You are on page 1of 7

Jurnal Inovasi Pendidikan Fisika (JIPF) Vol. 05 No.

03, September 2016, 230-236


ISSN: 2302-4496

PENERAPAN PEMBELAJARAN BERBASIS LABORATORIUM MENGGUNAKAN


PENDEKATAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) UNTUK MENINGKATKAN
HASIL BELAJAR SISWA SMA MUHAMMADIYAH 1 GRESIK

Dewi Antika, Alimufi Arief


Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Surabaya
Email: dewia550@gmail.com

Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan hasil belajar siswa setelah diterapkannya model
pembelajaran berbasis laboratorium dengan pendekatan Contextual Teaching and Learning pada materi
kalor dan perubahan wujud zat di SMA Muhammadiyah 1 Gresik. Rancangan penelitian menggunakan
pre experimental design dengan bentuk ”One Group Pretest-Posttest Design”. Sasaran penelitian ini
adalah kelas X MIA 1 dan X MIA 4 SMA Muhammadiyah 1 Gresik pada semester II tahun ajaran
2015/2016 yang setiap kelas berjumlah 38 siswa. Identifikasi peningkatan hasil belajar siswa dilakukan
menggunakan hasil pre-test dan post-test dengan uji t. Analisis data penelitian menunjukkan peningkatan
hasil belajar siswa signifikan pada kedua kelas. Didapatkan hasil bahwa peningkatan tertinggi pada kedua
dalam kategori tinggi, dengan nilai <g> pada kelas X MIA 1 adalah 0.78821 kemudian disusul kelas X
MIA 4 adalah 0.74095. Keterlaksanaan pembelajaran berbasis laboratorium menggunakan pendekatan
Contextual Teaching and Learning (CTL) memperoleh nilai rata-rata dengan kategori sangat baik.
Kata kunci : Pembelajaran Berbasis Laboratorium, Pendekatan Contextual Teaching and Learning
(CTL), hasil belajar siswa

Abstract
This research had purpose to know students learning achievement after being applied laboratory-based
learning model with Contextual Teaching and Learning approach on Heat and Phase Transformation in
SMA Muhammadiyah 1 Gresik. Research that has beeb conducted uses pre experimental design in the
form “One Group Pretest-postest Design”. Subject of research is X MIA 1 and X MIA 4 clasess of SMA
Muhammadiyah 1 Gresik in the school year of 2015/2016 semester 2 where each class has 38 students.
Identification of enhancement of students learning outcomes is conducted using pre-test and post-test
result with t-test. The final result show that bothclass experience significant enchacement on students
learning outcomes. These enchancement on two class are categorized as high category, with the value
<g> on X MIA 1 class, 0.78821 and followed by X MIA 4 class, 0.74095. Finally, laboratory-based
learning using Contextual Teaching and Learning approach gets average value that categorized as very
good.
Keywords : students learning achievement, laboratory-based learning, Contextual Teaching and
Learning approach pre experimental design

yang sangat penting untuk menjamin kelangsungan


PENDAHULUAN
hidup bangsa dan negara dengan mewujudkan
Di abad ke 21 ini, sistem pendidikan masyarakat yang berkualitas dalam bidang
menghadapi tantangan yang sangat kompleks dalam pendidikan.
upaya menyiapkan kualitas Sumber Daya Manusia Pembelajaran Fisika pada Kurikulum 2013
(SDM) yang mampu bersaing di era global. Upaya salah satunya menggunakan pendekatan saintifik
yang tepat untuk menyiapkan Sumber Daya dimana terdapat proses saintifik atau ilmiah yang
Manusia (SDM) yang berkualitas dan bermutu tidak lepas dari praktik secara langsung dan
tinggi adalah pendidikan. mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan
Pendidikan hendaknya melihat jauh ke depan situasi dunia nyata siswa. Percobaan yang
dan memikirkan apa yang akan dihadapi peserta melibatkan siswa secara langsung di laboratorium
didik dalam kehidupan masa depannya dengan merupakan salah satu cara pembelajaran berbasis
bimbingan, pengajaran dan pengembangan laboratorium yang lebih bermakna bagi siswa.
kurikulum. Karena pendidikan memegang peranan Pendekatan yang sesuai dengan kegiatan

Dewi Antika, Alimufi Arief 230


Jurnal Inovasi Pendidikan Fisika (JIPF) Vol. 05 No. 03, September 2016, 230-236
ISSN: 2302-4496

laboratorium yaitu pendekatan Contextual Teaching menerapkan ketujuh komponen tersebut dalam
and Learning (CTL). pembelajarannya (Trianto, 2008).
Hasil observasi pra-penelitian yang telah Di bawah ini uraian dari tujuh komponen atau
dilakukan pada kelas X-MIA 1 SMA pilar pembelajaran kontekstual:
Muhmmadiyah 1 Gresik diperoleh bahwa dari 34 1. Kontruktivisme (Contructivism)
siswa 70,59% menunjukkan bahwa siswa masih Kontruktivisme merupakan landasan
kurang meminati pelajaran fisika sehingga siswa berfikir (filosofi) pendekatan kontekstual, yaitu
cenderung menjadi pasif dan terlihat bosan selama bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia
mengikuti proses belajar mengajar. Hal tersebut sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas
dikarenakan beberapa faktor seperti model melalui konteks yang terbatas. Pengetahuan
pembelajaran yang digunakan masih tetap sama bukanlah seperangkat fakta, konsep, atau
yakni berpusat kepada guru dan tidak memberikan kaidah yang siap untuk diambil dan diingat,
akses bagi siswa untuk berkembang secara mandiri melainkan manusia harus membangun
melalui penemuan dan proses berpikir yang pengetahuan itu memberi makna melalui
dikaitkan dalam fenomena dunia nyata dikehidupan pengalaman nyata.
sehari-hari. Jadi, untuk membantu mengatasi hal 2. Inkuiri (Inquiry)
tersebut diperlukan strategi pembelajaran yang Inkuiri merupakan bagian inti dari CTL.
mendukung kegiatan laboratorium dimana siswa Pengetahuan atau keterampilan yang diperoleh
dapat menguji teori maupun fenomena yang telah siswa diharapkan bukan hasil mengingat
dipelajari dari situasi dunia nyata dengan seperangkat fakta-fakta, tetapi hasil dari
mengamati, menemukan ataupun membangun menemukan sendiri melalui eksplorasi kegiatan
sendiri pengetahuannya melalui kegiatan nyata. ilmiah.
Menurut (Johnson, Eline B, 2011) menyatakan 3. Bertanya (Questioning)
bahwa pendekatan konstekstual yang berorientasi Bertanya dalam pembelajaran kontekstual
pada kurikulum 2013 dapat meningkatkan hasil dipandang sebagai kegiatan guru untuk
belajar siswa. Oleh karena itu, dilakukan penelitian mendorong, membimbing, dan menilai
tentang “Penerapan Pembelajaran Berbasis kemampuan berpikir siswa. Bagi siswa,
Laboratorium menggunakan Pendekatan Contextual kegiatan bertanya merupakan bagian penting
Teaching and Learning (CTL) untuk meningkatkan dalam melaksanakan pembelajaran yang
Hasil Belajar Siswa SMA Muhammadiyah 1 berbasis inkuiri, yaitu menggali informasi,
Gresik” mengkonfirmasi apa yang sudah diketahui, dan
Contextual Teaching and Learning (CTL), mengarahkan perhatian pada aspek yang ingin
CTL adalah salah satu pendekatan yang lebih dan belum diketahuinya.
banyak melibatkan siswa secara aktif serta 4. Masyarakat Belajar (Learning Community)
menjadikan kegiatan belajar mengajar Dalam kelas CTL, guru disarankan selalu
mengasyikkan dengan komponen-kompnen yang melaksanakan pembelajaran dalam kelompok-
saling terhubung dan bertujuan menolong para kelompok belajar di mana siswa dalam satu
siswa melihat makna yang ada pada setiap kelas dibagi dalam kelompok-kelompok yang
pembelajaran yang mereka dapatkan (Johnson, heterogen.
Eline B.,2011). 5. Pemodelan (Modelling)
Sesuai dengan karakteristiknya, pendekatan Pemodelan dapat dirancang dengan
CTL memiliki tujuh komponen utama, yaitu : 1. melibatkan siswa atau dengan mendatangkan
kontruktivisme (Construcktivisme), 2. inkuiri ahli dari luar sehingga dalam pembelajaran
(Inquiry), 3. bertanya (Questioning), 4. masyarakat kontekstual, guru bukanlah satu-satunya model.
belajar (Learning Community), 5. pemodelan 6. Refleksi (Reflection)
(Modelling), 6. refleksi (Reflection), 7. penilaian Refleksi adalah cara berpikir tentang apa
sebenarnya (Authentic Assesment). Sebuah kelas yang baru dipelajari atau berpikir ke belakang
dikatakan menggunakan pendekatan CTL jika tentang apa-apa yang sudah dilakukan di masa

Dewi Antika, Alimufi Arief 231


Jurnal Inovasi Pendidikan Fisika (JIPF) Vol. 05 No. 03, September 2016, 230-236
ISSN: 2302-4496

lalu. Refleksi biasanya dilakukan diskusi pada Selanjutnya kilokalori adalah banyaknya energi
akhir pembelajaran. panas yang dibutuhkan untuk menaikkan temperatur
7. Penilaian Yang Sebenarnya (Authentic satu kilogram air dengan satu derajat Celcius.
Assessment) Karena sekarang mengakui bahwa panas hanyalah
Penilaian (assessment) adalah proses bentuk lain dari energi, maka tidak memerlukan
pengumpulan berbagai data yang bisa satuan khusus untuk panas yang berbeda dari satuan
memberikan gambaran perkembangan belajar energi lain. Kalori sekarang didefinisikan dengan
siswa. menyatakan dalam satuan SI untuk energi yaitu
(Trianto, 2008). Joule :
1 kal = 4,184 J
Kalor adalah energi yang ditransfer dari satu (Tipler,1998)
benda ke benda lain karena beda temperatur. Dalam Satuan AS sehari-hari untuk panas adalah Btu
abad ke-17 Galileo, Newton dan ilmuwan lain yaitu British thermal unit, yang semula didefinisikan
umumnya mendukung teori atom Yunani kuno, sebagai jumlah energi yang dibutuhkan untuk
yang menganggap panas sebagai wujud gerakan menaikkan temperatur satu pound air dengan satu
molekuler. Pada dasarnya kalor adalah perpindahan derajat Fahrenheit. Btu dihubungkan dengan kalori
energi kinetik dari satu benda yang bersuhu lebih dan joule dengan persamaan :
tinggi ke benda yang bersuhu lebih rendah. Pada
1 Btu = 252 kal = 1,054 Kj
waktu zat mengalami pemanasan, partikel-partikel
(Tipler,1998)
benda akan bergetar dan menumbuk partikel
Dari definisi awal kalori, panas jenis air adalah
tetangga yang bersuhu rendah. Hal ini berlangsung
terus menerus membentuk energi kinetik rata-rata Cair = 1 kal/g◦C = 1 kkal/g◦C
sama antara benda panas dengan benda yang semula Cair = 1 kal/g◦C = 4,184 kJ/kg.K
dingin. Pada kondisi seperti ini terjadi (Tipler,1998)
keseimbangan termal dan suhu kedua benda akan Dengan cara sama, dari definisi Btu, panas jenis air
sama (Tipler,1998). dalam satuan AS sehari-hari adalah
Bila energi panas ditambahkan pada suatu zat,
maka temepratur zat itu biasanya naik. Cair = 1 Btu/1b.◦F
(pengecualian terjadi selama perubahan fasa, seperti (Tipler,1998)
bila air membeku atau menguap). Jumlah enegi Pengukuran yang diteliti menunjukkan bahwa
panas Q yang dibutuhkan untuk kenaikan panas jenis air berubah sedikit dengan temperatur,
temperatur suatu zat adalah sebanding dengan namun variasi ini hanya sekitar 1 persen dari seluru
perubahan temperatur dan massa zat itu : jangkauan temperatur dari 0 sampai 100◦C.
Q = C ΔT Biasanya perubahan yang kecil ini diabaikan dan
Q = mc ΔT panas jenis air diambil sebagai 1 kkal/kg.K = 4,18
(Tipler,1998)
kJ/kg.K.
Dengan C adalah kapasitas panas zat, yang Kapasitas panas per mole dinamakan kapasitas
didefinisikan sebagai energi panas yang dibutuhkan molar Cm. Kapasitas panas molar sama dengan
untuk menaikkan temperatur suatu zat dengan satu panas jenis (kapasitas panas per satuan massa) kali
derajat. Kalor (panas) jenis c adalah kapasitas panas massa molar M (massa per mole) :
per satuan massa :
Cm = M c
c = C/m
Kapasitas panas n mole zat dengan demikian adalah
(Tipler,1998)
Satuan energi panas historis, kalori, mula-mula C = n Cm
didefinisikan sebagai jumlah energi panas yang (Tipler,1998)
dibutuhkan untuk menaikkan temperatur satu gram
Perubahan Wujud Zat
air satu derajat Celcius atau satu Kelvin karena
Phase atau wujud suatu benda pada umumnya
derajat Celcius dan Kelvin besarnya sama.
tergantung pada temperaturnya. Benda dapat berada

Dewi Antika, Alimufi Arief 232


Jurnal Inovasi Pendidikan Fisika (JIPF) Vol. 05 No. 03, September 2016, 230-236
ISSN: 2302-4496

dalam fase padat, cair dan gas. Pada umumnya memberikan panas Q3. Pada kondisi ini, tetap
bahan hanya berada pada phase gas bila temperatur ditambahkan panas Q4 hingga benda akan berubah
tinggi dan tekanannya yang rendah. Pada temperatur wujud menjadi uap pada suhu Tu. Setelah kondisi
yang rendah dan tekanan yang tinggi, gas berubah uap ini dicapai suhunya dinaikkan lagi sampai
ke phase cair ke phase padat (Tim dosen Fisika mencapai kondisi yang diminta (T2) dengan
FMIPA ITS, 2011) menambahkan pnas Q5. Dari keseluruhan proses di
atas akan diperoleh banyaknya panas yang
diperlukan untuk proses perubahan wujud (Tim
dosen Fisika FMIPA ITS, 2011).
Pada peristiwa melebur atau meleleh, panas
diserap atau dikeluarkan oleh benda yang
mengeluarkan perubaha phase tersebut, demikian
pula pada peristiwa mendidih, mengembun dan
sublemasi. Banyaknya panas persatuan massa benda
pada waktu terjadi perubahan phase disebut panas
Gambar 1. Diagram Perubahan Wujud Zat
(Sumber: http://arifkristanta.wordpress.com/2012/10/10/kalor/) laten (L). Secara sistematik ditulis

Pada Gambar 1, ditunjukkan diagram Q=mL


perubahan wujud zat. Melebur adalah perubahan (Tim dosen Fisika FMIPA ITS, 2011)
wujud dari padat menjadi cair. Membeku adalah Diketahui bahwa kalor berpindah dari satu
perubahan wujud dari cair menjadi padat. Menguap benda yang bersuhu tinggi ke benda yang bersuhu
adalah perubahan wujud dari cair menjadi gas. rendah.
Mengembun adalah perubahan wujud dari gas Misalkan m adalah massa benda, c adalah
menjadi cair. Menyublim adalah perubahan wujud panas jenis dan Ti0 adalah temperatur awal. Jika Tf
dari padat langsung menjadi gas (tanpa melalui adalah temperatur akhir benda dalam bejana air,
wujud cair). Mengkristal atau deposisi adalah maka panas yang keluar dari benda adalah.
perubahan langsung dari wujud gas ke wujud padat. Qkeluar = mc (Ti0 - Tf )
sumbu x (Tipler,1998)
Dengan cara sama, jika Tia adalah temperatur
awal air dan wadahnya dan Tf adalah temperatur
akhirnya maka panas yang diserap oleh air dan
wadahnya.
Qmasuk = ma ca (Tf - Tia) + mw cw (Tf – Tia)
(Tipler,1998)
Karena jumlah panas ini sama, panas jenis c
sumbu y
benda dapat dihitung dengan menuliskan panas
yang keluar dari benda sama dengan panas yang
Gambar 2. Grafik temperatur-kalor untuk es sampai menjadi uap air masuk air dan wadahnya. Sehingga persamaannya
(Sumber: Tim dosen Fisika FMIPA ITS, 2011. Hal 181)
dapat ditulis.
Dapat dilihat pada Gambar 2.6, mula-mula Qkeluar = Qmasuk
temperatur dinaikkan benda sampai mencapai mc (Ti0 - Tf ) = ma ca (Tf - Tia) + mw cw (Tf – Tia)
temperatur leburnya T1, dengan cara menambahkan (Tipler,1998)
panas Q. Setelah mencapai temperatur T1 terus
ditambahkan panas Q2 sehingga benda melebur pada Kekekalan energi (Azas black) pada pertukaran
suhu tersebut. Setelah benda berubah wujud menjadi kalor, seperti yang ditunjukkan oleh rumusan di
cair suhunya terus dinaikkan hingga mencapai suhu atas, pertama kali diukur oleh Joseph Black (1728-
dimana benda mulai menguap (Tu) dengan 1799), seorang ilmuwan Inggris.

Dewi Antika, Alimufi Arief 233


Jurnal Inovasi Pendidikan Fisika (JIPF) Vol. 05 No. 03, September 2016, 230-236
ISSN: 2302-4496

METODE HASIL DAN PEMBAHASAN


Jenis penelitian yang digunakan adalah Pembelajaran berbasis laboratorium
penelitian deskriptif kuantitatif dengan menggunakan pendekatan Contextual Teaching and
menggunakan pre-experimental design. Desain Learning (CTL) meliputi kontruktivisme
penelitian yang digunakan yaitu one group pretest- (contructivism), menemukan (inquiry), Bertanya
posttest. Subjek dalam penelitian ini yaitu kelas X (questioning), pemodelan (modelling), masyarakat
MIA 1 dan kelas X MIA 4 di SMA Muhammadiyah belajar (learning community), refleksi (reflection),
1 Gresik. Pengambilan sampel pada penelitian ini penilaian (autentic assessment).
menggunakan teknik sampling purposive. Penelitian Berdasarkan hasil analisis keterlaksanaan
ini dilaksanakan pada semester genap selama bulan pembelajaran menggunakan pembelajaran berbasis
April-Mei 2016 dengan populasi yang digunakan laboratorium menggunakan pendekatan Contextual
yaitu kelas X. Teaching and Learning (CTL) pada 2 kali
Uji coba soal dilakukan untuk menentukan pertemuan diperoleh bahwa nilai rata-rata pada
kelayakan instrumen penelitian yang akan digunakan materi kalor dan perubahan wujud zat di kedua
pada penelitian dengan sampel 30 siswa kelas X di kelas yaitu untuk aspek pertama pada kegiatan awal
SMA Negeri 1 Manyar. Instrumen soal telah mendapat nilai sebesar 3.94 dengan kategori sangat
dikalsifikasikan menggunakan ranah kognitif baik, aspek kedua yaitu pada kegiatan inti mendapat
taksonomi bloom yang baru. Instrumen soal yang nilai sebesar 3.74 dengan kategori sangat baik,
digunakan mencakup materi kalor dan perubahan aspek ketiga yaitu penutup mendapat nilai sebesar
wujud zat. 3.78 dengan kategori sangat baik, aspek keempat
Populasi diberikan perlakuan awal berupa yaitu pengelolaan waktu mendapatkan nilai sebesar
pretest untuk mengetahui bahwa populasi 3.46 dengan kategori sangat baik, sedangkan untuk
terdistribusi secara normal dan homogen. Sampel aspek kelima yaitu pada suasana kelas mendapatkan
penelitian menggunakan dua kelas yaitu kelas X nilai sebesar 3.92 dengan kategori sangat baik.
MIA 1 sebagai kelas eksperimen dan kelas X MIA 4 Sebelum pembelajaran, diberikan pretest
sebagai kelas replikasi. Kedua kelas tersebut untuk mengetahui kemampuan awal siswa pada
diberikan perlakuan yang sama. Setelah diberikan materi kalor dan perubahan wujud zat. Kemudian
perlakuan berupa penerapan pembelajaran berbasis diberikan perlakuan dengan menggunakan
laboratorium menggunakan pendekatan Contextual pembelajaran berbasis laboratorium menggunakan
Teaching and Learning (CTL), kedua sampel pendekatan Contextual Teaching and Learning
penelitian diberikan posttest untuk mengetahui (CTL). Posttest diberikan untuk mengetahui
adanya peningkatan kemampuan hasil belajar siswa. peningkatan hasil belajar siswa setelah dilakukan 2
Hasil nilai pretest dan posttest diuji menggunakan kali pertemuan pembelajaran. Rata-rata nilai
uji t dan uji gain ternormalisasi untuk mengetahui posttest siswa kelas eksperimen dan replikasi
seberapa besar peningkatan hasil belajar siswa pada menunjukkan hasil yang lebih baik dibandingkan
kedua kelas. saat pretest. Berdasarkan hasil pretest dan posttest
Selama pelaksanaan pembelajaran, aktivitas dapat diketahui peningkatan hasil belajar siswa
guru diamati oleh dua observer yaitu guru pelajaran dengan menggunakan uji t dan uji gain
fisika dan satu mahasiswa. Aktivitas guru diamati ternormalisasi dan diperoleh hasil sebagai berikut:
untuk mengetahui kemampuan guru dalam Tabel 1. Hasil Analisis Ujit-gain
melaksanakan kegiatan pembelajaran sehingga Kelas thitung ttabel Keterangan
pembelajaran telah terlaksana dengan baik dan X MIA 1 18,3369374
1,70 Ho ditolak
sesuai dengan sintaks pembelajarn langsung dengan XMIA 4 19,143078
pendekatan Contextual Teaching and Learning
(CTL), sedangkan aktivitas siswa diamati untuk Tabel 2. Nilai rata-rata gain skor ternormalisasi
mengetahui keterampilan berpikir kritis siswa sesuai Kelas Kategori
dengan indikator penilaian keterampilan. XI MIA 1 0.78821 Tinggi

Dewi Antika, Alimufi Arief 234


Jurnal Inovasi Pendidikan Fisika (JIPF) Vol. 05 No. 03, September 2016, 230-236
ISSN: 2302-4496

XI MIA 4 0.740947 Tinggi belajar siswa pada materi kalor dan perubahan
wujud zat untuk kedua kelas mengalami
Dari tabel tersebut, diperoleh bahwa rata- peningkatan yang signifikan setelah diberi
rata peningkatan hasil belajar siswa berada pada perlakuan pembelajaran berbasis laboratorium
kategori tinggi. Peningkatan kemampuan hasil menggunakan pendekatan Contextual Teaching
belajar siswa terjadi pada kedua kelas. Hasil rata- and Learning. Kemudian berdasarkan uji gain
rata peningkatan hasil belajar siswa yang tertinggi ternomalisasi, besarnya peningkatan hasil belajar
terjadi pada kelas X MIA 1 dengan nilai gain siswa pada kelas X MIA 1 dan X MIA 4 dalam
sebesar 0.78821 dalam kategori tinggi. Kemudian kategori tinggi yaitu pada kelas X MIA 1 <g>
pada kelas X MIA 4 diperoleh nilai gain sebesar sebesar 0,78821 dan untuk kelas X MIA 4 <g>
0.740947 dalam kategori tinggi. Sehingga ada sebesar 0,740947.
peningkatan hasil belajar pada kedua kelas Saran
setelahditerapkannya pembelajaran berbasis Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh
laboratorium menggunakan pendekatan Contextual maka peneliti memberikan saran pada peneliti lain
Teaching and Learning (CTL). agar dapat melaksanakan penelitian dengan lebih
Berdasarkan nilai pretest dan posttest yang baik. Saran yang diberikan antara lain:
diperoleh siswa di kedua kelas memiliki perbedaan 1. Sebelum kegiatan belajar mengajar dimulai,
yang cukup signifikan. Hal ini menunjukkan sebaiknya peneliti harus menjelaskan secara
bahwa terdapat peningkatan hasil belajar setelah lebih rinci kepada siswa tentang strategi yang
diterapkan pembelajaran berbasis laboratorium akan diterapkan di kelas agar dalam
menggunakan pendekatan Contextual Teaching and pembelajaran siswa memahami apa yang
Learning (CTL) di kelas eksperimen maupun harus dilakukan.
replikasi. 2. Dalam kegiatan observasi kegiatan praktikum
Peningkatan hasil belajar siswa saat dan observasi pembelajaran berbasis
kegiatan belajar mengajar berlangsung yang tinggi laboratorium menggunakan pendekatan
setelah diterapkan pembelajaran berbasis Contextual Teaching and Learning, sebaiknya
laboratorium menggunakan pendekatan Contextual digunakan observer yang lebih banyak agar
Teaching and Learning (CTL) sudah hasil observasi lebih akurat, teliti dan
menunjukkan bahwa siswa sudah bagus dalam objektif.
menerapkan model pembelajaran langsung dengan 3. Peneliti lain juga harus mempertimbangkan
pendekatan Contextual Teaching and Learning kondisi dan kelengkapan alat yang digunakan
(CTL) saat kegiatan praktikum. Komponen hasil dalam kegiatan laboratorium agar proses
belajar siswa yang digunakan terdapat keterkaitan pembelajaran berjalan dengan baik.
secara langsung dengan komponen pendekatan
Contextual Teaching and Learning (CTL)
DAFTAR PUSTAKA
berbasis laboratorium sehingga bisa memudahkan
proses belajar mengajar. Hal ini sesuai dengan Abdulmanan, Abdurrouf. 1993. Pengelolaan
Laboratorium Fisika. Surabaya : University
penelitian dari (Johnson, Eline B, 2012). Beliau
Press IKIP Surabaya
menyatakan bahwa penerapan pembelajaran
berbasis laboratorium menggunakan pendekatan Arifin, Zaenal. 2012. Metode Penelitian
Contextual Teaching and Learning (CTL) dapat Pendidikan Filosofi, Teori & Aplkasinya.
Lamongan: Lentera Cendikia.
meningkatkan hasil belajar siswa.
Damayanti, Anti dan Isma Kurniatanty.
PENUTUP 2008.Manajemen & Teknik Laboratorium,
Yogyakarta: Prodi Biologi, Fakultas Saintek,
Simpulan
UIN SUKA.
Berdasarkan hasil analisis data dan
pembahasan sebelumnya dapat disimpulkan bahwa Depdiknas. 2004. Pembelajaran Bertaraf
berdasarkan hasil uji-t peningkatan (gain), hasil Laboratotium. Jakarta

Dewi Antika, Alimufi Arief 235


Jurnal Inovasi Pendidikan Fisika (JIPF) Vol. 05 No. 03, September 2016, 230-236
ISSN: 2302-4496

Giancoli, C. Douglas. 2001. Fisika Edisi Kelima. Santoso, Adi. 2015. Penerapan Metode
Terjemahan Yuhilza Hanum. Pembelajaran berbasis Laboratorium untuk
Jakarta:Erlangga meningkatkan Hasil Belajar siswa materi
Alat-alat Optik kelas X di SMA Negeri 1
Hake, R. R. 1998. Interactive Engagement Versus Plaosan, Magetan. (online) melalui
Tradisional Methods; A Six-Thousand- http://ejournal.unesa.ac.id/index.php/inovasi-
Student Survey of Mechanics Tes Data For pendidikan-fisika/article/view/13318/baca-
Introductory Phisics Course, Am. J. Phisics. artikel .pdf , diakses pada tanggal 9
American Association of Phisics Teachers. September 2015.
Hanafiah, Nanang. Suhana, Cucu. 2010. Konsep Sudjana. 2005. Metode Statistik. Bandung: Tarsito.
Strategi Pembelajaran. Bandung: PT Refika
Aditaman Sudjana, Nana. 2009. Dasar-Dasar Proses Belajar
Mengajar. Jakarta: Sinar Baru Algersindo.
Hasanah, Retno. 2001. Fisika Dasar I seri
Termofisika. Surabaya: UNESA. Sudjana, Nana. 2011. Penilaian Hasil Proses
Belajar Mengajar.Bandung: PT Remaja
Imam, Poernmo. 1994. FISIKA 2. Jakarta: Pusat Rosdakarya.
Perbukuan, Depdikbud
Sugiyono. 2012. StatistikauntukPenelitian.
Johnson, Eline B. 2011. CTL (Contextual Bandung: ALFABETA Bandung.
Teaching and Learning). Bandung : Kaifa.
Suharsimi, A. 2010. Prosedur Penelitian “Suatu
Kanginan, Marthen. 2013. Fisika Untuk SMA Pendekatan Praktik”. Jakarta: PT. Rineka
Kelas X. Penerbit Erlangga:Jakarta. Cipta.
Kemendikbud. 2013. Konsep Pendekatan Suharsimi, A. 2012. Prosedur Penelitian “Suatu
Scientific. Jakarta: Kemendikbud Pendekatan Praktik”. Jakarta: PT. Rineka
Kertiasa, Nyoman. 2006. Laboratorium Sekolah Cipta.
dan Pengelolaannya. Bandung: Pudak Sunarti dan Selly Rahmawati. 2014. Penilaian
Scientific. dalam Kurikulum 2013. Yogyakarta: ANDI
M. Saleh H. Emha, dkk. 2002. Pedoman Yogyakarta.
Penggunaan Laboratorium Sekolah, Tim dosen Fisika FMIPA ITS. 2011.FISIKA I
Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Kinematika-Dinamika-Getaran-Panas.
Mas’adah. 2014. Implementasi Pendekatan Surabaya: Yayasan Pembina Jurusan Fisika
Contextual Teaching and Learning (CTL) FMIPA ITS.
dengan Teknik Mind Mapping padamateri Tipler. 1998. FISIKA untuk Sains dan Teknik.
Elastisitas kelas X SMA Negeri 1 Gedangan. Jakarta: Erlangga.
Skripsi FMIPA UNESA tidak dipublikasikan.
Trianto. 2008. Mendesain Pembelajaran
Nanang Hanafi & Cucu Suhana. 2010. Konsep Konstekstual di Kelas. Surabaya: Cerdas
Strategi Pembelajaran. Bandung: Aditama. Pustaka
Permendikbud no 103. 2014. Peraturan Menteri Wirasasmita Omang. 1989. Pengantar
Pendidikan dan Kebudayaan Republik Laboratorium Fisika. Jakarta:Departemen
Indonesia. Jakarta: Kepala biro hukum Pendidikan dan Kebudayaan
kemendikbud.
Permendikbud no 104. 2014. Peraturan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan Republik
Indonesia. Jakarta: Kepala biro hukum
kemendikbud.
Sanjaya, Wina. 2013. Strategi Pembelajaran
Berorientasi Standart Proses Pendidikan.
Jakarta: Kencana Prenadamedia.

Dewi Antika, Alimufi Arief 236

You might also like