Professional Documents
Culture Documents
Disusun oleh :
2023
MOTTO
( Tan Malaka)
Abstract
By
Allah makes obligations to humans, not to make human life difficult, but rather to
value human values and norms. Muslims should have predominant qualities in all areas. For
Islam is a pervasive religion in all forms of life and livelihoods. In the course of life, Islam
has set certain limits to male and female nakedness. Because it is Islam's will that its people
shut down the veil, blocking the backlash of slander. Mazdhab's priests had a different view
of the law of shamanism. It was also true of jumhur, who gave sight to the flesh.
The fuqaha are divided on the women's limits and their dallons of what they use and
how they perceive them to be divided between themselves. Linguistic apuralism is something
that causes shame, which impels one to close. Terminology in islamic law: the urinary region
is a body that is not allowed to be seen by the islamic system, the minimum of the human
body that is required to be closed by the command of god. From this point on, it is understood
that the nakedness is not identical to the part of the body that is closed by the custom of a
society.
Abstrak
Oleh
Bismillahirrahmanirrahim
Atas berkat dan rahmat Allah SWT, yang Maha Kuasa, penyusunan Tugas Praktik ini
dapat terselesaikan dengan baik dan tepat waktu. Penyusunan karya tulis ilmiah merupakan
salah satu syarat untuk menyelesaikan tugas matakuliah Hukum Keluarga Kontemporer.
Adapun penulisan Tugas Praktik ini membahas tentang Pandangan Ulama Kontemporer
Terhadap Aurat. Penyusun berharap agar karya perancangan ini dapat memberikan manfaat
bagi kepentingan umum, terutama untuk kepentingan akademis. Penulis memohon maaf
sekiranya terdapat kesalahan pada penulisan Tugas Praktik ini dan dengan lapang dada
penyusun bersedia menerima kritik dan saran yang membangun. Penulis juga mengucapkan
terima kasih kepada semua pihak atas bantuan dan dukungannya sehingga penulisan Tugas
Praktik ini dapat terselesaikan dengan baik. Penulis menyadari dalam menyelesaikan
penulisan Tugas Praktik ini, banyak mendapat bantuan baik secara materil maupun spirituil
dari berbagai macam pihak, oleh karena itu penyusun mengucapkan banyak terima kasih
kepada :
1. Prof. Dr. Imam Taufiq, M.Ag., selaku Rektor UIN Walisongo Semarang.
2. Dr. H. Mohammad Arja Imroni, M.Ag., selaku Dekan Fakultas Syariah dan
Hukum UIN Walisongo Semarang
3. Hj. Nur Hidayati Setyani, S.H., M.H., selaku Kaprodi Hukum Keluarga Islam.
4. Prof. Dr. H. Abdul Hadi M. A. selaku Dosen mata kuliah Hukum Kleuarga
Kotemporer.
5. Teman-teman yang telah membantu secara moral maupun material dalam penulisan
makalah ini.
Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih banyak kepada semua pihak yang telah
membagi sebagian ilmu pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan karya tulis
ilmiah ini sampai akhir. Semoga Allah senantiasa meridhai urusan kami. Aamiin.
Penulis
Transliterasi yaitu penggantian jenis tulisan, huruf demi huruf dari abjad yang satu ke
abjad yang lain apa adanya. Tujuan translitearsi Untuk memberikan gambaran kepada para
pembaca tentang teks awal (yang ditransliterasikan), agar pembaca seolah-olah menghadapi
teks aslinya walaupun dalam teks yang berbeda hurufnya serta mempertahankan keaslian
teks.
A. Konsonan
Fonem konsonan bahasa Arab yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan
dengan huruf. Dalam transliterasi ini sebagian dilambangkan dengan huruf dan
sebagian dilambangkan dengan tanda, dan sebagian lagi dilambangkan dengan huruf
dan tanda sekaligus.
Berikut ini daftar huruf Arab yang dimaksud dan transliterasinya dengan huruf
latin:
ب Ba B Be
ت Ta T Te
ج Jim J Je
د Dal d De
ر Ra r er
س Sin s es
ش Syin sy es dan ye
غ Gain g ge
ف Fa f ef
ق Qaf q ki
ك Kaf k ka
ل Lam l el
م Mim m em
ن Nun n en
و Wau w we
ﮬ Ha h ha
ي Ya y ye
B. Vokal
Vokal dalam bahasa Arab juga halnya vokal bahasa Indonesia, terdiri dari vokal
tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong.
1. Vokal Tunggal
ﹻ Kasrah i i
ﹹ Dammah u u
2. Vokal Rangkap
Contoh:
َ َكت
َب kataba
3. Maddah
C. Ta’ Marbutah
Ta’ marbutah hidup atau yang mendapat harakat fathah, kasrah, dan
dammah, transliterasinya adalah “t”.
Kalau pada kata terakhir dengan ta’ marbutah diikuti oleh kata yang menggunakan
kata sandang al serta bacaan kedua kata itu terpisah, maka ta’ marbutah itu
ditransliterasikan dengan “h”.
Contoh:
D. Syaddah (Tasydid)
Syaddah atau tasydid yang dalam tulisan Arab dilambangkan dengan sebuah tanda,
tanda syaddah atau tanda tasydid, ditransliterasikan dengan huruf, yaitu huruf yang
sama dengan huruf yang diberi tanda syaddah itu.
Contoh:
E. Kata Sandang
Kata sandang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan huruf, yaitu ال,
namun dalam transliterasi ini kata sandang itu dibedakan atas:
Baik diikuti oleh huruf syamsiyah maupun qamariyah, kata sandang ditulis
terpisah dari kata yang mengikuti dan dihubungkan dengan tanpa sempang.
Contoh:
ال َّر ُج ُلar-rajulu
ْ
القَلَ ُمal-qalamu
ُ ال َّش ْمسasy-syamsu
F. Hamzah
Hamzah ditransliterasikan sebagai apostrof. Namun hal itu hanya berlaku bagi
hamzah yang terletak di tengah dan di akhir kata. Sementara hamzah yang terletak di
awal kata dilambangkan, karena dalam tulisan Arab berupa alif.
Contoh:
َشيٌئ syai’un
Pada dasarnya setiap kata, baik fail, isim maupun huruf ditulis terpisah. Hanya
kata-kata tertentu yang penulisannya dengan huruf Arab sudah lazim dirangkaikan
dengan kata lain karena ada huruf atau harkat yang dihilangkan, maka penulisan kata
tersebut dirangkaikan juga dengan kata lain yang mengikutinya.
Contoh:
بِس ِْم هللاِ َمجْ َراهَا َو ُمرْ َساهَا Bismillāhi majrehā wa mursāhā
H. Huruf Kapital
Meskipun dalam sistem tulisan Arab huruf kapital tidak dikenal, dalam
transliterasi ini huruf tersebut digunakan juga. Penggunaan huruf kapital seperti apa
yang berlaku dalam EYD, di antaranya: huruf kapital digunakan untuk menuliskan
huruf awal nama diri dan permulaan kalimat. Bilamana nama diri itu didahului oleh
kata sandang, maka yang ditulis dengan huruf kapital tetap huruf awal nama diri
tersebut, bukan huruf awal kata sandangnya.
Contoh:
َْال َح ْم ُد هللِ َربِّ ْال َعالَ ِم ْين Alhamdu lillāhi rabbi al-`ālamīn
ِ الرَّحْ م ِن الر
َّحي ِْم Ar-rahmānir rahīm/Ar-rahmān ar-rahīm
Penggunaan huruf awal kapital untuk Allah hanya berlaku bila dalam tulisan
Arabnya memang lengkap demikian dan kalau penulisan itu disatukan dengan kata
lain sehingga ada huruf atau harakat yang dihilangkan, huruf kapital tidak
dipergunakan.
Contoh:
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Aurat merupakan anggota tubuh pada wanita dan pria yang wajib ditutupi
menurut agama dengan pakaian atau sejenisnya sesuai dengan batasan masing-
masing (wanita dan pria). Jika aurat itu dibuka dengan sengaja maka berdosalah
pelakunya. Masing-masing dari wanita dan pria memiliki batasan aurat yang telah
ditetapkan syari'at islam. Oleh karena itu, setiap muslim dan muslimah wajib
untuk mengetahui batasasnnya dan kemudian mentaatinya dengan menjaga
auratnya dalam kehidupan sehari-hari. Konsep aurat dalam kajian ulama, baik
pada laki-laki dan wanita masih aktual untuk diperbincangkan seiring dengan
perkembangan umat manusia itu sendiri.
Sisi singgung antara umat manusia dan perubahan situasi dan kondisi secara
linier berdampak kepada pandangan umat terhadap ajaran agamanya. Ada yang
dapat berubah atau yang disebut dengan “al-mutaghaiyyirât” dan ada yang tidak
berubah yang disebut dengan “al-tsawâbit”. Sebagian ulama kontemporer
berpendapat bahwa konsep aurat termasuk dalam al-mutaghaiyyirat, akan tetapi
pendapat ulama klasik sebaliknya. Namun, sebagai neraca dalam hal ini perlu
untuk memperhatikan kaedah fikih “al-hukmu yadûru ma'a al-illati wujudan
wadaman”. Tentunya dengan memperhatikan pengamalan nabi Muhammad SAW
dan para sahabat. Sebab, era itu merupakan contoh yang seharusnya menjadi tolak
ukur dalam mengaplikasikan ajaran Islam dewasa ini. Sehingga wajah Islam yang
bersifat universal dan relevan dengan masa kontemporer dapat dihadirkan.
B. Identifikasi Masalah
C. Tujuan Penelitian
Dari rumusan masalah diatas maka tujuan dari penelitian adalah sebagai
berikut:
1. Dalam rangka memahami apa makna dan pengertian tentang aurat menurut
ulama kontemporer.
D. Landasan Teori
A. Pengertian aurat
ۖ ا¹¹َ َر ِم ْنه¹ َا ظَه¹¹ ِدينَ ِزينَتَه َُّن ِإاَّل َم¹رُو َجه َُّن َواَل يُ ْب¹ ُظنَ ف ْ َ ِر ِه َّن َويَحْ ف¹ ْصَ ٰ نَ ِم ْن َأب¹ ُض ْ ت يَ ْغض ِ َ ْؤ ِم ٰن¹ل لِّ ْل ُم¹¹َُوق
ْولَتِ ِه َّن َأو¹¹ٓا ِء بُ ُع¹¹َٓاِئ ِه َّن َأوْ َءاب¹¹َولَتِ ِه َّن َأوْ َءاب¹ُين ِزينَتَه َُّن ِإاَّل لِبُع ¹َ َو ْليَضْ ِر ْبنَ بِ ُخ ُم ِر ِه َّن َعلَ ٰى جُ يُوبِ ِه َّن ۖ َواَل يُ ْب ِد
ت َأ ْي ٰ َمنُه َُّن
ْ ا َملَ َك¹¹ٓاِئ ِه َّن َأوْ َم¹ َأ ْبنَٓاِئ ِه َّن َأوْ َأ ْبنَٓا ِء بُعُولَتِ ِه َّن َأوْ ِإ ْخ ٰ َونِ ِه َّن َأوْ بَنِ ٓى ِإ ْخ ٰ َونِ ِه َّن َأوْ بَنِ ٓى َأخَ ٰ َوتِ ِه َّن َأوْ نِ َس
َت ٱلنِّ َسٓا ِء ۖ َواَل يَضْ ِر ْبن ِ ُوا َعلَ ٰى عَوْ ٰ َر ۟ ظهَر ْ ََأ ِو ٱل ٰتَّبِ ِعينَ َغي ِْر ُأ ۟ولِى ٱِإْل رْ بَ ِة ِمنَ ٱل ِّر َجا ِل َأ ِو ٱلطِّ ْف ِل ٱلَّ ِذينَ لَ ْم ي
َبَِأرْ ُجلِ ِه َّن لِيُ ْعلَ َم َما ي ُْخفِينَ ِمن ِزينَتِ ِه َّن ۚ َوتُوب ُٓو ۟ا ِإلَى ٱهَّلل ِ َج ِميعًا َأيُّهَ ْٱل ُمْؤ ِمنُونَ لَ َعلَّ ُك ْم تُ ْفلِحُون
Aurat laki-laki ialah anggota badan dari pusat sampai lutut, sedang
aurat perempuan ialah semua anggota badan kecuali muka dan telapak
tangan. Pembatasan Aurat tersebut untuk semua orang, baik orang yang
merdeka ataupun budak, orang islam maupun kafir. Perempuan boleh
memperlihatkan badannya terhadap sesama wanita yang beragama Islam
baik ketika sendirian maupun ketika wanita-wanita lain di sisinya, Kecuali
anggota badan antara pusar dan lutut.
3. Semua badan wanita kecuali wajah dan telapak tangn saja, hal ini
menurut mazhab Malik dan as- Syafi'i.
E. Metode Penelitian
Adapun metode penelitian yang digunakan adalah kajian pustaka atau studi
kepustakaan yaitu berisi teori teori yang relevan dengan masalah – masalah
penelitian Pada bagian ini dilakukan pengkajian mengenai konsep dan teori yang
digunakan berdasarkan literatur yang tersedia, terutama dari artikel-artikel yang
dipublikasikan dalam berbagai jurnal ilmiah. Kajian pustaka berfungsi untuk
membangun konsep atau teori yang menjadi dasar studi dalam penelitian. Kajian
pustaka atau studi pustaka merupakan kegiatan yang diwajibkan dalam penelitian,
khususnya penelitian akademik yang tujuan utamanya adalah mengembangkan
aspek teoritis maupun aspek manfaat praktis. Sehingga dengan menggunakan
metode penelitian ini penulis dapat dengan mudah menyelesaikan masalah yang
hendak diteliti. Penelitian ini termasuk penelitian deskriptif, penelitian deskriptif
berfokus pada penjelasan sistematis tentang fakta yang diperoleh saat penelitian
dilakukan.
F. Sistematika Laporan
1. Bagian pembuka
a) Cover
b) Judul Penelitian
c) Kata Pengantar
d) Abstrak
e) Transliterasi Arab-Indonesia
2. Bagian Isi
3. Bagian Penutup
Bagian penutup merupakan bagian yang ada di halaman akhir
penelitian, mulai dari kesimpulan hingga lampiran. Bagian penutup terdiri
dari, Kesimpulan, kata penutup dan daftar pustaka.
BAB II
Menurut bahasa “aurat” berarti malu, aib dan buruk. Kata aurat berasal dari bahasa
arab yaitu: “’awira" ()ع َِو َر, artinya hilang perasaan, kalau dipakai untuk mata, maka mata itu
hilang cahayanya dan lenyap pandangannya. Pada umumnya kata ini memberi arti yang tidak
baik dipandang, memalukan dan mengecewakan. Selain daripada itu kata aurat berasal dari
kata “’ āra” ( ا َر¹¹َ)ع, artinya menutup dan menimbun seperti menutup mata air dan
menimbunnya. Ini berarti, bahwa aurat itu adalah sesuatu yang ditutup sehingga tidak dapat
dilihat dan dipandang.
Selanjutnya kata aurat berasal dari kata “a’wara” ( )اَ ْع َو َرartinya, sesuatu yang jika
dilihat, akan mencemarkan. Jadi, aurat adalah suatu anggota badan yang harus ditutup dan
dijaga hingga tidak menimbulkan kekecewaan dan malu.
Secara terminologi dalam Hukum Islam, aurat adalah bagian badan yang tidak boleh
kelihatan menurut syariat Islam, batas minimal bagian tubuh manusia yang wajib ditutup
berdasarkan perintah Allah.
Adapun aurat dalam pengertian syara' menurut Prof. Dr. Wahbah az-Zuhaily adalah:
ْ َّ َما يَ ِجبُ َس ْت ُرهُ َو َما يُحْ َر ُم الن:ًال َعوْ َرةُ شَرْ عا
ظ ُر ِإلَ ْي ِه
Artinya: "Aurat menurut syara' adalah anggota tubuh yang wajib menutupnya dan
apa-apa yang diharamkan melihat kepadanya". Jadi, aurat adalah bagian tubuh wanita atau
laki-laki yang wajib ditutupi dan haram untuk di buka atau diperlihatkan kepada orang lain.
ع َس ْت ُرهُ ِمن ال َّذ َك ِر َواُأْل ْنثَى َ ُكلُّ َأ ْم ٍر يُ ْستَحْ يَا ِم ْنهُ َوَأوْ َج
ِ ب ال َّش
ُ ار
Artinya: "Segala perkara yang menimbulkan rasa malu dan diwajibkan agama
menutupnya dari anggota tubuh pria maupun wanita".
Dapat disimpulkan bahwa aurat merupakan anggota tubuh pada wanita dan pria yang
wajib ditutupi menurut agama dengan pakaian atau sejenisnya sesuai dengan batasan masing-
masing (wanita dan pria). Jika aurat itu dibuka dengan sengaja maka berdosalah pelakunya.
Masing-masing dari wanita dan pria memiliki batasan aurat yang telah ditetapkan syari'at
Islam. Oleh karena itu, setiap muslim dan muslimah wajib untuk mengetahui batasannya dan
kemudian mentaatinya dengan menjaga auratnya dalam kehidupan sehari-hari.
BAB III
Salah satu aspek etika Islam adalah mengatur masalah berpakaian, baik untuk laki-
laki maupun perempuan. Etika berpakaian yang diajarkan Islam pada prinsipnya berorientasi
pada menutup aurat. Dasar hukum bidang etika itu adalah wahyu Allah seperti antara lain
tersurat dalam nash Al-Qur’an dan hadist Rasululullah SAW, sebagai berikut :1
ي َع ْنهُ َما ِم ْن َسوْ ءٰ تِ ِه َما َوقَا َل َما نَ ٰهى ُك َما َربُّ ُك َما ع َْن ٰه ِذ ِه ال َّش َج َر ِة آِاَّل اَ ْن تَ ُكوْ نَا َ س لَهُ َما ال َّشي ْٰطنُ لِيُ ْب ِد
َ ي لَهُ َما َما ٗو ِر َ فَ َو ْس َو
ََملَ َك ْي ِن اَوْ تَ ُكوْ نَا ِمنَ ْال ٰخلِ ِد ْين
“Maka, setan membisikkan (pikiran jahat) kepada keduanya yang berakibat tampak
pada keduanya sesuatu yang tertutup dari aurat keduanya. Ia (setan) berkata,
“Tuhanmu tidak melarang kamu berdua untuk mendekati pohon ini, kecuali (karena
Dia tidak senang) kamu berdua menjadi malaikat atau kamu berdua termasuk orang-
orang yang kekal (dalam surga).” (Q.S Al-A’raf : 20)
“Ia (setan) menjerumuskan keduanya dengan tipu daya. Maka, ketika keduanya telah
mencicipi (buah) pohon itu, tampaklah pada keduanya auratnya dan mulailah
keduanya menutupinya dengan daun-daun (di) surga. Tuhan mereka menyeru mereka,
“Bukankah Aku telah melarang kamu berdua dari pohon itu dan Aku telah
1
Husna, Nihayatul. 2021. “Pembacaan Kontemporer Al-Qur`an Muhammad Syahrur; Batas Minimal dan
Maksimal Aurat Wanita”, Cakrawla: Jurnal Kajian Manajemen Pendidikan Islam dan Studi Sosial. Vol. 5 No. 2,
h. 191.
mengatakan bahwa sesungguhnya setan adalah musuh yang nyata bagi kamu berdua?”
(Q.S Al-A’raf : 22)
َت هّٰللا ِ لَ َعلَّهُ ْم يَ َّذ َّكرُوْ ن َ ِاريْ َسوْ ءٰ تِ ُك ْم َو ِر ْي ًش ۗا َولِبَاسُ التَّ ْق ٰوى ٰذلِكَ َخ ْي ۗ ٌر ٰذل
ِ ك ِم ْن ٰا ٰي ٰ
ِ ٰيبَنِ ْٓي ا َد َم قَ ْد اَ ْن َز ْلنَا َعلَ ْي ُك ْم لِبَاسًا يُّ َو
“Wahai anak cucu Adam, sungguh Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk
menutupi auratmu dan bulu (sebagai bahan pakaian untuk menghias diri). (Akan
tetapi,) pakaian takwa itulah yang paling baik. Yang demikian itu merupakan sebagian
tanda-tanda (kekuasaan) Allah agar mereka selalu ingat.” (Q.S Al-A’raf : 26)
2
Husna, Nihayatul. 2021. “Pembacaan Kontemporer Al-Qur`an Muhammad Syahrur; Batas Minimal dan
Maksimal Aurat Wanita”, Cakrawla: Jurnal Kajian Manajemen Pendidikan Islam dan Studi Sosial. Vol. 5 No. 2,
h. 191.
mengakui dosanya, tidak menyesal, tidak mawas diri, tidak mau bertobat dan berputus
asa dari rahmat Allah. (Al-Qasimiy, 1978: 29).
Pada ayat berikutnya, yaitu ayat 26 Al-A’raf, diungkapkan bahwa Allah telah
mempersiapkan pakaian dan perhiasan, tetapi pakaian taqwa adalah lebih baik dari
pakaian kain atau bulu. Dimaksudkan dengan taqwa ialah iman dan amal saleh.
Jadi, Dalam ayat tersebut di atas nyata sekali dikatakan bahwa Allah
menjadikan pakaian bagi manusia agar mereka menutup aurat. Kemudian Al-Qur’an
juga memberikan petunjuk pakaian-pakaian wanita untuk menutupi auratnya yang
betul dan baik.
ر ِه َّن¹ِ ¹ ِر ْبنَ بِ ُخ ُم¹ض ْ َا ۖ َو ْلي¹¹َظهَ َر ِم ْنه َ ين ِزينَتَه َُّن ِإاَّل َما ¹َ ُوجه َُّن َواَل يُ ْب ِدَ ظنَ فُر ْ َص ِر ِه َّن َويَحْ ف َ ٰ ت يَ ْغضُضْ نَ ِم ْن َأ ْب ِ ََوقُل لِّ ْل ُمْؤ ِم ٰن
ٰ َونِ ِه َّن¹ولَتِ ِه َّن َأوْ ِإ ْخ¹¹َعلَ ٰى ُجيُوبِ ِه َّن ۖ َواَل يُ ْب ِدينَ ِزينَتَه َُّن ِإاَّل لِبُعُولَتِ ِه َّن َأوْ َءابَٓاِئ ِه َّن َأوْ َءابَٓا ِء بُعُولَتِ ِه َّن َأوْ َأ ْبنَٓاِئ ِه َّن َأوْ َأ ْبنَٓا ِء بُ ُع
ٰ
ِ ¹ ا ِل َأ ِو ٱلطِّ ْف¹ ِة ِمنَ ٱلرِّ َج¹ َر ُأ ۟ولِى ٱِإْل رْ ب¹
ل¹ ِ ¹ت َأ ْي ٰ َمنُه َُّن َأ ِو ٱلتَّبِ ِعينَ َغ ْي
ْ َأوْ بَنِ ٓى ِإ ْخ ٰ َونِ ِه َّن َأوْ بَنِ ٓى َأ َخ ٰ َوتِ ِه َّن َأوْ نِ َسٓاِئ ِه َّن َأوْ َما َملَ َك
َا َأيُّه¹ًو ۟ا ِإلَى ٱهَّلل ِ َج ِميع¹ُٓ ا ي ُْخفِينَ ِمن ِزينَتِ ِه َّن ۚ َوتُوب¹¹ت ٱلنِّ َسٓا ِء ۖ َواَل يَضْ ِر ْبنَ بَِأرْ ُجلِ ِه َّن ِليُ ْعلَ َم َم ِ ُوا َعلَ ٰى عَوْ ٰ َر ۟ ظهَر ْ َٱلَّ ِذينَ لَ ْم ي
َْٱل ُمْؤ ِمنُونَ لَ َعلَّ ُك ْم تُ ْفلِحُون
Telah dinyatakan dengan tegas oleh ayat diatas tentang kewajiban menutup
‘Aurat. Adapun yang dimaksud dengan perhiasan yang dhahir dalam ayat tersebut
wajah, celak, mata dan cincin. Sedangkan yang dimaksud dengan mengulurkan
kerudung kepala diatas dada mereka yakni ujung kerudung kepala tersebut hendaklah
mereka belitkan dileher mereka dan diulurkan keatas dada mereka supaya dada itu
tertutup. Dan haram memebuka aurat kecuali terhadap suami dan orang-orang yang
telah disebut dalam ayat tersebut diatas.
3
Nuraini and Dhiauddin, Islam Dan Batas Aurat Wanita, ed. by Abubakar Marzuki, pertama (Yogyakarta:
Kaukaba Dipantara, 2013).
Artinya: “Dari Aisyah r.a bahwa sesungguhnya Asma binti Abu Bakar masuk ke
rumah Rasulullah SAW dan ia memakai baju yang tipis, lalu Rasulullah berpaling
darinya dan bersabda: asma..! jika seorang perempuan telah dating masa haidhnya ia
tidak dibenarkan menampakkan auratnya kecuali ini dan ini sambil menunjukkan
wajah dan pergelangannya (rasulullah SAW).” (H.R. Abu Daud)4
Sumber nilai yang secara khusus menetapkan etika berpakaian bagi laki-laki
adalah hadis Nabi seperti antara lain terdapat dalam riwayat Bahz;
ِ ُول هَّللا
َ ت يَا َرس ُ ال قُ ْل
َ ََح َّدثَنَا يَحْ يَى بْنُ َس ِعي ٍد َوِإ ْس َما ِعي ُل بْنُ ِإ ْب َرا ِهي َم ع َْن بَه ٍْز قَا َل َح َّدثَنِي َأبِي ع َْن َجدِّي ق
َت يَا َرسُو َل هَّللا ِ فَِإ َذا َكان ُ ال قُ ْل
َ َك ق ْ ك َأوْ َما َملَ َك
َ ُت يَ ِمين َ ِك ِإاَّل ِم ْن َزوْ َجت ْ َ َو َما نَ َذ ُر قَا َل احْ ف عَوْ َراتُنَا َما نَْأتِي ِم ْنهَا
َ َظ عَوْ َرت
َ َت فَِإ َذا َكانَ َأ َح ُدنَا خَالِيًا ق
َال فَاهَّلل ُ تَبَا َرك ُ ْض قَا َل ِإ ْن ا ْستَطَعْتَ َأ ْن اَل يَ َراهَا َأ َح ٌد فَاَل يَ َريَنَّهَا قُ ْلٍ ضهُ ْم فِي بَع ُ ْالقَوْ ُم بَ ْع
ُق َأ ْن يُ ْستَحْ يَا ِم ْنه
ُّ َوتَ َعالَى َأ َح
Artinya: “Dari Bahz Hakim, dari ayahnya dari kakeknya ia berkata: Aku bertanya ya
Rasulullah, mana aurat-aurat yang kami tutup dan kami biarkan? Nabi menjawab:
jagalah auratmu terhadap isterimu dan hamba-hambamu. Bagaimana kalau kaum
(mereka) itu bercampur antar mereka, nabi menjawab kalau seorang tidak melihatnya.
Aku bertanya bagaimana kalau salah seorang kami itu sendirian? Nabi menjawab:
Allah itu lebih berhak untuk dimuliakan.” (HR. Ibnu Majah)
4
Fuad Mohd.Fachruddin,Aurat dan Jilbab dalam Pandangan Mata Islam,(Jakarta Pusat: Pedoman ilmu jaya,
1984)
5
Husna, Nihayatul. 2021. “Pembacaan Kontemporer Al-Qur`an Muhammad Syahrur; Batas Minimal dan
Maksimal Aurat Wanita”, Cakrawla: Jurnal Kajian Manajemen Pendidikan Islam dan Studi Sosial. Vol. 5 No. 2,
h. 191.
dalam hadist di atas menunjukkan isteri dan hamba-hambanya boleh melihatnya,
begitu juga pula sebaliknya.
Bertitik tolak dari beberapa buah dalil al-qur’an dan sunnah yang telah
diumumkan di atas. Maka diambil kesimpulan bahwa menutup aurat merupakan
kewajiban mutlak yang harus dilaksanakan oleh setiap pribadi, baik muslim maupun
muslimah yang telah sampai umur dan mumayiz. Jelasnya islam membolehkan
kepada wanita untuk memamerkan diri dan perhiasannya kepada orang-orang yang
berhak atas diri mereka itu yaitu suaminya.
BAB IV
1. Madzhab Hambali
Bagi perempuan, auratnya adalah seluruh anggota tubunya, kecuali wajah saja.
Untuk batasan aurat pria yakni antara pusar hingga lutut. Aurat wanita muslim jika
bersama dengan mahram laki-laki adalah seluruh tubuh, kecuali wajah, leher, kepala,
tangan, betis, dan kaki. Adapun bila dengan pria bukan mahram, maka auratnya
seluruh tubuh, kecuali wajah, dan kedua telapak tangan. Untuk pria, auratnya adalah
antara pusar sampai lutut, baik dengan perempuan mahram, sesama kaum laki-laki,
bahkan juga bila bersama perempuan bukan mahram.6
“Setiap bagian tubuh wanita adalah aurat, termasuk pula kukunya”. (Dinukil
dalam Zaadul Masiir, 6/31).
2. Madzhab Maliki
Batas aurat dibagi dua kategori, yakni mughalazah (tidak dapat ditoleransi)
dan mukhaffafah (dapat ditoleransi). Untuk laki-laki, aurat mughalazahnya adalah
qubul dan dubur, serta aurat mukhaffafahnya yakni bagian anggota lain selain antara
pusar sampai lutut. Kaum wanita, aurat mughalazahnya yaitu seluruh anggota badan
selain bagian dada, punggung, dan atraf (tangan, kaki, kepala). Aurat mukhaffafahnya
adalah semua tubuh, kecuali wajah, dan kedua telapak dan punggung tangan.7
Batas aurat pria bersama kaum laki-laki lain serta mahram perempuannya
yakni antara pusar hingga lutut. Sementara bila dengan wanita bukan mahram, maka
auratnya seluruh tubuhnya kecuali wajah, kepala, kaki, dan tangan. Aurat perempuan
muslim jika bersama mahram laki-laki adalah seluruh tubuh, kecuali wajah, kepala,
leher, tangan, dan kaki. Untuk auratnya dengan diri sendiri, sesama wanita, dan
bersama mahram prianya adalah pusar sampai lutut.8
6
Muhammad Jawad Mughniyah, Fiqh Lima Mazhab, Cetekan 19, (Jakarta : Lentera, 2007)
7
Ibid
8
Ibid
Az Zarqaani berkata
ا¹¹ وأم. حتى دالليها وقصَّتها، وعورة الحرة مع رجل أجنبي مسلم غير الوجه والكفين من جميع جسدها
ة¹¹وف فتن¹¹ إال لخ، فله رؤيتهما مكشوفين ولو شابة بال عذر من شهادة أو طب، الوجه والكفان ظاهرهما وباطنهما
كما للفاكهاني والقلشاني، كنظر ألمرد، أو قصد لذة فيحرم
“Aurat wanita di depan lelaki muslim ajaran nabi adalah seluruh tubuh selain
wajah dan telapak tangan. Bahkan suara indahnya juga aurat. Sedangkan wajah,
telapak tangan luar dan dalam, boleh dinampakkan dan dilihat oleh laki-laki walaupun
wanita tersebut masih muda baik sekedar melihat ataupun untuk tujuan pengobatan.
Kecuali jika khawatir timbul fitnah atau lelaki melihat wanita untuk berlezat-lezat,
maka hukumnya haram, sebagaimana haramnya melihat amraad. Hal ini juga
diungkapkan oleh Al Faakihaani dan Al Qalsyaani” .
3. Madzhab Syafi'i
Ulama madzhab ini mengemukakan batas aurat bagi kaum wanita yaitu
seluruh anggota badannya termasuk rambut, kecuali bagian muka dan kedua telapak
tangan. Sementara aurat untuk pria yakni antara pusar hingga lutut. Namun tetap saja,
ketika sholat di mana setiap hamba menghadap kepada Allah SWT, hendaklah
berpakaian yang sopan dan menutupi bagian yang dianggap malu bila ditampakkan.
Laki-laki memiliki batas aurat antara pusar sampai lutut bila dengan sesama
kaum pria dan perempuan mahramnya. Sementara jika dengan perempuan bukan
mahram, maka auratnya seluruh tubuhnya. Adapun aurat perempuan ketika ia
sendirian, bersama mahramnya dan kaum wanita lainnya adalah dari pusar hingga
lutut. Bila dilihat golongan pria bukan mahram, maka auratnya adalah seluruh
tubuhnya, termasuk wajah dan tangan. Juga, semua kaum muslim mukallaf
dimakruhkan untuk melihat auratnya sendiri, kecuali jika diperlukan.9
ا¹¹اة ليس لكونهم¹¹ترهما في الحي¹¹وب س¹¹ ووج. ه والكفين¹¹دا الوج¹¹فيجب ما ستر من األنثى ولو رقيقة ما ع
بل لخوف الفتنة غالبًا، عورة
“Wajib bagi wanita menutup seluruh tubuh selain wajah dan telapak tangan,
walaupun penutupnya tipis. Dan wajib pula menutup wajah dan telapak tangan, bukan
9
Muhammad Jawad Mughniyah, Fiqh Lima Mazhab, Cetekan 19, (Jakarta : Lentera, 2007)
karena keduanya adalah aurat, namun karena secara umum keduanya cenderung
menimbulkan fitnah”. (Hasyiah Ibnu Qaasim ‘Ala Tuhfatul Muhtaaj, 3/115)
4. Madzhab Hanafi
Secara umum, aurat laki-laki dalam sholat yakni antara pusar hingga lutut.
Sementara perempuan, auratnya adalah semua tubuh, dari kepala hingga ujung kaki,
termasuk rambut. Yang menjadi pengecualian bagi wanita yaitu kedua telapak tangan
beserta kedua punggung kaki. Batasan aurat wanita adalah seluruh tubuh jika bersama
laki-laki bukan mahram. Jika dengan diri sendiri, kaum wanita lainnya, serta mahram
lpria, maka auratnya yaitu antara pusar hingga lutut. Sementara aurat pria adalah
antara pusar sampai lutut, baik dengan perempuan mahram, sesama kaum laki-laki,
bahkan juga bila bersama perempuan bukan mahram.
وهو المختار، وجميع بدن الحرة عورة إال وجهها وكفيها باطنهما وظاهرهما في األصح
“Seluruh tubuh wanita adalah aurat kecuali wajah dan telapak tangan dalam serta
telapak tangan luar, ini pendapat yang lebih shahih dan merupakan pilihan madzhab
kami“. (Matan Nuurul Iidhah).
BAB V
Dalam bab ini akan dibahas beberapa pendapat kontemporer yang berbeda dengan
pendapat para imam mazhab. Menurut Prof. Quraish Shihab, pada garis besarnya para
cendekiawan dapat dibagi ke dalam dua kelompok besar: 10
1. Al –Quran dan sunnah Nabi saw sama sekali tidak menghendaki adanya
masyaqqah, karena itu lahirlah kaidah yang menyatakan, يء¹¹ع الش¹¹إذاضاق اتس, yang
berarti “jika sesuatu telah menyempit yakni sulit, maka lahirlah kelapangan/
kemudahan. 12Prinsip ini diakui oleh semua ulama, hanya saja dalam penetapannya
seringkali timbul perbedaan apakah satu kondisi tertentu sudah dapat dinilai sebagai
masyaqqah atau belum, seperti pembahasan tentang kaki perempuan, apakah itu
10
M. Quraish Shihab, Jilbab – Pakaian Wanita Muslimah (Pandangan Ulama masa lalu & Cendikiawan
Kontemporer) h. 117-11
11
Ibid
12
Ibid
aurat atau bukan, yang menilai ketertuutupan kaki mengakibatkan kesulitan dalam
melakukan aktifitas, maka mereka mentolerir terbukanya. Sementara ulama dan
cendekiawan konteporer memperluas bagian – bagian tubuh wanita yang tidak lagi
dinilai sebagai aurat antara lain karena lahirna profesi- profesi baru yang mereka
nilai menyulitkan untuk melakukannya jika pelakunya menutup bagian – bagian
tubuh yang dimaksud.
2. Hadis-hadis Nabi saw adalah sumber hukum kedua, tetapi ia baru dapat menjadi
dasarpenetapan hukum jika hadis tersebut dinilai shahih oleh yang bersangkutan.
Syekh Muhammad ‘Abduh, seorang ulama kontemporer sangat selektif dalam
menerima hadis- hadis Nabi dan riwayat –riwayat dari para sahabat. Bahkan
walaupun yang telah dinilai oleh mayoritas ulama sebagai hadis yang shahih atau
mutawatir. Itu sebabnya ulama yang tidak menilai shahih hadis tentang bolehnya
membuka wajah dan telapak tangan, tetap bertahan dengan pendapatnya yang
menyatakan bahwa seluruh tubuh wanita adalah aurat. Sebaliknya, ulama yang tidak
menilai shahih hadis yang membolehkan wanita membuka setengah tangannya tetap
mempertahankan pendapat yang sejalan dengan hadis yang dinilainya shahih yakni
mengecualikan wajah dan telapak tangan saja.13
3. Penetapan hukum berkisar pada ‘illatnya. Yang dimaksud dengan ‘illat oleh para
pakar hukum ialah suatu sifat/ substansi yang melekat pada sesuatu, hingga atas
dasarnya hukum ditetapkan.
4. Perintah atau larangan Allah dan Rasul-Nya tidak selalu harus diartikan wajib atau
haram, tetapi bisa juga perintah itu dalam arti anjuran, sedang larangan-Nya dapat
berarti sebaiknya ditinggalkan. Sebagai contoh, salah seorang ulama kontemporer,
Muhammad Fuad al-Barazi yang sangat kukuh menegaskan tentang kewajiban
menutup seluruh tubuh wanita –termasuk wajah dan telapak tangan- menilai bahwa
َّ
perintah Allah dalam surah al-Ahzab: بيوتكن فى َوقرن bukanlah perintah wajib.
5. Adat mempunyai peranan yang sangat besar dalam ketetapan hukum. Karena itu
dinayatakan bahwa,”Adat dapat berfungsi sebagai syarat, dan apa yang ditetapkan
oleh adat kebiasaan, dapat dinilai telah ditetapkan oleh agama”. Perbedaan adat
kebiasaan, sebagaimana perbedaan tempat dan waktu, dapat melahirkan perbedaan
fatwa/ ketetapan hukum. Ini telah berlaku sejak zaman Rasul saw dan sahabat-
13
M. Quraish Shihab, Jilbab – Pakaian Wanita Muslimah (Pandangan Ulama masa lalu & Cendikiawan
Kontemporer) h. 117-11
sahabat beliau. Dari sini lahirlah pandangan sementara ulama dan cendekiawan
tentang adanya ketentuan-ketentuan agama yang sifatnya universal dan ada juga
yang local serta kontemporer.
Diatas tersebut adalah prinsip yang seringkali dikemukakan oleh cendekiawan dan
ulama kontemporer, yang juga diakui oleh para ulama masa lampau, namun sebagian mereka
baru menerapkannya jika memenuhi beberapa syarat, sedang sebagian dari pendapat-
pendapat baru yang muncul, tidak jarang dinilai oleh ulama lainnya tidak memenuhi
persyaratan yang semestinya.
Salah seorang Dosen Fakultas Syariah dan Hukum Universitas al-Azhar, menulis
bahwa,”Dalam satu riwayat dari Imam abu Hanifah dinyatakan bahwa kedua kaki pun
bukan aurat.” Alasannya yaitu karena kaki lebih menyulitkan-bila harus ditutup-
dibandingkan tangan, khususnya bagi wanita-wanita miskin di pedesaan yang ketika iitu
seringkali berjalan tanpa alas kaki untuk memenuhi kebutuhan mereka.
Salah seorang ulama al-Azhar berpendapat bahwa yang menjadi dasar dalam
menetapkan apa yang boleh dinampakkan dari hiasan wanita, adalah apa yang berlaku
dalam adat kebiasaan satu masyarakat, sehingga dalam masyarakat yang tidak
membolehkan penampakan lebih dari wajah dan kedua telapak tangan , maka itulah yang
berlaku untuk mereka, sementara dalam masyarakat yang membolehkan membuka
setengah dari betis atau tangan dan mereka menilai hal tersebut tidak mengandung fitnah
atau rangsangan, maka bagian – bagian badan itu termasuk dari hiasan lahiriah yang dapat
dinampakkan.15 Seperti wanita-wanita yang bekerja di perkebunan yang terpaksa
menyingsingkan lengan bajunya atau mengangkat pakaiannya hingga mencapai betisnya.
14
M. Quraish Shihab, Jilbab – Pakaian Wanita Muslimah (Pandangan Ulama masa lalu & Cendikiawan
Kontemporer) h. 117-11
15
Ibid
Hamka berpendapat bahwa perintah menutup aurat untuk setiap Wanita muslim,
bukan dilihat dari apa hukumnya menggunakan jilbab atau Kerudung sebagai pakaian atau
alat untuk menutup aurat, melainkan ada Perkara yang paling penting yakni setiap wanita
muslim wajib memakai jilbab sebagai tanda kesolehan seorang muslimah .
Dalam ayat di atas dijelaskan bahwa Nabi juga diperintahkan untuk menjelaskan
kepada wanita agar tidak memamerkan perhiasan mereka kecuali perhiasan yang tidak
mencolok dan tidak menggoda seperti cincin, wajah dan tangan. Hal tersebut bertujuan untuk
meminimalisir munculnya syahwat seorang laki-laki sehingga pelecehan seksual dapat
dihindari. Dari sinilah peneliti berasumsi bahwa menurut Hamka, menutup aurat dengan
menggunakan jilbab/kerudung hukumnya wajib bagi muslimah sesuai dengan tuntunan Al-
Qur’an (perintah Allah Swt). 16
Hamka pun berpendapat bahwa batasan aurat perempuan ialah seluruh tubuh kecuali
wajah dan telapak tangan. Lalu Hamka juga berpendapat bahwa Islam mengakui sebuah
keindahan etika dari sudut pandang peri kemanusiaan, karena kehendak dari agama Islam
sendiri yakni ketentraman dalam pergaulan atau bermasyarakat. Kehidupan bermasyarakat
masih perlu dibatasi syariat atau hukum Islam, di mana batas tersebut bertujuan menjaga
kemuliaan setiap muslim dalam menjalankan kehidupan dan mencapai puncak
kemanusiaannya.
4. Yusuf Al-Qardhawi
Yusuf al-Qardhawi, seorang 'ulama dari Mesir, menyatakan bahwa jilbab merupakan
kewajiban yang harus dilaksanakan oleh perempuan, dan bukan ijtihad ahli fiqh ataupun
bid'ah yang dibuat oleh umat Islam. Dasar perintah ini didasarkan pada surat an-Nur (24): 31.
menurutnya, huruf “lam” dalam kalimat “walyadribana” memiliki arti perintah, sedangkan
perintah dalam al-Qur'an menunjukkan kewajiban yang harus dilaksanakan. Pertimbangan
perintah ini, yakni kekhawatiran akan gangguan dari pihak orang-orang fasik dan laki-laki
iseng terhadap perempuan.
16
Nuraini and Dhiauddin, Islam Dan Batas Aurat Wanita, ed. by Abubakar Marzuki, pertama
(Yogyakarta: Kaukaba Dipantara, 2013).
Menurut al-Qaradawi, jilbab adalah pakaian yang lebar semacam baju kurung yang
digunakan oleh perempuan untuk menutupi auratnya. Namun terkait dengan kategori bagian
mana yang harus ditutup, al-Qaradawi berseberangan dengan Ibn Taymiyyah. Menurut al-
Qaradawi, wilayah wajah dan kedua telapak tangan tidak termasuk kategori aurat dan tidak
wajib untuk ditutupi. Hal ini didasarkan pada Surat an-Nur (24): 31. Menurutnya, lafal "illa
ma zahara minha" merupakan pengecualian yang berarti meliputi bagian wajah dan kedua
telapak tangan, serta perhiasan lain yang wajar, tidak berlebihan dan tidak bermewah-
mewahan, misalnya cincin ditangan ataupun celak di mata. 17 Pendapat al-Qardhawi ini
merujuk pada pendapat yang dikemukakan oleh Sa'ad ibn Jubair, 'Ata, Auza'i dan lainnya.
Selain itu al-Qardhawi juga merujuk pada Ibn Hazm, seorang golongan Zahiri yang
menyatakan bahwa surat an-Nur (24): 31 menunjukkan bolehnya membuka wajah, karena
ayat tersebut memerintahkan menutupkan kerudung ke dada, bukan ke muka. Lebih lanjut,
menurut al-Qaradhawi aurat wanita dalam hubungannya dengan laki-laki lain maupun wanita
yang tidak seagama adalah seluruh badang, kecuali muka dan telapak tangan merupakan
pendapat yang dianggap lebih kuat. Hal Ini, menurut al-Qardhawi dengan menukil al-Razi
mempermudah wanita dalam kepentingan pekerjaan. Dengan demikian, wanita diperintah
untuk menutupi anggota badan yang tidak boleh dibuka dan diberikan keringanan hukum
(rukhsah) untuk “memperlihatkan anggota badan yang boleh dan mengharuskan dibuka,
menjadikan syariat Islam sebagai syariat yang toleran.
5. Muhammad Syahrur
ي
َ ار ُ اريْ َسوْ َءةَ اَ ِخ ْي ِه ۗ قَا َل ٰي َو ْيلَ ٰتٓى اَ َع َج ْز
ِ ت اَ ْن اَ ُكوْ نَ ِم ْث َل ٰه َذا ْال ُغ َرا
ِ ب فَا ُ َو ُ ث هّٰللا ُ ُغ َرابًا يَّ ْب َح
ِ ْث فِى ااْل َر
ِ ض لِي ُِريَهٗ َك ْيفَ يُ َو َ فَبَ َع
17
Paruq, Imam. 2022. “AURAT DAN PAKAIAN PEREMPUAN DALAM PANDANGAN TAFSIR KLASIK DAN
KONTEMPORER (Studi Komparatif Tafsir al-Qur’an al-‘Azim Ibnu Kasir dan Kitab Wa al-Qur’an Qira’ah Mu‘sirah
Muhammad Syahrur), h. 14-15.
18
Muhammad Syahrur, Metodelogi Fiqh Islam Kontemporer, terj: Sahiron Syamsuddin, (Yogyakarta:
eLSAQ Press, 2004)
َۛ َسوْ َءةَ اَ ِخ ۚ ْي فَاَصْ بَ َح ِمنَ ال ٰنّ ِد ِم ْين
Artinya: “Kemudian, Allah mengirim seekor burung gagak untuk menggali tanah supaya Dia
memperlihatkan kepadanya (Qabil) bagaimana cara mengubur mayat saudaranya. (Qabil)
berkata, “Celakalah aku! Mengapa aku tidak mampu berbuat seperti burung gagak ini
sehingga aku dapat mengubur mayat saudaraku?” Maka, jadilah dia termasuk orang-orang
yang menyesal”. (Q.S. al-Ma’idah [5]: 31).
6. Psikolog Indonesia, Sarlito Wirawan dalam diskusi Ilmiah Forum Pengkajian Islam IAIN
Syarif Hidayatullah Jakarta 28 April 1988
Mengemukakan dalam makalahnya yang meninjau aurat dari sudut psikologi dan
kepribadian bangsa, antara lain bahwa, ”Ada dua pihak yang terkena dampak dari aurat yang
terbuka; yang bersangkutan sendiri dan yang melihatnya. Bagi yang bersangkutan
menimbulkan rasa malu, sedangkan untuk yang menyaksikan bisa timbul perasaan seperti
terangsang, bangkit syahwatnya atau risih. Perasaan-perasaan yang timbul tersebut bersifat
subjektif, tergantung pada kobdisi orang – orang yang bersangkutan dan sistem nilai yang
dianutnya.20 Wanita Jawa yang masih berbusana tradisional (kemben) menganggap biasa
untuk memperlihatkan dadanya bagian atas yang terbuka. Begitu pula baju bodo yang
19
Muhammad Syahrur, Metodelogi Fiqh Islam Kontemporer, terj: Sahiron Syamsuddin, (Yogyakarta:
eLSAQ Press, 2004)
20
Lembaga Penelitian IAIN Syarif Hidayatullah, Kajian Islam tentang Berbagai Masalah Kontemporer, Jakarta,
1988, .h 249
transparan, tidak menimbulkan perasaan negatif pada pemakainya maupun yang melihatnya.
Di masyarakat yang masih terbelakang seperti Bali pada masa lalu, atau di suku-suku di
Irian, payudara wanita dibiarkan terbuka dan hubungan seks berlangsung tetap sebagaimana
yang diatur oleh adat istiada setempat”.
7. Forum Pengkajian Islam IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 24 Maret dan 28
April 1988 membahas soal aurat dan jilbab secara ilmiah dan mendasar, antara lain
menyimpulkan dan menetapkan bahwa pakaian wanita yang memperlihatkan leher ke atas
(kepala), dengan (tangan) dari siku ke ujung jari dan kaki di bawah lutut, dipandang tidak
bertentangan dan sesuai dengan nilai-nilai Islam. 21
Menutup aurat pada hakekatnya adalah mengangkat martabat wanita secara umum.
Kita bisa saja mengikuti pendapat beberapa cendekiawan kontemporer yang melihat aurat
wanita dari sisi yang berbeda, namun untuk menghindari terjadinya tindak kriminal seperti
pemerkosaan dan perzinahan yang sudah bosan kita dengar dan saksikan, maka hendaknya
para wanita menjaga dan menutup aurat tanpa menampakkan dan menonjolkan bagian tubuh
yang berpotensi menimbulkan nafsu kebanyakan laki-laki, karena fenomena buka-bukaan
adalah termasuk trend zaman sekarang. Fenomena tersebut cepat atau lambat akan masuk ke
daftar berbagai macam penyakit yang merambah pada diri manusia.
21
Tim Penulis IAIN Syarif Hidayatullah, Ensiklopedi Islam Indonesia, h. 135-136
BAB
VII PENUTUP
1. Simpulan
Salah satu aspek etika Islam adalah mengatur masalah berpakaian, baik untuk
laki-laki maupun perempuan. Etika berpakaian yang diajarkan Islam pada prinsipnya
berorientasi pada menutup aurat. Secara terminologi dalam Hukum Islam, aurat
adalah bagian badan yang tidak boleh kelihatan menurut syariat Islam, batas minimal
bagian tubuh manusia yang wajib ditutup berdasarkan perintah Allah
2. Kata Penutup
2. Bagi orang tua terutama ibu angkat agar lebih menjaga auratnya di hadapan
anak angkatnya dikarenakan anak angkat tidak sama statusnya dengan anak
kandung.
3. Bagi anak angkat agar kiranya memperhatikan batasan-batasan dan
hubungannya baik dengan ibu angkat atau pun dengan anggota keluarga
lainnya.
Wallahu’alam
DAFTAR PUSTAKA
Muhammad Jawad Mughniyah, Fiqh Lima Mazhab, Cetekan 19, (Jakarta : Lentera, 2007).
Husein Shahab, Jilbab Menurut Al-Qur’an Dan Al-Sunnah, (Bandung: Pt Mizan Pustaka,
2008).
Muhammad Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an: Tafsir Maudhu’i Atas Pelbagai Persoalan
Umat, (Bandung: Mizan, 1994).
Ibrahim Bin Fathi Bin Abd Al-Muqtadir, Perempuan Berjilbab Vs Perempuan Pesolek, Terj.
Khasan Aedi, (Jakarta: Amzah, 2007).
Ardiansyah. 2014. “Konsep Aurat Menurut Ulama Klasik Dan Kontemporer; Suatu
Perbandingan Pengertian Dan Batasannya Di Dalam Dan Luar Shalat”. Analytica Islamica.
3(2), 258-273. Http://Jurnal.Uinsu.Ac.Id/Index.Php/Analytica/Article/Download/450/351.
Sesse, Muhammad Sudirman. 2016. “‘Aurat Wanita Dan Hukum Menutupnya Menurut
Hukum Islam”. Jurnal Al-Maiyyah, 9(2), 315-331.
Https://Almaiyyah.Iainpare.Ac.Id/Index.Php/Almaiyah/Article/View/354.
Nuraini, And Dhiauddin, Islam Dan Batas Aurat Wanita, Ed. By Abubakar Marzuki, Pertama
(Yogyakarta: Kaukaba Dipantara, 2013)
Hidayatullah, Lembaga Penelitian Iain Syarif. "Kajian Islam Tentang Berbagai Masalah
Kontemporer." Iain Syarif Hidayatullah, 1988: 249.
Hidayatullah, Tim Penulis Iain Syarif. Ensiklopedia Islam Indonesia. Jakarta: Iain Syarif
Hidayatullah, N.D.
Adji, Danang Firstya Dan Iskandar, Riki. 2022. “Menutup Aurat Dalam Pandangan Ulama
Kontemporer”, Madania: Jurnal Ilmu-Ilmu Keislaman. 12(1), 28-40. Https://Ejournal.Uin-
Suska.Ac.Id/Index.Php/Madania/Article/Download/19479/8227.
Husna, Nihayatul. 2021. “Pembacaan Kontemporer Al-Qur`An Muhammad Syahrur; Batas
Minimal Dan Maksimal Aurat Wanita”, Cakrawla: Jurnal Kajian Manajemen Pendidikan
Islam Dan Studi Sosial. 5(2), 180-192.
Http://Ejournal.Iainu-Kebumen.Ac.Id/Index.Php/Cka/Article/Download/320/303/.
Masruri, Ahmad. 2021. “Pandangan Ulama Klasik Dan Kontemporer Tentang Jilbab”,
Andragogi. 3(3), 431-447.
Https://Jurnalptiq.Com/Index.Php/Andragogi/Article/View/238/159.
Paruq, Imam. 2022.“Aurat Dan Pakaian Perempuan Dalam Pandangan Tafsir Klasik Dan
Kontemporer (Studi Komparatif Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azim Ibnu Kasir Dan Kitab Wa Al-
Qur’an Qira’ah Mu‘As}Irah Muhammad Syahrur). 1-26.
Http://Repository.Syekhnurjati.Ac.Id/8139/.