You are on page 1of 27

PENGGUNAAN ABU SEKAM PADI UNTUK

MENSTABILKAN TANAH RAWA/GAMBUT

Dosen Pengampu :
Prof. Dr. Erina Rahmadyanti, S.T., M.T.
Lynda Refnitasari. S.Si., M.URP.
Disusun oleh:
Fadjar Galung Ramadhan S
(21050724025)

PROGRAM STUDI S1 TEKNIK SIPIL


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA TAHUN 2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya kepada peneliti sehingga proposal penelitian ini dapat terselesaikan
dengan baik. Berkat limpahan nikmat dan karunia Tuhan, proposal penelitian
“Abu Sekam Padi untuk Menstabilkan Tanah Rawa” ini dapat dilaksanakan
dengan lancar. Proposal penelitian ini membahas mengenai pengaruh pada suatu
tanah jika ditambahkan abu sekam padi dengan prosentase penambahan yang
selalu bertambah. Memang ada kalanya terjadi hambatan pada saat penyusunan
proposal ini yaitu penyuplai abu sekam padi yang akan ditambahkan ke dalam
beberapa sampel tanah, namun pada akhirnya dapat terselesaikan dengan
melakukan pengambila abu sekam padi di daerah Ngingas, Krian, Kabupaten
Sidoarjo. Disusunnya proposal penelitian bertujuan untuk memenuhi tugas mata
kuliah Metodologi Penelitian.
Dalam proposal ini tidak lupa peneliti mengucapkan terima kasih kepada

1. Prof. Dr. Erina Rahmadyanti, S.T., M.T., selaku dosen pengampu mata kuliah
Metodologi Penelitian.
2. Teman-teman S1 Teknik Sipil yang selalu memberikan saran atau masukan
yang sangat bermanfaat tentunya dalam penyusunan proposal penelitian ini.
3. Semua pihak yang terlibat dalam mendukung kelancaran penyusunan
proposal penelitian ini.

Semoga Allah SWT membalas segala kebaikan yang diberikan. Peneliti


memahami bahwa dalam penyusunan proposal penelitian ini terdapat keasalahan
dan jauh dari kesempurnaan. Peneliti berharap semoga proposal penelitian ini
dapat bermanfaat bagi semua orang.

Surabaya, Maret 2023

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tanah merupakan sumber daya alam yang memegang peran penting dalam
kelangsungan hidup organisme. Tanah adalah lapisan permukaan bumi, berasal
dari bahan asal yang telah diolah lebih lanjut oleh air, udara dan berbagai
organisme hidup dan mati sebagai akibat dari perubahan alam. Tingkat
perubahannya dapat dilihat pada komposisi, struktur, dan warna hasil pelapukan
(Fauizek, 2018).
Salah satu jenis persebaran lahan adalah tanah rawa, dimana tanah rawa
merupakan jenis tanah yang sebagian besar berada di bagian daratan tetapi
terendam secara periodik atau terus menerus akibat terhambatnya sistem drainase
alami. Tanah rawa memiliki struktur yang kurang baik bahkan seringkali memiliki
masalah konstruksi, salah satunya adalah penurunan muka tanah yang
menyebabkan kerusakan kontstruksi. Apabila pembangunan gedung direncanakan
di atas tanah rawa yang kondisinya tidak baik untuk konstruksi bangunan, maka
harus dilakukan tindakan perbaikan untuk menjaga stabilitas tanah dan juga
konstruksinya untuk mengurangi resiko kerusakan infrastruktur (Virginda, dkk.,
2023). Dari permasalahan tersebut perlu diadakannya survei maupun penelitian
untuk mengetahui karakteristik sifat tanah agar pekerjaan konstruksi dapat
dilakukan di tanah tersebut.
Ada beberapa cara untuk mengatasi masalah kestabilan tanah, salah satunya
dapat dilakukan perbaikan yang biasa disebut dengan stabilisasi tanah, yaitu
memperbaiki struktur tanah (rawa) yang dalam hal ini memiliki daya dukung yang
sangat rendah sehingga penurunan muka tanah lebih cepat daripada tanah dengan
daya dukung tinggi. Tujuan stabilisasi tanah adalah untuk memperbaiki sifat
mekanik tanah seperti meningkatkan kekuatan geser tanah, mengurangi
deformasi, menjamin volume yang stabil dengan mengatur batas susut dan muai
tanah, mengurangi permeabilitas tanah dan meningkatkan tanah yaitu mencegah
terjadinya degradasi agregat tanah (Gunawan, dkk., 2018). Salah satu metode
melakukan stabilisasi tanah yaitu dengan menambahkan campuran kandungan
bahan kimia (additive) (Pranata, 2012). Sekam padi yang merupakan bahan
limbah dari penggilingan padi dapat dimanfaatkan keberadaanya. Sekam padi
dapat didaur ulang karena memiliki manfaat, salah satu caranya adalah dengan
membakar sekam padi menjadi abu. Abu sekam padi yang terbentuk dari
pembakaran sekam padi mengandung senyawa kimia (Virginda, dkk., 2023).
Menurut hasil analisis, kandungan paling banyak yang terdapat dalam abu sekam
padi adalah SiO2, yaitu sebesar 80– 90 % yang memiliki sifat perekat, sehingga
banyak digunakan dalam proses reaksi dengan larutan NaOH untuk mengahsilkan
natrium silikat, oleh karena itu dapat digunakan dalam industri sebagai bahan
filler dalam produksi sabun dan deterjen, bahan adhesive (perekat), dan silica gel
(jeli silika) (Abdurrozak & Azanna, 2017).
Beberapa peneliti juga telah mempelajari penambahan bahan kimia ke dalam
campuran tanah atau stabilisasi untuk memperbaiki struktur tanah, A Sutriatno,
dkk., (2018) meneliti mengenai Pengaruh Stabilisasi Kimiawi pada Tanah
Gambut di Daerah Rawa Pening dengan Bahan Aditif Difa dan Kapur Terhadap
Nilai California Bearing Ratio (CBR). Hasil dari riset ini yaitu :
1) Berdasarkan pengujian sifat fisik yang telah dilakukan, tanah gambut di
daerah Rawa Pening memiliki kadar air sebesar 495,46%. Nilai berat jenis
sebesar 1.26 gr/cm3 dan berat volume sebesar 1,08 gr/cm3 . Nilai CBR tanah
asli di Rawa Pening sebesar 3,12% pada kondisi tanpa perendaman dan
2,63% dengan perendaman.
2) Berdasarkan ASTM D-4427 (1992), tanah gambut di daerah Rawa Pening
memiliki kadar serat sebesar 50,07% dan termasuk dalam klasifikasi gambut
hemic-peat soil (gambut matang sedang). Nilai kadar abu sebesar 22,75%,
termasuk dalam klasifikasi tanah gambut dengan kadar abu tinggi.
3) Penambahan bahan tambah dan masa pemeraman berpengaruh terhadap nilai
CBR. Nilai CBR semakin bertambah seiring dengan penambahan kadar
difa®. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa hasil paling maksimal
didapatkan pada masa pemeraman 7 hari. Nilai CBR dengan kadar kapur 5%
+ difa 0%, 1%, 2%, 3% dan 4% mengalami kenaikkan berturut-turut sebesar
197,46%, 233,17%, 273,51%, dan 325,49% Hasil dari pengujian CBR dengan
rendaman dengan kadar kapur 5% + difa® 0%, 1%, 2%, 3%, dan 4%
berturut-turut mengalami kenaikkan sebesar 185,63%, 230,18%, 267,42%,
dan 313,58%.
Di samping itu, pada tahun 2021, Indrayani, dkk., melakukan penelitian
Analisis Peningkatan Nilai CBR Tanah Rawa Menggunakan Campuran Petrasoil
dan Kapur. Hasil dari riset ini adalah penambahan petrasoil dan kapur sebagai
bahan tambah pada tanah rawa dengan klasifikasi tanah lempung dapat
meningkatkan nilai CBR tanah dari 1,55% pada keadaan tanah asli menjadi 7,88%
pada kondisi tanah yang distabilisasi menggunakan petrasoil dan kapur 20%.
Terakhir, penelitian berjudul “Pengaruh Penambahan Limbah Cangkang Tiram
Terhadap Stabilisasi Tanah Daerah Rawa” oleh A.Salim, dkk., pada tahun 2019.
Hasil dari riset ini yaitu :
1) Pada tanah Desa Lueng Gayo Kecamatan teunom Kabupaten Aceh Jaya
termasuk ke dalam lempung.
2) Pada penambahan limbah cangkang tiram pada tanah asli dapat menurunkan
kadar air optimum dan meningkatkan berat volume kering maksimum.
3) Penambahan limbah cangkang tiram untuk pengujian CBR tidak terendam
pada tanah asli akan memperbaiki sifat mekanis tanah, yaitu menyelimuti
butiran dan bekerja efektif sehingga kekuatannya meningkat.
4) Pada hasil pengujian CBR memperlihatkan bahwa nilainya meningkat pada
5% sebesar 4,58%, 10% sebesar 5,81% dan 15% sebesar 11,62% seiring
bertambahnya nilai persentase limbah cangkang tiram. Nilai tertinggi didapat
pada 15% sebesar 11,62% dan terendah pada 5% sebesar 4,58%.
Beberapa penelitian terdahulu yang telah dijelaskan masih memiliki beberapa
kelemahan yang membuat hasil dari penelitian tersebut kurang akurat. Oleh
karena itu, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang stabilisasi tanah
menggunakan abu sekam padi.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belajang yang telah dipaparkan diatas, maka dapat diambil
rumusan masalah sebagai berikut.
1. Bagaimana pengaruh konsentrasi abu sekam padi terhadap stabilitas tanah?
2. Bagaimana cara optimal untuk menggunakan abu sekam padi dalam stabilisasi
tanah untuk mencapai hasil yang paling efektif dan efisien?
3. Apakah abu sekam padi dapat meningkatkan stabilitas tanah pada jenis
tertentu?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dari proposal penelitian ini yaitu :
1. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh konsentrasi abu sekam padi
terhadap stabilisasi tanah.
2. Untuk mengetahui bagaimana cara optimal untuk menggunakan abu sekam
padi dalam stabilisasi tanah untuk mencapai hasil yang paling efektif dan
efisien.
3. Untuk mengetahui apakah abu sekam padi dapat meningkatkan stabilitas tanah
pada jenis tertentu.

1.4 Batasan Masalah


Agar pembahasan sesuai dengan tujuan penelitian, maka diberikan beberapa
batasan masalah sebagai berikut.
1. Penelititan ini menggunakan metode eksperimen yang pengujiannya
dilaksanakan dalam laboratorium mekanika tanah. Tanah gambut yang
digunakan dalam penelitian ini diambil dari sampel tanah gambut dari area
Rawa Lakbok, Ciamis, Jawa Barat.
2. Tanah yang digunakan dalam penelitian ini yaitu tanah lanau organik.
Sedangkan untuk penggunaan abu sekam padi sebesar 0%, 5%, 10%, 15%.
3. Waktu pemeraman pada setiap sampel tanah telah ditentukan yaitu 1 hari,
3 hari, 7 hari, dan 14 hari, serta sampel yang sudah tersetak dilakukan
pemeraman selama 4 hari sebelum dilakukannya pengujian.
4. Uji laboratorium yang dilaksanakan antara lain pengujian sifat fisik tanah
berupa pengujian indeks properties tanah dan pengujian mekanis tanah.

1.5 Manfaat Penelitian


Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada
pembaca, antara lain :
1. Manfaat Praktis
Dapat membandingkan kondisi asli tanah gambut yang ada dilapangan dengan
tanah gambut yang telah dicampurkan dengan abu sekam padi ditinjau dari
pengujian CBR laboratorium yang kemudian hasil dari penelitian ini dapat
dimanfaatkan sebagai acuan untuk penelitian selanjutnya mengenai stabilisasi
tanah.
2. Manfaat Teoritis
Mendapatkan nilai CBR tanah gambut dari area Rawa Lakbok, Ciamis, Jawa
Barat, yang distabilisasi dengan campuran abu sekam padi dengan metode
pengujian sifat fisik tanah, pengujian mekanis tanah, dan pengujian CBR Test.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1 Tanah
2.1.1 Pengertian Tanah
Tanah adalah lapisan terluar dari bumi. Karakteristik dan sifat tanah
bervariasi dari satu tanah ke tanah lainnya. Menurut Apriliandi (2017),
tanah memiliki ikatan antar butir yang relatif lemah, yang dapat
disebabkan oleh karbonat, bahan organik atau oksida yang mengendap
antar partikel. Ruang antar partikel bisa berisi air, udara atau yang lainnya.
Pelapukan batuan atau proses geologi lainnya yang terjadi di dekat
permukaan bumi membentuk tanah. Pembentukan tanah dari batuan
induknya dapat berupa proses fisik atau kimia. Proses fisik pembentukan
tanah, yang memecah batuan menjadi partikel yang lebih kecil, terjadi
sebagai akibat dari perubahan suhu atau cuaca. Pertikel-partikel mungkin
berbentuk bulat, bergerigi maupun bentuk-bentuk diantaranya. Secara
umum pelapukan akibat proses kimia dapat disebabkan oleh pengaruh
oksigen, karbondioksida, air (terutama yang mengandung asam atau alkali)
dan proses kimia yang lain. Jika hasil pelapukan masih pada asalnya, maka
tanah ini disebut tanah residual (residual soil) dan jika tanah berpindah
tempat maka disebut tanah terangkut (transported soil). Menurut Fauizek
(2018), tanah adalah campuran partikel yang terdiri dari satu atau semua
jenis berikut :
a. Berangkal (boulders), bongkahan batu yang besar, biasanya lebih besar
dari 250 mm sampai 300 mm. Potongan batu sepanjang 150 mm sampai
250 mm, fragmen batuan ini disebut kerakal (cobbles).
b. Kerikil (gravel), partikel batu dengan dimensi dari 5 mm sampai 150
mm.
c. Pasir (sand), partikel batuan berkisar dari 0,074 mm sampai 5 mm, dari
kondisi kasar (3-5 mm) sampai dengan kondisi halus (kurang dari 1
mm).
d. Lanau (slit), partikel batuan berukuran 0,002 mm sampai 0,074 mm.
Lanau dan lempung dalam jumlah besar ditemukan dalam endapan
yang terendapkan di danau atau di rawa-rawa di sepanjang tepi sungai.
e. Lempung (clay), partikel mineral berukuran kurang dari 0,002 mm.
Partikel ini merupakan sumber utama kohesi pada tanah yang bersifat
kohesif.
Koloid (colloids), partikel mineral bersifat “tenang” memiliki ukuran
kurang dari 0,001 mm.
2.1.2 Tanah Gambut
Tanah Gambut merupakan suatu ekosistem lahan basah yang dibentuk
oleh adanya penimbunan atau akumulasi bahan organik di hutan yang
berasal dari reruntuhan vegetasi di atasnya dalam kurun waktu lama.
Akumulasi ini terjadi karena lambatnya laju dekomposisi dibandingkan
dengan laju penimbunan organik lantai hutan yang basah atau tergenang.
Tanah gambut di Indonesia dibentuk oleh akumulasi residu vegetasi tropis
yang kaya akan kandungan nitrogen dan lignin (Samosir, 2019).
Tanah gambut yang jauh dari sungai maka akan semakin sedikit
pengaruh tanah mineral dan semakin tinggi kandungan bahan organiknya.
Kandungan bahan organik di lapisan permukaan bisa mendekati 100% dan
dengan demikian kandungan karbon organiknya bisa mencapai 60% dari
berat keringnya. Untuk dapat digolongkan sebagai tanah gambut,
kandungan karbon organiknya minimal 12% dan ketebalan gambutnya
minimal 50 cm (Agus, 2014).
Tanah gambut mempunyai sifat hydrophysical yakni mempunyai daya
serap air yang kuat sebagai bahan terlarut. Tanah Gambut mempunyai
kandungan air yang sangat besar sehingga dapat dikatakan salah satu
struktur utama pembentuk tanah gambut adalah air dan kadar air itu bisa
mencapai 300 – 400 %. Kemampuan tanah gambut menampung air dalam
jumlah yang besar dikarenakan bahwa jenis tanah ini memiliki daya serat
yang membagi ruang pori menjadi makropori dan mikropori yaitu bagian
terkecil yang terdapat di antara pori gambut itu sendiri, dengan kata lain
gambut memiliki dua kali kemampuan untuk menampung air (Nurdin,
2014).
Pembentukan gambut merupakan proses transformasi dan translokasi.
Proses transformasi merupakan proses pembentukan biomassa dengan
dukungan nutrisi terlarut, air, udara, dan radiasi matahari. Proses
translokasi merupakan pemindahan bahan oleh gerakan air dari tempat
yang lebih tinggi ke tempat yang lebih rendah dan oleh gerakan angin
akibat perbedaan tekanan. Akibat dari proses pembentukkan biomassa dan
sisa tumbuhan setempat lebih cepat dari proses perombakannya, maka
terbentuklah lapisan bahan organik dari waktu ke waktu. Proses
transformasi merupakan proses pembentukkan biomassa dari sisa
tumbuhan setempat lebih cepat dari proses perombakannya, maka
terbentuklah lapisan bahan organik dari waktu ke waktu (Anwar dan
Susanti, 2017).
2.1.3 Klasifikasi Tanah
Klasifikasi tanah adalah pengelompokan berbagai jenis tanah ke
dalam kelompok-kelompok berdasarkan karakteristiknya. Sistem
klasifikasi ini secara menggambarkan sifat-sifat umum tanah yang sangat
bervariasi, tetapi tidak ada yang memberikan penjelasan yang jelas tentang
kemungkinan kegunaannya (Fauizek, 2018). Tujuan klasifikasi tanah
adalah untuk menentukan kesesuaian untuk penggunaan tertentu dan
memberikan informasi tentang kondisi tanah dari satu daerah ke daerah
lain dalam bentuk informasi dasar seperti sifat pemadatan, kekuatan tanah,
berat isi, dan sebagaianya (Adha, 2014).
Ada dua sistem klasifikasi umum dalam mekanika tanah. Kedua
sistem tersebut mempertimbangkan distribusi ukuran butiran dan batas
Atterberg, sistem-sistem tersebut adalah :
a. Sistem Klasifikasi American Association of State Highway and
Transportation Official (AASHTO)
Sistem ini dikembangkan pada tahun 1929 sebagai Public Road
Administration Classification System. Sistem klasifikasi ASSHTO
berguna untuk menentukan kualitas tanah guna pekerjaan jalan yaitu
lapis datar (subbase) dan tanah dasar (subgrade). Karena sistem ini
ditujukan untuk pekerjaan jalan tersebut, pengunaan praktis dari sistem
ini harus dipertimbangkan terhadap maksud dan tujuan awalnya.

Sistem klasifikasi ASSHTO didasarkan pada kriteria berikut :


1) Ukuran butir
Kerikil : bagian tanah yang lolos ayakan diameter 75 mm (3 in) dan
tetap tertahan di ayakan No. 10 (2 mm). Pasir : tanah yang lolos
ayakan No. 10 (2 mm) dan tetap tertahan di ayakan No. 200 (0.075
mm). Lanau dan lempung : tanah yang lolos ayakan No. 200.
2) Plastisitas
Plastisitas adalah kemampuan tanah untuk beradaptasi terhadap
perubahan bentuk pada volume konstan tanpa retak atau hancur.
Tergantung pada kelembapannya, tanah bisa cair, plastik, semi padat
atau padat. Derajat plastisitas tanah biasanya dinyatakan dengan nilai
indeks plastisitas, yaitu selisih antara nilai batas cair dan nilai batas
plastisitas tanah. Istilah lanau digunakan ketika indeks plastisitas
partikel halus tanah adalah 10 atau kurang. Istilah lempung ketika
indeks plastisitas bagian halus tanah adalah 11 atau lebih.
3) Jika batuan (ukuran lebih besar dari 75 mm) pada sampel tanah yang
akan diklasifikasi, batu tersebut harus dikeluarkan terlebih dahulu,
tetapi persentase tanah yang dikeluarkan harus dicatat.
b. Sistem Klasifikasi Tanah Unifed Soil Classification System (USCS)
Klasifikasi ini diperkenalkan oleh Casagrande pada tahun 1942, untuk
pembangunan lapangan terbang (Fauizek, 2018). Dalam sistem ini pada
garis besarnya membedakan tanah atas tiga kelompok besar, yaitu :
1) Tanah butir kasar (coarse-granied-soil), dibawah 50% lolos saringan
No. 200, merupakan tanah berkerikil dan berpasir. Simbol kelompok
dimulai dari huruf awal G untuk kerikil (gravel) atau tanah berkerikil
dan S untuk pasir (sand) atau tanah berpasir.
2) Tanah butir halus (fine-grained-soil), diatas 50 % lolos saringan No.
200, merupakan tanah berlanau dan berlempung. Simbol kelompok
dimulai dengan huruf awal M untuk lanau anorganik, C untuk
lempung anorganik, dan O untuk lanau organik dan lempung
organik. Penggunaan simbol Pt yaitu untuk gambut (peat), dan tanah
yang mengandung organik tinggi.
3) Tanah organik (Gambut/Humus), secara laboratorium dapat
ditentukan jika selisih antara batas cair tanah contoh yang belum
dioven dengan yang telah dioven sebesar > 25%.
Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam klasifikasi USCS sebagai
berikut :
1) Persentase lolos ayakan No. 200 dan lolos ayakan No. 4.
2) Koefisien keseragaman (Cu) dan koefisien gradasi tanah (Cc).
3) Batas cair (LL) dan indeks plastisitas (PI) tanah.
2.1.4 Penurunan Daya Dukung Tanah
Penurunan daya dukung tanah atau settlement terjadi ketika beban
pada tanah melebihi daya dukungnya. Penurunan daya dukung tanah dapat
disebabkan oleh berbagai faktor seperti peningkatan beban pada tanah,
perubahan kelembaban tanah, atau pengaruh cuaca.
Pada tanah berpasir dengan permeabilitas tinggi, air dapat mengalir
dengan cepat sehingga air pori keluar sebagai akibat peningkatan tekanan
air pori dapat selesai dengan cepat. Air yang keluar dari pori-pori
dibarengi dengan penurunan volume tanah, penurunan volume tanah dapat
menyebabkan penurunan lapis tanah itu karena air pori di dalam tanah
berpasir dapat mengalir keluar dengan cepat, sehingga menyebabkan
penurunan segera dan penurunan konsolidasi terjadi secara bersamaan
(Fauizek, 2018).
Ini berbeda dari lapisan lempung jenuh air yang dapat dimampatkan.
Koefisien perkolasi lempung sangat kecil dibandingkan dengan koefisien
perkolasi kolom pasir, sehingga peningkatan tekanan air pori akibat
pembebanan perlahan-lahan menurun dalam waktu yang sangat lama. Pada
tanah lempung, perubahan volume yang disebabkan oleh air yang keluar
dari pori-pori (yaitu konsolidasi) akan terjadi sesudah penurunan segera.
Penurunan konsolidasi biasanya jauh lebih besar dan lebih lambat serta
lama dibandingkan dengan penurunan segera (Fauizek, 2018).
Oleh karena itu perlu dilakukan upaya untuk memperbaiki tanah
sedemikian rupa sehingga pada saat pembangunan gedung tidak terjadi
lagi penurunan konsolidasi, bahkan setelah selesai pembangunan, sehingga
risiko kerusakan struktur bangunan karena penurunan tanah dapat
dihindari.
2.1.5 Stabilisasi Tanah
Stabilisasi tanah didefinisikan sebagai peningkatan material jalan
lokal yang ada melalui stabilisasi mekanis atau penambahan bahan
tambahan pada tanah (Hardiyatmo, 2010). Salah satu faktor penting dalam
mendukung konstruksi yang aman adalah tanah harus memiliki daya
dukung yang cukup untuk menahan beban yang dikenakan oleh struktur.
Menurut Jatmiko (2014), tindakan stabilisasi tanah adalah sebagai berikut:
1. Meningkatkan kepadatan tanah.
2. Menambahkan bahan tidak aktif yang meningkatkan ketahanan kohesi
dan gesekan yang dihasilkan.
3. Penambahan bahan yang menyebabkan perubahan kimia atau fisik
tanah.
4. Menurut muka air tanah (drainase tanah).
5. Penggantian tanah yang kurang baik.
2.1.6 Material Penyusun Tanah
Material penyusun tanah yang bersifat heterogen dan non heterogen.
Terdapat 3 material penyusun tanah yaitu :
1. Padat, merupakan bahan organik dan mineral.
2. Cair, berupa air tanah.
3. Gas, berupa udara tanah.

Tanah dapat dibedakan menjadi 2 kategori besar terdiri dari hasil


pelapukan secara fisis dan kimia serta berasal dari bahan organik. Tanah
sisa akan terjadi apabila hasil dari pelapukan berada di tempat asalnya.
Sedangkan tanah angkut akan terjadi apabila tanah telah berpindah dari
tempat tersebut tanpa mempersoalkan pelaku Angkatan tersebut.

Tanah residual juga berada pada daerah dengan iklim sedang atau
setengah kering. Tanah yang ada pada daerah ini bersifat kaku dan stabil
serta tidak meluas kebagian tanah yang lebih dalam. Tetapi, apabila terjadi
pada iklim lembab dan paans serta mendapat penyinaran matahari yang
cukup lama, tanah residual dapat menjadi luas sampai kedalaman beberapa
meter. Tanah residual dapat menjadi tanah yang sangat stabil dan kuat,
tetapi dapat pula menjadi tanah yang mengandung bahan yang sangat
kompresibel yang terdapat di sekitar bongkahan-bongkahan batuan yang
belum lapuk. Sehingga, pada kondisi seperti ini tanah dapat menyebabkan
sulitnya untuk melakukan pekerjaan pondasi maupun konstruksi lainnya.
2.2 Abu Sekam Padi
2.2.1 Sekam Padi
Padi merupakan salah satu hasil pertanian yang sangat penting, selain
untuk memenuhi kebutuhan pangan, produksi padi juga menghasilkan
limbah berupa sekam padi. Pemanfaatan sekam padi masih sangat sedikit,
sehingga sekam masih menjadi bahan sisa yang mengganggu lingkungan
(Hananta, 2016). Sekam padi adalah kulit yang membungkus butiran
beras, dimana kulit padi terpisah dan menjadi sampah atau limbah. Sekam
padi yang merupakan limbah dari proses penggilingan padi dapat
dimanfaatkan keberadaannya. Sekam padi dapat didaur ulang karena
bermanfaat, salah satu caranya adalah dengan membakar sekam padi
menjadi abu.
2.2.2 Kandungan Senyawa Kimia dalam Abu Sekam Padi
Abu sekam padi yang merupakan hasil pembakaran sekam padi
mengandung senyawa kimia. Komposisi kimia sekam padi dapat dilihat
pada Tabel 1 :

Tabel 1. Komposisi Kimia Abu Sekam Padi


Komposisi Abu Sekam Padi
% Berat
Komponen

SiO2 86,90 – 97,30

K2O 0,58 – 2,50

Na2O 0,00 – 1,75

CaO 0,20 – 1,50

MgO 0,12 – 1,96

Fe2O3 0,00 – 0,54

P2O5 0,20 – 2,84

SO3 0,10 – 1,13

Cl 0,00 – 0,42

Dari tabel di atas terlihat bahwa kadar abu sekam padi yang paling
melimpah adalah SiO2, yaitu sebesar 86,90 – 97,30% berat (Coniwanti,
2008).
Secara kimia, kandungan silika abu sekam padi (campuran amorf dan
kristal) lebih dari 90%, selebihnya merupakan oksida dari beberapa logam.
Kandungan silika yang tinggi menjadikan abu sekam padi sebagai sumber
silika potensial yang sanat baik untuk produksi bahan berbasis silika, yang
biasanya menggunakan pasir kuarsa. Penggunaan abu sekam padi lebih
menguntungkan daripada pasir kuarsa karena mineral kuarsa di dalam
pasir bersifat kristal dan sangat stabil sehingga memerlukan pencairan
pada suhu yang relative tinggi. Abu dari sekam padi yang kandungan
silika kurang lebih sama dengan dalam pasir kuarsa, memiliki struktur
amorf sehingga suhu lelhnya tidak terlalu tinggi dan waktu pemakaiannya
tidak lama (Sulastri 2013).
2.3 Sifat Fisik Tanah
2.3.1 Kadar Air (w)
Lahan gambut mempunyai kemampuan menyerap dan menyimpan air
jauh lebih tinggi dibandingkan dengan tanah mineral. Komposisi bahan
organik yang dominan menyebabkan tanah gambut mampu menyerap air
dalam jumlah yang relatif tinggi. Kadar air tanah pada kedalaman 100-150
cm memiliki kadar yang lebih besar dibandingkan dengan kadar air tanah
yang memiliki kedalaman 50-100 cm. Sedangkan pada kadar air tanah
terendah adalah pada letak kedalaman 0-50 cm. Jadi kedalaman solum atau
lapisan tanah menentukan volume simpan air tanah dimana semakin dalam
lapisan tanah maka kadar air tanah akan semakin tinggi. Hal ini
disebabkan karena semakin dalam lapisan tanah maka kematangan gambut
semakin rendah, sehingga tanah mampu memegang air lebih banyak.
Kemampuan tanah gambut untuk menyerap dan mengikat air pada gambut
fibrik lebih besar dari gambut hemik dan saprik, sedangkan gambut hemik
lebih besar dari gambut saprik. Ketersediaan air tanah bukan hanya
berdasarkan pada tingkat kematangannya saja, tetapi hal tersebut juga
dapat dipengaruhi oleh curah hujan atau air irigasi, kemampuan tanah
menahan air, evapotranspirasi, dan tinggi muka air tanah. (Susandi, 2015).
Kadar air (w) adalah perbandingan antara berat air yang dikandung
tanah dengan berat kering tanah yang dinyatakan dalam bentuk persen.
Kadar air dapat divari dengan menggunakan rumus :
W 2−W 3
W= x 100 %
W 3−W 1
Dengan : w = Kadar air yang dinyatakan dalam persen
W1 = Berat cawan kosong
W2 = Berat cawan + berat tanah basah
W3 = Berat cawan + berat tanah kering
2.3.2 Berat Jenis Tanah (Gs)
Harga berat spesifik dari butiran tanah (bagian padat) sering
dibutuhkan dalam bermacam-macam keperluan perhitungan dalam
mekanika tanah.
Berat jenis butiran adalah perbandingan antara berat butrian tanah dengan
berat air suling pada volume yang sama dan suhu tertentu. Berat jenis
butiran dapat dicari dengan menggnakan rumus berikut :
c−a
Gs=
Hp−( d−c ) t 2
Dengan : Gs = Berat spesifik butiran
a = berat piknometer
c = berat piknometer + sampel
d = berat piknometer + aquades + sampel
HAP = harga air piknometer
t2 = temperature setelah 24 jam
2.3.3 Analisa Saringan
Variasi ukuran partikel pada tanah dinyatakan dalam bentuk
presentase dari berat kering total. Ukuran butiran pada tanah menentukan
sifat-sifat tanah tersebut. Besar kecilnya butiran-butiran yang terkandung
dalam tanah yang menjadi dasar pemberian nama dan klasifikasi pada
tanah. Oleh karena itu uji analisa butiran adalah pengujian yang paling
sering dilakukan.
Analisa ukuran butiran tanah adalah penentuan presentase berat butiran
dengan ukuran tertentu.
2.3.4 Batas Atterberg
Plastisitas tanah adalah kemampuan tanah dalam penyesuaian
perubahan bentuk pada volume yang konstan tanpa adanya retakan pada
tanah. Plastisitas dapat terjadi karena pada kandungan partikel-partikelnya
terdapat mineral lempung.
Atterbeg (1911), membagi tingkat plastisitas tanah menjadi 4 tingkatan
antara lain :
1. Tingkat plastisitas tanah 0 mempunyai sifat non plastis dan
mempunyai jenis tanah pasir.
2. Tingkat plastisitas tanah < 7 mempnyai sifat plastisitas rendah dan
mempunyai jenis tanah lanau.
3. Tingkat plastisitas tanah 7 – 17 mempunyai sifat plastisitas sedang dan
mempunyai jenis tanah lempung belanau.
4. Tingkat plastisitas > 17 mempunyai sifat plastisitas tinggi dan
mempunyai jenis tanah lempung.
2.3.5 CBR (California Bearing Ratio)
Definisi CBR adalah suatu perbandingan antara beban percobaan
dengan beban standar dan dinyatakan dalam presentase. Dengan rumus
presentase CBR = test load / standart load x 100%. Tujuan dari percobaan
ini adalah untuk menilai kekuatan dasar tanah yang dipadatkan di
laboratorium yang akan digunakan dalam perencanaan tebal suatu
perkerasan. Utnuk menentukan tebal perkerasan secara umum biasanya
kekuatan dasar tanag dinyatakan dalam nilai CBR dimana nilai tersebut
adalah hasil perbandingan kekuatan dasar tanah yang dipakai untuk
pembuatan perkerasan terhadap nilai CBR didapat dari percobaan, baik
untuk contoh asli maupun contoh yang dipadatkan. Percobaan pada CBR
juga dapat dilakukan secara langsug di lapangan. Desain CBR didapat dari
percobaan pada laboratorium dengan memperhitungan dua factor, yaitu :
1. Kadari air tanah serta berat isi kering pada waktu dipadatkan
2. Percobaan pada kadar air yang mungkin terjadi setelah perkerasan
selesai dibuat.
2.4 Penelitian Terdahulu
Salah satu data pendukung yang dijadikan sebagai acuan dan bagian
tersendiri dalam menyusun penelitian ini adalah penelitian terdahulu yang sesuai
dengan permasalahan yang sedang dibahas dalam penelitian ini. Oleh karena itu,
pada penelitian ini dilakukan pengkajian terhadap beberapa hasil penelitian berupa
jurnal ilmiah dan tesis dari internet.
Penelitian mengenai perbaikan tanah rawa/gambut sudah banyak dilakukan
dengan berbagai macam metode yang sudah ada dengan berbagai macam variasi
campuran maupun berbagai macam metode baru. Untuk lebih memudahkan
melihat penelitian terdahulu, dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 2. Tabel Penelitian Terdahulu

Judul Penelitian
1. Analisis Peningkatan Nilai CBR Tanah Rawa Menggunakan Campuran
Petrasoil dan Kapur.

Peneliti 1 Idrayani, 2021

2 Herius, 2021

3 Prabudi, 2021

4 Pratama, 2021

5 Nanda, 2021

6 Fernando, 2021

Masalah Penelitian Apabila tanah dasar yang ada berupa tanah rawa
yang mempunyai daya dukung dan kuat geset yang
rendah, maka konstruksi yang berada di atasnya
bisa mengalami kerusakan. Maka salah satu upaya
perbaikan tanah yang dapat dilakukan yaitu dengan
menambahkan petrasoil dan kapur sebagai bahan
tambah pada tanah rawa.

Kesimpulan Penelitian Penambahan petrasoil dan kapur sebagai bahan


tambah pada tanah rawa dengan klasifikasi tanah
lempung dapat meningkatkan nilai CBR tanah dari
1,55% pada keadaan tanah asli menjadi 7,88% pada
kondisi tanah yang distabilisasi menggunakan
petrasoil dan kapur 20%.

Penerbit Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas


Andalas (Unand), Sumatera Barat.
2. Pengaruh Stabilisasi Kimiawi Pada Tanah Gambut di Daerah Rawa Pening
dengan Bahan Aditif Difa dan Kapur Terhadap Nilai California Bearing
Ratio (CBR).
Peneliti 1 Sutriatno, 2017
2 Marzuko, 2017
Masalah Penelitian Pada penelitian ini dibahas cara untuk menstabilkan
tanah gambut yang mempunyai nilai daya dukung
tanah yang rendah dan gaya geser yang besar,
dengan cara menambahkan kapur dan difa pada
tanah gambut yang akan diuji.
Kesimpulan Penelitian 1 Berdasarkan pengujian sifat fisik yang telah
dilakukan, tanah gambut di daerah Rawa
Pening memiliki kadar air sebesar 495,46%.
Nilai berat jenis sebesar 1.26 gr/cm3 dan berat
volume sebesar 1,08 gr/cm3 . Nilai CBR tanah
asli di Rawa Pening sebesar 3,12% pada
kondisi tanpa perendaman dan 2,63% dengan
perendaman.
2 Berdasarkan ASTM D-4427 (1992), tanah
gambut di daerah Rawa Pening memiliki kadar
serat sebesar 50,07% dan termasuk dalam
klasifikasi gambut hemic-peat soil (gambut
matang sedang). Nilai kadar abu sebesar
22,75%, termasuk dalam klasifikasi tanah
gambut dengan kadar abu tinggi.
3 Penambahan bahan tambah dan masa
pemeraman berpengaruh terhadap nilai CBR.
Nilai CBR semakin bertambah seiring dengan
penambahan kadar difa®. Hasil dari penelitian
menunjukkan bahwa hasil paling maksimal
didapatkan pada masa pemeraman 7 hari. Nilai
CBR dengan kadar kapur 5% + difa 0%, 1%,
2%, 3% dan 4% mengalami kenaikkan
berturut-turut sebesar 197,46%, 233,17%,
273,51%, dan 325,49% Hasil dari pengujian
CBR dengan rendaman dengan kadar kapur 5%
+ difa® 0%, 1%, 2%, 3%, dan 4% berturut-
turut mengalami kenaikkan sebesar 185,63%,
230,18%, 267,42%, dan 313,58%.
Penerbit Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan
Perencanaan, Universitas Islam Indonesia, Sleman,
Yogyakarta.
3. Pengaruh Penambahan Limbah Cangkang Tiram Terhadap Stabilisasi Tanah
Daerah Rawa
Peniliti 1 Salim, 2019
2 Rahmawati, 2019
Masalah Penelitian Pada penilitian ini dilakukan dengan tujuan
menstabilan tanah rawa dari Desa Lung Gayo
Kecamatan Tenoum Kabupaten Aceh Jaya dengan
menggunakan limbah cangkang tiram guna
meningkatkan gaya dukung dari tanah.
Kesimpulan Penelitian 1 Pada tanah Desa Lueng Gayo Kecamatan
teunom Kabupaten Aceh Jaya termasuk ke
dalam lempung.
2 Pada penambahan limbah cangkang tiram pada
tanah asli dapat menurunkan kadar air optimum
dan meningkatkan berat volume kering
maksimum.
3 Penambahan limbah cangkang tiram untuk
pengujian CBR tidak terendam pada tanah asli
akan memperbaiki sifat mekanis tanah, yaitu
menyelimuti butiran dan bekerja efektif
sehingga kekuatannya meningkat.
4 Pada hasil pengujian CBR memperlihatkan
bahwa nilainya meningkat pada 5% sebesar
4,58%, 10% sebesar 5,81% dan 15% sebesar
11,62% seiring bertambahnya nilai persentase
limbah cangkang tiram. Nilai tertinggi didapat
pada 15% sebesar 11,62% dan terendah pada
5% sebesar 4,58%.
Penerbit Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas
Abulytama, Kabupaten Aceh Besar, Aceh.

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Pendekatan Penelitian


Penelitian perbaikan tanah gambut ini menggunakan abu sekam padi
menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode penelitian eksperimen. Urut
dengan langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu untuk
mendapatkan data tentang stabilisasi tanah rawa/gambut menggunakan abu sekam
padi, maka pada penelitian ini dilakukan dengan metode eksperimen.
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
3.2.1 Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian merupakan area dimana dilakukakannya penelitian
oleh pebeliti. Pada penelitian ini dimulai dari pengujian sampa dengan
menganalisa sampel tanah gambut yang ditambahkan dengan abu sekam
padi, yang dilaksanakan di Laboratorium Mekanika Tanah Institut
Teknologi Sepuluh Nopember, Keputih, Kec. Sukolilo, Kota Surabaya,
Jawa Timur.
3.2.2 Waktu Penelitian
Waktu penelitian merupakan hal penting dan sangat diperhatikan oleh
peneliti agar peneliti dapat menyelesaikan penelitian dengan efektif dan
efisien. Penelitian ini dimulai pada 26 Mei 2023 sampai dengan selesai.
3.3 Populasi dan Sampel
3.3.1 Populasi
Populasi tanah yang digunakan pada penelitian ini berasal dari daerah area
Rawa Lakbok, Ciamis, Jawa Barat.
3.3.2 Sampel
Tabel 3.1. Pengujian tanah asli

No Pengujian Jumlah paket sampel

1 Uji kadar air tanah 4 sampel

2 Uji berat spesifik 2 sampel

3 Uji Atterberg
a. Uji batas cair 6 sampel
b. Uji batas plastis

4 Uji Analisa saringan 2 sampel

5 Uji pemadatan standar 6 sampel

6 Uji CBR tanah asli 6 sampel

Total 26 sampel
Tabel 3.2. Pengujian pemadatan standar tanah campuran

Pengujian Jumlah sampel


Pengujian pemadatan ringan tanah campuran
- Tanah + 5% Abu sekam padi
10 sampel
- Tanah + 10% Abu sekam padi
10 sampel
- Tanah + 15% Abu sekam padi
10 sampel
Total
30 sampel

Tabel 3.3. Variasi campuran dan pembuatan benda uji CBR

Lama Jumlah Variasi 1 Variasi 2 Variasi 3 Variasi 4


pera PK
m

10 PK 1 paket sampel 1 paket sampel 1 paket sampel 1 paket sampel


1 hari 30 PK 1 paket sampel 1 paket sampel 1 paket sampel 1 paket sampel
65 PK 1 paket sampel 1 paket sampel 1 paket sampel 1 paket sampel

10 PK 1 paket sampel 1 paket sampel 1 paket sampel 1 paket sampel


3 hari 30 PK 1 paket sampel 1 paket sampel 1 paket sampel 1 paket sampel
65 PK 1 paket sampel 1 paket sampel 1 paket sampel 1 paket sampel

10 PK 1 paket sampel 1 paket sampel 1 paket sampel 1 paket sampel


7 hari 30 PK 1 paket sampel 1 paket sampel 1 paket sampel 1 paket sampel
65 PK 1 paket sampel 1 paket sampel 1 paket sampel 1 paket sampel

14 10 PK 1 paket sampel 1 paket sampel 1 paket sampel 1 paket sampel

hari 30 PK 1 paket sampel 1 paket sampel 1 paket sampel 1 paket sampel


65 PK 1 paket sampel 1 paket sampel 1 paket sampel 1 paket sampel
Jumlah 12 paket 12 paket 12 paket 12 paket
sampel sampel sampel sampel

Total 48 paket sampel

3.4 Variabel dan Definisi Operasional Penelitian


Variabel penelitian merupakan suatu aktivitas yang memiliki beragam variasi
yang ditentukan oleh peneliti untuk dipelajari dan akan ditarik kesimpulan.
Variabel penelitian dapat digunakan sebagai sarana guna menyiapkan peralatan
dan metode pengumpulan data, mengolah data dan menguji hipotesis. Variabel
dan variasi yang digunakan dapat beraneka ragam, baik dalam penggunaan
metode pendekatan kuantitatif maupun kualitatif. Penjabaran variabel dari judul
penelitian ini dapat dipaparkan sebagai berikut :
A. Berat Tanah Gambut
Berat tanah gambut yang digunakan pada penelitian ini bervariasi untuk
setiap pengujian yang dilakukan, Tanah gambut yang digunakan memiliki berat
berkisar 500 gram untuk setiap paket sampel yang digunakan pada runtutan
pengujian yang dilaksanakan, seperti Uji kadar air, Uji berat spesifik, Uji
Atterbag ( Uji batas plastis & Uji batas cair ), Uji analisa saringan, Uji
pemadatan standar, dan Uji CBR.
B. Presentase abu sekam padi
Abu sekam padi yang ditambahkan pada tanah gambut akan diatur sesuai
dengan metode yang akan digunakan yaitu dengan variasi campuran abu sekam
padi 0% (tanah asli), 5%, 10%, dan 15% abu sekam padi terhadap berat total
tanah kering untuk uji CBR.
C. Nilai California Bearing Test (CBR)
Pengujian California Bearing Test (CBR) merupakan metode yang
digunakan untuk menentukan kekuatan tanah dengan membandingkan gaya
tahanan penetrasi piston terhadap tanah dengan gaya tahanan sejenis. Pada
penelitian ini nilai CBR menjadi faktor untuk mengidentifikasi daya dukung
tanah, sehingga diharapkan dapat menjadi pembanding antara nilai CBR tanah
gambut tanpa abu sekam padi dan tanah gambut yang ditambahkan abu sekam
padi sesuai dengan komposisi yang sudah diatur.
Variabel yang terdapat dalam penelitian ini meliputi :
A. Variabel bebas
Variabel bebas yang digunakan pada penelitian ini yaitu komposisi dari
berat tanah gambut dan komposisi presentase abu sekam padi yang
ditambahkan dalam tanah gambut.
B. Variabel terikat
Variabel terikat yang digunakan pada penelitian ini yaitu nilai CBR daripada
campuran antara tanah gambut dengan abu sekam padi.
3.5 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimen
atau percobaan. Sampel tanah yang telah diberi perlakuan diteliti secara langsung.
Pengujian yang dilakukan dalam penelitian ini antara lain :
3.4.1 Pengujian Sifat Fisik Tanah
A. Pengujian Berat Spesifik
B. Pengujian Kadar Air
C. Pengujian Batas-batas Atterberg
D. Analisa Saringan
3.4.2 Pengujian California Bearing Rasio (CBR)
3.4.3 Pengujian Standart Proctor Test (SPT)
3.6 Teknik Pengolahan Data
Pada tahap akhir penelitian, dilakukan pengolahan data. Proses ini melibatkan
analisis data yang telah dikumpulkan dari sejumlah pengujian yang dilakukan
sebelumnya. Analisis data bertujuan untuk mengorganisir dan menjelaskan data
yang telah dikumpulkan, dengan maksud menghasilkan rangkuman atau simpulan
yang lebih mudah dipahami oleh orang lain.
Analisis data dalam penelitian ini dimulai dengan mengorganisir data ke
dalam tabel dan membuat grafik dari data yang diperoleh. Kemudian melakukan
analisis statistik yaitu menggunakan teknik analisis data Anava Ganda.
3.7 Diagram Alir

Mulai

Persiapan Bahan :
1. Tanah Gambut
2. Abu sekam padi

Pengujian Sifat Fisik, CBR, dan Standart Proctor Test Tanah


Asli

Pembuatan Benda Uji CBR Pembuatan Benda Uji Standart Proctor Test
1. Tanah + 5% Abu Sekam
2. Tanah + 10% Abu Sekam
3. Tanah + 15% Abu Sekam

Pengujian CBR Pengujian SPT

Analisa Hasil Pengujian

Membuat Kesimpulan

Selesai

You might also like