You are on page 1of 38

PANDANGAN ULAMA KONTEMPORER TERHADAP AURAT

KARYA TULIS ILMIAH

Disusun guna memenuhi tugas

Mata Kuliah : Hukum Keluarga Kontemporer (Senin, 10.20 WIB)

Dosen pengampu : Prof. Dr. H. Abdul Hadi M. A.

Disusun oleh :

1. Nur Hikmatul Azizah (2102016004)

2. Riswanda Pallomita (2102016012)

3. Aulia Ma’rifanti (2102016014)

4. M. Khoirul Anam H (2102016034)

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG

2023
MOTTO

Tujuan pendidikan itu untuk mempertajam kecerdasan, memperkukuh kemauan serta


memperhalus perasaan.

( Tan Malaka)
Abstract

THE CONTEMPORARY CLERIC'S VIEW OF THE AURAT

By

Nur Hikmatul Azizah, Riswanda Pallomita, Aulia Ma’rifanti, M. Khoirul Anam H

Allah makes obligations to humans, not to make human life difficult, but rather to
value human values and norms. Muslims should have predominant qualities in all areas. For
Islam is a pervasive religion in all forms of life and livelihoods. In the course of life, Islam
has set certain limits to male and female nakedness. Because it is Islam's will that its people
shut down the veil, blocking the backlash of slander. Mazdhab's priests had a different view
of the law of shamanism. It was also true of jumhur, who gave sight to the flesh.

The fuqaha are divided on the women's limits and their dallons of what they use and
how they perceive them to be divided between themselves. Linguistic apuralism is something
that causes shame, which impels one to close. Terminology in islamic law: the urinary region
is a body that is not allowed to be seen by the islamic system, the minimum of the human
body that is required to be closed by the command of god. From this point on, it is understood
that the nakedness is not identical to the part of the body that is closed by the custom of a
society.

Keywords: Aurat, Fuqaha, Islamic law, Mazdhab, Contemporary

Abstrak

PANDANGAN ULAMA KONTEMPORER TERHADAP AURAT

Oleh

Nur Hikmatul Azizah Riswanda Pallomita Aulia Ma’rifanti, M. Khoirul Anam H

Allah membuat kewajiban untuk manusia sesungguhnya tidak untuk menyulitkan


kehidupan manusia, tetapi justru mempunyai nilai-nilai yang baik bagi nilai dan norma
kehidupan manusia. Orang Islam hendaknya memiliki sifat-sifat yang menonjol di dalam
segala bidang. Sebab Islam adalah agama yang menyeluruh di dalam segala bentuk hidup dan
penghidupan. Dalam menjalani kehidupan, islam telah menetapkan batasbatas tertentu untuk
aurat laki-laki dan perempuan. Karena islam menghendaki agar ummatnya menutup aurat-
aurat tersebut sehingga menghalangi timbulnya fitnah.
Para imam mazdhab memiliki pandangan yang berbeda tentang hukum aurat. Jumhur
ulama juga demikian, memberikan pandangan terhadap aurat. Para Fuqaha bebeda pendapat
tentang batas aurat wanita dan dalil-dalil apa yang mereka gunakan serta bagai mana pula
mereka dalam memahami dalil tersebut sehingga terjadi perbedaan pendapat antar mereka.
Aurat menurut bahasa adalah sesuatu yang menimbulkan rasa malu, sehingga seseorang
terdorong untuk menutupnya. Secara terminologi dalam Hukum Islam, aurat adalah bagian
badan yang tidak boleh kelihatan menurut syariat Islam, batas minimal bagian tubuh manusia
yang wajib ditutup berdasarkan perintah Allah. Berdasarkan pengertian ini, dipahami bahwa
aurat tidaklah identik dengan bahagian tubuh yang ditutup menurut adat suatu kelompok
masyarakat.

Kata kunci : Aurat, Fuqaha, Hukum islam, Mazdhab, Kontemporer


KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Assamualaikum warahmatullahi wabarakatuh

Atas berkat dan rahmat Allah SWT, yang Maha Kuasa, penyusunan Tugas Praktik ini
dapat terselesaikan dengan baik dan tepat waktu. Penyusunan karya tulis ilmiah merupakan
salah satu syarat untuk menyelesaikan tugas matakuliah Hukum Keluarga Kontemporer.
Adapun penulisan Tugas Praktik ini membahas tentang Pandangan Ulama Kontemporer
Terhadap Aurat. Penyusun berharap agar karya perancangan ini dapat memberikan manfaat
bagi kepentingan umum, terutama untuk kepentingan akademis. Penulis memohon maaf
sekiranya terdapat kesalahan pada penulisan Tugas Praktik ini dan dengan lapang dada
penyusun bersedia menerima kritik dan saran yang membangun. Penulis juga mengucapkan
terima kasih kepada semua pihak atas bantuan dan dukungannya sehingga penulisan Tugas
Praktik ini dapat terselesaikan dengan baik. Penulis menyadari dalam menyelesaikan
penulisan Tugas Praktik ini, banyak mendapat bantuan baik secara materil maupun spirituil
dari berbagai macam pihak, oleh karena itu penyusun mengucapkan banyak terima kasih
kepada :

1. Prof. Dr. Imam Taufiq, M.Ag., selaku Rektor UIN Walisongo Semarang.

2. Dr. H. Mohammad Arja Imroni, M.Ag., selaku Dekan Fakultas Syariah dan
Hukum UIN Walisongo Semarang

3. Hj. Nur Hidayati Setyani, S.H., M.H., selaku Kaprodi Hukum Keluarga Islam.

4. Prof. Dr. H. Abdul Hadi M. A. selaku Dosen mata kuliah Hukum Kleuarga
Kotemporer.

5. Teman-teman yang telah membantu secara moral maupun material dalam penulisan
makalah ini.

Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih banyak kepada semua pihak yang telah
membagi sebagian ilmu pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan karya tulis
ilmiah ini sampai akhir. Semoga Allah senantiasa meridhai urusan kami. Aamiin.

Wassamualaikum warahmatullahi wabarakatuh


Semarang, 22 Mei 2023

Penulis

Transliterasi yaitu penggantian jenis tulisan, huruf demi huruf dari abjad yang satu ke
abjad yang lain apa adanya. Tujuan translitearsi Untuk memberikan gambaran kepada para
pembaca tentang teks awal (yang ditransliterasikan), agar pembaca seolah-olah menghadapi
teks aslinya walaupun dalam teks yang berbeda hurufnya serta mempertahankan keaslian
teks.

A. Konsonan

Fonem konsonan bahasa Arab yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan
dengan huruf. Dalam transliterasi ini sebagian dilambangkan dengan huruf dan
sebagian dilambangkan dengan tanda, dan sebagian lagi dilambangkan dengan huruf
dan tanda sekaligus.

Berikut ini daftar huruf Arab yang dimaksud dan transliterasinya dengan huruf
latin:

Huruf Arab Nama Huruf Latin Nama

‫أ‬ Alif Tidak dilambangkan Tidak dilambangkan

‫ب‬ Ba B Be

‫ت‬ Ta T Te

‫ث‬ Ṡa ṡ es (dengan titik di atas)

‫ج‬ Jim J Je

‫ح‬ Ḥa ḥ ha (dengan titik di bawah)

‫خ‬ Kha Kh ka dan ha

‫د‬ Dal d De

‫ذ‬ Żal ż Zet (dengan titik di atas)

‫ر‬ Ra r er

‫ز‬ Zai z zet

‫س‬ Sin s es
‫ش‬ Syin sy es dan ye

‫ص‬ Ṣad ṣ es (dengan titik di bawah)

‫ض‬ Ḍad ḍ de (dengan titik di bawah)

‫ط‬ Ṭa ṭ te (dengan titik di bawah)

‫ظ‬ Ẓa ẓ zet (dengan titik di bawah)

‫ع‬ `ain ` koma terbalik (di atas)

‫غ‬ Gain g ge

‫ف‬ Fa f ef

‫ق‬ Qaf q ki

‫ك‬ Kaf k ka

‫ل‬ Lam l el

‫م‬ Mim m em

‫ن‬ Nun n en

‫و‬ Wau w we

‫ﮬ‬ Ha h ha

‫ء‬ Hamzah ‘ apostrof

‫ي‬ Ya y ye

B. Vokal

Vokal dalam bahasa Arab juga halnya vokal bahasa Indonesia, terdiri dari vokal
tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong.

1. Vokal Tunggal

Vokal tunggal bahasa Arab yang lambangnya berupa tanda atau


harakat, transliterasinya sebagai berikut:

Huruf Arab Nama Huruf Latin Nama


‫ﹷ‬ Fathah a a

‫ﹻ‬ Kasrah i i

‫ﹹ‬ Dammah u u

2. Vokal Rangkap

Vokal rangkap bahasa Arab yang lambangnya berupa gabungan antara


harakat dan huruf, transliterasinya berupa gabungan huruf sebagai berikut:

Huruf Arab Nama Huruf Latin Nama

ْ‫ي‬.َ.. Fathah dan ya ai a dan u

ْ‫و‬.َ.. Fathah dan wau au a dan u

Contoh:

َ ‫َكت‬
‫َب‬ kataba

‫فَ َع َل‬ fa`ala

‫ُسِئ َل‬ suila

َ‫َك ْيف‬ kaifa

‫َحوْ َل‬ haula

3. Maddah

Maddah atau vokal panjang yang lambangnya berupa harakat dan


huruf, transliterasinya berupa huruf dan tanda sebagai berikut:

Huruf Arab Nama Huruf Nama


Latin

‫ى‬..َ.‫ا‬.َ.. Fathah dan alif atau ya ā a dan garis di atas

‫ى‬.ِ.. Kasrah dan ya ī i dan garis di atas

‫و‬.ُ.. Dammah dan wau ū u dan garis di atas


4. Contoh:

‫قَا َل‬ qāla

‫َر َمى‬ ramā

‫قِي َْل‬ qīla

‫يَقُوْ ُل‬ yaqūlu

C. Ta’ Marbutah

Transliterasi untuk ta’ marbutah ada dua, yaitu:

1) Ta’ marbutah hidup

Ta’ marbutah hidup atau yang mendapat harakat fathah, kasrah, dan
dammah, transliterasinya adalah “t”.

2) Ta’ marbutah mati

Ta’ marbutah mati atau yang mendapat harakat sukun, transliterasinya


adalah “h”.

Kalau pada kata terakhir dengan ta’ marbutah diikuti oleh kata yang menggunakan
kata sandang al serta bacaan kedua kata itu terpisah, maka ta’ marbutah itu
ditransliterasikan dengan “h”.

Contoh:

a ‫ال‬ ْ ‫ةُ اَأل‬


َ ِ َ‫طف‬ raudah al-atfāl/raudahtul atfāl

a ُ‫ ْال َم ِد ْينَةُ ْال ُمنَو ََّرة‬al-madīnah al-munawwarah/al-madīnatul munawwarah

a ‫طَ ْل َح ْة‬ talhah

D. Syaddah (Tasydid)

Syaddah atau tasydid yang dalam tulisan Arab dilambangkan dengan sebuah tanda,
tanda syaddah atau tanda tasydid, ditransliterasikan dengan huruf, yaitu huruf yang
sama dengan huruf yang diberi tanda syaddah itu.

Contoh:

‫نَ َّز َل‬ nazzala


ُّ‫البِر‬ al-birr

E. Kata Sandang

Kata sandang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan huruf, yaitu ‫ال‬,
namun dalam transliterasi ini kata sandang itu dibedakan atas:

1) Kata sandang yang diikuti huruf syamsiyah

Kata sandang yang diikuti oleh huruf syamsiyah ditransliterasikan


sesuai dengan bunyinya, yaitu huruf “l” diganti dengan huruf yang
langsung mengikuti kata sandang itu.

2) Kata sandang yang diikuti huruf qamariyah

Kata sandang yang diikuti oleh huruf qamariyah ditransliterasikan


dengan sesuai dengan aturan yang digariskan di depan dan sesuai dengan
bunyinya.

Baik diikuti oleh huruf syamsiyah maupun qamariyah, kata sandang ditulis
terpisah dari kata yang mengikuti dan dihubungkan dengan tanpa sempang.

Contoh:

‫ ال َّر ُج ُل‬ar-rajulu

ْ
‫القَلَ ُم‬al-qalamu

ُ‫ ال َّش ْمس‬asy-syamsu

‫ ْال َجالَ ُل‬al-jalālu

F. Hamzah

Hamzah ditransliterasikan sebagai apostrof. Namun hal itu hanya berlaku bagi
hamzah yang terletak di tengah dan di akhir kata. Sementara hamzah yang terletak di
awal kata dilambangkan, karena dalam tulisan Arab berupa alif.

Contoh:

‫تَْأ ُخ ُذ‬ ta’khużu

‫َشيٌئ‬ syai’un

‫النَّوْ ُء‬ an-nau’u

‫ِإ َّن‬ inna


G. Penulisan Kata

Pada dasarnya setiap kata, baik fail, isim maupun huruf ditulis terpisah. Hanya
kata-kata tertentu yang penulisannya dengan huruf Arab sudah lazim dirangkaikan
dengan kata lain karena ada huruf atau harkat yang dihilangkan, maka penulisan kata
tersebut dirangkaikan juga dengan kata lain yang mengikutinya.

Contoh:

ِ ‫َو ِإ َّن هللاَ فَهُ َو خَ ْي ُر الر‬


َ‫َّازقِ ْين‬ Wa innallāha lahuwa khair ar-rāziqīn

‫بِس ِْم هللاِ َمجْ َراهَا َو ُمرْ َساهَا‬ Bismillāhi majrehā wa mursāhā

H. Huruf Kapital

Meskipun dalam sistem tulisan Arab huruf kapital tidak dikenal, dalam
transliterasi ini huruf tersebut digunakan juga. Penggunaan huruf kapital seperti apa
yang berlaku dalam EYD, di antaranya: huruf kapital digunakan untuk menuliskan
huruf awal nama diri dan permulaan kalimat. Bilamana nama diri itu didahului oleh
kata sandang, maka yang ditulis dengan huruf kapital tetap huruf awal nama diri
tersebut, bukan huruf awal kata sandangnya.

Contoh:

َ‫ْال َح ْم ُد هللِ َربِّ ْال َعالَ ِم ْين‬ Alhamdu lillāhi rabbi al-`ālamīn

ِ ‫الرَّحْ م ِن الر‬
‫َّحي ِْم‬ Ar-rahmānir rahīm/Ar-rahmān ar-rahīm

Penggunaan huruf awal kapital untuk Allah hanya berlaku bila dalam tulisan
Arabnya memang lengkap demikian dan kalau penulisan itu disatukan dengan kata
lain sehingga ada huruf atau harakat yang dihilangkan, huruf kapital tidak
dipergunakan.

Contoh:

‫هللاُ َغفُوْ ٌر َر ِح ْي ٌم‬ Allaāhu gafūrun rahīm

‫هّلِل ِ اُأل ُموْ ُر َج ِم ْيعًا‬ Lillāhi al-amru jamī`an/Lillāhil-amru jamī`an


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Aurat merupakan anggota tubuh pada wanita dan pria yang wajib ditutupi
menurut agama dengan pakaian atau sejenisnya sesuai dengan batasan masing-
masing (wanita dan pria). Jika aurat itu dibuka dengan sengaja maka berdosalah
pelakunya. Masing-masing dari wanita dan pria memiliki batasan aurat yang telah
ditetapkan syari'at islam. Oleh karena itu, setiap muslim dan muslimah wajib
untuk mengetahui batasasnnya dan kemudian mentaatinya dengan menjaga
auratnya dalam kehidupan sehari-hari. Konsep aurat dalam kajian ulama, baik
pada laki-laki dan wanita masih aktual untuk diperbincangkan seiring dengan
perkembangan umat manusia itu sendiri.

Sisi singgung antara umat manusia dan perubahan situasi dan kondisi secara
linier berdampak kepada pandangan umat terhadap ajaran agamanya. Ada yang
dapat berubah atau yang disebut dengan “al-mutaghaiyyirât” dan ada yang tidak
berubah yang disebut dengan “al-tsawâbit”. Sebagian ulama kontemporer
berpendapat bahwa konsep aurat termasuk dalam al-mutaghaiyyirat, akan tetapi
pendapat ulama klasik sebaliknya. Namun, sebagai neraca dalam hal ini perlu
untuk memperhatikan kaedah fikih “al-hukmu yadûru ma'a al-illati wujudan
wadaman”. Tentunya dengan memperhatikan pengamalan nabi Muhammad SAW
dan para sahabat. Sebab, era itu merupakan contoh yang seharusnya menjadi tolak
ukur dalam mengaplikasikan ajaran Islam dewasa ini. Sehingga wajah Islam yang
bersifat universal dan relevan dengan masa kontemporer dapat dihadirkan.

B. Identifikasi Masalah

1. Bagaimana pengertian dan dasar hukum aurat menurut para ulama ?

2. Bagaimana pandangan imam madzhab tentang aurat ?

3. Bagaimana konsep aurat menurut ulama kontemporer ?

C. Tujuan Penelitian

Dari rumusan masalah diatas maka tujuan dari penelitian adalah sebagai
berikut:
1. Dalam rangka memahami apa makna dan pengertian tentang aurat menurut
ulama kontemporer.

2. Bertujuan untuk mendapatkan gambaran mengenai konsep aurat, dan yang


termasuk kedalam aurat menurut imam madzhab.

3. Dalam rangka memberikan penjelasan aurat menurut pendapat para ulama


kontemporer.

D. Landasan Teori

A. Pengertian aurat

Menurut istilah, dalam pandangan pakar hukum Islam, aurat adalah


bagian dari tubuh manusia yang pada prinsipnya tidak boleh kelihatan,
kecuali dalam keadaan darurat atau kebutuhan yang mendesak. Menutup
aurat dalam pengertian hukum Islam berarti menutup dari batas minimal
anggota tubuh manusia yang wajib ditutupinya karena adanya perintah dari
Allah SWT. Adanya perintah menutup aurat ini karena auratadalah
anggota atau bagian dari tubuh manusia yang dapat menimbulkan birahi
atau syahwat dan nafsu bila dibiarkan terbuka. Bagian atau anggota tubuh
manusia tersebut harus ditutupi dan dijaga karena ia (aurat) merupakan
bagian dari kehormatan manusia. Dengan demikian, pengertian aurat
adalah anggota atau bagian dari tubuh manusia yang apabila terbuka atau
tampak akan menimbulkan rasa malu, aib, dan keburukan-keburukan
lainnya. Dalam kamus Lisaan al-'Arab disebutkan, "Kullu 'aib wa khalal fi
syai' fahuwa 'aura" (setiap aib dan cacat cela pada sesuatu disebut dengan
aurat). wa syai` mu'wirun au 'awirun: laa haafidza lahu (sesuatu itu tidak
memiliki penjaga (penahan).

Berdasarkan pengertian di atas, juga dapat disimpulkan bahwa


menutup aurat atau menutupi anggota tubuh tertentu bukan beralasan
karena anggota tubuh tersebut kurang bagus atau jelek, namun lebih
mengarah pada alasan lain, yaitu jika tidak ditutupi maka akan dapat
menimbulkan malu, aib, dan keburukan. Oleh sebab itu hendaknya
manusia menutup bagian tersebut sehingga tidak dapat dilihat oleh orang
lain. Aurat adalah suatu anggota badan yang harus ditutup dan dijaga
hingga tidak menimbulkan kekecewaan dan malu.
B. Aurat laki-laki dan perempuan dalam hukum islam

Allah telah membatasi gerak langkah dan kebebasan kita dalam


melakukan berbagai hal, untuk memberikan kita hal-hal yang baik dan
mencegah kita dari hal-hal yang buruk karena Allah lebih mengetahui
mana hal-hal yang bermanfaat bagi hamba-Nya dan mana yang
membahayakan hamba-Nya. Termasuk dalam hal ini yaitu hal yang
berkaitan dengan perintah menutup aurat. Perintah menutup aurat ini
merupakan hukum yang sengaja Allah perintahkan kepada manusia agar
mereka menutupi tubuhnya agar tidak timbul hal-hal yang buruk.
Mengenai batas anggota tubuh yang dianggap aurat, para ulama
membedakan antara aurat laki-laki dan perempuan. Untuk aurat laki-laki,
walaupun ada perbedaan, secara umum mayoritas ulama berpendapat
bahwa laki-laki semestinya menutup bagian anggota tubuh antara pusar
dan kedua lutut kaki. Sedangkan untuk aurat perempuan, ulama fiqh juga
berbeda pendapat, tetapi secara umum perempuan lebih tertutup dari laki-
laki. Perbedaan pendapat ini terjadi karena al-Qur’an tidak menentukan
secara jelas dan rinci mengenai batas-batas aurat. Seandainya ada
ketentuan yang pasti dan batas yang jelas, maka dapat dipastikan pula
bahwa kaum muslimin termasuk ulama-ulamanya sejak dahulu hingga kini
tidak akan berbeda pendapat.

Aurat wanita ditinjau dari pandangan laki-laki bukan mahramnya,


adalah sekujur tubuhnya . Tentang aurat perempuan, Allah SWT berfirman
dalam al-Qur’an an-Nur : 31 :

ۖ ‫ا‬¹¹َ‫ َر ِم ْنه‬¹ َ‫ا ظَه‬¹¹‫ ِدينَ ِزينَتَه َُّن ِإاَّل َم‬¹‫رُو َجه َُّن َواَل يُ ْب‬¹ ُ‫ظنَ ف‬ ْ َ‫ ِر ِه َّن َويَحْ ف‬¹ ‫ْص‬َ ٰ ‫نَ ِم ْن َأب‬¹ ‫ُض‬ ْ ‫ت يَ ْغض‬ ِ َ‫ ْؤ ِم ٰن‬¹‫ل لِّ ْل ُم‬¹¹ُ‫َوق‬
ْ‫ولَتِ ِه َّن َأو‬¹¹‫ٓا ِء بُ ُع‬¹¹َ‫ٓاِئ ِه َّن َأوْ َءاب‬¹¹َ‫ولَتِ ِه َّن َأوْ َءاب‬¹ُ‫ين ِزينَتَه َُّن ِإاَّل لِبُع‬ ¹َ ‫َو ْليَضْ ِر ْبنَ بِ ُخ ُم ِر ِه َّن َعلَ ٰى جُ يُوبِ ِه َّن ۖ َواَل يُ ْب ِد‬
‫ت َأ ْي ٰ َمنُه َُّن‬
ْ ‫ا َملَ َك‬¹¹‫ٓاِئ ِه َّن َأوْ َم‬¹ ‫َأ ْبنَٓاِئ ِه َّن َأوْ َأ ْبنَٓا ِء بُعُولَتِ ِه َّن َأوْ ِإ ْخ ٰ َونِ ِه َّن َأوْ بَنِ ٓى ِإ ْخ ٰ َونِ ِه َّن َأوْ بَنِ ٓى َأخَ ٰ َوتِ ِه َّن َأوْ نِ َس‬
َ‫ت ٱلنِّ َسٓا ِء ۖ َواَل يَضْ ِر ْبن‬ ِ ‫ُوا َعلَ ٰى عَوْ ٰ َر‬ ۟ ‫ظهَر‬ ْ َ‫َأ ِو ٱل ٰتَّبِ ِعينَ َغي ِْر ُأ ۟ولِى ٱِإْل رْ بَ ِة ِمنَ ٱل ِّر َجا ِل َأ ِو ٱلطِّ ْف ِل ٱلَّ ِذينَ لَ ْم ي‬
َ‫بَِأرْ ُجلِ ِه َّن لِيُ ْعلَ َم َما ي ُْخفِينَ ِمن ِزينَتِ ِه َّن ۚ َوتُوب ُٓو ۟ا ِإلَى ٱهَّلل ِ َج ِميعًا َأيُّهَ ْٱل ُمْؤ ِمنُونَ لَ َعلَّ ُك ْم تُ ْفلِحُون‬

Artinya: Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka


menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka
menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya.
Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan
janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau
ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau
putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau
putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan
mereka, atau wanita-wanita islam, atau budak-budak yang mereka miliki,
atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap
wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan
janganlah mereka memukulkan kakinyua agar diketahui perhiasan yang
mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai
orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.

Aurat laki-laki ialah anggota badan dari pusat sampai lutut, sedang
aurat perempuan ialah semua anggota badan kecuali muka dan telapak
tangan. Pembatasan Aurat tersebut untuk semua orang, baik orang yang
merdeka ataupun budak, orang islam maupun kafir. Perempuan boleh
memperlihatkan badannya terhadap sesama wanita yang beragama Islam
baik ketika sendirian maupun ketika wanita-wanita lain di sisinya, Kecuali
anggota badan antara pusar dan lutut.

Batasan Aurat Perempuan Yang Tidak Boleh Dilihat Aurat wanita


muslimah yang harus ditutupi dihadapan orang lain adalah :

1. Semua anggota badan wanita, sebagaimana manurut mazhab


Ahmad, dan Ibnu Taimiyah.

2. Semua badan wanita kecuali wajah telapak tangan dan telapak


kaki, hal ini menurut mazhab Abu hanifah.

3. Semua badan wanita kecuali wajah dan telapak tangn saja, hal ini
menurut mazhab Malik dan as- Syafi'i.

Sebab timbulnya perbedaan pendapat dalam masalah ini ialah adanya


perbedaan pemahaman terhadap firman Allah SWT al-Qur’an surat an-Nur
ayat 31. Al-Auza’i ditanyai dan kemudian menjawab, “ Dua telapak dan
wajah” ad-Dahhak, dia berkata “ telapak tangan dan wajah”. Yang lain
berkata: “Yang dimaksud adalah wajah dan bakaian”. Yunus berkata “Dan
Janganlah mereka menampakkan perhiasan mereka kecuali yang (biasa)
tampak darinya”. al-Hassan berkata: “wajah dan pakaian”. Dan pendapat-
pendapat yang lebih dekat dengan kebenaran dalam hal itu adalah
pendapat orang mengatakn bahwa yang dimaksudkan adalah wajah dan
kedua telapak tangan. Dengan demikian, maka termasuk ke dalamnya
celak, cincin, gelang tangan dan warna telapak tangan, Kita katakan
demikian itu pendapat yang paling dekat dengan takwil dalam hal tersebut
karena kesepakatan bersama, bahwa setiap orang sholat wajib menutup
auratnya di dalam sholatnya.

Wanita boleh membuka wajahnya di kedua telapak tangannya di dalam


shalatnya. Tetapi dia wajib menutup yang selain itu dari badannya,
Apabila yang demikian itu merupakan Ijma’ maka dengan begitu dapat
dimaklumi bahwa ia boleh menampakkan sebagian badannya, selama ia
bukan aurat, tidaklah haram menampakkannya. Dan apabila ia boleh
menampakkan yang demikian, maka dimaklumi pula bahwa di antara yang
di kecualikan Allah SWT dengan firman-nya, kecuali yang (biasa) tampak
darinya, sebab semua itu tampak darinya.

Para ulama berbeda pendapat mengenai batasan aurat laki-laki. Ada


sebagian ulama berpendapat, bahwa aurat laki-laki adalah antara pusat dan
lutut, sedangkan pusat dan lutut bukan termasuk aurat. Imam Qurthubiy di
dalam tafsir Qurthubiy menyatakan, para ulama berbeda pendapat
mengenai bagian tubuh mana yang termasuk aurat. Ibnu Abi Da`b
berpendapat, bahwa aurat laki-laki hanyalah kemaluan dan dubur, bukan
yang lainnya. Ini adalah pendapat Dawud, Ahlu Dzahir, Ibnu Abi 'Aliyah,
dan Al-Thabariy. Sedangkan Imam Malik berpendirian bahwa pusar tidak
termasuk aurat, dan beliau memakruhkan laki-laki yang membuka pahanya
di hadapan isterinya. Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa lutut
termasuk aurat; dan ini adalah pendapat 'Atha'. Adapun Imam Syafi'i
berpendapat, bahwa pusat dan kedua lutut tidak termasuk aurat, dan ini
adalah riwayat yang shahih(benar). Namun, Abu Hamid al-Turmudziy
meriwayatkan, bahwa ImamSyafi'iy mempunyai dua pendapat mengenai
pusat, sedangkan ulama lain berpendapat, bahwa aurat laki-laki adalah
antara pusat.

E. Metode Penelitian
Adapun metode penelitian yang digunakan adalah kajian pustaka atau studi
kepustakaan yaitu berisi teori teori yang relevan dengan masalah – masalah
penelitian Pada bagian ini dilakukan pengkajian mengenai konsep dan teori yang
digunakan berdasarkan literatur yang tersedia, terutama dari artikel-artikel yang
dipublikasikan dalam berbagai jurnal ilmiah. Kajian pustaka berfungsi untuk
membangun konsep atau teori yang menjadi dasar studi dalam penelitian. Kajian
pustaka atau studi pustaka merupakan kegiatan yang diwajibkan dalam penelitian,
khususnya penelitian akademik yang tujuan utamanya adalah mengembangkan
aspek teoritis maupun aspek manfaat praktis. Sehingga dengan menggunakan
metode penelitian ini penulis dapat dengan mudah menyelesaikan masalah yang
hendak diteliti. Penelitian ini termasuk penelitian deskriptif, penelitian deskriptif
berfokus pada penjelasan sistematis tentang fakta yang diperoleh saat penelitian
dilakukan.

F. Sistematika Laporan

1. Bagian pembuka

Adapun bagian pembuka merupakan bagian-bagian yang terdapat di


halaman awal laporan, mulai dari judul hingga daftar isi dan tabel. Bagian
pembuka terdiri dari:

a) Cover

b) Judul Penelitian

c) Kata Pengantar

d) Abstrak

e) Transliterasi Arab-Indonesia

2. Bagian Isi

Sementara bagian isi merupakan bagian yang menjelaskan tahapan


atau proses penelitian, mulai dari pendahuluan atau latar belakang dari
penelitian, hingga analisis, hasil dan pemabahasan yang diperoleh dari
penelitian. Bagian isi terdiri dari Hasil dan Pembahasan.

3. Bagian Penutup
Bagian penutup merupakan bagian yang ada di halaman akhir
penelitian, mulai dari kesimpulan hingga lampiran. Bagian penutup terdiri
dari, Kesimpulan, kata penutup dan daftar pustaka.

BAB II

PENGERTIAN AURAT DALAM LITERATUR DAN HUKUM ISLAM

Menurut bahasa “aurat” berarti malu, aib dan buruk. Kata aurat berasal dari bahasa
arab yaitu: “’awira" (‫)ع َِو َر‬, artinya hilang perasaan, kalau dipakai untuk mata, maka mata itu
hilang cahayanya dan lenyap pandangannya. Pada umumnya kata ini memberi arti yang tidak
baik dipandang, memalukan dan mengecewakan. Selain daripada itu kata aurat berasal dari
kata “’ āra” ( ‫ا َر‬¹¹َ‫)ع‬, artinya menutup dan menimbun seperti menutup mata air dan
menimbunnya. Ini berarti, bahwa aurat itu adalah sesuatu yang ditutup sehingga tidak dapat
dilihat dan dipandang.

Selanjutnya kata aurat berasal dari kata “a’wara” ( ‫ )اَ ْع َو َر‬artinya, sesuatu yang jika
dilihat, akan mencemarkan. Jadi, aurat adalah suatu anggota badan yang harus ditutup dan
dijaga hingga tidak menimbulkan kekecewaan dan malu.

Secara terminologi dalam Hukum Islam, aurat adalah bagian badan yang tidak boleh
kelihatan menurut syariat Islam, batas minimal bagian tubuh manusia yang wajib ditutup
berdasarkan perintah Allah.

Adapun aurat dalam pengertian syara' menurut Prof. Dr. Wahbah az-Zuhaily adalah:

ْ َّ‫ َما يَ ِجبُ َس ْت ُرهُ َو َما يُحْ َر ُم الن‬:ً‫ال َعوْ َرةُ شَرْ عا‬
‫ظ ُر ِإلَ ْي ِه‬

Artinya: "Aurat menurut syara' adalah anggota tubuh yang wajib menutupnya dan
apa-apa yang diharamkan melihat kepadanya". Jadi, aurat adalah bagian tubuh wanita atau
laki-laki yang wajib ditutupi dan haram untuk di buka atau diperlihatkan kepada orang lain.

Dalam kitab Mu'jam Lughat al-Fuqaha' didefinisikan dengan:

‫ع َس ْت ُرهُ ِمن ال َّذ َك ِر َواُأْل ْنثَى‬ َ ‫ُكلُّ َأ ْم ٍر يُ ْستَحْ يَا ِم ْنهُ َوَأوْ َج‬
ِ ‫ب ال َّش‬
ُ ‫ار‬

Artinya: "Segala perkara yang menimbulkan rasa malu dan diwajibkan agama
menutupnya dari anggota tubuh pria maupun wanita".

Dapat disimpulkan bahwa aurat merupakan anggota tubuh pada wanita dan pria yang
wajib ditutupi menurut agama dengan pakaian atau sejenisnya sesuai dengan batasan masing-
masing (wanita dan pria). Jika aurat itu dibuka dengan sengaja maka berdosalah pelakunya.
Masing-masing dari wanita dan pria memiliki batasan aurat yang telah ditetapkan syari'at
Islam. Oleh karena itu, setiap muslim dan muslimah wajib untuk mengetahui batasannya dan
kemudian mentaatinya dengan menjaga auratnya dalam kehidupan sehari-hari.

BAB III

DASAR HUKUM AURAT

Salah satu aspek etika Islam adalah mengatur masalah berpakaian, baik untuk laki-
laki maupun perempuan. Etika berpakaian yang diajarkan Islam pada prinsipnya berorientasi
pada menutup aurat. Dasar hukum bidang etika itu adalah wahyu Allah seperti antara lain
tersurat dalam nash Al-Qur’an dan hadist Rasululullah SAW, sebagai berikut :1

1. Q.S Al-A’raf ayat 20, 22, dan 26.

‫ي َع ْنهُ َما ِم ْن َسوْ ءٰ تِ ِه َما َوقَا َل َما نَ ٰهى ُك َما َربُّ ُك َما ع َْن ٰه ِذ ِه ال َّش َج َر ِة آِاَّل اَ ْن تَ ُكوْ نَا‬ َ ‫س لَهُ َما ال َّشي ْٰطنُ لِيُ ْب ِد‬
َ ‫ي لَهُ َما َما ٗو ِر‬ َ ‫فَ َو ْس َو‬
َ‫َملَ َك ْي ِن اَوْ تَ ُكوْ نَا ِمنَ ْال ٰخلِ ِد ْين‬

“Maka, setan membisikkan (pikiran jahat) kepada keduanya yang berakibat tampak
pada keduanya sesuatu yang tertutup dari aurat keduanya. Ia (setan) berkata,
“Tuhanmu tidak melarang kamu berdua untuk mendekati pohon ini, kecuali (karena
Dia tidak senang) kamu berdua menjadi malaikat atau kamu berdua termasuk orang-
orang yang kekal (dalam surga).” (Q.S Al-A’raf : 20)

‫ق ْال َجنَّ ۗ ِة َون َٰادىهُ َما َربُّهُ َمٓا اَلَ ْم‬


ِ ‫ص ٰف ِن َعلَ ْي ِه َما ِم ْن و ََّر‬
ِ ‫َت لَهُ َما َسوْ ءٰ تُهُ َما َوطَفِقَا يَ ْخ‬ ْ ‫فَد َٰلّىهُ َما بِ ُغرُوْ ۚ ٍر فَلَ َّما َذاقَا ال َّش َج َرةَ بَد‬
‫اَ ْنهَ ُك َما ع َْن تِ ْل ُك َما ال َّش َج َر ِة َواَقُلْ لَّ ُك َمٓا اِ َّن ال َّشي ْٰطنَ لَ ُك َما َعد ٌُّو ُّمبِي ٌْن‬

“Ia (setan) menjerumuskan keduanya dengan tipu daya. Maka, ketika keduanya telah
mencicipi (buah) pohon itu, tampaklah pada keduanya auratnya dan mulailah
keduanya menutupinya dengan daun-daun (di) surga. Tuhan mereka menyeru mereka,
“Bukankah Aku telah melarang kamu berdua dari pohon itu dan Aku telah
1
Husna, Nihayatul. 2021. “Pembacaan Kontemporer Al-Qur`an Muhammad Syahrur; Batas Minimal dan
Maksimal Aurat Wanita”, Cakrawla: Jurnal Kajian Manajemen Pendidikan Islam dan Studi Sosial. Vol. 5 No. 2,
h. 191.
mengatakan bahwa sesungguhnya setan adalah musuh yang nyata bagi kamu berdua?”
(Q.S Al-A’raf : 22)

َ‫ت هّٰللا ِ لَ َعلَّهُ ْم يَ َّذ َّكرُوْ ن‬ َ ِ‫اريْ َسوْ ءٰ تِ ُك ْم َو ِر ْي ًش ۗا َولِبَاسُ التَّ ْق ٰوى ٰذلِكَ َخ ْي ۗ ٌر ٰذل‬
ِ ‫ك ِم ْن ٰا ٰي‬ ٰ
ِ ‫ٰيبَنِ ْٓي ا َد َم قَ ْد اَ ْن َز ْلنَا َعلَ ْي ُك ْم لِبَاسًا يُّ َو‬

“Wahai anak cucu Adam, sungguh Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk
menutupi auratmu dan bulu (sebagai bahan pakaian untuk menghias diri). (Akan
tetapi,) pakaian takwa itulah yang paling baik. Yang demikian itu merupakan sebagian
tanda-tanda (kekuasaan) Allah agar mereka selalu ingat.” (Q.S Al-A’raf : 26)

Telah dijelaskan di ayat sebelumnya bahwa ketika malaikat diperintahkan oleh


Allah SWT untuk bersujud kepada Nabi Adam, mereka bersujud kecuali iblis. Karena
ia merasa lebih baik dari Adam, sebab ia terbuat dari api, sedang Nabi Adam terbuat
dari tanah. Karena itulah iblis dikeluarkan dari Jannah dan bersumpah untuk
menggoda Adam dan keturunannya hingga kapan saja.

Kemudian pada ayat-ayat ini dijelaskan bahwa syaitan terus menerus


membisikkan pikiran jahatnya dan membujuk Adam dan Hawa dengan tipu daya agar
melanggar larangan-Nya. Akhirnya keduannya terbujuk dan makan buah kayu
“Khuldi” yang dilarang Allah SWT, dan ketika itu juga tampaklah aurat keduanya,
lalu keduanya menutupinya dengan daun-daun surga. Kemudian Allah SWT menegur
dan mengingatkan kepada keduanya bahwa syaitan adalah musuh yang nyata,
sebagaimana diungkapkan pada ayat 22, surat al-A’raf. Dan sadarlah Adam dan Hawa
kemudian berucap “Ya Tuhan kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri, dan jika
Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya pastilah
kami termasuk orang-orang yang merugi.” (Al-A’raf : 23).

Dalam penafsiran ayat ini Al-Qasimiy mengutip pendapat dari Al-Jasymiy


bahwa Adam a.s. sangat beruntung karena mempunyai lima sifat, yaitu: mengakui atas
dosanya, menyesali dosanya, mawas diri, segera bertobat dan tidak putus asa dari
rahmat Allah. 2Adapun Iblis sangat celaka karena mempunyai lima sifat, yaitu: tidak

2
Husna, Nihayatul. 2021. “Pembacaan Kontemporer Al-Qur`an Muhammad Syahrur; Batas Minimal dan
Maksimal Aurat Wanita”, Cakrawla: Jurnal Kajian Manajemen Pendidikan Islam dan Studi Sosial. Vol. 5 No. 2,
h. 191.
mengakui dosanya, tidak menyesal, tidak mawas diri, tidak mau bertobat dan berputus
asa dari rahmat Allah. (Al-Qasimiy, 1978: 29).

Ayat-ayat tersebut memberikan pengertian bahwa membuka aurat adalah dosa


besar dan tercela, karena itulah pada ayat tersebut, aurat diungkapkan dengan istilah
sauah yang artinya “jelek”.

Pada ayat berikutnya, yaitu ayat 26 Al-A’raf, diungkapkan bahwa Allah telah
mempersiapkan pakaian dan perhiasan, tetapi pakaian taqwa adalah lebih baik dari
pakaian kain atau bulu. Dimaksudkan dengan taqwa ialah iman dan amal saleh.

Jadi, Dalam ayat tersebut di atas nyata sekali dikatakan bahwa Allah
menjadikan pakaian bagi manusia agar mereka menutup aurat. Kemudian Al-Qur’an
juga memberikan petunjuk pakaian-pakaian wanita untuk menutupi auratnya yang
betul dan baik.

2. Q.S An-Nur ayat 30-31

َ‫ك اَ ْز ٰكى لَهُ ۗ ْم اِ َّن هّٰللا َ َخبِ ْي ۢ ٌر بِ َما يَصْ نَعُوْ ن‬


َ ِ‫ار ِه ْم َويَحْ فَظُوْ ا فُرُوْ َجهُ ۗ ْم ٰذل‬
ِ ‫ص‬َ ‫قُلْ لِّ ْل ُمْؤ ِمنِ ْينَ يَ ُغضُّ وْ ا ِم ْن اَ ْب‬

“Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: “Hendaklah mereka


menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih
Suci bagi mereka, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang mereka perbuat”
(Q.S An-Nur : 30)

‫ر ِه َّن‬¹ِ ¹‫ ِر ْبنَ بِ ُخ ُم‬¹‫ض‬ ْ َ‫ا ۖ َو ْلي‬¹¹َ‫ظهَ َر ِم ْنه‬ َ ‫ين ِزينَتَه َُّن ِإاَّل َما‬ ¹َ ‫ُوجه َُّن َواَل يُ ْب ِد‬َ ‫ظنَ فُر‬ ْ َ‫ص ِر ِه َّن َويَحْ ف‬ َ ٰ ‫ت يَ ْغضُضْ نَ ِم ْن َأ ْب‬ ِ َ‫َوقُل لِّ ْل ُمْؤ ِم ٰن‬
‫ ٰ َونِ ِه َّن‬¹‫ولَتِ ِه َّن َأوْ ِإ ْخ‬¹¹‫َعلَ ٰى ُجيُوبِ ِه َّن ۖ َواَل يُ ْب ِدينَ ِزينَتَه َُّن ِإاَّل لِبُعُولَتِ ِه َّن َأوْ َءابَٓاِئ ِه َّن َأوْ َءابَٓا ِء بُعُولَتِ ِه َّن َأوْ َأ ْبنَٓاِئ ِه َّن َأوْ َأ ْبنَٓا ِء بُ ُع‬
ٰ
ِ ¹‫ ا ِل َأ ِو ٱلطِّ ْف‬¹‫ ِة ِمنَ ٱلرِّ َج‬¹ َ‫ر ُأ ۟ولِى ٱِإْل رْ ب‬¹
‫ل‬¹ ِ ¹‫ت َأ ْي ٰ َمنُه َُّن َأ ِو ٱلتَّبِ ِعينَ َغ ْي‬
ْ ‫َأوْ بَنِ ٓى ِإ ْخ ٰ َونِ ِه َّن َأوْ بَنِ ٓى َأ َخ ٰ َوتِ ِه َّن َأوْ نِ َسٓاِئ ِه َّن َأوْ َما َملَ َك‬
َ‫ا َأيُّه‬¹ً‫و ۟ا ِإلَى ٱهَّلل ِ َج ِميع‬¹ُٓ ‫ا ي ُْخفِينَ ِمن ِزينَتِ ِه َّن ۚ َوتُوب‬¹¹‫ت ٱلنِّ َسٓا ِء ۖ َواَل يَضْ ِر ْبنَ بَِأرْ ُجلِ ِه َّن ِليُ ْعلَ َم َم‬ ِ ‫ُوا َعلَ ٰى عَوْ ٰ َر‬ ۟ ‫ظهَر‬ ْ َ‫ٱلَّ ِذينَ لَ ْم ي‬
َ‫ْٱل ُمْؤ ِمنُونَ لَ َعلَّ ُك ْم تُ ْفلِحُون‬

“Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan


pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya,
kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. dan hendaklah mereka menutupkan kain
kudung kedadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami
mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau
puteraputera suami mereka, atau Saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera
saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau
wanitawanita islam, atau budak- budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan
laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang
belum mengerti tentang aurat wanita.3 dan janganlah mereka memukulkan kakinyua
agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. dan bertaubatlah kamu sekalian
kepada Allah, Hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.” (Q.S An-Nur :
31)

Telah dinyatakan dengan tegas oleh ayat diatas tentang kewajiban menutup
‘Aurat. Adapun yang dimaksud dengan perhiasan yang dhahir dalam ayat tersebut
wajah, celak, mata dan cincin. Sedangkan yang dimaksud dengan mengulurkan
kerudung kepala diatas dada mereka yakni ujung kerudung kepala tersebut hendaklah
mereka belitkan dileher mereka dan diulurkan keatas dada mereka supaya dada itu
tertutup. Dan haram memebuka aurat kecuali terhadap suami dan orang-orang yang
telah disebut dalam ayat tersebut diatas.

3. Q.S Al-Ahzab ayat 59

ُ ‫ك اَ ْد ٰن ٓى اَ ْن يُّع َْر ْفنَ فَاَل يُْؤ َذ ْي ۗنَ َو َكانَ هّٰللا‬


َ ِ‫ك َونِ َس ۤا ِء ْال ُمْؤ ِمنِ ْينَ يُ ْدنِ ْينَ َعلَ ْي ِه َّن ِم ْن َجاَل بِ ْيبِ ِه ۗ َّن ٰذل‬
َ ِ‫ك َوبَ ٰنت‬ ِ ‫ٰيٓاَيُّهَا النَّبِ ُّي قُلْ اِّل َ ْز َو‬
َ ‫اج‬
ِ ‫َغفُوْ رًا ر‬
‫َّح ْي ًما‬

“Hai nabi, Katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-


isteri orang mukmin: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh
mereka”. yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, Karena itu
mereka tidak di ganggu. dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
(Q.S Al-Ahzab : 59)

Dari ayat-ayat diatas dapat diambil kesimpulan bahwa Allah SWT


mewajibkan atas muslim dan Muslimah menjaga auratnya dan menjaga pandangan
serta kemaluannya agar terhindar dari kemunkaran. Dalil-dalil yang memerintahkan
untuk menutup aurat bukan hanya terdapat dalam nash Qur’an saja, tetapi juga
terdapat dalam sumber hukum yang kedua yaitu hadist nabi.

1. Hadist riwayat Abu Daud dari Aisyah

ٌ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم َو َعلَ ْيهَا ثِيَابٌ ِرقَا‬


 ‫ق‬ َ ِ ‫ت َعلَى َرسُو ِل هَّللا‬ ْ َ‫ض َي هَّللا ُ َع ْنهَا َأ َّن َأ ْس َما َء بِ ْنتَ َأبِي بَ ْك ٍر َدخَ ل‬
ِ ‫ع َْن عَاِئ َشةَ َر‬
‫يض لَ ْم تَصْ لُحْ َأ ْن يُ َرى ِم ْنهَا‬ َ ‫َت ْال َم ِح‬ ْ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم َوقَا َل يَا َأ ْس َما ُء ِإ َّن ْال َمرْ َأةَ ِإ َذا بَلَغ‬
َ ِ ‫ض َع ْنهَا َرسُو ُل هَّللا‬ َ ‫فََأ ْع َر‬
َ ‫ِإاَّل هَ َذا َوهَ َذا َوَأ َش‬
‫ار ِإلَى َوجْ ِه ِه َو َكفَّ ْي ِه‬

3
Nuraini and Dhiauddin, Islam Dan Batas Aurat Wanita, ed. by Abubakar Marzuki, pertama (Yogyakarta:
Kaukaba Dipantara, 2013).
Artinya: “Dari Aisyah r.a bahwa sesungguhnya Asma binti Abu Bakar masuk ke
rumah Rasulullah SAW dan ia memakai baju yang tipis, lalu Rasulullah berpaling
darinya dan bersabda: asma..! jika seorang perempuan telah dating masa haidhnya ia
tidak dibenarkan menampakkan auratnya kecuali ini dan ini sambil menunjukkan
wajah dan pergelangannya (rasulullah SAW).” (H.R. Abu Daud)4

Hadist di atas menunjukkan tentang kewajiban untuk menutup aurat, dimana


seorang wanita yang sudah sampai haidhnya (yaitu wanita yang sudah sampai
umurnya) maka ia tidak boleh menampakkan auratnya kecuali wajah dan tangannya.
Karena berpakaian merupakan kewajiban agama maka kewajiban tersebut dibebankan
kepada orang yang baligh. Adapun tanda baligh seseorang adalah ia telah mengalami
masa haidh yang pertama.5

2. Hadist riwayat Ibn Majjah dari Bahz bin Hakim

Sumber nilai yang secara khusus menetapkan etika berpakaian bagi laki-laki
adalah hadis Nabi seperti antara lain terdapat dalam riwayat Bahz;

ِ ‫ُول هَّللا‬
َ ‫ت يَا َرس‬ ُ ‫ال قُ ْل‬
َ َ‫َح َّدثَنَا يَحْ يَى بْنُ َس ِعي ٍد َوِإ ْس َما ِعي ُل بْنُ ِإ ْب َرا ِهي َم ع َْن بَه ٍْز قَا َل َح َّدثَنِي َأبِي ع َْن َجدِّي ق‬
َ‫ت يَا َرسُو َل هَّللا ِ فَِإ َذا َكان‬ ُ ‫ال قُ ْل‬
َ َ‫ك ق‬ ْ ‫ك َأوْ َما َملَ َك‬
َ ُ‫ت يَ ِمين‬ َ ِ‫ك ِإاَّل ِم ْن َزوْ َجت‬ ْ َ‫ َو َما نَ َذ ُر قَا َل احْ ف‬ ‫عَوْ َراتُنَا َما نَْأتِي ِم ْنهَا‬
َ َ‫ظ عَوْ َرت‬
َ َ‫ت فَِإ َذا َكانَ َأ َح ُدنَا خَالِيًا ق‬
َ‫ال فَاهَّلل ُ تَبَا َرك‬ ُ ‫ْض قَا َل ِإ ْن ا ْستَطَعْتَ َأ ْن اَل يَ َراهَا َأ َح ٌد فَاَل يَ َريَنَّهَا قُ ْل‬ٍ ‫ضهُ ْم فِي بَع‬ ُ ‫ْالقَوْ ُم بَ ْع‬
ُ‫ق َأ ْن يُ ْستَحْ يَا ِم ْنه‬
ُّ ‫َوتَ َعالَى َأ َح‬

Artinya: “Dari Bahz Hakim, dari ayahnya dari kakeknya ia berkata: Aku bertanya ya
Rasulullah, mana aurat-aurat yang kami tutup dan kami biarkan? Nabi menjawab:
jagalah auratmu terhadap isterimu dan hamba-hambamu. Bagaimana kalau kaum
(mereka) itu bercampur antar mereka, nabi menjawab kalau seorang tidak melihatnya.
Aku bertanya bagaimana kalau salah seorang kami itu sendirian? Nabi menjawab:
Allah itu lebih berhak untuk dimuliakan.” (HR. Ibnu Majah)

Hadist di atas menunjukkan kewajiban untuk menutup aurat. Dapat dipahami


dari perkataan kecuali terhadap isteri-isteri mu dan hamba-hambamu yang tersebut

4
Fuad Mohd.Fachruddin,Aurat dan Jilbab dalam Pandangan Mata Islam,(Jakarta Pusat: Pedoman ilmu jaya,
1984)
5
Husna, Nihayatul. 2021. “Pembacaan Kontemporer Al-Qur`an Muhammad Syahrur; Batas Minimal dan
Maksimal Aurat Wanita”, Cakrawla: Jurnal Kajian Manajemen Pendidikan Islam dan Studi Sosial. Vol. 5 No. 2,
h. 191.
dalam hadist di atas menunjukkan isteri dan hamba-hambanya boleh melihatnya,
begitu juga pula sebaliknya.

Bertitik tolak dari beberapa buah dalil al-qur’an dan sunnah yang telah
diumumkan di atas. Maka diambil kesimpulan bahwa menutup aurat merupakan
kewajiban mutlak yang harus dilaksanakan oleh setiap pribadi, baik muslim maupun
muslimah yang telah sampai umur dan mumayiz. Jelasnya islam membolehkan
kepada wanita untuk memamerkan diri dan perhiasannya kepada orang-orang yang
berhak atas diri mereka itu yaitu suaminya.
BAB IV

AURAT MENURUT ULAMA MADZHAB

1. Madzhab Hambali

Bagi perempuan, auratnya adalah seluruh anggota tubunya, kecuali wajah saja.
Untuk batasan aurat pria yakni antara pusar hingga lutut. Aurat wanita muslim jika
bersama dengan mahram laki-laki adalah seluruh tubuh, kecuali wajah, leher, kepala,
tangan, betis, dan kaki. Adapun bila dengan pria bukan mahram, maka auratnya
seluruh tubuh, kecuali wajah, dan kedua telapak tangan. Untuk pria, auratnya adalah
antara pusar sampai lutut, baik dengan perempuan mahram, sesama kaum laki-laki,
bahkan juga bila bersama perempuan bukan mahram.6

‫كل شيء منها ــ أي من المرأة الحرة ــ عورة حتى الظفر‬

“Setiap bagian tubuh wanita adalah aurat, termasuk pula kukunya”. (Dinukil
dalam Zaadul Masiir, 6/31).

2. Madzhab Maliki

Batas aurat dibagi dua kategori, yakni mughalazah (tidak dapat ditoleransi)
dan mukhaffafah (dapat ditoleransi). Untuk laki-laki, aurat mughalazahnya adalah
qubul dan dubur, serta aurat mukhaffafahnya yakni bagian anggota lain selain antara
pusar sampai lutut. Kaum wanita, aurat mughalazahnya yaitu seluruh anggota badan
selain bagian dada, punggung, dan atraf (tangan, kaki, kepala). Aurat mukhaffafahnya
adalah semua tubuh, kecuali wajah, dan kedua telapak dan punggung tangan.7

Batas aurat pria bersama kaum laki-laki lain serta mahram perempuannya
yakni antara pusar hingga lutut. Sementara bila dengan wanita bukan mahram, maka
auratnya seluruh tubuhnya kecuali wajah, kepala, kaki, dan tangan. Aurat perempuan
muslim jika bersama mahram laki-laki adalah seluruh tubuh, kecuali wajah, kepala,
leher, tangan, dan kaki. Untuk auratnya dengan diri sendiri, sesama wanita, dan
bersama mahram prianya adalah pusar sampai lutut.8

6
Muhammad Jawad Mughniyah, Fiqh Lima Mazhab, Cetekan 19, (Jakarta : Lentera, 2007)
7
Ibid
8
Ibid
Az Zarqaani berkata

‫ا‬¹¹‫ وأم‬. ‫ حتى دالليها وقصَّتها‬، ‫وعورة الحرة مع رجل أجنبي مسلم غير الوجه والكفين من جميع جسدها‬
‫ة‬¹¹‫وف فتن‬¹¹‫ إال لخ‬، ‫ فله رؤيتهما مكشوفين ولو شابة بال عذر من شهادة أو طب‬، ‫الوجه والكفان ظاهرهما وباطنهما‬
‫ كما للفاكهاني والقلشاني‬، ‫ كنظر ألمرد‬، ‫أو قصد لذة فيحرم‬

“Aurat wanita di depan lelaki muslim ajaran nabi adalah seluruh tubuh selain
wajah dan telapak tangan. Bahkan suara indahnya juga aurat. Sedangkan wajah,
telapak tangan luar dan dalam, boleh dinampakkan dan dilihat oleh laki-laki walaupun
wanita tersebut masih muda baik sekedar melihat ataupun untuk tujuan pengobatan.
Kecuali jika khawatir timbul fitnah atau lelaki melihat wanita untuk berlezat-lezat,
maka hukumnya haram, sebagaimana haramnya melihat amraad. Hal ini juga
diungkapkan oleh Al Faakihaani dan Al Qalsyaani” .

3. Madzhab Syafi'i

Ulama madzhab ini mengemukakan batas aurat bagi kaum wanita yaitu
seluruh anggota badannya termasuk rambut, kecuali bagian muka dan kedua telapak
tangan. Sementara aurat untuk pria yakni antara pusar hingga lutut. Namun tetap saja,
ketika sholat di mana setiap hamba menghadap kepada Allah SWT, hendaklah
berpakaian yang sopan dan menutupi bagian yang dianggap malu bila ditampakkan.

Laki-laki memiliki batas aurat antara pusar sampai lutut bila dengan sesama
kaum pria dan perempuan mahramnya. Sementara jika dengan perempuan bukan
mahram, maka auratnya seluruh tubuhnya. Adapun aurat perempuan ketika ia
sendirian, bersama mahramnya dan kaum wanita lainnya adalah dari pusar hingga
lutut. Bila dilihat golongan pria bukan mahram, maka auratnya adalah seluruh
tubuhnya, termasuk wajah dan tangan. Juga, semua kaum muslim mukallaf
dimakruhkan untuk melihat auratnya sendiri, kecuali jika diperlukan.9

Ibnu Qaasim Al Abadi berkata:

‫ا‬¹¹‫اة ليس لكونهم‬¹¹‫ترهما في الحي‬¹¹‫وب س‬¹¹‫ ووج‬. ‫ه والكفين‬¹¹‫دا الوج‬¹¹‫فيجب ما ستر من األنثى ولو رقيقة ما ع‬
‫ بل لخوف الفتنة غالبًا‬، ‫عورة‬

“Wajib bagi wanita menutup seluruh tubuh selain wajah dan telapak tangan,
walaupun penutupnya tipis. Dan wajib pula menutup wajah dan telapak tangan, bukan

9
Muhammad Jawad Mughniyah, Fiqh Lima Mazhab, Cetekan 19, (Jakarta : Lentera, 2007)
karena keduanya adalah aurat, namun karena secara umum keduanya cenderung
menimbulkan fitnah”. (Hasyiah Ibnu Qaasim ‘Ala Tuhfatul Muhtaaj, 3/115)

4. Madzhab Hanafi

Secara umum, aurat laki-laki dalam sholat yakni antara pusar hingga lutut.
Sementara perempuan, auratnya adalah semua tubuh, dari kepala hingga ujung kaki,
termasuk rambut. Yang menjadi pengecualian bagi wanita yaitu kedua telapak tangan
beserta kedua punggung kaki. Batasan aurat wanita adalah seluruh tubuh jika bersama
laki-laki bukan mahram. Jika dengan diri sendiri, kaum wanita lainnya, serta mahram
lpria, maka auratnya yaitu antara pusar hingga lutut. Sementara aurat pria adalah
antara pusar sampai lutut, baik dengan perempuan mahram, sesama kaum laki-laki,
bahkan juga bila bersama perempuan bukan mahram.

Asy Syaranbalali berkata:

‫ وهو المختار‬، ‫وجميع بدن الحرة عورة إال وجهها وكفيها باطنهما وظاهرهما في األصح‬

“Seluruh tubuh wanita adalah aurat kecuali wajah dan telapak tangan dalam serta
telapak tangan luar, ini pendapat yang lebih shahih dan merupakan pilihan madzhab
kami“. (Matan Nuurul Iidhah).
BAB V

PENDAPAT ULAMA KONTEMPORER TENTANG AURAT

Dalam bab ini akan dibahas beberapa pendapat kontemporer yang berbeda dengan
pendapat para imam mazhab. Menurut Prof. Quraish Shihab, pada garis besarnya para
cendekiawan dapat dibagi ke dalam dua kelompok besar: 10

Kelompok pertama berpendapat bahwa, Nawal As-sa’dawi dalam bukunya Al-Mar’ah


wa Ad-din wa Akhlaq terdapat kutipan sebagai berikut ; “pakaian tertutup merupakan salah
satu bentuk perbudakan dan lahir ketika laki-laki menguasai dan memperbudak wanita. “Ada
juga yang berkata,”Hijab yang bersifat material (pakaian tertutup) atau yang bersifat
immaterial (atau keduanya bersama-sama) telah menutup keterlibatan perempuan dalam
kehidupan, politik, agama, akhlak, dan lain-lain”. Ada juga yang dengan tegas berkata,”Saya
menolak hijab (pakaian tertutup), karena menutup atau telanjang, keduanya menjadikan
wanita sebagai jasad semata. Saya, ketika menutup badan saya, maka itu mengandung arti
bahwa saya adalah fitnah (penggoda/ perayu) dan akan merayu lelaki bila membuka pakaian.
Ini keliru, karena saya adalah akal dan bukan jasad yang mengundang syahwat atau rayuan.”
Namun, menurut Quraish pendapat-pendapat tersebut mereka kemukakan tanpa dalil
melainkan hanya subjektifitas mereka.

Kelompok kedua dari cendekiawan dari ulama kontemporer mengemukakan pendapat


atas dasar kaidah-kaidah yang diakui oleh ulama terdahulu, namun pada cara penerapan dan
pemahaman dalam mendalaminya mereka mendapatkan sorotan dan bantahan dari ulama
yang juga menganut paham ulama terdahulu. Adapun prinsip yng digunakan oleh para
cendekiawan ini sebagai dasar pertimbangan dalam mengemukakan pandangan mereka
termasuk dalam hal aurat wanita ialah sebagai berikut : 11

1. Al –Quran dan sunnah Nabi saw sama sekali tidak menghendaki adanya
masyaqqah, karena itu lahirlah kaidah yang menyatakan, ‫يء‬¹¹‫ع الش‬¹¹‫إذاضاق اتس‬, yang
berarti “jika sesuatu telah menyempit yakni sulit, maka lahirlah kelapangan/
kemudahan. 12Prinsip ini diakui oleh semua ulama, hanya saja dalam penetapannya
seringkali timbul perbedaan apakah satu kondisi tertentu sudah dapat dinilai sebagai
masyaqqah atau belum, seperti pembahasan tentang kaki perempuan, apakah itu
10
M. Quraish Shihab, Jilbab – Pakaian Wanita Muslimah (Pandangan Ulama masa lalu & Cendikiawan
Kontemporer) h. 117-11

11
Ibid
12
Ibid
aurat atau bukan, yang menilai ketertuutupan kaki mengakibatkan kesulitan dalam
melakukan aktifitas, maka mereka mentolerir terbukanya. Sementara ulama dan
cendekiawan konteporer memperluas bagian – bagian tubuh wanita yang tidak lagi
dinilai sebagai aurat antara lain karena lahirna profesi- profesi baru yang mereka
nilai menyulitkan untuk melakukannya jika pelakunya menutup bagian – bagian
tubuh yang dimaksud.

2. Hadis-hadis Nabi saw adalah sumber hukum kedua, tetapi ia baru dapat menjadi
dasarpenetapan hukum jika hadis tersebut dinilai shahih oleh yang bersangkutan.
Syekh Muhammad ‘Abduh, seorang ulama kontemporer sangat selektif dalam
menerima hadis- hadis Nabi dan riwayat –riwayat dari para sahabat. Bahkan
walaupun yang telah dinilai oleh mayoritas ulama sebagai hadis yang shahih atau
mutawatir. Itu sebabnya ulama yang tidak menilai shahih hadis tentang bolehnya
membuka wajah dan telapak tangan, tetap bertahan dengan pendapatnya yang
menyatakan bahwa seluruh tubuh wanita adalah aurat. Sebaliknya, ulama yang tidak
menilai shahih hadis yang membolehkan wanita membuka setengah tangannya tetap
mempertahankan pendapat yang sejalan dengan hadis yang dinilainya shahih yakni
mengecualikan wajah dan telapak tangan saja.13

3. Penetapan hukum berkisar pada ‘illatnya. Yang dimaksud dengan ‘illat oleh para
pakar hukum ialah suatu sifat/ substansi yang melekat pada sesuatu, hingga atas
dasarnya hukum ditetapkan.

4. Perintah atau larangan Allah dan Rasul-Nya tidak selalu harus diartikan wajib atau
haram, tetapi bisa juga perintah itu dalam arti anjuran, sedang larangan-Nya dapat
berarti sebaiknya ditinggalkan. Sebagai contoh, salah seorang ulama kontemporer,
Muhammad Fuad al-Barazi yang sangat kukuh menegaskan tentang kewajiban
menutup seluruh tubuh wanita –termasuk wajah dan telapak tangan- menilai bahwa
َّ
perintah Allah dalam surah al-Ahzab: ‫بيوتكن فى َوقرن‬ bukanlah perintah wajib.

5. Adat mempunyai peranan yang sangat besar dalam ketetapan hukum. Karena itu
dinayatakan bahwa,”Adat dapat berfungsi sebagai syarat, dan apa yang ditetapkan
oleh adat kebiasaan, dapat dinilai telah ditetapkan oleh agama”. Perbedaan adat
kebiasaan, sebagaimana perbedaan tempat dan waktu, dapat melahirkan perbedaan
fatwa/ ketetapan hukum. Ini telah berlaku sejak zaman Rasul saw dan sahabat-
13
M. Quraish Shihab, Jilbab – Pakaian Wanita Muslimah (Pandangan Ulama masa lalu & Cendikiawan
Kontemporer) h. 117-11
sahabat beliau. Dari sini lahirlah pandangan sementara ulama dan cendekiawan
tentang adanya ketentuan-ketentuan agama yang sifatnya universal dan ada juga
yang local serta kontemporer.

Diatas tersebut adalah prinsip yang seringkali dikemukakan oleh cendekiawan dan
ulama kontemporer, yang juga diakui oleh para ulama masa lampau, namun sebagian mereka
baru menerapkannya jika memenuhi beberapa syarat, sedang sebagian dari pendapat-
pendapat baru yang muncul, tidak jarang dinilai oleh ulama lainnya tidak memenuhi
persyaratan yang semestinya.

Berikut beberapa contoh ulama dan cendekiawan kontemporer dengan pendapatnya


mengenai aurat dan busana wanita, antara lain: 14

1. Syekh Muhammad ‘Ali as Sais

Salah seorang Dosen Fakultas Syariah dan Hukum Universitas al-Azhar, menulis
bahwa,”Dalam satu riwayat dari Imam abu Hanifah dinyatakan bahwa kedua kaki pun
bukan aurat.” Alasannya yaitu karena kaki lebih menyulitkan-bila harus ditutup-
dibandingkan tangan, khususnya bagi wanita-wanita miskin di pedesaan yang ketika iitu
seringkali berjalan tanpa alas kaki untuk memenuhi kebutuhan mereka.

2. Syekh Muhammad Suad Jalal

Salah seorang ulama al-Azhar berpendapat bahwa yang menjadi dasar dalam
menetapkan apa yang boleh dinampakkan dari hiasan wanita, adalah apa yang berlaku
dalam adat kebiasaan satu masyarakat, sehingga dalam masyarakat yang tidak
membolehkan penampakan lebih dari wajah dan kedua telapak tangan , maka itulah yang
berlaku untuk mereka, sementara dalam masyarakat yang membolehkan membuka
setengah dari betis atau tangan dan mereka menilai hal tersebut tidak mengandung fitnah
atau rangsangan, maka bagian – bagian badan itu termasuk dari hiasan lahiriah yang dapat
dinampakkan.15 Seperti wanita-wanita yang bekerja di perkebunan yang terpaksa
menyingsingkan lengan bajunya atau mengangkat pakaiannya hingga mencapai betisnya.

3. Menurut Prof. Dr. H. Abdul Malik Karim Amrullah

14
M. Quraish Shihab, Jilbab – Pakaian Wanita Muslimah (Pandangan Ulama masa lalu & Cendikiawan
Kontemporer) h. 117-11

15
Ibid
Hamka berpendapat bahwa perintah menutup aurat untuk setiap Wanita muslim,
bukan dilihat dari apa hukumnya menggunakan jilbab atau Kerudung sebagai pakaian atau
alat untuk menutup aurat, melainkan ada Perkara yang paling penting yakni setiap wanita
muslim wajib memakai jilbab sebagai tanda kesolehan seorang muslimah .

Pendapat Hamka tersebut dilandaskan pada QS. An-Nur Ayat 31:

‫َو ْليَضْ ِر ْبنَ بِ ُخ ُم ِر ِه َّن ع َٰلى جُ يُوْ بِ ِه ۖ َّن‬

Artinya : “Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya..”

Dalam ayat di atas dijelaskan bahwa Nabi juga diperintahkan untuk menjelaskan
kepada wanita agar tidak memamerkan perhiasan mereka kecuali perhiasan yang tidak
mencolok dan tidak menggoda seperti cincin, wajah dan tangan. Hal tersebut bertujuan untuk
meminimalisir munculnya syahwat seorang laki-laki sehingga pelecehan seksual dapat
dihindari. Dari sinilah peneliti berasumsi bahwa menurut Hamka, menutup aurat dengan
menggunakan jilbab/kerudung hukumnya wajib bagi muslimah sesuai dengan tuntunan Al-
Qur’an (perintah Allah Swt). 16

Hamka pun berpendapat bahwa batasan aurat perempuan ialah seluruh tubuh kecuali
wajah dan telapak tangan. Lalu Hamka juga berpendapat bahwa Islam mengakui sebuah
keindahan etika dari sudut pandang peri kemanusiaan, karena kehendak dari agama Islam
sendiri yakni ketentraman dalam pergaulan atau bermasyarakat. Kehidupan bermasyarakat
masih perlu dibatasi syariat atau hukum Islam, di mana batas tersebut bertujuan menjaga
kemuliaan setiap muslim dalam menjalankan kehidupan dan mencapai puncak
kemanusiaannya.

4. Yusuf Al-Qardhawi

Yusuf al-Qardhawi, seorang 'ulama dari Mesir, menyatakan bahwa jilbab merupakan
kewajiban yang harus dilaksanakan oleh perempuan, dan bukan ijtihad ahli fiqh ataupun
bid'ah yang dibuat oleh umat Islam. Dasar perintah ini didasarkan pada surat an-Nur (24): 31.
menurutnya, huruf “lam” dalam kalimat “walyadribana” memiliki arti perintah, sedangkan
perintah dalam al-Qur'an menunjukkan kewajiban yang harus dilaksanakan. Pertimbangan
perintah ini, yakni kekhawatiran akan gangguan dari pihak orang-orang fasik dan laki-laki
iseng terhadap perempuan.

16
Nuraini and Dhiauddin, Islam Dan Batas Aurat Wanita, ed. by Abubakar Marzuki, pertama
(Yogyakarta: Kaukaba Dipantara, 2013).
Menurut al-Qaradawi, jilbab adalah pakaian yang lebar semacam baju kurung yang
digunakan oleh perempuan untuk menutupi auratnya. Namun terkait dengan kategori bagian
mana yang harus ditutup, al-Qaradawi berseberangan dengan Ibn Taymiyyah. Menurut al-
Qaradawi, wilayah wajah dan kedua telapak tangan tidak termasuk kategori aurat dan tidak
wajib untuk ditutupi. Hal ini didasarkan pada Surat an-Nur (24): 31. Menurutnya, lafal "illa
ma zahara minha" merupakan pengecualian yang berarti meliputi bagian wajah dan kedua
telapak tangan, serta perhiasan lain yang wajar, tidak berlebihan dan tidak bermewah-
mewahan, misalnya cincin ditangan ataupun celak di mata. 17 Pendapat al-Qardhawi ini
merujuk pada pendapat yang dikemukakan oleh Sa'ad ibn Jubair, 'Ata, Auza'i dan lainnya.
Selain itu al-Qardhawi juga merujuk pada Ibn Hazm, seorang golongan Zahiri yang
menyatakan bahwa surat an-Nur (24): 31 menunjukkan bolehnya membuka wajah, karena
ayat tersebut memerintahkan menutupkan kerudung ke dada, bukan ke muka. Lebih lanjut,
menurut al-Qaradhawi aurat wanita dalam hubungannya dengan laki-laki lain maupun wanita
yang tidak seagama adalah seluruh badang, kecuali muka dan telapak tangan merupakan
pendapat yang dianggap lebih kuat. Hal Ini, menurut al-Qardhawi dengan menukil al-Razi
mempermudah wanita dalam kepentingan pekerjaan. Dengan demikian, wanita diperintah
untuk menutupi anggota badan yang tidak boleh dibuka dan diberikan keringanan hukum
(rukhsah) untuk “memperlihatkan anggota badan yang boleh dan mengharuskan dibuka,
menjadikan syariat Islam sebagai syariat yang toleran.

5. Muhammad Syahrur

Adapun menurut Muhammad Syahrur memaknai aurat dengan kata as-Saw’ah,


memiliki arti denotatif maupun konotatif. Secara konotatif kata as-Saw’ah berarti aurat, yaitu
bagian tubuh yang tidak boleh dibuka untuk diperlihatkan. 18 Berdasarkan hal ini muncul
pendapat bahwa kata tersebut adalah kiasan (kinayah) tentang alat kelamin laki-laki dan
perempuan yang jika diperlihatkan akan menganggu pihak lain. Selain itu, kata as-
Saw’ahjuga berarti aib (fadihah) dan bangkai (Jifah), seperti dalam firman Allah pada Q.S. al-
Ma’idah [5]: 31

‫ي‬
َ ‫ار‬ ُ ‫اريْ َسوْ َءةَ اَ ِخ ْي ِه ۗ قَا َل ٰي َو ْيلَ ٰتٓى اَ َع َج ْز‬
ِ ‫ت اَ ْن اَ ُكوْ نَ ِم ْث َل ٰه َذا ْال ُغ َرا‬
ِ ‫ب فَا ُ َو‬ ُ ‫ث هّٰللا ُ ُغ َرابًا يَّ ْب َح‬
ِ ْ‫ث فِى ااْل َر‬
ِ ‫ض لِي ُِريَهٗ َك ْيفَ يُ َو‬ َ ‫فَبَ َع‬

17
Paruq, Imam. 2022. “AURAT DAN PAKAIAN PEREMPUAN DALAM PANDANGAN TAFSIR KLASIK DAN
KONTEMPORER (Studi Komparatif Tafsir al-Qur’an al-‘Azim Ibnu Kasir dan Kitab Wa al-Qur’an Qira’ah Mu‘sirah
Muhammad Syahrur), h. 14-15.

18
Muhammad Syahrur, Metodelogi Fiqh Islam Kontemporer, terj: Sahiron Syamsuddin, (Yogyakarta:
eLSAQ Press, 2004)
َ‫ۛ َسوْ َءةَ اَ ِخ ۚ ْي فَاَصْ بَ َح ِمنَ ال ٰنّ ِد ِم ْين‬

Artinya: “Kemudian, Allah mengirim seekor burung gagak untuk menggali tanah supaya Dia
memperlihatkan kepadanya (Qabil) bagaimana cara mengubur mayat saudaranya. (Qabil)
berkata, “Celakalah aku! Mengapa aku tidak mampu berbuat seperti burung gagak ini
sehingga aku dapat mengubur mayat saudaraku?” Maka, jadilah dia termasuk orang-orang
yang menyesal”. (Q.S. al-Ma’idah [5]: 31).

Syahrur menjelaskan bahwa agar manusia tidak berlebih-lebihan dalam berpakaian,


maka Nabi menetapkan batasan maksimal dalam berpakaian bagi perempuan melalui
sabdanya kullu al-mar’ah `auratun ma `ada wajhiha wa kaffaiha (seluruh tubuh perempuan
adalah aurat selain wajah dan kedua telapak tangannya). 19 Disamping itu perlu dicatat bahwa
sabda Nabi ini tidak bersifat abadi. Dalam hadits ini, Nabi telah membolehkan bagi
perempuan untuk menutup seluruh tubuhnya sebagai batas maksimal, tetapi Nabi tidak
membolehkan perempuan dalam kondisi bagaimanapun (maksudnya dalam aktivitas sosial)
untuk menutup wajah dan kedua telapak tangannya, karena wajah manusia adalah ciri
khasnya. Jika seorang perempuan keluar dengan hanya berpakaian yang menutup daerah
intim bagian bawahnya saja (juyubiha al-sufliyah), maka ia telah keluar dari batasan Allah.
Dan jika ia keluar tanpa memperlihatkan sedikitpun dari anggota tubuhnya bahkan hingga
wajah dan kedua telapak tangannya, maka dia telah keluar dari batasan Rasulullah.

6. Psikolog Indonesia, Sarlito Wirawan dalam diskusi Ilmiah Forum Pengkajian Islam IAIN
Syarif Hidayatullah Jakarta 28 April 1988

Mengemukakan dalam makalahnya yang meninjau aurat dari sudut psikologi dan
kepribadian bangsa, antara lain bahwa, ”Ada dua pihak yang terkena dampak dari aurat yang
terbuka; yang bersangkutan sendiri dan yang melihatnya. Bagi yang bersangkutan
menimbulkan rasa malu, sedangkan untuk yang menyaksikan bisa timbul perasaan seperti
terangsang, bangkit syahwatnya atau risih. Perasaan-perasaan yang timbul tersebut bersifat
subjektif, tergantung pada kobdisi orang – orang yang bersangkutan dan sistem nilai yang
dianutnya.20 Wanita Jawa yang masih berbusana tradisional (kemben) menganggap biasa
untuk memperlihatkan dadanya bagian atas yang terbuka. Begitu pula baju bodo yang
19
Muhammad Syahrur, Metodelogi Fiqh Islam Kontemporer, terj: Sahiron Syamsuddin, (Yogyakarta:
eLSAQ Press, 2004)
20
Lembaga Penelitian IAIN Syarif Hidayatullah, Kajian Islam tentang Berbagai Masalah Kontemporer, Jakarta,
1988, .h 249
transparan, tidak menimbulkan perasaan negatif pada pemakainya maupun yang melihatnya.
Di masyarakat yang masih terbelakang seperti Bali pada masa lalu, atau di suku-suku di
Irian, payudara wanita dibiarkan terbuka dan hubungan seks berlangsung tetap sebagaimana
yang diatur oleh adat istiada setempat”.

7. Forum Pengkajian Islam IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 24 Maret dan 28
April 1988 membahas soal aurat dan jilbab secara ilmiah dan mendasar, antara lain
menyimpulkan dan menetapkan bahwa pakaian wanita yang memperlihatkan leher ke atas
(kepala), dengan (tangan) dari siku ke ujung jari dan kaki di bawah lutut, dipandang tidak
bertentangan dan sesuai dengan nilai-nilai Islam. 21

Demikianlah beberapa pandangan cendekiawan kontemporer mengenai aurat dan busana


wanita. Bagaimana pun perbedaan pendapat mereka tidak terlepas dari hasil ijithad yang
bersandar pada al- Qur’an dan Sunnah. Meski banyak pendapat baru yang bertentangan
dengan pendapat ulama terdahulu dan terkesan melonggarkan hukum, tidak sedikit pula
ilmuwan masa kini yang tetap berpegang teguh pada teks al-Quran dan hadis dan mengikuti
mazhab ulama-ulama terdahulu.

Menutup aurat pada hakekatnya adalah mengangkat martabat wanita secara umum.
Kita bisa saja mengikuti pendapat beberapa cendekiawan kontemporer yang melihat aurat
wanita dari sisi yang berbeda, namun untuk menghindari terjadinya tindak kriminal seperti
pemerkosaan dan perzinahan yang sudah bosan kita dengar dan saksikan, maka hendaknya
para wanita menjaga dan menutup aurat tanpa menampakkan dan menonjolkan bagian tubuh
yang berpotensi menimbulkan nafsu kebanyakan laki-laki, karena fenomena buka-bukaan
adalah termasuk trend zaman sekarang. Fenomena tersebut cepat atau lambat akan masuk ke
daftar berbagai macam penyakit yang merambah pada diri manusia.

21
Tim Penulis IAIN Syarif Hidayatullah, Ensiklopedi Islam Indonesia, h. 135-136
BAB

VII PENUTUP

1. Simpulan

Salah satu aspek etika Islam adalah mengatur masalah berpakaian, baik untuk
laki-laki maupun perempuan. Etika berpakaian yang diajarkan Islam pada prinsipnya
berorientasi pada menutup aurat. Secara terminologi dalam Hukum Islam, aurat
adalah bagian badan yang tidak boleh kelihatan menurut syariat Islam, batas minimal
bagian tubuh manusia yang wajib ditutup berdasarkan perintah Allah

Pendapat kontemporer yang berbeda dengan pendapat para imam mazhab.


Menurut Prof. Quraish Shihab, pada garis besarnya para cendekiawan dapat dibagi ke
dalam dua kelompok besar. Kelompok pertama berpendapat bahwa, Nawal As-
sa’dawi dalam bukunya Al-Mar’ah wa Ad-din wa Akhlaq terdapat kutipan sebagai
berikut ; “pakaian tertutup merupakan salah satu bentuk perbudakan dan lahir ketika
laki-laki menguasai dan memperbudak wanita. Kelompok kedua dari cendekiawan
dari ulama kontemporer mengemukakan pendapat atas dasar kaidah-kaidah yang
diakui oleh ulama terdahulu, namun pada cara penerapan dan pemahaman dalam
mendalaminya mereka mendapatkan sorotan dan bantahan dari ulama yang juga
menganut paham ulama terdahulu. Masalah menutup aurat, para ulama sudah sepakat
akan kewajibannya secara mutlak Namun, para ulama madzhab berbeda pendapat
mengenai batasan aurat perempuan ketika berhadap dengan bukan mahramnya.

2. Kata Penutup

Berdasarkan kesimpulan di atas penulis memberikan beberapa saran sebagai


berikut:

1. Bagi tokoh agama agar kiranya memberikan pengertian dan pemahaman


kepada masyarakat tentang pentingnya mempelajari dan memperhatikan
batasan-batasan aurat antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahramnya.

2. Bagi orang tua terutama ibu angkat agar lebih menjaga auratnya di hadapan
anak angkatnya dikarenakan anak angkat tidak sama statusnya dengan anak
kandung.
3. Bagi anak angkat agar kiranya memperhatikan batasan-batasan dan
hubungannya baik dengan ibu angkat atau pun dengan anggota keluarga
lainnya.

4. Kepada mahasiswa/mahasiswi pada Fakultas Syariah dan Hukum disarankan


agar dapat meneliti hal ini lebih lanjut, sebagaiamana penulis sadari
bahwasannya skripsi ini jauh dari kata sempurna. Sehingga peneliti di masa
yang akan datang dapat lebih mendalam lagi dalam meneliti tentang hal ini.

5. Kepada pembaca yang membaca skripsi ini disarankan, apabila terdapat


kesusahan dalam memahami penilitian ini dapat melihat pada sumber yang
asli dengan merujuk kepada referensi dari pada skripsi ini. Dan apa-apa saja
menurut pembaca baik maka diambil dan diamalkan sedangkan apabila tidak
sesuai ditinggalkan saja.

Wallahu’alam
DAFTAR PUSTAKA

Muhammad Jawad Mughniyah, Fiqh Lima Mazhab, Cetekan 19, (Jakarta : Lentera, 2007).

Muhammad Syahrur, Metodelogi Fiqh Islam Kontemporer, Terj: Sahiron Syamsuddin,


(Yogyakarta: Elsaq Press, 2004).

Husein Shahab, Jilbab Menurut Al-Qur’an Dan Al-Sunnah, (Bandung: Pt Mizan Pustaka,
2008).

Muhammad Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an: Tafsir Maudhu’i Atas Pelbagai Persoalan
Umat, (Bandung: Mizan, 1994).

Ibrahim Bin Fathi Bin Abd Al-Muqtadir, Perempuan Berjilbab Vs Perempuan Pesolek, Terj.
Khasan Aedi, (Jakarta: Amzah, 2007).

Ardiansyah. 2014. “Konsep Aurat Menurut Ulama Klasik Dan Kontemporer; Suatu
Perbandingan Pengertian Dan Batasannya Di Dalam Dan Luar Shalat”. Analytica Islamica.
3(2), 258-273. Http://Jurnal.Uinsu.Ac.Id/Index.Php/Analytica/Article/Download/450/351.

A, Simpulan. “ Aurat Dan Pendidikan Islam “ . Http://Eprints.Walisongo.Ac.Id/5876/2/Bab


%20i.Pdf.

Sesse, Muhammad Sudirman. 2016. “‘Aurat Wanita Dan Hukum Menutupnya Menurut
Hukum Islam”. Jurnal Al-Maiyyah, 9(2), 315-331.
Https://Almaiyyah.Iainpare.Ac.Id/Index.Php/Almaiyah/Article/View/354.

Nuraini, And Dhiauddin, Islam Dan Batas Aurat Wanita, Ed. By Abubakar Marzuki, Pertama
(Yogyakarta: Kaukaba Dipantara, 2013)

Hidayatullah, Lembaga Penelitian Iain Syarif. "Kajian Islam Tentang Berbagai Masalah
Kontemporer." Iain Syarif Hidayatullah, 1988: 249.

Hidayatullah, Tim Penulis Iain Syarif. Ensiklopedia Islam Indonesia. Jakarta: Iain Syarif
Hidayatullah, N.D.

Shihab, Ouraish. Jilbab. Indonesia: Lentera Hati, 2015.

Adji, Danang Firstya Dan Iskandar, Riki. 2022. “Menutup Aurat Dalam Pandangan Ulama
Kontemporer”, Madania: Jurnal Ilmu-Ilmu Keislaman. 12(1), 28-40. Https://Ejournal.Uin-
Suska.Ac.Id/Index.Php/Madania/Article/Download/19479/8227.
Husna, Nihayatul. 2021. “Pembacaan Kontemporer Al-Qur`An Muhammad Syahrur; Batas
Minimal Dan Maksimal Aurat Wanita”, Cakrawla: Jurnal Kajian Manajemen Pendidikan
Islam Dan Studi Sosial. 5(2), 180-192.
Http://Ejournal.Iainu-Kebumen.Ac.Id/Index.Php/Cka/Article/Download/320/303/.

Masruri, Ahmad. 2021. “Pandangan Ulama Klasik Dan Kontemporer Tentang Jilbab”,
Andragogi. 3(3), 431-447.
Https://Jurnalptiq.Com/Index.Php/Andragogi/Article/View/238/159.

Paruq, Imam. 2022.“Aurat Dan Pakaian Perempuan Dalam Pandangan Tafsir Klasik Dan
Kontemporer (Studi Komparatif Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azim Ibnu Kasir Dan Kitab Wa Al-
Qur’an Qira’ah Mu‘As}Irah Muhammad Syahrur). 1-26.
Http://Repository.Syekhnurjati.Ac.Id/8139/.

You might also like