You are on page 1of 21

Tinjauan Pustaka

Pewarisan Sifat Dalam Suatu Keluarga


Erik Susanto
102011104 / A3
23 Januari 2012
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Krida Wacana
Jl. Terusan Arjuna No.6 Jakarta Barat 11510 Telp. 021-56942061 Fax. 021-5631731
Email : Susanto.erik@ymail.com
Tutor : Dr. Aris Susanto
Pendahuluan

Ciri yang paling nyata dari kehidupan adalah kemampuan organisme untuk
mereproduksi jenisnya. Sejenis menghasilkan sejenis, organisme menurunkan organisme.
Selanjutnya keturunan akan lebih menyerupai orang tuanya daripada individu-individu lain
yang spesiesnya sama namun hubungannya lebih jauh. Perpindahan sifat dari suatu generasi
ke generasi selanjutnya dinamakan penurunan sifat yang lebih dikenal dengan istilah
hereditas. Bersama-sama dengan sifat bawaan yang sama, ada juga variasi, yaitu keturunan
memiliki penampilan yang sedikit berbeda dari orang tuanya atau saudara sekandungnya.
Dalam suatu keluarga sering terdapat sifat yang mirip antara kakak dan adik, misalnya
jenis rambut dan warna kulit. Sifat-sifat seperti bakat, inteligensi, dan kecakapan tertentu juga
dapat ditemui dalam suatu keluarga. Ada kecenderungan seorang anak terkena penyakit atau
cacat seperti yang diderita oleh ibu atau ayahnya, atau bahkan kakek atau neneknya. Dengan
ilmu genetika kita dapat mengetahui kemungkinan seseorang mempunyai sifat-sifat menurun.
Dengan adanya penulisan ini maka diharapkan penulis dan pembaca dapat
mengetahui faktor-faktor yang mempengarui adanya kesamaan ciri-ciri yang diturunkan
dalam suatu keluarga serta memahami bahwa materi genetik membawa sifat keturunan yang
berasal dari induk (ayah atau ibu) dan akan diwariskan pada anak sehingga terdapat
kesamaan ciri-ciri yang sama dalam keluarga.

1
I. Genetika
Genetika adalah cabang biologi yang berurusan dengan hereditas dan variasi. Unit-
unit herediter yang ditransmisikan dari satu generasi ke generasi berikutnya (dengan kata
lain, diwariskan) disebut gen. Gen terletak dalam molekul-molekul panjang asam
deuksiribonukleat atau DNA yang ada dalam semua sel. DNA bersama dengan suatu matriks
protein, membentuk nukleoprotein dan terorganisasi menjadi struktur yang disebut kromosom
yang ditemukan dalam nukleus atau daerah inti sel.1
Genetika berasal dari Bahasa Latin GENOS yang berarti suku bangsa atau asal usul.
Dengan demikian genetika berarti ilmu yang mempelajari bagaimana sifat keturunan
(hereditas) yang di wariskan kepada anak cucu, serta variasi yang mungkin timbul di
dalamnya. Menurut sumber lainnya, Genetika berasal dari Bahasa Yunani GENNO yang
berarti melahirkan. Dengan demikian genetika adalah ilmu yang mempelajari berbagai aspek
yang menyangkut pewarisan sifat dan variasi sifat pada organisme maupun suborganisme
(seperti virus dan prion).2
Genetika manusia (Human Genetics) perlu dipelajari, untuk :
1. Agar kita dapat mengetahui sifat – sifat keturunan kita sendiri, serta setiap mahkluk yang
hidup di lingkungan kita
2. Mengetahui kelainan atau penyakit keturunan serta usaha untuk menanggulanginya
3. Menjajagi sifat keturunan seseorang, misalnya golongan darah, yang kemungkinan
diperlukan dalam penelitian warisan harta dan kriminalitas
Prinsip genetika perlu dikuasai untuk mempelajari sifat kejiwaan atau persarafan
seseorang yang ditentukan oleh sifat keturunan, misalnya kelebihan satu jenis kromosom
yang ada hubungannya dengan kelainan jiwa, bersifat asosial dan kriminil.

Materi Genetik

Materi genetik adalah suatu materi yang mengandung informasi genetik untuk
pewarisan sifat. Dalam genetika terdapat materi-materi genetik yang perlu diketahui, yaitu
DNA, Gen dan Alel, serta Kromosom. Keseluruhan materi hereditas ini memiliki keterkaitan
satu sama lain dan tidak dapat berjalan sendiri-sendiri.3
DNA adalah singkatan dari deoksiribonucleic acid atau asam deuksiribonukleat. DNA
merupakan bahan genetik yang bertugas membawa informasi genetik dari suatu individu
organisme ke organisme keturunannya.

2
Gen adalah kesatuan informasi genetik yang tersusun pada lokusnya masing-masing
didalam kromosom. Secara struktur, gen merupakan seberkas fragmen dari DNA yang
mengekspresikan sifat tertentu pada suatu organisme. Dalam satu gen biasanya memiliki
puluhan ribu hingga ratusan ribu pasangan basa. Alel merupakan gen yang memiliki lokus
(posisi pada kromosom) yang sama, tapi memiliki sifat bervariasi yang disebabkan mutasi
pada gen asli. Dari sudut pandang genetika klasik, alel merupakan bentuk alternatif dari gen
dalam kaitannya dengan ekspresi suatu sifat (fenotip).
Kromosom adalah struktur benang dalam inti sel yang bertanggung jawab dalam hal
sifat keturunan (hereditas).

Materi Hereditas
Materi hereditas adalah materi yang menyimpan sifat atau informasi yang diturunkan.
Materi hereditas pada makhluk hidup adalah molekul DNA. Molekul DNA tersusun atas
banyak molekul polinukleotida. Setiap nukleotida terdiri atas komponen gula, fosfat, dan basa
nitrogen. Struktur DNA berbentuk rantai ganda yang terpilin (double helix). Unit-unit
pencetak sifat dalam DNA disebut gen. Jadi, gen adalah unit hereditas. Gen terletak dalam
kromosom. Kromosom merupakan struktur yang terletak dalam inti sel yang terdiri atas DNA
dan protein.4
Kromosom adalah kromatin yang merapat, memendek dan membesar pada waktu
terjadi proses pembelahan dalam inti sel (nukleus), sehingga bagian – bagiannya dapat
terlihat dengan jelas di bawah mikroskop biasa. Kromosom berasal dari kata chroma =
berwarna, dan soma = badan. Terdapat di dalam plasma nukleus, berupa benda – benda
berbentuk lurus seperti batang atau bengkok, dan terdiri dari bahan yang mudah mengikat zat
warna. Istilah kromosom pertama kali diperkenalkan oleh W. Waldeyer pada tahun 1888.
Kromosom dapat dilihat dengan mudah, apabila menggunakan teknik pewarnaan
khusus selama nukleus membelah. Hal ini karena pada saat itu kromosom mengadakan
kontraksi sehingga menjadi lebih tebal, dan dapat mengisap zat warna lebih baik. Ukuran
kromosom bervariasi bagi setiap spesies. Panjangnya berkisar antara 0,2 – 50 mikron,
diameternya antara 0,2 – 20 mikron dan pada manusia mempunyai panjang 6 mikron.
Satu kromosom terdiri dari 2 (dua) bagian :
1. Sentromer, disebut juga kinetochore, merupakan bagian kepala kromosom. Fungsinya
adalah sebagai tempat berpegangan benang plasma dari gelendong inti (spindle) pada
stadium anafase. Sentromer tidak mengandung kromonema dan gen.

3
2. Lengan, ialah badan kromosom sendiri. Mengandung kromonema dan gen. Lengan
memiliki 3 daerah :
a. Selaput, ialah lapisan tipis yang menyelimuti badan kromosom.
b. Kandung / matrix, mengisi seluruh lengan, terdiri dari cairan bening.
c. Kromonema, ialah benang halus berpilin – pilin yang terendam dalam kandung, dan
berasal dari kromonema kromatin sendiri. Di dalam kromonema terdapat kromomer
(pada manusia tidak jelas).

Menjelang abad ke-20, banyak peneliti telah mencoba untuk mengetahui jumlah
kromosom yang terdapat di dalam nukleus sel tubuh manusia, tetapi selalu menghasilkan data
– data yang berbeda karena pada waktu itu teknik pemeriksaan kromosom masih terlalu
sederhana. Dalam tahun 1912, Winiwater menyatakan bahwa di dalam sel tubuh manusia
terdapat 47 kromosom. Tetapi kemudian pada tahun 1920 Painter menegaskan penemuannya,
bahwa manusia memiliki 48 kromosom. Pendapat ini bertahan sampai 30 tahun lamanya,
sampai akhirnya Tjio dan Levan dalam tahun 1956 berhasil membuktikan melalui teknik
pemeriksaan kromosom yang lebih sempurna, bahwa nukleus sel tubuh manusia mengandung
46 kromosom.
Kromosom manusia dibedakan atas 2 tipe :
1. Autosom (kromosom tubuh), ialah kromosom biasa, yang tidak berperan menentukan
dalam mengatur jenis kelamin. Dari 46 krmosom di dalam nukleus sel tubuh manusia,
maka yang 44 buah (22 pasang) merupakan autosom.
2. Gonosom (kromosom seks atau kelamin), ialah seks kromosom (kromosom kelamin),
yang berperan dalam menentukan jenis kelamin. Biasanya terdapat sepasang kromosom.
Melihat macamnya dapat dibedakan atas Kromosom X dan Kromosom Y. Dalam
penentuan kelamin, kromosom ini selalu berpasangan. XX menentukan kelamin betina
dan XY menentukan kelamin jantan.2

II. Persilangan Mendel

Seorang biarawan dari Austria, bernama Gregor Johann Mendel, menjelang akhir
abad ke-19 melakukan serangkaian percobaan persilangan pada kacang ercis (Pisum
sativum). Dari percobaan yang dilakukannya selama bertahun-tahun tersebut, Mendel
berhasil menemukan prinsip-prinsip pewarisan sifat, yang kemudian menjadi landasan utama
bagi perkembangan genetika sebagai suatu cabang ilmu pengetahuan. Berkat karyanya inilah,
Mendel diakui sebagai Bapak Genetika.5

4
Pada salah satu percobaannya Mendel menyilangkan tanaman kacang ercis yang tinggi
dengan yang pendek. Tanaman yang dipilih adalah tanaman galur murni, yaitu tanaman yang
kalau menyerbuk sendiri tidak akan menghasilkan tanaman yang berbeda dengannya. Dalam
hal ini tanaman tinggi akan tetap menghasilkan tanaman tinggi. Begitu juga tanaman pendek
akan selalu menghasilkan tanaman pendek.
Dengan menyilangkan galur murni tinggi dengan galur murni pendek, Mendel
mendapatkan tanaman yang semuanya tinggi. Selanjutnya, tanaman tinggi hasil persilangan
ini dibiarkan menyerbuk sendiri. Ternyata keturunannya memperlihatkan nisbah
(perbandingan) tanaman tinggi terhadap tanaman pendek sebesar 3 : 1. Secara skema,
percobaan Mendel dapat dilihat pada Gambar 2.1 sebagai berikut.

P: ♀ Tinggi x Pendek ♂
DD dd
Gamet D d

F1 : Tinggi
Dd

Menyerbuk sendiri (Dd x Dd)



F2 :
Gamet D d
Gamet 
D DD Dd
(tinggi) (tinggi)
d Dd dd
(tinggi) (pendek)

Tinggi (D-) : pendek (dd) = 3 : 1


DD : Dd : dd = 1 : 2 : 1
Gambar 2.1. Diagram persilangan monohibrid untuk sifat tinggi tanaman

5
Hukum Segregasi

Sebelum melakukan suatu persilangan, setiap individu menghasilkan gamet-gamet yang


kandungan gennya separuh dari kandungan gen pada individu. Sebagai contoh, individu DD
akan membentuk gamet D, dan individu dd akan membentuk gamet d. Pada individu Dd,
yang menghasilkan gamet D dan gamet d, akan terlihat bahwa gen D dan gen d akan
dipisahkan (disegregasi) ke dalam gamet-gamet yang terbentuk tersebut. Prinsip inilah yang
kemudian dikenal sebagai hukum segregasi atau hukum Mendel I.5

Hukum Segregasi :
Pada waktu berlangsung pembentukan gamet, tiap pasang gen akan disegregasi ke
dalam masing-masing gamet yang terbentuk.

Hukum Pemilihan Bebas


Persilangan yang hanya menyangkut pola pewarisan satu macam sifat seperti yang
dilakukan oleh Mendel tersebut di atas dinamakan persilangan monohibrid. Mendel
melakukan persilangan monohibrid untuk enam macam sifat lainnya, yaitu warna bunga
(ungu-putih), warna kotiledon (hijau-kuning), warna biji (hijau-kuning), bentuk polong (rata-
berlekuk), permukaan biji (halus-keriput), dan letak bunga (aksial-terminal).
Selain persilangan monohibrid, Mendel juga melakukan persilangan dihibrid, yaitu
persilangan yang melibatkan pola perwarisan dua macam sifat seketika. Salah satu di
antaranya adalah persilangan galur murni kedelai berbiji kuning-halus dengan galur murni
berbiji hijau-keriput. Hasilnya berupa tanaman kedelai generasi F1 yang semuanya berbiji
kuning-halus. Ketika tanaman F1 ini dibiarkan menyerbuk sendiri, maka diperoleh empat
macam individu generasi F2, masing-masing berbiji kuning-halus, kuning-keriput, hijau-halus,
dan hijau-keriput dengan nisbah 9 : 3 : 3 : 1.
Jika gen yang menyebabkan biji berwarna kuning dan hijau masing-masing adalah gen
G dan g, sedang gen yang menyebabkan biji halus dan keriput masing-masing adalah gen W
dan gen w, maka persilangan dihibrid tersebut dapat digambarkan secara skema seperti pada
diagram berikut ini.
P: ♀ Kuning, halus x Hijau, keriput ♂
GGWW ggww
Gamet GW gw

6
F1 : Kuning, halus
GgWw

Menyerbuk sendiri (GgWw x GgWw )



F2 :
Gamet ♂ GW Gw gW gw
Gamet ♀
GW GGWW GGWw GgWW GgWw
(kuning,halus) (kuning,halus) (kuning,halus) (kuning,halus)
Gw GGWw GGww GgWw Ggww
(kuning,halus) (kuning,keriput) (kuning,halus) (kuning,keriput)
gW GgWW GgWw ggWW ggWw
(kuning,halus) (kuning,halus) (hijau,halus) (hijau,halus)
gw GgWw Ggww ggWw ggww
(kuning,halus) (kuning,keriput) (hijau,halus) (hijau,keriput)

Gambar 2.2. Diagram persilangan dihibrid untuk sifat warna dan bentuk biji

Dari diagram persilangan dihibrid tersebut di atas dapat dilihat bahwa fenotipe F 2
memiliki nisbah 9 : 3 : 3 : 1 sebagai akibat terjadinya segregasi gen G dan W secara
independen. Dengan demikian, gamet-gamet yang terbentuk dapat mengandung kombinasi
gen dominan dengan gen dominan (GW), gen dominan dengan gen resesif (Gw dan gW),
serta gen resesif dengan gen resesif (gw). Hal inilah yang kemudian dikenal sebagai hukum
pemilihan bebas (the law of independent assortment) atau hukum Mendel II.5

Hukum Pemilihan Bebas :


Segregasi suatu pasangan gen tidak bergantung kepada segregasi pasangan gen
lainnya, sehingga di dalam gamet-gamet yang terbentuk akan terjadi pemilihan
kombinasi gen-gen secara bebas.

7
Formulasi Matematika pada Berbagai Jenis Persilangan

Individu F1 pada suatu persilangan monohibrid, misalnya Aa, akan menghasilkan dua
macam gamet, yaitu A dan a. Gamet-gamet ini, baik dari individu jantan maupun betina, akan
bergabung menghasilkan empat individu F2 yang dapat dikelompokkan menjadi dua macam
fenotipe (A- dan aa) atau tiga macam genotipe (AA, Aa, dan aa).
Sementara itu, individu F1 pada persilangan dihibrid, misalnya AaBb, akan membentuk
empat macam gamet, masing-masing AB,Ab, aB, dan ab. Selanjutnya pada generasi F2 akan
diperoleh 16 individu yang terdiri atas empat macam fenotipe (A-B-, A-bb, aaB-, dan aabb)
atau sembilan macam genotipe (AABB, AABb, Aabb, AaBB, AaBb, Aabb, aaBB, aaBb, dan
aabb).
Dari angka-angka tersebut akan terlihat adanya hubungan matematika antara jenis
persilangan (banyaknya pasangan gen), macam gamet F1, jumlah individu F2, serta macam
fenotipe dan genotipe F2. Hubungan matematika akan diperoleh pula pada persilangan-
persilangan yang melibatkan pasangan gen yang lebih banyak (trihibrid, tetrahibrid, dan
seterusnya), sehingga secara ringkas dapat ditentukan formulasi matematika seperti pada
tabel 2.1 berikut ini.
Tabel 2.1. Formulasi matematika pada berbagai persilangan
Persilangan Macam Jumlah Macam Macam Nisbah fenotipe F2
gamet individu fenotipe genotipe
F1 F2 F2 F2
monohibrid 2 4 2 3 3:1
dihibrid 4 16 4 9 9:3:3:1
trihibrid 8 64 8 27 27 : 9 : 9 : 9 : 3 : 3 : 3 : 1
n hibrid 2n 4n 2n 3n ( 3 : 1 )n

Pada kolom terakhir dapat dilihat adanya formulasi untuk nisbah fenotipe F2. Kalau
angka-angka pada nisbah 3 : 1 dijumlahkan lalu dikuadratkan, maka akan didapatkan ( 3 +
1 )2 = 32 + 2.3.1 + 12 = 9 + 3 + 3 + 1, yang tidak lain merupakan angka-angka pada nisbah
hasil persilangan dihibrid. Demikian pula jika dilakukan pemangkattigaan, maka akan
diperoleh ( 3 + 1 )3 = 33 + 3.32.11 + 3.31.12+ 13 = 27 + 9 + 9 + 9 + 3 + 3 + 3 + 1, yang
merupakan angka-angka pada nisbah hasil persilangan trihibrid.

8
Modifikasi Nisbah Mendel
Percobaan-percobaan persilangan sering kali memberikan hasil yang seakan-akan
menyimpang dari hukum Mendel. Dalam hal ini tampak bahwa nisbah fenotipe yang
diperoleh mengalami modifikasi dari nisbah yang seharusnya sebagai akibat terjadinya aksi
gen tertentu. Secara garis besar modifikasi nisbah Mendel dapat dibedakan menjadi dua
kelompok, yaitu modifikasi nisbah 3 : 1 dan modifikasi nisbah 9 : 3 : 3 : 1.

Modifikasi Nisbah 3 : 1

Ada tiga peristiwa yang menyebabkan terjadinya modifikasi nisbah 3 : 1, yaitu semi
dominansi, kodominansi, dan gen letal.
Semi dominansi

Peristiwa semi dominansi terjadi apabila suatu gen dominan tidak menutupi pengaruh
alel resesifnya dengan sempurna, sehingga pada individu heterozigot akan muncul sifat antara
(intermedier). Dengan demikian, individu heterozigot akan memiliki fenotipe yang berbeda
dengan fenotipe individu homozigot dominan. Akibatnya, pada generasi F2 tidak didapatkan
nisbah fenotipe 3 : 1, tetapi menjadi 1 : 2 : 1 seperti halnya nisbah genotipe.
Contoh peristiwa semi dominansi dapat dilihat pada pewarisan warna bunga pada
tanaman bunga pukul empat (Mirabilis jalapa). Gen yang mengatur warna bunga pada
tanaman ini adalah M, yang menyebabkan bunga berwarna merah, dan gen m, yang
menyebabkan bunga berwarna putih. Gen M tidak dominan sempurna terhadap gen m,
sehingga warna bunga pada individu Mm bukannya merah, melainkan merah muda. Oleh
karena itu, hasil persilangan sesama genotipe Mm akan menghasilkan generasi F 2 dengan
nisbah fenotipe merah : merah muda : putih = 1 : 2 : 1.

Kodominansi
Seperti halnya semi dominansi, peristiwa kodominansi akan menghasilkan nisbah
fenotipe 1 : 2 : 1 pada generasi F 2. Bedanya, kodominansi tidak memunculkan sifat antara
pada individu heterozigot, tetapi menghasilkan sifat yang merupakan hasil ekspresi masing-
masing alel. Dengan perkataan lain, kedua alel akan sama-sama diekspresikan dan tidak
saling menutupi.
Peristiwa kodominansi dapat dilihat misalnya pada pewarisan golongan darah sistem
ABO pada manusia (lihat juga bagian pada bab ini tentang beberapa contoh alel ganda). Gen
IA dan IB masing-masing menyebabkan terbentuknya antigen A dan antigen B di dalam
eritrosit individu yang memilikinya. Pada individu dengan golongan darah AB (bergenotipe

9
IAIB) akan terdapat baik antigen A maupun antigen B di dalam eritrositnya. Artinya, gen IA
dan IB sama-sama diekspresikan pada individu heterozigot tersebut.
Perkawinan antara laki-laki dan perempuan yang masing-masing memiliki golongan
darah AB dapat digambarkan seperti pada diagram berikut ini.
IAIB x IAIB

1 IAIA (golongan darah A)
2 IAIB (golongan darah AB)
1 IBIB (golongan darah B)
Golongan darah A : AB : B = 1 : 2 : 1
Gambar 2.6. Diagram persilangan sesama individu bergolongan darah AB

Gen letal

Gen letal ialah gen yang dapat mengakibatkan kematian pada individu homozigot.
Kematian ini dapat terjadi pada masa embrio atau beberapa saat setelah kelahiran. Akan
tetapi, adakalanya pula terdapat sifat subletal, yang menyebabkan kematian pada waktu
individu yang bersangkutan menjelang dewasa.
Ada dua macam gen letal, yaitu gen letal dominan dan gen letal resesif. Gen letal
dominan dalam keadaan heterozigot dapat menimbulkan efek subletal atau kelainan fenotipe,
sedang gen letal resesif cenderung menghasilkan fenotipe normal pada individu heterozigot.
Peristiwa letal dominan antara lain dapat dilihat pada ayam redep (creeper), yaitu
ayam dengan kaki dan sayap yang pendek serta mempunyai genotipe heterozigot (Cpcp).
Ayam dengan genotipe CpCp mengalami kematian pada masa embrio. Apabila sesama ayam
redep dikawinkan, akan diperoleh keturunan dengan nisbah fenotipe ayam redep (Cpcp) :
ayam normal (cpcp) = 2 : 1. Hal ini karena ayam dengan genotipe CpCp tidak pernah ada.
Sementara itu, gen letal resesif misalnya adalah gen penyebab albino pada tanaman
jagung. Tanaman jagung dengan genotipe gg akan mengalami kematian setelah cadangan
makanan di dalam biji habis, karena tanaman ini tidak mampu melakukan fotosintesis
sehubungan dengan tidak adanya khlorofil. Tanaman Gg memiliki warna hijau kekuningan,
sedang tanaman GG adalah hijau normal. Persilangan antara sesama tanaman Gg akan
menghasilkan keturunan dengan nisbah fenotipe normal (GG) : kekuningan (Gg) = 1 : 2.

10
Modifikasi Nisbah 9 : 3 : 3 : 1

Modifikasi nisbah 9 : 3 : 3 : 1 disebabkan oleh peristiwa yang dinamakan epistasis,


yaitu penutupan ekspresi suatu gen nonalelik. Jadi, dalam hal ini suatu gen bersifat dominan
terhadap gen lain yang bukan alelnya. Ada beberapa macam epistasis, masing-masing
menghasilkan nisbah fenotipe yang berbeda pada generasi F2.

Epistasis resesif
Peristiwa epistasis resesif terjadi apabila suatu gen resesif menutupi ekspresi gen lain
yang bukan alelnya. Akibat peristiwa ini, pada generasi F 2 akan diperoleh nisbah fenotipe
9 : 3 : 4.
Contoh epistasis resesif dapat dilihat pada pewarisan warna bulu mencit (Mus
musculus). Ada dua pasang gen nonalelik yang mengatur warna bulu pada mencit, yaitu gen
A menyebabkan bulu berwarna kelabu, gen a menyebabkan bulu berwarna hitam, gen C
menyebabkan pigmentasi normal, dan gen c menyebabkan tidak ada pigmentasi. Persilangan
antara mencit berbulu kelabu (AACC) dan albino (aacc) dapat digambarkan seperti pada
diagram berikut ini.
P : AACC x aacc
kelabu albino

F1 : AaCc
kelabu
F2 : 9 A-C- kelabu
3 A-cc albino kelabu : hitam : albino =
3 aaC- hitam 9 : 3 : 4
1 aacc albino
Gambar 2.7. Diagram persilangan epistasis resesif

Epistasis dominan

Pada peristiwa epistasis dominan terjadi penutupan ekspresi gen oleh suatu gen
dominan yang bukan alelnya. Nisbah fenotipe pada generasi F 2 dengan adanya epistasis
dominan adalah 12 : 3 : 1.
Peristiwa epistasis dominan dapat dilihat misalnya pada pewarisan warna buah waluh
besar (Cucurbita pepo). Dalam hal ini terdapat gen Y yang menyebabkan buah berwarna

11
kuning dan alelnya y yang menyebabkan buah berwarna hijau. Selain itu, ada gen W yang
menghalangi pigmentasi dan w yang tidak menghalangi pigmentasi. Persilangan antara waluh
putih (WWYY) dan waluh hijau (wwyy) menghasilkan nisbah fenotipe generasi F2 sebagai
berikut.
P : WWYY x wwyy
putih hijau

F1 : WwYy
putih
F2 : 9 W-Y- putih
3 W-yy putih putih : kuning : hijau =
3 wwY- kuning 12 : 3 : 1
1 wwyy hijau
Gambar 2.7. Diagram persilangan epistasis dominan

Epistasis resesif ganda

Apabila gen resesif dari suatu pasangan gen, katakanlah gen I, epistatis terhadap
pasangan gen lain, katakanlah gen II, yang bukan alelnya, sementara gen resesif dari
pasangan gen II ini juga epistatis terhadap pasangan gen I, maka epistasis yang terjadi
dinamakan epistasis resesif ganda. Epistasis ini menghasilkan nisbah fenotipe 9 : 7 pada
generasi F2.
Sebagai contoh peristiwa epistasis resesif ganda dapat dikemukakan pewarisan
kandungan HCN pada tanaman Trifolium repens. Terbentuknya HCN pada tanaman ini dapat
dilukiskan secara skema sebagai berikut.
gen L gen H
 
Bahan dasar enzim L glukosida sianogenik enzim H HCN
Gen L menyebabkan terbentuknya enzim L yang mengatalisis perubahan bahan dasar
menjadi bahan antara berupa glukosida sianogenik. Alelnya, l, menghalangi pembentukan
enzim L. Gen H menyebabkan terbentuknya enzim H yang mengatalisis perubahan glukosida
sianogenik menjadi HCN, sedangkan gen h menghalangi pembentukan enzim H. Dengan
demikian, l epistatis terhadap H dan h, sementara h epistatis terhadap L dan l. Persilangan
dua tanaman dengan kandungan HCN sama-sama rendah tetapi genotipenya berbeda (LLhh
dengan llHH) dapat digambarkan sebagai berikut.

12
P: LLhh x llHH
HCN rendah HCN rendah

F1 : LlHh
HCN tinggi
F2 : 9 L-H- HCN tinggi
3 L-hh HCN rendah HCN tinggi : HCN rendah =
3 llH- HCN rendah 9 : 7
1 llhh HCN rendah
Gambar 2.8. Diagram persilangan epistasis resesif ganda

Epistasis dominan ganda

Apabila gen dominan dari pasangan gen I epistatis terhadap pasangan gen II yang
bukan alelnya, sementara gen dominan dari pasangan gen II ini juga epistatis terhadap
pasangan gen I, maka epistasis yang terjadi dinamakan epistasis dominan ganda. Epistasis ini
menghasilkan nisbah fenotipe 15 : 1 pada generasi F2.
Contoh peristiwa epistasis dominan ganda dapat dilihat pada pewarisan bentuk buah
Capsella. Ada dua macam bentuk buah Capsella, yaitu segitiga dan oval. Bentuk segitiga
disebabkan oleh gen dominan C dan D, sedang bentuk oval disebabkan oleh gen resesif c dan
d. Dalam hal ini C dominan terhadap D dan d, sedangkan D dominan terhadap C dan c.

P : CCDD x ccdd
segitiga oval

F1 : CcDd
segitiga

F2 : 9 C-D- segitiga
3 C-dd segitiga segitiga : oval = 15 : 1
3 ccD- segitiga
1 ccdd oval
Gambar 2.9. Diagram persilangan epistasis dominan ganda

13
Epistasis domian-resesif

Epistasis dominan-resesif terjadi apabila gen dominan dari pasangan gen I epistatis
terhadap pasangan gen II yang bukan alelnya, sementara gen resesif dari pasangan gen II ini
juga epistatis terhadap pasangan gen I. Epistasis ini menghasilkan nisbah fenotipe 13 : 3
pada generasi F2.
Contoh peristiwa epistasis dominan-resesif dapat dilihat pada pewarisan warna bulu
ayam ras. Dalam hal ini terdapat pasangan gen I, yang menghalangi pigmentasi, dan alelnya,
i, yang tidak menghalangi pigmentasi. Selain itu, terdapat gen C, yang menimbulkan
pigmentasi, dan alelnya, c, yang tidak menimbulkan pigmentasi. Gen I dominan terhadap C
dan c, sedangkan gen c dominan terhadap I dan i.
P: IICC x iicc
putih putih

F1 : IiCc
putih
F2 : 9 I-C- putih
3 I-cc putih putih : berwarna = 13 : 3
3 iiC- berwarna
1 iicc putih
Gambar 2.10. Diagram persilangan epistasis dominan-resesif

Epistasis gen duplikat dengan efek kumulatif

Pada Cucurbita pepo dikenal tiga macam bentuk buah, yaitu cakram, bulat, dan
lonjong. Gen yang mengatur pemunculan fenotipe tersebut ada dua pasang, masing-masing B
dan b serta L dan l. Apabila pada suatu individu terdapat sebuah atau dua buah gen dominan
dari salah satu pasangan gen tersebut, maka fenotipe yang muncul adalah bentuk buah bulat
(B-ll atau bbL-). Sementara itu, apabila sebuah atau dua buah gen dominan dari kedua
pasangan gen tersebut berada pada suatu individu, maka fenotipe yang dihasilkan adalah
bentuk buah cakram (B-L-). Adapun fenotipe tanpa gen dominan (bbll) akan berupa buah
berbentuk lonjong. Pewarisan sifat semacam ini dinamakan epistasis gen duplikat dengan
efek kumulatif.
P: BBLL x bbll
cakram lonjong

14
F1 : BbLl
cakram
F2 : 9 B-L- cakram
3 B-ll bulat cakram : bulat : lonjong =
3 bbL- bulat 9 : 6 : 1
1 bbll lonjong
Gambar 2.11. Diagram persilangan epistasis gen duplikat dengan efek kumulatif

Interaksi Gen

Selain mengalami berbagai modifikasi nisbah fenotipe karena adanya peristiwa aksi
gen tertentu, terdapat pula penyimpangan semu terhadap hukum Mendel yang tidak
melibatkan modifikasi nisbah fenotipe, tetapi menimbulkan fenotipe-fenotipe yang
merupakan hasil kerja sama atau interaksi dua pasang gen nonalelik. Peristiwa semacam ini
dinamakan interaksi gen.
Peristiwa interaksi gen pertama kali dilaporkan oleh W. Bateson dan R.C. Punnet
setelah mereka mengamati pola pewarisan bentuk jengger ayam. Dalam hal ini terdapat
empat macam bentuk jengger ayam, yaitu mawar, kacang, walnut, dan tunggal, seperti dapat
dilihat pada Gambar 2.12.

tunggal walnut mawar kacang

Gambar 2.12. Bentuk jengger ayam dari galur yang berbeda

Persilangan ayam berjengger mawar dengan ayam berjengger kacang menghasilkan


keturunan dengan bentuk jengger yang sama sekali berbeda dengan bentuk jengger kedua
tetuanya. Ayam hibrid (hasil persilangan) ini memiliki jengger berbentuk walnut.
Selanjutnya, apabila ayam berjengger walnut disilangkan dengan sesamanya, maka diperoleh
generasi F2 dengan nisbah fenotipe walnut : mawar : kacang : tunggal = 9 : 3 : 3 : 1.
Dari nisbah fenotipe tersebut, terlihat adanya satu kelas fenotipe yang sebelumnya tidak
pernah dijumpai, yaitu bentuk jengger tunggal. Munculnya fenotipe ini, dan juga fenotipe
walnut, mengindikasikan adanya keterlibatan dua pasang gen nonalelik yang berinteraksi

15
untuk menghasilkan suatu fenotipe. Kedua pasang gen tersebut masing-masing ditunjukkan
oleh fenotipe mawar dan fenotipe kacang.
Apabila gen yang bertanggung jawab atas munculnya fenotipe mawar adalah R,
sedangkan gen untuk fenotipe kacang adalah P, maka keempat macam fenotipe tersebut
masing-masing dapat dituliskan sebagai R-pp untuk mawar, rrP- untuk kacang, R-P- untuk
walnut, dan rrpp untuk tunggal. Dengan demikian, diagram persilangan untuk pewarisan
jengger ayam dapat dijelaskan seperti pada Gambar 2.13.
P: RRpp x rrPP
mawar kacang

F1 : RrPp
walnut
F2 : 9 R-P- walnut
3 R-pp mawar walnut : mawar : kacang : tunggal
3 rrP- kacang = 9 : 3 : 3 : 1
1 rrpp tunggal
Gambar 2.13. Diagram persilangan interaksi gen nonaleli

III. Fenotip dan Genotip

Dalam suatu persilangan terdapat sifat genotif dan fenotif. Genotip adalah susunan
genetik suatu individu (sesuatu yang tidak dapat diamati). Sifat genotip suatu individu diberi
simbol dengan huruf dobel. Misalnya, genotip untuk tanaman berbatang tinggi = TT, genotip
untuk tanaman berbatang rendah = tt. Huruf T dan t disebut gamet.
Gen dibagi menjadi dua macam, ada yang merupakan gen homozigot dan ada juga
yang merupakan gen heterozigot. Homozigot adalah sifat suatu individu yang genotipnya
terdiri atas gen-gen yang sama dari tiap jenis gen, misalnya AA dan aa. Sedangkan
heterozigot adalah sifat suatu individu yang genotipnya terdiri atas gen-gen yang berlainan
dari tiap jenis gen, misalnya Aa dan Bb.
Bentuk luar atau sifat-sifat yang dapat diamati disebut fenotip. Fenotip sangat
dipengaruhi oleh gen dan lingkungan. Jika gen suatu tanaman memiliki sifat tinggi, tetapi jika
lingkungan tidak mendukung, maka tanaman tersebut tidak akan mencapai tinggi yang
seharusnya. Fenotip tidak diberi simbol, tetapi ditulis sesuai penampakan. Misalnya,warna
bunga merah, rasa buah manis, batang tinggi atau pendek. Suatu bunga berwarna merah,

16
fenotipnya disebut berwarna merah, dan genotifnya ditulis MM atau Mm. Dua individu yang
memiliki sifat fenotip yang sama belum tentu memiliki genotip yang sama. Genotifnya bisa
homozigot bisa juga heterozigot. Misalnya, dua pohon berbatang tinggi, bisa memiliki
genotip TT atau Tt dengan fenotipnya sama. Dalam persilangan, dikenal beberapa macam
persilangan yaitu: persilalangan monohibrid (satu karakter beda),dihibrid (dua karakter beda)
dan trihibrid (tiga karakter beda).6

IV. Silsilah Keturunan

Mempelajari pola pewarisan sifat pada manusia terutama tentang penyakit menurun
mempunyai kendala tersendiri. Kendala-kendala tersebut misalnya: tidak mungkin
melakukan uji coba perkawinan pada manusia, kemungkinan kecil orang mau dikawinkan
secara asal sesuai kehendak peneliti, adanya kemauan untuk menghindari kelainan atau
penyakit menurun, adanya pembatasan jumlah anak karena pertimbangan-pertimbangan
tertentu, dan sebagainya. Oleh karena itu, untuk mempelajari pola pewarisan sifat terutama
kelainan dan penyakit bawaan sering kali dilakukan dengan cara analisis peta silsilah
(pedigree). Peta silsilah ini diharapkan mampu memberikan gambaran dan jawaban yang
memuaskan terhadap sejumlah persoalan yang diakibatkan oleh kelainan atau penyakit
menurun dan persamaan ciri-ciri yang dimiliki dalam suatu keluarga.7
Pedigree selalu menggunakan simbol silsilah keluarga, seperti:
1. = (kotak tanpa arsiran), simbol untuk laki-laki normal
2. = (kotak dengan arsiran penuh),simbol untuk laki-laki yang menderita kelainan
atau penyakit tertentu.
3. = (kotak dengan arsiran tidak penuh),simbol untuk laki-laki normal carier untuk
penyakit tertentu.
4. = (lingkaran tanpa arsiran) , simbol untuk perempuan normal
5. = (lingkaran dengan arsiran tidak penuh), simbol untuk perempuan normal carier
untuk penyakit atau kelainan tertentu
6. = (lingkaran dengan arsiran penuh) , simbol untuk perempuan dengan kelainan atau
penyakit tertentu.
Simak contoh berikut ini! Pada kasus penyakit albinisme, penyakit albino disebabkan
oleh gen resesif a, sedangkan alelanya A menyebabkan normal. Gen ini tidak terpaut
kromosom kelamin (gonosom) melainkan terpaut kromosom tubuh (autosom). Perhatikan
peta silsilah berikut ini:

17
I
a b

II
c d e f

III
g h i j k

IV
l m

Peta silsilah yang terdiri dari 4 generasi (generasi I, generasi II, generasi III, dan
generasi IV) di atas dapat diuraikan tentang fenotip dan genotipnya, sebagai berikut:
1. Fenotip
- laki-laki normal adalah individu I a, II d, dan IV l
- laki-laki normal carier adalah II e dan III i
- laki-laki albino adalah III h
- perempuan normal adalah II c, III g, III k
- perempuan normal carier adalah I b, II f, III j, dan IV m
2. Genotip
Pada kasus pewarisan sifat albino di atas adalah mudah untuk menentukan genotipnya
yaitu hanya dengan melihat jenis arsiran pada simbol yang digunakan, yaitu sebagai berikut:
AA (normal homozigot) terdapat pada individu: I a, II c, II d, III g, III k, IV l.
Aa (normal heterozygot/normal carier) terdapat pada individu: I b, II e, II f, III i, dan III j
aa (albino) adalah individu III h.

Catatan:
SeringContoh yang
kali dalam lain adalah
menuliskan pada
simbol penyakit
untuk individumenurun yang
yang normal terpaut
carier dibuatkromosom kelamin,
tanpa menggunakan
arsiran sama sekali, sehingga untuk mencari genotipnya perlu dilakukan analisis baik dari generasi
misalnya
sesudahnyapada buta warna
(filialnya) yang
dan atau daridisebabkan oleh gen(parentalnya).
generasi sebelumnya resesif (c) terpaut X yang dilambangkan
dengan Xc. Penyakit ini lebih banyak diderita oleh laki-laki karena pada wanita hanya akan
memunculkan ekspresinya apabila dalam keadaan homozigot, sedangkan dalam keadaan
heterozigot tidak akan menampakkan ekspresinya. Perhatikan contoh peta silsilah di bawah
ini.

18
I
k l

II
m n o p q

III
r s t u

Peta silsilah penyakit buta warna di atas dapat ditentukan fenotip dan genotipnya
sebagai berikut:
1. Laki-laki normal (XY) : I l, II o, dan III s
2. Laki-laki buta warna (XcY) : II p dan III t
3. Perempuan normal (XX) : II m, dan II n
4. Perempuan normal carier (XXc) : I k, II q, dan III r
5. Perempuan buta warna (XcXc) : III u

Catatan:
1. Gen buta warna adalah gen resesif yang terpaut X dilambangkan X c sedangkan alelanya
yang menyebabkan normal sering tidak ditulis atau juga dilambangkan dengan C
sehingga menjadi XC.
2. Sama seperti pada penyakit yang terpaut autosom, dalam menuliskan simbol untuk
individu yang normal carier dibuat tanpa menggunakan arsiran sama sekali, sehingga
untuk mencari genotipnya perlu dilakukan analisis baik dari generasi sesudahnya
(filialnya) dan atau dari generasi sebelumnya (parentalnya).

Penutup

Materi genetik membawa sifat keturunan yang berasal dari induk (ayah atau ibu) dan
akan diwariskan pada anak sehingga terdapat kesamaan ciri-ciri dalam keluarga yang dapat
dijelaskan pula dalam ilmu genetika.

19
Daftar Pustaka

1. Erlod S, Stansfield W. Schaum’s genetika. 4th ed. Jakarta: Erlangga; 2007; 1-2.
2. Elvita A. Genetika dasar. Pekanbaru: Fakultas Kedokteran Universitas Riau; 2008; 3-
9.
3. Abdurahman D. Biologi kelompok pertanian dan kesehatan. 1st ed. Bandung:
Grafindo Media Pratama; 2008; 2-13.
4. Suyitno A, Sukirman. Biologi dasar. Jakarta: Ghalia Indonesia; 2008; 94-5.

20
5. Sulistyo LB, Sugiyarti Y. Solusi sukses belajar biologi. Jakarta: Grasindo; 2007; 134-
45.
6. Sofro AS. Keanekaragaman genetik. 1st ed. Yogyakarta: Andi Offset; 2009; 28-9.
7. Firmansyah R, Mawardi A. Mudah dan aktif belajar biologi. 1st ed. Bandung: Setia
Purna Inves; 2007; 105-6.

21

You might also like