Professional Documents
Culture Documents
NURMAYULII
NURMAYULII
Furqanisah
Lailatussaadah
Yusri M. Daud
UIN Ar-Raniry Banda Aceh
Correspondence Address: 170206068@student.ar_raniry.ac.id
Abstract
This study aims to design a design of steps to develop education management standards
in the aspect of cooperation with DUDI and Talent Interest in quality improvement at
SMPN 3 Trienggadeng. Data collection techniques in this study were interviews and
questionnaires. The data was analyzed using a 4D development model (Define, Design,
Development, Dissemination). The results of the study found that the design of steps to
develop education management standards in the aspect of cooperation with DUDI and
Bakat interest parties consists of 3 stages, namely planning, implementation and
evaluation. Develop standard steps for education management in the aspect of
cooperation with DUDI and Bakat Minat have not been validated against these steps.
Therefore, this research will be continued by testing the validity of the design of standard
steps for education management in the aspect of cooperation with DUDI and Talent.
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mendesign sebuah rancang bangun langkah-langkah
pengembangan standar pengelolaan pendidikan pada aspek kerjasama dengan pihak
DUDI dan Bakat Minat terhadap peningkatan mutu di SMPN 3 Trienggadeng. Teknik
pengumpulan data dalam penelitian ini adalah wawancara dan angket. Data dianalisis
dengan menggunakan model pengembangan 4D (Define, Design, Development,
Dissemination). Hasil penelitian ditemukan bahwa rancang bangun langkah-langkah
pengembangan standar pengelolaan pendidikan pada aspek kerjasama dengan pihak
DUDI dan pihak Bakat minat terdiri atas 3 tahap yaitu perencanaan, pelaksanaan dan
evaluasi. Rangcang bangun langkah-langkah standar pengelolaan pendidikan pada
aspek kerjasama dengan pihak DUDI dan Bakat Minat belum diuji validasi terhadap
langkah-langkah tersebut. Oleh karena itu penelitian ini akan dilanjutkan dengan
menguji kevalidatan rancang bangun langkah-langkah standar pengelolaan pendidikan
pada aspek kerjasama dengan pihak DUDI dan Bakat Minat
Pengetahuan adalah hasil kajian dari usaha yang sudah dipelajarinya. Berbedanya
cara dalam mendapatkan pengetahuan yg dikaji tersebut dibedakan antara jenis
pengetahuan yang satu dengan yang lainnya. Manusia telah diberikan oleh sang pencipta
dengan memiliki sebuah naluri yang berbeda dengan makhluk lain. Manusia memiliki
rasa ingin tahu yang begitu tinggi. Hal ini diwujudkan dengan berbagai upaya untuk
memperoleh hal yang sedemikian rupa, manusia memerlukan cara dengan mengkaji
ajaran ajaran agama melalui filsafat.1
Akhir abad ke-19 muncullah sebuah pandangan yang berkaitan dengan kelemahan
positivisme, hal ini upaya untuk mengungkap fenomena berupa sosial budaya masyarakat.
Kebenaran dalam filsafat begitu dianggap penting.Hal ini dikarenakan filsafat diartikan
sebagai yang bijaksana dan cinta akan lingkungan. Aritoteles seorang tokoh filsuf yunani
yang termahsyur begitu menghormati seorang gurunya yakni plato. Filsafat dikatakan
sebuah pemikiran yakni ilmu praktis dalam mendorong supaya akal manusia diharapkan
dapat berpikir secara kebenaran atas peristiwa-peristiwa yang terjadi.
Penalaran merupakan suatu proses berpikir dalam mencari suatu kesimpulan yang
akurat yang berupa pengetahuan. Agar pengetahuan yang dihasilkan penalaran tersebut
mempunyai dasar kebenaran maka proses berpikir tersebut itu perlu dilakukan melalui
suatu cara tertentu. Suatu penarikan kesimpulan yang akurat baru dianggap sah atau valid
kalau
1
Ahmad Salim, “Implikasi Aliran Filsafat Pendidikan Islam Pada Menejemen Pendididikan,” LITERASI (Jurnal Ilmu
Pendidikan), Vol.5, No.1, (2017). Hal 13.
I
II
proses penarikannya dilakukan menurut cara tertentu. berarti cara pengambilan
kesimpulan ini disebut logika, yang dimana secara luas dapat didefenisikan sebagai
pengkajian untuk berpikir secara sah atau valid. Pengetahuan banyak jenisnya, salah
satunya ilmu. Ilmu adalah bagian dari pengetahuan yang objek telaahnya berasaskan
kenyataan yang empiris dan proses mendapatkannya menggunakan metode ilmiah. ilmu
menggabungkan logika deduktif dan induktif dan penentu kebenaran ilmu tersebut adalah
empiris yang merupakan sumber dari ilmu itu tersendiri.2
Ontologi adalah suatu objek yang menganalisis ilmu pengetahuan yang bersifat
empiris serta mempelajari hal yang terkait tentang apa yang diketahui manusia dan objek
yang diteliti.Dasar ontologi pendidikan adalah suatu materi pendidikan yaitu sisi yang
mengatur seluruh kegiatan pendidikan. Adanya rasa ingin tahu dalam setiap individu akan
menambahkan minat untuk melakukan pengamatan, penyelidikan, dan penelitian.
Dengan adanya ketiga unsur tersebut maka pengetahuan yang mereka miliki akan
terustumbuh dan berkembang. Rasa ingin tau juga cenderung akan menimbulkan
kesadaran bagi setiap individu untuk mengajukan pertanyaan atau kritikan yang relavan.
Artinya pernyataan atau kritikan tersebut diajukan tidak untuk sekedar mengetahui wujud
sesuatu, melainkan mengacu pada dasar dan esensi dari sesuatu tersebut. Dalam
pembahasan filsafat terdapat tiga segi yang dibahas didalamnya yaitu Ontologi sebagai
apa yang menjadi objek suatu ilmu. Epistimologi yang memiliki maksud cara
mendapatkan ilmu, dan Aksiologi yaitu untuk apa ilmu itu tersebut.3
2
Muhammad Syafig Mughni, Studi Aliran Filsafat Pendidikan Islam Serta Implikasinya Terhadap Penegmbangan Pendidikan
Islam, Dirasah, Vol.5, Number 1, Februari 2022, Hal 82-99.
3
Verdi Yasin, Filsafat Logika dan Ontologi Ilmu Komputer, Journal Of Information Sistem Applied, Management, Accounting
and Research, Vol.2, No.2, Mei 2018, Hal 68-75.
1
A. PENGERTIAN ONTOLOGI FILSAFAT PADA MANAJEMEN
PENDIDIKAN ISLAM
Kata Ontologi pada dasarnya berasal dari bahasa yunani, yaitu ontos yang berarti
‘ada’, dan logos yang artinya ‘ilmu’. Jadi, Ontologi adalah ilmu tentang yang ada.
Ontologi sendiri adalah teori tentang ada dan realitas. Melihat persoalan secara ontologis
adalah mengadakan penyelidikan terhadap sifat dan realitas. Jadi ontologi merupakan
bagian dari metafisika yang mempelajari hakikat dan digunakan sebagai dasar untuk
memperoleh pengetahuan. Ontologi merangkup permasalahan apa hakikat ilmu itu, apa
hakikat kebenaran dan kenyataan yang inbern dengan pengetahuan yang tidak terlepas
dari persepsi kita tentang apa dan bagaimana ilmu itu. 4 Menurut Noeng Muhadjir, bahwa
ontologi adalah ilmu yang membicarakan tentang the being; yang dibahas yaitu hakikat
realitas.5
2
teori mengenai apa yang ada.7
Artinya : “Maka, aku bersumpah dengan apa-apa yang kamu lihat, dan dengan apa yang
tidak kamu lihat”
Kata “Apa-apa” yang terkandung dalam arti surat tersebut sebenarnya ada dan
merupakan satu realitas, tetapi tidak ada dalam dunia empiris.8
Al-Farabi menafsirkan alam ini berasal dari al-Awwal (yang maha pertama)
melalui proses emanasi (Faid). Dari “Yang Pertama” melimpah “Pertama” yang lain (akal
pertama), karena apa yang berasal dari “satu” harus “satu” juga, seperti keluarnya cahaya
dari matahari. Kemudian dari akal pertama (pertama yang lain, wujud kedua) memancar
akal kedua (wujud ketiga), dan begitu seterusnya sampai muncul akal kesepuluh (wujud
kesebelas), dan dari padanya muncullah bumi serta roh-roh dan materi pertama yang
menjadi dasar dari keempat unsur alam, yaitu api, air, udara, dan tanah. Jadi, dari akal
kesepuluh (akal fa‘al> ) inilah keluar alam (bumi) yang ditempati manusia serta seisinya
dan merupakan jiwa yang mengaturnya. Walaupun materi itu makhluk, tetapi itu tercipta
tanpa mempunyai permulaan dalam waktu, yakni qadim.9
Ontologi filsafat membicarakan hakikat filsafat, yaitu apa pengetahuan filsafat itu
sebenarnya. Struktur filsafat dibahas juga disini. Yang dimaksud struktur filsafat disini
ialah
7
A. Dardiri, Humaniora, Filsafat, dan Logika, (Jakarta, Rajawali, 1986), Hal 17
8
M. Quraish Shihab, Membumikan al-Qur’an: Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat (Bandung, Mizan, 1994),
Hal 64.
9
Harun Nasution, Filsafat dan Mistisisme dalam Islam (Jakarta, Bulan Bintang, 1992), Hal 28.
3
cabang-cabang filsafat serta isi (yaitu teori) dalam setiap cabang itu. Yang
dibicarakan disini hanyalah cabang-cabang saja, itupun hanya sebagian. Dalam hakikat
pengetahuan filsafat, Hatta mengatakan bahwa pengertian filsafat lebih baik tidak
dibicarakan lebih dulu, nanti bila orang telah banyak mempelajari filsafat orang itu akan
mengerti dengan sendirinya apa filsafat itu.10
Ontologi membahas apa yang ingin kita ketahui, seberapa jauh kita ingin tahu,
atau dengan perkataan lain, suatu pengkajian mengenai teori tentang “ada”. Aspek
ontologi dalam pendidikan berkaitan dengan apa yang menjadi objek kajian yang akan
dilakukan pada ilmu tersebut. Ontologi berusaha mengungkapkan makna eksistensi, tidak
termasuk mengenai persoalan asal mula perkembangan dan struktur kosmos atau alam
semesta yang merupakan titik perhatian dari kosmologi.12
10
Hatta, Alam Pikiran Yunani, (Jakarta, Tinta Mas, 1959), Hal 3.
11
Muhammad Mustakim, “Ontologi Pendidikan Islam”, Jurnal Ilmu Tarbiyah, Vol.1, No.2, Juli 2012, Hal 164.
12
Hadi, Epistemologi Filsafat Pengetahuan, (Yogyakarta, Kanisius, 1994) Hal 99.
4
pendidikan, yaitu ilmu yang membahas secara mendasar lebih dalam tentang pendidikan
islam yang berlandasan pada Al-Qur’an, dan Hadis’t.13
Filsafat dalam sejarahnya yaitu filsuf Islam pernah terbagi menjdi dua firqoh
besar, yakni filsuf yang berada di Timur dengan nuansa mayoritas masyarakat yang sudah
mapan secara spiritual dan norma keagamaan dengan firqoh filsuf Muslim yang berada di
barat yangmana nuansa sosial dan budayanya sudah tentu jauh berbeda. Artinya, sosio-
kultural yang bersinggungan dengan masing-masing filsuf tersebut akan sangat dapat
mempengaruhi, sehingga dalam khazanah pemikiran filsafat Islam murni, ada sebuah
kajian tentang apa hakikat pendidikan Islam yakni ontolgi, bagaimaan cara menjalankan
pendidikan Islam, hingga nilai atau value dan fungsi pendidikan Islam yang dalam hal
dikaji sesuai sumber utama keilmuan Islam yakni al-qur’an dan al-hadist.14
Pendidikan Islam telah mengalami transformasi makna, metode dan fungsi baik
secara teori maupun praktek. Hal ini karena merupakan hal yang konseptual, bersumber
dari rasionalitas dan ilham, tidak seperti produk pemikiran pendidikan Barat pada
umumnya yang hanya menggunakan rasio dan rasionalitas, serta didukung oleh kondisi
sosial, budaya, politik dan ekonomi untuk mengembangkan konsep Pendidikan yang
baku. Dalam Islam, tingkatan filsafat pendidikan yang ideal adalah bahwa filsafat
pendidikan mencakup dua dimensi, yaitu dimensi berpusat pada Tuhan dan dimensi
berpusat pada manusia.15
13
Anwar, Karakteristik Ontologi Pendidikan Islam (Penguatan Aspek Teosentris dan Humanistik), Jurnal Pendidikan Islam
Pendekatan Interdisipliner (JPPI), Vol.3, No.1 (2019), Hal 30-41.
14
Yunus Abu Bakar, Filsafat Pendidikan Islam, Jurnal Inspiratif Pendidikan, Vol.6, No.2 (2017), Hal 17.
15
Muhammad Syafiq Mughni, Studi Aliran Filsafat Pendidikan Islam Serta Implikasinya Terhadap Pengembangan Pendidikan
Islam, Jurnal Dirasah, Vol.5, No.1 Feb (2022), Hal 81-99.
16
Lu Rusliana, Filsafat Ilmu Bahan Ajar Mata Kuliah Filsafat Ilmu Mahasiswa PTAI Dan Umum, (Jakarta, Refika Aditama,
2017), Hal 30.
5
kendatipun
demikian, jika dikaji lebih dalam tidalah seperti itu, sebenarnya hanya terbebas dari suatu
Nilai Agama apapaun. Karena pada saat itu Agama dianggap sebagai sesuatu yang
menyesatkan, dungu dan menyebabkan seorang yang mendalami agama akan cenderung
berpasrah dan tidak menggunakan rasionya.17 Sebuah pengetahuan dalam khazanah
pemikiran barat hanya dibangun diatas tradisi dan diperkuat oleh spekulasi-spekulasi
filosofis. Maka karena itu tidak heran jika terjadi pengeseran karena perbedaan pendapat.
Telah kita ketahui bersama bahwasanya ontologi ialah suatu kajian keilmuan yang
berpusat pada pembahasan tentang hakikat. Ketika ontologi dikaitkan dengan filsafat
pendidikan, maka akan munculah suatu hubungan mengenai ontologi filsafat
pendidikan.18
Pendidikan adalah kegiatan yang bertujuan. Hal ini mengacu pada adanya
pendidikan untuk mencapai tujuan, sehingga memiliki tujuan tersebut menjadi suatu hal
yang penting dalam penyelenggaraan pendidikan. Secara umum dapat dikatakan bahwa
pendidikan dapat membuat anak menjadi dewasa secara fisik dan mental. Dengan
mengenal makna pendidikan, maka makna ontologi pendidikan itu sendiri adalah analisis
ilmiah terhadap objek material. Berisi hal-hal pengalaman, memahami apa yang ingin
diketahui manusia dan apa yang dipelajari sains. Dasar ontologi pendidikan adalah objek
materi pendidikan yang mendominasi seluruh kegiatan pendidikan. Oleh karena itu,
hubungan antara ontologi dan pendidikan menempati posisi paling mendasar dari fondasi
ilmu pengetahuan, dan struktur dasar dunia ilmiah terletak pada hal ini.19
17
Muhammad Syafiq Mughni, Studi Aliran Filsafat Pendidikan Islam Serta Implikasinya Terhadap Pengembangan Pendidikan
Islam, Jurnal Dirasah, Vol.5, No.1 Feb (2022), Hal 81-99.
18
Saihu, S., KONSEP MANUSIA DAN IMPLEMENTASINYA DALAM PERUMUSAN TUJUAN PENDIDIKAN ISLAM
MENURUT MURTADHA MUTHAHHARI, Andagogi Jurnal Pendidikan Islam dan Manajemen Pendidikan Islam, Vol.1,
No.2, (2019), Hal 197-217.
19
Saihu, M. M., Implementasi Metode Pendidikan Pluralisme Dalam Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam, Belajea Jurnal
Pendidikan Islam, Vol.5, No.1, (2020), Hal 131-150.
6
Jelas, melihat pendidikan dari perspektif ontologi berarti ada masalah esensial
Pada bagian ini terdapat empat golongan karakteristik Ontologi pendidikan islam,
yaitu sebagai berikut :
Dari segi ideologi perspektif islam, jadi apa artinya adalah sistem
kepercayaan yang sarat nilai sakral yang substantif sebagai nilai kebenaran
mutlak, adalah membimbing perilaku dan manajemen pandangan pribadi setiap
Muslim tentang kehidupan. Sistem kepercayaan dengan inti ilahi bimbing orang-
orang dengan pandangan hidupIni benar-benar tentang dunia dan akhirat. Karena
sumbernya adalah wahyu ilahi, maka maksudnya adalah bahwa setiap doktrin
fakta yang tidak diragukan lagi, dia bukan hasil berpikir dan memanipulasi nalar
20
Yunus Abu Bakar, Filsafat Pendidikan Islam, (Surabaya, Digilib Uinsby, 2014), Hal 19.
21
Anwar, Karakteristik Ontologi Pendidikan Islam (Penguatan Aspek Teosentris dan Humanistik), Jurnal Pendidikan Islam
Pendekatan Interdisipliner (JPPI), Vol.3, No.1 (2019), Hal 30-41.
7
manusia tidak lain adalah konsep kepercayaan diilhami oleh Tuhan Yang Maha
Esa kekuatan.
22
Ayat ini memberikan penegasan bahwa aktivitas keilmuan dilakukan oleh setiap manusia semestinya berdasar pada landasan
ketuhanan, ( Al Qur’an, Surat. [96] :1-5)
23
Hasan Basri, Filsafat dan Ilmu Pengetahuan dalam Islam, (Jakarta, Yayasan Obor Indonesia, 2002), Hal 5.
24
Ahmad Hanafi, Pengantar Filsafat Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1991), Hal 90.
8
pemahaman Yusuf Al-Qardawi, bahwa karena dunia dan akhirat merupakan satu
kesatuan konsistensi struktural yang utuh, maka ilmu-ilmu kealaman dan
kemanusiaan (natural dan social sciences) dan ilmu-ilmu keagamaan hendaknya
mempunyai rujukan yang sama, yakni Allah swt. Karena pandangan tersebut
maka pendidikan Islam juga bersumber dari ontologi yang demikian. Dengan
begitu, pengumpulannya merupakan perwujudan dari pandangan yang
menganggap segala wujud merupakan satu kesatuan holistic, sehingga
implikasinya adalah satu kesatuan antara ilmu-ilmu kealaman dan ilmu-ilmu
sosial serta dengan ilmu-ilmu keagamaan.25
25
Anwar, Karakteristik Ontologi Pendidikan Islam (Penguatan Aspek Teosentris dan Humanistik), Jurnal Pendidikan Islam
Pendekatan Interdisipliner (JPPI), Vol.3, No.1 (2019), Hal 30-41.
9
menjadikannya sehingga disebut sebagai makhluk yang sempurna. Kapasitas
psikis adalah modal kejiwaan yang menyebabkan manusia dapat memiliki
keunggulan dan kualitas. Keunggulan dan kualitas merupakan sesuatu yang
diperoleh melalui pengalaman dan pendidikan.26
10
Ketika di alam dunia ini manusia diikat kewajiban agar senantiasa
memelihara hubungan dengan Tuhan, diri sendiri, sesama manusia,
alam lingkungan, dan lingkungan sosial-budaya. Selanjutnya
keberadaan manusia sesudah meninggal, ketika berada di alam
akhirat.Dari aspek ini, dapat dipahami bahwa hakikat sumber bahan
(ontologi) pendidikan Islam mengatur secara jelas dan tepat tentang
esensi dan eksistensi manusia. Ontologi pendidikan Islam menegaskan
pandangannya tentang eksistensi manusia berawal dari realita emperis,
selanjutnya berproses dan berakhir pada realita metafisis hari
kemudiaan.28
2) Hakikat hidup manusia. Manusia sebagai makhluk edukatif sangat
membutuhkan proses pendidikan sepanjang hayat. Pendidikan
berlangsung sejak masa pranatalis, selanjutnya berlanjutnya pada masa
post-natalis. Pada intinya bahwa seluruh interaksi manusia dengan
dirinya dan dengan lingkungannya merupakan pengalaman yang
diperoleh secara eduaktif. Maksudnya sudah jelas yaitu membentuk
kesadaran diri sebagai hamba yang mengerti dari mana dia berasal dan
kemana akan pergi, kesadaran untuk berubah.29
3) Hakikat tujuan hidup manusia yaitu mencapai kualitas metafisis-
keagamaan (segalanya mencari keredhaan dari Tuhan Sang Pencipta).
Konsepsi dasar pendidikan Islam menempatkan segala yang berkaitan
duniawi hanya merupakan tujuan elementer yang perlu diusahakan
dicapai secara seimbang tujuan yang lebih substansial, yaitu tujuan
akhirat. Tujuan ini merupakan tujuan hakiki, abadi. Tujuan aspek
kedua ini berimplikasi pada pembentukan kesadaran spiritual yang kuat
pada setiap pribadi muslim.
BAB III
28
Ahmad Hanafi, Pengantar Filsafat Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1991), Hal 95-98.
29
Anwar, Karakteristik Ontologi Pendidikan Islam (Penguatan Aspek Teosentris dan Humanistik), Jurnal Pendidikan Islam
Pendekatan Interdisipliner (JPPI), Vol.3, No.1 (2019), Hal 30-41.
11
PENUTUP
A. Kesimpulan
Ontologi adalah suatu objek yang menganalisis ilmu pengetahuan yang bersifat
empiris serta mempelajari hal yang terkait tentang apa yang diketahui manusia dan objek
yang diteliti.Dasar ontologi pendidikan adalah suatu materi pendidikan yaitu sisi yang
mengatur seluruh kegiatan pendidikan. Adanya rasa ingin tahu dalam setiap individu akan
menambahkan minat untuk melakukan pengamatan, penyelidikan, dan penelitian.
Dengan adanya ketiga unsur tersebut maka pengetahuan yang mereka miliki akan
terustumbuh dan berkembang. Rasa ingin tau juga cenderung akan menimbulkan
kesadaran bagi setiap individu untuk mengajukan pertanyaan atau kritikan yang relavan.
Pendidikan Islam telah mengalami transformasi makna, metode dan fungsi baik
secara teori maupun praktek. Hal ini karena merupakan hal yang konseptual, bersumber
dari rasionalitas dan ilham, tidak seperti produk pemikiran pendidikan Barat pada
umumnya yang hanya menggunakan rasio dan rasionalitas, serta didukung oleh kondisi
sosial, budaya, politik dan ekonomi untuk mengembangkan konsep Pendidikan yang
baku.
12
DAFTAR PUSTAKA
14