You are on page 1of 19

MAKALAH

AHKLAK TASAWUF

Disusun Oleh :

Munawarah
Nurlayani
Cut Nidar

Dosen Pengampuh:
Syahwaluddin, M.A

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM DARUL HIKMAH


( STAI DH ) ACEH BARAT
TAHUN 2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan Rahmat dan
Karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan Makalah yang berjudul “Akhlak
Tasawuf” ini tepat pada waktunya.

Shalawat beriring salam tak lupa kami sampaikan kepada Nabi Muhammad SAW
yang telah menerangi semua ummat di muka bumi ini dengan cahaya kebenaran.
Ucapan terima kasih kami kepada Dosen Pengasuh serta mengucapkan terima kasih
kepada pihak-pihak yang telah ikut membantu dalam penyelesaian penyusunan makalah ini
yang telah membantu dan membagi pengalamannya kepada kami.
Kami menyadari bahwa dalam makalah ini masih terdapat berbagai kekurangan dan
kesalahan, baik dari segi isi maupun dari segi bahasa. Untuk itu, kami mengharapkan kritik
dan saran dari pembaca yang bersifat konstruktif untuk penyempurnaan makalah ini.
Kami berharap agar makalah ini dapat berguna dan bermanfaat bagi pembaca. Amin.

Meulaboh, 14 Maret 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ......................................................................................... i


Daftar Isi....................................................................................... ii
A. Latar Belakang................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah........................................................................... 1
C. Tujuan............................................................................................. 1

BAB II PEMBAHASAN..................................................................... 3
A. Pengertian Akhlak-Tasawuf Secara Lughawi
(Bahasa).......................................................................................... 2
B. Pengertian Akhlak-Tasawuf Secara Istilah.................................... 4
C. Alqur’an Dan Assunnah Sebagai Sumber Ajaran Akhla…………. 6
D. Ayat-ayat Al-Qur’an yang Berkaitan dengan
Akhlak.................................................................................... 6
E. Kehidupan Tasawuf Nabi Muhammad SAW …………………….. 9
F. Praktik (Akhlak) Tasawuf Nabi Muhammad SAW ……………… 12

BAB III PENUTUP........................................................................ 15


A. Kesimpulan..................................................................................... 15
B. Saran............................................................................................... 15
DAFTAR PUSTAKA..................................................................... 16

ii
1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Indonesia termasuk salah satu wilayah di belahan dunia yang memiliki beberapa
kepercayaan dan agama yang dianut oleh warga negaranya salah satunya agama yang diyakini
oleh mayoritas masyarakatnya ialah agama Islam. Diantara banyaknya ajaran-ajaran yang
terdapat di dalam agama Islam antara lain membahas mengenai akhlak seperti Akhlak
Tasawuf. Akhlak tasawuf juga termasuk khazanah intelektual Muslim yang kehadirannya
hingga saat ini semakin dirasakan dan dibutuhkan. Secara historis dan teologis Akhlak
Tasawuf tampil mengawal dan memandu perjalanan hidup umat agar selamat dunia dan
akherat. Sebagaimana tujuan utama Rasulullah saw. diutus ke bumi adalah untuk
menyempurnakan akhlak yang mulia. Itulah yang menjadi faktor keberhasilan Beliau dalam
berdakwah menyebarkan agama Islam. Semua manusia ciptaan Allah hendaklah memiliki
akhlak mulia seperti yang telah dicontohkan oleh nabi Muhammad saw. Adapun pada zaman
modern layaknya sekarang, kita dihadapkan berbagai masalah terutama masalah akhlak dan
moral yang cukup serius, yang apabila dibiarkan dan tak ada yang peduli maka akan
menghancurkan masa depan bangsa. Maraknya kejahatan dan perbuatan yang menyimpang
dari aturan agama telah kita lihat, dengarkan dan juga dirasakan oleh semua orang, membuat
pentingnya mengkaji dan mempelajari Akhlak Tasawuf pada kehidupan saat ini. Bukan hanya
dengan uang, ilmu pengetahuan dan teknologi saja, tetapi harus dibarengi dengan penanganan
di bidang akhlak mulia dan mental spritual.

B. Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian dari Akhlak dan Tasawuf ?
2. Apa sajakah klasifikasi dan ruang lingkup dalam ajaran ilmu Akhlak dan Tasawuf
3. Bagaimanakah manfaat mempelajari Akhlak Tasawuf dalam kehidupan sehari-hari ?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian daripada ilmu Akhlak dan Tasawuf.
2. Untuk mengetahui klasifikasi-klasifikasi dan ruang lingkup yang termasuk dalam ajaran
ilmu Akhlak dan Tasawuf.
3. Untuk mengetahui manfaat mempelajari Akhlak Tasawuf dalam kehidupan sehari-hari.
2

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Akhlak-Tasawuf Secara Lughawi (Bahasa)

Adapun akhlak merupakan jamak dari KHULQ yang artinya tingkah laku, perangai, sifat atau
kebiasaan yang dalam bahasa indonesia disebut dengan moral.
TASAWUF secara Etimologi para ahli ternyata berbeda pendapat, diantaranya:
1. Tasawuf berasal dari istilah yang dikonontasikan dengan yang berarti
sekelompok orang dimasa Rasul yang hidup nya berdiam di serambi mesjid
nabawi,dan mereka mengabdikan hidupnya untuk beribadah kepada allah swa.
2. Ini di nisbatkan kepada orang yang solat selalu berada pada staf yang pertama
3. Ada juga yang mengatakan TASAWUF itu berasal dari kata yaitu sejenis
buah-buahan kecil yang berbulu dimana banyak tumbuh di gurun pasir arab saudi.
Pengambilan kata ini karena melihat orang-orang sufi banyak memakai pakaian yang
berbulu dan hidup dalam kesengsaraan fisik namun kaya dari segi batinnya.
4. Ada juga menafsirkan dengan kata atau artinya bersihkan para ahli suffi banyak di
arahkan pada pensucian batin untuk mendekatkan diri pada Allah swa dan masih ada
yang lain.1

B. Pengertian Akhlak-Tasawuf Secara Istilah

Oleh karena akhlak-tasawuf secara lughoh saja para ulama berbeda pendapat maka begitu
juga akhlak-tasawuf secara istilah di bawah ini akan kami kemukakan beberapa pendapat:
1. Menurut Al-Jurairi
Artinya: Memasukkan segala akhlak yang mulia (tinggi, yang bercahaya) dan
mengeluarkan dari segala akhlak yang rendah.
2. Menurut Al-Junaidi Ialah:
Ialah bahwa yang hak adalah yang mematikanmu dan hak lah yang
menghidupkanmu.
3. Menurut Abu Hamzah, Ia memberi ciri-ciri ahli Tasawuf:
Artinya: Tanda sufi yang benar adalah berfakir, setelah dia kaya, merendahkan diri
setelah ia bermegah-megah, menyembunyikan diri setelah tidak kenal, dan tanda
sufi yang palsu (buruk) ialah kaya setelah ia fakir, berrmegah-megah setelah ia
hina dan tersohot setelah ia bersembunyi.

1
Muhammad ghalab, At-tasawuf Al-mukarin, Maktabah An-nahdlah,T.T., Hlm:26-27
3

4. Amir bin Usman Al-Maliki berpendapat


Artinya: adalah seorang hamba yang setiap waktunya mengambil waktu yang
utama.

Dari ungkapan-ungkapan diatas maka jauh sangat lebih bagus kita lihat apa yang
telah disimpulkan oleh Al-Junaidi. Bahwa akhlak Tasawuf itu ialah:
Membersihkan hati dari apa yang (mengganggu perasaan kebanyakan
makhluk, berjuang menanggalkan pengaruh budi yang asal (insting) kita
memadamkan sifat-sifat kelemahan kita sebagai manusia, menjauhi segala seruan
dari hawa nafsu, mendekati sifat-sifat suci kerohanian, dan bergantung pada ilmu-
ilmu hakikat, memakai2

C. Alqur’an Dan Assunnah Sebagai Sumber Ajaran Akhlak

A. Konsep Dasar Pendidikan Akhlak Menurut al-Qur’an dan al-Hadis

Akhlak bersumber pada al-Qur’an yang tidak diragukan lagi Keasliannya dan kebenarannya,

dengan Nabi Muhammad SAW.. sebagai The living Qur an. Akhlak Islam adalah scbagai alat

untuk mengontrol Semua perbuatan manusia, dan setiap perbuatan manusia diukur dengan

Suatu sumber yaitu a-Qur an dan as-Sunnah. Dengan demikian, manusia harus selalu

mendasarkan pada al-Qur’an dan as-Sunnah sebagai sumber akhlak.

A-Qur an ini merupakan ensiIklopecdi kOnsep normatit umum. Untuk memperjelas,

memperluas dan menjabarkannya, baik secara konseptual maupun praktis, sumber kedua

dipakai yaitu as-Sunnah. Dalam bahasa teknisnya, meneladani pemikiran ulama, selama masih

bersumber kepada al-Qur’an dan al-Hadis yang shahih, atau sekurang- kurangnya tidak

bertentangan langsung atau tidak langsung terhadap kedua sumber tersebut, dapat saja dipakai

untuk memperluas, memperdalam, memperjelas dan memperlancar pengembangan konseptual

tentang akhlak dan pengamalannya secara fungsional”. Pemikiran di atas pada hakekatnya

merupakan data kesejarahan bagaimana umat yang iman kepada al-Qur’an dan al-Hadis

bergulat dengan kedua sumber otentik tersebut. Karena itu layak juga dipertimbangkan.

Sementara itu, untuk menyusun klaster dari konsep- konsep normatif akhlak yang begitu

banyak termuat dalam al-Qur’an dan al-Hadis, sebenarnya tidak ada patokan yang baku.

2
Ahmad, op. cit.. hlm 96-98
4

Namun sebagai ancar- ancar, penyusunan klaster tersebut banyak dipengaruhi oleh faktor-

faktor: (1) penguasaan makna yang tersurat dan tersirat dari kedua Sumber (al-Qur’an dan al-

Hadis); (2) keluasan wawasan penyusunan klaster. Untuk memberikan ilustrasi konkrit

tentang peluang luas untuk menentukan sendiri model-model klaster dari konsep-konsep

normaif akhlak tersebut, secara garis besar sebagai berikut. (1) al- akhlāqut mahmüdah; (2) al-

akhlāqul madzmümah; (3) mahabbalh: (4) adab-adab. Juga rumusan yang lain: (1) akhlak

terhadap Allah SWT; (2) akhlak terhadap Rasulullah SAW.: (3) akhlak dalam keluarga; (5)

akhlak bermasyarakat; dan (6) akhlak bernegara. Sementara itu, Muhammad Abdullah Draz”

dalam kitabnya Dusiir al-Akhlāq ji al-Islām memberikan modcl-model klaster dari konsep

normatif akhlak kepada lima bagian. yaitu: 1) Akhlak Pribadi (al- akhlaq alfardiyah). Terdiri

dari: (a) yang diperintahkan (al-awunir); (b) yang dilarang (an-nawahi); (c) yang dibolehkan

(al-mubahat); dan (d) akhlak dalam keadaan darurat (al-mukhalafah bi al-idhtirar). 2) Akhlak

Berkeluarga (al-akhlaq al-usariyah). Terdiri dari: (a) kewajiban timbal balik orangtua dan

anak (wajibat nahwu al-usul wa al-furu”); (6) kewajiban suami isteri (wajibat baina al-azwaj);

dan (c) kewajiban terhadap kerabat karib (wajibat nahwa al-aqarib). 3) Akhlak Bermasyarakat

(ul-ukhlaq al-ijtinmaiyyah). Terdiri dari: (a) yang dilarang (al-mahzural); (b) yang

diperintahkan (al-awamir); dan (c) kaedah- kaedah adab (qawaid al-adab). 4) Akhlak

Bernegara (al-akhlaq al- daulah). Terdiri dari: (a) hubungan antara pemimpin dan rakyal (al-

alaqah baina ar-rais wa usy-sya ‘b); dan (b) hubungan luar negeri (ul- alaqat al-kharijiyyah).

5) Akhlak Beragama (al-akhlaq al-diniyyah). Yaitu kewajiban terhadap Allah SWT. (wajibat

nahwa Allah). A-Qur’an adalah kitab petunjuk mengenai akhlak yang urní menerangkan

norma, keagamaan dan kesusilaan yang harus diikuti oleh manusia dalam kehidupan secara

individu dan kolektif, sebagaimana firman Alah SWT, dalam QS. Al-Isra [17]: 9:

Artinya: “Sesungguhnya Al-Qur’an ini memberikan petunjuk kepadu (jalan) yang lurus dan

memberi khabar genmbira pada orang- orang mukmin yang mengerjakan amal saleh bahwa

bugi mereka pahala yang besar Ayat ini menjelaskan bahwa tujuan al-Qur an adalah

memberikan petunjuk kepada manusia.


5

Tujuan ini akan tercapai dengan memperbaiki hati dan akal manusia dengan akidah-akidah

yang benar dan akhlak yang mulia, serta mengarahkan tingkah laku mereka kepada perbuatan

yang baik”, sehingga aktualisasi nilai-nilai al-Qur an menjadi sangat penting, karena tanpa

aktualisasi kitab suci ini, umat Islam akan menghadapi kendala dalam upaya internalisasi

nilai-nilai Qur’ani sebagai upaya pembentukan pribadi umat yang beriman, bertakwa,

berakhlak mulia, cerdas, maju dan mandiriso, Menurut Rahman”, bahwa di dalam al-Qur’an

mengandung dasar-dasar ajaran moral atau akhlak. Ajaran moral atau akhlak merupakan inti

dari ajaran al-Qur’an. Ta menulis: We have repeatedly emphasized that the basic elan of the

Qur an is moral and we have pointed to the ideas of social and economic justice that

immediately followed from it in the Qur ‘an. Di dalam tulisannya yang lain, Rahman

menjelaskan bahwa akhlak tersebut menekankan pada keadilan sosial dala bidang ekonomi

dan egalitarianisme (anggapan bahwa setiap orang mempunyai kedudukan sama atau

sederajat). Keadilan dan egalitarianisme ini nampak pada setiap ayat di dalam al-Qur’an.

Bahkan ajaran ukun Islam yang lima sekalipun sasaran akhirnya adalah komunitas yang

berkeadilan sosial dan berprinsip egalitarianisme. Sebagai contoh adalah salat, yang biasanya

dikategorikan sebagai ibadah yang sangat murni dan juga individual. Salat diwajibkan kepada

setiap Muslim, tanpa dilîhat status sosialnya. Dispensasi salat, seperti rukhsah dan lain-lain.

juga diberikan bukan atas dasar kedudukan sOsial, namun lebih atas dasar kondisi fisik atau

psikis tanpa melihat masalah status sosial, keturunan atau ekonomi. Sementara zakat jelas

sekali muatan keadilan sosialnya. Memang sering nilai uang mempunyai peranan kelika bisa

dijadikan alat untuk mengganti kewajiban tertentu, ketika seseorang sama sekali tidak mampu

menjalankannya seperti ajaran fidyah, kaffarah, atau lainnya. Namun, itu semua bisa dipahami

justru nilai keadilan sosialnya lebih kentara. Artinya, kewajiban pribadi, yang semula hanya

kembali kepada pribadinya, bisa beralih menjadi kemanfaatan kepada sosial. Sementara itu,

Al-Hadis, oleh para ahli imam, disepakati sebagai Sumber hukum Islam terdapat di dalam AI-

Qur’an. Sebagaimana Difirmankan Allah SWT. Dalam QS. Al-Nisa [4]: 64,

Artinya: “Dan kami tidak mengutus seorang Rasul melainkan Untuk ditaati dengan seizin-
6

Nya”. Ketentuan tersebut scjalan dengan firman Allah SWT., bahwa Dalam pribadi

Rasulullah SAW.. terkandung akhlak mulia, yang tentunya Menjadi teladan bagi umat

manusia . jadi jelaslah bahwa hadis Merupakan alternatil kedua sctelah al-Qur’an yang akan

memberīkan Ketentuan hidup kepada manusia di dalam berbagai bidang kehidupan Termasuk

di dalamnya pula tuntunan tentang pendidikan akhlak dan Hubungan manusia dengan Tuhan-

Nya, hubungan dengan sesama Manusia dan dengan alam sekitarnya. Al-Qur ‘an sehagai

sumber hukum pertama dan utama, Kebenarannya bersifat mutlak, karena ia merupakan

wahyu yang berupa Firman-firman Allah SWT., yang kcbenarannya dijamin olch Allah SWT.

Sendiri, sedangkan al-Qur’an sebagai sumber hukum kedua merupakan Penjelas dari al-Qur

an. Di sinilah terletak pentingnya fungsi Hadis Terhadap al-Qur’an, yakni menjelaskan yang

mubham, merinCi yang Nembatasi yang mutlaq, mengkhususkan yang unum dan

Menguraikan hukum-hukum dan tujuan-tujuannya”. Dengan demikian, Al-Qur’an dan Hadis

menjadi sumber pembentukan hukum Tslam, Sehingga syariat tidak mungkin dipahami tanpa

merujuk pada keduanya. Para ulama, menurut Ajjaj al-Khatib, telah sepakat mengenai dua

Macam fungsi hadis terhadap al-Qur an, yakni sebagai penguat dan Penafsir, meskipun

mereka tidak sepakat mengenai fungsi ketiganya, Yaitu sebagai penelap hukum menyangkut

perkara-perkara yang udak Disinggung dalam al-Qur’an. Selain itu, fungsi Hadis terhadapp al-

Qur an bukan menghapus (mansukh) melainkan sebatas membuat Perintah umum al-Qur’an

menjadi lebih khusus”. Dari uraian di atas, maka jelaslah bahwa al-Qur’an selain sebagai

Penjelas peran as-Sunnah, juga sebagai penegas lebih lanjut tentang Ketentuan yang terdapat

dalam al-Qur an. Tanpa as-Sunnah sebagian Besar isi al-Qur’an akan tersembunyi dari mata

manusia.

D. Ayat-ayat Al-Qur’an yang Berkaitan dengan Akhlak

A1-Qur’ an merupakan dasar agama Islam yang di dalamnya Termasuk “Akhlak

lslam. Beberapa masalah yang timbul bisa Diselesaikan melalui al-Qur’an, scbagaimana salah

satu fungsi al-Qur’an Yaitu schagai penentu keputusan juga sebagai pengarah mana akhlak

yang Sebaiknya dilakukan. Karenanya ajaran akhlak yang berdasarkan al- Qur’an bersifat
7

absolut dan universal serta mutlak, yakni tidak dapat Ditawar-tawar lagi dan akan berlangsung

sepanjang zaman demikian juga Dengan al-Hadis.

Ketika Aisyah ditanya oleh sahabat tentang akhlak Rasulullah iaa Menjawab al-

Qur’an”. Para sahabat terkenal scbagai penghafal al-Qur’an Kemudian menycbarkannya

discrtai pengamalan atau penjiwaan terhadap Isinya. Mereka melakukan dan mengamalkan

akhlak Rosulullah yaitu Akhlak al-Qur’an. Dalam kitab al-Luma yang ditulis oleh Abi Nashr

as-Siraj Ath-Thusi dikatakan bahwa dari al-Qur’an dan As-Sunnah itulahPara sufi pertama-

tama mendasarkan pendapat mercka tentang moral danTingkah laku, kerinduan pada Ilahi,

dan latihan-latihan rohaniyah (akhlak tasawut) mereka yang di susun demi terealisasinya

tujuan kehidupan yang hakiki.

Akhlak Tasawufsebenarnya merupakan bagian dari penelaahan rahasia di balik teks-

teks lIlahiah secara ringkas. al-Qur’an menjelaskan konsepsi akhlak tasawufdalam bentuk

dorongan manusia untuk menjelajahi dan menundukkan hatinya. Serta tidak tergesa-gesa

untuk puas pada aktifitas dan ritual yang bersifat lahiriah. Seperti dinyatakan dalam ayat

berikut.

Artinya: “Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk

hati mereka mengingat Allah dan kapada kebenaran yang telah turun (kepada mereka). Dan

janganlah mereka seperti orang-orang yang sebelumnya diurunkan Al-Kitah kepadaNya,

kemudian berlalulah masa yan8 panjang atas mareka, lalu hati mareka menjadi keras. Dan

kebanyakan diantaru mareke udalah orang-orang yang fasik” (Q.S. Al-Hadida [57]:16).

Ajaran Islam secara umum mengatur kehidupan yang bersifat akhlak lahiriyah dan batiniyah,

ajaran yang bersifat batiniyah nanti akan menimbulkan hati mareka menjadi keras. Dengan

demikian unsur kehidupan akhlak-tasawufmendapat perhatian yang cukup besar dari sumber

ajaran Islam yaitu al-Qur’an serta praktek kehidupan nabi (sunnah).

Hal itu ditfirmankan Allah dalam al-Qur’an surat al-Maidah ayat 54:

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, barang siapa diantarakamu yang murtad dari

agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka
8

dan merekapun mencintainya, yang bersifat lemah lembut terhadap orang yang mukonin, yang

bersifat kerus pada orung kafir, yang berjihad di jalan Aah, dan yang tidak taku kepada celaan

orang yang suka mencela, itulah karunia Allah, diberikanNya kepada siapa yang

dikehendakiNya dan Allah maha buas (pemberianNya) lagi muha mengetahui”. (QS. AL-

Maidah: 54).

Allah juga memerintahkan manusia agar senantiasa berakhlak- Tasawufdengan bertaubat

membersihkan diri dan selalu memohon ampun Kepada-Nya sehingga memperoleh cahaya

dari-Nya.

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, bertubatlah kepada Allah dengan taubat

yang sebenar-benarnya, mudah-mudahan Tuhan Kamu akan menghapus kesalahan-

kesalahanmu dan memasukkan kamu Ke dalam Surge yang mengalir dibawahnya sungai-

sungai, pada hari Ketika Allah tidak menghinakun Nabi dan orang-orang beriman bersuma

Dengan dia, sedangkan cahaya mereka memancar di hadapan dan di Sebelah kanan mereka,

sambil mengatakan, “ Ya Tuhan kami, Sempurnakeanlah bagi kami cahaya kami,

sesungguhnya Engkau Mahakuasa atas segala sesuatu”, (Q. S. At Tahrim [66] :8).

Orang yang berakhlak berarti ia berilmu, tapi ilmu itu tergantung Orang yang

memilikinya, ada yang baik dan ada yang buruk. Berarti Akhlak sangat berkaitan dengan

ilmu. Apabila memiliki ilmu yang baik, Maka kemungkinan besar orang itu bisa berbuat

kebaikan atau berakhlak Dengan baik. Sebab Allah SWT sangat memperhatikan orang-orang

yang Berilmu, Allah memulai dangan Diri-Nya, lalu dengan malaikat setelah itu dengan para

ahi imu, sungguh betapa tingginya kemuliaan, keutamaan dan kehormatan in”. Selain ayat-

ayat di atas yang menjelaskan tentang akhlak, tentu masih banyak ayat-ayat al-Qur’ an yang

berhubungan dengan akhlak, baik berupa perintah untuk berakhlak yang baik serta pujian dan

pahala yang diberikan kepada orang-orang yang mematuhi perinlah ilu, maupun larangan

berakhlak yang buruk serta celaan dan dosa bagi orang-orang yang melanggarnya. Tidak

diragukan lagi bahwa banyak ayat-ayat Al Qur’an tentang akhlak ini membuktikan betapa

pentingnya kedudukan akhlak di dalam Islam. Secara spesifik berikut ini ayat-ayat Al-Qur an

yang berkaitan dengan


9

E. Kehidupan Tasawuf Nabi Muhammad SAW

Kehidupan tasawuf Nabi Muhammad SAW dalam kesehariannya adalah kehidupan


sufi yang murni dan menjadi inti dari kehidupan Islam yang sebenarnya. Kehidupan
tasawuf Nabi Muhammad SAW dapat menjadi tauladan bagi siapa saja yang
menginginkan kehidupan sejahtera lahir dan batin serta selamat didunia dan diakhirat. 3
Kehidupan tasawuf Nabi Muhammad SAW dibagi menjadi dua fase, yaitu
kehidupan tasawuf Nabi Muhammad SAW sebelum diangkat sebagai Rasul dan
kehidupan tasawuf Nabi Muhammad SAW setelah diangkat sebagai Rasul4 :
a. Kehidupan tasawuf sebelum diangkat sebagai Rasul
Kehidupan tasawuf Nabi Muhammad sebelum diangkat sebagai rasul dibagi menjadi
dua pendapat :
Pertama, Pertumbuhan tasawuf pada mulanya dapat dipandang ketika Nabi
Muhammad SAW suka menyendiri, berkhalwat atau bertahanuts di Gua Hira’. Di Gua
Hira’ beliau melatih diri untuk menjauhi keramaian hidup, menghindari kelezatan dan
kemewahan dunia, bertekun, berjihad, tafakkur, berfikir, menghindari makan dan minum
yang berlebihan, dan memperhatikan keadaan alam dan susunannya, memperhatikan
segala-galanya dengan mata hatinya. 5
Kehidupan tasawuf pada diri Nabi Muhammad SAW tersebut membuat kalbu beliau
menjadi jernih dan menjadi pengantar terhadap kenabian beliau, sehingga cahaya
kenabian dalam diri beliau menjadi kuat. Keadaan ini berlangsung hingga Malaikat Jibril
menyampaikan wahyu pertama dan Nabi Muhammad SAW diangkat oleh Allah sebagai
Rasul pada tanggal 17 Ramadhan tahun pertama kenabian.6
Dengan diangkatnya Nabi Muhammad menjadi Rasul, maka Nabi Muhammad
mengemban amanat Allah untuk menyelamatkan umat manusia dari lembah kejahilan
dan kesesatan dalam mencapai kebahagiaan hidup duniawi dan ukhrawi. Demikian juga
dengan wahyu yang diturunkan, Rasulullah dapat mebenahi masyarakat Arab Jahiliyah
menjadi masyarakat yang maju sesuai dengan perkembangan peradaban dan kebudayaan
manusia.7
Tahannuts Nabi Muhammad SAW di dalam Gua Hira’ menjadi cikal bakal
kehidupan yang nantinya akan dihayati para sufisme, dimana mereka menetapkan dirinya
sendiri di bawah berbagai latihan rohaniah, seperti sirna ataupun fana di dalam munajat
dengan Allah, sebagai buah dari khalwat. Manfaat dari jalan yang ditempuh para sufi
mengikuti tahannuts Nabi Muhammad SAW di dalam gua Hira’ menurut Imam Ghazali 8
:
 Pemusatan diri dalam beribadah dan berfikir
 Mengakrabkan diri di dalam munajat dengan Allah dengan menghindari
perhubungan diantara para makhluk
 Menyibukkan diri dengan menyingkapkan rahasia-rahasia Allah tentang persoalan
dunia dan akhirat maupun kerajaan langit dan bumi.

3
Yunasril Ali, Pengantar Ilmu Tashawuf, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya), hlm.54
4
Abu al-Wafa’ al-Ghanimi al-Taftazani, Sufi Dari Zaman ke Zaman, (Bandung: Pustaka), hlm. 39
5
Mustafa Zahri, Kunci Memahami Ilmu Tasawwuf, (Surabaya : PT.Bina Ilmu), hlm.31
6
Mustafa Zahri, Kunci Memahami Ilmu Tasawwuf, hlm.32
7
Usman Said, Pengantar Ilmu Tasawuf, hlm.38
8
Abu al-Wafa’ al-Ghanimi al-Taftazani, Sufi Dari Zaman ke Zaman, hlm. 40
10

Kedua, Tahannuts Nabi Muhammad SAW tidak dapat dijadikan awal tasawuf Islam
karena terjadi sebelum Al-Qur’an diturunkan. Hanya perikehidupan Rasul setelah turun
Al-Qur’anlah yang dapat dipandang sebagai awal tasawuf Islam. Tahannuts Rasulullah di
Gua Hira’ memang untuk memusatkan rohani, tetapi karena hal itu bukan dari ajaran
Allah yang diturunkan setelah datangnya syari’at Islam, maka tahannuts Rasul tersebut
tidak dapat dijadikan sumber tasawuf Islam.9

b. Kehidupan tasawuf setelah diangkat sebagai Rasul


Setelah Nabi Muhammad menjadi Rasul Allah, mulailah beliau mengajak manusia
membersihkan rohaninya dari kotoran-kotoran syirik dan nafsu amarah yang tidak sesuai
dengan fitrah aslinya. Beliau berdakwah menyeru manusia memperteguh tauhid dan
mempertinggi akhlaknya untuk mencapai keridhaan Allah. Pada fase ini ditandai dengan
askestisme serta pembatasan diri dalam makan maupun minum, dan penuh makna-makna
rohaniah yang merupakan sumber kekayaan bagi para sufi.
Nabi Muhammad SAW selalu mewajibkan diri tetap dalam keadaan sederhana,
banyak beribadah dan shalat tahajud. Keadaan ini berlangsung sampai turunnya cegahan
di dalam Al-Qur’an dalam firman-Nya : “Thaha! Kami tidak menurunkan Al-Qur’an ini
kepadamu agar kamu menjadi susah” (Qs. Thaha: 1-2).10
Berikut ini merupakan perihidup tasawuf Nabi Muhammad SAW dengan iman dan
ketabahan yang kuat yang menjadi suri teladan kaum shufi11:
a) Ketika perjuangan baru dimulai, tulang punggung perjuangan dakwahnya wafat, yaitu
Abu thalib dan Khadijah. Beliau terima segalanya dengan tabah dan tenang. Kemudian
pergi ke Thaif, sesampai disana dakwahnya ditolak dan pulang membawa luka dan derita.
Beliau meneruskan perjalanan di tengah-tengah kepungan umat yang jahil itu. Maka
beliau terima segalanya dengan tabah.
b) Pada suatu waktu beliau datang ke rumah Aisyah, ternyata di rumah tidak ada apa-apa.
Beliau terima dengan sabar, ia kerjakan puasa sunat. Beliau kemudian pergi ke masjid
bertemu dengan Abu Bakar dan Umar, beliau bertanya :”apakah gerangan dengan anda
berdua datang ke masjid?” kedua sahabat tadi menjawab : “menghibur lapar, beliaupun
mengatakan :”aku pun keluar untuk menghibur lapar”.
c) Sahabat Ali bin Abi Thalib, Abu Bakar, Abdullah bin Mas’ud, Abu Zar, dll pernah
berhimpun di rumah Usman bin Mazh’un Al-Jumahy. Mereka bermusyawarah untuk
berpuasa siang hari, tidak tidur di kasur, tidak memakan daging dan lemak, tidak
mendekati isteri, tidak memakai minyak wangi, akan memakai wool kasar, akan
meninggalkan dunia, akan mengembara di muka bumi dan ada diantara mereka yang
bercita-cita akan memotong kemaluannya.
Musyawarah itu terdengar kepada Nabi Muhammad SAW. Nabi Muhammad SAW
berkata: “Sesungguhnya aku tidak menyuruh yang demikian. Sesungguhnya ada hak
kewajibanmu terhadap dirimu, maka puasalah kamu dan berbuka, bangunlah beribadat
pada malam hari dan tidur, karena aku bangun beribadat pada malam hari dan tidur, aku

9
Yunasril Ali, Pengantar Ilmu Tashawuf, hlm.53
10
Abu al-Wafa’ al-Ghanimi al-Taftazani, Sufi Dari Zaman ke Zaman, hlm. 41
11
Yunasril Ali, Pengantar Ilmu Tashawuf, hlm.54
11

berpuasa dan berbuka, aku makan daging dan lemak, aku datangi perempuan-perempuan.
Barangsiapa tidak suka kepada sunnahku itu maka tidaklah dia termasuk sebagian dari
umatku”.
Pokok-pokok corak kehidupan kerohanian Nabi Muhammad SAW sebagai salah
satu sumber tasawuf disimpulkan sebagai berikut 12:

a) Zuhud
Beliau mengajarkan bahwa kekayaan yang sebenarnya bukanlah kekayaan harta
benda melainkan kekayaan rohaniah. Beliau tidak memiliki harta kekayaan padahal
sebenarnya bisa memilikinya jika beliau mau. Beliau tidak tertarik karena memandang
nilai rohani lebih tinggi kedudukannya.
Kehidupan yang demikianlah beliau anjur-anjurkan pula kepada ummatnya.
Rasulullah bersabda: “Zuhudlah terhadap dunia, supaya Tuhan mencintaimu. Dan
zuhudlah pada yang ada ditangan manusia supaya manusiapun cinta akan engkau”.
(diriwayatkan Ibnu Maja, Tabrani dan Baihaqi).13
b) Hidup sederhana
Dalam kehidupan sehari-hari tercermin kesederhanaan beliau dalam alas tidur,
pakaian dan makanan. Alas tidur beliau sendiri terdiri dari kulit berisi sabut. Bahkan
terkadang tidur di atas tikar yang berbekas pada pinggangnya. Pilihan Rasulullah tersebut
dilatarbelakangi oleh keimanan yang sempurna bahwa dunia hanyalah tempat tinggal
sementara, bukan untuk selama-lamanya.
Dari segi pakainnya begitu sederhananya. Rasulullah tidak suka memakai kain dari
bulu domba di segala waktu. Aisyah pernah memperlihatkan sehelai pakaian nabi yang
kasar yang dipakai beliau pada detik-detik hayatnya yang terakhir.
Demikian juga dalam makan, amat sederhana sekali, seperti sekerat roti ataupun
sebiji tamar seteguk air. Beliau banyak berpuasa dan tidak makan kecuali lapar, dan
kalaupun makan tidak sampai kenyang. 14
c) Bekerja keras
Hidup sederhana yang dicontohkan Rasul bukan lahir dari kemalasan. Nabi yang
menyuruh bekerja keras untuk memenuhi hajat hidup dan kelebihan rezeki yang
diperoleh dari susur keringat itu untuk kepentingan infak di jalan Allah. Nabi pernah
menandaskan :
َ ُ‫ َوا ْع َم ْل ِِل ّ ِخ َرتِ َك كَأَنَّ َك ت َ ُم ْوت‬.‫ْش أَبَدًا‬
‫غدًا‬ ُ ‫اك كَأَنّ َك ت َ ِعي‬
َ َ‫ِإ ْع َم ْل ِلدُ ْني‬
Artinya : “ bekerjalah untuk duniamu, seoalah-olah engkau akan hidup selamanya dan
bekerjalah untuk khiratu seakan-akan engau akan mati esok hari”.

d) Sosial
Dalam bidang kemasyarakatan dan amal sosial beliau terkenal sebagai amat
pemurah. Berkeinginan keras melayani kepentingan umat dan menolong mereka dari
segala kesulitan. Rasulullah SAW selalu memperhatikan pelayanan terhadap fakir miskin,
anak yatim oiau dan orang-orang lemah.

12
Muhammad Fauqi Hajjaj, Tasawuf Islam & Akhlak, (Jakarta:Amzah), hlm.53
13
Mustafa Zahri, Kunci Memahami Ilmu Tasawwuf, hlm.30
14
Mustafa Zahri, Kunci Memahami Ilmu Tasawwuf, hlm.30
12

F. Praktik (Akhlak) Tasawuf Nabi Muhammad SAW

Nabi Muhammad SAW adalah contoh dari suri tauladan yang paling baik dalam
tingkah laku (akhlak). Beliau selalu tunjukkan dan beri dorongan berbuat baik kepada
sesama manusia, keluarga, memuliakan tamu dan tetangga. Nabi menjelaskan dalam
salah satu sabdanya, bahwa manusia yang paling baik ialah yang paling baik perangainya.
Dalam hubungan ini bukan hanya tingkah laku lahir saja, melainkan juga sikap batin
hendaknya selalu terkontrol dan cenderung kepada jalan kebaikan dan kebajikan.15
Praktik tasawuf Nabi Muhammad SAW adalah berakhlak mulia yang selalu beliau
terapkan dalam kehidupan sehari-hari. Cerita dari Sa’id bin Hisyam: “Aku datang
menemui A’isyah ra , lalu kutanyakan tentang akhlak Rasulullah SAW”. A’isyah ra
menjawab : “Bisakah engkau membaca Al-Qur’an ?”. Kataku : “Bisa!” Ujar beliau :
“akhlak Nabi Muhammad SAW adalah Al-Qur’an. Allah ridlo bersama keridlaan beliau,
dan Allah niscaya marah bersama kemarahan beliau”.
Beliau begitu tertarik pada alam ke-Tuhanan. Dan sifatnya sangat tidak menyenangi
kelezatan yang batil maupun kebahagiaan yang pulasan belaka, yang begitu mempesona
banyak orang, bahkan membuat mereka tunduk kepadanya. Tidak sekalipun pernah
dikabarkan bahwa beliau melakukan hal-hal yang berlawanan dengan akhlak luhur
(bahkan sebelum diangkat sebagai rasul).

Keluhuran akhlak Rasulullah SAW itu tidaklah dibuat-buat sebagaimana firman


Allah : katakanlah (hai Muhammad), aku tidak meminta upah sedikitpun atas dakwahku
padau, dan bukanlah aku termasuk orang yang mengada-ada”. Atau “katakanlah, hai
Muhammad, aku tidaklah mengada-ada akhlakku yang tampak pada kalian”. Sebab
sesuatu yang diada-ada itu tidak akan tahan lama. Bahkan dengan cepat akan kembali
pada tabiatnya yang asli.

Sabda Rasulullah SAW : “Tuhanku yang mengajariku tata karma, sehingga tata
kramaku benar-benar sempurna”. Dalam sebuah hadits diriwayatkan bahwa Allah
memerintahkan beliau bergaul baik dengan oran yang memboikotnya, mengasihi orang
yang mencegahnya, dan mengampuni orang yang menganiayanya. 16

Diantara praktik tasawuf Nabi Muhammad SAW ialah17:

a) Kasih sayang terhadap semua makhluk.


Allah berfirman : “sesungguhnya telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu
sendiri. Terasa berat olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan
keselamatan) bagimu, sangat belas kasih dan penyayang terhadap orang-orang Mukmin.
Setelah turunnya wahyu kepada beliau, Khadijah ra berkata : “bergembiralah, Allah
sama sekali tidak membuatmu sedih. Engkau selalu mengikat kekeluargaan, menanggung
orang lemah dan anak yatim, membiayai orang miskin, menghormati tamu, dan
membantu orang-orang yang butuh.
Nabi pun dikenal begitu baik dalam pergaulan dengan orang lain yang mengenai hal
ini ali bin abu thalib berkata : :beliau adalah orang yang paling lapang dada, kata-katanya
paling bisa dipercaya, tata kramanya paling halus, dan keluarganya adalah yang paling
mulia. Beliau selalu bergaul, bersenda gurau, dan berbincang-bincang dengan para

15
bu al-Wafa’ al-Ghanimi al-Taftazani, Sufi Dari Zaman ke Zaman, hlm. 42
16
bu al-Wafa’ al-Ghanimi al-Taftazani, Sufi Dari Zaman ke Zaman, hlm. 42
17
bu al-Wafa’ al-Ghanimi al-Taftazani, Sufi Dari Zaman ke Zaman, hlm. 43
13

sahabatnya. Bahkan beliau sangat menyayangi anak-anak kecil, selalu memenuhi orang
yang mengundangnya, selalu mengunjungi orang sakit, dan selalu menerima permintaan
maaf”
Diriwayatkan bahwa pada saat terjadi perang Uhud dan wajah beliau tampak begitu
kelam melihat apa yang dialmai para sahabatnya, maka kata para sahabat : “berdoalah, ya
Rasulullah, semoga mereka (para musuh) tertimpa kekalahan”. Jawab beliau : “ aku tidak
diutus sebagai pencaci maki, tapi aku diutus sebagai penyeru dan pemberi rahmat. Ya
Tuhanku, berilah kaumku petunjuk, sesungguhnya mereka tidak tahu”.
Ketika beliau berhasil menundukkkan para musuhnya, kaum Quraisy dalam
penaklukan kota Makkah, maka para musuhnya pun tidak ragu lagi bahwa beliau akan
mengampuni mereka. Sabda beliau pada mereka : “bagaimana pendapat kalian, apa yang
akan kulakukan terhadap kalian?”. Jawab mereka :”kau adalah saudara kami yang mulia,
dan putera saudara kami yang muia”. Lalu sabda Nabi : “pergilah ! kalian merdeka”.
b) Rendah hati
Diriwayatkan bahwa suatu ketika seseorang datang mengunjungi beliau. Namun
begitu orang tersebut bertemu dengan beliau, dia lalu enggigil saking takutnya melihat
beliau. Maka Nabi pun bersabda kepada orang itu : “kenapa kamu ketakuttan ? aku bukan
seorang raja. Aku hanya anak seorang perempuan suku Quraisy, yang makanya pun
daging dikeringkan (makanan orang-orang miskin ketika itu).
c) Beribadah
Diriwayatkan bahwa A’isyah melihat Rasulullah begitu lama mengerjakan shalat
malam, A’isyah ra berkata kepada beliau : “wahai Rasulullah, mengapa ini kaulakukan,
bukankan Allah telah mengampuni segala dosamu, baik yang lalu ataupun yang akan
datang?”. Rasulullah menjawab : “tidaklah aku bersenang menjadi seorang hamba yang
syukur?”. Ai’syah meriwayatkan : “dalam 10 hari terakhir bulan Ramadhan sampai
beliau meninggal dunia, beliau i’tikaf di masjid. Setelah beliau meninggal dunia, isteri-
isterinya pun selalu i’tikaf. Abu Hurairah ra meriwayatkan : “pada tahun menjelang Nabi
meninggal dunia, pada bulan Ramadhan, beliau I’tikaf selama dua puluh hari”.18
Pola kehidupan Rasulullah menjadi dasar utama bagi para ulama tasawuf. Misalnya,
dalam sehari semalam Rasulullah selain ibadah shalat fardhu, Nabi juga sholat tahajud
tidak kurang dari sebelas rakaat dan setiap sujud lamanya sama dengan lamanya sahabat
membaca lima puluh ayat sampai membengkak kedua telapak kaki beliau, beristighfar
minimal 70 kali, puasa Daud, shalat rawatib serta dhuha yang tidak kurang dari delapan
rakaat dengan penuh khusyu’ dan thuma’ninah secara rutin. Dalam munajat kepada Allah
SWT, maka perasaan khauf dan raja’ Rasulullah selalu mengucurkan air mata sebagai
tanda ucapan syukur terhadap Allah SWT. 19
Namun semua ibadah dilakukan dengan memperhitungkan kemampuanannya dan
jangan sampai memaksa-maksa diri. Hendaklah seorang tahajjud dengan tidak
mengabaikan tidur, puasa dan tidak mengabaikan berbuka pada waktunya. Berlomba-
lomba dalam kebaikan dengan memperhitungkan kondisi tenaga, agar dapat beramal dan
beribadah lebih kuat.20
d) Pemalu
Sikap pemalu Nabi Muhammad SAW adalah suatu keutamaan moral yang esensial
dalam Islam.

18
bu al-Wafa’ al-Ghanimi al-Taftazani, Sufi Dari Zaman ke Zaman, hlm. 41
19
Usman Said, Pengantar Ilmu Tasawuf (Sumatera : Proyek Pembinaan IAIN Sumatera), hlm.47
20
Muhammad Fauqi Hajjaj, Tasawuf Islam & Akhlak, hlm.59
14

Diriwayatkan bahwa Abu Sa’id al-Khudri berkata : “nabi lebih pemalu daripada para
gadis pingitan. Kapan beliau sedang tidak menyenangi sesuatu, kita bisa ketahui itu dari
wajahnya”. Dalam firman Allah : “sesungguhnya yang begitu akan mengganggu Nabi,
lalu Nabi malau kepadamu (untuk menyuruh kamu keluar). Menurut Nabi Muhammad
SAW “malu itu sebagian dari iman”. “setiap agama memiliki moral. Dan moral Islam
adalah malu”.
e) Gemar memberi / menderma
Diriwayatkan dari Jabir bahwa beliau berkata :”tidak pernah sama sekali Nabi
Muhammad SAW ketika beliau dimintai sesuatu, lalu berkata :”tidak”. Beliau selalu
memenuhi apa yang dimintai seseorang kalau beliau mempunyai. Kalau tidak begitu,
beliau berjanji akan memberikannya kapan beliau telah mempunyainya”. Karena itu
Hasan ibn Tsabit dalam mudahnya berkata : “kecuali dalam syahadat, kata ‘tidak’ anti
terucap olehnya. Andai tiada Syahadat, kata ‘tidak’ anti terdengar darinya”.
Seorang sahabat mengikhtisarkannya sebagai berikut : “ Rasulullah SAW adalah
seorang manusia lemah lembut, tidak bersikap keras ataupun kasar, tidak pembual, tidak
suka berbuat keji, tidak suka mencari cacat-cacat orang lain, bahkan tidak mabuk pujian.
Beliau selalu berusaha melupakan hal-hal yang tidak berkenan di hatinya, dimana beliau
tidak pernah putus asa mengusahanakannya”.

Selain itu beliau telah menanggalkan tiga hal dari dirinya sendiri, yaitu riya’, sifat
angkuh, dan hal-hal yang tidak beliau ingini. Lebih jauh lagi, beliau menanggalkan tiga
hal untuk manusia, yaitu beliau tidak mencela atau menghina orang lain, beliau tidak
mencari-cari kejelekan orang lain, dan beliau tidak memperbincangkan sesuatu selain
yang bermanfaat.

Patokan Nabi Muhammad SAW tentang pandangan hidup adalah “dunia boleh
dimanfaatkan, tetapi jangan terpengaruh oleh godaannya. Orang yang mengingkari
patokan di atas adalah orang yang sesat dan bukan termasuk ummat Muhammad”. Nabi
Muhammad SAW tidak membenci dunia, tetapi beliau tidak mau terpengaruh oleh urusan
dunia.21

21
Yunasril Ali, Pengantar Ilmu Tashawuf, hlm.57
15

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kehidupan, praktik (akhlak), dan kondisi religius tasawuf Nabi Muhammad SAW telah
mendapat petunjuk yang menggambarkan Nabi Muhammad sebagai seorang sufi. Nabi
Muhammad telah melakukan pengasingan diri ke Gua Hira’ menjelang datangnya wahyu dan
beliau menjauhi pola hidup kebendaan dimana waktu itu orang-orang Arab terbenam
didalamnya. Selama di Gua Hira’ yang beliau kerjakan adalah tafakur, beribadah dan hidup
sebagai seorang mujahid dan beliau hidup sederhana.
Kehidupan Nabi Muhammad SAW yang bercorak sufi merupakan suatu pola hidup yang
paling ideal yang patut ditiru dalam segenap aspek kehidupan. Kehidupan beliau dapat
mempengaruhi kehidupan sehai-sehari para sahabat dan pengikut Nabi Muhammad SAW
hingga saat ini. Pola hidup Rasulullah merupakan khazanah dan ‘ibrah bagi kehidupan para
Sufi. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa Rsulullah telah memberi contoh sekaligus
meletakkan dasar-dasar hidup kerohanian dan tarekatnya bagi para pengikutnya sepanjang
zaman.

B. Saran
Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan, maka dari itu penulis
menerima bimbingan, saran, serta kritik dari pembaca yang bersifat membangun demi
perbaikan makalah ini.
16

DAFTAR PUSTAKA

Ali, Yunasril. Pengantar Ilmu Tashawuf. Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1987.
al-Taftazani, Abu al-Wfa al-Ghanimi. Sufi Dari Zaman ke Zaman. Bandung: Pustaka, 1985.
Hajjaj, Muhammad Fauqi. Tasawuf Islam & Akhlak. Jakarta: Amzah, 2011.
Said, Usman. Pengantar Ilmu Tasawuf. Sumatera: Proyek Pembinaan IAIN Sumatera, 1981.
Zahri, Mustafa. Ilmu Tasawwuf. Surabaya: PT.Bina Ilmu, 1995.

You might also like