You are on page 1of 27

LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN GERONTIK

DENGAN DIMENSIA

Disusun dalam rangka memenuhi tugas


Stase Keperawatan Gerontik

OLEH :

LA MIDI
14420221016

CI Lahan CI Institusi

Hj. Yusrawati, S.Kep., Ns Rahmawati Ramli, S.Kep., Ns., M.Kes

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
2023
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Proses Penuaan Secara Umum


Proses menua adalah suatu proses yang akan dialami oleh setiap orang.
Menua adalah salah satu akibat proses ilmiah yang umumnya menimbulkan
penurunan kondisi fisik,psikologis, dan social dalam berinteraksi. Penuaan
merupakan suatu proses menghilangnya kemampuan jaringan yang ada
didalam tubuh secara perlahan-lahan sehingga jaringan kesulitan dalam
memperbaiki dan mempertahankan fungsi normalnya. Oleh karena itu dengan
terjadinya penuaan maka akan terjadi kemunduran fungsi tubuh, dimana
kemunduran tersebut dapat menganggu aktivitas sehari-hari.
1. Definisi Lanjut Usia
Lanjut usia adalah setiap orang yang berusia 60 tahun atau lebih, yang
secara fisik terlihat berbeda dengan kelompok umur lainnya. Umumnya
setiap orang akan mengalami proses menjadi tua dan masa tua adalah masa
hidup manusia yang terakhir. Pada masa ini seseorang mengalami
kemunduran fisik, mental, dan sosial hingga tidak melakukan tugasnya
sehari-hari lagi dan bagi kebanyakan orang masa tua kurang
menyenangkan, (Maryam, 2018).
2. Batasan Umur Lanjut Usia
Terdapat beberapa batasan-batasan usia lanjut dari berbagai sumber
yaitu :
a. Menurut WHO, dalam (Setiyorini & Wulandari, 2018)lanjut usia
meliputi :
1) Usia pertengahan (middle age), adalah kelompok usia (45-59 tahun).
2) Lanjut usia (eldery) antara (60-74 tahun).
3) Lanjut usia (old) antara (75 dan 90 tahun).
4) Usia sangat tua (very old) diatas 90 tahun.
b. Menurut Hurlock, (1979) dalam (Setiyorini & Wulandari, 2018)batasan
umur lanjut usia di bagi menjadi dua, yakni :
1) Early old age (usia 60-70 tahun).
2) Advanced old age (usia 70 tahun ke atas).
c. Menurut Prof. DR. Koesoemanto Setyonegoro, SpKJ, dalam(Setiyorini
& Wulandari, 2018). Lanjut usia dikelompokkan sebagai berikut :\
1) Usia dewasa muda (Eldery Adulthood) (usia 18/20-15 tahun).
2) Usia dewasa penuh (Middle years) atau maturitas (usia 25-60/65
tahun).
3) Lanjut usia (Geriatric age) (usia lebih dari 65/70 tahun), terbagi :
4) Usia 70-75 tahun (young old).
5) Usia 75-80 tahun (old).
6) Usia lebih dari 80 tahun (very old).
3. Perubahan Yang Terjadi Pada Lanjut Usia
Menua atau menjadi tua membawa perubahan serta pengaruh
menyeluruh baik mental, fisik, moral, spiritual, dan sosial yang
keseluruhannya antara satu bagian dengan bagian yang lainnya saling
memiliki keterkaitan. Perubahan-perubahan memerlukan penyesuaian diri,
a. Perubahan Fisik
Secara umum penuaan ditandai dengan kemunduran biologis dan
dilihat sebagai kemunduran fisik, yakni :
1) Kulit dan wajah mulai mengeriput, mengendur, serta garis-garis
yang menetap.
2) Penciuman mulai berkurang.
3) Gigi mulai tanggal dan lepas (ompong).
4) Pola tidur berubah.
5) Rambut kepala mulai memutih atau beruban.
6) Nafsu makan menurun.
7) Mudah lelah dan mudah jatuh.
8) Penglihatan dan pandangan mulai berkurang.
9) Gerakan menjadi lamban.
10) Mudah terserang penyakit.
b. Perubahan Mental
Di bidang mental atau psikis pada lanjut usia, perubahan dapat
terjadi sikap yang semakin egosentrik, mudah curiga, bertambah pelit
atau tamak bila memiliki sesuatu. Yang perlu dimengerti adalah sikap
umum yang ditemukan pada hampir setiap lanjut usia, yakni keinginan
berumur panjang, tenaganya sedapat mungkin dihemat, mengharapkan
tetap diberi peran dalam masyarakat. Ingin mempertahankan hak dan
hartanya, serta ingin tetap berwibawa. Jika meninggal pun mereka ingin
meninggal secara terhormat dan masuk surga, (Widi, 2019).
c. Perubahan Psikososial
Nilai seseorang sering diukur melalui produktivitasnya dan
identitasnya dikaitkan dengan peranan dalam pekerjaan. Bila
mengalami pensiun (purnatugas), seseorang akan mengalami
kehilangan, menurut (Nasrullah, 2018)uantara lain :
1) Kehilangan finansial ( pendapatan berkurang).
2) Kehilangan status (dulu mempunyai jabatan/posisi yang cukup
tinggi, lengkap dengan semua fasilitas).
3) Kehilanngan teman/kenalan atau relasi.
4) Kehilangan pekerjaan/kegiatan dan
5) Merasakan atau sadar terhadap kematian, perubahan cara hidup
(memasuki rumah perawatan, bergerak lebih sempit).
6) Kemampuan ekonomi akibat pemberhentian dari jabatan. Biaya
hidup meningkat pada penghasilan yang sulit, biaya pengobatan
bertambah.
7) Adanya penyakit kronis dan ketidakmampuan.
8) Timbul kesepian akibat pengasingan dari lingkungan sosial.
9) Adanya gangguan saraf panca-indra, timbul kebutaan dan ketulian.
10) Gangguan gizi akibat kehilangan jabatan.
B. Konsep Aspek Legal Etik Keperawatan
Prinsip-prinsip pengambilan keputusan etik inilah yang menjadi dasar
pengambilan keputusan oleh Perawat. Adapun prinsip-prinsip etik yang selalu
melandasi keputusan setiap Perawat ialah sebagai berikut, (Potter, 2017):
1. Otonomi (Autonomy)
Prinsip otonomi didasarkan pada keyakinan bahwa individu mampu
berpikir logis dan mampu membuat keputusan sendiri.
2. Berbuat baik (Beneficience)
Beneficience berarti, hanya melakukan sesuatu yang baik. Kebaikan
memerlukan pencegahan dari kesalahan atau kejahatan, penghapusan
kesalahan atau kejahatan dan peningkatan kebaikan oleh diri dan orang
lain.
3. Keadilan (Justice)
Prinsip keadilan dibutuhkan untuk tercapai yang sama dan adil
terhadap orang lain yang menjunjung prinsip-prinsip moral, legal dan
kemanusiaan.
4. Tidak merugikan (Non Malefecience)
Prinsip ini berarti tidak menimbulkan bahaya atau cedera fisik dan
psikologis pada klien.
5. Kejujuran (Veracity)
Prinsip veracity berarti penuh dengan kebenaran. Nilai ini diperlukan
oleh pemberi pelayanan kesehatan untuk menyampaikan kebenaran pada
setiap klien untuk keyakinan bahwa klien sangat mengerti.
6. Menepati janji (Fidelity)
Prinsip fidelity dibutuhkan individu untuk menghargai janji dan
komitmennya terhadap orang lain.
7. Kerahasiaan (Confidentiality)
Aturan dalam prinsip kerahasiaan adalah informasi tentang klien
yang harus dijaga privasinya.
8. Akutabilitas (Accountability)
Akuntabilitas merupakan standar yang pasti bahwa tindakan
seseorang professional dapat dinilai dalam situasi yang tidak jelas atau
tanpa terkecuali.
C. Konsep Medis
1. Definisi Demensia
Demensia adalah hilangnya fungsi kognitif (berpikir, mengingat,
dan bernalar) dan kemampuan perilaku sedemikian rupa sehingga
mengganggu kehidupan dan aktivitas sehari-hari seseorang. Fungsi
tersebut meliputi memori, keterampilan bahasa, persepsi visual,
pemecahan masalah, manajemen diri, dan kemampuan untuk fokus dan
memperhatikan. Beberapa penderita demensia tidak dapat mengendalikan
emosi mereka, dan kepribadian mereka dapat berubah. Tingkat keparahan
demensia berkisar dari tahap yang paling ringan, saat itu baru mulai
memengaruhi fungsi seseorang, hingga tahap yang paling parah, ketika
orang tersebut harus bergantung sepenuhnya pada orang lain untuk
kegiatan dasar kehidupan, (Aging, 2017)
Demensia adalah sindrom (biasanya bersifat kronis atau progresif)
di mana terjadi penurunan fungsi kognitif (yaitu kemampuan untuk
memproses pikiran) melebihi apa yang diharapkan dari penuaan normal.
Ini mempengaruhi memori, pemikiran, orientasi, pemahaman,
perhitungan, kapasitas belajar, bahasa, dan penilaian. Kesadaran tidak
terpengaruh. Gangguan fungsi kognitif biasanya disertai, dan kadang-
kadang didahului, oleh penurunan kontrol emosional, perilaku sosial, atau
motivasi, (WHO, 2020).
2. Etiologi
a. Penyakit Alzheimer : Ini adalah penyebab paling umum dari
demensia. Pada penyakit Alzheimer, protein abnormal mengelilingi
sel-sel otak dan protein lain merusak struktur internalnya. Belakangan,
hubungan kimiawi antara sel-sel otak terputus dan sel-sel mulai mati.
Masalah dengan ingatan sehari-hari sering kali menjadi hal pertama
yang harus diperhatikan, tetapi gejala lain mungkin termasuk kesulitan
menemukan kata yang tepat, memecahkan masalah, membuat
keputusan, atau memahami sesuatu dalam tiga dimensi, (NHS, 2021).
b. Demensia vascular : Jika suplai oksigen ke otak berkurang karena
penyempitan atau penyumbatan pembuluh darah, beberapa sel otak
menjadi rusak atau mati. Inilah yang terjadi pada demensia vaskular.
Gejalanya bisa terjadi secara tiba-tiba, setelah satu serangan stroke
besar. Atau mereka bisa berkembang seiring waktu, karena
serangkaian pukulan kecil. Demensia vaskular juga dapat disebabkan
oleh penyakit yang menyerang pembuluh darah kecil jauh di dalam
otak, yang dikenal sebagai demensia vaskular subkortikal. Gejala
demensia vaskular bervariasi dan mungkin tumpang tindih dengan
gejala penyakit Alzheimer. Banyak orang mengalami kesulitan
dengan pemecahan masalah atau perencanaan, berpikir cepat dan
berkonsentrasi. Mereka mungkin juga mengalami periode singkat
ketika mereka menjadi sangat bingung, (N. Kalaria, 2018).
c. Demensia campuran : Ini terjadi ketika seseorang menderita lebih dari
satu jenis demensia, dan gejala campuran dari jenis tersebut. Sangat
umum bagi seseorang untuk menderita penyakit Alzheimer dan
demensia vaskular bersamaan, (NHS, 2021).
d. Demensia dengan badan Lewy : Jenis demensia ini melibatkan
struktur abnormal kecil (badan Lewy) yang terbentuk di dalam sel
otak. Mereka mengganggu kimiawi otak dan menyebabkan kematian
sel-sel otak. Gejala awal dapat mencakup kewaspadaan yang
bervariasi sepanjang hari, halusinasi, dan kesulitan menilai jarak.
Daya ingat seseorang sehari-hari biasanya kurang terpengaruh
dibandingkan pada tahap awal penyakit Alzheimer. Demensia dengan
badan Lewy terkait erat dengan penyakit Parkinson dan seringkali
memiliki beberapa gejala yang sama, termasuk kesulitan bergerak,
(NHS, 2021).
e. Demensia frontotemporal (termasuk penyakit Pick) : Pada demensia
frontotemporal, bagian depan dan samping otak rusak. Gumpalan
protein abnormal terbentuk di dalam sel otak, menyebabkannya mati.
Pada awalnya, perubahan kepribadian dan perilaku mungkin
merupakan tanda yang paling jelas. Bergantung pada area otak mana
yang rusak, orang tersebut mungkin mengalami kesulitan berbicara
dengan lancar atau lupa arti kata-katanya, (NHS, 2021).
3. Patofisiologi
Demensia cukup sering dijumpai dalam lansia. Gangguan
demensia dimanifestasikan dengan defisit kognitif multipel seperti
gangguan memori, afasia (kehilangan kemampuan berbicara, kemampuan
menulis atau pemahaman bahasa akibat penyakit pada otak). Gangguan
memori mungkin pertama kali disadari ketika kehilangan atau salah
menempatkan barang-barang pribadi. Jika gangguan memori memburuk,
seseorang dapat melupakan namanya sendiri, hari ulang tahun, atau nama-
nama anggota keluarganya. Kemampuan dalam memahami pembicaraan
atau bahasa tertulis menjadi menurun. Pada demensia tahap lanjut,
individu dapat menjadi bisu atau membentuk pola pembicaraan, kesulitan
dalam melaksanakan aktivitas motorik, (Setiyorini & Wulandari, 2018).
Demensia ada beberapa macam diantaranya demensia Alzheimer
dan demensia multi infark. Pada demensia Alzheimer terdapat penurunan
neurotransmiter tertentu terutema acetilkolin. Area otak yang terkena
adalah korteks cerebral dan hipotalamus, keduanya merupakan bagian
penting dalam fungsi kognitif dan memori. Acetilkolin dan
neurotransmiter merupakan zat kimia yang diperlukan untuk mengirim
pesan melalui sistem saraf. Defisit neurotransmiter menyebabkan
pemecahan proses komunikasi yang kompleks diantara sel-sel pada sistem
saraf. Sedangkan demensia multi infark terjadi pada pasien yang
menderita penyakit cerebrovaskuler, (Setiyorini & Wulandari, 2018).
Gangguan fungsi luhur terlihat dalam bentuk kehilangan
kemampuan untuk berpikir abstrak. Terdapat ketidakmampuan dalam
merencanakan, mengurutkan, dan menghentikanperilaku yang kompleks.
Individu demensia mengalami disorientasi tempat, waktu, dan orang atau
menunjukkan penurunan daya nilai dan keterbatasan atau sama sekali
tidak memiliki pemahaman sehingga dapat terjadi perubahan proses pikir,
(Setiyorini & Wulandari, 2018).
Pasien demensia seringkali terdapat gangguan berjalan yang
menyebabkan klien terjatuh. Dan hal ini dapat memunculkan masalah
resiko trauma atau cedera. Beberapa orang menunjukkan cemas, depresi,
atau mengalami gangguan tidur. Individu yang mengalami demensia
sangat rentan terhadap stresor fisik dan stresor psikososial yang
memperburuk defisit kognitif serta masalah-masalah lain, (Setiyorini &
Wulandari, 2018).
4. pathway

Lansia Parkinson Alzheimer

Degeneratif Tremor Kematian sel neuron

Penurunan fungsi otak

Melemahnya fungsi Perubahan cara berjalan Stroke


Organik

Kelemahan Penurunan neurotrnsmiter

Resiko terjatuh

MK : Resiko
Cedera

Kemunduran Disintegrasi Defisit


kepribadian neurotransmiter
Intelektual dan Acetilkolin
Perubahan
Defisit Kognitif Multipel perilaku Pemecahan proses
komunikasi antara
sel

Gg. Memori Depresi Demensia

Sulit mengingat kembali, Lebih Disorientasi Penurunan


mengambil keputusan, sensitif daya ingat
bertindak lebih lamban

Menarik diri Tidak


mampu
Penurunan berpikir
Berkurangnya kemampuan daya nilai abstrak
fungsi sehari-hari Isolasi
Sosial Halusinasi
MK :
MK : Gangguan
MK : Defisit Perawatan Diri Ganggua Proses
Tidak dapat
n Pikir
melakukan
Persepsi
aktivitas
Sensori
mandiri

5. Manifestasi Klinis
Demensia memengaruhi setiap orang dengan cara yang berbeda,
bergantung pada dampak penyakit dan kepribadian orang tersebut
sebelum jatuh sakit. Tanda dan gejala yang terkait dengan demensia dapat
dipahami dalam tiga tahap, (WHO, 2020).
a. Tahap awal : tahap awal demensia sering terlewatkan, karena onsetnya
bertahap. Gejala umum termasuk:
1) Kelupaan
2) Lupa waktu
3) Tersesat di tempat yang sudah dikenal.
b. Stadium tengah: saat demensia berlanjut ke stadium tengah, tanda dan
gejala menjadi lebih jelas dan lebih membatasi. Ini termasuk:
1) Menjadi pelupa peristiwa baru-baru ini dan nama orang-orang
2) Tersesat di rumah
3) Mengalami kesulitan komunikasi yang semakin meningkat
4) Membutuhkan bantuan dengan perawatan pribadi
5) Mengalami perubahan perilaku, termasuk mengembara dan
bertanya berulang-ulang.
c. Tahap akhir: tahap akhir demensia adalah salah satu dari
ketergantungan dan ketidakaktifan yang hampir total. Gangguan
ingatan serius dan tanda serta gejala fisik menjadi lebih jelas.
Gejalanya meliputi:
1) Menjadi tidak sadar akan waktu dan tempat
2) Mengalami kesulitan mengenali kerabat dan teman
3) Memiliki kebutuhan yang meningkat untuk perawatan diri terbantu
4) Mengalami kesulitan berjalan
5) Mengalami perubahan perilaku yang mungkin meningkat dan
termasuk agresi.
6. Komplikasi
Demensia yang semakin memburuk seiring waktu dapat
menimbulkan komplikasi, di antaranya adalah:
a. Kekurangan nutrisi. Kondisi terjadi karena pasien lupa untuk makan
dengan baik, atau mungkin tidak bisa menelan dan mengunyah.
b. Pneumonia (radang paru-paru). Kesulitan menelan meningkatkan
risiko tersedak atau menyedot makanan ke dalam paru-paru, yang
dapat menghalangi pernapasan dan menyebabkan pneumonia.
c. Tidak bisa merawat diri. Ketidakmampuan untuk melakukan
perawatan diri, seperti mandi, berpakaian, menyikat rambut atau gigi,
menggunakan toilet sendiri, dan minum obat secara akurat.
d. Kematian. Demensia stadium akhir menyebabkan koma dan kematian,
seringkali karena infeksi, (Setiyorini & Wulandari, 2018).
7. Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis demensia cukup sulit dilakukan karena gejalanya mirip
dengan penyakit lain. Oleh karena itu, dokter perlu melakukan
serangkaian pemeriksaan untuk memastikan penyebabnya.
Sebagai langkah awal, dokter akan menanyakan gejala yang
dialami pasien untuk mengetahui seberapa besar gejala tersebut
memengaruhi aktivitas sehari-hari. Dokter juga akan menanyakan riwayat
kesehatan pasien serta keluarga untuk mengetahui apakah ada riwayat
demensia dalam keluarga, (Widi, 2019). Setelah itu, dokter akan
melakukan beberapa pemeriksaan tambahan yang meliputi:
a. Pemeriksaan saraf : Pemeriksaan saraf dilakukan untuk menilai
kekuatan otot serta melihat refleks tubuh.
b. Pemeriksaan mental : Pemeriksaan ini dilakukan menggunakan
metode mini-mental state examination (MMSE), yaitu serangkaian
pertanyaan yang akan diberikan nilai oleh dokter untuk mengukur
seberapa besar gangguan kognitif yang dialami.
c. Tes fungsi luhur : Tes ini bertujuan untuk mengukur kemampuan
berpikir seseorang, misalnya dengan meminta pasien berhitung
mundur dari angka 100 atau menggambar jarum jam untuk
menunjukan waktu tertentu.
Pemeriksaan lainnya juga perlu dilakukan bila ada penyakit lain
yang menimbulkan gejala demensia, seperti stroke, tumor otak, atau
gangguan tiroid. Pemeriksaan tersebut meliputi:
a. Pencitraan otak dengan CT scan, MRI, atau PET scan.
b. Pemeriksaan listrik otak dengan EEG.
c. Pemeriksaan darah.
8. Penatalaksanaan
Pengobatan demensia bertujuan untuk membantu penderita
beradaptasi dengan kondisinya, menghambat gejala yang muncul, dan
menghindari komplikasi. Berikut adalah prosedur yang dapat digunakan
sebagai pengobatan untuk demensia:
a. Terapi khusus
Terdapat beberapa terapi yang dapat dilakukan untuk menangani
gejala dan perilaku yang muncul akibat demensia, yaitu:
1) Terapi stimulasi kognitif
Terapi ini bertujuan untuk merangsang daya ingat,
kemampuan memecahkan masalah, serta kemampuan berbahasa,
dengan melakukan kegiatan kelompok atau olahraga.

2) Terapi okupasi
Terapi ini bertujuan untuk mengajarkan penderita cara
melakukan aktivitas sehari-hari dengan aman sesuai kondisinya,
serta mengajarkan cara mengontrol emosi dalam menghadapi
perkembangan gejala.
3) Terapi ingatan
Terapi ini berguna untuk membantu penderita mengingat
riwayat hidupnya, seperti kampung halaman, masa sekolah,
pekerjaan, hingga hobi.
4) Rehabilitasi kognitif
Terapi ini bertujuan untuk melatih bagian otak yang tidak
berfungsi, menggunakan bagian otak yang masih sehat. Teknik ini
melibatkan bekerja dengan profesional terlatih, seperti terapis
okupasi, dan kerabat atau teman untuk mencapai tujuan pribadi,
seperti belajar menggunakan ponsel atau tugas sehari-hari
lainnya, (NHS, 2021).
b. Dukungan Keluarga
Selain terapi-terapi di atas, untuk menjaga kualitas hidup
penderita demensia, diperlukan dukungan dari keluarga atau kerabat,
(Widi, 2019). Dukungan atau bantuan tersebut dapat meliputi:
1) Berkomunikasi dengan penderita menggunakan kalimat yang
singkat dan mudah dimengerti, disertai dengan gerakan, isyarat
dan kontak mata.
2) Melakukan olahraga yang dapat meningkatkan kekuatan,
keseimbangan, dan kesehatan jantung bersama penderita.
3) Melakukan aktivitas menyenangkan bersama penderita, seperti
memasak, berkebun, melukis, atau bermain musik.
4) Menciptakan kebiasaan sebelum tidur untuk penderita, seperti
tidak menonton televisi dan menghidupkan lampu rumah.
5) Membuat agenda atau kalender sebagai alat bantu mengingat
acara dan aktivitas yang harus dilakukan penderita, serta jadwal
pengobatan.
6) Membuat perencanaan pengobatan selanjutnya bersama penderita,
untuk menentukan pengobatan apa yang harus dijalaninya.
c. Obat-obatan
Beberapa jenis obat yang biasa digunakan untuk mengatasi
gejala demensia adalah acetylcholinesterase inhibitors, memantine,
antiansietas, antipsikotik, dan antidepresan.
d. Operasi
Demensia dapat ditangani dengan operasi jika disebabkan oleh
tumor otak, cedera otak, atau hidrosefalus. Tindakan operasi dapat
membantu memulihkan gejala jika belum terjadi kerusakan permanen
pada otak, (Widi, 2019).
9. Prognosis
Alzheimer tidak dapat disembuhkan. Penyakit ini akan terus
memburuk seiring waktu dan pasien akan mendapat disabilitas bermakna
karenanya. Angka harapan hidup bagi seseorang berusia 65 tahun atau
lebih tua yang terdiagnosis penyakit Alzheimer berkisar antara 4 tahun
hingga 8 tahun. Ada beberapa individu dengan penyakit Alzheimer yang
dapat hidup hingga 20 tahun setelah tanda pertama kemunculan penyakit
Alzheimer.
Faktor usia saat onset terjadi mempengaruhi prognosis pasien
Alzheimer. Pasien dengan onset dini (usia <65 tahun) akan mengalami
progresivitas penyakit yang lebih cepat dibandingkan dengan Alzheimer
onset lambat (usia ≥65 tahun). Faktor prognosis lain yang berhubungan
dengan penurunan kognitif yang lebih cepat adalah:
a. Jenis kelamin laki-laki
b. Malnutrisi
c. Rendahnya tingkat pendidikan pasien
d. Penyakit komorbid seperti hipertensiatau dislipidemia
e. Adanya gangguan perilaku yang menyertai
10. Mind Mapping Demensia

Definisi Etiologi Epidemiologi


Demensia adalah penyakit yang Demensia masih belum Ada sekitar 46 juta jiwa yang
mengakibatkan penurunan daya sepenuhnya di mengerti, tetapi menderita penyakit demensia di
ingat, cara berpikir, factor resiko seperti usia, gaya dunia, sebanyak 22 juta jiwa
kemampuan bersosialisasi dan hidup dan beberapa penyakit diantaranya berada di Asia.
aktivitas sehari-hari
penderitanya

Manifestasi Klinis
Patofisiologi
Demensia masih belum 1. Kognitif
diketahui secara pasti, namun 2. psikologis
diperkirakan terjadi berbagai
proses molecular yang Demensia
menyebabkan hilangnya
hubungan sinaps, kematian, Edukasi dan promosi
disfungsi sel otak, gliosis serta kesehatan demensia
inflamasi Edukasi dan pencegahan
demensia sebaiknya dijelaskan
perawat kepada pasien dan
keluarga.
Penatalaksanaan

1. Psikologis
2. support
D. Konsep Keperawatan
1. pengkajian Keperawatan
a. Pengkajian Riwayat Kesehatan
1) Identitas/Data Biografis Klien
2) Riwayat Keluarga
3) Riwayat Pekerjaan
4) Riwayat Lingkungan Hidup
5) Riwayat Rekreasi
6) Sistem Pendukung
7) Kebiasaan Ritual
8) Status Kesehatan Saat Ini
9) Status Kesehatan Masa Lalu
10) Tinjauan Sistem
Kaji ada tidaknya tanda-tanda/setiap gejala berikut ini:
1) Keadaan Umum
Kelelahan, perubahan BB setahun lalu, perubahan nafsu
makan, demam, keringat malam, kesulitan tidur, sering pilek dan
infeksi, penilaian diri terhadap status kesehatan, kemampuan
melakukan ADL, tingkat kesadaran(kualitatif,kuntitatif), TTV.
2) Integument
Lesi/luka, perubahan pigmentasi, perubahan tekstur, perubahan
nevi, sering memar, perubahan rambut, perubahan kuku,
katimumul pada jari kaki dan kallus, pola penyembuhan lesi dan
memar, elastisitas/turgor.
3) Hemopoetik
Perdarahan/memar abnormal, pembengkakan kelenjar limfe,
anemia, riwayat transfusi darah.
4) Kepala
Sakit kepala, trauma pada masa lalu, pusing, gatal kulit kepala,
lesi/luka.
5) Mata
Perubahan penglihatan, pemakaian kaca mata/lensa kontak,
nyeri, air mata berlebihan, pruritus, bengkak sekitar mata, floater,
diplopia, kabur, fotofobia, riwayat infeksi, tanggal pemeriksaan
paling akhir, dampak pada penampilan ADL>
6) Telinga
Perubahan pendengaran, rabas, titinus, vertigo, sensitivitas
pendegaran, alat-alat protesa, riwayat infeksi, tanggal pemeriksaan
paling akhir, kebiasaan perawatan telinga, dampak penampilan
pada ADL.
7) Hidung dan Sinus
Rinorea, rabas, epistaksis, obstruksi, mendengkur, nyeri pada
sinus, alergi, riwayat infeksi, penilaian diri pada kemampuan
olfaktorius.
8) Mulut dan Tenggorok
Sakit tenggorakan, lesi/ulkus, serak, perubahan suara, kesulitan
menelan, perdarahan gusi, karies, alat-alat protesa, riwayat infeksi,
tanggal pemeriksaan akhir, pola menggosok gigi, pola flossing,
masalah dan kebiasaan membersihkan gigi .
9) Leher
Kekakuan, nyeri/nyeri tekan, benjolan/massa, keterbatasan
gerak, pembesaran kelenjar thyroid.
10) Payudara
Benjolan/massa, nyeri/nyeri tekan, bengkak, keluar cairan dari
puting susu, perubahan pada puting susu, pola pemeriksaan
payudara, tanggal momografi paling akhir.
11) Pernapasan
Batuk, sesak napas, hemoptisis, sputum, mengi, asma/alergi
pernapasan, frekuensi, auskultasi, palpasi, perkusi, wheezing.
12) Kardiovaskuler
Nyeri/ketidaknyamanan dada, palpitasi, sesak napas, dispnea
pada aktivitas, ortopnea, murmur, edema, varises, kaki timpang,
parestesia, perubahan warna kaki.
13) Gastrointestinal
Disfagia, tak dapat mencerna, nyeri ulu hati, pembesaran
hepar, mual/muntah, hematesis, perubahan nafsu makan, intoleransi
makanan, ulkus, nyeri, ikterik, benjolan/massa, perubahan
kebiasaan defekasi, diare, kontipasi, melena, hemoroid, perdarahan
rektum, pola defekasi biasanya.
14) Perkemihan
Disuria, frekuensi, menetes, ragu-ragu, dorongan, hematuria,
poliuria, oliguria, nokturia, inkontinensia, nyeri saat berkemih,
batu, infeksi.
15) Genitor Reproduksi - Pria
Lesi, rabas, neri tekstuler, masalah prostat, penyakit kelamin,
perubahan hasrat seksual, impotensi, masalah aktivitas seksual.
16) Genitor Reproduksi – Wanita
Lesi rabas, dispareunia, perubahan pasca senggama, nyeri
pelvik, penyakit kelamin, infeksi, maslah aktivitas seksual, riwayat
menstruasi, tanggal dan hasil papsmear terakhir.
17) Muskuloskeletal
Nyeri persendian, kekakuan, pembengkakan sendi, deformitas,
spasme, kram, kelemahan otot, maslah cara berjalan, nyeri
punggung, protesa, pola kebiasaan latihan, dampak pada
penampilan ADL.
18) Sistem Saraf Pusat
Sakit kepala, kejang, sinkope, paralisis, paresis, masalah
koordinasi, tic/tremor/spasme, parestesia, cedera kepala, maslah
memori.
19) Sistem Endokrin
Intoleransi panas/dingin, goiter, pigmentasi kulit,
perubahan rambut, polifagia, poliuria, polidpsia.
20) Sistem Imu
Kerentanan dan seringnya terkena penyakit, imunisasi.
21) Sistem Pengecapan
Berkurangnya rasa asin dan panas.
22) Sistem Penciuman
Peningkatan sistem penciuman.
23) Psikososial
Cemas, depresi, insomnia, menangis, gugup, takut, masalah
dalam mengambil keputusan, kesulitan berkonsentrasi,
pernyataan perasaan umum mengenai keputusan/frustasi
mekanisme koping yang biasa, stres saat ini, masalah tentang
kematian dan kehilangan, dampak penampilan ADL.
b. Pengkajian Status Fungsional, Kognitif, Afektif dan Sosial
1) Pengkajian Status Fungsional
Indeks kemandirian pada aktivitas kehidupan sehari-hari
berdasarkan pada evaluasi fungsi mandiri atau tergantung dari klien
dalam mandi, berpakaian, pergi ke kamar mandi, berpindah,
kontinen dan makan.

INDEKS KATZ

SKORE KRITERIA

A Kemandirian dalam hal makan, kontinen, berpindah, ke


kamar kecil, berpakaian dan mandi.

B Kemandirian dalam semua aktifitas hidup sehari-hari, kecuali


satu dari fungsi tersebut.

C Kemandirian dalam semua aktifitas hidup sehari-hari, kecuali


mandi dan satu fungsi tambahan.

D Kemandirian dalam semua aktifitas hidup sehari-hari, kecuali


mandi, berpakaian dan satu fungsi tambahan.
E Kemandirian dalam semua aktifitas hidup sehari-hari, kecali
mandi, berpakaian, ke kamar kecil dan satu fungsi tambahan.

F Kemandirian dalam semua aktifitas hidup sehari-hari, kecuali


mandi, berpakaian, berpindah dan satu fungsi tambahan.

G Ketergantungan pada enam fungsi tersebut.

Lain-lain Ketergantungan pada sedikitnya dua fungsi, tetapi tidak dapat


diklasifikasikan sebagai C, D, E, F dan G.

2) Pengkajian Status Kognitif dan Afektif


a) Menggunakan Short Portable Mental Status Questionnaire
(SPMSQ) untuk mendeteksi adanya dan tingkat kerusakan
intelektual, terdiri dari 10 hal yang mengetes orientasi, memori
dalam hubungannya dengan kemampuan perawatan diri, memori
jauh, kemampuan matematis.
b) Menggunakan Mini Mental State Exam (MMSE) untuk menguji
aspek-aspek kognitif dari fungsi mental meliputi orientasi,
registrasi, perhatian, kalkulasi, mengingat kembali dan bahasa.
c) Menggunakan Inventaris Depresi Beck untuk membedakan jenis
depresi serius yang mempengaruhi fungsi-fungsi dari suasana
hati rendah umum pada banyak orang.
d) Mengguanakan Skala Depresi Geriatrik Yesavage untuk menilai
depresi lansia.(Sunaryo, 2018)
2. Diagnosis Keperawatan, (SDKI, 2017).
a. Defisit perawatan diri berhubungan dengan adanya gangguan
psikologis
b. Ketidakseimbangan nutrisi berhubungan dengan faktor psikologis
c. Konfusi kronik berhubungan dengan perubahan struktur/ fungsi
jaringan otak
d. Resiko perilaku kekerasan berhubungan dengan kerusakan kognitif
e. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan adanya hambatan
psikologis
3. Intervensi Keperawatan, (SIKI, 2018).

Tujuan Dan
Diagnosa Intervensi Keperawatan
Kriteria Hasil
Defisit perawatan Setelah dilakukan Dukungan perawatan diri
diri berhubungan tindakan Observasi :
dengan adanya keperawatan 3x24 1. Identifikasi kebiasaan aktivitas
gangguan jam diharapkan perawatan diri sesuai
psikologis deficit perawatan 2. Monitor tingkat kemandirian
diri dapat teratasi 3. Identifikasi kebutuhan alat bantu
kebersihan diri, berpakaian,
berhias dan makan
Terapeutik :
1. Sediakan lingkungan yang
terapeutik (mis, Susana hangat,
rileks, privasi)
2. Siapkan keperluan pribadi (mis,
parfum, sikat gigi, dan sabun
mandi)
3. Damping dalam melkukan
perawatan diri sampai mandi
4. Fasilitasi untuk menerima
keadaan ketergantungan
5. Fasilitasi kemandirian, bantu jika
tidak mampu melakukan
perawatan diri
6. Jadwalkan rutinitas perawatan
diri
Edukasi :
1. Anjurkan melakukan perawatan
diri secara konsisten sesuai
kemampuan
Ketidakseimbangan Setelah dilakukan Manajemen nutrisi
nutrisi tindakan Obsevasi
berhubungan keperawatan 3x24 1. Identifikasi status nutrisi
dengan faktor jam diharapkan 2. Identifikasi alergi dan inteloransi
psikologis ketidakseimbangan makanan
nutrisi dapat teratasi 3. Identifikasi makanan yang
disukai
4. Identifikasi kebutuha kalori dan
jenis nutria
5. Identifikasi perlunya penggunaan
selang nasogastrik
6. Monitor asupan makanan
7. Monitor berat badan
Terapeutik :
1. Lakukan oral hygiene sebelum
makan, jika perlu
2. Fasilitasi menentukan pedoman
diet
3. Sajikan makanan secara menarik
dan suhu yang sesuai
4. Berikan makanan tinggi serat
untuk mencegah konstipasi
5. Berikan makanan tinggi kalori
dan tinggi protein
6. Berikan suplemen makanan, jika
perlu
Edukasi :
1. Anjurkan posisi duduk, bila
mampu
2. Ajarkan diet yang diprogramkan
Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian medikasi
sebelum makan, jika perlu
2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
menentukan jumlah kalori dan
jenis nutrient yang dibutuhkan,
jika perlu
Konfusi kronik Setelah dilakukan Manajemen demensia
berhubungan tindakan Observasi :
dengan perubahan keperawatan 3x24 1. Identifikasi riwayat fisik, social,
struktur/ fungsi jam diharapkan psikologis dan kebiasaan
jaringan otak konfusi kronik dapat 2. Identifikasi pola aktivitas (mis,
teratasi tidur, minum obat, eliminasi,
asupan oral, perawatan diri)
Terapeutik :
1. Sediakan lingkungan aman,
nyaman, konsisten, dan rendah
stimulus (mis. Music tenang,
dekorasi sederhana, pencahayaan
memadai, makan dengan pasien
lain)
2. Orientasikan waktu, tempat dan
orang
3. Gunakan distraksi untuk
mengatasi masalah perilaku
4. Libatkan keluarga dalam
merencanakan, menyediakan dan
mengevaluasi perawatan
5. Fasilitasi perawatan dengan
symbol-simbol (mis. Dekorasi,
papan penunjuk, foto diberi nama,
huruf besar)
6. Libatkan kegiatan individu atau
kelompok sesuai kemampuan
kognitif dan minat
Edukasi :
1. Anjurkan memperbanyak istirahat
2. Ajarkan keluarga cara perawatan
demensia
Resiko perilaku Setelah dilakukan Pencegahan perilaku kekerasan
kekerasan tindakan Observasi :
berhubungan keperawatan 3x24 1. Monitor adanya benda yang
dengan kerusakan jam diharapkan berpotensi membahayakan (mis.
kognitif perilaku kekerasan Benda tajam, tali)
resiko dapat teratasi 2. Monitor keamanan barang yang
dibawa oleh pengunjung
3. Monitor selama penggunaan
barang yang dapat
membahayakan(mis. Pisau cukur)
Terapeutik :
1. Pertahankan lingkungan bebas
dari bahaya secara rutin
2. Libatkan keluarga dalam
perawatan
Edukasi :
1. Anjurkan pengunjung dan
keluarga untuk mendukung
keselamatan pasien
2. Latih cara mengungkapkan
perasaan secara asertif
3. Latih mengurangi kemarahan
secara verbal dan nonverbal
Gangguan Setelah dilakukan Manajemen demensia
komunikasi verbal tindakan Observasi :
berhubungan keperawatan 3x24 1. Identifikasi riwayat fisik, social,
dengan adanya jam diharapkan psikologis dan kebiasaan
hambatan gangguan 2. Identifikasi pola aktivitas (mis,
psikologis komunikasi verbal tidur, minum obat, eliminasi,
dapat teratasi asupan oral, perawatan diri)
Terapuetik :
1. Sediakan lingkungan aman,
nyaman, konsisten, dan rendah
stimulus (mis. Music tenang,
dekorasi sederhana, pencahayaan
memadai, makan dengan pasien
lain)
2. Orientasikan waktu, tempat dan
orang
3. Gunakan distraksi untuk
mengatasi masalah perilaku
4. Libatkan keluarga dalam
merencanakan, menyediakan dan
mengevaluasi perawatan
5. Fasilitasi perawatan dengan
symbol-simbol (mis. Dekorasi,
papan penunjuk, foto diberi nama,
huruf besar)
6. Libatkan kegiatan individu atau
kelompok sesuai kemampuan
kognitif dan minat
Edukasi :
1. Anjurkan memperbanyak istirahat
2. Ajarkan keluarga cara perawatan
demensia
4. Evaluasi
Tahap penilaian atau evaluasi adalah perbandingan yang sistimatis
dan terencana tentang kesehatan keluarga dengan tujuan yang telah
ditetapkan, dilakukan dengan cara berkesinambugan dengan melibatkan
klien dan tenaga kesehatan lainnya. Tujuan evaluasi adalah untuk melihat
kemampuan keluarga dalam mencapai tujuan (Herdman TH, 2017).
DAFTAR PUSTAKA

Aging, N. I. (2017). Basics of Alzheimer's Disease and Dementia What is


Dementia? Symptoms, Types, and Diagnosis. Depertement of Health &
Human Services, 50-62.
Martina, S. E. (2019). Reminiscence Membantu Mencegah Kejadia Demensia
Pada Lansia. Jakarta: Zagr Publishing.
Maryam, S. (2018). Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta: Salemba
Medika.
N. Kalaria, R. (2018). The Pathology and Pathophysiology of Vascular Dementia.
Jakarta: Elsevier.
Nasrullah, D. (2018). Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Jakarta: Trans Info
Media.
NHS. (2021). Causes of Dementia, Dementia Guide. National Health Service, 49-
55.
Potter, P. (2017). Fundamental of Nursing (9th ed). Jakarta: Elsevier.
SDKI, T. P. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : Defenisi dan
Indikator Diagnostik. Jakarta: DPP PPNI.
Setiyorini, E., & Wulandari, N. A. (2018). Asuhan Keperawatan Lanjut Usia
Dengan Penyakit Degeneratif. Malang: Media Nusa Creative.
SIKI, T. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia : Definisi dan
Tindakan Keperawatan. Jakarta: DPP PPNI.
Sunaryo. (2018). Asuhan Keperawatan Gerontik. Yogyakarta: ANDI.
WHO. (2020). Fact Sheets of Dementia. World Health Orgnanization, 50-56.
Widi, W. (2019). Buku Ajar Kemandirian Hidup Lansia Ditinjau Dari Faktor
Kondisi Kesehatan dan Kapasitas Fungsional Lansia. Malang: Media
Nusa Creative.

You might also like