Professional Documents
Culture Documents
Schistosomiasis (1) 06
Schistosomiasis (1) 06
Disusun Oleh :
Kelompok : 5
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan yang maha Esa yang telah memberikan rahmat dan hidayahnya
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “SCHISTOSOMIASIS” ini tepat pada
waktunya.SRI EVI NYP,S.Si,M.Kes
Adapun tujuan dari penulis laporan ini adalah untuk memenuhi tugas dari Ibu Pada mata kuliah
Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Selain itu, laporan ini juga bertujuan untuk menambah
wawasan bagi para pembaca dan juga bagi penulis. Kami mengucapkan terima kasih kepada ibu SRI
EVI NYP,S.Si,M.Kes yang telah memberikan tugas ini sehingga kami dapat menambah wawasan dan
pengetahuan sesuai dengan mata kuliah ini. Kami menyadari laporan yang kami tulis ini masih jauh
dari kata sempurna. Oleh karena itu, kami membutuhkan kritik dan saran dari pembaca demi
kesempurnaan laporan ini.
BAB I............................................................................................................................ 1
PENDAHULUAN............................................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah.......................................................................................................... 1
C. Tujuan............................................................................................................................. 1
A. Definisi ……………………….................................................................................................. 3
D. Diagnostik...................................................................................................................... 5
E. Pengobatan..................................................................................................................... 6
F. Pencegahan ................................................................................................................... 7
A. Perbandingan ……………………………………………………………..……………………………………………..10
B. Interpretasi………………………………………………………………………………………………………………….11
C. Implikasi ……………………….…………………………………………………………………………………………….12
D. Keterbatasan …………………………………………………………….……………………………………………… 13
A . Kesimpulan .........................................................................................................15
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
b. Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas, rumusan masalah dalam makalah ini, yaitu:
7. Kapan harus melakukan pengobatan dan pencegahan jika tejangkit penyakit Schistosomiasis?
C.Tujuan Penelitian
TINJUAN PUSTAKA
A. DEFINISI SCHISTOSOMIASIS
Schistosomiasis adalah penyakit zoonotik dan merupakan masalah kesehatan masyarakat [berjalan
kronis dan menimbulkan penderitaan selama bertahun-tahun, menurunkan kapasitas kerja, dan
dapat berakhir dengan kematian. Pada tempattempat endemik, schistosomiasis menjadi penyakit
masyarakat yang dapat menyerang manusia berumur kurang dari 15
tahun(Wicaksono,2010).Schistosomiasis merupakan salah satu penyakit infeksi parasit pada manusia
yang menyebar luas di dunia. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan schistosomiasis
menempati 40%dari keseluruhan penyakit di daerah tropis. Penyebaran schistosomiasis sangat luas
di daerah tropis maupun subtropis. Diperkirakan penyakit ini menginfeksi 200 sampai 300 juta orang
pada 79 negara dan sebanyak 600 juta orang mempunyai risiko terinfeksi Schistosomiasis di
Indonesia, disebabkan oleh Schistosoma japonicum ditemukan endemik di dua daerah di Sulawesi
Tengah, yaitu di Dataran Tinggi Lindu dan Dataran Tinggi Napu. Penyakit ini pertama kali dilaporkan
oleh Muller dan Tesch pada tahun 1937 dimana ditemukan kasus pada lakilaki yang berumur 35
tahun yang berasal dari Desa Tomado yang kemudian meninggal di Rumah Sakit di Palu, Sulawesi
Tengah Salah satu upaya yang dilakukan untuk mencegah terjadinya penularan schistosomiasis
adalah menghindari kontak langsung dengan perairan yang terinfeksi, contohnya menggunakan
sepatu boot karet, sarung tangan. Masih adanya perilaku yang berisiko terhadap terjadinya infeksi
schistosoma seperti tidak menggunakan sepatu boot pada saat bekerja di sawah menyebabkan
penularan schistosomiasis di daerah tersebut hingga saat ini masih terus berlangsung Adapun
masyarakat yang tidak mudah terinfeksi Schistosomiasis bisa dikarenakan sistem imun atau
kekebalan tubuhnya yang tinggi. Pada sistem imun ada istilah yang disebut imunitas. Imunitas
sendiri adalah ketahanan tubuh kita atau resistensi tubuh kita terhadap suatu penyakit. Jadi sistem
imun pada tubuh kita mempunyai imunitas terhadap berbagai macam penyakit yang dapat
membahayakan tubuh kita. Karena sistem imun sangat mempengaruhi terhadap terjadinya suatu
penyakit, semakin lemah sistem imun seseorang semakin mudah dia terinfeksi penyakit, sebaliknya
semakin kuat sistem imun seseorang semakin kuat sistem pertahanan tubuhnya sehingga tidak
mudah teinfeksi oleh penyakit terutama Schistosomiasis.
Penyakit schistosomiasis disebabkan oleh infeksi cacing parasit yakni Schistosoma haematobium,
Schistosoma japonicum, dan Schistosoma mansoni. Cacing tersebut hidup pada air tawar. Infeksi
umumnya dimulai saat penderinta melakukan kontak dengan air yang terkontaminasi saat berenang,
mencuci, atau saat mengayuh kapal.Cacing parasit masuk ke dalam tubuh melalui kulit dan
bersarang di dalam tubuh untuk beberapa minggu sebelum menetaskan telurnya. Sistem imun
menyerang beberapa telur tersebut untuk kemudian dikeluarkan melalui tinja maupun urin. Namun,
tanpa pengobatan yang benar, cacing dapat terus menetaskan telur untuk jangka waktu yang
panjang. Faktor risiko utama terjangkitnya penyakit ini adalah mereka yang tinggal atau bepergian ke
daerah dimana schistosomiasis kerap terjadi. Selain itu, kontak kulit dengan air yang terkontaminasi,
dan juga sistem imun yang kurang baik dapat menjadi pemicu lainnya
C . Gejala klinis
Gejala yang ditimbulkan dari infeksi cacing parasit ini bergantung pada fase perjalanan penyakit.
Fase akut berlangsung selama 14 hingga 84 hari, dengan gejala meliputi gatal dan ruam (saat cacing
pertama kali masuk ke dalam kulit), demam, nyeri kepala, nyeri otot dan sendi, serta sesak napas.
Gejala pada fase kronik berkaitan dengan lokasi organ yang terinfeksi. Jika cacing parasit ini
menyerang organ hati atau pencernaan, maka gejala yang timbul dapat berupa diare atau konstipasi,
perdarahan pada tinja, tukak lambung dan usus, fibrosis hati, hingga tekanan darah tinggi pada vena
porta dan seluruh pembuluh darah pada sistem pencernaan.
Gejala yang timbul jika cacing parasit menyerang sistem urinasi adalah nyeri saat buang air kecil,
adanya darah dalam urin, dan meningkatkan faktor risiko terjadinya kanker kandung kemih. Anemia
dapat terjadi pada pasien yang terinfeksi dalam jangka waktu yang panjang. Walau jarang
ditemukan, namun cacing parasit ini juga dapat menyerang sistem saraf pusat. Menurut data WHO,
cacing parasit yang menginfeksi anak-anak dapat menyebabkan keterlambatan pertumbuhan dan
perkembangan kognitif.
D. Diagnostik
Anamnesis meliputi pertanyaan seputar gejala dan riwayat bepergian ke daerah dimana kasus
schistosomiasis sering dijumpai. Pertanyaan juga harus dilakukan secara detail dan meliputi faktor
risiko lainnya. Pemeriksaan fisik umumnya dilakukan dari kepala hingga ujung kaki untuk mencari
adanya berbagai kelainan yang disebabkan karena adanya infeksi cacing parasit tersebut.
Cacing parasit penyebab infeksi baru tumbuh dewasa setelah 40 hari, sehingga pemeriksaan darah
dapat memberikan keterangan negatif palsu apabila dilakukan sebelum 6-8 minggu setelah pengidap
terekspos air yang terkontaminasi. Jika terdapat gejala sistem pencernaan maupun urinasi, biopsi
rectum atau kandung kemih dapat dilakukan. Jika belum ditemukan adanya gejala atau kelainan,
dokter sebaiknya menyarankan pasien yang bepergian ke daerah endemik schistosomiasis untuk
kontrol kembali 3 bulan kemudian karena terkadang gejala dapat timbul terlambat.
E. Pengobatan
Pengobatan utama pada penyakit ini adalah dengan pemberian Praziquantel. Selama belum ada
kerusakan organ, obat ini dapat membantu mengatasi infeksi dari cacing parasit penyebab
schistosomiasis. Praziquantel tidak dapat digunakan sebagai pencegahan. Pada kasus schistosomiasis
yang menyerang sistem saraf pusat, pemberian steroid dapat dilakukan. Praziquantel adalah obat-
obatan yang dapat diberikan dalam jangka pendek untuk mengatasi infeksi. Obat ini dapat
membantu walau pasien telah mencapai tahap lanjut dari penyakit.Obat cacing jenis praziquantel
biasanya efektif, selama kerusakan atau komplikasi belum terjadi. Namun, obat ini tidak mencegah
infeksi kembali menyerang di lain waktu.Obat-obatan steroid juga dapat digunakan untuk
meringankan gejala schistosomiasis akut, atau gejala yang disebabkan oleh kerusakan pada otak
atau sistem saraf
F. Pencegahan
Skistosomiasis bisa dicegah dengan menghindari kontak dengan air tawar yang berpotensi
terkontaminasi cacing skistosoma. Jika sedang mengunjungi area yang diduga terkontaminasi cacing
skistosoma, lakukan upaya pencegahan berikut ini:Gunakan celana dan sepatu bot anti-air jika
bekerja di area berair tawar.Jaga kebersihan diri dan rutin mencuci tangan dengan sabun dan air
mengalir.Konsumsilah air matang atau air mineral yang terjamin kebersihannya.Hindari mandi atau
berendam di dalam air sungai atau danau.Gunakan air bersih untuk mandi dan mencuci.
BAB III
PEMBAHASAN
Penelitian ini dilakukan pada tahun 2018 dengan tujuan untuk mengevaluasi efektivitas kombinasi
praziquantel dan artemisinin pada pasien schistosomiasis di Kalimantan Timur. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa kombinasi tersebut efektif dalam mengurangi beban parasit dan gejala klinis
pada pasien schistosomiasis. Sebanyak 86,7% pasien berhasil sembuh setelah menerima terapi
kombinasi tersebut. Hasil ini menunjukkan bahwa terapi kombinasi praziquantel dan artemisinin
dapat menjadi alternatif pengobatan yang efektif bagi pasien schistosomiasis di Indonesia
Perbedaan gejala klinis dan hasil laboratorium pada schistosomiasis akut dan kronis di Sulawesi
Selatan
Penelitian ini dilakukan pada tahun 2017 dengan tujuan untuk mengetahui perbedaan gejala klinis
dan hasil laboratorium pada schistosomiasis akut dan kronis di Sulawesi Selatan. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa pasien dengan schistosomiasis akut cenderung memiliki gejala klinis yang lebih
parah dan hasil laboratorium yang lebih abnormal dibandingkan dengan pasien dengan
schistosomiasis kronis. Selain itu, pasien dengan schistosomiasis akut juga memiliki tingkat
eosinofilia yang lebih tinggi dan level IgM anti-Schistosoma yang lebih tinggi dibandingkan dengan
pasien dengan schistosomiasis kronis. Hasil penelitian ini dapat membantu dokter dalam melakukan
diagnosis dan pengobatan yang tepat bagi pasien schistosomiasis di Indonesia.
Maluku 11,1
Gorontalo 1,5
Maluku 348
Sulawesi Tengah 92
Sulawesi Selatan 78
Kalimantan Timur 46
Sulawesi Utara 36
Gorontalo 34
Maluku Utara 27
Kalimantan Tengah 24
Sumber: Kementerian Kesehatan RI. (2020). Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2020.
0-14 tahun 24
15-24 tahun 32
Kelompok Umur Jumlah Pasien
25-34 tahun 33
35-44 tahun 18
45-54 tahun 8
55 tahun ke atas 2
Sumber: Sari et al. (2017). Clinical and Laboratory Characteristics of Acute and Chronic
Schistosomiasis in South Sulawesi, Indonesia.
Dalam tabel ini, dapat dilihat bahwa provinsi Papua Barat memiliki prevalensi tertinggi yaitu
sebesar 16,9%. Sedangkan, provinsi Kalimantan Tengah memiliki prevalensi terendah yaitu
sebesar 0,9%.
2. Jumlah kasus schistosomiasis di Indonesia pada tahun 2020 Dalam tabel ini, dapat dilihat
bahwa provinsi Papua Barat memiliki jumlah kasus tertinggi yaitu sebanyak 557 kasus.
3. Sedangkan, provinsi Kalimantan Tengah memiliki jumlah kasus terendah yaitu sebanyak 24
kasus.
Dalam tabel ini, dapat dilihat bahwa kelompok umur dengan jumlah pasien terbanyak adalah
kelompok umur 25-34 tahun dengan jumlah 33 pasien. Sedangkan, kelompok umur dengan
jumlah pasien terendah adalah kelompok umur 55 tahun ke atas dengan jumlah 2 pasien.
D. Keterbatasan Penelitian
BAB IV
PENUTUPAN
Schistosomiasis merupakan salah satu penyakit parasitik yang menyebar secara global dan
menjadi masalah kesehatan masyarakat di beberapa daerah. Penyakit ini disebabkan oleh cacing
parasit Schistosoma yang menyebar melalui air yang terkontaminasi.
Prevalensi Schistosomiasis cenderung tinggi di daerah-daerah dengan sanitasi yang buruk dan
kurangnya akses terhadap air bersih dan sanitasi yang memadai. Penyakit ini dapat menyebabkan
masalah kesehatan yang serius, seperti anemia, gangguan hati, dan bahkan kanker.
Oleh karena itu, diperlukan penelitian yang lebih mendalam dan meluas untuk lebih memahami
karakteristik dan dampak penyakit ini secara lebih baik, serta merumuskan intervensi yang lebih
efektif untuk mencegah dan mengendalikan Schistosomiasis. Upaya kolaboratif antara peneliti,
pemerintah, dan masyarakat dapat membantu mengatasi masalah ini dan meningkatkan kesehatan
masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Tinjauan Pustaka: Lo NC, Lai YS, Karagiannis-Voules DA, et al. Assessment of global guidelines for
preventive chemotherapy against schistosomiasis and soil-transmitted helminthiasis: a cost-
effectiveness modelling study. Lancet Infect Dis. 2016;16(9):1065-1075. doi: 10.1016/s1473-
3099(16)30073-5
Hasil Penelitian: Danso-Appiah A, Olliaro PL, Donegan S, et al. Drugs for treating Schistosoma
mansoni infection. Cochrane Database Syst Rev. 2013;(2):CD000528. doi:
10.1002/14651858.CD000528.pub2
injauan Pustaka: Wang LD, Chen HG, Guo JG, et al. A strategy to control transmission of Schistosoma
japonicum in China. N Engl J Med. 2009;360(2):121-128. doi: 10.1056/NEJMoa0800135
Hasil Penelitian: Gurarie D, King CH. Population biology of schistosomiasis: from past to future.
Trends Parasitol. 2005;21(9):382-388. doi: 10.1016/j.pt.2005.06.004
Tinjauan Pustaka: Colley DG, Bustinduy AL, Secor WE, King CH. Human schistosomiasis. Lancet.
2014;383(9936):2253-2264. doi: 10.1016/S0140-6736(13)61949-2
Hasil Penelitian: Kjetland EF, Leutscher PDC, Ndhlovu PD. A review of female genital schistosomiasis.
Trends Parasitol. 2012;28(2):58-65. doi: 10.1016/j.pt.2011.10.007
Sumber: Widiarsih et al. (2014). Schistosoma japonicum Infection among Indonesian Farmers: A
Comprehensive Evaluation of Risk Factors and Parasite Detection Methods.
Sumber: Sari et al. (2021). Prevalence and Risk Factors of Schistosomiasis in North Gorontalo District,
North Sulawesi Province, Indonesia.
Sumber: Kurniawan et al. (2018). Efficacy of Praziquantel and Artemisinin Combination Therapy on
Schistosoma japonicum Infection in Kalimantan Timur, Indonesia.
Sumber: Sari et al. (2017). Clinical and Laboratory Characteristics of Acute and Chronic
https://www.halodoc.com/kesehatan/schistosomiasis
https://www.researchgate.net/publication/366465696_SCHISTOSOMIASIS
(n.d.).
(n.d.).