Professional Documents
Culture Documents
Skripsi - Moh. Aqil Musthofa
Skripsi - Moh. Aqil Musthofa
MAKALAH
SKRIPSI
OLEH :
PEMBIMBING :
AL-AHWAL ASY-SYAKHSIYYAH
FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2015
i
ABSTRAK
ii
MOTTO
ادفن وجودك في األرض الحمول فما نبت مما لم يدفن ال يتم نتاجه
vi
PERSEMBAHAN
vii
PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN
A. Konsonan Tunggal
ت Ta‟ T Te
s (dengan titik di
ث ṡa‟ ṡ
atas)
ج Jīm J Je
Ha (dengan titik
ح Hâ‟ ḥ
dibawah)
خ Kha‟ Kh K dan h
د Dāl D De
Z (dengan titik
ذ Żāl Ż
di atas)
ر Ra‟ R Er
ش Sīn S Es
viii
Koma terbalik ke
ع „Aīn „
atas
غ Gaīn G Ge
ف Fa‟ F Ef
ق Qāf Q Qi
ك Kāf K Ka
ٌ Nūn N „en
و Wāwu W W
ِ Ha‟ H Ha
ً Ya‟ Y Ye
2. Bila ta’ Marbūtâh diikuti dengan kata sandang “al” serta bacaan kedua
itu terpisah, maka ditulis dengan h
ix
3. Bila ta’ Marbūtâh hidup dengan hârakat fathâḥ, kasraḥ dan dâmmah
ditulis t
ْ ِزَ َكبةُ ْانف
ط ِر Ditulis Zakāt al-fiṭr
D. Vokal Pendek
E. Vokal Panjang
fatḥaḥ+alif Ditulis Ā
1 َجب ِههِيَّة Ditulis jāhiliyyah
F. Vokal Rangkap
fatḥaḥ+ya’ mati Ditulis Ai
1 بَ ْيَُ ُك ْى Ditulis bainakum
x
H. Kata Sandang Alīf+Lām
1. Bila kata sandang Alīf+Lām diikuti huruf qamariyyah ditulis dengan al.
I. Huruf Besar
Penulisan huruf besar disesuaikan dengan Ejaan Yang Disempurnkan (EYD).
xi
KATA PENGANTAR
agung, terutama karunia kenikmatan iman dan Islam. Hanya kepada-Nya kita
pertolongan-Nya yang berupa kekuatan iman dan islam akhirnya penyusun dapat
kepada junjungan kita Baginda Nabi Agung Muhammad SAW, yang menyatakan
dirinya sebgai guru, “ Bu’iṡtu Mu’alliman” dan memang beliau adalah pendidik
terbaik sepanjang zaman yang telah berhasil mendidik umatnya. Shalawat salam
juga semoga tercurahkan pada para keluarga, sahabat, dan para pengikut beliau.
Lamongan” disusun untuk melengkapi dan memenuhi salah satu syarat kelulusan
penyusunan skripsi ini tidak akan terwujud tanpa adanya bantuan, bimbingan dan
dorongan dari berbagai pihak. Oleh karena itu dengan segala hormat dan
xii
1. Bapak Prof. Dr. H. Akh. Minhaji, M.A., P.hD. selaku Rektor UIN Sunan
2. Bapak Dr. Syafiq M. Hanafi, S.Ag., M.Ag., selaku Dekan Fakultas Syariah
4. Bapak Drs. H. Abu Bakar Abak, M.M. yang telah membimbing penyusun
menyelesaikan studi ini. Dengan arahan, kritik dan saran yang telah
skripsi ini.
buah kasihnya dengan berbagai cara, bermacam usaha dan doa. Kalian
banggakan.
xiii
9. Arek-arek Alumni Pondok Pesantren Tarbiyatut Tholabah Kranji di
memberikan fasilitas tempat tinggal dan dukungan secara penuh mulai dari
awal masa kuliah hingga saat ini. Semoga tetap eksis dan tetap menjadi
10. Teman-teman jurusan AS angkatan 2011, Tanpa kalian kuliah akan terasa
hambar. Terima kasih atas canda, tawa dan diskusinya serta gambaran
11. Dan pihak-pihak lain yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu dalam
tulisan ini, terima kasih atas dukungannya baik berupa dukungan moril
maupun materil.
tentu masih banyak kekurangan yang membutuhkan kritik dan saran. Oleh karena
masukan serta kritikan. Semoga skripsi ini bisa bermanfaat bagi kita, terima kasih.
Penyusun
xiv
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................................. i
ABSTRAK ............................................................................................................ ii
SURAT PERNYATAAN .................................................................................... iii
SURAT PERSETUJUAN SKRIPSI .................................................................. iv
PENGESAHAN ......................................................................................................v
MOTTO ................................................................................................................ vi
PERSEMBAHAN ................................................................................................ vii
TRANSLITERASI ARAB-LATIN ................................................................... viii
KATA PENGANTAR ......................................................................................... xii
DAFTAR ISI .........................................................................................................xv
xv
D. Melihat Wanita Yang Dipinang ...............................................35
xvi
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
manifestasi dari sebuah ikatan dan perjanjian luhur untuk hidup bersama
dari cara mencari pasangan sampai pada berlangsungnya perkawinan. Hal ini
tugasnya terletak pada kedua belah pihak, baik pihak wanita maupun pihak
pria. Suatu pilihan akan menghasilkan sesuatu yang baik kalau dilaksanakan
1
Pasal 1 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan
1
2
berumah tangga itu tidak dalam jangka waktu yang singkat, melainkan
sehari-hari maka tidak semua orang dapat mengatur rumah tangga secara
baik.2
suatu kehidupan rumah tangga yang tenang, tentram serta penuh kasih
prinsip di atas.
mengetahui secara lahiriyah, tetapi juga untuk saling mengenal sifat masing-
masing dari kedua mempelai dengan syarat bahwa pertemuan antara keduanya
2
R. Abdul Jamali, Hukum Islam, cet 1 (Bandung: Mandar Maju, 1992), hlm. 76-77.
3
Dadang Hawari, Al-Qur’an Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa, (Yogyakarta:
Dana Bhakti Primayasa, 1995), hlm. 207.
4
Muhammad Abū Zahrah, Al-Aḥwāl as-Syakhṣiyyah (ttp.: Dār al-Fikr al-„Arabi,t.t), II:
hlm. 78.
3
hukum Islam dilaksanakan atas dasar suka sama suka dan kerelaan, bukan
paksaan. Prinsip perkawinan dalam Islam adalah untuk selama hidup bukan
belah pihak dapat saling mengenal atau saling menjajaki kepribadian masing-
masing. Dari sini diharapkan keputusan yang diambil setelah peminangan itu
oleh laki-laki itu secara langsung atau dengan perantara pihak lain yang
kepentingan hidup lazim diawali dengan suatu proses pendahuluan agar dapat
kemudian keinginan bersama itu dituang dalam bentuk ijab dan qabul yang
kemudian mengikat kedua belah pihak untuk menepati apa yang diperjanjikan
Sebagai contoh akad jual beli. Sebelum akad jual beli itu terjadi secara
seksama, lalu timbul minat dan hasrat untuk membeli barang yang dimaksud
5
Anwar Harjono, Hukum Islam Keluasan dan Keadilannya, cet. ke-2 (Jakarta: Bulan
Bintang, 1987), hlm. 224-225.
4
menawar. Barulah kemudian atas dasar kecocokan hati dan suka sama suka
maka terjadilah akad jual beli yang dituang dalam bentuk ijab qabul jual beli
perempuan yang mengawali untuk meminta pihak laki-laki. Hal ini terjadi
tersebut tidak diberlakukan tatkala salah satu calon mempelai berasal dari luar
pihak laki-laki baik secara langsung maupun lewat orang ketiga. Jika pihak
laki-laki itu menyetujui maka akan berlanjut dengan beberapa prosesi yang
salah satunya ialah lamaran secara resmi, keluarga perempuan datang kepada
hukum Islam. Oleh karena itu penyusun mengambil judul skripsi Tinjauan
5
B. Pokok Masalah
hukum peminangan.
hukum adat yang berkembang dalam etnis tertentu dan menjadikan acuan
D. Telaah Pustaka
pengetahuan penyusun belum ada satu karya ilmiah yang secara khusus
6
Mudhofar, ”Adat Peminangan Ndudut Mantu di Desa Ketapangtelu Kecamatan
Karangbinangun Kabupaten Lamongan Ditinjau dari Hukum Islam”, skripsi tidak diterbitkan,
Fakultas Syari‟ah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga, 2005.
7
Fathur Rohman, “Peminangan dan Perkawinan Adat Bali Studi Komparasi Kompilasi
Hukum Islam dengan Hukum Adat Desa Jimbaran”, skripsi tidak diterbitkan, Fakultas Syari‟ah
dan Hukum UIN Sunan Kalijaga, 2013.
7
terdapat kesamaan antara Kompilasi Hukum Islam dan Hukum Adat setempat
oleh sesorang yang berkehendak mencari pasangan, selain itu bisa pula
Islam. Hal ini sama dengan adat Desa Jimbaran yang mana pelaksanaan
dipinang. Kesimpulan dalam skripsi ini ialah bahwa Ibnu Hazm membolehkan
melihat bagian tubuh wanita baik yang nampak maupun yang tidak tampak,
Skripsi karya Nur Wahid Yasin yang berjudul “Tinjauan Hukum Islam
terulang lagi di masa mendatang. Di samping itu juga sebagai solusi alternatif
8
Buchori Muslim, “Batasan Melihat Wanita dalam Peminangan Perspektif Ibnu
Hazm”,skripsi tidak diterbitkan, Fakultas Syari‟ah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga, 2012.
9
Nur Wahid Yasin yang berjudul “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Sanksi Pembatalan
Peminangan Studi Kasus di Desa Ngeco Kecamatan Weru Kabupaten Sukoharjo”, skripsi tidak
diterbitkan, Fakultas Syari‟ah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga, 2009.
8
Sedangkan yang akan dibahas oleh penyusun dalam skripsi ini selain
tentang latar belakang dan unsur apa saja yang mendukung perempuan atau
Dalam hal ini penyusun tertarik untuk menyusun skripsi ini yang
E. Kerangka Teoritik
dalam hal-hal tertentu dapat meresepsi nilai-nilai yang secara kategoris berada
memberi peluang bagi pengembang hukum Islam.10 Sebab tidak selamanya al-
Qur‟an memberi jawaban praksis bagi suatu kasus tertentu. Bagi persoalan
jalan atau metode menyelesaikan suatu perkara, tanpa keluar dari frame
hukum Islam.11
atau kebiasaan (adat) yang talah ada dalam masyarakat. Dalam hal ini hukum
Islam tidak mengambil jalan apriori, dengan tidak memperhatikan bentuk dan
tradisi itu sendiri, sebaliknya, Islam memandang suatu tradisi sebagai bagian
dari masyarakat itu sendiri. Jika tradisi telah berlangsung lama dan disepakati
beda.12
10
Fazlur Rahman, Islam, alih bahasa Ahsin Muhammad (Bandung: Pustaka, 1998), hlm.
91.
11
Narus Rusli, Konsep Ijtihad As-Syaukani Relevansinya Bagi Pembaharuan Hukum
Islam di Indonesia, (Jakarta: Logos, 1999), hlm. 18.
12
Nasroen Haroen, Usul Fiqh, (Jakarta: Logos, 1996), hlm. 138.
10
mengenal empat kriteria calon istrinya, seperti yang diisyaratkan dalam sabda
Rasulallah SAW:
13
حىكخ المزأة ألربع لمالٍا َلذسبٍا َلجمالٍا َلديىٍا فاظفز بذاث الديه حزبج يدك
َال جىاح عليكم فيما عزضخم بً مه خطبت الىساء أَ أكىىخم في أوفسكم علم هللا أوكم
سخذكزَوٍه َلكه ال حُاعدٌَه سزا إال أن حقُلُا قُال معزَفا َال حعزمُا عقدة
الىكاح دخى يبلغ الكخاب أجلً َاعلمُا أن هللا يعلم ما في أوفسكم فادذرَي َاعلمُا
14
أن هللا غفُر دليم
akan berdosa jika ia meminang wanita dengan sindiran. Maksud sindiran ini
ialah tidak berterus terang kepada wanita yang menjalani masa iddah karena
ditinggal mati suaminya. Selain itu pula, Ibnu ´Abbās menyatakan bahwa yang
menikah” atau “saya mencintai seorang wanita dan tentangnya”. Kata-kata itu
13
Al-Bukhārī, Ṣaḥīḥ al-Bukhārī, “Kitāb al-Nikāḥ”, “Bāb al-Ikhfā‟ Fi ad-Dīn”, (Beirut:
Dār al-Fikr, 1981), III: 251. Hadis riwayat Jamaah Ahli Hadis kecuali At-Turmużī dari Abū
Hurairah.
14
Al-Baqarah (2): 235.
11
meminta kepastian dari si wanita selama dia dalam masa iddah. Hal demikian
berlaku pula untuk meminang wanita yang menjalani iddah talak bā’in.15
yang hendak meminang, atau bisa juga dengan cara perantara keluarganya.17
Hal yang perlu dimiliki oleh seorang pria atau wanita sebelum
meminang adalah gambaran ideal calon istri atau suami. Bila seorang yang
hendak meminang sudah siap dengan gambaran pria atau wanita yang hendak
dipinang itu, maka ia akan lebih mudah menentukan pilihan suatu gambaran
demikian maka tidak ada alasan bagi seorang wanita untuk menolak lamaran
jika calon suaminya ternyata baik agamanya dan akhlaqnya serta sesuai
dengan apa yang diidamkannya. Tidaklah dibenarkan untuk memilih istri atau
15
Muhammad Nasib Ar-Rifa‟i, Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir, alih bahasa Syihabuddin,
(Jakarta: Gema Insani, 1999), hlm. 396-397.
16
Aṣ-Ṣan‟ānī, Subul al-Salām, “Kitāb al-Nikāḥ” (Beirut: Dār al Fikr, t.t.), III : hlm. 113.
Hadis riwayat Al-Bukhārī dari Ibnu Umar.
17
Wahbah az-Zuḥailī, al-Fiqh al-Islāmiy wa Adillatuhu, (Damaskus: Dār al-Fikr, 2008),
VII: hlm. 24.
12
suami yang ideal ini dengan cara berpacaran yang di dalamnya pasti
terkandung hal-hal yang melanggar agama, misalnya khalwat dan lebih parah
terhadap sumber hukum yang relevan, dengan tata urutan yang sesuai dengan
tingkatan derajatnya. Dalam hal ini yang menjadi sumber yang paling tinggi
antara ´urf atau adat kebiasaan dengan Islam. Para ulama‟ bersepakat bahwa
´urf menjadi unsur yang sangat penting dalam menetukan suatu hukum
skripsi ini adalah persoalan ijtihādiyyah yang terkait dengan hukum adat.
´Urf ialah sesuatu yang telah sering dikenal oleh manusia dan telah
ulama, ´urf juga dinamakan adat sebab perkara yang sudah dikenal itu
bahwa ´urf merupakan bagian dari adat, karena adat lebih umum daripada ´urf.
´Urf harus berlaku pada kebanyakan orang di daerah tertentu bukan pada
18
Abdul Wahab Khalaf, Ilmu Ushul Fikih, (Jakarta: Rajagrafindo Persada, 1996), hlm.
133-134.
13
sebagaimana yang berlaku dalam kebanyakan adat tetapi muncul dari suatu
´Urf ada dua macam yaitu ´urf şaḥīḥ dan ´urf fasīd. Urf şaḥīḥ ialah
sesuatu yang telah saling dikenal oleh manusia dan tidak bertentangan dengan
dalil syara‟ juga tidak menghalalkan yang haram dan juga tidak membatalkan
yang wajib. Sedangkan ‘Urf fasīd ialah sesuatu yang telah saling dikenal
manusia tetapi sesuatu itu bertentangan dengan syara‟ atau menghalalkan yang
syarat yang harus dipenuhi suatu ´urf agar dapat menjadi salah satu dalil
diajukan para ulama setidaknya ada empat yang telah disepakati (mujmā´
´alaih).21 Pertama, ´urf itu berlaku umum artinya suatu ´urf yang berlaku di
19
Chaerul Umam Dkk., Ushul Fiqih 1, (Bandung: Pustaka Setia, ), hlm. 160.
20
Abdul Wahab Khalaf, Ilmu Ushul Fikih, hlm. 134.
21
Nasroen Haroen, Usul Fiqh, hlm. 143.
22
Ibid., hlm. 144.
14
nash sangat bergantung dengan penafsiran atau interprestasi nash itu sendiri.
atau ´urf dari masyarakat tertentu. Memahami ´urf sebagai dalil hukum, tidak
Selain ´urf hal lain yang dapat dijadikan dasar hukum adalah maşlaḥah
mengistimbatkan hukum dari nash. Teori maşlaḥah terikat pada konsep bahwa
hati dalam hal itu, sehingga tidak menjadi pintu pembentukan hukum syariat
yang hanya mengikuti hawa nafsu dan kepentingan perorangan. Karena itu
23
Fazlur Rahman, Islam, hlm. 33
24
Abdul Wahab Khalaf, Ilmu Ushul Fikih, hlm. 141.
25
Muhammad Muslehuddin, Filsafat Hukum Islam dan Pemikiran Orientalis, alih bahasa
Yudian. W. Asmuni, cet. Ke-1 (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1991), hlm. 27.
15
perbuatan yang pada intinya untuk memelihara kelima aspek ini, maka ia
dinamakan maşlaḥah. Demikian pula segala upaya untuk menolak segala jenis
kemadharatan yang berkaitan dengan kelima aspek tujuan syara‟ di atas juga
dinamakan maşlaḥah.
masalah peminangan yang terjadi dalam masyarakat desa Kranji secara baik
F. Metode Penelitian
berikut:
1. Jenis penelitian
perpustakaan.26
2. Sifat penelitian
hukum Islam.
3. Pendekatan Penelitian
teks-teks al-Qur‟an dan Hadis, kaidah ushul serta pendapat para ulama ahli
yang ada kaitannya dengan permasalahan yang diteliti. Dalam hal ini
26
Dudung Abdurrahman, Pengantar Metode Penelitian, (Yogyakarta: Kurnia Kalam
Semesta, 2003), hlm. 7.
27
Rianto Adi, Metodologi Penelitian Sosial dan Hukum, (Jakarta: Granit, 2004), hlm.
128.
17
Dalam pengumpulan data agar diperoleh data yang valid dan aktual
a. Interview (wawancara)
perempuan.
28
Sutrisno Hadi, Metodologi Research II, (Yogyakarta: Andi Offset, 1987), hlm. 193.
18
b. Observasi
kemudian mencatat data itu apa adanya dan tidak ada upaya untuk
sebenarnya.
c. Dokumentasi
Islam.
5. Analisis Data
data ke dalam pola, kategori dan satuan uraian dasar sehingga dapat
29
Ibid, hlm. 125.
30
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: Rineka
Cipta, 1996), hlm. 234.
19
yaitu cara berfikir yang berangkat dari fakta-fakta khusus dan peristiwa-
diambil kesimpulan bersifat umum. Dalam arti lain bahwa metode ini
yang ada.
G. Sistematika Pembahasan
ini.
31
Lexy J Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosda Karya,
2002), hlm. 103.
32
Analisis kualitatif disebut analisis non statistik yang sesuai untuk data deskriptif atau
data tekstular. Data deskriptif sering hanya dianalisis menurut isinya dan karena itu analisis
semacam ini juga disebut analisis isi (content analysis). Suryabrata, Metodologi Penelitian,
(Jakarta: Rajawali, 1988), hlm. 94.
20
bab ini akan dijelaskan tentang pengertian peminangan secara umum, dasar
Paciran Lamongan. Pada bab ini juga akan dipaparkan mengenai latar
Lamongan.
1. Pengertian Peminangan
perkawinan. Oleh karena itu maka peminangan bila ditinjau dari akar
33
Mahmud Yunus, Kamus Arab-Indonesia, (Jakarta: Haida Karya Agung, 1990), hlm.
118.
21
22
35
ّفسٖب ٗإرّٖب صَبرٖبٜٖب ٗاىجنش رسزأرُ فٌٞ ادق ثْفسٖب ٍِ ٗىٝاال
Berkaitan dengan izin bagi wanita yang masih perawan atau gadis,
pilihannya.
dimulai, yakni sebelum diadakan akad nikah dengan maksud agar kedua
34
Ahmad Warson Munawwir, Kamus Munawwir, (Surabaya: Pustaka Progresif, 2002),
hlm. 348.
35
Abū Dāwūd, Sunan Abī Dāwūd, (Beirut: Dār al-Fikr, t.t.), II: hlm. 196-197. Hadis no
2089. Hadis diriwayatkan oleh Abū Dāwūd dari Ibn Abbās dari Sulaimān dari Ishāq.
36
Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, cet. II (Jakarta: Akademika
Pressindo, 1995), hlm. 114.
23
dan keterusterangan.37
lelaki yang hendak meminang, atau bisa juga dengan cara perantara
masyarakat.39
hukum, yakni memberi jalan bagi seorang laki-laki yang akan memperistri
seorang wanita melalui prosedur yang layak dan baik menurut pandangan
agama dan masyarakat, dan dilakukan secara legal serta penuh dengan
suasana kekeluargaan.40
37
Ibrāhim Muhammad al-Jamāl, Fiqh Wanita, alih bahasa Anshori Umar, (Semarang:
Asy Syifa’, 1986), hlm. 361.
38
Wahbah az-Zuḥailī, al-Fiqh al-Islāmiy wa Adillatuh, VII: hlm. 24.
39
As-Sayyid as-Sābiq, Fiqh as-Sunnah, (Kuwait: Dār al-Bayān, 1967), VI: hlm. 44.
40
Zahri Hamid, Peminangan Menurut Islam, (Jakarta: Bina Cipta, 1987), hlm. 21.
24
dipandang sebagai suatu inisiatif dari pria, karena secara kodrati pria
diciptakan sebagai sosok yang selalu aktif untuk mendekati dan melamar.
Sedangkan wanita sebagai sumber daya tarik,41 selain itu kaum wanita
sebelum akad nikah baik dengan memakai tenggang waktu ataupun tidak
memperoleh calon isteri yang ideal atau memenuhi syarat menurut syariat
Islam.42
atau mengharuskan pihak pria yang meminang wanita, hal ini terbukti
41
Mortezza Mutahhari, Wanita dan Hak-Haknya dalam Islam, alih bahasa M. Hashim,
(Bandung: Penerbit Pustaka, 1986), hlm. 12.
42
Sudarsono, Pokok-Pokok Hukum Islam MKDU, (Jakarta: Rinneka Cipta, 1992), hlm.
605-606.
25
دبصً ػِ سٖو ثِ سؼذ أُ اٍشأح جبئذ سس٘ه هللاٜؼق٘ة ػِ أثٝ جخ دذثْبٞدذثْب قز
ٖب سس٘هٞ فْظش إىٜب سس٘ه هللا جئذ ألٕت ىل ّفسٝ : ٔ ٗ سيٌ فقبىذٞ هللا ػيٚصي
ٖب ٗص٘ثٔ ثٌ طأطأ سأسٔ فيَب سأد اىَشأحٞٔ ٗ سيٌ فصؼذ اىْظش إىٞ هللا ػيٚهللا صي
ِ سس٘ه هللا إُ ىٌ رنٛ أ:ئب جيسذ فقبً سجو ٍِ أصجبثٔ فقبهٖٞب شٞقض فٝ ٌأّٔ ى
43
ٖبْٞىل ثٖب دبجخ فضٗج
tidak. Tata cara peminangan sangatlah bervariasi, hal ini dipengaruhi oleh
kondisi sosial, adat istiadat, dan tradisi masyarakat setempat. Dalam Islam
hal ihwal tentang peminangan diatur dalam al-Qur’an, Hadis dan Ijtihad.
ٌ أّفسنٌ ػيٌ هللا أّنَٜب ػشضزٌ ثٔ ٍِ خطجخ اىْسبء أٗ أمْْزٌ فٞنٌ فٞٗال جْبح ػي
سززمشِّٖٗ ٗىنِ ال ر٘اػذِٕٗ سشا إال أُ رق٘ى٘ا ق٘ال ٍؼشٗفب ٗال رؼضٍ٘ا ػقذح
43
Al-Bukhārī, Ṣaḥīḥ al-Bukhārī, III: 160. Hadis riwayat Qutaibah dari Ya´qūb
26
ُ أّفسنٌ فبدزسٗٓ ٗاػيَ٘ا أٜؼيٌ ٍب فٝ جيغ اىنزبة أجئ ٗاػيَ٘ا أُ هللاٝ ٚاىْنبح دز
44
ٌٞهللا غف٘س دي
wanita yang sedang dalam masa iddah adalah karena wanita tersebut
Ayat ini memberikan tuntunan yang jelas bahwa izin wali (ayah,
44
Al-Baqarah (2): 235.
45
An-Nisā’ (4): 25
27
ٌٔ ٗسيٞ هللا ػيٚقبه سجو إّٔ خطت إٍشأح ٍِ األّصبس فقبه ىٔ سس٘ه هللا صي
46
ئبِٞ األّصبس شٞ أػٖٚب فئُ فٞ قبه فبرٕت فبّظش إى. ال: ٖب ؟ قبهٞأ ّظشد إى
peminang untuk melihat dan memperhatikan hal ihwal wanita yang hendak
47
ٔأرُ ىٝ ٗزشك اىخبطت قجئ أٝ ٚٔ دزٞ خطجخ أخٚخطت أدذمٌ ػيٝ ال
hak peminang yang telah ada serta tidak melanggar hak dimaksud. Hadis
ini juga mengandung makna pengokohan yang jelas dari Rasulullah SAW
46
Malik bin Anās, Al-Muwaṭṭa’, “Kitāb an-Nikāh”, “Bab Mā Jā’a fī al-Khiṭbah”, (Kairo:
Dār al-Ihyā’ al-Kutub al-´Arabiyyah, 1951), hlm. 28. Hadis diriwayatkan oleh Malik dari Yahyā
bin Ḥibbān dari Al-A´rāj dari Abū Hurairah
47
Aṣ-Ṣan’ānī, Subul as-Salām, III: hlm. 113. Hadis riwayat Al-Bukhārī dari Ibnu Umar.
28
dibenarkan.
taşrīh kepada wanita dalam menjalani masa iddah wafat (ditinggal mati).
masing pihak masih ada jalan untuk beralih dari janji tersebut terutama
48
Khāṭib asy-Syarbīnī, Mugni al-Muhtāj, (Beirut: Dār al-Fikr, t.t.), hlm. 136.
29
49
ٗ أٗف٘ا ثبىؼٖذ إُ اىؼٖذ مبُ ٍسؤال
yang berlainan jenis (pria dan wanita) untuk menyatukan satu ciptaan yang
1. Tujuan peminangan
tujuan dari peminangan itu bisa dilihat dari syarat-syarat peminangan itu
sendiri.
49
Al-Isrā’ (17): 34.
30
baik yang meminang ataupun pihak yang dipinang bisa saling ta’aruf
akan berjalan erat antara suami, istri, anak-anak, dan anggota keluarga
yang lainnya.51
2. Hikmah peminangan
50
Muhammad Utsmān al-Khasyṭ, Fiqh Wanita Empat Madzhab, cet. ke-1, alih bahasa
Abu Nafis Ibnu Abdurrahim, ed. Abu Khadijah & Rosyad Ghozali, (Bandung: Khazanah
Intelektual, 2010), hlm. 268.
51
Abdullah Nashih Ulwan, Tata Cara Meminang dalam Islam, (Solo: Pustaka Mantiq,
1993), hlm. 40-41.
31
keduanya. Akan tetapi hal itu harus dilakukan sebatas yang diperbolehkan
secara syariat dan itu sudah sangat cukup sekali. Jika suda ditemukan
mereka berdua akan hidup bersama dengan selamat, aman, bahagia, cocok,
tenang, dan penuh rasa cinta yag kesemuanya itu merupakan tujuan yang
sangat ingin diraih oleh semua pemuda dan pemudi serta keluarga
mereka.52
orang asing atau satu sama lain yang belum terikat hak dan kewajiban. Oleh
karena itu apabila terjadi saling memberi hadiah dalam masa pertunangan,
maka sifatnya hanyalah pemberian biasa dan tidak bisa diminta kembali
pihak.53
52
Wahbah az-Zuḥailī, al-Fiqh al-Islāmiy wa Adillatuh, VII: hlm. 24.
53
Abdul Aziz Dahlan, et al. (Eds), Ensiklopedi Hukum Islam, (Jakarta: PT. Ikhtiar Baru
Van Hoeve, 1997), III, hlm. 928.
32
C. Syarat-Syarat peminangan
sesuatu agar sesuatu tersebut menjadi sah. Menurut Abdul Wahab Khalaf
syarat adalah sesuatu yang ada atau tidaknya hukum tergantung pada ada atau
2. Wanita yang ditalak suami yang masih berada dalam masa iddah raj´ī
3. Dilarang juga meminang seorang wanita yang sedang dipinang oleh orang
lain selama pinangan pria tersebut belum putus atau belum ada penolakan
watak sosial serta aspek kemanusiaan hukum Islam yang cukup dalam.
54
Abdul Wahab Khalaf, Ilmu Ushul Fikih, hlm. 118.
55
Pasal 12 Kompilasi Hukum Islam.
33
1. Syarat Mustaḥsinah
wanita agar ia meneliti terlebih dahulu wanita yang akan dipinangnya itu,
ِ رشثذْٖٝب فبظفش ثزاد اىذٝرْنخ اىَشأح ألسثغ ىَبىٖب ٗىذسجٖب ٗىجَبىٖب ٗىذ
57
ذكٝ
56
Kamal Mukhtar, Asas-Asas Hukum Islam Tentang Perkawinan, (Jakarta: Bulan
Bintang, 1974), hlm. 28.
57
Al-Bukhārī, Ṣaḥīḥ al-Bukhārī, III: hlm. 251. Hadis riwayat Jamaah Ahli Hadis kecuali
At-Turmużī dari Abū Hurairah.
34
ٍنبثشّٜق٘ه رضٗج٘ا اى٘دٗد اى٘ى٘د إٝٗ ذاٝب شذّٖٞ ػِ اىزجزوْٖٚٝٗ أٍش ثبىجبئخٝ
58
بٍخًٞ٘ اىقٝ بءٞاألّج
c. Wanita yang akan dipinang itu hendaklah wanita yang jauh hubungan
darahnya.
2. Syarat Lāzimah
ialah:
a. Wanita yang tidak dalam pinangan oleh laki-laki lain atau apabila
b. Wanita yang tidak dalam masa iddah. Wanita yang masih menunggu
58
Ahmad Ibnu Hanbāl, Musnad Ahmad, “Kitāb al-Nikāḥ”, “Bāb Bāqi Musnad al-
Mukaśśirīn”, (Beirut: Dār al-Fikr, 1993), hlm. 217. Hadis riwayat Ahmad dan dinyatakan ṣahih
oleh Ibn Hibbān dari Anas.
59
Aṣ-Ṣan´ānī, Subul as-Salām, III: hlm. 113. Hadis riwayat Al-Bukhārī dari Ibnu Umar.
35
dengan talak raj´ī maupun dengan talak bā’in, wanita seperti ini belum
meminangnya.
1. Wanita yang dipinang tidak terikat dalam suatu pernikahan atau iddah
3. Antar peminang dengan yang dipinang tidak ada hubungan mahram, baik
4. Wanita yang dipinang beragama Islam atau ahli kitab bukan kafir waśānī
itu ialah untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya dari calon istri, sehingga
menyukai diri mereka masing-masing.61 Selain itu pula agar hubungan kedua
60
Ibrāhim Muhammad al-Jamāl, Fiqh Wanita, hlm. 362.
61
Kamal Mukhtar, Asas-Asas Hukum Islam Tentang Perkawinan, hlm. 32-33.
36
ّٖٔب فئٞ اّظش إى: ٌٔ ٗسيٞ هللا ػيٚ صيٜشح اثِ شؼجخ أّٔ خطت اٍشاح فقبه اىْجٞػِ اىَغ
62
ْنَبٞؤدً ثٝ ُ أٙأدش
Juga hadis:
63
فؼوٞ ّنبدٖب فيٚذػ٘ٓ إىٝ ٍبْٚظش ٍْٖب إىٝ ُإرا خطت أدذمٌ اىَشأح فئُ اسزطبع أ
Tentang cara melihat dan apa yang boleh dilihat, para ahli fikih
berbeda pendapat. Dalam hal melihat wanita yang dipinang, Jumhur Ulama
yang diperbolehkan bagi lelaki hanyalah melihat wajah dan telapak tangan
saja. Karena dengan melihat wajah itu sudah cukup menjadi dasar untuk
menilai kecantikan wanita itu, dan dengan sekedar melihat telapak tangan
sudah bisa diketahui segarkah ia atau tidak.64 Demikian pula bagi wanita, ia
boleh melihat siapa yang melamarnya. Karena sebagaimana lelaki bisa tertarik
beraktivitas anggota badan tersebut ada enam yaitu muka, tangan, telapak
62
At-Tirmiżī, Sunan Tirmiżī, “Kitāb an-Nikah”, “Bāb Mā Jā’a Fī an-Naẓari ilā al-
Makhṭūbah”, (Beirut: Dār al-Kutub al-Ilmiyah, t.t.), II, hlm. 174. Hadis riwayat Ahmad dari Abī
Zāi’dah.
63
Aṣ-Ṣan´ānī, Subul as-Salām, III: hlm. 113. Hadis riwayat Ahmad dan Abū Dāwūd dari
Jābir.
64
Ibrāhim Muhammad al Jamāl, Fiqh Wanita, hlm. 363.
37
Lain halnya dengan Abū Hānifah dan Ahmad Ibnu Ḥambal, Abū
Dāwūd az-Źāhirī dan Ibn Ḥazm, seorang ulama tekstualis punya pendapat
tersendiri, bahwa boleh melihat semua anggota badan perempuan kecuali alat
berupaya melihat apa yang ia kehendaki untuk dilihat dari wanita yang
dipinang kecuali aurat. Ketiga ulama ini berhujjah dengan kemutlakan hadis
di atas.
bahwa melihat yang diperintahkan dalam hadits ini adalah melihat yang
telepak tangan dari wanita yang dipinangnya. Jika memungkinkan, boleh juga
untuk saling mengenali ciri-ciri fisik dari masing-masing kedua belah pihak.
Adapun pada obyek yang selain itu, maka cara untuk mengenalinya adalah
65
Wahbah az-Zuḥailī, al-Fiqh al-Islāmiy wa Adillatuh, VII: hlm. 37.
66
Muhammad Utsmān al-Khasyṭ, Fiqh Wanita Empat Madzhab, hlm. 274.
38
sesuatu yang wajib dan harus dilakukan. Sebab termasuk sesuatu yang telah
yang sedang dan ada pula yang hampir tidak ada hubungan sama sekali. Oleh
sebab itu dalam hal melihat wanita yang akan dipinang itu, sebaikya
yang ditetapkan oleh agama. Yang terpenting dalam hal ini ialah bagaimana
oleh mahramnya sebab agama melarang laki-laki dan wanita yang bukan
خي٘ سجوٝ ال: ٗقبه, ً ٍذشٛخيُ٘ أدذمٌ ثئٍشأح إال ٍغ رٝ ال: ً قبه سس٘ه هللا ص
68
ُطبٞثئٍشأح إال مبُ ثبىثَٖب اىش
67
Kamal Mukhtar, Asas-Asas Hukum Islam Tentang Perkawinan, hlm. 34.
68
As-Syaukānī, Nayl al-Auṭar, “Kitāb al-Nikāḥ”, “Bāb al-Nahyu ´an al-Khalwah bi al-
Ajnābiyah”, (Beirut : Dār al-Kutub al-Ilmiyah, t.t.), VI : 118. Hadis riwayat Ahmad dari ´Amir ibn
Rābi´ah dan menurut Ibnu Abbās hadis ini termasuk Muttafaq ´Alaih.
39
Cara di atas memang masuk akal. Akan tetapi pendapat yang rājih dan
wajah dan kedua telapak tangan calon istri sebelum akad nikah. Hal itu agar ia
mengetahui hakikat keadaan calon istrinya tersebut baik dari dia langsung
dilarangnya melihat anggota tubuh selain wajah dan kedua telapak tangan
69
Wahbah az-Zuḥailī, al-Fiqh al-Islāmiy wa Adillatuh, VII: hlm. 37.
BAB III
a. Dusun Kranji
b. Dusun Tepanas
c. Dusun Sidodadi
70
Buku Data Statistik Potensi Desa Kranji, 2014.
40
41
d. Dusun Tegalrejo
Desa Kranji terhitung pada bulan Januari 2014 berjumlah 14,271 Jiwa,
tersebut.
sebagai nelayan. Ada pula yang sebagai petani. Selain nelayan dan petani,
TABEL I
MATA PENCAHARIAN PENDUDUK
No. Mata Pencaharian Jumlah Penduduk
1. Nelayan 8574
71
Buku Monografi Desa Kranji, 2014.
72
Buku Data Penduduk, 2014.
73
Buku Data Statistik Potensi Desa Kranji,2014.
42
2. Petani 7593
3. Pengusaha 26
4. Pengrajin/Industri kecil 32
5. Buruh Industri kecil 46
6. Buruh bangunan 83
7. Buruh Tani 175
8. Pedagang 162
9. Pengangkutan 24
10. PNS 85
11. Pensiunan 10
12. Pengajar/Guru/Dosen 68
13. Peternak 257
14 TKI 136
TABEL II
SARANA PEREKONOMIAN
No. Sarana Perekonomian Jumlah
1 Tempat Pelelangan Ikan (TPI) 1
2 Pasar 1
3 Toko 27
4 Warung 12
5 Koprasi 1
74
Buku Data Statistik Desa Kranji, 2014.
43
6 Bank 2
7 Mini Market 1
8 Kandang Ternak 13
dan STAI. Di Desa Kranji juga terdapat dua pondok pesantren yang sudah
75
Buku Data Statistik Desa Kranji, 2014.
44
TABEL III
SARANA SOSIAL DAN KEAGAMAAN
No. Sarana Sosial dan Keagamaan Jumlah
1 Masjid 4
2 Musholla 25
3 Pondok Pesantren 2
4 TK 5
5 SD/MI 4
6 SMP/MTs 2
7 SMA/MA/SMK 2
8 Perguruan Tinggi 1
suatu hal yang baik untuk dilakukan sebelum melangkah lebih jauh lagi
apabila di antara kedua belah pihak memiliki rasa saling menerima terhadap
keadaan masing-masing.
jauh berbeda dengan pengertian dalam syariat Islam yang telah dipaparkan
76
Abdullah Siddik, Hukum Perkawinan Islam, (Jakarta: Tintamas, 1968), hlm. 29.
45
dalam bab dua. Hanya saja faktor agama sangat menjadi perhatian di samping
tanda pengikat.
tenang dalam hal memilih jodohnya walaupun dia berusia sudah tua,
masyarakat memandang itu hal yang wajar karena dia fokus dulu dengan
pekerjaannya.77
tradisi lamaran yang berlangsung dari dulu hingga sekarang di Desa Kranji.
dikenal dengan seseorang yang jujur dalam berdagang. Dari kejujuran inilah
motivasi dalam diri Khadijah untuk meminang beliau meskipun secara umur
di Lamongan bermula dari Panji Laras dan Panji Liris yang dipinang oleh
Andansari dan Andanwangi. Panji Laras dan Panji Liris merupakan dua
saudara kembar, anak dari pasangan Bupati Lamongan yaitu Raden Panji
M. kedua anak dari Bupati Lamongan, Panji Laras dan Panji Liris berparas
78
Wawancara dengan Bapak M. Nashiruddin Amin, S.H.I., M.Hum. selaku Kiai di
Pondok Pesantren Tarbiyatut Tholabah juga sebagai Dosen di Sekolah Tinggi Agama Islam Sunan
Drajat (STAIDRA), Kranji, Paciran, Lamongan, tanggal 15 Februari 2015.
79
Wawancara dengan Bapak H. M. Lubabul Hadziq, Lc., M.H.I. selaku Kiai di Pondok
Pesantren Tarbiyatut Tholabah juga sebagai Dosen di Sekolah Tinggi Agama Islam Sunan Drajat
(STAIDRA), Kranji, Paciran, Lamongan, tanggal 16 Februari 2015.
47
gadis-gadis yang jatuh cinta dan berusaha memikat hati kedua putra Bupati
Lamongan tersebut. Suatu hari Panji Laras dan Panji Liris pergi keluar
walaupun punya sifat baik namun mereka memiliki kegemaran berjudi dan
orang yang ramai menyabung ayam. Ketika memandang di sisi lain, putri
Bupati Wirasaba ini mendapati dua pemuda tampan yang tak lain ialah Panji
Laras dan Panji Liris. Seketika itu pula Andansari dan Andanwangi terpesona
dan langsung jatuh cinta pada pandangan pertama. Kedua putri Bupati
membujuk ayahnya untuk segera meminang Panji Laras dan Panji Liris.
seorang wanita harusnya diam di rumah saja menunggu pinangan dari laki-laki
melamar Panji Laras dan Panji Liris. Bupati Wirasaba mengutus seseorang
kepada Panji Laras dan Panji Liris apakah sudah kenal dengan Andansari dan
ayam di halaman rumah Bupati Wirasaba. Panji Laras dan Panji Liris juga
menegaskan bahwa mereka belum ingin menikah. Mendengar hal itu, Untuk
Panji Laras dan Panji Liris mengajukan persyaratan agar kedua puteri
membawa sebuah genuk (gentong) yang dibuat dari batu berisi air penuh, dan
membawa kipas dari batu yang akan dijadikan prasasti tentang pernikahan
jejaka kembar putera Bupati Lamongan dengan gadis kembar puteri Bupati
dari Kabupaten Wirasaba, maka Panji Laras dan Panji Liris menjemput
masing membawa sebuah genuk dari batu berisi air penuh, dan sebuah kipas
utara sungai, rombongan Panji Laras dan Panji Liris yang telah menunggu
kedatangan rombongan dari Wirasaba. Pada waktu itu sungai Lamong tersebut
jejaka ini masih tetap berada di atas kuda tunggangannya. Karena didorongkan
rasa rindunya segera ingin bertemu dengan jejaka pujaan hatinya, dan merasa
kedua puteri ini yang ingin mendapatkan suami putera Bupati Lamongan
dalam, dan agar kain yang dipakai tidak basah, maka Andansari dan
Panji Laras dan Panji Liris yang sejak tadi memperhatikan dari
seberang sungai sangat terkejut setelah melihat bahwa betis kedua puteri
cantik itu penuh ditumbuhi rambut layaknya betis laki-laki. Di dalam hatinya
Panji Laras dan Panji Liris tidak dapat menerima Andansari dan Andanwangi
yang meskipun cantik tetapi betisnya penuh ditumbuhi rambut. Dengan segera
Panji Laras dan Panji Liris memutar kudanya dan melarikan dengan kencang
peristiwa Sunan Drajat yang dipinang oleh santrinya juga termasuk salah satu
Ketika itu terdapat seseorang yang hendak menikahkan anaknya dengan Sunan
tingkat strata sosial yang tinggi. Kewibawaan yang disandang oleh Sunan
santri dari Sunan Drajat sehingga bagaimanapun juga orang tersebut bersikap
ta´ẓīm kepada Sunan Drajat. Melihat kondisi seperti ini dipandang tidak
80
Wawancara dengan bapak H. Rahmad Dasy, M. Ag. selaku Kiai di Pondok Pesantren
Tarbiyatut Tholabah juga sebagai dosen di Sekolah Tinggi Agama Islam Sunan Drajat
(STAIDRA), Kranji, Paciran, Lamongan, tanggal 11 Februari 2015.
51
berulang-ulang hingga sampai saat ini, sehingga muncul suatu tradisi yaitu
Adat peminangan ini berlaku bagi kedua calon yang berasal dari
Paciran) karena mempunyai adat yang sama. Hal ini masih berlaku hingga saat
ini. Jika salah satu calon mempelai berasal dari luar daerah dan mempunyai
adat yang berbeda maka hal ini tergantung kesepakatan bersama mengenai
siapa yang hendak melamar dahulu. Jika salah satu calon mempelai berasal
dari luar daerah namun memiliki adat yang sama maka akan lebih mudah dan
81
Wawancara dengan Bapak Drs. H. Abdul Karim Djabir, M.Ag. selaku Kiai di Pondok
Pesantren Tarbiyatut Tholabah juga sebagai Penghulu di KUA Kecamatan Paciran, Kranji,
Paciran, Lamongan, tanggal 14 Februari 2015.
52
restu kepada orang tua agar hubungan tersebut dapat berkelanjutan ke jenjang
antara lain tahap meminta (njaluk), tahap melamar (ndudut mantu), dan tahap
menentukan hari akad nikah (neges dino atau golek dino). Di bawah ini akan
yang sudah dewasa merasa gelisah jika anak perempuannya tidak segera
menikah. Mind set seperti ini sering dijumpai di semua masyarakat Jawa
berwawasan luas.
banyak dijumpai remaja yang berusia belia sudah berpacaran. Orang tua
82
Wawancara dengan Bapak Drs. M. Ali Syamsuri selaku tokoh masyarakat juga sebagai
Dosen di Sekolah Tinggi Agama Islam Sunan Drajat (STAIDRA) Kranji, Paciran, Lamongan,
tanggal 10 Februari 2015.
53
pendamping hidup untuk anaknya, selain itu pula didukung dengan mind
pihak perempuan. Permintaan orang tua perempuan kepada orang tua laki-
83
Wawancara dengan Ibu Saidatul Maghfiroh, selaku warga juga sebagai Guru di Taman
Pendidikan al-Qur’an Tarbiyatut Tholabah, Kranji, Paciran, Lamongan, tanggal 13 Februari 2015.
84
Wawancara dengan Bapak H. Moh. Thoha Thoyyib selaku tokoh masyarakat, Kranji,
Paciran, Lamongan, tanggal 8 Februari 2015.
54
dilanjutkan pada tahap ke dua yaitu melamar secara resmi atau masyarakat
wingko, wajik, dan lemet memiliki makna agar seseorang yang dilamar
dapat menjadi pasangan yang saling mencintai seperti halnya sifat lengket
Ada juga sebagian orang yang selain makanan khas tersebut juga
85
Wawancara dengan Ibu Shofiyah selaku warga, Kranji Paciran, Lamongan, tanggal 9
Februari 2015.
55
masing orang dan jenisnya selalu ada serta tak pernah ketinggalan atau
terlupakan.
dibagikan seluruh keluarga, sanak kerabat, dan juga seluruh tetangga yang
penghargaan yang sangat besar dan menganggap tidak sia-sia jerih payah
lengket, semakin lama semakin lengket. Oleh masyarakat setempat hal itu
adat atau tradisi lamaran perempuan ialah bahwa laki-laki yang diminta
anaknya dari kecil hingga besar dengan biaya yang banyak. Dapat
Neges dino yaitu menentukan hari baik untuk melaksanakan akad nikah
dan resepsinya. Dalam mencari hari baik ini kedua belah pihak harus
menentukan hari baik ini kedua belah pihak harus sepakat mengenai
pelaksanaan akad nikah tersebut, yaitu sesuai dengan keputusan yang telah
hanyalah merupakan janji akan melaksanakan akad nikah yang sah yang
87
Wawancara dengan Bapak Drs. M. Ali Syamsuri, selaku tokoh masyarakat juga sebagai
Dosen di Sekolah Tinggi Agama Islam Sunan Drajat (STAIDRA), Kranji, Paciran, Lamongan,
tanggal 10 Februari 2015.
57
akad nikah tersebut. Jadi penentuan hari akad nikah kedua mempelai atau
tersebut.88
88
Wawancara dengan Ibu Nur Fadhillah selaku warga dan sebagai Guru di Taman
Pendidikan Al-Qur’an, Kranji, Paciran, Lamongan, tanggal 13 Februari 2015.
BAB IV
Pada dasarnya syariat Islam tidak menentukan keharusan dari salah satu
pihak untuk siapa yang harus memulai meminang dulu. Islam hanya menetapkan
supaya tidak terjadi kekecewaan. Islam juga tidak menentukan bentuk dan cara
Desa Kranji dalam kaitannya dengan khiṭbah itu tidak bertentangan dengan
norma-norma yang ada dalam Islam. Di samping itu terdapat tuntunan dari
89
Al-Bukhārī, Ṣaḥīḥ al-Bukhārī, III: hlm. 251, Hadis riwayat Jamaah Ahli Hadis kecuali At-
Turmużī dari Abū Hurairah.
58
59
Di dalam al-Qur’an dan Hadis ada isyarat dalam lafadz bahwa laki-laki itu
melamar perempuan seperti ayat dalam surat Al-Baqarah ayat 235 yang berbunyi:
َال جىاح عليكم فيما عزضخم بً مه خطبت الىساء أَ أكىىخم في أوفسكم علم هللا أوكم
سخذكزَوٍه َلكه ال حُاعدٌَه سزا إال أن حقُلُا قُال معزَفا َال حعزمُا عقدة الىكاح دخى
90
يبلغ الكخاب أجلً َاعلمُا أن هللا يعلم ما في أوفسكم فادذرَي َاعلمُا أن هللا غفُر دليم
Ada juga hadis nabi yang menunjukkan adanya seorang perempuan yang
حدثنا قتٌبة حدثنا ٌعقوب عن أبً حازم عن سهل بن سعد أن امرأة جائت رسول هللا صلى
ٌا رسول هللا جئت ألهب لك نفسً فنظر إلٌها رسول هللا صلى هللا: هللا علٌه و سلم فقالت
علٌه و سلم فصعد النظر إلٌها وصوبه ثم طأطأ رأسه فلما رأت المرأة أنه لم ٌقض فٌها شٌئا
92
أي رسول هللا إن لم تكن لك بها حاجة فزوجنٌه:جلست فقام رجل من أصجابه فقال
90
Al-Baqarah: (2): 235..
91
Aṣ-Ṣan´ānī, Subul as-Salām, III: hlm. 113. Hadis riwayat Al-Bukhārī dari Ibnu Umar.
92
Al-Bukhārī, Ṣaḥīḥ al-Bukhārī, III: 160. Hadis riwayat Qutaibah dari Ya´qūb
60
menegaskan tentang boleh atau tidaknya wanita memulai atau mengambil inisiatif
demikian itu. Apabila setelah terdapat bukti riwayat tentang seorang sahabat
mengambil inisiatif meminang, tetapi boleh jadi dalam keadaan tertentu hal ini
keharusan dari pihak mana yang meminang. Apabila dalam suatu nash tidak
diterangkan adanya perintah khusus dan begitu pula tidak ada larangan khusus
93
Zahri Hamid, Peminangan Menurut Hukum Islam, hlm. 9.
61
94
األصل في األشياء اإلبادت
ialah kegiatan upaya ke arah terjadinya hubungan perjodohan antara seorang pria
dengan seorang wanita”. Selain itu pada pasal 11 KHI juga disebutkan
pasangan jodoh, tapi dapat pula dilakukan oleh perantara yang dapat dipercaya”.95
Dalam ketentuan peminangan tersebut di atas tidak ditentukan bahwa seorang pria
lah yang berhak untuk meminang. Hal ini mengindikasikan bahwa pada
terhadap pria.
sebagai pihak yang banyak mengeluarakan tenaga dan biaya. Bila dalam
masyarakat terdapat suatu adat yang berlaku sedemikian rupa hingga telah setara
dengan pernyataan lisan maka ´urf tersebut dapat menggantikan dalam tindakan
hukum, sebagaimana yang telah diungkapkan oleh ´Izzu ad-Dīn ibn Abdi as-
94
Abdul Hamid Hakim, Mabādī’ Awwaliyah, (Jakart: Maktabah Sa’diyah Putra, t.t.), hlm. 47.
95
Pasal 1 dan Pasal 11 Kompilasi Hukum Islam
96
´Izzu ad-Dīn ibn ´Abdi as-Salām, Qawā´id al-Ahkām fī Maşālih al-Anām, (Kairo : Al-
Mutanabbi, t.t.), II :148-149.
62
berlakunya adat atau ‘urf. Abu Hanifah memasukkan adat sebagai salah satu
bahwa Abu Hanifah menginterpretasikan makna aktual dari suatu adat sesuai
dengan makna yang secara umum dipakai masyarakat, namun adat tersebut harus
ditolak jika bertentangan dengan nash. Malik bin Anas percaya bahwa aturan-
(penduduk madinah) sebagai suatu variabel yang paling otoritatif dalam teori
hukumnya.
Syafi’I dan Ahmad Ibn Hambal tidak begitu memperhatikan adat dalam
tradisi adat kedua negeri yang berbeda. Selain itu sikap menerima Ahmad Ibn
Hambal terhadap hadis yang lemah ketika beliau mendapatkan hadis tersebut
Dari segi keabsahannya dalam pandangan syara’ ‘urf dibagi menjadi dua:
97
Ratno Lukito, Pergumulan antara Hukum Islam dan Adat di Indonesia, (Jakarta: INIS,
1998), hlm. 18-19
63
1. ‘Urf Şaḥīḥ ialah sesuatu yang telah saling dikenal oleh manusia dan tidak
bertentangan dengan dalil syara’ juga tidak menghalalkan yang haram dan
2. ‘Urf Fasīd ialah sesuatu yang telah saling dikenal manusia tetapi sesuatu itu
yang wajib.98
Tentang syarat-syarat ‘urf yang bisa dijadikan sandaran para ulama ushul
fiqh menyatakan bahwa ‘urf baru dapat dijadikan sebagai salah satu hukum syara’
1. ‘Urf itu berlaku secara umum. Artinya ‘urf itu berlaku dalam mayoritas kasus
masyarakat tersebut.
2. ‘Urf itu telah memasyarakat ketika ada persoalan yang akan di tetapkan
hukumnya itu muncul. Artinya ‘urf yang akan dijadikan sandaran hukum itu
98
Abdul Wahab Khalaf, Kaidah-Kaidah Hukum Islam, hlm. 134.
99
´Izzu ad-Dīn ibn ´Abdi as-Salām, Qawā´id al-Ahkām fī Maşālih al-Anām, II: 165.
64
3. ‘Urf itu tidak bertentangan dengan yang diungkapkan secara jelas dalam
transaksi. Artinya dalam suatu transaksi apabila kedua belah pihak telah
4. ‘Urf itu tidak bertentangan dengan nash sehingga menyebabkan hukum yang
merupakan adat atau tradisi yang sesuai dengan kriteria adat (´urf şaḥīḥ). Menurut
Imam Syafii ´urf şaḥīḥ itu bisa dijadikan sebagai sandaran istimbat hukum.
Begitu juga dengan pendapatnya Nasroen Harun dalam bukunya yang berjudul
Ushul Fiqh, ´urf itu baru dapat dijadikan sebagai salah satu hukum syara’ apabila
perempuan yang harus melamar laki-laki. Dalam nash tidak dijelaskan secara
100
´Izzu ad-Dīn ibn ´Abdi as-Salām, Qawā´id al-Ahkām fī Maşālih al-Anām, hlm. 179.
101
Abdul Hamid Hakim, Mabādī’ Awwaliyah, hlm. 36.
102
Nasroen Haroen, Ushul Fiqh, hlm. 142.
65
kemudian menjadi tradisi masyarakat Desa kranji yang turun temurun diwariskan
perilaku dari para anggota individu dalam masyarakat atau sebagian masyarakat
itu.
Kranji. Peristiwa tersebut tidak terjadi satu atau dua kali saja, melainkan terjadi
sehingga muncul suatu tradisi yang diakui masyarakat, dalam hal ini tradisi
peminangan perempuan.
103
Hilman Hadikusuma, Antropologi Hukum Indonesia, (Bandung: PT Alumni, 2010), hlm.
10.
66
subyek hukum tidak mungkin bisa lepas dari adat yang berlaku secara mapan di
hingga sering kali muncul rasa gengsi. Jika terdapat dua pihak misalnya, pihak
laki-laki dari kalangan yang fanatik dengan tradisi sedangkan pihak perempuan
tidak akan menemuai titik kesepakatan dalam hal siapa yang meminang dahulu.
104
Lahmuddin Nasution, Pembaharuan Hukum Islam dalam Madzhab Syafii, cet I,
(Bandung:Remaja Rosdakarya, 2001), hlm. 155.
67
Bahkan kedua pasangan yang sudah lama menjalin ikatan cintanya dapat putus di
tengah jalan dan tidak direstui dikarenakan kedua pihak orang tua yang tidak
bersepakat tersebut.
hukum yang sesuai dengan cara pandang kedua pihak sebagaimana di atas.
Kemaslahatan kepada tradisi tentunya diutamakan mengingat tradisi itu hal yang
tidak dapat dilepaskan dari hubungan sosial kemasyarakatan. Kedua pihak yang
mengikuti tradisi yang ada, demi kemaslahatan agar kedua pasangan yang ingin
melanjutkan ke jenjang yang lebih serius tidak putus di tengah jalan. Lebih dari
itu, tradisi peminangan tidak hanya berkaitan dengan kedua pasangan laki-laki
dan perempuan tapi juga hubungan antar kedua keluarga. Maka demi terciptanya
hubungan yang harmonis dari pihak satu ke pihak lain maka diambil yang lebih
proses dan tahapan yang ada harus mengetahui situasi dan kondisi. Tradisi
merupakan sebuah kepatutan, bukan sesuatu yang wajib. Ketika seseorang dalam
sesuatu sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya, dan syariat Islam pada
68
peminangan yang mana biaya pelaksanaan tersebut diperoleh dari hasil utang
ialah ketika proses penentuan hari akad nikah atau neges dino yang dilaksanakan
tergantung kepada situasi dan kondisi, namun perlu digaris bawahi bahwa
semakin cepat dilaksanakan akad nikah semakin baik karena untuk menghindari
hal-hal yang tidak diinginkan. Hubungan antara laki-laki dan perempuan yang
baru dibingkai dengan peminangan, belum dibingkai dalam akad nikah itu belum
dikatakan sah. Demikian pula seseorang yang dilamar itu belum tentu menjadi
dengan rentang waktu yang lama. Gangguan bisa muncul kapan saja jika rentang
waktunya lama. Terkadang ada pula pihak yang sudah dilamar kemudian selang
beberapa hari muncul tawaran-tawaran dari orang lain dikarenakan tidak segera
69
melaksanakan akad nikah. Tawaran-tawaran dari orang lain itu muncul ketika
pihak yang menjalankan tidak berkomitmen menjaga perjanjian yang telah dibuat.
Jika tawaran dari orang lain itu diterima maka kemungkinan besar lamaran yang
terdahulu itu dibatalkan. Jika terjadi pembatalan maka akan memicu rasa
ketidakharmonisan antara dua pihak bahkan bisa terjadi permusuhan. Maka dari
itu sangatlah perlu menjaga komitmen untuk menjaga hubungan dari kedua
PENUTUP
A. Kesimpulan
berikut:
1. Dari hasil penelitian di lapangan bahwa yang berperan dan yang berinisiatif
yaitu seorang utusan dari pihak laki-laki atau perempuan mendatangi rumah
orang tua seseorang yang dipinang untuk meminta anaknya dijadikan sebagai
calon suami atau istri bagi anak dari pihak yang meminang. Kedua, ndudut
gemblong, wingko, lemet, dan sejenisnya. Ketiga, neges dino yaitu penentuan
hari di mana akan dilaksanakan akad nikah bagi calon pasangan suami istri
tersebut.
2. Pada dasarnya dalam hukum Islam tidak menentukan keharusan laki-laki yang
70
71
secara rinci justru dapat diambil hikmahnya, yaitu masyarakat Desa Kranji
dan tahapan yang diwariskan secara turun temurun dari leluhur. Praktek
tersebut termasuk ´urf . Tradisi yang sudah berlaku tidak dapat ditinggakan
begitu saja karena jika ditinggalkan seseorang tersebut akan menjadi bahan
antar kedua keluarga. Agar dapat tercipta suasana yang harmonis maka
peminangan.
B. Saran-saran
dan peradaban yang sedemikian maju dan beragam. Adapun saran itu sebagai
berikut:
72
berhutang piutang demi menjalankan tradisi itu, maka hal ini tidaklah baik.
seadanya. Begitu juga bagi siapa yang berinisiatif meminang sebaiknya pula
memperhatikan pada situasi dan kondisi. Jika keluarga dari pihak laki-laki
semakin kompleks di zaman yang serba modern ini diperlukan suatu rumusan
madharatnya. Selain itu dibutuhkan pula ilmu-ilmu bantuan selain ilmu fiqh
dan ushul fiqh yaitu sosiologi hukum Islam dan antropologi hukum Islam
kebudayaan terhadap hasil analisis ini agar nantinya dapat dilakukan perbaikan.
Semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang
membacanya.
74
DAFTAR PUSTAKA
Rifa’i, Muhammad Nasib Ar, Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir, alih bahasa
Syihabuddin, Jakarta: Gema Insani, 1999.
Bukhārī, al-Imām Abī Abdillah Muhammad Ibn Ismā´īl al, Şaḥīḥ al-Bukhārī,
Beirut: Dār al-Fikr, 1981.
Anās, Malik bin, Al-Muwaṭṭa’, Kairo: Dār al-Ihyā’ al-Kutub al-´Arabiyyah, 1951.
Ṭayib, Muhammad Abī aṭ, ´Aun al-Ma´būd bi Syarh Sunan Abī Dāwūd, Beirut:
Dār al-Fikr, 1979.
Tirmiżī, Muhammad bin ´Isā bin Sauroh at, Sunan Tirmiżī, Beirut: Dār al-Kutub
al-Ilmiyah, t.t.
Jamāl, Ibrāhim Muhammad al, Fiqh Wanita, alih bahasa Anshori Umar,
Semarang: Asy Syifa’, 1986.
Khalaf, Abdul Wahab, Ilmu Ushul Fikih, Jakarta: Rajagrafindo Persada, 1996.
Khasyṭ, Muhammad Utsmān al, Fiqh Wanita Empat Madzhab, alih bahasa Abu
Nafis Ibnu Abdurrohim, ed. Abu Khadijah & Rosyad Ghozali, Bandung:
Khazanah Intelektual, 2010.
Lukito, Ratno Pergumulan antara Hukum Islam dan Adat di Indonesia, Jakarta:
INIS, 1998.
Sābiq as, Sayyid as, Fiqh as-Sunnah, Kuwait: Dār al Bayān, 1967.
Salām, ´Izzu ad-Dīn Ibn as, ´Abdi Qawā´id al-Ahkām fī Maşālih al-Anām, Kairo,
Al-Mutanabbī, t.t.
Ulwan, Abdullah Nashih, Tata Cara Meminang dalam Islam, Solo: Pustaka
Mantiq, 1993.
Yasin, Nur Wahid, yang berjudul “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Sanksi
Pembatalan Peminangan Studi Kasus di Desa Ngeco Kecamatan Weru
Kabupaten Sukoharjo”, skripsi tidak diterbitkan, UIN Sunan Kalijaga,
2009.
Zuhaili, Wahbah az, al-Fiqh al-Islāmiy wa Adillatuh Juz VII, Damaskus: Dār al-
Fikr, 2008.
D. Lain-lain
Adi, Rianto, Metodologi Penelitian Sosial dan Hukum, Jakarta: Granit, 2004.
Aṭar, Abdun Nāşir Taufiq al, Saat Anda Meminang, alih bahasa, Abu Syarifah
dan Ummu Afifah, Jakarta: Pustaka Azzam, 2001.
Dahlan, Abdul Aziz et al. (Eds), Ensiklopedi Hukum Islam, Jakarta: PT. Ikhtiar
Baru Van Hoeve, 1997.
77
Rahman, Fazlur, Islam, alih bahasa Ahsin Muhammad, Bandung: Pustaka, 1998.
TERJEMAHAN
BAB I
I
tidak mempunyai keinginan untuk menikah dengan
perempuan tersebut maka nikahkanlah aku
dengannya…
25-
6 44 Sama dengan Foot Note 14, hlm 10.
26
Karena itu nikahilah mereka dengan izin orang tuanya
dan berilah mereka maskawin yang pantas karena
7 26 45 mereka adalah perempuan-perempuan yang memelihara
diri, bukan pezina dan bukan (pula) perempuan yang
mengambil laki-laki lain sebagai piaraannya.
Berkatalah bahwa pernah seorang sahabat meminang
seorang perempuan Anshor maka Rasulullah berkata
8 27 46 kepadanya: “sudahkah engkau melihatnya? Sahabat tadi
menjawab: belum. Rasulullah bersabda: pergilah dan
lihatlah dia karena sering pada mata orang Anshor ada
cacatnya.
9 27 47 Sama dengan Foot Note 16, hlm 11.
II
menyepi dengan seorang perempuan yang mana
diantara dua orang tersebut tidak ada hubungan
mahram, dan Rasulullah bersabda: tidak menyepi antara
laki-laki dan perempuan kecuali terdapat orang ketiga
yaitu syetan
BAB III
BAB IV
58 84 Sama dengan Foot Note 13, hlm 11.
59 85 Sama dengan Foot Note 14, hlm 11.
59 86 Sama dengan Foot Note 16, hlm 11.
59 87 Sama dengan Foot Note 43, hlm 25.
61 89 Pada dasarnya segala sesuatu itu diperbolehkan
III
Lampiran II
BIOGRAFI ULAMA
A. Imam Bukhārī
Beliau lahir di Bukhara tahun 194 H dan wafat di Kartanak tahun 256 H.
Nama lengkapnya adalah Abdullah Muḥammad Ibn Ismā´īl Ibn al-Mughīrah
Ibn Bardizbah al-Bukhārī. Beliau adalah seorang periwayat dan ahli hadis
terkenal. Beliau lebih dikenal dengan gelar al-Bukhārī yang dibangsakan pada
tempat kelahirannya yaitu Bukhara. Ayahnya bernama Ismail terkenal sebagai
ulama yang saleh. Diantara kitab-kitabnya yang terkenal adalah Al-Jamī´ as-
Ṣaḥīḥ, At-Tarīkh aṣ-Ṣagīr, At-Tarīkh al-´Au’āt dan lain sebagainya.
B. Imam Muslim
Nama lengkapnya adalah Abu al-Husain Muslim Ibn al-Hijjaj al-Qusyairi an-
Naisaburi. Lahir pada tahun 202 H/ 817 M. Beliau dinisbatkan dengan nama
an-Naisaburi karena beliau lahir dan meninggal di Naisaburi.
Imam Muslim terkenal sebagai seorang yang dalam ilmunya, terutama dalam
bidang hadis. Ia mampu menghafalkan ribuan hadis dan mewariskannya
kepada generasi-generasi berikutnya melalui karya tulisnya dalam bidang
hadis dan ilmu hadis, yang mencapai jumlah sekitar 20 kitab. Di antara
kitabnya yang amat terkenal dan hingga kini tetap menjadi buku rujukan
utama hadis-hadis ṣaḥīḥ adalah: Al-Jamī´ as-Ṣaḥīḥ Muslim atau yang lebih
dikenal dengan nama Sahih Muslim berdasarkan topik-topik atau bab-bab
yang terdapat dalam kitab-kitab fiqh yang mencakup delapan pokok agama
yaitu: al-´Aqā’id, (aqidah) al-Aḥkām (hukum), as-Sīr (sejarah), at-Tafsīr
(tafsir), al-Fitnah (fitnah), Asyrat as-Sā´ah (kemasayarakatan), dan al-
Manāqib (ibadah).
IV
C. Abū Dāwūd
Nama lengkapnya adalah Sulaiman Ibn al-As´ād Ibn Ishāq Ibn ´Imrān al-Azdi
Abū Dāwūd as-Sijistānī. Beliau dilahirkan pada tahun 202 H dan wafat pada
tahun 257 H di Basrah. Beliau pernah mengembara ke berbagai kota untuk
mencari ilmu dan menulis hadis. Beliau terkenal lewat karyanya yang berjudul
as-Sunan yaitu kitab yang berisi himpunan hadis Nabi SAW lengkap dengan
sanadnya. Ulama sunni sepakat bahwa karya beliau itu termasuk ke dalam
kelompok lima hadis standar.
V
kepada Imam Malik. Dengan demikian tidak mengherankan kalau beliau
menjadi salah satu seorang perawi hadis pula dan pemikiran hukumnya
banyak dipengaruhi oleh sunnah atau hadis
F. Imam asy-Syafi´ī
Nama lengkap beliau adalah Abu Abdullah bin Idris bin Syafi’I al-Hasyim al-
Mutallabi al-Quraisy dan terkenal dengan sebutan Imam Syafi’i. sesuai
dengan silsilah yang dimilikinya, beliau memiliki hubungan darah yang dekat
dengan Nabi Muhammad SAW yaitu melalui Abdul Muthalib dari suku
Quraisy. Beliau lahir di Gazza tahun 150 H/767 M dan wafat pada bulan pada
tahun 204 H/820 M di Fustat. Beliau adalah seorang ahli pikir Islam yang
besar di bidang fiqh. Metode pemikirannya bersifat menggabungkan aliran
naqli dan aliran ra’yu. Prinsip yang dipakai dalam hal ini adalah menekankan
penggunaan hadis yang benar-benar sahih dan meminimalisir penggunaan
pendapatnya sendiri secar bebas. Bagi beliau suatu hadis dapat dan tidak dapat
dipercaya tergantung pada sahihnya isnad atau sanad perawi hadis. Di
samping itu ia tidak saja berpijak pada materi fiqh semata tetapi juga meneliti
metode prinsip dari fiqh melalui ilmu ushul fiqh. Beliau merupakan perintis
utama dari ilmu ushul fiqh.
VI
CURRICULUM VITAE
Nama : Moh. Aqil Musthofa
Tempat/Tanggal Lahir : Lamongan, 14 Juli 1993
Alamat Asal : Jl. KH. Musthofa RT.01 RW.05 Kranji Paciran
Lamongan Jawa Timur 62264
Riwayat Pendidikan : MI Tarbiyatut Tholabah (lulus tahun 2005)
MTs Tarbiyatut Tholabah (lulus tahun 2008)
MAK Tarbiyatut Tholabah (lulus tahun 2011)
UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta (Angkatan 2011)
Nama Orang Tua
a. Ayah : H. Qomaruddin Mahmud (Alm.)
b. Ibu : Hj. Mardhiyah Hayati
Alamat Orang Tua : Jl. KH. Musthofa RT.01 RW.05 Kranji Paciran
Lamongan Jawa Timur 62264
VII