You are on page 1of 40

BAB 19 IMBALAN KERJA

TUJUAN PEMBELAJARAN

1. Menjelaskan karakteristik dan perlakuan akuntansi atas imbalan kerja yang


mencakup imbalan kerja jangka pendek, pesangon, imbalan pascakerja, dan imbalan
kerja jangka panjang
2. Membedakan antara perlakuan akuntansi atas program iuran pasti dan imbalan
pasti
3. Menghitung beban dan liabilitas atas setiap jenis imbalan kerja, khususnya imbalan
pascakerja, yang akan diakui di laporan laba rugi komprehensif dan laporan posisi
keuangan (neraca)
4. Menyusun penyajian dan pengungkapan atas setiap jenis imbalan kerja

2
JENIS-JENIS IMBALAN KERJA
Perlakuan akuntansi atas imbalan kerja diatur dalam PSAK 24 (Revisi 2013) Imbalan Kerja.
PSAK 24 (Revisi 2013) berlaku untuk pemberi kerja mencakup:
▪ imbalan kerja jangka pendek (seperti: gaji, bonus, cuti berimbalan);
▪ pesangon;
▪ imbalan pascakerja (seperti: pensiun, THT); dan
▪ imbalan kerja jangka panjang lainnya (seperti: cuti berimbalan jangka panjang, jubilee, imbalan
cacat permanen).

3
IMBALAN KERJA JANGKA PENDEK
Definisi
Imbalan kerja jangka pendek adalah imbalan kerja yang diharapkan akan diselesaikan seluruhnya
sebelum 12 bulan setelah akhir periode pelaporan saat pekerja memberikan jasa. Imbalan kerja jangka
pendek pada umumnya mencakup gaji, upah, iuran jaminan sosial, cuti berimbalan, bagi laba dan
bonus, atau imbalan lainnya seperti rumah dan kendaraan dinas.
Perlakuan Akuntansi
Perlakuan akuntansi atas imbalan kerja jangka pendek sangat sederhana karena selain tidak
memerlukan perhitungan aktuaria, imbalan kerja jenis ini bersifat jangka pendek sehingga tidak
didiskontokan. Seluruh nilai imbalan yang menjadi hak karyawan diakui sebagai beban, kecuali jika
imbalan tersebut termasuk dalam biaya produksi persediaan atau perolehan aset tetap, maka harus
dikapitalisasi sesuai ketentuan pada PSAK 14 (Revisi 2008) Persediaan dan PSAK 16 (Revisi 2011)
Aset Tetap. Jika terdapat imbalan yang terutang maka akan diakui sebagai liabilitas. Perlakuan
akuntansi khusus diterapkan pada cuti berimbalan dan bagi laba dan bonus. Cuti berimbalan ada yang
dapat diakumulasikan, yaitu dapat digunakan di masa depan jika cuti tahun ini tidak diambil seluruhnya.
Bagi laba dan bonus, perusahaan harus mengakui beban sebesar prakiraan pembayaran bagi laba dan
bonus, apabila:
1. terdapat kewajiban hukum atau kewajiban konstruktif atas pembayaran beban tersebut sebagai
akibat dari peristiwa masa lalu; dan
2. kewajiban tersebut dapat diestimasi secara andal.
CONTOH 19.1 CUTI BERIMBALAN
PT Haritua memiliki 20 orang karyawan di mana setiap karyawan berhak atas 6 hari cuti berimbalan
dalam 1 tahun. Setiap karyawan yang cuti akan mendapatkan imbalan sebesar Rp500.000 per hari.
Pada tahun 2015, 15 karyawan sudah mengambil penuh hak cuti berimbalan, sedangkan 5
karyawan baru mengambil 4 hari. Jika cuti berimbalan tersebut tidak dapat diakumulasikan, maka
pada tahun 2015 PT Haritua akan mengakui beban sebesar Rp55.000.000, yaitu:
15 karyawan × 6 hari = 90 hari
5 karyawan × 4 hari = 20 hari
Jumlah hari = 110 hari
Beban (@Rp500.000) = Rp55.000.000
Jurnal yang dicatat PT Haritua tahun 2015 adalah:
Beban Imbalan Kerja–Cuti Berimbalan 55.000.000
Kas 55.000.000

Jika cuti berimbalan tersebut dapat diakumulasikan, maka pada tahun 2015 PT Haritua akan
mengakui tambahan beban dan liabilitas sebesar Rp5.000.000 [(5 × 2 hari) × Rp500.000],
sehingga beban yang diakui tahun 2015 menjadi Rp60.000.000.

5
CONTOH 19.2 BAGI LABA DAN BONUS
PT Haritua memiliki kebiasaan untuk membagi bonus kepada karyawan tiap tahun. Bonus tersebut
biasanya dihitung sebesar 2% dari laba bersih. Bonus atas suatu tahun ditetapkan pada Rapat
Umum Pemegang Saham (RUPS) dalam rangka pengesahan Laporan Keuangan tahun tersebut.
RUPS biasanya dilakukan 4 bulan setelah tanggal pelaporan yaitu bulan April tahun berikutnya.
Prakiraan laba bersih tahun 2015 adalah Rp100.000.000.000. Kebiasaan PT Haritua membagi
bonus tiap tahun menyebabkan adanya kewajiban konstruktif dan nilai bonus dapat diestimasi
sehingga pada tahun 2015 PT Haritua mengakui beban dan liabilitas sebesar Rp2.000.000.000
(2% x Rp100.000.000.000).
Jurnal yang dicatat PT Haritua tahun 2015 adalah:
Beban Imbalan Kerja – Bonus 2.000.000.000
Biaya yang Masih Harus Dibayar (Liabilitas) 2.000.000.000
PESANGON
Definisi
Pesangon adalah imbalan yang terutang akibat pemutusan kontrak kerja (PKK), baik yang berasal
dari keputusan perusahaan (diberhentikan) ataupun keputusan karyawan atas tawaran perusahaan
(sukarela).
Perlakuan Akuntansi
Perusahaan mengakui pesangon sebagai liabilitas dan beban pada tanggal yang lebih awal di antara:
1. ketika penawaran atas imbalan tersebut tidak dapat ditarik kembali; dan
2. ketika biaya-biaya terkait restrukturisasi telah diakui sesuai PSAK 57 (Revisi 2009)
Provisi, Liabilitas Kontinjensi, dan Aset Kontinjensi.
Perusahaan dikatakan tidak dapat lagi menarik pesangon yang ditawarkan secara sukarela pada
waktu yang lebih awal antara:
1. ketika pekerja menerima tawaran; dan
2. ketika pembatasan (misalnya: persyaratan hukum, peraturan atau kontrakual atau pembatasan
lainnya) atas kemampuan entitas untuk menarik tawaran berlaku.
Pengukuran nilai pesangon sama dengan imbalan kerja jangka pendek (tak-terdiskonto), kecuali jika
pesangon PKK jatuh tempo dalam waktu lebih dari 12 bulan setelah periode pelaporan, maka
diterapkan seperti imbalan kerja jangka panjang lainnya (terdiskonto). Pesangon hanya terkait
dengan jasa yang telah diberikan oleh karyawan, bukan terkait pertukaran jasa di masa depan.
CONTOH 19.3 PESANGON
Pada pertengahan tahun 2015 PT Haritua memutuskan melakukan pemutusan kontrak kerja (PKK)
atas 10 orang karyawannya dengan jumlah pesangon keseluruhan senilai Rp500.000.000. Selain
itu, PT Haritua juga menawarkan kepada 5 karyawan lainnya untuk berhenti secara sukarela. Setiap
karyawan yang menerima secara sukarela akan mendapatkan pesangon masing-masing
Rp60.000.000. PKK direncanakan efektif dilakukan awal tahun 2016. Jika seandainya PT Haritua
tidak mungkin lagi membatalkan penawaran PKK tersebut, maka pada akhir tahun 2015 PT Haritua
harus mengakui beban walaupun pembayaran pesangon belum direalisasi. Untuk PKK secara
sukarela, PT Haritua mengestimasi 2 dari 5 karyawan akan menerima tawaran PKK. Jumlah beban
yang harus diakui PT Haritua tahun 2015 adalah:
Pesangon 10 karyawan yang diberhentikan = Rp500.000.000
Pesangon 2 karyawan yang berhenti sukarela (@Rp60.000.000) = Rp120.000.000
Jumlah pesangon = Rp620.000.000
Oleh karena realisasi dari pesangon PKK seluruhnya baru terjadi pada tahun 2016 sedangkan
keputusan sudah dibuat pada tahun 2015, maka PT Haritua harus mengakui seluruh beban
tersebut sebagai liabilitas di Laporan Posisi Keuangan 2015, dengan jurnal:
Beban Imbalan Kerja–Pesangon 620.000.000
Provisi 620.000.000 8
CONTOH 19.3 (LANJUTAN)
Jika sudah ada sebagian pesangon yang terealisasi di tahun 2015, maka liabilitas yang diakui
setelah dikurangi jumlah yang telah dibayar. Pada tahun 2016, ketika terjadi realisasi, maka PT
Haritua akan membuat jurnal:
Provisi 620.000.000
Kas 620.000.000

Jika estimasi jumlah karyawan yang secara sukarela berhenti berbeda dengan realisasinya, maka
diterapkan secara prospektif pada tahun 2016, sehingga tidak diperlukan penyesuaian atas bagian
yang sudah diakui pada tahun 2015.
IMBALAN PASCAKERJA
Definisi
Imbalan pascakerja adalah imbalan kerja yang disediakan perusahaan (selain pesangon) dan akan
diberikan kepada pekerja setelah menyelesaikan masa kerjanya.
Karakteristik
Berdasarkan karakteristiknya, program imbalan pascakerja terdiri dari 2 (dua) jenis, yaitu:
1. Program Iuran Pasti, yaitu pemberi kerja membayar iuran sebesar jumlah yang sudah ditetapkan
kepada Dana Pensiun. Pada program iuran pasti, pemberi kerja tidak memiliki kewajiban hukum
atau kewajiban konstruktif untuk membayar iuran lebih lanjut jika Dana Pensiun tidak memiliki aset
yang cukup untuk membayar seluruh imbalan kerja terkait dengan jasa yang diberikan oleh pekerja
pada periode berjalan dan periode sebelumnya.
2. Program Imbalan Pasti, yaitu pemberi kerja wajib membayar sesuai dengan imbalan yang
disepakati akan diterima pekerja saat selesai masa kerja nanti. Oleh karena itu, pemberi kerja
memiliki kewajiban hukum atau kewajiban konstruktif untuk membayar iuran lebih lanjut jika Dana
Pensiun tidak memiliki aset (dana) yang cukup untuk membayar seluruh imbalan kerja sebesar nilai
yang telah disepakati.

10
GAMBAR 19.1 KARAKTERISTIK IMBALAN PASCAKERJA

Pemberi Kerja Iuran Dana Pensiun Imbalan Pekerja

Program Iuran Pensiunan


Pasti Aset Program Tidak Pasti
Pasti

Risiko Pemberi
Kerja Risiko Pekerja

Program Pensiunan
Tidak Pasti Aset Program Pasti
Imbalan Kerja

Risiko Pemberi
Kerja
IMBALAN PASCAKERJA
Tabel 19.1 Perbandingan Program Iuran Pasti dengan Program Imbalan Pasti

Program Iuran Pasti Program Imbalan Pasti


Besaran Iuran Tetap (Ditentukan) Tidak Ditentukan
Besaran Imbalan Tidak Ditentukan Tetap (Ditentukan)
Kewajiban Entitas Tergantung kepada Iuran yang Tergantung kepada Imbalan yang
Disepakati Disepakati
Risiko Aktuarial Ditanggung oleh Pekerja Ditanggung oleh Pemberi Kerja
(Pensiunan) (Entitas)
Risiko Investasi Ditanggung oleh Pekerja Ditanggung oleh Pemberi Kerja
(Pensiunan) (Entitas)

Entitas Dana Pensiun dapat dibagi menjadi 2 (dua) jenis, yaitu:


1. Dana Pensiun Pemberi Kerja (DPPK), yaitu Dana Pensiun yang didirikan oleh pemberi kerja
untuk menyelenggarakan program imbalan pasti atau program iuran pasti. Peserta pada DPPK
umumnya hanya karyawan pada perusahaan pendiri atau mitra pendiri.
2. Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK), yaitu Dana Pensiun yang dibentuk oleh bank atau
perusahaan asuransi jiwa untuk menyelenggarakan program pensiun iuran pasti bagi perorangan,
baik karyawan maupun pekerja mandiri. Peserta pada DPLK terdiri dari karyawan dari berbagai 12
perusahaan (multipemberi kerja) ataupun perorangan.
IMBALAN KERJA JANGKA PANJANG LAINNYA
Definisi
Imbalan kerja jangka panjang lainnya adalah imbalan kerja (selain imbalan pascakerja dan pesangon)
yang jatuh tempo lebih dari 12 bulan setelah akhir periode pelaporan saat pekerja memberikan
jasanya.
Perlakuan Akuntansi
Untuk imbalan kerja jangka panjang lainnya, perusahaan menghitung total nilai neto dari jumlah
berikut:
1. biaya jasa;
2. biaya bunga neto atas liabilitas (aset) imbalan pasti neto; dan
3. pengukuran kembali dari liabilitas (aset) imbalan pasti neto.

Nilai neto tersebut diakui di dalam laba rugi (kecuali jika terdapat SAK lain yang mensyaratkan atau
mengizinkan jumlah tersebut termasuk dalam biaya perolehan aset).

13
PROGRAM IURAN PASTI
Definisi
Program iuran pasti adalah suatu program imbalan pascakerja di mana pemberi kerja membayar
iuran sebesar jumlah yang sudah ditetapkan kepada Dana Pensiun, tetapi jumlah imbalan yang
akan dibayarkan tidak ditentukan karena tergantung dari ketersediaan aset program. (PSAK 24
Revisi 2010)
Perlakuan Akuntansi
Pada program iuran pasti, pemberi kerja (perusahaan) akan membayar iuran atas periode (biasanya
bulanan) ketika pekerja telah memberikan jasanya kepada perusahaan. Seluruh iuran yang jatuh
tempo untuk bulan tersebut dicatat sebagai beban, kecuali jika dapat dicatat sebagai perolehan aset
(persediaan atau aset tetap) sesuai ketentuan pada PSAK 14 (Revisi 2008) dan 16 (Revisi 2011).
Jika perusahaan telah membayar seluruh iuran yang jatuh tempo untuk bulan tersebut, maka tidak
ada liabilitas yang diakui pada bulan tersebut. Namun, jika perusahaan belum membayar atau baru
membayar sebagian dari iuran yang telah jatuh tempo, maka atas jumlah yang belum dibayar diakui
sebagai liabilitas.

14
PROGRAM IMBALAN PASTI
Definisi
Program iuran pasti adalah suatu program imbalan pascakerja di mana pemberi kerja wajib
membayar sesuai dengan imbalan yang disepakati bagi perkerja saat selesai masa kerja nanti.
(PSAK 24 Revisi 2010)
Karakterisitik
Pada program imbalan pasti, perusahaan memiliki kewajiban hukum dan konstruktif untuk
memenuhi pembayaran imbalan pada saat pekerja pensiun, yang disebut Kewajiban Imbalan
Pasti. Perusahaan menyisihkan dana yang dibayarkan melalui iuran secara periodik kepada Dana
Pensiun. Dana tersebut diakumulasikan dan diinvestasikan sebagai Aset Program. Program
imbalan pasti yang menyisihkan dana untuk pembayaran imbalan disebut funded, jika sebaliknya
disebut unfunded.
Perlakuan Akuntansi
Perlakuan akuntansi atas program imbalan pasti telah mengalami revisi sesuai ketentuan pada
PSAK 24 (Revisi 2013) yang menggantikan PSAK 24 (Revisi 2010). Akuntansi untuk program
imbalan pasti lebih kompleks karena membutuhkan adanya asumsi aktuaria untuk mengukur
liabilitas dan beban yang harus diakui, serta kemungkinan menimbulkan keuntungan dan kerugian
aktuaria. 15
KEWAJIBAN IMBALAN PASTI (DEFINED
BENEFIT OBLIGATION)
Kewajiban Imbalan Pasti merupakan imbalan yang akan dibayarkan di masa depan atas jasa
pekerja periode berjalan dan periode-periode lalu. Kewajiban masa depan tersebut diukur pada
tanggal pelaporan sebesar nilai kini (present value) menggunakan tingkat diskonto, yang
selanjutnya disebut dengan Nilai Kini Kewajiban Imbalan Pasti (NKKIP). Nilai ini dihitung oleh
aktuaris secara berkala dengan asumsi keuangan dan demografi terkini.
Faktor-faktor yang memengaruhi Nilai Kini Kewajiban Imbalan Pasti (Gambar 19.2) meliputi
sebagai berikut ini.
1. Biaya jasa, mencakup biaya jasa kini, biaya jasa lalu, dan keuntungan atau kerugian atas
penyelesaian (settlement).
2. Biaya bunga.
3. Pengukuran kembali (remeasurement), mencakup keuntungan dan kerugian aktuarial.

16
GAMBAR 19.2 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI NILAI KINI
KEWAJIBAN IMBALAN PASTI DAN NILAI WAJAR ASET PROGRAM

Biaya Jasa:
• Biaya Jasa Kini
• Biaya Jasa Lalu
• Keuntungan (Kerugian) atas
Nilai Kini Kewajiban Imbalan
Penyelesaian
Pasti (NKKIP)
Biaya Bunga
Remeasurement (Keuntungan
dan
Kerugian Aktuarial)

Pendapatan Bunga Biaya Iuran


atau Penarikan
Nilai Wajar Aset Program
Remeasurement (Keuntungan
(NWAP)
dan
Kerugian Aktuarial) 17
ASET PROGRAM (PLAN ASSET)
Aset Program adalah dana yang disediakan untuk membayar Kewajiban Imbalan Pasti. Aset Program
tersebut dikelola secara terpisah di Dana Pensiun. Aset Program diukur pada tanggal pelaporan
sebesar nilai wajar (fair value), disebut dengan Nilai Wajar Aset Program (NWAP).
Faktor-faktor yang memengaruhi Nilai Wajar Aset Program adalah sebagai berikut.
1. Pendapatan bunga.
2. Iuran atau penarikan.
3. Pengukuran kembali (remeasurement), mencakup Keuntungan dan Kerugian Aktuarial.

Ketika terjadi keuntungan (kerugian) aktuarial, baik atas NKKIP atau NWAP, maka keuntungan
(kerugian) tersebut diakui langsung sebagai penghasilan komprehensif lain (other comprehensif
income). Penghasilan komprehensif lain tersebut tidak dapat diakui (recycled) melalui Laba Rugi.
Berbeda dengan ketentuan dalam PSAK 24 (Revisi 2010) yang masih memperkenankan
menggunakan pendekatan koridor (corridor approach). Pembahasan selanjutnya hanya menggunakan
pendekatan dengan penghasilan komprehensif lain sesuai PSAK 24 (Revisi 2013).

18
NILAI LIABILITAS DAN BEBAN YANG DIAKUI
Tujuan dari akuntansi atas program imbalan adalah bagaimana mengakui dan mengukur nilai
liabilitas di Laporan Posisi Keuangan (Neraca) dan nilai beban di Laporan Laba Rugi. Berbeda
dengan program iuran pasti, nilai liabilitas yang diakui di Laporan Posisi Keuangan (Neraca)
bukanlah sejumlah iuran yang terutang pada akhir periode pelaporan, melainkan nilai defisit atau
surplus atas aset terhadap nilai kewajiban pada program imbalan pasti. Nilai yang diakui sebagai
liabilitas di Laporan Posisi Keuangan (Neraca) adalah sebesar jumlah bersih dari:
1. nilai kini kewajiban imbalan pasti (NKKIP) pada akhir periode pelaporan;
2. dikurangi: nilai wajar aset program (NWAP) pada akhir periode pelaporan.
Jika NKKIP lebih tinggi dari NWAP maka akan menghasilkan defisit (liabilitas), sedangkan jika
sebaliknya akan menghasilkan surplus (aset) di Laporan Posisi Keuangan (Neraca). Nilai surplus
tersebut disesuaikan dengan dampak batas atas aset (jika ada). Jika mengalami surplus, maka nilai
aset yang diakui di Laporan Posisi Keuangan (Neraca) adalah terendah antara:
1. nilai surplus; atau
2. batas atas aset.
Nilai beban yang diakui pada Laporan Laba Rugi pada program imbalan pasti bukan sebesar iuran
yang jatuh tempo seperti pada program iuran pasti, tetapi dihitung sebesar nilai bersih dari:
1. biaya jasa;
2. ditambah (dikurang): beban (pendapatan) bunga bersih.
KERTAS KERJA
Kertas kerja terdiri atas dua bagian utama, yaitu jurnal umum dan memo. Jurnal umum berfungsi
sebagai pedoman penjurnalan oleh perusahaan, sedangkan memo merupakan posisi aset dan
liabilitas terkait program yang ada di Dana Pensiun. Perusahaan tidak mencatat aset dan liabilitas
pada kolom memo, melainkan hanya sebagai controlling account dan mengakui selisih bersihnya
saja dalam laporan posisi keuangan.
Untuk keperluan identifikasi, nilai dalam kertas kerja positif berarti saldonya debit, sedangkan
saldo kredit ditulis negatif. Setiap baris harus seimbang antara debit dan kredit, kecuali saldo awal
dan saldo akhir. Perlu diingat bahwa debit atau kredit pada kertas kerja ini bukanlah jurnal. Debit
dan kredit yang harus seimbang merupakan penerapan prinsip sebab-akibat.

20
CONTOH 19.4 KERTAS KERJA TAHUN 2015
PT Haritua memiliki program pascakerja imbalan pasti untuk karyawannya. Pada tahun 2015, posisi
saldo terkait program tersebut adalah sebagai berikut.
Nilai Kini Kewajiban Imbalan Pasti—Awal 2015 Rp100.000.000
Nilai Wajar Aset Program—Awal 2015 100.000.000
Kini 15.000.000
Tingkat Diskonto 10%
Iuran yang dibayarkan perusahaan pada Dana Pensiun 12.000.000
Imbalan pensiun yang dibayarkan oleh Dana Pensiun 8.000.000
Nilai Kini Kewajiban Imbalan Pasti—Akhir 2015 125.000.000
Nilai Wajar Aset Program—Akhir 2015 111.000.000

Langkah-langkah dalam kertas kerja pada tahun 2015 (Tabel 19.3) adalah sebagai berikut.
1. Memasukkan saldo awal Nilai Kini Kewajiban Imbalan Pasti (NKKIP) dan Nilai Wajar Aset Program (NWAP).
Nilai NKKIP ditulis negatif karena saldo normal kredit, sedangkan NWAP ditulis positif karena saldo normal
debit.

21
CONTOH 19.4 (LANJUTAN)

2. Hitung posisi bersih kolom memo dengan membandingkan nilai saldo debit dengan kredit. Dalam kasus ini
nilainya sama (seimbang) yaitu sama-sama Rp100.000.000, maka tidak ada aset atau liabilitas yang diakui
perusahaan di Laporan Posisi Keuangan (Neraca) pada awal tahun. Namun, jika saldo kredit pada kolom memo
lebih besar dibandingkan debit (defisit), maka kelebihan saldo defisit akan diakui sebagai liabilitas di Laporan
Posisi Keuangan (Neraca). Sebaliknya, jika saldo debit pada kolom memo lebih besar dibandingkan kredit
(surplus), maka kelebihan saldo surplus akan diakui sebagai aset di Laporan Posisi Keuangan (Neraca) (kolom
liabilitas bersaldo debit/positif).
3. Masukkan Biaya Jasa Kini pada kolom beban (debit) dan pada kolom NKKIP (kredit) sebesar Rp15.000.000.
Biaya Jasa Kini merupakan komponen beban dan karena imbalannya belum dibayarkan maka diakui sebagai
NKKIP.
4. Masukkan Biaya Bunga pada kolom beban (debit) dan pada kolom NKKIP (kredit) sebesar Rp10.000.000.
Nilai tersebut dihitung dari tingkat diskonto dikali posisi NKKIP awal tahun (10% × Rp100.000.000).
Biaya Bunga juga merupakan komponen beban dan karena imbalannya belum dibayarkan maka diakui sebagai
NKKIP.

22
CONTOH 19.4 (LANJUTAN)

5. Isilah Pendapatan Bunga pada kolom beban (kredit) dan pada kolom NWAP (debit) sebesar Rp12.000.000.
Nilai tersebut dihitung dari tingkat diskonto dikali posisi NWAP awal tahun (10% × Rp100.000.000). Pendapatan
bunga (kredit) mengurangi beban, sehingga bernilai negatif pada kolom beban. Pendapatan bunga atas
investasi aset program akan diakumulasikan pada aset program sehingga NWAP bertambah (debit).
6. Iuran sebesar Rp12.000.000 dibayar perusahaan, sehingga terjadi kas keluar (kredit). Iuran dibayarkan ke
Dana Pensiun dan diakumulasikan sebagai aset program sehingga NWAP meningkat (debit).
7. Imbalan yang dibayarkan oleh Dana Pensiun tahun ini sejumlah Rp8.000.000. Perlu diingat bahwa
pembayaran dilakukan oleh Dana Pensiun sehingga tidak mengurangi kas perusahaan melainkan diambil dari
aset program (NWAP). Pembayaran imbalan menyebabkan penurunan aset program (NWAP dikedit) dan
kewajiban perusahaan ke pensiunan berkurang (NKKIP didebit).
8. Pada akhir periode, aktuaris akan menyampaikan posisi NKKIP akhir tahun dengan asumsi aktuaria terkini.
Sementara mutasi saldo NKKIP juga sudah dicatat sepanjang tahun sehingga bisa terjadi perbedaan antara
saldo akhir NKKIP menurut pencatatan dengan saldo NKKIP terkini yang dihitung aktuaris. Perbedaan nilai
inilah yang menimbulkan keuntungan (kerugian) aktuarial dalam bentuk penurunan (kenaikan) nilai NKKIP
menuju nilai versi perhitungan terkini dari aktuaris. Berdasarkan pencatatan yang ada, saldo NKKIP akhir
adalah Rp117.000.000 (100.000.000 + 15.000.000 + 10.000.000 – 8.000.000), sedangkan saldo akhir menurut
aktuaria adalah Rp125.000.000. Perbedaan ini menyebabkan peningkatan nilai NKKIP sebesar Rp8.000.000
(kredit) dari Rp117.000.000 menjadi Rp125.000.000. Peningkatan NKKIP ini menimbulkan kerugian aktuarial
karena nilai kewajiban yang meningkat akibat proses pengukuran kembali (remeasurement). Kerugian ini 23
dicatat pada kolom Penghasilan Komprehensif Lain (debit).
CONTOH 19.4 (LANJUTAN)
9. Pada akhir periode, manajer investasi pada Dana Pensiun akan menyampaikan posisi NWAP akhir tahun
berdasarkan hasil aktual investasi dan nilai wajar terkini. Sementara itu, mutasi saldo NWAP dan hasil ekspektasi
juga sudah dicatat sepanjang tahun sehingga bisa terjadi perbedaan antara saldo akhir NWAP menurut
pencatatan dengan saldo NWAP terkini. Perbedaan nilai ini juga menimbulkan keuntungan (kerugian) aktuarial
dalam bentuk kenaikan (penurunan) nilai NWAP menuju nilai versi perhitungan terkini. Berdasarkan pencatatan
yang ada, saldo NWAP akhir adalah Rp114.000.000 (100.000.000 + 10.000.000 + 12.000.000 - 8.000.000),
sedangkan saldo akhir menurut manajer investasi adalah Rp111.000.000. Perbedaan ini menyebabkan
penurunan nilai NWAP sebesar Rp3.000.000 (kredit) dari Rp114.000.000 menjadi Rp111.000.000. Penurunan
NWAP ini menimbulkan kerugian aktuarial karena nilai aset yang menurun akibat proses pengukuran kembali
(remeasurement). Kerugian ini dicatat pada kolom Penghasilan Komprehensif Lain (debit).
10. Sama seperti saldo awal, pada saldo akhir kolom memo dihitung posisi bersih dengan membandingkan nilai
saldo debit dengan kredit. Dalam kasus ini posisi kredit bernilai Rp125.000.000 dan posisi debit sebesar
Rp111.000.000, sehingga saldo defisit sebesar Rp14.000.000 akan masuk ke kolom liabilitas. Nilai inilah yang
diakui di Laporan Posisi Keuangan (Neraca) perusahaan pada akhir periode.
11. Menghitung saldo akhir pada kelompok Jurnal Umum yaitu dengan menjumlahkan kolom beban senilai
Rp15.000.000 (debit), kolom kas senilai Rp12.000.000 (kredit), dan kolom penghasilan komprehensif lain tahun
berjalan senilai Rp11.000.000 (debit). Saldo debit pada penghasilan komprehensif lain mencerminkan kerugian.
Agar jurnal seimbang, maka sisanya Rp14.000.000 adalah liabilitas (kredit). Dengan demikian kita sudah
dapatkan jurnal yang harus dicatat perusahaan periode ini terkait program imbalan pasti sebagai berikut. 24
CONTOH 19.4 (LANJUTAN)

Beban 15.000.000
Penghasilan Komprehensif Lain 11.000.000
Kas 12.000.000
Liabilitas 14.000.000

Dengan demikian nilai beban yang diakui pada Laporan Laba Rugi PT Haritua tahun 2015 sebesar
Rp15.000.000. Nilai ini berbeda dengan program iuran pasti yang mengakui beban hanya sebesar iuran yang
jatuh tempo, dan liabilitas yang diakui sebesar tunggakan iuran yang sudah jatuh tempo.
12. Melakukan rekonsiliasi atas jumlah liabilitas akhir tahun. Pada pembahasan langkah 10 telah dihasilkan
bahwa nilai liabilitas akhir tahun yang diakui perusahaan adalah Rp14.000.000. Nilai ini sama dengan nilai
Liabilitas dalam jurnal pada langkah 11 di atas. Jika nilai liabilitas yang dihasilkan dari defisit pada langkah 10
sama dengan langkah 11, maka nilai beban dan liabilitas yang diakui perusahaan sudah benar. Hasil lengkap
kertas kerja tahun 2015 ada pada Tabel 19.2.

25
CONTOH 19.4 (LANJUTAN)
Tabel 19.2 Kertas Kerja Tahun 2015

JURNAL UMUM MEMO


Keuntungan
Nilai Kini & Kerugian
2015
Penghasilan Kewajiban Aktuarial
Komprehensif Imbalan Belum
Beban Kas Lain Liabilitas Pasti Diakui
Saldo Awal (100.000.000) 100.000.000
Biaya Jasa Kini 15.000.000 (15.000.000)
Biaya Bunga 10.000.000 (10.000.000)
Pendapatan Bunga (10.000.000) 1.000.000
Iuran (12.000.000) 12.000.000
Imbalan 8.000.000 (8.000.000)
Remeasurement— 8.000.000 (8.000.000)
Rugi Aktuarial
Remeasurement— 3.000.000 (3.000.000)
Rugi Aktuarial

Jumlah Tahun Berjalan 15.000.000 (12.000.000) 11.000.000 (14.000.000)


Saldo Akhir 11.000.000 (14.000.000) (125.000.000) 111.000.000

Nilai saldo akhir pada kolom memo dan jurnal umum akan menjadi saldo awal pada kertas kerja
tahun 2016.
CONTOH 19.5 KERTAS KERJA TAHUN 2016
Pada tahun 2016, PT Haritua memiliki posisi saldo terkait program tersebut adalah sebagai berikut.
Nilai Kini Kewajiban Imbalan Pasti—Awal tahun 2016 125.000.000
Nilai Wajar Aset Program—Awal tahun 2016 111.000.000
Penghasilan Komprehensif Lain (debit)–Awal tahun 2016 11.000.000
Biaya Jasa Kini 17.000.000
Tingkat Diskonto 11%
Iuran yang dibayarkan perusahaan pada Dana Pensiun 13.000.000
Imbalan pensiun yang dibayarkan oleh Dana Pensiun 10.000.000
Nilai Kini Kewajiban Imbalan Pasti—Akhir 2016 139.750.000
Nilai Wajar Aset Program—Akhir 2016 138.300.000
Langkah-langkah dalam kertas kerja pada tahun 2016 (Tabel 19.4) adalah sebagai berikut.
1. Memasukkan saldo awal Nilai Kini Kewajiban Imbalan Pasti (NKKIP), Nilai Wajar Aset Program (NWAP), dan
Penghasilan Komprehensif Lain. Nilai tersebut diambil dari saldo akhir pada kertas kerja tahun sebelumnya.
Jangan lupa membedakan tanda positif/negatif untuk membedakan debit/kredit.
2. Hitung posisi bersih kolom memo dengan membandingkan nilai saldo debit dengan kredit. Dalam kasus ini
posisi kredit bernilai Rp125.000.000 dan posisi debit sebesar Rp111.000.000, sehingga kelebihan saldo kredit
sebesar Rp14.000.000 (defisit) akan masuk ke kolom liabilitas. Nilai inilah yang diakui di Laporan Posisi
Keuangan (Neraca) perusahaan pada awal periode.
3. Langkah selanjutnya sama dengan langkah 3–9 pada contoh tahun 2015 berdasarkan data-data
tahun 2016.
CONTOH 19.5 (LANJUTAN)
4. Sama seperti saldo awal, pada saldo akhir kolom memo dihitung posisi bersih dengan membandingkan nilai
saldo debit dengan kredit. Dalam kasus ini posisi kredit bernilai Rp139.750.000 dan posisi debit sebesar
Rp138.300.000, sehingga saldo defisit sebesar Rp1.450.000 akan masuk ke kolom liabilitas, dan nilainya akan
diakui di Laporan Posisi Keuangan (Neraca) perusahaan pada akhir tahun 2016.
5. Menghitung saldo akhir pada kelompok Jurnal Umum yaitu dengan menjumlahkan kolom beban senilai
Rp18.540.000 (debit), kolom kas senilai Rp13.000.000 (kredit), dan kolom Penghasilan Komprehensif Lain tahun
berjalan senilai Rp18.090.000 (kredit). Agar jurnal menjadi seimbang, maka sisanya Rp12.550.000 adalah
liabilitas (debit). Dengan demikian kita sudah dapatkan jurnal yang harus dicatat perusahaan tahun 2016 terkait
program imbalan pasti yaitu:
Beban 18.540.000
Liabilitas 12.550.000
Kas 13.000.000
Penghasilan Komprehensif Lain 18.090.000

Nilai beban yang diakui pada Laporan Laba Rugi PT Haritua tahun 2016 adalah sebesar Rp18.540.000.
Sementara nilai liabilitas turun dibandingkan posisi tahun lalu menjadi Rp1.450.000.
6. Melakukan rekonsiliasi atas jumlah liabilitas akhir tahun. Pada langkah 4 telah dihasilkan bahwa nilai
liabilitas akhir tahun yang diakui perusahaan adalah Rp1.450.000 000 yaitu dari selisih NKKIP dan NWAP
akhir tahun. Nilai ini sama dengan nilai liabilitas dalam jurnal pada langkah 5 di atas. Saldo liabilitas awal
tahun Rp14.000.000 dikurang jurnal tahun berjalan Rp12.550.000 sehingga jumlahnya sama dengan yang
dihasilkan pada langkah 4 di atas. Hasil lengkap kertas kerja tahun 2016 dapat dilihat pada Tabel 19.3. 28
CONTOH 19.5 (LANJUTAN)
Tabel 19.3 Kertas Kerja Tahun 2016

JURNAL UMUM MEMO


Nilai Kini Nilai
2016 Penghasilan Kewajiban Wajar
Komprehensif Imbalan Aset
Beban Kas Lain Liabilitas Pasti Program
Saldo Awal 11.000.000 (14.000.000) (125.000.000) 110.000.000
Biaya Jasa Kini 17.000.000 (17.000.000)
Biaya Bunga 13.750.000 (13.750.000)
Pendapatan Bunga (12.210.000) 12.100.000
Iuran (13.000.000) 13.000.000
Imbalan 10.000.000 (10.000.000)
Remeasurement— (6.000.000) 6.000.000
Keuntungan
Remeasurement— (12.090.000) 12.090.000
Keuntungan
Jumlah Tahun Berjalan 18.540.000 (13.000.000) (18.090.000) 12.550.000
Saldo Akhir (7.090.000) (1.450.000) (139.750.000) 138.300.000

29
BIAYA JASA LALU
Biaya Jasa Lalu adalah perubahan NKKIP akibat perusahaan melakukan amendemen pada
program imbalan pasti yang ada atau jika terjadi kurtailmen. Jika perusahaan memperhitungkan
Biaya Jasa Lalu, maka komponen biaya tersebut harus dibebankan langsung pada periode lebih
awal antara:
1. ketika rencana amendemen atau kurtailmen terjadi; atau
2. ketika perusahaan mengakui biaya restrukturisasi terkait amandemen atau kurtailmen tersebut.

30
CONTOH 19.6 KERTAS KERJA TAHUN 2017
Pada tahun 2017, PT Haritua memiliki posisi saldo terkait program tersebut adalah sebagai berikut.
Nilai Kini Kewajiban Imbalan Pasti—Awal tahun 2017 139.750.000
Nilai Wajar Aset Program—Awal tahun 2017 138.300.000
Penghasilan Komprehensif Lain (kredit)—Awal tahun 2017 7.090.000
Biaya Jasa Lalu 60.000.000
Biaya Jasa Kini 16.000.000
Tingkat Diskonto 9%
Iuran yang dibayarkan perusahaan pada Dana Pensiun 30.000.000
Imbalan pensiun yang dibayarkan perusahaan pada Dana Pensiun 11.000.000
Nilai Kini Kewajiban Imbalan Pasti—Akhir 2017 225.000.000
Nilai Wajar Aset Program—Akhir 2017 175.000.000
Langkah-langkah dalam kertas kerja pada tahun 2017 (Tabel 19.5) adalah sebagai berikut.
1. Memasukkan saldo awal Nilai Kini Kewajiban Imbalan Pasti (NKKIP), Nilai Wajar Aset Program (NWAP),
dan Penghasilan Komprehensif Lain.
2. Hitung posisi bersih kolom memo dengan membandingkan nilai saldo debit dengan kredit. Dalam kasus
ini posisi kredit bernilai Rp139.750.000 dan posisi debit sebesar Rp138.300.000, sehingga kelebihan saldo
kredit sebesar Rp1.450.000 (defisit) akan masuk ke kolom liabilitas, dan nilainya akan diakui di Laporan Posisi
Keuangan (Neraca) perusahaan pada awal tahun 2017.
3. Pada tahun 2017, perusahaan mengakui Biaya Jasa Lalu. Dengan asumsi rencana amendemen sudah
terjadi, maka seluruh Biaya Jasa Lalu diakui pada tahun 2017 sebagai beban (debit) dan menambah NKKIP 31
(kredit) senilai Rp60.000.000.
CONTOH 19.6 (LANJUTAN)
4. Hitung ulang saldo awal tahun 2017 setelah memperhitungkan Biaya Jasa Lalu.
5. Selanjutnya sama dengan langkah pada kertas kerja tahun sebelumnya. Namun untuk menghitung beban
bunga, menggunakan saldo NKKIP setelah memperhitungkan Biaya Jasa Lalu.
6. Sama seperti saldo awal, pada saldo akhir kolom memo dihitung posisi bersih dengan membandingkan nilai
saldo debit dengan kredit. Dalam kasus ini posisi kredit bernilai Rp225.000.000 dan posisi debit sebesar
Rp175.000.000, sehingga saldo defisit sebesar Rp50.000.000 akan masuk ke kolom liabilitas, dan nilainya akan
diakui di Laporan Posisi Keuangan (Neraca) perusahaan pada akhir tahun 2017.
7. Menghitung saldo akhir pada kelompok Jurnal Umum yaitu dengan menjumlahkan kolom beban senilai
Rp81.530.500 (debit), kolom kas senilai Rp30.000.000 (kredit), dan kolom Penghasilan komprehensif lain tahun
berjalan senilai Rp2.980.500 (kredit). Agar jurnal menjadi seimbang, maka sisanya Rp48.550.000 adalah liabilitas
(kredit). Jurnal yang dicatat perusahaan tahun 2017 terkait program imbalan pasti yaitu sebagai berikut.
Beban 81.530.500
Kas 30.000.000
Liabilitas 48.550.000
Penghasilan Komprehensif Lain 2.980.500

8) Melakukan rekonsiliasi atas jumlah liabilitas akhir tahun. Pada langkah 6 telah dihasilkan bahwa nilai liabilitas
akhir tahun yang diakui perusahaan adalah Rp50.000.000. Nilai ini harus sama dengan nilai dalam penjurnalan
pada langkah 7 di atas dilakukan. Saldo liabilitas awal tahun Rp1.450.000 ditambah jurnal tahun berjalan
Rp48.550.000 sehingga jumlahnya sama dengan yang dihasilkan pada langkah 6 di atas. 32
Hasil lengkap kertas kerja tahun 2017 adalah sebagai berikut.
CONTOH 19.6 (LANJUTAN)

Tabel 19.4 Kertas Kerja Tahun 2017

JURNAL UMUM MEMO


Nilai Kini Nilai
2017 Penghasilan Kewajiban Wajar
Komprehensif Imbalan Aset
Beban Kas Lain Liabilitas Pasti Program
Saldo Awal (7.090.000) (1.450.000) (139.750.000) 138.300.000
Biaya Jasa Kini 60.000.000 (60.000.000)
Saldo Awal Disesuaikan 60.000.000 (7.090.000) (1.450.000) (199.750.000) 138.300.000
Biaya Jasa Kini 16.000.000 (16.000.000)
Biaya Bunga 17.977.500 (17.977.500)
Pendapatan Bunga (12.447.000) 12.447.000
Iuran (30.000.000) 30.000.000
Imbalan 11.000.000 (11.000.000)
Remeasurement— 2.272.500 (2.272.500)
Kerugian
Remeasurement— (5.253.000) 5.253.000
Kerugian
Jumlah Tahun Berjalan 81.530.500 (30.000.000) (2.980.500) (48.550.000)
Saldo Akhir (10.070.500) (50.000.000) (225.000.000) 175.000.000

33
PENYAJIAN DAN PENGUNGKAPAN

Pada imbalan kerja jangka pendek, pesangon, dan imbalan pascakerja iuran pasti yang lebih
sederhana, masalah penyajian dan pengungkapan tidak diatur spesifik karena sudah diatur secara
umum pada PSAK 1 (Revisi 2013) Penyajian Laporan Keuangan. Sementara itu, terkait karyawan
kunci diatur pada PSAK 7 (Revisi 2010) Pengungkapan Pihak-Pihak Berelasi. Untuk masalah
ketidakpastian pada Pesangon diatur pada PSAK 57 (Revisi 2009). Bagian berikut membahas
penyajian dan pengungkapan khusus untuk program imbalan pasti.

34
PENYAJIAN
Saling Hapus
Pada perusahaan tertentu memiliki lebih dari satu program imbalan pasti, maka aset pada suatu
program dapat saling dihapuskan dengan liabilitas pada program lain jika perusahaan memiliki hak
secara hukum untuk menggunakan surplus suatu program untuk menutupi kewajiban pada
program lain. Selain itu, perusahaan juga bermaksud menyelesaikan kewajiban tersebut dengan
dasar bersih atau merealisasikan surplus suatu program dan menyelesaikan kewajiban program
lain secara bersamaan.
Klasifikasi Aset dan Liabilitas
Aset atau liabilitas yang timbul pada program imbalan pasti tidak diatur penyajiannya apakah
masuk ke aset lancar atau tidak lancar, liabilitas jangka pendek atau jangka panjang. Namun,
karena sifat program yang jangka panjang, sebagian besar perusahaan mengklasifikasikan
sebagai tidak lancar atau jangka panjang.
Komponen Keuangan dari Beban
Beban pada program imbalan pasti terdiri atas berbagai komponen biaya seperti biaya jasa kini,
biaya bunga, dan bahkan pendapatan dari hasil investasi aset program. PSAK 24 (Revisi 2013)
tidak mengatur apakah masing-masing komponen tersebut, khususnya biaya keuangan,
disajikan terpisah dengan komponen lainnya pada Laporan Laba Rugi Komprehensif.
ILUSTRASI 19.1 PENYAJIAN LIABILITAS
IMBALAN PASTI
Catatan/
Notes 2013 2012
Liabilitas jangka panjang
Liabilitas lain-lain─pihak ketiga 19 822 682
Pendapatan ditangguhkan 22 2,364 1,954
Liabilitas pajak tangguhan 10d 3,268 2,868
Provisi 116 73
Liabilitas imbalan kerja 21 2,977 2,741
Utang jangka panjang, setelah
dikurangi bagian jangka pendek:
─ Pinjaman bank dan pinjaman lain-lain 23 12,885 14,219
─ Surat berharga yang diterbitkan 24 13,261 14,82
─ Utang sewa pembiayaan 974 925

Jumlah liabilitas jangka panjang 36,667 38,282

Sumber: Laporan Keuangan PT Astra International Tbk, 2013


PENGUNGKAPAN
Perusahaan harus mengungkapkan informasi yang memungkinkan pengguna laporan keuangan
untuk mengevaluasi sifat program imbalan pasti dan dampak keuangan atas perubahan program
selama periode tersebut. Pengungkapan tersebut di antaranya mencakup: gambaran umum
program, kebijakan akuntansi terkait pengakuan Keuntungan dan Kerugian Aktuarial, rekonsiliasi
nilai awal dan akhir atas saldo NKKIP dan NWAP, dan lain-lain. Selain pengungkapan yang
disyaratkan PSAK 24 (Revisi 2013), juga disyaratkan pengungkapan berdasarkan PSAK 7 (Revisi
2009), yaitu mengungkapkan informasi mengenai transaksi pihak-pihak berelasi dengan program
imbalan pascakerja dan imbalan pascakerja untuk personel manajemen kunci. Berikut adalah
contoh pengungkapan pada program imbalan pasti pada bagian kebijakan akuntansi.

37
ILUSTRASI 19.2 PENGUNGKAPAN PROGRAM
IMBALAN PASTI
Grup memiliki program pensiun imbalan pasti bagian dari liabilitas imbalan pensiun.
dan iuran pasti.
Nilai kini liabilitas imbalan pasti ditentukan
Program pensiun imbalan pasti adalah dengan mendiskontokan estimasi arus kas di
program pensiun yang menetapkan jumlah masa depan dengan menggunakan tingkat
imbalan pensiun yang akan diterima oleh bunga obligasi pemerintah jangka panjang
karyawan pada saat pensiun, yang biasanya pada akhir periode pelaporan dalam mata
tergantung pada beberapa faktor, seperti uang Rupiah sesuai dengan mata uang di
umur, masa kerja dan jumlah kompensasi mana imbalan tersebut akan dibayarkan dan
(Dana Pensiun Astra 1- DPA 1). yang memiliki jangka waktu yang sesuai
dengan liabilitas imbalan pensiun yang
Program pensiun iuran pasti adalah program bersangkutan.
pensiun dimana Grup akan membayar iuran
tetap kepada sebuah entitas terpisah (Dana Keuntungan dan kerugian aktuarial yang
Pensiun Astra 2 - DPA 2). timbul dari penyesuaian dan perubahan dalam
asumsi-asumsi aktuarial langsung diakui
Grup diharuskan menyediakan imbalan seluruhnya melalui pendapatan komprehensif
pensiun minimum yang diatur dalam UU No. lainnya. Akumulasi keuntungan dan kerugian
13/2003, yang merupakan liabilitas imbalan aktuarial dilaporkan di saldo laba.
pasti. Jika imbalan pensiun sesuai dengan UU
No. 13/2003 lebih besar dari program pensiun
yang ada, selisih tersebut diakui sebagai

Sumber: Laporan Keuangan PT Astra International Tbk, 2013


IKHTISAR PEMBELAJARAN
1. Jenis imbalan kerja terdiri atas imbalan kerja jangka pendek, pesangon pemutusan kontrak kerja, imbalan
pascakerja, dan imbalan kerja jangka panjang lainnya.
2. Perlakuan akuntansi atas imbalan kerja jangka pendek sangat sederhana karena tidak memerlukan
perhitungan aktuaria dan tidak didiskontokan.
3. Jika perusahaan melakukan PKK, maka nilai pesangon terkait harus diakui sebagai beban pada tahun yang
lebih awal antara biaya restrukturisasi terkait telah diakui atau pemaparan rencana PKK kepada karyawan yang
terdampak. Apabila perusahaan menawarkan karyawan untuk melakukan pengunduran diri secara sukarela,
pesangon harus diakui pada tahun yang lebih awal antara biaya restrukturisasi terkait telah diakui atau ketika
perusahaan tidak dapat membatalkan PKK. Nilai pesangon diukur berdasarkan jumlah pekerja yang diperkirakan
akan menerima tawaran tersebut.
4. Imbalan pascakerja adalah imbalan kerja yang disediakan perusahaan (selain pesangon) dan akan diberikan
kepada pekerja setelah menyelesaikan masa kerjanya.
5. Program Iuran Pasti adalah program di mana pemberi kerja membayar iuran sebesar jumlah yang sudah
ditetapkan kepada Dana Pensiun dan pemberi kerja tidak memiliki kewajiban hukum atau kewajiban konstruktif
untuk membayar iuran lebih lanjut jika Dana Pensiun tidak memiliki aset yang cukup untuk membayar seluruh
imbalan kerja terkait dengan jasa yang diberikan oleh pekerja pada periode berjalan dan periode sebelumnya.
Risiko ketidakpastian atas kecukupan dana ditanggung oleh pekerja.
6. Program Imbalan Pasti adalah suatu program di mana pemberi kerja wajib membayar sesuai dengan imbalan
yang disepakati akan diterima perkerja saat selesai masa kerja nanti. Oleh karena itu, pemberi kerja memiliki
kewajiban hukum atau kewajiban konstruktif untuk membayar iuran lebih lanjut jika Dana Pensiun tidak memiliki 39
aset (dana) yang cukup untuk membayar seluruh imbalan kerja sebesar nilai yang telah disepakati.
IKHTISAR PEMBELAJARAN
7. Perlakuan akuntansi untuk program imbalan pasti lebih kompleks karena membutuhkan adanya asumsi
aktuaria untuk mengukur liabilitas dan beban yang harus diakui.
8. PSAK 24 (Revisi 2013) hanya memperkenankan satu pendekatan dalam pengakuan Keuntungan dan
Kerugian Aktuarial yaitu diakui sebagai Penghasilan Komprehensif Lain.
9. Biaya Jasa Lalu langsung dibebankan pada periode lebih awal antara terjadinya rencana amandemen atau
kurtailmen atau perusahaan telah mengakui biaya restrukturisasi terkait amandemen atau kurtailmen tersebut.
10. Aset suatu program dapat saling dihapuskan dengan liabilitas pada program lain jika perusahaan memiliki
hak secara hukum dan bermaksud untuk saling hapus.

You might also like