You are on page 1of 23

BAB I

PENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANG

Kegiatan pembangunan yang makin meningkat, mengandung resiko, makin


meningkatnya resiko makin meningkatnya pencemaran dan perusakan lingkungan,
termasuk oleh limbah Bahan Berbahaya Beracun (B3), sehingga struktur dan fungsi
ekosistem yang menjadi penunjang kehidupan dapat rusak. Pencemaran dan perusakan
lingkungan hidup akan menjadi beban sosial, yang pada akhirnya masyarakat dan
pemerintah harus menanggung biaya pemulihannya.1
Terpeliharanya kualitas fungsi lingkungan secara berkelanjutan menuntut tanggung
jawab, keterbukaan, dan peran serta masyarakat yang menjadi tumpuan pembangunan
berkelanjutan guna menjamin kesejahteraan dan mutu hidup generasi masa kini dan
generasi masa mendatang.
Menyadari hal tersebut di atas, bahan berbahaya dan beracun beserta limbahnya
harus dikelola dengan baik. Makin meningkatnya kegiatan pembangunan, dalam hal ini
pabrik-pabrik atau indutri-industri menyebabkan meningkatnya dampak kegiatan tersebut
terhadap lingkungan hidup, keadaan ini makin mendorong diperlukannya upaya
pengendalian dampaknya, sehingga resiko terhadap lingkungan dapat ditekan sekecil
mungkin.
Upaya pengendalian dampak terhadap lingkungan sangat ditentukan oleh
pengawasan terhadap ditaatinya ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur
segi-segi lingkungan hidup, sebagai perangkat hukum yang bersifat preventif melalui
proses perizinan untuk melakukan usaha dan atau kegiatan. Oleh karena itu dalam setiap
ijin yang diterbitkan, harus dicantumkan secara tegas syarat dan kewajiban yang harus
dipatuhi dan dilaksanakan oleh penanggung jawab usaha atau kegiatan tersebut.
Pengaturan tentang limbah B3 dimulai sejak tahun 1992 dengan diterbitkannya
Keputusan Menteri Perdagangan No. 394/Kp/XI/92 tentang Larangan Impor Limbah
Plastik. Selanjutnya diterbitkan keputusan presiden No.61 Tahun 1993 tetang Ratifikasi

1 . Lihat, Penjelasan Umum Undang-Undang No. 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan
Hidup
Konvensi Basel 1989 yang mencerminkan kesadaran pemerintah Indonesia tentang adanya
pencemaran lingkungan akibat masuknya limbah B3 dari luar wilayah Indonesia.
Dalam perkembangan setelah diundangkan Undang-Undang No.23 Tahun 1997
tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup sebagai uapaya untuk mewujudkan pengelolaan
limbah B3, pemerintah telah mengundangkan Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 1999
tentang pengelolaan Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (Peraturan
Pemerintah Limbah B3), sebagaimana telah dirubah dengan Peraturan Pemerintah No. 85
Tahun 1999. Dengan diundangkannya Peraturan Pemerintah Limbah B3 diharapkan
pengelolaan limbah B3 dapat lebih baik sehingga tidak lagi terjadi pencemaran lingkungan
yang diakibatkan oleh limbah B3. Selain itu diharapkan pula dengan diundangkannya
Peraturan Pemerintah Limbah B3 para pelaku industry dan pelaku kegiataan lainnya
tunduk dan taat terhadap ketentuan tersebut.
Seperti dikutip dalam berita online Radio Republik Indonesia yang terbit pada
tanggal 22 April 2017 :
KBRN, Bengkulu : WALHI Bengkulu merilis keberadaan PT. Sinar Bengkulu
Selatan (SBS), diduga meresahkan Warga Kecamatan Pino Raya, lantaran aktivitasnya
diduga melakukan pencemaran lingkungan hidup sekitar.
Dari laporan masyarakat yang tergabung dalam Forum Masyarakat Peduli
Lingkungan-Pino Raya (FMPL-PR), adanya indikasi pelanggaran pencemaran lingkungan
hidup yang dilakukan oleh PT SBS, dengan membuang limbah ke Sungai Selali, tanpa
melalui mekanisme yang sudah di atur oleh perundang-undangan.
Hal itu dibuktikan, dari hasil uji sampel yang telah dilakukan oleh Dinas Lingkungan
Hidup dan Kehutanan (DLHK) Bengkulu Selatan dan DLHK Provinsi Bengkulu, yang
dilakukan di laboratorium Pemda Sumatera Selatan, disinyalir melampaui Ambang Batas
Baku Mutu Air pada limbah kolam 11 hingga pemeriksaan kedua kalinya.
Kemudian didukung rilis Maret 2017 dari DLHK Provinsi Bengkulu, dalam Program
Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan (Proper) yang dinilai langsung Kementerian
Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), PT SBS juga mendapat Rapor Merah.
“Laporan masyarakat Pino Raya lepada WALHI Bengkulu pada Kamis, 20 April
2017 lalu, telah terjadi pengerukan Muara Sungai selali yang diindikasikan ingin
menghilangkan dan mengalirkan aliran sungai yang telah tercemar oleh Limbah akibat
aktivitas PT. Sinar Bengkulu Selatan,” kata Manager Advokasi dan Kampanye Walhi
Bengkulu, Awang Konaevi didampingi Teo Reffelsen, Staff Walhi di Bengkulu.
Dikatakan, berpijak fakta-fakta lapangan diketahui aktifitas alat berat PT. SBS untuk
melawati jalan telah mendapat izin dari Kepolisian Sektor Pino Raya, Bengkulu Selatan.
Sedangkan aktivitas alat berat PT. SBS untuk menggeruk Muara Air Sungai Selali
diduga tidak mendapat izin dari pihak terkait, dan hanya secara lisan meminta izin kepada
Kepala Desa.
“WALHI Bengkulu dalam hal ini melihat adanya kejanggalan atas aktivitas illegal
tersebut, karena ada indikasi PT. SBS ingin menghilangkan jejak terkait pencemaran
limbah ke Air Selali yang menimbulkan bau tidak sedap, penurunan kualitas dan warna air
menjadi hitam pekat yang mengakibatkan rusaknya Ekosistem Sungai Air Selali, dan
disinyakir matinya Biota Sungai dengan cara melakukan pengerukan Muara Sungai Agar
Aliran Sungai Selali yang sudah tercemar mengalir kepantai. Kemudian atas kejadian itu,
Pemerintah Kabupaten Bengkulu Selatan diduga juga telah kecolongan,” terangnya, Sabtu,
(22/4/2017).
Lebih jauh Awang menyatakan, aktivitas Alat Berat PT. SBS yang melakukan
pengerukan, diduga tanpa izin atau melanggar aturan yang tercantum dalam Peraturan
Pemerintah No. 42 Tahun 2008, tentang Pengelolaan Sumber Daya Air.
“Akibatnya diduga berubahnya alur sungai, terjadinya pemindahan/pengalihan Alur
Sungai, sebagaimana ketentuan Pasal 5 Permen PU Nomor 18 Tahun 2009 tentang
Peralihan Sungai,” paparnya.
Selain itu ditambahkannya, aktivitas yang dilakukan PT. SBS bukan untuk
kepentingan umum, melainkan hanya kepentingan perusahan sendiri dengan, disinyalir
sengaja untuk mengelabuhi pemerintah dan masyarakat sekitar atau menghilangkan jejak
Pencemaran Limbah ke Sungai Selali.
“Atas dugaan pelanggaran tersebut untuk menghindari dampak yang lebih besar,
WALHI Bengkulu meminta aparat penegak hukum dalam hal ini Kepolisian, Kejaksaan
dan PPNS dapat melakukan penegakan hukum sesuai dengan ketentuan perundang-
undangan yang berlaku. Terkait indikasi pencemaran lingkungan hidup,
merekomendasikan kepada Pemerintah Kabupaten Bengkulu Selatan melakukan tindakan
tegas terhadap dugaan aktivitas sewenang-wenang dan tanpa izin yang dilakukan PT.
SBS,” jelasnya.
Sementara secara terpisah, sampai berita ini diturunkan belum diperoleh hak jawab,
terkait kebenaran atau tidaknya soal dugaan aktifitas dugaan pencemaran lingkungan yang
dilakukan pihak PT SBS. (red)
Tidak ditaatinya Peraturan Pemerintah Limbah B3 oleh para pelaku indistri dan
pelaku kegiatan lainnya dalam hal ini pencemaran yang dilakukan pabrik PT. Sinar
Bengkulu Selatan diduga dikarenakan oleh faktor penataan dan penegakan hukum
lingkungan khususnya yang terdapat dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tenang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Maka kami akan mengkaji lebih dalam
sejauh manakah efektifitas penataan dan penegakan hukum lingkungan pereturan
perundang-undangan di bidang pengelolaan limbah B3 di dalam Undang-Undang No. 32
Tahun 2009 tenang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

2. Rumusan Masalah
1. Apakah pencemaran yang dilakukan pabrik PT. Sinar Bengkulu Selatan melanggar
ketentuan dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup ?
2. Bagaimanakah penerapan sanksi yang tepat terhadap PT. PT. Sinar Bengkulu Selatan
sesuai dengan Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup ?

3. Tujuan
1. Untuk mengetahui apakah pencemaran yang dilakukan pabrik PT. Sinar Bengkulu
Selatan melanggar ketentuan dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 Tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
2. Untuk mengetahui bagaimanakah penerapan sanksi yang tepat terhadap PT. PT. Sinar
Bengkulu Selatan sesuai dengan Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 Tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

I. Pencemaran Air
Pencemaran menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah
proses, cara pembuatan mencemari atau mencemarkan, udara atau lingkungan.2
Pencemaran terjadi bila dalam lingkungan terdapat bahan yang menyebabkan
timbulnya perubahan yang tidak diharapkan, baik yang bersifat fisik, kimiawi,
maupun biologis.
Pencemaran air adalah masuk atau dimasukannya makhluk hidup, zat,
energi, dan atau komponen lain ke dalam air oleh kegiatan manusia sehingga
kualitas air menurun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan tidak lagi
berfungsi sesuai dengan peruntukannya.3
Peraturan pemerintah No. 20 Tahun 1990 mengelompokkan kualitas air
menjadi beberapa golongan menurut peruntukannya. Adapun penggolongan air
menurut peruntukannya adalah sebagai berikut.
a. Golongan A, yaitu air yang dapat digunakan sebagai air minum secara
langsung tanpa pengolahan terlebih dahulu.
b. Golongan B, yaitu air yang dapat digunakan sebagai air baku air minum
c. Golongan C, yaitu air yang dapat digunakan untuk keperluan perikanan dan
peternakan.
d. Golongan D, yaitu air yang dapat digunakan untuk keperluan pertanian,
usaha di perkotaan, industri, dan pembangkit listrik tenaga air.4
Sumber pencemar (polutan) dapat berupa suatu lokasi tertentu (point source) atau
tak tentu/ tersebar (non-point/diffuse source). Sumber pencemar point source
misalnya kenalpot mobil, cerobong asap pabrik dan saluran limbah industri.
Pencemar yang berasal dari point source bersifat lokal. Efek yang ditimbulkan
dapat ditentukan berdasarkan karakteristik spesial kualitas air. Volume pencemar

2 . Kamus Besar Bahasa Indonesia.

3 . peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 20 Tahun 1990 tentangPengendalian Pencemaran Air.

4 . Effendi, Telaah Kualitas Air, hlm. 14


dari point source biasanya relatif tetap. Sumber pencemar non-point source dapat
berupa point source dalam jumlah yang banyak. Misalnya: limpasan dari daerah
pertanian yang mengandung pestisida dan pupuk, limpasan dari daerah
permukiman (domestik), dan limpasan dari daerah perkotaan.5
Untuk mengetahui kualitas suatu air maka perlu diadakan pengujian. Berikut sifat-
sifat kimia-fisika air yang umum diuji dan dapat digunakan menentukan tingkat
pencemaran air.
a. Suhu
Perubahan suhu akan menyebabkan pola sirkulasi yang khas dan stratifikasi yang
sangat memengaruhi kehidupan akuatik. Naiknya suhu air akan menimbulkan
akibat sebagai berikut:
1. Menurunnya jumlah oksigen terlarut dalam air.
2. Meningkatnya kecepatan reaksi kimia
3. Mengganggu kehidupan ikan dan hewan air lainnya
4. Jika batas suhu yang mematikan terlampaui, ikan dan hewan air lainnya
mungkin akan mati.
Organisme akuatik mempunyai kisaran suhu tertentu untuk pertumbuhannya.
Seperti algae dari filum Chlorophyta yang tumbuh baik pada kisaran suhu 30ºC -
35°C dan Diatom pada suhu 20ºC - 30°C.
b. Kecerahan dan kekeruhan
Nilai kecerahan dan kekeruhan dinyatakan dengan satuan meter. Kekeruhan
ditandai dengan perubahan warna menjadi gelap. Pada perairan yang tergenang
(lentik) seperti danau atau telaga banyak disebabkan oleh bahan tersuspensi yang
berupa koloid dan partikel-partikel halus yang dapat mengendap seperti lumpur.
Hal tersebut dapat menghalangi penetrasi cahaya yang akan menghambat
fitoplankton untuk berfotosintesis. Pengukuran kecerahan dan kekeruhan dengan
menggunakan secchi disk. Tingginya nilai kekeruhan dapat menghambat penetrasi
cahaya dan terganggunya sistem osmoregulasi. Selain dengan menggunaka secchi

5 . Hefni Effendi, Telaah Kualitas Air, (Yogyakarta: Kanisius, 2003), hlm. 195. 10
disk dapat juga dilakukan dengan cara sederhana yaitu dengan melihat kondisi
perairan dengan seksama.6
Kekeruhan menunjukkan sifat optis air yang berdampak pada pembiasan cahaya ke
dalam air. Kekeruhan disebabkan karena adanya zat tertentu yang terurai seperti
jasad renik, lumpur tanah liat atau benda lain yang terapung. Kekeruhan ini akan
membatasi masuknya cahaya kedalam air yang dibutuhkan oleh makhluk hidup
untuk berfotosintesis.7
c. Warna
Warna perairan dikelompokkan menjadi dua yaitu, warna sesungguhnya (true
color) dan warna tampak (apparent color). Warna sesungguhnya adalah warna yang
hanya disebabkan oleh bahan-bahan kimia terlarut. Sedangkan warna tampak
adalah warna yang tidak hanya disebabkan oleh bahan terlarut, tetapi juga oleh
bahan tersuspensi. Warna air yang tidak normal biasanya merupakan indikasi
terjadinya pencemaran air.
d. Derajat Keasaman (pH)
pH adalah tingkat keasaman atau kebasaan suatu benda yang diukur dengan
menggunakan skala pH antara 0 hingga 14. Sifat asam mempunyai pH antara 0
hingga 7 dan sifat basa mempunyai nilai pH 7 hingga 14. 13.Sebagian besar biota
akuatik sensitif terhadap perubahan pH dan menyukai air dengan nilai pH 7-8,5.
Sebagian besar tumbuhan air mati pada pH air <4. Namun algae
Chlamydomonasacidophila mampu bertahan pada pH 1 dan algae Euglena pada pH
1,6.14
e. Jumlah padatan
Padatan di dalam air terdiri dari bahan padat organik maupun anorganik yang larut,
mengendap maupun tersuspensi. Bahan ini akan mengendap pada dasar air yang
lambat laun akan menimbulkan pendangkalan pada dasar wadah penerima. Pada
dasarnya air yang tercemar selalu mengandung padatan, yang dapat dibedakan

6 . Effendi, Telaah Kualitas Air, hlm 60

7 . PhilipKristanto, Ekologi Industri, hlm. 81


menjadi empat kelompok berdasarkan besar partikel dan sifat-sifat lainnya,
terutama kelarutannya, yaitu:
a. Padatan terendap (sedimen)
b. Padatan tersuspensi dan koloid
c. Padatan terlarut total
d. Minyak dan lemak.
f. Nitrat
Jika amoniak diubah menjadi nitrat, maka akan terdapat nitrit dalam air. Hal ini
terjadi jika air tidak mengalir, khususnya di bagian dasar. Nitrit amat beracun di
dalam air, tetapi tidak bertahan lama. Kandungan nitrogen di dalam air sebaiknya
di bawah 0,3 ppm. Kandungan nitrogen di atas jumlah tersebut mengakibatkan
ganggang tumbuh dengan subur.

II. LIMBAH

1. Pengertian Limbah
Limbah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi baik industri
maupun domestik (rumah tangga). Dimana masyarakat bermukim, disanalah berbagai
jenis limbah akan dihasilkan. Ada sampah, ada air kakus (black water), dan ada air
buangan dari berbagai aktivitas domestik lainnya (grey water). Limbah padat lebih
dikenal sebagai sampah, yang seringkali tidak dikehendaki kehadirannya karena tidak
memiliki nilai ekonomis. Bila ditinjau secara kimiawi, limbah ini terdiri dari bahan kimia
senyawa organik dan senyawa anorganik. Dengan konsentrasi dan kuantitas tertentu,
kehadiran limbah dapat berdampak negatif terhadap lingkungan terutama bagi kesehatan
manusia, sehingga perlu dilakukan penanganan terhadap limbah. Tingkat bahaya
keracunan yang ditimbulkan oleh limbah tergantung pada jenis dan karakteristik limbah

2. Pengolahan limbah

Pengelolaan limbah adalah pengumpulan, pengangkutan, pemrosesan, pendaur-


ulangan atau pembuangan dari material sampah. Penyataan ini biasanya mengacu pada
material limbah yang dihasilkan dari kegiatan, biasanya dikelola untuk mengurangi
dampaknya terhadap kesehatan, lingkungan atau keindahan. Pengelolaan limbah juga
dilakukan untuk memulihkan sumber daya alam. Pengelolaan limbah bisa melibatkan zat
padat, cair, gas atau radioaktif dengan metoda dan keahlian khusus untuk masing-
masing jenis zat.
Praktek pengelolaan limbah berbeda beda antara Negara maju dan negara
berkembang, berbeda juga antara daerah perkotaan dengan daerah pedesaan, berbeda juga
antara daerah perumahan dengan daerah industri. Pengelolaan limbah yang tidak
berbahaya dari pemukiman dan institusi di area metropolitan biasanya menjadi tanggung
jawab pemerintah daerah, sedangkan untuk sampah dari area komersial dan industri
biasanya ditangani oleh perusahaan pengolah limbah.
Berdasarkan karakteristiknya limbah industri dapat dibagi menjadi empat bagian,
yaitu:

a.Limbah cair biasanya dikenal sebagai entitas pencemar air. Komponen pencemaran air

pada umumnya terdiri dari bahan buangan padat, bahan buangan organik dan bahan

buangan anorganik

b.Limbah padat

c. Limbah gas dan partikel

III. KELAPA SAWIT

1. Pengertian Kelapa Sawit


Kelapa sawit adalah tumbuhan industri/ perkebunan yang berguna sebagai
penghasil minyak masak, minyak industri, maupun bahan bakar. Pohon Kelapa Sawit
terdiri dari dua spesies yaitu elaeis guineensis dan elaeis oleifera yang digunakan untuk
pertanian komersil dalam pengeluaran minyak kelapa sawit. Pohon Kelapa Sawit elaeis
guineensis, berasal dari Afrika barat diantara Angola dan Gambia, pohon kelapa
sawit elaeis oleifera, berasal dari Amerika tengah dan Amerika selatan. Kelapa sawit
menjadi populer setelah revolusi industri pada akhir abad ke-19 yang menyebabkan
tingginya permintaan minyak nabati untuk bahan pangan dan industri sabun (Dinas
Perkebunan Indonesia, 2007: 1).

Kelapa sawit termasuk tumbuhan pohon, tingginya dapat mencapai 0- 24 meter.


Bunga dan buahnya berupa tandan, serta bercabang banyak. Buahnya kecil, apabila
masak berwarna merah kehitaman. Daging dan kulit buah kelapa sawit mengandung
minyak. Minyak kelapa sawit digunakan sebagai bahan minyak goreng, sabun, dan lilin.
Hampasnya dimanfaatkan untuk makanan ternak, khususnya sebagai salah satu bahan
pembuatan makanan ayam. Ciri-ciri fisiologi kelapa sawit yaitu:

1. Daun
Daun kelapa sawit merupakan daun majemuk berwarna hijau tua, pelapah berwarna
sedikit lebih muda. Penampilannya sangat mirip dengan tanaman salak hanya saja dengan
duri yang tidak terlalu keras dan tajam.
2. Batang
Batang tanaman diselimuti bekas pelapah hingga umur ±12 tahun. Setelah umur ±12
tahun pelapah yang mengering akan terlepas sehingga menjadi mirip dengan tanaman
kelapa.
3. Akar
Akar serabut tanaman kelapa sawit mengarah ke bawah dan samping. Selain itu juga
terdapat beberapa akar napas yang tumbuh mengarah ke samping atas untuk mendapatkan
tambahan aerasi.
4. Bunga
Bunga jantan dan betina terpisah dan memiliki waktu pematangan berbeda sehingga
sangat jarang terjadi penyerbukan sendiri. Bunga jantan memiliki bentuk lancip dan
panjang sementara bunga betina terlihat lebih besar dan mekar.
5. Buah
Buah sawit mempunyai warna bervariasi dari hitam, ungu, hingga merah tergantung bibit
yang digunakan.

2. Faktor-Faktor Penentu Harga Kelapa Sawit

Menurut Owolarafe O.K dan Arumughan (2007: 1-7) faktor-faktor yang


mempengaruhi harga kelapa sawit ialah harga buah kelapa sawit, investasi, nilai tukar
rupiah terhadap USD. Faktor-faktor kenaikan harga kelapa sawit menurut Abdul Aziz
Karia, dkk (2013:259-267) yaitu produksi kelapa sawit, ekspor kelapa sawit, Harga
minyak kelapa sawit (crude palm oil (CPO)). Menurut May dan Amaran M. H
(2011: 30-35) faktor-faktor yang mempengaruhi harga kelapa sawit yaitu warna
kematangan kelapa sawit, umur kelapa sawit, harga minyak kelapa sawit (crude palm
oil (CPO)), harga kelapa sawit.

Faktor-faktor yang dipakai untuk penelitian prediksi harga kelapa sawit yaitu harga
kelapa sawit, harga minyak kelapa sawit, produksi kelapa sawit.

1. Harga Kelapa sawit

Kelapa sawit adalah tumbuhan industri/ perkebunan yang berguna sebagai


penghasil minyak masak, minyak industri, maupun bahan bakar. Perkembangan harga
kelapa sawit di tingkat produsen dalam wujud tandan buah segar (TBS) pada
periode 2000-2012 cenderung meningkat. Harga produsen pada tahun 2000 rata-
rata sebesar Rp. 349.879,- per ton, sementara di tahun 2001 mengalami penurunan
menjadi Rp. 295.333,-per ton. Harga produsen tertinggi dicapai pada tahun 2012
dengan rata-rata harga Rp. 1.550.410,- per ton atau naik 17,34% terhadap tahun
sebelumnya. Rata-rata laju pertumbuhan harga produsen selama periode 2000-
2012 sebesar 15,39% (Dinas Perkebunan Indonesia 2007). Data yang dipakai pada
penelitian ini yaitu harga kelapa sawit pada bulan sebelumnya untuk memprediksi harga
kedepannya.
2. Produksi Kelapa Sawit

Produksi kelapa sawit adalah hasil yang dipanen dari usaha perkebunan tanpa
melalui proses pengolahan lebih lanjut. Pada tahun 1980 produksi kelapa sawit Indonesia
sebesar 721,17 ribu ton, tahun 2013 sebesar 27,74 juta ton atau tumbuh rata-rata sebesar
11,95% per tahun. Peningkatan produksi kelapa sawit selama kurun waktu tersebut
terutama terjadi pada perkebunan rakyat sebesar 58,89% dan perkebunan besar swasta
sebesar 14,48%, sedangkan produksi dari perkebunan besar negeri relative lambat
sebesar 5,44% (Dinas Perkebunan Indonesia (2007: 4)).

Pada tahun 1980 hingga tahun 1993 produksi kelapa sawit lebih didominasi oleh
perkebunan besar negeri. Perluasan areal oleh perkebunan besar swasta sekitar tahun
1990 mulai menunjukkan hasilnya setelah tahun 1993 dimana peningkatan produksi
perkebunan besar swasta mampu melampaui produksi kelapa sawit yang berasal dari
perkebunan besar negeri. Sementara itu perkebunan rakyat mengikuti keberhasilan
perkebunan besar swasta setelah tahun 1998. Untuk periode tahun 1980-2013 produksi
dari perkebunan rakyat meningkat sebesar 58,89% per tahun, sedangkan perkebunan
besar swasta sebesar 14,48% per tahun. Pertumbuhan produksi perkebunan besar negeri
cenderung landai dengan pertumbuhan sebesar 5,44% per tahun (Dinas Perkebunan
Indonesia (2007)).

IV. PERSEROAN TERBATAS

1. Pengertian

Perseroan Terbatas (PT), dulu disebut juga Naamloze Vennootschaap (NV),


adalah suatu persekutuan untuk menjalankan usaha yang memiliki modal terdiri
dari saham-saham, yang pemiliknya memiliki bagian sebanyak saham yang dimilikinya.
Modal terdiri dari saham-saham yang diperjual belikan, perubahan kepemilikan
perusahaan dapat dilakukan tanpa perlu membubarkan perusahaan.

Perseroan Terbatas merupakan badan usaha dan besarnya modal perseroan


tercantum dalam Anggaran Dasar.Kekayaan perusahaan terpisah dari kekayaan pribadi
pemilik perusahaan sehingga memiliki harta kekayaan sendiri.Setiap orang dapat
memiliki lebih dari satu saham yang menjadi bukti kepemilikan perusahaan.Pemilik
saham memiliki tanggung jawab yang terbatas, yaitu sebanyak saham yang
dimiliki.Kelebihan hutang perusahaan tidak menjadi tanggung jawab para pemegang
saham apabila hutang tersebut melebihi kekayaan perusahaan.Keuntungan yang didapat
perusahaan dibagikan sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan apabila perusahaan
mendapatkan keuntungan. Pemilik saham akan memperoleh bagian keuntungan yang
disebut dividen yang besarnya tergantung pada besar-kecilnya keuntungan yang
diperoleh Perseroan Terbatas. Modal tidak hanya berasal dari saham, melainkan juga
berasal dari obligasi.Keuntungan yang diperoleh para pemilik obligasi adalah
mendapatkan bunga tetap tanpa menghiraukan untung atau rugi perseroan terbatas
tersebut.

2. Dasar Hukum Perseroan Terbatas


Para pengusaha membutuhkan suatu wadah untuk dapat bertindak melakukan
perbuatan hukum dan bertransaksidalam melangsungkan suatu bisnis. Pemilihan jenis
badan usaha ataupun badan hukum yang akan dijadikan sebagai sarana usaha tergantung
pada keperluan para pendirinya. Sarana usaha yang paling populer digunakan adalah
Perseroan Terbatas (PT), karena memiliki sifat, ciri khas dan keistimewaan yang tidak
dimiliki oleh bentuk badan usaha lainnya, yaitu.8
a. Merupakan bentuk persekutuan yang berbadan hukum
b. Merupakan kumpulan modal/saham
c. Memiliki kekayaan yang terpisah dari kekayaan para perseronya
d. Pemegang saham memiliki tanggung jawab yang terbatas
e. Adanya pemisahan fungsi antara pemegang saham dan pengurus atau direksi
f. Memiliki komisaris yang berfungsi sebagai pengawas
g. Kekuasaan tertinggi berada pada Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)

Dasar Hukum pembentukan Perseroan Terbatas, masing-masing sebagai berikut9

a. Perseroan Terbatas Tertutup (PT biasa) berdasarkan Undang- Undang Nomor 40


Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas.
b. Perseroan Terbatas Terbuka (PT go public) berdasarkan Undang-
Undang Noomor 40 Tahun 2007 dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995
Tentang Pasar Modal.
c. Perseroan TerbatasPenanam Modal dalam NegeriberdasarkanUndang-
Undang Nomor25 Tahun 2007Tentang Penanaman Modal.
d. .Perseroan Terbatas Penanaman Modal Asing berdasarkanUndang-
Undang Nomor25 Tahun 2007Tentang Penanaman Modal.
e. Perseroan Terbatas(PERSERO) berdasarkan Undang-Undang Nomor 9 Tahun
1968 Tentang Bentuk-Bentuk Usaha Negara juncto Peraturan Pemerintah Nomor
12 Tahun 1998 Tentang Perusahaan Perseroan.

8. Dasar Hukum Perseroan Terbatas, http://perusahaan.web.id/, Diakses pada


HariSabtu,Tanggal7Januari2012,pukul16.55WIB

9 . Ibid
BAB III
PEMBAHASAN

I. Pelanggaran yang dilakukan PT Sinar Bengkulu Selatan terhadap ketentuan


dalam UU No. 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup.

Pembangunan disamping memberikan dampak positif berupa kesejahteraan, namun


disisi yang lain juga menimbulkan dampak negatif yaitu terjadinya kerusakan atau
tercemarnya lingkungan hidup. Oleh karena itu, apabila terjadi penurunan fungsi
lingkungan hidup akibat perusakan dan/atau pencemaran lingkugan hidup, maka
serangkain kegiatan penegakan hukum (law enforcement) harus dilakukan.
Penegakan hukum mempunyai makna, bagaimana hukum itu harus dilaksanakan,
sehingga dalam penegakan hukum tersebut harus diperhatikan unsur-unsur kepastian
hukum. Kepastian hukum menghendaki bagaimana hukum dilaksanakan, tanpa perduli
bagaimana pahitnya (fiat jutitia et pereat mundus; meskipun dunia ini runtuh hukum
harus ditegakkan). Hal ini dimaksudkan agar tercipta ketertiban dalam
masyrakat.sebaliknya masyarakat menghendaki adannya manfaat dalam pelaksanaan
peraturan atau penegakan hukum lingkungan tersebut.
Hukum lingkungan dibuat dengan tujuan untuk melindungi lingkungan dan
memberi manfaat kepada masyarakat. Artinya peraturan tersebut dibuat adalah untuk
kepentingan masyarakat, sehingga jangan sampai terjadi bahwa, karena dilaksanakannya
peraturan tersebut, masyarakat justru menjadi resah. Unsur ketiga adalah keadilan.
Dalam penegakan hukum lingkungan harus diperhatikan, namun demikian hukum tidak
identik dengan keadilan, Karena hukum itu sifatnya umum, mengikat semua orang, dan
menyamaratakan. Dalam penataan dan penegakan hukum lingkungan, unsur kepastian,
unsur kemanfaatan ,dan unsur keadilan harus dikompromikan, ketiganya harus mendapat
perhatian secara proporsional. Sehingga lingkungan yang tercemar dapat dipulihkan
kembali.10

10. Sudikno, Mertokusumo, Mengenal Hukum (Suatu Pengantar), Liberty, Yogyakarta, 1988, hlm. 134-135.
Upaya pemulihan lingkungan hidup dapat dipenuhi dalam kerangka
penanganan sengketa lingkungan melalui penegakkan hukum lingkungan.
Penegakan hukum lingkungan merupakan bagian dari siklus pengaturan
(regulatory chain) perencanaan kebijakan (policy planning) tentang lingkungan.
Penegakan hukum lingkungan di Indonesia mencakup penataan dan penindakan
(compliance and enforcement) yang meliputi bidang hukum administrasi negara, bidang
hukum perdata dan bidang hukum pidana.
Sebelum membahas lebih jauh tentang penegakan hukum lingkungan terlebih
dahulu harus diketahui mengenai definisi dari lingkungan hidup itu sendiri menurut
Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya,
keadaan, dan makhluk hidup,termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi
alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan, dan kesejahteraan manusia serta makhluk
hidup lain.11
Selanjutnya definsi dari pencemaran. Menurut Undang-Undang No. 32 Tahun
2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Pencemaran adalah
masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke
dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga melampaui baku mutu
lingkungan hidup yang telah ditetapkan.12
Makna dari perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya
sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup dan
mencegah terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang meliputi
perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan, dan penegakan
hukum.
Namun dewasa ini masih saja terdapat beberapa pihak yang melakukan
pencemaran lingkungan hidup, salah satunya yang dilakukan oleh pabrik PT. Sinar
Bengkulu Selatan. Menurut kutipan berita online pada latar belakang tersebut, Pabrik PT
Sinar Bengkulu Selatan telah mencemari aliran sungai Hal itu dibuktikan, dari hasil uji

11. Lihat, Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkunagan Hidup.

12. Lihat, Pasal 1 angka 14 Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkunagan Hidup.
sampel yang telah dilakukan oleh Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK)
Bengkulu Selatan dan DLHK Provinsi Bengkulu, yang dilakukan di laboratorium Pemda
Sumatera Selatan, disinyalir melampaui Ambang Batas Baku Mutu Air pada limbah
kolam 11 hingga pemeriksaan kedua kalinya. Selain itu diketahui pihak perusahaan
melakukan pengerukan pada muara Sungai Selali untuk menghilangkan bukti
pembuangan limbah yang mengendap pada aliran yang bermuara di sungai Selali.
Pencemaran tersebut telah melanggar ketentuan dalam Pasal 69 ayat (1) UU No. 32
Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang mana
setiap orang dilarang untuk:13
a. melakukan perbuatan yang mengakibatkan pencemaran dan/atau perusakan
lingkungan hidup;
b. memasukkan B3 yang dilarang menurut peraturan perundang-undangan ke
dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia;
c. memasukkan limbah yang berasal dari luar wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia ke media lingkungan hidup Negara Kesatuan Republik Indonesia;
d. memasukkan limbah B3 ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia;
e. membuang limbah ke media lingkungan hidup;
f. membuang B3 dan limbah B3 ke media lingkungan hidup;
g. melepaskan produk rekayasa genetik ke media lingkungan hidup yang
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan atau izin lingkungan;
h. melakukan pembukaan lahan dengan cara membakar;
i. menyusun amdal tanpa memiliki sertifikat kompetensi penyusun amdal;
dan/atau
j. memberikan informasi palsu, menyesatkan, menghilangkan informasi, merusak
informasi, atau memberikan keterangan yang tidak benar.

Dapat disimpulkan bahwa pabrik PT Sinar Bengkulu Selatan telah


melanggar beberapa ketentuan dalam pasal 69 UU No. 32 Tahun 2009. Maka pihak

13 Lihat, pasal 69 ayat 1 Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkunagan Hidup.
dari pabrik PT Sinar Bengkulu Selatan harus melakukan penanggulangan dan
pemulihan terhadap lingkungan yang sudah tercemar oleh limbah pabrik tersebut.
Sebagaimana yang diatur dalam pasal 53 UU No. 32 Tahun 2009, setiap orang
yang melakukan pencemaran lingungan hidup wajib melakukan penanggulangan
lingkungan hidup yang dilakukan dengan:
a. pemberian informasi peringatan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan
hidup kepada masyarakat;
b. pengisolasian pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup;
c. penghentian sumber pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup;
dan/atau
d. cara lain yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Apabila tahap penanggulangan lingkungan hidup telah dilaksanakan maka


pihak yang mengakibatkan pencemaran lingkungan hidup wajib untuk melakukan
pemulihan lingkungan hidup sebagaimana yang diatur dalam pasal 54 UU No. 32
Tahun 2009, dilakukan dengan tahapan:14
a. penghentian sumber pencemaran dan pembersihan unsur pencemar;
b. remediasi;
c. rehabilitasi;
d. restorasi; dan/atau
e. cara lain yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Untuk mencegah pencemaran lingkungan hidup maka dibutuhkanlah


pengelolaan limbah yang baik dan benar, pengelolaan limbah diatur dalam pasal 59
UU No. 32 Tahun 2009 mengenai pengelolaan limbah bahan berbahaya dan
beracun, yang dilakukan dengan:15
a. Setiap orang yang menghasilkan limbah B3 wajib melakukan pengelolaan limbah
B3 yang dihasilkannya.
14.Lihat, pasal 54 Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkunagan Hidup.

15 .Lihat, Pasal 59 Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkunagan Hidup.
b. Dalam hal B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 ayat (1) telah kedaluwarsa,
pengelolaannya mengikuti ketentuan pengelolaan limbah B3.
c. Dalam hal setiap orang tidak mampu melakukan sendiri pengelolaan limbah B3,
pengelolaannya diserahkan kepada pihak lain.
d. Pengelolaan limbah B3 wajib mendapat izin dari Menteri, gubernur, atau
bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.
e. Menteri, gubernur, atau bupati/walikota wajib mencantumkan persyaratan
lingkungan hidup yang harus dipenuhi dan kewajiban yang harus dipatuhi
pengelola limbah B3 dalam izin.
f. Keputusan pemberian izin wajib diumumkan.
g. Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan limbah B3 diatur dalam Peraturan
Pemerintah.

2. Penegakan Hukum Pencemaran Air oleh Limbah Pabrik PT Sinar Bengkulu


Selatan
Air merupakan sumber daya alam yang mempunyai arti dan fungsi sangat
penting bagi manusia. Air dibutuhkan oleh manusia, dan makhluk hidup lainnya
seperti tetumbuhan, berada di permukaan dan di dalam tanah, di danau dan laut,
menguap naik ke atmosfer, lalu terbentuk awan, turun dalam bentuk hujan,
infiltrasi ke bumi/tubuh bumi, membentuk air bawah tanah, mengisi danau dan
sungai serta laut, dan seterusnya16
Sekali siklus air tersebut terganggu ataupun dirusak, sistemnya tidak akan
berfungsi sebagaimana diakibatkan oleh adanya limbah industri, pengrusakan hutan
atau hal-hal lainnya yang membawa efek terganggu atau rusaknya sistem itu. Suatu
limbah industri yang dibuang ke sungai akan menyebabkan tercemarnya sungai dan
terjadi pencemaran lingkungan. Dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2009
Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup pasal 1 angka 14
menyebutkan bahwa “Pencemaran Lingkungan Hidup adalah masuk atau
dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam
lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga melampaui baku mutu
lingkungan hidup yang telah ditetapkan”.
16. Muhamad Erwin, Hukum Lingkungan : Dalam Sistem Kebijaksanaan Pembangunan
Lingkungan Hidup, Cetakan ketiga, Bandung, PT. Refika Aditama, 2011, hlm. 37.
Air merupakan salah satu bentuk lingkungan hidup fisik, dimana jika air
ini tercemar maka akan berdampak besar bagi kelangsungan hidup makhluk hidup.
Limbah pabrik PT Sinar Bengkulu Selatan yang dibuang ke sungai jelas merupakan
salah satu bentuk pencemaran lingkungan hidup, apalagi dalam kasus tersebut
pihak perusahaan melakukan pengerukan muara sungai Selali untuk
menghilangkan bukti endapan limbah tanpa sepengetahuan pihak. Sehingga
merusak ekosistem muara sungai. Oleh karena itu perlu adanya penegakkan hukum
terhadap pencemaran yang dilakukan oleh PT Sinar Bengkulu Selatan tersebut agar
terciptanya keadilan, kemanfaatan, dan kepastian hukum.
Penegakan hukum lingkungan berkaitan erat dengan kemampuan aparatur
dan kepatuhan warga masyarakat terhadap peraturan yang berlaku, yang meliputi
tiga bidang hukum, yaitu administratif, pidana, dan perdata .17 Berikut adalah sarana
penegakan hukum:
1.      Administratif18
Sarana administrasi dapat bersifat preventif dan bertujuan menegakkan
peraturan perundang-undangan lingkungan. Penegakan hukum dapat diterapkan
terhadap kegiatan yang menyangkut persyaratan perizinan, baku mutu lingkungan,
rencana pengelolaan lingkungan (RKL), dan sebagainya. Disamping pembinaan
berupa petunjuk dan panduan serta pengawasan administratif, kepada pengusaha di
bidang industri, hendaknya juga ditanamkan manfaat konsep “Pollution Prevention
Pays” dalam proses produksinya.
Penindakan represif oleh penguasa terhadap pelanggaran peraturan
perundang-undangan lingkungan administratif pada dasarnya bertujuan untuk
mengakhiri secara langsung pelanggaran-pelanggaran tersebut.
Sanksi administratif terutama mempunyai fungsi instrumental, yaitu
pengendalian perbuatan terlarang. Disamping itu, sanksi administratif terutama
ditujukan kepada perlindungan kepentingan yang dijaga oleh ketentuan yang
dilanggar tersebut. Beberapa jenis sarana penegakkan hukum administrasi adalah :
a.       Paksaan pemerintah atau tindakan paksa;
b.      Uang paksa;

17[10]Ibid., hlm. 113.

18[11]Ibid., hlm. 117.


c.       Penutupan tempat usaha;
d.      Penghentian kegiatan mesin perusahaan;
e.       Pencabutan izin melalui proses teguran, paksaan pemerintah, penutupan, dan
uang paksa.
2.      Kepidanaan
Tata cara penindakannya tunduk pada undang-undang No. 8 Tahun 1981
tentang Hukum Acara Pidana. Peranan Penyidik sangat penting, karena berfungsi
mengumpulkan bahan/alat bukti yang seringkali bersifat ilmiah. Dalam kasus
perusakan dan/atau pencemaran lingkungan terdapat kesulitan bagi aparat penyidik
untuk menyediakan alat bukti yang sah sesuai ketentuan Pasal 183 dan Pasal 184
KUHAP. Selain itu, pembuktian unsur hubungan kausal merupakan kendala
tersendiri mengingat terjadinya pencemaran seringkali secara kumulatif, sehingga
untuk membuktikan sumber pencemaran yang bersifat kimiawi sangat sulit.
Penindakan atau pengenaan sanksi pidana adalah merupakan upaya terakhir setelah
sanksi administratif dan perdata diterapkan.
3.      Keperdataan
Mengenai hal ini perlu dibedakan antara penerapan hukum perdata oleh
instansi yang berwenang melaksanakan kebijaksaan lingkungan dan penerapan
hukum perdata untuk memaksakan kepatuhan terhadap peraturan perundang-
undangan lingkungan. Misalnya, penguasa dapat menetapkan persyaratan
perlindungan lingkungan terhadap penjualan atau pemberian hak membuka tanah
atas sebidang tanah. Selain itu, terdapat kemungkinan “beracara singkat” bagi
pihak ketiga yang berkepetingan untuk menggugat kepatuhan terhadap undang-
undang dan permohonan agar terhadap larangan atau keharusan dikaitkan dengan
uang paksa. Penegakan hukum perdata ini dapat berupa gugatan ganti kerugian dan
biaya pemulihan lingkungan.
Menurut penulis, penegakan hukum yang paling tepat diterapkan terhadap
pencemaran limbah oleh PT Sinar Bengkulu Selatan tersebut adalah dengan hukum
keperdataan mengingat sudah terjadinya pencemaran lingkungan hidup yang parah
di lingkungan masyarakat. Pemerintah bisa mengenakan ganti kerugian terhadap
PT Sinar Bengkulu Selatan dan meminta biaya untuk digunakan sebagai pemulihan
lingkungan.
BAB III
PENUTUP

1.      Kesimpulan
Penataan hukum lingkungan di Indonesia khususnya dalam hal
penegakannya masih belum efektif terbukti dengan adanya pembuangan limbah
industri yang dilakukan oleh PT Sinar Bengkulu Selatan yang mengakibatkan
tercemarnya air Sungai Selali yang berada di lingkungan sekitar pabrik yang
menimbulkan keresahan warga sekitar. Padahal air merupakan hal yang sangat
penting dalam menunjang kehidupan manusia.
Selanjutnya ada banyak sekali langkah penegakan hukum yang dapat
dilakukan mulai dari saksi administrative, sanksi keperdataan dan sanski
kepidanaan. Sebab dalam menerapkan saksi hukum sebaiknya dijatuhkan sanksi
yang tepat serta dapat mencakup komposisi dari fungsi hukum itu sendiri seperti
kepastian, kemafaatan, dan keadilan serta tidak menimbulkan kerasahan pada
masyarakat.

2.      Saran
Penerapan sanksi yang tepat dalam kasus ini adalah sanksi keperdataan
berupa penggantian kerugian yang nantinya dapat digunakan sebagai alat untuk
merehabititasi lingkungan agar dapat kembali seperti semula. Sebab yang
mengalami dampak terbesar dalam pencemaran tersebut adalah masyarakat di
sekitar pabrik tersebut. Sehingga jika tidak dilakukan pemulihan lingkungan
tersebut maka masyarakatlah yang akan menderita dan pengusaha atau pemilik
panrik tersebut tidak mengalami dampaknya.

DAFTAR PUSTAKA
Daftar Buku
Muhamad Erwin, Hukum Lingkungan : Dalam Sistem Kebijaksanaan
Pembangunan Lingkungan Hidup, Cetakan ketiga, Bandung, PT. Refika Aditama,
2011
Sudikno, Mertokusumo, Mengenal Hukum (Suatu Pengantar), Liberty, Yogyakarta,
1988

Daftar Undang-Undang
Undang-Undang No. 32 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

Undang-Undang No.23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup

Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 1999 tentang pengelolaan Pengelolaan Limbah


Bahan Berbahaya dan Beracun (Peraturan Pemerintah Limbah B3)

Peraturan Pemerintah No. 85 Tahun 1999 Tentang Limbah B3

Keputusan Presiden No.61 Tahun 1993 tetang Ratifikasi Konvensi Basel 1989

Keputusan Menteri Perdagangan No. 394/Kp/XI/92 tentang Larangan Impor


Limbah Plastik.

Daftar Internet
www.detik.com (sungai dan sumur tercemar limbah, warga semarang geruduk
pabrik minuman), diakses tanggal 29 April 2014

You might also like