Professional Documents
Culture Documents
Bab Ii
Bab Ii
TEORI DASAR
Sumber : Shore,John,. Colorants and auxiliaries, vol II, Society of Dyers and
Colourists, 2002, halaman 535.
Molekul selulosa tidak selalu tersusun sejajar terhadap sumbu serat, tetapi pada
tempat-tempat tertentu terdapat rantai molekul yang susunannya tidak teratur dan
tidak sejajar terhadap sumbu serat, pada daerah ini disebut sebagai daerah amorf,
pada daerah ini molekul air akan mudah diserap. Struktur amorf dan kristalin pada
selulosa dapat dilihat pada gambar 2.2 halaman 7.
6
7
Sumber : Needles, Howard,. Textiles Fibers, Dyes, Finishes, and Proceses , Noyes
Publication, 1986, halaman 10.
Sifat serat rayon viskosa memiliki banyak persamaan dengan serat kapas karena
tersusun dari selulosa. Serat rayon viskosa mempunyai sifat absorpsi yang besar
sehingga serat rayon banyak digunakan sebagai bahan campuran dengan serat
sintetik maupun serat alam. Dalam proses produksinya kualitas serat rayon dapat
diatur sehingga setiap perusahaan pembuat serat rayon menghasilkan kualitas
serat rayon yang berbeda.
1. Asam
Rayon viskosa lebih cepat rusak oleh asam dibandingkan dengan kapas
terutama dalam keadaan panas. Asam-asam akan memutuskan rantai-rantai
molekul glukosa dalam rantai selulosa sehinga terbentuk hidroselulosa.
Hidroselulosa tersebut menyebabkan penurunan kekuatan tarik pada serat
rayon viskosa. Pengerjaan dalam asam encer dalam waktu yang singkat tidak
berpengaruh tetapi jika dalam suhu panas akan merusak serat rayon viskosa.
2. Alkali Kuat
Serat rayon viskosa akan menggelembung pada suasana alkali kuat,
penggelembungan terjadi dengan pengerjaan larutan natrium hidroksida (NaOH)
18%, ini akan menyebabkan serat menjadi lebih berkilau dan afinitas terhadap
zat warna pada proses pencelupan menjadi lebih besar, tetapi jika pengerjaan
pada serat rayon viskosa menggunakan alkali kuat yang berlebih. kekuatan
serat rayon viskosa akan menurun.
8
3. Alkali lemah
Pengerjaan alkali lemah memiliki sedikit pengaruh pada rayon viskosa, pada
suhu rendah tidak terjadi pengaruh, sedangkan pada suhu tinggi dapat
menurunkan kekuatan serat secara perlahan.
4. Oksidator
Serat rayon viskosa dalam zat oksidator berkonsentrasi tinggi dan kondisi pH
asam menyebabkan pembukaan cincin glukosa atau terbentuknya oksiselulosa.
Oksiselulosa menyebabkan penurunan kekuatan tarik serat rayon viskosa. Jika
penggunaan oksidator berada dalam pH alkali dapat menyebabkan pemutusan
rantai molekul.
7. Sifat listrik
Rayon viskosa dalam keadaan kering merupakan isolator yang baik, tetapi uap
air yang diserap oleh rayon akan mengurangi daya isolatornya.
Sumber : Moncrieff, Man Made Fibers, Heywood Books, London, 1966, halaman
140.
Gambar 2.4 Reaksi Selulosa Alkali
Hasil campuran pulp-alkali ini disebut dengan slurry. Alkali selulosa (slurry) dari
pulper kemudian dipompakan ke slurry tank untuk menyempurnakan pembentukan
alkali selulosa dan pelarutan hemiselulosa. Slurry alkali selulosa dari slurry tank
kemudian dipompakan ke dalam slurry press. Tujuan dipompakan slurry alkali
selulosa adalah untuk menghilangkan kelebihan alkali pada selulosa. Hasil dari
proses alat slurry press ini didapatkan alkali selulosa dengan komposisi kurang lebih
terdiri dari (33 - 34) % selulosa, (15 - 16) % alkali dan sisanya air. Alkali selulosa
yang telah dibebaskan kelebihan alkalinya dalam slurry press akan berbentuk
seperti lembaran kemudian disuapkan ke dalam pre shredder untuk dicabik-cabik
menjadi serpihan (flakes) dan diperkecil lagi ukurannya pada shredder sehingga
terbentuk serbuk alkali selulosa yang disebut crumb.
dilakukan pemvakuman pada xantator agar memiliki tekanan sebesar -0,82 bar.
Setelah itu dialirkan karbon disulfida dengan pengadukan 43 rpm selama 30-40 menit
sampai akhirnya dihasilkan selulosa xantat. Reaksi pembentukan selulosa xantat
dapat dilihat pada Gambar 2.5 di bawah ini.
Sumber : J.Chen, Textile and Fashion, synthetic textile fibers: regenerated cellulose
fibers, The University of Texas at Austin: USA, 2015. hal 84.
Laju reaksi dipengaruhi oleh suhu selulosa alkali dan suhu dinding dalam silinder.
Hasil dari xantator disebut selulosa alkali xantat yang berwarna jingga, disebabkan
oleh terbentuknya senyawa Na2CS3, selain itu memiliki bau yang khas karena
terbentuknya Na2COOS dan NaSH, ketiga unsur tersebut merupakan hasil samping
dari reaksi xantasi. Hasil larutan ini kemudian dialirkan ke dalam tangki dissolver.
Proses pematangan dalam ripening tank berlangsung selama 3 jam dan diharapkan
larutan viskosa memiliki harga ripening index sekitar 12-13 dan ball fall 40-60 detik.
Besaran ini dinyatakan dari volume ammonium klorida (NH4Cl) 10% yang diperlukan
untuk mengkoagulasi 20 gram xantat yang dilarutkan dalam 30 ml air pada suhu
20ºC. Ripening Index yang ingin dicapai setara dengan ml titrasi oleh ammonium
klorida. Cara ini disebut dengan cara Hottenroth. Pematangan dilakukan hingga
tercapai titik kesetimbangan antara reaksi pembentukan xantat dan penguraiannya.
Jika larutan viskosa tidak matang (nilai RI rendah) maka sulit dipintal karena
koagulasi lambat sehingga menghasilkan filamen-filamen yang saling melekat dan
membentuk spinning fault. Sifat viskositas dan derajat penguraian larutan viskosa
akan berpengaruh terhadap proses koagulasi dan regenerasi yang terjadi di mesin
pemintalan. Untuk memperoleh sifat-sifat yang sesuai bagi proses pemintalan
larutan viskosa dimatangkan dengan mengatur suhu dan waktu penyimpanan.
Larutan viskosa sebelum dikirim ke Departemen Pemintalan untuk diolah lebih lanjut
membentuk serat harus terlebih dahulu dibebaskan dari pengotor (kontaminan).
Kontaminan akan menyebabkan penyembutan pada lubang spinneret pada proses
pemintalan, menurunkan kualitas, berubahnya ketebalan serat dan menurunkan
kekuatan tarik serat. Kontaminan dapat berupa debu, kotoran pulp, karat, dan serat
halus selulosa.
Penyaringan dilakukan sebanyak tiga kali, yang pertama dilakukan dalam first klein
korb fiber yang memiliki saringan berukuran 25µm dan piston yang digerakan oleh
motor untuk melakukan backwash. Prinsip kerja dari filter ini adalah berdasarkan
perbedaan tekanan antara saluran masukan dan saluran pengeluaran. Hasil
penyaringan ini adalah filtrat dan reject viscose. Filtrat keluar dengan laju alir
52,5m3/h dan ditampung dalam tanki penampung (P2 tank), sedangkan reject
viscose ditampung dalam tanki penampung (P3 tank). Filtrat viscose dari P2 tank
13
Pada proses pemintalan basah, asam sulfat (H2SO4) yang terkandung dalam larutan
koagulasi akan menarik NaOH sehingga membentuk senyawa Na2SO4, selain itu
didalam larutan koagulasi terjadi pembentukan kembali larutan viskosa menjadi
selulosa dengan persamaan reaksi dapat dilihat pada Gambar 2.6 di bawah ini.
Sumber : Moncrieff, Man Made Fibers, Heywood Books, London, 1966, halaman
142.
Gambar 2.6 Reaksi Terbentuknya Rayon Viskosa
Natrium sulfat (Na2SO4) merupakan elektrolit kuat yang digunakan untuk membantu
proses koagulasi larutan viskosa. Natrium sulfat banyak digunakan karena garam ini
dapat terbentuk selama pemintalan dari hasil reaksi antara NaOH dari larutan
viskosa dengan asam sulfat, dengan garam natrium sulfat sebagai reaksi samping
dari proses pemintalan.
Reaksi samping yang terjadi adalah sebagai berikut :
2NaOH + H2SO4 → Na2SO4 + H2O
Na2CS3 + H2SO4 → Na2SO4 + H2S + CS2
Na2CO3 + H2SO4 → Na2SO4 + CO3 + H2O
Terbentuknya lapisan kulit serat yang stabil, maka bagian dalam serat masih
berbentuk gel, hal ini memungkinkan filamen dapat ditarik dengan kekuatan yang
besar tanpa mudah putus, sehingga penjajaran rantai molekul selulosa dapat
dengan mudah dilakukan.
Melalui reaksi-reaksi di atas maka karbon disulfida yang semula terikat pada larutan
viskosa akan terbebas, sedangkan selulosa hasil pertukaran ikatan selulosa xantat
tersebut akan tertinggal dan terakumulasi kedalam bentuk tow serat. Proses
15
dekomposisi larutan viskosa dalam pembentukan serat tidak terjadi secara spontan,
melainkan secara bertahap, namun proses pembentukannya terjadi dalam waktu
yang sangat cepat.
menggunakan air lunak 80ºC. Pada proses Acid Free Washing ini proses
pematangan (ripening) serat
2. Pencucian pertama (first washing)
Proses ini merupakan kelanjutan dari proses pencucian sisa asam dengan
menggunakan air lunak dengan suhu (70 - 75)ºC yang berasal dari final
washing.
3. Penghilangan belerang (desulfurizing)
Tujuan proses ini adalah menghilangkan kandungan belerang yang dapat
menyebabkan serat mudah putus dan meninggalkan warna kekuning-kuningan
pada serat. Belerang yang terdapat dalam serat akan membentuk asam sulfat
bila teroksidasi oleh udara yang dapat memutuskan ikatan molekul selulosa.
Penghilangan dilakukan dengan menggunakan NaOH konsentrasi 3 g/l dan
suhu 80ºC.
4. Pencucian kedua (Second Washing)
Tujuan proses ini adalah menghilangkan sisa belerang dengan menggunakan
air lunak (30 - 60)ºC yang berasal dari third washing.
5. Pengelantangan (bleaching)
Proses ini bertujuan untuk memutihkan serat dengan memutuskan gugus azo
pembentuk pigmen dan menghilangkan kotoran dengan cara mereaksikan serat
dengan larutan NaOCl pada suhu 60ºC. Kedalam larutan bleaching ini juga
ditambahkan H2SO4 untuk menjaga pH agar tidak terlalu tinggi akibat
penggunaan NaOH pada proses desulfurizing.
6. Pencucian ketiga (third washing)
Pencucian ini bertujuan untuk membersihkan serat dari sisa-sisa larutan
pengelantang yang terbawa dengan menggunakan air lunak pada suhu 60ºC
dari unit boiler. Kekuatan serat akan turun pada pengerjaan dengan alkali lemah
dan klor aktif yang tersisa akan membentuk asam yang dapat mengakibatkan
hidroselulosa pada serat.
7. Pencucian akhir (final washing)
Proses pencucian ini bertujuan untuk menyempurnakan proses pencucian
ketiga, sehingga akan diperoleh serat yang benar-benar bersih dan bebas dari
zat-zat yang dapat merusak serat. Air yang digunakan adalah fresh soft water
dengan suhu 60ºC dari unit boiler.
8. Proses pelembutan (softfinish)
Soft finish diberikan agar serat menjadi mudah dipintal, tidak menggumpal dan
lembut. Zat yang digunakan adalah Honol MGR dan Honol GA yang dicampur
17
dengan konsentrasi 15 g/l. Pada proses ini juga ditambahkan zat H2O2 sebagai
penyempurna proses pengelantangan.
dari atommnya, dari atom ini akan didapatkan dua partikel yang masing-masing
bermuatan negatif dan positif. Partikel atom yang melepas elektronnya itu disebut
ion positif, sedangkan partikel atom yang menerima disebut ion negatif. Molekul-
molekul suatu zat yang dalam larutannya dapat menghantarkan listrik disebut
dengan larutan elektrolit. ion-ion negatif bergerak menuju anode maka disebut
dengan anion, ion positif bergerak menuju katode, oleh karena itu disebut dengan
kation.
Air murni tergolong elektrolit lemah, sebagian molekulnya terurai menjadi ion H+ dan
OH-
H2O H+ + OH-
Dari persamaan diatas 1 ion H+ dan 1 ion OH- berasal dari penguraian 1 molekul
H2O, dengan demikian konsentrasi ion H+ sama dengan konsentrasi ion OH-
sehingga larutan tersebut netral. Larutan yang mengandung ion H+ berkonsentrasi
lebih besar dari konsentrasi ion OH- disebut larutan asam, sedangkan larutan yang
mengandung konsentrasi ion H+ berkonsentrasi lebih rendah dari konsentrasi ion
OH- disebut larutan basa.
Basa adalah senyawa yang menyerap ion hidronium ketika dilarutkan dalam air.
Dalam suasana basa terjadi fenomena penggembungan selulosa oleh logam alkali
natrium hidroksida, bahwa gugus-gugus hidroksil pada unit ahidroglukosa berlaku
sebagai asam lemah yang terdisosiasi secara independen dalam larutan. Disosiasi
tersebut berlangsung sesuai dengan konsentrasi soda kostik yang digunakan. Bila
selulosa direndam dalam larutan soda kostik maka air dan alkali akan berdifusi ke
dalamnya menurut teori kesetimbangan membran Donnan, yang segera diikuti oleh
disosiasi gugus hidroksil selulosa dan pembentukan garam natrium selulosa.
2.5 Surfaktan
Surfaktan adalah suatu zat yang dapat menurunkan atau menaikan tegangan
permukaan. Molekul surfaktan terdiri dari 2 bagian, bagian kepala bersifat polar
(hidrofilik) dan bagian ekor bersifat non polar (hidrofobik). Bagian hidrofilik pada
surfaktan membuat surfaktan dapat larut dalam pelarut polar, sedangkan bagian
yang hidrofobik membuat surfktan larut dalam pelarut non-polar. sifat ampifilik ini
menyebabkan surfaktan dapat diadsorbsi pada antar muka udara-air, minyak-air,
dan zat padat-air. Ganbar Molekul hidrofilik tersusun dari ion (seperti sulfonat, sulfat,
karboksilat, fosfat, dan ammonium kuartener), grup polar (seperti amina primer,
amina oksida) dan grup non polar dengan keelektronegatifan atom (seperti oksigen
didalam eter, aldehid, ester, dan amina). Molekul-molekul ini akan membentuk
ikatan hidrogen didalam air.
Surfaktan dapat digolongkan menjadi dua golongan besar, yaitu surfaktan yang larut
dalam minyak dan surfaktan yang larut dalam air.
1. Surfaktan yang larut dalam minyak
Ada tiga yang termasuk dalam golongan ini, yaitu senyawa polar berantai
panjang, senyawa fluorokarbon, dan senyawa silikon.
2. Surfaktan yang larut dalam pelarut air
20
Golongan ini banyak digunakan antara lain sebagai zat pembasah, zat
pembusa, zat pengemulsi, zat anti busa, detergen, zat flotasi, pencegah korosi,
dan lain-lain.
Klasifikasi Surfaktan Ada empat yang termasuk dalam golongan ini, yaitu
surfaktan anion yang bermuatan negatif, surfaktan yang bermuatan positif,
surfaktan nonion yang tak terionisasi dalam larutan, dan surfaktan amfoter yang
bermuatan negatif dan positif bergantung pada pH.
1. Surfaktan anionik.
surfaktan jenis ini memiliki kepala bermuatan negatif didalam air, dan banyak
digunakan pada industri laundri. Surfaktan ini dapat bereaksi dengan ion-ion
bermuatan positif yang menyebabkan sadah, seperti kalsium dan magnesium.
Reaksi ini menyebabkan deaktifasi parsial pada surfaktan.
2. Surfaktan kationik.
Surfaktan jenis ini adalah lawan dari surfaktan anionik, oleh karena itu tidak
cocok jika digunakan sebagai detergen dan zat pembasah. Bagian hidrofobik
surfaktan kationik mengandung senyawa organik ammonium atau piridinium[4].
Surfaktan kationik biasanya digunakan sebagai lubricant atau zat antistatik.
Dalam jumlah yang sedikit direkomendasikan sebagai zat pembantu dalam
proses pengurangan berat dengan NaOH pada kain polyester. Surfaktan
kationik digunakan sebagai pelembut, zat perata, dan pengemulsi.
3. Surfaktan non-ionik
Surfaktan non-ionik tidak mengandung gugus yang dapat berionisasi didalam air
dan tidak memiliki muatan elektrolit, sehingga kinerja dari surfaktan non-ionik
tidak bergantung pada ion yang ada dalam larutan proses. Surfaktan non-ionik
bebas dari pengendapan dan redoposisi dalam kain, dan aman digunakan
dalam suasana basa. Surfaktan non-ionik digunakan sebagai emulsifier,
lubricant, pelembut dan zat pembasah. Contoh pelembut non-ionik Honol GA
dan Honol MGR.
4. Surfaktan amfoter
Surfaktan amfoter dapat berupa kationik, non-ionik atau anionik tergantung pada
kondisi pH larutan.
Surfaktan amfoter memberikan kemampuan yang sangat baik sebagai lubricant, zat
pembasah, dan dapat meningkatkan perlindungan pada proses sutera dan wol.
Jika dibandingkan dengan surfaktan jenis lainnya surfaktan amfoter relatif lebih
mahal, dan tidak stabil jika digunakan pada temperatur tinggi.
2.6 Pelembut
Proses soft finish merupakan salah satu hal yang penting dalam penyempurnaan
tekstil, dengan proses soft finish dapat menghasilkan pegangan yang lembut dan
kenyamanan. Pelembut bertindak sebagai pelumas serat dan akan mengurangi
koefesien gesek antara serat, benang, kain dan obyek abrasif.
Proses soft finish ditujukan agar pelembut membentuk lapisan pelindung pada serat
yang berufungsi untuk menurunkan gesekan permukaan, sehingga dapat
membantu proses selanjutnya dalam pemintalan menjadi benang. Pembentukan
lapisan pada permukaan serat tergantung pada sifat ionik molekul pelembut dan
hidrofobisitas relatif dari permukaan serat. Pelembut jenis non-ionik akan
terorientasi berdasarkan dari sifat permukaan serat, dengan bagian hidrofilik
pelembut akan tertarik untuk serat yang bersifat hidrofil, dan bagian hidrofob
pelembut akan tertarik untuk serat yang bersifat hidrofob[5]. Skema orientasi gugus
hidrofob dan hidrofil dapat dilihat pada gambar 2.7 halaman 22. Pelembut yang
digunakan adalah jenis surfaktan. Pelembut sebagai surfaktan meningkatkan
kompatibilitas ukuran polimer, membantu dalam emulsifikasi dan mudah untuk
dihilangkan. Bagian hidrofob pada surfaktan menghasilkan koefisien gesek yang
rendah antara permukaan yang diterapkan dan bertindak sebagai pelumas,
sedangkan bagian hidrofilik untuk kemudahan pada proses penghilangan
selanjutnya. Sifat-sifat pelembut yang ideal untuk digunakan adalah sebagai berikut:
1. Pelumasan sangat baik terhadap serat-serat dan serat-metal.
22
2. Ekonomis.
3. Tidak berpengaruh pada sifat fisik lain seperti kemapuan daya serap serat.
4. Tidak menimbulkan busa.
5. Tidak berpengaruh pada produksi pencelupan.
6. Tidak berpengaruh pada sifat tahan luntur.
7. Tidak menyebabkan yellowing.
8. Mudah dicuci dan
9. Mudah dibiodegradasi.
1. Pengaruh pH
Larutan H2O2 memiliki pH sedikit asam, hal ini ditujukan agar H2O2 tahan terhadap
penyimpanan. Pada proses pengelantangan kondisi pH larutan yang digunakan
dalam keadaan basa. Kondisi pH basa akan mempercepat penguraian H2O2 untuk
meghasilkan oksigen aktif. Kenaikan pH akan menyebabkan naiknya jumlah zat
oksigen aktif yang dapat mengelantang sehingga diperoleh kenaikan derajat putih.
Namun pH yang terlalu alkali dapat menyebabkan penguraian yang terlalu cepat
sehingga dapat merusak serat selulosa. Kerusakan terjadi ditandai dengan adanya
penurunan kekuatan tarik pada serat.
2. Pengaruh Suhu
Penguraian kecepatan H2O2 dipengaruhi oleh suhu larutan. Pada suhu rendah H2O2
lebih stabil dibandingkan pada suhu relatif tinggi.
3. Pengaruh Katalis Logam
Logam akan mempercepat terjadinya penguraian spontan H2O2, kejadian seperti ini
dapat merusak serat.
4. Pengaruh Stabilisator
Pemakaian zat penstabil pada proses pengelantangan dengan H2O2 akan berfungsi
untuk memperlambat proses penguraian pada pH larutan yang basa dan mampu
menetralkan ion-ion logam yang dapat mengkatalis penguraian H2O2. Contoh
stabilisator yang sering digunakan adalah natrium silikat.