Professional Documents
Culture Documents
21855-Article Text-25869-1-10-20170919
21855-Article Text-25869-1-10-20170919
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan hasil belajar siswa setelah diterapkannya model
pembelajaran berbasis laboratorium dengan pendekatan Contextual Teaching and Learning pada materi
kalor dan perubahan wujud zat di SMA Muhammadiyah 1 Gresik. Rancangan penelitian menggunakan
pre experimental design dengan bentuk ”One Group Pretest-Posttest Design”. Sasaran penelitian ini
adalah kelas X MIA 1 dan X MIA 4 SMA Muhammadiyah 1 Gresik pada semester II tahun ajaran
2015/2016 yang setiap kelas berjumlah 38 siswa. Identifikasi peningkatan hasil belajar siswa dilakukan
menggunakan hasil pre-test dan post-test dengan uji t. Analisis data penelitian menunjukkan peningkatan
hasil belajar siswa signifikan pada kedua kelas. Didapatkan hasil bahwa peningkatan tertinggi pada kedua
dalam kategori tinggi, dengan nilai <g> pada kelas X MIA 1 adalah 0.78821 kemudian disusul kelas X
MIA 4 adalah 0.74095. Keterlaksanaan pembelajaran berbasis laboratorium menggunakan pendekatan
Contextual Teaching and Learning (CTL) memperoleh nilai rata-rata dengan kategori sangat baik.
Kata kunci : Pembelajaran Berbasis Laboratorium, Pendekatan Contextual Teaching and Learning
(CTL), hasil belajar siswa
Abstract
This research had purpose to know students learning achievement after being applied laboratory-based
learning model with Contextual Teaching and Learning approach on Heat and Phase Transformation in
SMA Muhammadiyah 1 Gresik. Research that has beeb conducted uses pre experimental design in the
form “One Group Pretest-postest Design”. Subject of research is X MIA 1 and X MIA 4 clasess of SMA
Muhammadiyah 1 Gresik in the school year of 2015/2016 semester 2 where each class has 38 students.
Identification of enhancement of students learning outcomes is conducted using pre-test and post-test
result with t-test. The final result show that bothclass experience significant enchacement on students
learning outcomes. These enchancement on two class are categorized as high category, with the value
<g> on X MIA 1 class, 0.78821 and followed by X MIA 4 class, 0.74095. Finally, laboratory-based
learning using Contextual Teaching and Learning approach gets average value that categorized as very
good.
Keywords : students learning achievement, laboratory-based learning, Contextual Teaching and
Learning approach pre experimental design
laboratorium yaitu pendekatan Contextual Teaching menerapkan ketujuh komponen tersebut dalam
and Learning (CTL). pembelajarannya (Trianto, 2008).
Hasil observasi pra-penelitian yang telah Di bawah ini uraian dari tujuh komponen atau
dilakukan pada kelas X-MIA 1 SMA pilar pembelajaran kontekstual:
Muhmmadiyah 1 Gresik diperoleh bahwa dari 34 1. Kontruktivisme (Contructivism)
siswa 70,59% menunjukkan bahwa siswa masih Kontruktivisme merupakan landasan
kurang meminati pelajaran fisika sehingga siswa berfikir (filosofi) pendekatan kontekstual, yaitu
cenderung menjadi pasif dan terlihat bosan selama bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia
mengikuti proses belajar mengajar. Hal tersebut sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas
dikarenakan beberapa faktor seperti model melalui konteks yang terbatas. Pengetahuan
pembelajaran yang digunakan masih tetap sama bukanlah seperangkat fakta, konsep, atau
yakni berpusat kepada guru dan tidak memberikan kaidah yang siap untuk diambil dan diingat,
akses bagi siswa untuk berkembang secara mandiri melainkan manusia harus membangun
melalui penemuan dan proses berpikir yang pengetahuan itu memberi makna melalui
dikaitkan dalam fenomena dunia nyata dikehidupan pengalaman nyata.
sehari-hari. Jadi, untuk membantu mengatasi hal 2. Inkuiri (Inquiry)
tersebut diperlukan strategi pembelajaran yang Inkuiri merupakan bagian inti dari CTL.
mendukung kegiatan laboratorium dimana siswa Pengetahuan atau keterampilan yang diperoleh
dapat menguji teori maupun fenomena yang telah siswa diharapkan bukan hasil mengingat
dipelajari dari situasi dunia nyata dengan seperangkat fakta-fakta, tetapi hasil dari
mengamati, menemukan ataupun membangun menemukan sendiri melalui eksplorasi kegiatan
sendiri pengetahuannya melalui kegiatan nyata. ilmiah.
Menurut (Johnson, Eline B, 2011) menyatakan 3. Bertanya (Questioning)
bahwa pendekatan konstekstual yang berorientasi Bertanya dalam pembelajaran kontekstual
pada kurikulum 2013 dapat meningkatkan hasil dipandang sebagai kegiatan guru untuk
belajar siswa. Oleh karena itu, dilakukan penelitian mendorong, membimbing, dan menilai
tentang “Penerapan Pembelajaran Berbasis kemampuan berpikir siswa. Bagi siswa,
Laboratorium menggunakan Pendekatan Contextual kegiatan bertanya merupakan bagian penting
Teaching and Learning (CTL) untuk meningkatkan dalam melaksanakan pembelajaran yang
Hasil Belajar Siswa SMA Muhammadiyah 1 berbasis inkuiri, yaitu menggali informasi,
Gresik” mengkonfirmasi apa yang sudah diketahui, dan
Contextual Teaching and Learning (CTL), mengarahkan perhatian pada aspek yang ingin
CTL adalah salah satu pendekatan yang lebih dan belum diketahuinya.
banyak melibatkan siswa secara aktif serta 4. Masyarakat Belajar (Learning Community)
menjadikan kegiatan belajar mengajar Dalam kelas CTL, guru disarankan selalu
mengasyikkan dengan komponen-kompnen yang melaksanakan pembelajaran dalam kelompok-
saling terhubung dan bertujuan menolong para kelompok belajar di mana siswa dalam satu
siswa melihat makna yang ada pada setiap kelas dibagi dalam kelompok-kelompok yang
pembelajaran yang mereka dapatkan (Johnson, heterogen.
Eline B.,2011). 5. Pemodelan (Modelling)
Sesuai dengan karakteristiknya, pendekatan Pemodelan dapat dirancang dengan
CTL memiliki tujuh komponen utama, yaitu : 1. melibatkan siswa atau dengan mendatangkan
kontruktivisme (Construcktivisme), 2. inkuiri ahli dari luar sehingga dalam pembelajaran
(Inquiry), 3. bertanya (Questioning), 4. masyarakat kontekstual, guru bukanlah satu-satunya model.
belajar (Learning Community), 5. pemodelan 6. Refleksi (Reflection)
(Modelling), 6. refleksi (Reflection), 7. penilaian Refleksi adalah cara berpikir tentang apa
sebenarnya (Authentic Assesment). Sebuah kelas yang baru dipelajari atau berpikir ke belakang
dikatakan menggunakan pendekatan CTL jika tentang apa-apa yang sudah dilakukan di masa
lalu. Refleksi biasanya dilakukan diskusi pada Selanjutnya kilokalori adalah banyaknya energi
akhir pembelajaran. panas yang dibutuhkan untuk menaikkan temperatur
7. Penilaian Yang Sebenarnya (Authentic satu kilogram air dengan satu derajat Celcius.
Assessment) Karena sekarang mengakui bahwa panas hanyalah
Penilaian (assessment) adalah proses bentuk lain dari energi, maka tidak memerlukan
pengumpulan berbagai data yang bisa satuan khusus untuk panas yang berbeda dari satuan
memberikan gambaran perkembangan belajar energi lain. Kalori sekarang didefinisikan dengan
siswa. menyatakan dalam satuan SI untuk energi yaitu
(Trianto, 2008). Joule :
1 kal = 4,184 J
Kalor adalah energi yang ditransfer dari satu (Tipler,1998)
benda ke benda lain karena beda temperatur. Dalam Satuan AS sehari-hari untuk panas adalah Btu
abad ke-17 Galileo, Newton dan ilmuwan lain yaitu British thermal unit, yang semula didefinisikan
umumnya mendukung teori atom Yunani kuno, sebagai jumlah energi yang dibutuhkan untuk
yang menganggap panas sebagai wujud gerakan menaikkan temperatur satu pound air dengan satu
molekuler. Pada dasarnya kalor adalah perpindahan derajat Fahrenheit. Btu dihubungkan dengan kalori
energi kinetik dari satu benda yang bersuhu lebih dan joule dengan persamaan :
tinggi ke benda yang bersuhu lebih rendah. Pada
1 Btu = 252 kal = 1,054 Kj
waktu zat mengalami pemanasan, partikel-partikel
(Tipler,1998)
benda akan bergetar dan menumbuk partikel
Dari definisi awal kalori, panas jenis air adalah
tetangga yang bersuhu rendah. Hal ini berlangsung
terus menerus membentuk energi kinetik rata-rata Cair = 1 kal/g◦C = 1 kkal/g◦C
sama antara benda panas dengan benda yang semula Cair = 1 kal/g◦C = 4,184 kJ/kg.K
dingin. Pada kondisi seperti ini terjadi (Tipler,1998)
keseimbangan termal dan suhu kedua benda akan Dengan cara sama, dari definisi Btu, panas jenis air
sama (Tipler,1998). dalam satuan AS sehari-hari adalah
Bila energi panas ditambahkan pada suatu zat,
maka temepratur zat itu biasanya naik. Cair = 1 Btu/1b.◦F
(pengecualian terjadi selama perubahan fasa, seperti (Tipler,1998)
bila air membeku atau menguap). Jumlah enegi Pengukuran yang diteliti menunjukkan bahwa
panas Q yang dibutuhkan untuk kenaikan panas jenis air berubah sedikit dengan temperatur,
temperatur suatu zat adalah sebanding dengan namun variasi ini hanya sekitar 1 persen dari seluru
perubahan temperatur dan massa zat itu : jangkauan temperatur dari 0 sampai 100◦C.
Q = C ΔT Biasanya perubahan yang kecil ini diabaikan dan
Q = mc ΔT panas jenis air diambil sebagai 1 kkal/kg.K = 4,18
(Tipler,1998)
kJ/kg.K.
Dengan C adalah kapasitas panas zat, yang Kapasitas panas per mole dinamakan kapasitas
didefinisikan sebagai energi panas yang dibutuhkan molar Cm. Kapasitas panas molar sama dengan
untuk menaikkan temperatur suatu zat dengan satu panas jenis (kapasitas panas per satuan massa) kali
derajat. Kalor (panas) jenis c adalah kapasitas panas massa molar M (massa per mole) :
per satuan massa :
Cm = M c
c = C/m
Kapasitas panas n mole zat dengan demikian adalah
(Tipler,1998)
Satuan energi panas historis, kalori, mula-mula C = n Cm
didefinisikan sebagai jumlah energi panas yang (Tipler,1998)
dibutuhkan untuk menaikkan temperatur satu gram
Perubahan Wujud Zat
air satu derajat Celcius atau satu Kelvin karena
Phase atau wujud suatu benda pada umumnya
derajat Celcius dan Kelvin besarnya sama.
tergantung pada temperaturnya. Benda dapat berada
dalam fase padat, cair dan gas. Pada umumnya memberikan panas Q3. Pada kondisi ini, tetap
bahan hanya berada pada phase gas bila temperatur ditambahkan panas Q4 hingga benda akan berubah
tinggi dan tekanannya yang rendah. Pada temperatur wujud menjadi uap pada suhu Tu. Setelah kondisi
yang rendah dan tekanan yang tinggi, gas berubah uap ini dicapai suhunya dinaikkan lagi sampai
ke phase cair ke phase padat (Tim dosen Fisika mencapai kondisi yang diminta (T2) dengan
FMIPA ITS, 2011) menambahkan pnas Q5. Dari keseluruhan proses di
atas akan diperoleh banyaknya panas yang
diperlukan untuk proses perubahan wujud (Tim
dosen Fisika FMIPA ITS, 2011).
Pada peristiwa melebur atau meleleh, panas
diserap atau dikeluarkan oleh benda yang
mengeluarkan perubaha phase tersebut, demikian
pula pada peristiwa mendidih, mengembun dan
sublemasi. Banyaknya panas persatuan massa benda
pada waktu terjadi perubahan phase disebut panas
Gambar 1. Diagram Perubahan Wujud Zat
(Sumber: http://arifkristanta.wordpress.com/2012/10/10/kalor/) laten (L). Secara sistematik ditulis
XI MIA 4 0.740947 Tinggi belajar siswa pada materi kalor dan perubahan
wujud zat untuk kedua kelas mengalami
Dari tabel tersebut, diperoleh bahwa rata- peningkatan yang signifikan setelah diberi
rata peningkatan hasil belajar siswa berada pada perlakuan pembelajaran berbasis laboratorium
kategori tinggi. Peningkatan kemampuan hasil menggunakan pendekatan Contextual Teaching
belajar siswa terjadi pada kedua kelas. Hasil rata- and Learning. Kemudian berdasarkan uji gain
rata peningkatan hasil belajar siswa yang tertinggi ternomalisasi, besarnya peningkatan hasil belajar
terjadi pada kelas X MIA 1 dengan nilai gain siswa pada kelas X MIA 1 dan X MIA 4 dalam
sebesar 0.78821 dalam kategori tinggi. Kemudian kategori tinggi yaitu pada kelas X MIA 1 <g>
pada kelas X MIA 4 diperoleh nilai gain sebesar sebesar 0,78821 dan untuk kelas X MIA 4 <g>
0.740947 dalam kategori tinggi. Sehingga ada sebesar 0,740947.
peningkatan hasil belajar pada kedua kelas Saran
setelahditerapkannya pembelajaran berbasis Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh
laboratorium menggunakan pendekatan Contextual maka peneliti memberikan saran pada peneliti lain
Teaching and Learning (CTL). agar dapat melaksanakan penelitian dengan lebih
Berdasarkan nilai pretest dan posttest yang baik. Saran yang diberikan antara lain:
diperoleh siswa di kedua kelas memiliki perbedaan 1. Sebelum kegiatan belajar mengajar dimulai,
yang cukup signifikan. Hal ini menunjukkan sebaiknya peneliti harus menjelaskan secara
bahwa terdapat peningkatan hasil belajar setelah lebih rinci kepada siswa tentang strategi yang
diterapkan pembelajaran berbasis laboratorium akan diterapkan di kelas agar dalam
menggunakan pendekatan Contextual Teaching and pembelajaran siswa memahami apa yang
Learning (CTL) di kelas eksperimen maupun harus dilakukan.
replikasi. 2. Dalam kegiatan observasi kegiatan praktikum
Peningkatan hasil belajar siswa saat dan observasi pembelajaran berbasis
kegiatan belajar mengajar berlangsung yang tinggi laboratorium menggunakan pendekatan
setelah diterapkan pembelajaran berbasis Contextual Teaching and Learning, sebaiknya
laboratorium menggunakan pendekatan Contextual digunakan observer yang lebih banyak agar
Teaching and Learning (CTL) sudah hasil observasi lebih akurat, teliti dan
menunjukkan bahwa siswa sudah bagus dalam objektif.
menerapkan model pembelajaran langsung dengan 3. Peneliti lain juga harus mempertimbangkan
pendekatan Contextual Teaching and Learning kondisi dan kelengkapan alat yang digunakan
(CTL) saat kegiatan praktikum. Komponen hasil dalam kegiatan laboratorium agar proses
belajar siswa yang digunakan terdapat keterkaitan pembelajaran berjalan dengan baik.
secara langsung dengan komponen pendekatan
Contextual Teaching and Learning (CTL)
DAFTAR PUSTAKA
berbasis laboratorium sehingga bisa memudahkan
proses belajar mengajar. Hal ini sesuai dengan Abdulmanan, Abdurrouf. 1993. Pengelolaan
Laboratorium Fisika. Surabaya : University
penelitian dari (Johnson, Eline B, 2012). Beliau
Press IKIP Surabaya
menyatakan bahwa penerapan pembelajaran
berbasis laboratorium menggunakan pendekatan Arifin, Zaenal. 2012. Metode Penelitian
Contextual Teaching and Learning (CTL) dapat Pendidikan Filosofi, Teori & Aplkasinya.
Lamongan: Lentera Cendikia.
meningkatkan hasil belajar siswa.
Damayanti, Anti dan Isma Kurniatanty.
PENUTUP 2008.Manajemen & Teknik Laboratorium,
Yogyakarta: Prodi Biologi, Fakultas Saintek,
Simpulan
UIN SUKA.
Berdasarkan hasil analisis data dan
pembahasan sebelumnya dapat disimpulkan bahwa Depdiknas. 2004. Pembelajaran Bertaraf
berdasarkan hasil uji-t peningkatan (gain), hasil Laboratotium. Jakarta
Giancoli, C. Douglas. 2001. Fisika Edisi Kelima. Santoso, Adi. 2015. Penerapan Metode
Terjemahan Yuhilza Hanum. Pembelajaran berbasis Laboratorium untuk
Jakarta:Erlangga meningkatkan Hasil Belajar siswa materi
Alat-alat Optik kelas X di SMA Negeri 1
Hake, R. R. 1998. Interactive Engagement Versus Plaosan, Magetan. (online) melalui
Tradisional Methods; A Six-Thousand- http://ejournal.unesa.ac.id/index.php/inovasi-
Student Survey of Mechanics Tes Data For pendidikan-fisika/article/view/13318/baca-
Introductory Phisics Course, Am. J. Phisics. artikel .pdf , diakses pada tanggal 9
American Association of Phisics Teachers. September 2015.
Hanafiah, Nanang. Suhana, Cucu. 2010. Konsep Sudjana. 2005. Metode Statistik. Bandung: Tarsito.
Strategi Pembelajaran. Bandung: PT Refika
Aditaman Sudjana, Nana. 2009. Dasar-Dasar Proses Belajar
Mengajar. Jakarta: Sinar Baru Algersindo.
Hasanah, Retno. 2001. Fisika Dasar I seri
Termofisika. Surabaya: UNESA. Sudjana, Nana. 2011. Penilaian Hasil Proses
Belajar Mengajar.Bandung: PT Remaja
Imam, Poernmo. 1994. FISIKA 2. Jakarta: Pusat Rosdakarya.
Perbukuan, Depdikbud
Sugiyono. 2012. StatistikauntukPenelitian.
Johnson, Eline B. 2011. CTL (Contextual Bandung: ALFABETA Bandung.
Teaching and Learning). Bandung : Kaifa.
Suharsimi, A. 2010. Prosedur Penelitian “Suatu
Kanginan, Marthen. 2013. Fisika Untuk SMA Pendekatan Praktik”. Jakarta: PT. Rineka
Kelas X. Penerbit Erlangga:Jakarta. Cipta.
Kemendikbud. 2013. Konsep Pendekatan Suharsimi, A. 2012. Prosedur Penelitian “Suatu
Scientific. Jakarta: Kemendikbud Pendekatan Praktik”. Jakarta: PT. Rineka
Kertiasa, Nyoman. 2006. Laboratorium Sekolah Cipta.
dan Pengelolaannya. Bandung: Pudak Sunarti dan Selly Rahmawati. 2014. Penilaian
Scientific. dalam Kurikulum 2013. Yogyakarta: ANDI
M. Saleh H. Emha, dkk. 2002. Pedoman Yogyakarta.
Penggunaan Laboratorium Sekolah, Tim dosen Fisika FMIPA ITS. 2011.FISIKA I
Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Kinematika-Dinamika-Getaran-Panas.
Mas’adah. 2014. Implementasi Pendekatan Surabaya: Yayasan Pembina Jurusan Fisika
Contextual Teaching and Learning (CTL) FMIPA ITS.
dengan Teknik Mind Mapping padamateri Tipler. 1998. FISIKA untuk Sains dan Teknik.
Elastisitas kelas X SMA Negeri 1 Gedangan. Jakarta: Erlangga.
Skripsi FMIPA UNESA tidak dipublikasikan.
Trianto. 2008. Mendesain Pembelajaran
Nanang Hanafi & Cucu Suhana. 2010. Konsep Konstekstual di Kelas. Surabaya: Cerdas
Strategi Pembelajaran. Bandung: Aditama. Pustaka
Permendikbud no 103. 2014. Peraturan Menteri Wirasasmita Omang. 1989. Pengantar
Pendidikan dan Kebudayaan Republik Laboratorium Fisika. Jakarta:Departemen
Indonesia. Jakarta: Kepala biro hukum Pendidikan dan Kebudayaan
kemendikbud.
Permendikbud no 104. 2014. Peraturan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan Republik
Indonesia. Jakarta: Kepala biro hukum
kemendikbud.
Sanjaya, Wina. 2013. Strategi Pembelajaran
Berorientasi Standart Proses Pendidikan.
Jakarta: Kencana Prenadamedia.