You are on page 1of 9
NEUR CME Len OR One ae ry Defisit Nervus Olfaktorius sebagai Faktor Risiko Gangguan Memori pada Lansia Hubungan Jumlah Leukosit dengan Gangguan Fungsi Eksekutif pada Cedera Kepala Ringan-Sedang Pengaruh Kafein terhadap Peningkatan Fungsi Eksekutif pada Mahasiswa Kedokteran Multipel Sklerosis Tumefaktif Tingkat Keamanan Prosedur Stent oleh Ahli Neurointervensi di Indonesia Evaluasi Blok Sendi Faset Lumbal pada Nyeri Punggung Bawah Kronik Akibat Kelainan Sendi Faset Dua Kasus Multipel Sklerosis dengan Tipe yang Berbeda di RSUP M. Djamil, Padang Uji Realibilitas Skor Kurashiki Prehospital Stroke Scale Versi Bahasa Indonesia dan Hubungannya dengan Disabilitas Pasien Stroke Iskemik Akut Penggunaan Midazolam Intravena secara Intranasal dalam Tatalaksana Bangkitan pada Anak Perbandingan Luaran Anemia dengan dan Tanpa Penyakit Ginjal Kronik pada Stroke Iskemik Aspek Neuroanatomi dan Implikasi Klinis Sindrom Balint EDITORIAL Multipel sklerosis (MS) adalah kelainan neurodegeneratif berupa demielinisasi multipel yang bisa ‘melibatkan seluruh sistem saraf pusat. Penyakit ini jarang ditemukan di daerah tropis dan insidensnya meningkat sesuai dengan perpindahan garis lintang bumi ke utara. Manifestasi klinis dan gejala awal MS sangat bervariasi, tergantung letak lesi dan derajat kerusakan mielin, Hal ini menyebabkan kesulitan untuk sampai ke kecurigaan MS pada kejadian defisit neurologi yang, pertama. Salah satu ciri khas dari penyakit ini adalsh sifat kelainan neurologi yang kambuh dan sembuh (relapsing — remitting). Biasanya setelah memperhatikan sifat kelainan inilah kita baru memikirkan MS sebagai ‘kemungkinan penyebab kelainan pada pasien. Boleh dikatakan bahwa pada serangan yang pertama hampir tidak ‘mungkin kita dapat menegakkan diagnosis MS. Tipe MS yang lain adalah primary progressive MS (PPMS), secondary progressive MS, dan progressive relapsing MS. Kriteria MeDonald revisi tahun 2010 merupakan kriteria gabungan gejala klinis, gambaran MRI, dan pemeriksaan oligoclonal band yang sering dipakai untuk mendiagnosis MS. Diseminasi dalam waktu dan ruang, (dissemination in time and space) merupakan kata kunci dari kriteria ini, Anamnesis dan pemeriksaan fisik dapat ‘membantu kita mendapatkan diseminasi dalam hal waktu kejadian, sedangkan MRI memegang peranan penting, dalam mendapatkan bukti adanya diseminasi ruang dengan menemukan adanya lebih dari 1 lesi demielinisasi di daerah predileksi MS. Pemeriksaan oligoclonal band dari cairan serebrospinal dapat juga dijadikan dasar diagnosis, meskipun pemeriksaan ini menjadi tidak diperlukan jika MRI dan gejala klinis telah menunjukkan diseminasi dalam hal waktu dan ruang. Edisi kali ini memuat beberapa variasi kelainan MS dan cara penegakkan diagnosisnya. Pada laporan kasus pertama, terdapat 2 kasus yang didiagnosis MS dengan tipe yang berbeda, yaitu primary progressive MS dan relapsing-remitting MS, Perjalanan Klinis disertai bukti lesi demielinisasi dari pemeriksaan MRI pada kedua pasien ini memenuhi syarat untuk diagnosis MS, yaitu didapatkan setidaknya diseminasi dalam hal waktu serangan atau diseminasi dalam letak kelainan MRI. Yang tidak diketahui pasti dari laporan kasus tersebut adalah apakah plak-plak yang ditemukan merupakan lesi lama, lesi baru atau eampuran, Laporan kasus kedua memperlihatkan bentuk tidak biasa dari MS, yaitu MS tipe tumefaktif(:umefactive (MS). MS tipe ini seringkali susah dibedakan dari tumor otak primer atau infeksi, namun letak dan sifat kelainan radiologinya dapat membantu membedakan MS tumefaktif dari kelainan lain. Magnetic resonance spectroscopy (MRS) dapat mempertajam diagnosis, sedangkan biopsi menunjukkan gambaran lesi demielinisasi menjadi diagnosis pasti. Biopsi terutama dikerjakan jika MRI tidak dapat membantu dalam membedakan lesi tumefaktif demielinisasi dengan lesi Iain, Oleh karena gambaran MRI/MRS yang sudah jelas, maka biopsi tidak dikerjekan pada pasien tersebut. Selain awareness sejawat spesialis saraf dan kesiapan sarana diagnostik, yang masih menjadi masalah pada penatalaksaan MS di Indonesia adalah ketersediaan dan keterjangkauan terapinya. Masih diperlukan banyak usaha dari berbagai pihak agar pengenalan dan penatalaksanaan penyakit ini menjadi lebih baik. Semoga edisi ini dapat meningkatkan kesiagaan kita terhadap kasus-kasus MS dalam rangka memperingati hari MS sedunia (World Multiple Sclerosis Day 2016) pada tanggal 25 Mei 2016 yang latu. Selamat membaca, Ahmad Rizal NEURONA Majalah Kedokteran Neurosains (Phe Journal of Neuroscience) Diterbitkan Trvwulan oleh Perhimpunan Dokter Spesilis Sarat Indonesia (Indonesia Neurological Assocation) Dewan Penesehat Ketua Umum PERDOSSI Pusat ‘M. Hasan Machfoed ‘Ketua Kolegium Neurologi Indonesia (KNT) Dian Neri Lasti Pemipin Unum/Penanggung Javad Tiara Aninditha Pemimpin Usaha Maula Gahara Pemimpin Redaksi Fitri Octaviana Sekretaris Redaksi ‘Mumfarida Redaksi Pelaksana ‘Yada Turana Heriyani Khosama Paulus Sugianto ‘Shabdevi Nandar Kumiawan Winnugroko Wiratman Alamat Redaksi _Departemen Neurologi FKUURSCM 31, Salemba Raya No. 6, Jakarta Pusat 10430 Indonesia Telp :021- 31903219, 081380651980 Email: neurona perdossi@gmail.com Website: www:neurona.web.id NEURONA Akreditasi B SK No: 12/M/Kp/I1/2015 Masa Berlaku Februari 2015 - Februari 2020 DAFTAR ISI Volume 33 Nomor 3 Juni 2016 Editorial Daftar Isi enn Petunjuk Bagi Penuls Artikel Penelitian: Defisit Nervus Olfaktorius sebagai Faktor Risiko Gangguan Memori pada Lansia.... Vincentius Henry Sundain, Yuda Turana, Yvonne Suzy Handajani Artikel Penelitian: Hubungan Jumlah Leukosit dengan Gangguan Fungsi Eksekutif pada Cedera Kepala Ringan-Sedang : Gilbert Tangkudung, Junita Maja PS, Herlyani Khosama Artikel Penelitian. Pengaruh Kafein terhadap Peningkatan Fungsi Eksekutif pada Mahasiswa Kedokteran .. Florencia Adeline, Bernadius Realino Harjanto, Yuda Turana, Nelly Tina Widiaja Laporan Kasus: Multipel Sklerosis Tumefakctif Dwi Astiny, Reza Aditya Arpandy, Riwanti Estiasari Artikel Penelitian: ‘Tingkat Keamanan Prosedur Stent oleh Ahli Neurointervensi di Indonesia.....o0 teeters Fritz Sumaniri Usman, Achmad Firdaus Sani, Yawono, Ashari Bahar, Condrad Mangapul Pasaribu, Riri Sarisanti, Triwahyudi, Subandi, Kumara Tini, Trunojoyo, Hermanto Swatan, Muhammad Yusuf, Husin Husni, Andika Surya Atmadja Artikel Penelitian: Evaluasi Blok Sendi Faset Lumbal pada Nyeri Punggung Bawah Kronik Akibat Kelainan Sendi Faset. Dessy Rakhmawati Emril, Devi Intha, Endang Mutiawati, Nova Dian Lestari, Thomas EkoPurwata Laporan Kasus: Dua Kasus Multipel Sklerosis dengan Tipe yang Berbeda di RSUP M. Djamil, Padang Yuri Haiga, Dian Ayu Hamama Pitra, Meiti Frida Artikel Penelitian: Uji Realibilitas Skor Kurashiki Prehospital Stroke Scale Versi Bahasa Indonesia dan Hubungannya dengan Disabilitas Pasien Stroke Iskemik Aku ‘Marta Lisnawati Zaku, Rizaldy Taslim Pinzon, Esdras Ardi Pramudita Tinjauan Pustaka: Penggunaan Midazolam Intravenasecara Intranasal dalam Tatalaksana Bangkitan pada Anak... Prastiya Indra Gunawan, Lasmauli Situmorang, Desy Nurrosalia, Dian Pratamastuti, Darto Saharso Artikel Penelitian Perbandingan Luaran Anemia dengan dan Tanpa Penyakit Ginjal Kronik pada Stroke Iskemik .. " Haida Pusri, Kiki Muhammad Igbai, Tinjauan Pustaka ‘Aspek Neuroanatomi dan Implikasi Klinis Sindrom Balint... Restu Susanti, Yullarni Syafrita sli Dhamu ii ili 159 164 I 176 183 188 194 201 208 214 219 Neurona Vol. 33 No. 3 Juni 2016 Artikel Penelitian EVALUASI BLOK SENDI FASET LUMBAL PADA NYERI PUNGGUNG BAWAH KRONIK AKIBAT KELAINAN SENDI FASET FACET JOINT BLOCK EVALUATION INCHRONIC LUMBAR FACET JOINT PAIN Dessy Rakhmawati Emil Devi Inka,” Endang Mutiawati,” Nova Dian Lestar,” Thomas Eko Purwata” ABSTRACT Introduction: Chronic low back pain (LBP) remains the immense problem faced by doctors nowadays. Lumbar facet joint has been shown as the source of chronic pain in 21% to 41% of low back pain patients. ‘Aims: To determine the clinical effectiveness of therapeutic lumbar facet joint block in managing chronic low back ain of facet joint origin ‘Methods: This study used one group pretest posttest design, 45 respondents were taken randomly from 98 patients with ehronie facet joint LBP who underwent facet joint block injection on the Neurology Department of Syiah Kuala University’dr: Zainoel Abidin Hospital, Banda Aceh from January 2014 to August 2015. Post-therapy follow-up were assessed after 2 weeks and 3 months, using numerical rating scale (NRS) and Oswesiry disabiliy index (ODD score ‘Results: The mean of NRS base line (7.064107) has significant difference to 2 weeks after the procedure (2.95+1.6), (p=0.000, as well as the mean of NRS in he 3rd month [3.62=2.00 (p=0.025)]. Improvement in pain intensity 2 weeks and 3 month afer the procedure was 73.3%, 53.32% respectively. Assessment of ODI showed significant functional improvement between baseline (40.0428.00) compared to 2 weeks and 3 months after the procedure [10.5745.43, (p=0.000), 10.918.00, (p=0.000) respectively}. The success rate of functional improvements was 97.8% and 93.3% for the 2nd week and the 3rd ‘month after procedure respectively: Discussion: Lumbar facet joint block is effective in the management of chronic LBP based on an assessment of NRS and ODI. Facet joint block may be an option to treat chronic LBP. ‘Keywords: Chronic low back pain, facet joint block, numerical rating scale, oswestry disability index ABSTRAK Pendahuluan: Penatalaksanaan nyeri punggung bawah (NPB) kronik masih menjadi masalah bagi para dokter hingga saat ini. Sendi faset lumbal terbukti sebagai sumber nyeri pada 21-41% pasien NPB kronik. ‘Tujuan: Untuk mengetahui efektifitas blok sendi faset lumbal pada penatalaksanaan NPB kro oleh Kelainan sendi faset. ‘Metode: Penelitian ini menggunakan one group pretest posttest design tethadap pasien NPB kronik karena kelainan sendi faset yang menjalanitindakan blok sendi faset lumbal di Bagiar/SMF Neurologi FK Unsyia/RSUDZA Banca Aceh pada Januari 2014 sampai Agustus 2015. Dilakuken evaluasi terhadap efektivitas blok sendi faset lumbal pada minggu ke-2 dan bulan ke-3 pascatindakan dalam hal nyeri dan disabilitas berdasarkan Numerical Rating Scale (NRS) dan Oswestry Disability Index (ODI). Hasil: Didapatkan 45 subyek dengan mayoritas perempuan (71%), rentang usia 46-64 tahun (84,4%), dan onset rnyeri >2 tahun (68,9%), Terdapat perbedaan rerata NRS sebelum tindakan (7,06=1,07) dibandingkan 2 minggu sesudah tindakan (2,95+1,6)dan 3 bulan pasca-tindakan (3,622,00) secara bermakna (p=0,000 dan p=0,025). Keberhasilan perbaikan intensitas nyeri masing-masing sebesar 73,3% dan $3,3% untuk 2 minggu dan 3 bulan pascatindakan. Evaluasi ODI menunjukkan perbaikan fungsional yang bermakna antara sebelum tindakan (40,04+8,00) dibandingkan dengan 2 ‘minggu (10,5745,43) dan 3 bulan pascatindakan (10,918) secara bermakna (masing-masing p=0,000). Tingkat keberhasilan perbaikan fungsional pada minggu ke-2 dan bulan ke-3 pascatindakan masing-masing adalah 97.8% dan 93,3%. Diskusi: Facet joint block efektif dalam penatalaksanaan NPB kronik berdasarkan penilaian NRS dan ODI sehingga facet joint block dapat menjadi pilihan terapi untuk NPB kronik yang disebabkan oleh kelainan faset. Kata kunci: Facet joint block, nyeri punggung bawah kronik, numerical rating scale, oswestry disability index yang disebabkan jagian/SMP Neurologi FK Universitas Syiah Kuala/RSUD Dr. Zainoel Abidin, Banda Aceh, Ucayana/RSUP Sanglah, Denpasar. Korespondensi: dessyezzy(@igma.com pariemen Neurologi FK Universitas ‘Neurona Vol. 33 No. 3 Juni 2016 188 Artikel Penelitian PENDAHULUAN Nyeri selama ini menjadi salah satu masalah uutama yang dihadapi oleh dokter di Rumah Sakit (RS). International Association for Study of Pain (ASP) mendefinisikan nyeri sebagai pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan akibat adanya kerusakan jaringan, baik yang aktual maupun yang potensial atau yang digambarkan dalam bentuk kerusakan tersebut. World Health Organization (WHO) mengatakan bahwa rasa nyeri persisten diderita oleh penduduk negara berkembang, dan negara maju dengan perbandingan 5,3% dan 33%! Penelitian yang dilakukan Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia (PERDOSSI) di 14 RS pendidikan se-Indonesia (2002) menunjukkan penderita nyeri mencapai 25% dari total pasien yang, datang ke RS. Jumlah ini terutama akibat sefalgia dan migren (34,8%) disusul nyeri punggung bawah (NPB) sebanyak 18,1% dengan proporsi usia dewasa muda 0,38" Menurut TASP, prevalensi nyeri punggung kronik tersering adalah daerah servikal (42%), thorakal (31%), dan lumbal (55%) Setiap individu setidaknya 60-80% pemah mengalami NPB. Secara keseluruhan, sekitar 75% pasien datang ke RS untuk mengatasi rasa nyeri tersebut dan 25% sisanya direkomendasikan untuk rawat inap guna tatalaksana lebih lanjut? Di Amerika, NPB menjadi masalah utama yang menyebabkan individu harus mengunjungi rumah sakit’Prevalensi di Indonesia sendiri diperkirakan 11,9% dari data yang pernah didiagnosis oleh dokter ahli. Penyakit muskuloskeletal tertinggi terdapat pada orang-orang, yang bekerja sebagai petani, nelayan, atau buruh.* Banyak struktur tulang yang dapat menyebab- kan kelainan pada tulang belakang dan NPB sendit memiliki penyebab yang multifaktorial. Penting, untuk membedakan antara nyeri punggung akut, subakut, dan kronik berdasarkan durasi_ waktu nyerinya. Nyeri punggung akut ialah nyeri punggung belakang yang terjadi kurang dari 4 minggu, subakut jika berlangsung dari 4 sampai 12 minggu, dan kronik: terjadi lebih dari 12 minggu? Sendi faset sebagai sumber nyeri pertama kali dijelaskan oleh Goldhwait pada tahun 1911 dan 189 selanjutnya berkembang penelitian-penelitian baru tentang hubungan kelainan pada sendi faset dengan nyeri® Disimpulkan bahwa penyebab_tersering timbulnya nyeri punggung adalah Kelainan pada sendi faset, yang termasuk penyebab nyeri kronik.!° Sekitar 15-52% kelainan pada sendi faset dapat ‘menyebabkan nyeri punggung.’ Manchikanti dkk ‘melaporkan prevalensi nyeri sendi faset lumbal tanpa disc displacement atau radikulitis pada NPB kronik adalah 16-41%." Penatalaksanaan NPB terdiri_— dari farmakologis, nonfarmakologis, dan invasif minimal.** Salah satu metode terapi invasif minimal yang direkomendasikan adalah blok sendi faset. Jan Van Zundert dkk membandingkan antara pasien dengan dan tanpa terapi blok. Hasilnya adalah pasien dengan terapi blok sendi faset menunjukkan klinis yang lebih baik. Oleh karena itu, teknik blok pada sendi faset dianggap teknik terapi yang tepat untuk mengurangi rasa nyeri."" Sebagaimana prosedur invasif lainnya, blok sendi faset juga memiliki risiko dan komplikasi, namun secara umum risikonya rendah. Risiko dan komplikasi yang bisa terjadi antara lain reaksi alergi terhadap kontras, steroid, dan anatesi lokal yang diberikan, namun jarang sekali bersifat fatal. Perdarahan sangat jarang namun bisa terjadi pada pasien dengan kelainan darah atau menggunakan obat-obat tertentu. Infeksi minor terjadi kurang dari 1%, sedangkan infeksi berat sangat jarang (0.01%), Bisa juga terjadi perburukan dari gejala nyeri yang bersifat sementara. Meskipun sangat jarang, namun kerusakan pada saraf spinal maupun medulla spinalis bisa terjadi akibat trauma langsung dari jarum atau sekunder dari infeksi, kompresi oleh perdarahan, atau injeksi di arteri yang mengakibatkan penyumbatan dan berakibat terjadi iskemik medula spinalis. TUJUAN Untuk mengetahui efektivitas blok sendi faset lumbal pada penatalaksanaan NPB kronik yang disebabkan oleh kelainan pada sendi faset. METODE. Penelitian ini menggunakan one group pretest posttest design dengan 45 sampel diambil secara acak dari 98 pasien NPB kronik yang menjalani ‘Neurona Vol. 33 No. 3 Juni 2016 Artikel Penelitian tindakan blok sendifaset di Bagian/SMF Neurologi FK Unsyiah/RSUDZA Banda Aceh Januari 2014 sampai dengan Agustus 2015. Pasien yang memenuhi kriteria inklusi adalah pasien dengan gambaran klinis nyeri sendi faset Iumbal kronik yaitu nyeri yang bersifat intermiten dan telah berlangsung lebih dari 3 bulan, Pada palpasi didapatkan nyeri pada area faset (paraspinal). Secara spesifik keluhan_nyeri lebih dirasakan saat ekstensi punggung dibandingkan bila membungkuk ke depan, penjalaran nyeri sering ke bokong, paha belakang hingga di atas lutut, dan jarang menjalar ke bawah lutut atau hingga ke kaki seperti pada nyeri radikuler. Kriteria eksklusi terdapat gambaran infeksi dan keganasan pada pemeriksaan MRI lumbosakral Pasien dengan gejala Klinis tersebut yang tidak mengalami perbaikan yang signifikan (lebih dari 50% perbaikan intensitas nyeri) setelah terapi Konservatif selama 1 hingga 2 bulan, kemudian menjalani prosedur blok sendi faset dengan panduan flouroskopi menggunakan anastesi lokal dan steroid, Dilakukan evaluasi nyeri dan disabilitas terhadap efektivitas tindakan blok sendi faset pada minggu ke 2 dan bulan ke 3 pascatindakan berdasarkan numerical rating scale (NRS) dan oswestry disability index (ODI). Tingkat kebehasilan dari blok sendi faset dinyatakan signifikan apabila didapatkan penurunan nilai NRS 250% dari skor awal (sebelum tindakan) dan penurunan nilai ODI 240% dari skor awal‘ Pasien juga menjalani terapi konservatif sesuai dengan penilaian terhadap intensitas nyeri dan fungsional pasien pascatindakan. Perhitungan statistik dilakukan secara komputerisasi menggunakan SPSS, data dipresentasi- kan dalam bentuk tabel. Perbandingan NRS dan ODI sebelum tindakan dengan follow up 2 minggu dan 3 bulan setelah tindakan dianalisis dengan uji T, dan dianggap bermakna bila nilai p<0, HASIL Dari 45 subyek penelitian didapatkan mayoritas subyek adalah perempuan (71,1%) dengan usia terbanyak adalah kelompok setengah baya (46-64 tahun) dan onset nyeri >2 tahun (68,926), seperti pada Tabel 1 Neurona Vol. 33 No. 3 Juni 2016 ‘Tabel 1. Karakteristik Subyek (n=45) Karakteri % Usia (th) => 18-45 6 B4 946-65 38 844 265 1 22 Jenis Kelami # Laki¥ 13 289 * Perempuan 32 ™A Lama Nyeri > 3-12 bulan 6 134 1-2 tahun 8 178 ©>2tahun 31 68,9 NPB: nyeri punggung bawah Tabel 2 menunjukkan tingkat keberhasilan berdasarkan NRS pada follow up 2 minggu setelah terapi adalah 73,3% yang berarti terdapat 33 dari 45 subyek yang mendapatkan penurunan skor nyeri lebih dari 50% dari NRS awal sebelum tindakan (baseline) dengan tingkat keberhasilan setelah 3 bulan terapi adalah 53,39. Adapun tingkat keberhasilan yang dinilai dengan skor ODI pada follow up 2 minggu setelah terapi dari 45 responden adalah 97,8% yang berarti terdapat 44 dari 45 subyek yang mengalami perbaikan disabilitas (fungsional) atau penurunan nilai ODI lebih dari 40% dari skor awal sebelum tindakan (baseline), dengan tingkat keberhasilan setelah 3 bulan terapi adalah 93,3%.* ‘abel 2. Tingkat Keberhasilan Blok Sendi Faset Berdasarkan NRS dan ODI (n=45) Tingkatan Efektivtas LORIE. spatial SE 9 Berdasarkan NRS + 2 minggu Fy 2 267 «3 bulan 4 21467 Berdasarkan ODI + 2 minggu “4 me 122 + 3bulan 2 933367 [NRS: numerical rating seale: ODI: oswestry diesabiliy index Berdasarkan Tabel 3, terdapat hubungan bermakna antara blok sendi faset lumbal ter- hadap nyerisendi faset lumbal yang dinilai 190 Artikel Penelitian berdasarkan NRS dan ODI dengan nilai p<0,05. Hal ini menyatakan bahwa blok sendi faset efektif terhadap NPB kronik yang disebabkan oleh kelainan sendi faset. Tidak ada pasien yang, menjalani prosedur ini mengalami efek samping pascatindakan, ‘Tabel3, Hubungan_ Efektivit terhadap NPB Kroi Blok Sendi Faset Berdasarkan NRS dan ODI Follow up Rerata=SD pe Berdasarkan NRS © Sebelum terapi ——_7,0641,07 : © 2minggu 0.00 © 3 bulan 0,025 Berdasarkan ODI © Sebelum terapi _40,0028,00 - + 2mingeu 10,3735,43 0,00 + 3 bulan 10,9138,00 0,00 [NRS: Numerical Rating Scale: ODI: Oswestry Dissability Index; [NPB: ayeri punggung bawah; *Uji Tberpasangan PEMBAHASAN Penelitian ini menunjukkan bahwa kasus NPB karena sendi faset lebih sering terjadi pada Kelompok usia 46-65 tahun (84,8%). Hal. in sejalan dengan DePalma dkk yang menemukan bahwa pertambahan usia_meningkatkan resiko NPB karena sendi faset hingga usia 70 tahun, Pada penelitian sebelumnya melaporkan bahwa usia rata-rata NPB Karena sendi faset ialah 59 tahun. ‘Nyeri yang dirasakan menyebabkan disabil keterbatasan fungsional kegiatan sehari-hari. Hal ini paling banyak mengenai orang-orang dengan usia produktif, Pada umumnya masalah NPB pada pekerja dimulai pada umur dewasa dengan puncak usia pada kelompok usia 45-60 tahun,"*Mengingat nyeri sendi faset lumbal memiliki prevalensi hingga 41%, maka nyeri sendi faset dapat dinyatakan juga paling banyak dijumpai pada kelompok usia produktif. NPB karena sendi faset pada penelitian ini lebih banyak dijumpai pada _perempuan (71,1%) dibandingkan laki-laki. Hal yang sama juga dilaporkan oleh DePalma yang menemukan adanya keterkaitan antara usia, jenis kelamin, dan gender para penderita NPB karena sendi faset. Penelitian tersebut menyimpulkan NPB karena 191 sendi faset banyak dialami oleh wanita usia lebih tua dengan indeks massa tubuh (IMT) yang rendah2 Manchikanti dkk juga menemukan perempuan yang paling banyak mengalami NPB pada 60 responden (65%)."* Penelitian yang dilakukan National Institute ‘for Occupational Safety and Health (NIOSH) pada tahun 1997 menjelaskan bahwa wanita lebih sering mengeluhkan NPB. Hal ini dikarenakan jenis kelamin sangat mempengaruhi tingkat risiko keluhan otot rangka. Secara fisiologis, kemampuan otot wanita lebih rendah daripada pria sehingga sangat banyak penelitian yang menyebutkan kasus gangguan muskuloskeletal lebih sering pada wanita daripada pra Tabel I menunjukkan lebih dari setengah subyek (68%) telah mengalami NPB sejak 2 tahun yang lalu, sama dengan penelitian Nath dkk. Hal ini ‘mengarahkan NPB karena sendi faset yang tergolong ke dalam NPB kronik. Pada hasil penelitian dapat dilihat bahwa blok sendi faset efektif terhadap tingkat keberhasilan pengobatan NPB kronik Karena kelainan pada sendi faset. Menurut Manchikanti dkk, tingkat kebehasilan signifikan dari blok sendi faset ini adalah apabila didapatkan penurunan nilai NRS 250% dari skor awal dan penurunan nilai ODI 240% dari skor wal.“ Tingkat keberhasilan pada bulan ke 3 yang hanya 53,3% disebabkan salah satunya oleh indikator keberhasilan yang dibuat berdasarkan pengurangan skor nyeri lebih dati 50% dari skor awa.‘ Jadi bila misalnya skor awal adalah 5, yang dikategs sebagai nyeri sedang, kemudian turun menjadi 3 yang dikategorikan sebagai nyeri ringan, maka ini dikelompokkan sebagai pasien yang tidak berhasil, meskipun sebenarnya pasien mendapatkan hasil penurunan keluhan nyeri yang bermakna. Selain itu, menurut Manchikanti (2015) durasi efektifitas blok sendi faset yang dilakukan 1 kali terhadap rata rata pasien adalah 6 minggu sampai dengan 12 minggu.'® Tingkat Keberhasilan blok sendi faset sebagai terapi NPB kronik berdasarkan nilai ODI yang mencapai 97,8% pada minggu ke-2 dan dan 93.3% pada bulan ke-3 menunjukkan bahwa pasien mendapatkan manfaat yang signifikan karena dapat melakukan aktifitas sehari hari dengan baik meskipun sebagian masih dengan nyeri, Tabel 3 menunjuk- Neurona Vol. 33 No. 3 Juni 2016 kan bahwa blok sendi faset lumbal efekti? dalam ‘manajemen NPB kronik akibat kelainan sendi faset berdasarkan skor NRS dan ODI. Terjadi penurunan nilai NRS dan ODI yang berbeda bermakna antara sebelum dilakukan tindakan blok sendi faset dengan 2 minggu dan 3 bulan pascatindakan Wen CB dkk menjelaskan bahwa blok sendi faset memiliki kelayakan yang sangat tinggi dan kemajuan Klinis yang sangat baik. Dari 69 pasien yang dilakukan teknik injeksi blok sendi faset idapatkan tingkat keberhasilan 86,5%. Selain itu Jan San dkk menyatakan bahwa blok sendi faset memiliki keefektifan sekitar 80% untuk terapi NPB.” Markus dkk juga menunjukkan penggunaan blok sendi faset sebagai terapi NPB lebih aman dan cepat dalam proses penurunan nyeri"* Keterbatasan penelitian ini adalah sumbernyeti (pain generator) pada pasien dengan nyeri punggung bawah dapat lebih dari satu sehingga pada pasien yang diagnosis awalnya adalah nyeri sendi faset masih ada kemungkinan bahwa terdapat struktur lain -yang juga berkontribusi terhadap NPB yang diderita pasien, Hal ini menyebabkan kemungkinan bias dari hasil evaluasi terhadap subyek penelitian khususnya bagi subyek yang evaluasinya menunjukkan hasil yang kurang efektif. KESIMPULAN Blok sendi faset lumbal efektif dalam penata- laksanaan NPB kronik berdasarkan penilaian NRS dan ODI sehingga blok sendi faset lumbal dapat menjadi pilihan terapi untuk NPB kronik yang disebabkan oleh kelainan sendi faset. SARAN Perlu penelitian lebih lanjut mengenai efektifitas blok sendi faset terhadap NPB kronik karena sendi faset setelah 6 bulan, satu tahun dan 2 tahun pasca tindakan guna melihat sampai sejauh mana blok sendi faset efektif dalam tatalaksana NPB kronik DAFTAR PUSTAKA 1, WHO. WHO guidelines on the pharmacological treatment of persisting pain in children with medical illnesses. Geneva: WHO; 2012. 2. Sudirman S, Hargiyanto H. Kajian teknologikesehatan atas perbedaan efek analgesia dari elektroakupunktur dengan frekuensi rendah, kombinasi, dan tinggi, pada Neurona Vol. 33 No. 3 Juni 2016 Artikel Penelitian nyeri punggung bawah. Buletin Penelitian Sistem Kesehatan, 2011;14(2):203-8, Emril DE, Yuliadha A. Faktor resiko nyeri ping- gang pada pasien dewasa muda di poliklinik saraf RSUD DR. Zainoel Abidin Banda Aceh. Neurona. 2012;30(1):43-51 “ManchikantiL, Singh V, Falco FIE, Cash KA, Pampati V. Evaluation of lumbar facet joint nerve blocks in ‘managing chronic low back pain: a randomized, double-blind, controlled trial with a 2-year follow-up. Int J Med Sci. 2010;7(3):124-35. Binder DS, Nampiaparampil DE. The provocative lumbar facet joint. Curr Rev Musculoskeletal Med 2009:2(1):15.24. Yuliana. Low back pain. Cermin Dunia Kedokteran 2011;38(4):270-3. Gore M, Sadosky A, Stacey BR, Tai KS, Leslie . The burden of chronic low back pain: clinical comorbidities, treatment patterns, and health care costs in usual care settings. Spine. 2012;37(11):E668- 71. Nagrale AV, Glynn P, Joshi A, Ramteke G. The efficacy of an integrated neuromuscular inhibition technique on upper trapezius trigger points in subjects with non-specific neck pain: a randomized controlled trial. J Man Manip Ther. 2010;18(1):37-43, Cooper G. Non-operative treatment of the lumbar spine. Springer Intemational Publishing (serial online}. 2015 [diunduh 12April 2016], Tersedia dari Princeton. Boswell MV, Manchikanti L, Kaye AD, Bakshi S, Gharibo CG, Gupta S, dkk. A best-evidence systemic appraisal of the diagnostic accuracy and utility of facet (zygapophysial) joint injections in chronic spinal pain. Pain Physician. 2015;18(4):E497-533. |. Zundert JV, Vanelderen P, Kessels A, Klee? MV. Radiofrequency treatment of facet-related pain: evidence and controversies. Curr Pain Headach Rep. 2012;16(1):19-25. Parashar P, Arunmozhi R, Kapoor C. Prevalence of low back pain due to abdominal weakness in collegiate young females. Indian JPhysical Therapy. 2014:2(1):86-8. Bandpei MAM, Fatemah E, Hamid B, Marziyeh G. Occupational low back pain in primary and high school teachers: prevelence and associated factors. J Manipulative Physiol Ther. 2014;37(9):702-10. Yamada K, Matsudaira K, Takeshita K, OkaH, HaraN, Takagi Y. Prevelence of low back pain as the primary pain site and factors associated with low health- related quality of life ina large Japanese population: a pain-assosiated crassectional epidemiological survey. Modern Rheumatology. 2014;24(2):343-8, 192 Artikel Penelitian 15. 17. Boocock MG, Menair PJ, Larmer PJ, Armstrong B, Collier J, Simmonds M, dkk. intervention for the prevention and management of neck/upper extremity ‘musculoskeletal conditions: a systematic review. Occup Environ Med. 2007;64(5):291-303. Manchikanti L, Nampiaparampil DE, Manchikanti KN, Falco FJE, Singh V, Benyamin RM, dkk. ‘Comparison of te efficacy of saline, local anesthetics, and steroids in epidural and facet joint injections for the management of spinal pain: a systematic review of randomized controlled trials. Surg Neurol Int. 2015;6(suppl 4):S194-235. Wen CB, Li YZ, Sun L, Xiao H, Yang BX, Song L, Liu H. Aclinical trial of ultrasound-guided facet joint block in the lumbar spine to treat facet joint related 19, 20. a. low back pain. Medical Sci Edition. 2014;45(4):712-6. Markus W, Jared CM, Zoran R, Giuseppe B, Walter H, Alessadro C. Accuracy of CT guidance of lumbar facet joint block. Am J Roentgenol. 2013;200(3):673- 6. Cohen SP, Huang JH, Brummett C. Facet joint pain- advances in patient selection and treatment. Nat Rev Rheumatol. 2013;9(2):101-16, DePalma MJ, Ketchum JM, Saullo T. What is the source of chronic low back pain and does age play a role? Pain Med. 2011;12(2):224-33. DePalma MJ, Ketchum JM, Saullo TR. Multivariable analyses of the relationships between age, gender, and body mass index and the source of chronic low back pain. Pain Med. 2012;13(4):498-506. ‘Neurona Vol. 33 No. 3 Juni 2016

You might also like