You are on page 1of 9

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN SKA

(SINDROMA KORONER AKUT)

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 6

 WINARNI ( 2127037 )

 SOFIATUR ROHMI (2127032)


 SIGIT NUGROHO (2127030)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

FAKULTAS KESEHATAN

UNIVERSITAS WIDYA HUSADA SEMARANG

2022/2023
Abstrak

Sindrom koroner akut atau SKA merupakan masalah utama pada kardiovaskular
karena menyebabkan angka perawatan rumah sakit dan kematian yang tinggi. Berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan EKG, dan pemeriksaan marka jantung sindrom
koroner akut diklasifikasikan menjadi unstable angina atau angina pectoris (UAP), non-ST
segment elevation myocardial infarction (non-STEMI), dan ST segment elevation
myocardial infarction (STEMI). Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan adalah
pemeriksaan darah lengkap, kimia darah, tes darah rutin, gula darah sewaktu, koagulasi
darah, status elektrolit, dan panel lipid.

Pengertian

Sindrom koroner akut atau SKA merupakan masalah utama pada kardiovaskular
karena menyebabkan angka perawatan rumah sakit dan kematian yang tinggi (Irmalita,
2015, p. 1). Sindrom koroner akut terjadi karena proses pengurangan pasokan oksigen yang
dipicu oleh adanya robekan pada plak aterosklerotik dan berkaitan dengan adanya inflamasi,
vasokontriksi, mikroembolisasi, dan thrombosis (Pusmarini, Jastria, Mustofa, 2015, p. 258).
Sindrom koroner akut merupakan kasus kegawatan dari penyakit jantung koroner (PJK)
yang terjadi karena proses penyempitan pembuluh darah sehingga aliran darah koroner
berkurang secara mendadak (Irman et al., 2020, p. 22).

Acute Coronary Syndrome atau Sindrom Koroner Akut digunakan untuk


menggambarkan pasien yang memiliki angina tidak stabil atau infark miokard akut. Pada
SKA diyakini bahwa plak aterosklerotik dalam koroner pecah, menghasilkan agregasi
thrombosit atau penggumpalan, pembentukan thrombus atau bekuan, dan vasokontriksi.
Jumlah gangguan plak aterosklerotik menentukan derajat obstruksi arteri koroner
(penyumbatan) dan proses penyakit spesifik. Arteri harus memiliki setidaknya 40%
akumulasi plak sebelum mulai mneghalangi aliran darah (Workman, 2016, p. 758).

Klasifikasi

Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan EKG, dan pemeriksaan


marka jantung sindrom koroner akut diklasifikasikan menjadi unstable angina atau angina
pectoris (UAP), non-ST segment elevation myocardial infarction (non-STEMI), dan ST
segment elevation myocardial infarction (STEMI). Ketiga kondisi tersebut menggambarkan
berbagai tingkatan ketidakseimbangan antara kebutuhan oksigen dan suplai oksigen ke
miokard dan mengarah pada tiga tahapan yang berbeda dari iskemia miokard (Kurniati,
2018, p. 176).

Etiologi

a) Tebalnya endapan lemak/plak pada dinding pembuluh darah menyebabkan


penurunan aliran darah miokard akibat penyempitan arteri koroner
b) Sumbatan dinamis akibat spasme lokat arteri coroner epikardial
c) Katup jantung yang abnormal
d) Infeksi bakteri
e) Faktor ekstrinsik seperti anemia, hipotensi dan takikardi (Irman et al., 2020, p. 23)
Tanda dan gejala
a) Nyeri dada atau rasa tidak nyaman yang tidak hilang dengan istirahat.
b) Nyeri atau ketidaknyamanan seperti, rasa terbakar, diremas, sesak, tertekan , atau
nyeri.
c) Seringkali nyeri menyebar ke tangan, leher, rahang, punggung, atau bahu.
d) Disertai dengan mual, muntah, sesak nafas, keringat dingin, lemah, pusing, sinkop,
dan jantung berdebar.
e) Tanda dari kegagalan ventrikel kiri (krakles, suara jantung S3, distress pernapasan)
jika infark mengenai area yang luas pada bagian anterior ventrikel kiri.
f) Takikardi muncul sebagai akibat dari stimulasi simpatis, bradikardi atau berbagai
derajat AV blok sering terjadi pada infark miokard inferior (Kurniati, 2018, p. 177)

Faktor Risiko

Ada sejumlah faktor risiko baik yang tidak dapat dimodifikasi maupun yang dapat
dimodifikasi (Workman, 2016, p. 760) :

a. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi adalah karakteristik pribadi yang tidak
dapat diubah atau dikendalikan. Faktor- faktor risiko ini yang berinteraksi satu sama
lain, termasuk usia, jenis kelamin, riwayat keluarga, dan latar belakang etnis. Orang-
orang dengan riwayat keluarga CAD memiliki risiko tinggi untuk mengembangkan
penyakit ini.
b. Faktor risiko yang dapat dimodifikasi adalah pilihan gaya hidup yang dapat
dikontrol oleh pasien seperti merokok, batasi aktivitas fisik, hipertensi, diabetes
miletus, obesitas, alcohol, stress berlebihan.
PATOFISIOLOGI

Asuhan Keperawatan Sindrom Koroner Akut

A. Pengkajian
Pengkajian data subyektif, data obyektif. Data obyektif diperoleh melalui
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan fisik klien SKA berupa
pemeriksaan airway, breathing, circulation, disability, dan exposure.
- Pemeriksaan airway dilakukan untuk melihat apakah klien mengalami sumbatan
atau tidak, aada perdarahan atau tidak, apakah klien mengalami bunyi napas
tambahan atau tidak.
- Pemeriksaan breathing untuk melihat apakah ada gerakan dada klien simetris atau
tidak, apakah klien menggunakan otot bantu napas atau tidak, bunyi napas klien
normal atau tidak, respiratory rate normal atau tidak.
- Pemeriksaan circulation untuk melihat tanda-tanda vital meliputi TD, nadi, suhu,
SPO2, CRT.
- Pemeriksaan disability meliputi pemeriksaan GCS
- Pemeriksaan exposure untuk melihat atau mengetahui adanya pembengkakan ,
fraktur dan perdarahan

Riwayat penyakit sekarang

Pada pengkajian riwayat penyakit sekarang biasanya klien mengeluh nyeri dada
ketika beristirahat, terasa panas d dada menjalar ke lengan dan punggung dengan skala
nyeri sedang hingga berat yang berlangsung lebih dari 20 menit dan menetap. Selain itu
klien mengeluh nyeri ulu hati, mual muntah, sesak napas, bekeringat dingin, mengeluh
gangguan pencernaan dan badan terasa lemah secara mendadak.

Riwayat penyakit sebelumnya

Klien pada umunya mengatakan pernah menderita DM, hipertensi, kebiasaan


merokok, bekerja terlalu berat.

Riwayat penyakit keluarga

Pada umumnya klien mengatakan ada riwayat keluarga dengan penyakit jantung,
DM, dan hipertensi.

Pemeriksaan Fisik

- Ditemukan sesak nafas, sinkop, suara jantung 3 (S3), ronkhi basah halus dan
hipotensi
- Selain nyeri pasien SKA juga sering mengalami kecemasan. Oleh karena itu
perawat perl mengidintifikasi kecemasan

Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan darah lengkap, kimia darah, tes darah rutin, gula darah sewaktu,
koagulasi darah, status elektrolit, dan panel lipid (Irmalita, 2015, p. 11).

Pemeriksaan penunjang

- Pemeriksaan rekan jantung yang harus dilakukan dalam waktu kurang lebih 10
menit. Hasil rekaman jantung berupa irama jantung ST elevasi persisten/menetap,
ST abnormal dan irama jantung nrmal atau yang tidak dapat ditentukan
- Pemeriksaan marka/ enzim jantung menunjukkan adanya peningkatan trooponin dan
CK- MB
- Tindakan noninvasif seperti foto polos dada dan invasif (coronary angiography)
(Irman et al., 2020, pp. 60–61)
B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut
2. Kecemasan
3. Penurunan curah jantung
4. Intoleransi aktivitas (Irman et al., 2020, p. 63)
C. Intervensi Keperawatan
1. Tahap Perencanaan, tahap ini merupakan sebuah proses perencanaan dalam
menyusun intervensi yang bertujuan mencegah, mengurangi, dan meminimalkan
masalah-masalah yang dialami oleh klien.
2. Sumber data, seorang perawat perlu mengkaji kembali data-data klien meliputi
pengkajian waktu klien pertama kali masuk RS, perumusan diagnosa keperawatan
pada saat masuk RS, keluhan utama klien yang menjadi alasan masuk RS,
pemeriksaan penunjang, pemeriksaan fisik, dan pengkajian riwayat kesehatan.
3. Langkah-langkah perencanaan keperawatan
a. Penentuan prioritas diagnosis, untuk membuat prioritas tindakan keperawatan,
yang diurutkan berdasarkan tingkat kegawatan atau yang mengancam nyawa
yang meliputi prioritas tinggi, sedang, dan rendah serta berdasarkan kebutuhan
maslow meliputi kebutuhan fisiologis, keselamatan dan keamanan, kebutuhan
mencintai dan dicintai, harga diri,aktualisasi diri.
b. Penentuan tujuan hasil yang diharapkan
c. Penentuan rencana tindakan (Irman et al., 2020, pp. 63–64).

Berikut salah satu contoh intervensi yang dapat diberikan pada pasien SKA
berdasarkan diagnosis diatas :

Nyeri akut

Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis (iskemia jaringan

sekunder terhadap sumbatan arteri yang ditandai dengan: penurunan curah

jantung) (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016).

Tujuan: tingkat nyeri menurun dalam waktu 3 x 24 jam


Kriteria hasil:

Keluhan nyeri menurun, kesulitan tidur menurun, frekuensi nadi membaik,

pola napas membaik, tekanan darah membaik, nafsu makan membaik, pola

tidur membaik (Tim Pokja SLKI DPP PPNI, 2019).

Intervensi keperawatan:

- Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri

Rasional: untuk mengetahui tingkat nyeri pasien.

- Identifikasi respons nyeri non verbal

Rasional: untuk mengetahui tingkat ketidaknyamanan dirasakan oleh pasien

- Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri

Rasional: untuk mengurangi faktor yang dapat memperburuk nyeri yang

dirasakan pasien.

- Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (misal suhu

ruangan, pencahayaan, kebisingan)

Rasional: untuk mengurangi tingkat ketidaknyamanan yang dirasakan

pasien

- Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri (seperti

teknik relaksasi)

Rasional: agar pasien mampu menggunakan teknik nonfarmakologis dalam

memanajemen nyeri yang dirasakan.

- Kolaborasi pemberian analgetik

Rasional: pemberian analgetik dapat mengurangi rasa nyeri


D. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan merupakan alur pelaksanaan keperawatan
untuk membantu klien dalam mencapai status kesehatan yang optimal yang
didasarkan pada kriteria hasil yang diharapkan (Irman et al., 2020, p. 73).
E. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan merupakan tahap akhir proses keperawatan yang
sistematis dan terencana antara hasil akhir yang telah diamati dan atau kriteria
hasil yang telah diamati dan atau kriteria hasil yang dibuat pada tahap
intervensi. Tujuan dan hasil evaluasi tercapai jika klien menunjukkan
perubahan sesuai standar yang ditentukan, tujuan tercapai sebagaina atau klien
masih dalam proses pencapaian tujuan dan tujuan tidak tercapai jika klien
menunjukkan sedikit perubahan bahkan tidak ada kemajuan samasekali dan
timbul masalah baru (Irman et al., 2020, pp. 75–76)

Daftar Pustaka

Irmalita, D. (2015). PEDOMAN TATALAKSANA SINDROM KORONER AKUT


(ketiga). Centra Communications.

Irman, O., Nelista, Y., & Keytimu, Y. M. H. (2020). Buku Ajar Asuhan
Keperawatan pada Pasien Sindrom Koroner Akut. Qiara Media.

Kurniati, A. dkk. (2018). Keperawatan Gawat Darurat dan Bencana Sheehy.


ELSEVIER.

Pusmarini, Jastria, Mustofa, dan E. D. (2015). Pengaruh Pemberian Edukasi


Obat terhadap Kepatuhan Minum Obat Warfarin pada Pasien Sindrom
Koroner Akut dan Fibrilasi Atrium di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah
Yogyakarta. 4(2), 257–263.

Workman, I. dan. (2016). MEDICAL-SURGICAL NURSING Patient Centered


Collaborative Care. ELSEVIER.

You might also like