Strategi & Metode
Sastra Anak Pembelajaran
3.6 Menguraikan kosakata tentang Syair Lagu • Menonton video syair
berbagai jenis benda di lagu dan menuliskan
lingkungan sepenelitir melalui beberapa kosakata di
teks pendek (berupa gambar, papan tulis. - Mengajak
slogan sederhana, tulisan, siswa bernyanyi
dan/atau syair lagu) bersama dan guru
meminta siswa
menuliskan kosakata
dari syair lagu bersama.

132
• Tips: Syair lagu dipilih
merupakan lagu dengan
kosakata lirik yang tidak
telalu panjang dan
mudah diulang-ulang
3.11 Mencermati puisi anak/ syair Puisi Anak • Menyimak pembacaan
lagu (berisi ungkapan puisi dari guru.
kekaguman, kebanggaan, Menonton video
hormat kepada orang tua, kasih pembacaan puisi.
sayang, atau persahabatan) Menyimak audio terkait
yang diperdengarkan dengan pembacaan puisi.
tujuan untuk kesenangan. Apabila singkat dapat
menggunakan strategi
membaca puisi.
• Tips : Menunjuk salah
satu siswa yang sudah
133ancer membaca
untuk membacakan di
hadapan teman-teman.
(bagi siswa yang sudah
133ancer membaca).
4.11 Melisankan puisi anak atau Puisi Anak • Deklamasi puisi
syair lagu (berisi ungkapan Bernyanyi bersama
kekaguman, kebanggaan, • Tips: Guru dapat
hormat kepada orang tua, kasih memberikan pengikatan
sayang, atau persahabatan) social emosional
sebagai bentuk ungkapan diri. learning. Dapat pula
dijadikan sebagai
proyek membuat puisi
dengan orang tua
dengan tujuan
membangun kedekatan
dengan anak.

D. Latihan
Menganalisis jenis-jenis sastra Indonesia, menentukan tema puisi,
melengkapi puisi yang rumpang, dan mengubah puisimenjadi prosa
Kasus:

133
Pada waktu seorang guru memperkenalkan sebuah puisi kepada
siswanya, Guru itu mengharapkan muridnya dapat menentukan tema
puisi, melengkapi puisi yang rumpang, dan menceritakan kembali puisi
tersebut dengan kata-katanya sendiri. Ternyata, sebagian besar siswa
tidak mampu mengerjakan tugas dengan baik.

Perintah:
Sebagai seorang guru, Saudara tentu perlu memberikan contoh untuk
menentukan tema, melengkapi puisi yang rumpang, dan memparafrasekan
sebuah puisi. Lengkapilah bagian yang rumpang pada puisi dan tentukan tema
puisi berikut dengan tepat! Parafrasekan pula puisi berikut bait demi bait dengan
kata-kata sendiri yang mudah dipahami oleh siswa Saudara!

AKU
Karya: Chairil Anwar
Kalau sampai ...
‘Ku mau tak seorang ‘kan merayu
Tidak juga kau
Tak perlu sedu sedan itu
Aku ini ... jalang
Dari kumpulannya terbuang
... peluru menembus kulitku
Aku tetap meradang ...
Luka dan bisa kubawa berlari
...
Hingga hilang pedih perih
Dan akan lebih tidak peduli
Aku mau hidup seribu tahun lagi

Materi Diskusi
1. Pada jenjang MI/SD, sastra anak termuat didalam implementasi kurikulum
2013 yang harus dipelajari siswa. Sementara itu, perkembangan zaman tidak
lepas dengan peran teknologi dalam pembelajaran. Kemukakan pendapat
bapak/ibu terkait peran teknologi pada siswa dengan perkembangan sastra
anak pada abad 21?
2. Sastra Anak: Jembatan Kecerdasan Intelektual dan Kebijaksanaan. Kemukakan
pendapat bapak/ibu tentang peran sastra anak dalam pembentukan karakter
siswa? Jelaskan pula, cara mengenalkan sastra anak kepada siswa yang efektif
dan menarik siswa?
134
135
E. Referensi Tambahan
● Artikel/Jurnal/Buku/Modul:
1. https://www.academia.edu/21773890/Definisi_morfologi_fonetik_f
onemik_fonem_morfologi_sintaksis_semantik,
2. https://osf.io/snmfh/download?format=pdf,
3. www.ejournal.radenintan.ac.id/index.php/albayan/article/viewFile
/353/2261, http://eprints.undip.ac.id/48453/

● Video:
1. https://www.youtube.com/watch?v=IOuYyiYgR98,
2. https://www.youtube.com/watch?v=MIHn6753Tzw,
https://www.youtube.com/watch?v=u0FlC7E55yM
3. https://www.youtube.com/watch?v=4rIRr7AZ76I
4. https://www.youtube.com/watch?v=tENZtbytB8Q
Selain materi yang bisa Bapak/Ibu dapatkan di atas, Bapak/Ibu dapat
menambah pengayaan materi melalui sumber lain yang berkaiatan dengan materi
tersebut sehingga pemahaman Bapak/Ibu menjadi lebih baik.

136
6

You might also like