Professional Documents
Culture Documents
Patofisiologi KLP 3
Patofisiologi KLP 3
Mataram, 22 Maret
2023
Kelompok 3
ii
DAFTAR ISI
A. Kesimpulan ............................................................................................................... 26
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................... 27
iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit apapun yang diderita oleh pasien pada dasarnya yang diserang adalah
sel dan sel akan melakukan adapatasi (menyesuaikan diri). Sel normal merupakan
mikrokosmos yang berdenyut tanpa henti, secara tetap mengubah stuktur dan
fungsinya untuk memberi reaksi terhadap tantangan dan tekanan yang selalu
berubah. Bila tekanan atau rangsangan terlalu berat, struktur dan fungsi sel
cenderung bertahan dalam jangkauan yang relatif sempit. Tubuh kita terdiri dari
satuan dasar yang hidup yakni berupa sel-sel. Kemudian sel- sel tersebut akan
berkelompok membentuk jaringan yang berbeda-beda yang saling
menghubungkan satu sama lainnya. Setiap sel dapat beradaptasi dan
berkemampuan untuk berkembang biak. Bila sel tersebut rusak dan mati, maka
sel-sel yang masih hidup akan terus membelah diri terus menerus sampai
jumlahnya mencukupi kembali. Penyesuaian sel mencapai perubahan yang
menetap, mempertahankan kesehatan sel meskipun tekanan berlanjut. Tetapi bila
batas kemampuan adaptasi tersebut melampaui batas maka akan terjadi jejas sel
atau cidera sel bahkan kematian sel. Dalam bereaksi terhadap tekanan yang berat
maka sel akan menyesuaikan diri, kemudian terjadi jejas sel atau cidera sel yang
akan dapat pulih kembali dan jika tidak dapat pulih kembali sel tersebut akan
mengalami kematian sel.
B. Rumusan masalah
1. Bagaimana proses cidera fisik?
2. Bagaimana proses penyembuhannya?
3. Bagaimana kematian sel yang meliputi thrombosis, embolism, dannekrosis?
C. Tujuan
Untuk memenuhi tugas pada matakuliah patofisologi
1
BAB II
PEMBAHASAN
2
1. Hipoksia
Hipoksia adalah cidera sel akibat penurunan konsentrasi oksigen.
Hipoksia bisa terjadi karena hilangnya perbekalan darah akibat gangguan
aliran darah. Dapat juga karena hilangnya kemampuan darah mengangkut
oksigen seperti karena anemia atau keracunan. Respon adaptasi sel
terhadap hipoksia tergantung pada tingkat keparahan hipoksia.
2. Bahan kimia
Bahan kimia termasuk obat-obatan menyebabkan perubahan terhadap
berbagai fungsi sel, seperti fungsi penghasil energy, mencerna lipid dan
protein sehingga sel menjadi rusak dan mati. Sebagai contoh ulkus
lambung (luka pada lambung) yang sering terjadi karena sering
mengkonsumsi obat analgetik dan kortikosteroid. Hal tersebut
menyebabkan sel mukosa lambung cidera dan rusak dan akhirnya terjadi
ulkus (luka).
3. Agenfisik
Agen fisik seperti trauma mekanik, suhu rendah dan suhu terlalu
tinggi, radiasi dan trauma listrik. Semua agen fisik tersebut dapat
menyebabkan perubahan atau pergeseran struktur sel yang mengakibatkan
terganggunya fungsi sel yang akhirnya menyebabkankematian sel.
4. Agenmikrobiologi
Agen mikrobiologi adalah berbagai jenis bakteri, virus, mikoplasma,
klamida, jamur dan protozoa yang mengeluarkan eksotoksin yang dapat
merusak dinding sel sehingga dinding fungsi sel terganggu dan akhirnya
menyebabkan kematian sel.
5. Mekanisemimun
Reaksi imun sering menjadi penyebab kerusakan pada sel. Sebagai
contoh penyakit alergi yang sering dialami pasien usia lanjut atau karena
reaksi imun lain yang menimbulkan gatal atau kerusakansel kulit.
3
B. Proses penyembuhan dan pemulihan
1. Tahap hemostasis (pembekuan darah)
Tahap pertama dalam proses penyembuhan luka adalah tahap pembekuan
darah. Darah biasanya akan keluar saat kulit tersayat, tergores, atau tertusuk.
Beberapa detik atau menit setelah mengalami luka, darah akan menggumpal
untuk menutup luka dan mencegah tubuh kehilangan darah terlalu banyak.
Gumpalan darah ini, kemudian akan berubah menjadi keropeng saat
mengering.
2. Tahap inflamasi (peradangan)
Setelah perdarahan berhenti, pembuluh darah akan melebar untuk
mengalirkan darah segar ke area tubuh yang terluka. Darah segar dibutuhkan
untuk membantu proses penyembuhan luka. Inilah alasan mengapa luka bisa
terasa hangat, membengkak, dan menjadi kemerahan selama beberapa waktu.
Pada tahap inflamasi, sel darah putih akan menghancurkan kuman di area
luka. Hal ini merupakan mekanisme alami tubuh untuk mencegah infeksi. Sel
darah putih juga memproduksi senyawa kimia yang dapat memperbaiki
jaringan tubuh yang rusak. Selanjutnya, sel-sel kulit baru akan tumbuh dan
menutup luka.
3. Tahap proliferatif (pembentukan jaringan baru)
Tahap ini ditandai dengan terbentuknya jaringan parut pada luka. Selama
prosesnya, produksi kolagen di area luka akan meningkat. Kolagen
merupakan serat protein yang memberikan kekuatan dan tekstur elastis pada
kulit. Keberadaan kolagen mendorong tepi luka untuk menyusut dan menutup.
Selanjutnya, pembuluh darah kecil atau kapiler terbentuk pada luka untuk
memberi asupan darah pada kulit yang baru terbentuk.
4
penguatan jaringan sehingga sering kali luka terasa gatal, meregang, atau
mengkerut. Proses pematangan jaringan bisa memakan waktu berbulan- bulan
atau bahkan bertahun-tahun. Inilah alasan mengapa semakin lama usia bekas
luka, semakin memudar pula tampilannya.
Setelah jaringan yang rusak benar-benar pulih, kulit akan menjadi sama
kuatnya seperti sebelum mengalami luka. Meski begitu, penampilan bekas
luka mungkin akan berbeda dengan kulit normal. Hal ini karena kulit tersusun
dari dua protein, yaitu kolagen yang memberi kekuatan kulit dan elastin yang
memberi kelenturan kulit. Pada bekas luka, kulit tidak dapat memproduksi
elastin baru sehingga bekas luka seluruhnya terbuat dari kolagen. Kulit baru
yang terbentuk pada bekas luka ini umumnya kuat, tetapi kurang lentur
dibandingkan kulit di sekitarnya.
1. Trombosis
5
Penelitian dari Eropa Barat, Amerika Utara, Australia, dan Argentina
menghasilkan data yang konsisten dengan angka kejadian TEV per tahun
berkisar antara 0,75-2,69 per 1000 individu. Angka kejadian meningkat
antara 2-7 per
1.000 individu pada usia > 70 tahun. Angka kejadian TEV pada orang Eropa
diperkirakan 104-183 per 100.000 orang per tahun. Di Amerika Serikat,
diperkirakan 900.000 insiden DVT dan emboli paru per tahun dengan angka
kematian 300.000. White et al (2009) pada analisis dta California Discharge
mendapat bahwa kejadian TEV lebih banyak pada ras Afrika Amerika (138 per
100.000) dibandingkan Hispanik (61 per 100.000) dan Asia Pasifik (29 per
100.000).
Pada tahun 2007 dilaporkan bahwa lebih dari satu juta kejadian TEV per
tahun di Uni Eropa dan sepertiganya bermanifestasi sebagai emboli paru.
Tromboemboli vena yang didapat di rumah sakit merupakan penyebab kematian
yang sering terjadi. Pada awalnya TEV dianggap sebagai komplikasi dari
tindakan bedah, namun ternyata 80% kejadian TEV terjadi pada pasien rawat
inap yang tidak mengalami operasi. Pasien rawat inap memiliki risiko 100 kali
lebih tinggi untuk mengalami TEV dibandingkan komunitas umum.
6
imobilisasi, kondisi trombofilia, trauma atau tindakan operasi, usia lanjut, gagal
nafas, gagal jantung, stroke iskemik, infark miokard akut, infeksi akut, penyakit
reumatologi, obesitas, dan terapi hormon. Faktor risiko kunci terjadinya TEV
adalah imobilisasi dan stasis vena. Gibbs (1957) menemukan 15% pasien dengan
tirah baring kurang dari 1 minggu sebelum meninggal mempunyai trombosis
vena pada otopsi, dan insidennya meningkat 80% pada pasien yang terbaring
dalam periode lama. Adanya stasis aliran vena berkaitan langsung dengan
kondisi imobilisasi, dimana imobilisasi didefinisikan sebagai kehilangan
gerakan anatomik akibat perubahan fungsi fisiologis.
Faktor-faktor tersebut merupakan suatu kondisi inflamasi yang akan
menginduksi aktivasi koagulasi akibat terbentuknya sitokin proinflamasi (tumor
necrosis factor a (TNF-a), interleukin-1 (IL-1) dan interleukin-6 (IL-6)). Selama
inflamasi terjadi, induksi tissue factor (TF) diekspresikan predominan oleh
monosit dan makrofag. Komplek tissue factor – faktor VIIa dapat mengaktivasi
faktor IX dan faktor X. Faktor X kemudian akan teraktivasi menjadi faktor Xa
yang mengaktivasi prothrombin menjadi trombin.
Berbagai mediator hemostasis protrombik dapat meningkat pada TEV, di
antaranya prothrombin fragment 1+2 (F1+2), kompleks thrombin antithrombin
(TAT) dan fibrinopeptida A (FPA), serta dapat digunakan dalam menilai
efikasi\pemberian antikoagulan. Konversi protrombin menjadi trombin
merupakan kunci pada koagulasi, dan F1+2 merupakan peptida yang teraktivasi
dan dihasilkan selama pembentukan trombin. Saat sistem koagulasi teraktivasi
selama kondisi patologis, hanya sejumlah kecil protrombin yang bersirkulasi
diubah menjadi trombin (< 1%), dan langsung berikatan dengan antitrombin
membentuk kompleks TAT. Sehingga pengukuran langsung kadar trombin tidak
bisa menggambarkan proses pembentukan trombin secara keseluruhan. Untuk itu
pengukuran F1+2 dan kompleks TAT dapat dijadikan indikasi peningkatan
aktivitas koagulasi berupa adanya pembentukan trombin. Sebagian trombin yang
tersisa akan mengaktivasi fibrinogen menjadi fibrin dan peningkatan aktivitas
tersebut dapat dilihat melalui peningkatan kadar FPA.
7
Penelitian oleh Sukorini S dkk (2016) menemukan peningkatan F1+2,
FPA dan kompleks TAT pada pasien TEV dibandingkan dengan subjek kontrol.
Wexel et al (2017) menemukan peningkatan F1+2 pada pasien suspek TEV
sesuaidengan pencitraan TEV.
Kadar F1+2 dan kompleks TAT yang meningkat dapat menggambarkan
fase awal trombosis, tapi spesifisitas F1+2 untuk trombosis lebih tinggi dibanding
kompleks TAT sehingga pemeriksaan F1+2 dianggap marker paling penting
untuk mendeteksi trombosis fase awal. Sedangkan FPA memiliki waktu paruh
yang singkat yaitu 3-5 menit, dan antibodi yang digunakan untuk pemeriksaan
FPA bereaksi terhadap N-terminal sequence pada rantai Aα yang berikatan
dengan molekul fibrinogen sehingga menyebabkan peningkatan palsu kadar
FPA, serta dapat ditemukan normal pada 15% kasus trombosis. Hal ini
menunjukkan keterbatasan FPA dalam mendeteksi adanya trombosis.
Risiko TEV pada pasien rawat inap di rumah sakit masih kurang
mendapat perhatian. Penelitian yang dilakukan oleh Djumhana dkk pada 401
pasien yang dirawat di tiga RS di Jakarta pada Desember 2009 sampai
November 2011 menunjukkan hanya 188 pasien (46,9%) yang mendapatkan
antikoagulan profilaksis. Oleh karena itu identifikasi pasien dengan risiko TEV
penting untuk tindakan profilaksis dengan tujuan menurunkan angka kejadian
TEV. Tanpa profilaksis, risiko pasien dengan acute medical illness akan menjadi
TEV adalah 10-20%.
Penelitian menunjukkan bahwa sekitar 50-67% kasus TEV pada pasien-
pasien dengan acute medical illness dapat dicegah dengan profilaksis yang tepat.
Streiff dan Lau (tahun 2012) dalam penelitian meta analisis sembilan randomized
control trial (RCT) yang menggunakan profilaksis unfractionated heparin
(UFH), low molecular weight heparin (LMWH) atau fondaparinux pada 8.617
pasien yang dirawat di rumah sakit, didapatkan penurunan risiko DVT 51%,
emboli paru 49% dan emboli paru fatal 54% meskipun ada kecenderungan untuk
mengalami perdarahan yang lebih besar.
8
Tromboemboli vena juga menyebabkan peningkatan beban finansial pada
anggaran kesehatan. Penelitian di Italia membuktikan bahwa biaya
penatalaksanaan TEV empat kali lebih besar dibandingkan dengan biaya
profilaksis TEV. Karena itu National Health and Medical Research Council
(NHMRC) merekomendasikan penilaian formal risiko TEV pada seluruh pasien
yang masuk RS bersamaan dengan keputusan pemberian profilaksis,
pertimbangan relevansi kontraindikasi profilaksis farmakologis dan mekanik.
9
kadar F1+2 pada pasien kanker. Studi MEDENOX (2001) menunjukkan bahwa
pemberian enoxaparin 40 mg satu kali sehari selama 6 sampai 14 hari pada
pasien risiko tinggi TEV dapat menurunkan risiko TEV sebanyak 63% tanpa
peningkatanefek samping.
Secara umum, panduan klinik merekomendasikan LMWH sebagai
tromboprofilaksis pada pasien acute medical illness yang dirawat di rumah sakit.
Namun LMWH memiliki keterbatasan yaitu ketidaknyamanan pasien karena
cara pemberian obat melalui subkutan dan biaya yang relatif mahal.
Saat ini telah dikembangkan obat direct oral anticoagulant (DOAC)
sebagai alternatif untuk antikoagulan tradisional. Direct oral anticoagulant
terdiri dari direct thrombin inhibitor (dabigatran) dan factor Xa inhibitor
(rivaroxaban, apixaban, dan edoxaban). Direct oral anticoagulant memiliki onset
aktivasi dalam hitungan jam, namun hanya rivaroxaban dan apixaban yang telah
dibuktikan dalam penelitian yang berefek tanpa didahului antikoagulan
parenteral. Rivaroxaban merupakan obat oral direct inhibitor faktor Xa yang
efektif mencegah tromboemboli vena pada pasien rawatan dengan acute medical
illness.
Berdasarkan panduan nasional tromboemboli vena tahun 2018, DOAC
dapat diberikan pada pasien acute medical illness risiko tinggi TEV yang tidak
menghendaki pemberian antikoagulan parenteral. Studi MAGELLAN tahun
2013 menunjukkan bahwa terapi profilaksis rivaroxaban memiliki efektivitas
yang sama dengan enoxaparin dengan risiko perdarahan yang sedikit lebih tinggi
pada pasien rawatan acute medical illness dengan imobilisasi. Pemberian DOAC
sebagai terapi profilaksis dapat dijadikan pilihan untuk pasien yang tidak nyaman
diinjeksi, akan tetapi DOAC memiliki risiko perdarahan yang lebih tinggi
dibandingkan dengan LMWH.
Penelitian-penelitian yang berkaitan dengan pencegahan TEV ini masih
menjadi suatu tantangan. Berdasarkan latar belakang tersebut peneliti ingin
melakukan penelitian mengenai perbedaan potensi low molecular weight heparin
dengan direct oral anticoagulant terhadap penurunan kadar prothrombin
10
fragment1+2 pada pasien risiko tinggi tromboemboli vena.
2. Embolus (Emboli)
Emboli adalah suatu benda asing yang tersangkut pada suatu tempat dalam
sirkulasi darah. Benda tersebut ikut terbawa oleh aliran darah, dan berasal dari suatu
tempat lain daripada susunan sirkulasi darah. Kondisi ini biasanya disebabkan oleh
trombus (bekuan), tetapi penyebab lainya bisa termasuk sel kanker, lemak, cairan
amnion, gas, bakteri, dan parasit. Embolus (95 %) berasal dari trombus. Proses
terbentuknya embolus disebut embolisme.
Untuk berfungsi dengan baik, jaringan tubuh dan organ membutuhkan oksigen,
yang diangkut ke seluruh tubuh dalam aliran darah. Namun, jika emboli sebuah
menghalangi suplai darah ke organ utama, seperti otak, jantung atau paru-paru, organ
tersebut akan gagal (kehilangan sebagian atau seluruh kemampuannya untuk fungsi).
Dua kondisi yang paling serius yang dapat disebabkan oleh emboli sebuah adalah:
1. Stroke - pasokan darah ke otak terganggu atau terputus
2. Emboli paru - suplai darah ke paru-paru terputus
Embolisme adalah masalah kesehatan umum dan penyebab utama kecacatan dan
kematian di Inggris dan di seluruh dunia. Misalnya, di Inggris setiap tahun diperkirakan
bahwa:
11
a. 120.000 stroke disebabkan oleh embolisme, mengakibatkan sekitar 34.700 kematian.
b. 37.000 paru embolisms mengakibatkan sekitar 3.000 kematian .
Faktor risiko untuk mengembangkan sebuah emboli meliputi:
a. Kelebihan berat badan atau obesitas (memiliki indeks massa tubuh 30 atau lebih).
b. Hamil.
c. Menjadi 65 tahun atau lebih.
d. Makan diet tinggi lemak
e. Merokok
f. Memiliki penyakit jantung , tekanan darah tinggi (hipertensi) atau diabetes tipe 2
yang bergerak untuk jangka waktu yang lama
Benda Asing
Sebuah benda asing adalah setiap objek atau zat yang tidak seharusnya ada dalam
darah. Berikut adalah beberapa contoh benda asing yang bisa menyebabkan
embolisme.
Pembekuan darah
12
Lemak
Fraktur pada tulang panjang, seperti tulang paha, dapat menyebabkan partikel lemak
dalam tulang yang dilepaskan ke aliran darah. Ini dikenal sebagai embolisms lemak.
Mereka dapat pula suatu berkembang mengikuti luka bakar atau sebagai komplikasi
dari pembedahan tulang.
Udara
Embolisms juga dapat terjadi jika gelembung udara atau gas lainnya memasuki aliran
darah.
Embolisms udara menjadi perhatian khusus bagi para penyelam scuba. Jika seorang
penyelam berenang ke permukaan terlalu cepat, perubahan tekanan dapat
menyebabkan gelembung nitrogen untuk mengembangkan dalam aliran darah mereka.
Hal ini dapat menyebabkan penyakit dekompresi yang sering disebut sebagai 'tikungan'
(lihat kotak, kiri).
Kolesterol
Pada orang yang memiliki aterosklerosis yang luas (arteri menyempit karena
penumpukan kolesterol), potongan-potongan kecil kolesterol kadang-kadang dapat
melepaskan diri dari sisi pembuluh darah, mengakibatkan emboli sebuah.
Jenis Embolus
a. Berupa benda padat berasal dari trombus, kelompok sel tumor, kelompok
bakteri, jaringan.
b. Embolus bersifat cairan dapat berupa zat lemak, cairan amnion.
c. Embolus bersifat gas dapat berupa udara, gas nitrogen, carbon dioksida.
d. Embolus sering ditemukan pada vena, arteri, pembuluh limfe dan jantung
Akibat – Akibat yang ditimbulkan oleh embolus:
a. Menimbulkan kematian mendadak.
b. Kematian jaringan atau infark.
c. Embolus septik sarang – sarang infeksi baru dan abses-abses baru.
d. Metastasis tumor ganas.
13
1. Embolus Vena
Berasal dari vena, tungkai bawah kemudian dari vena dalam pelvis
Embolus —> mengikuti pengaliran vena —> vena yang lebih besar —> vena
cava —> jantung kanan -–> tersangkut dalam sirkulasi paru —> sumbatan oklusi
a. pulmonalis shg tdp blokade sirkulasi pulmonal —> insufisiensi a. coronaria dan
infark miokard, anoksemia, anoksia umum —> kematian mendadak
Adanya refleks vagal pulmo coronary —> menimbulkan spasme pada pembuluh
paru dan koroner -–>kematian mendadak Embolus paru-paru yang besar jarang
menimbulkan infark krn pasien sudah meninggal terlebih dahulu. Embolus paru-
paru sering disertai infark terutama pada lobus kanan bawah
2. Embolus Arteri
Berasal dari trombus mural dalam jantung, trombus yang melekat pada empang-
empang jantung dan aorta
Embolus arteri sering mengenai otak, ginjal, limpa, dan anggota tubuh bawah.
Embolus dalam a. mesenterica —> infark usus
Embolus dalam a. coronaria —> kematian mendadak
3. Embolus Lemak
Lemak ini masuk kedalam sirkulasi darah dan menyumbat arteri atau kapiler shg
menjadi suatu embolus –> menyebabkan kematian
Embolus lemak paling sering terjadi karena trauma tulang atau jaringan lemak
yaitu patah tulang panjang terutama femur dan tibia yang disertai kerusakan sum-
sum tulang juga terjadi pada masa nifas. Selain itu juga terjadi pada : akibat luka
bakar pada kulit ; pada radang yg mengenai tulang atau jaringan lemak ; pada
perlemakan hati akibat gizi buruk atau alkoholisme
14
b. Shock
c. Kematian mendadak yg tidak disangka-sangka pada wanita yang sudah
melahirkan atau dalam masa nifas
Embolus dalam a. pulmonalis mengandung carik-carik jaringan epitel kulit bayi,
verniks caseosa, lendir dan lanugo
5. Embolus Gas
Gelembung-gelembung gas masuk kedalam susuna sirkulasi sehingga menyumbat
dan dapat menimbulkan kematian misalnya pada tindakan vaginal douche. Dapat
juga disebabkan oleh pembedahan thoraks akibat vena besar terpotong atau sobek.
Dapat juga disebabkan oleh transfusi darah atau infus cairan intravena.
Emboli berasal dari :
1) Emboli pada manusia yang paling sering dijumpai berasal dari trombus dan
dinamakan tromboemboli.
2) Pecahan jaringan dapat menjadi emboli bila memasuki sistem pembuluh
darah, biasanya dapatterjadi pada trauma.
3) Sel-sel kanker dapat menjadi emboli, cara penyebaran penyakit yang sangat
tidak diharapkan.
4) Benda asing yang disuntikkan ke dalam sistem kardiovaskular.
5) Tetesan cairan yang terbentuk dalam sirkulasi akibat dari berbagai keadaan
atau yang masuk ke dalam sirkulasi melaui suntikan dapat menjadi emboli.
6) Gelembung gas juga dapat menjadi emboli.Emboli dalam tubuh terutama
berasal dari trombus vena, paling sering pada vena profunda ditungkai atau
di panggul. Karena keadaan anatomis, emboli yang berasal dari trombus
vena biasanya berakhir sebagai emboli arteri pulmonalis.
15
mengakibatkan perdarahan paru-paru sekunder karena kerusakan vaskular atau
dapat mengakibatkan nekrosissebagian dari paru-paru.
Ini tidak mungkin untuk mencegah semua kasus emboli, tetapi Anda dapat mengambil
langkah-langkah secara signifikan untuk mengurangi risiko Anda. Langkah-langkah ini
meliputi:
a. Makan rendah lemak, tinggi serat diet yang mencakup biji-bijian dan banyak
buah segar dan sayuran (setidaknya lima porsi sehari).
16
b. Membatasi jumlah garam dalam diet Anda tidak lebih dari 6g (0.2oz atau 1
sendok teh) per hari.
c. Menurunkan berat badan jika Anda kelebihan berat badan atau obesitas,
menggunakan kombinasi olahraga teratur dan diet kalori terkontrol.
d. Berhenti merokok bila Anda merokok.
e. Berolahraga selama minimal 30 menit sehari, lima kali seminggu
3. Nekrosis
Kematian sel nekrotik, terjadi apabila suatu rangsangan yang menyebabkan cedera
pada sel terlalu kuat atau berkepanjangan. Nekrosis sel dicirikan dengan adanya
pembengkakan da ruptur organel internal yang kebanyakan mengenai mitokondria
dan jelasnya stimulasi respons peradangan. (Elizabeth J.Corwin, 2009).
Nekrosis adalah kematian sel dan kematian jaringan pada tubuh yang hidup.
Nekrosis dapat dikenali karena sel atau jaringan menunjukkan perubahan tertentu
baik secara makroskopik maupun mikroskopik. Secara makroskopik jaringan
nekrotik akan tampak keruh, tidak cerah lagi, berwarna putih abu-abu. Sedangkan
secara mikroskopik, jaringan nekrotik seluruhnya berwarna kemerahan, tidak
mengambil zat warna hematoksilin, sering pucat. (Pringgoutomo, 2002).
Perubahan Mikroskopis
Perubahan pada sel yang nekrotik terjadi pada sitoplasma dan organel-organel sel
lainnya. Inti sel yang mati akan menyusut (piknotik), menjadi padat, batasnya
tidak teratur dan berwarna gelap. Selanjutnya inti sel hancur dan meninggalkan
pecahan-pecahan zat kromatin yang tersebar didalam sel. Proses ini disebut
karioreksis. Kemudian inti sel yang mati akan menghilang (kariolisis).
17
Perubahan Makroskopis
Perubahan morfologis sel yang mati tergantung dari aktivitas enzim lisis pada
jaringan yang nekrotik. Jika aktivitas enzim lisis terhambat maka jaringan
nekrotik akan mempertahankan bentuknya dan jaringannya akan
mempertahankan ciri arsitekturnya selama beberapa waktu. Nekrosis ini disebut
nekrosis koagulatif, seringkali berhubungan dengan gangguan suplai
darah.Contohnya gangren.
Jaringan nekrotik juga dapat mencair sedikit demi sedikit akibat kerja enzim dan
proses ini disebut nekrosis liquefaktif. Nekrosis liquefaktif khususnya terjadi
18
pada jaringan otak, jaringan otak yang nekrotik mencair meninggalkan rongga
yang berisi cairan.
Pada keadaan lain sel-sel nekrotik hancur tetapi pecahannya tetap berada pada
tempatnya selama berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun dan tidak bisa
dicerna. Jaringan nekrotik ini tampak seperti keju yang hancur.Jenis nekrosis ini
disebut nekrosis kaseosa, contohnya pada tuberkulosis paru.
Penyebab Nekrosis
1. Iskhemi
Iskhemi dapat terjadi karena perbekalan (supply) oksigen dan makanan untuk
suatu alat tubuh terputus.Iskhemi terjadi pada infak, yaitu kematian jaringan
akibat penyumbatan pembuluh darah. Penyumbatan dapat terjadi akibat
pembentukan trombus. Penyumbatan mengakibatkan anoxia. Nekrosis terutama
terjadi apabila daerah yang terkena tidak mendapat pertolongan sirkulasi
kolateral.Nekrosis lebih mudah terjadi pada jaringan-jaringan yang bersifat
rentan terhadap anoxia.Jaringan yang sangat rentan terhadap anoxia ialah otak.
2. Agens biologic
Toksin bakteri dapat mengakibatkan kerusakan dinding pembuluh darah dan
trombosis. Toksin ini biasanya berasal dari bakteri-bakteri yang virulen, baik
endo maupun eksotoksin.Bila toksin kurang keras, biasanya hanya
mengakibatkan radang. Virus dan parasit dapat mengeluarkan berbagai enzim
dan toksin, yang secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi jaringan,
sehingga timbul nekrosis.
3. Agens kimia
Dapat eksogen maupun endogen. Meskipun zat kimia merupakan juga
merupakan juga zat yang biasa terdapat pada tubuh, seperti natrium dan
glukose, tapi kalau konsentrasinya tinggi dapat menimbulkan nekrosis akibat
gangguan keseimbangan kosmotik sel. Beberapa zat tertentu dalam konsentrasi
yang rendah sudah dapat merupakan racun dan mematikan sel, sedang yang lain
19
baru menimbulkan kerusakan jaringan bila konsentrasinya tinggi.
5. Kerentanan (hypersensitivity)
Kerentanan jaringan dapat timbul spontan atau secara didapat (acquired) dan
menimbulkan reaksi imunologik. Pada seseorang bersensitif terhadap obat-
obatan sulfa dapat timbul nekrosis pada epitel tubulus ginjal apabila ia makan
obat-obatan sulfa. Juga dapat timbul nekrosis pada pembuluh-pembuluh
darah.Dalam imunologi dikenal reaksi Schwartzman dan reaksi Arthus.
Mekanisme Nekrosis
Seperti yang dijelaskan sejak awal, nekrosis merupakan kematian sel akibat cedera
(jejas) yang bersifat irreversible. Ketika sel mengalami gangguan, maka sel akan
berusaha beradaptasi dengan jalan hipertrofi, hiperplasia, atrofi, dan metaplasia
supaya dapat mengembalikan keseimbangan tubuh. Namun, ketika sel tidak
mampu untuk beradaptasi sel tersebut akan mengalami jejas atau cedera. Jejas
tersebut dapat kembali dalam keadaan normal, apabila penyebab jejas hilang
(reversible). Tetapi ketika jejas tersebut berlangsung secara kontinu, maka akan
terjadi jejas yang bersifat irreversible (tidak bisa kembali normal) dan selanjutnya
akan terjadi kematian sel (Kumar; Cotran & Robbins, 2007).
Mekanisme cedera secara biokimia adalah sebagai berikut (Kumar; Cotran &
Robbins, 2007):
1. Deplesi ATP
ATP penting bagi setiap proses yang terjadi dalam sel, seperti mempertahankan
osmolaritas seluler, proses transport, sintesis protein, dan jalur metabolik dasar.
Hilangnya sintesis ATP menyebabkan penutupan segera jalur homeostasis.
20
2. Deprivasi oksigen
Kekurangan oksigen mendasari patogenesis jejas sel pada iskemia.
3. Hilangnya homeostasis kalsium
Kalsium bebas sitosol normalnya dipertahankan oleh transpor kalsium yang
bergantung pada ATP. Iskemia atau toksin menyebabkan masuknya kalsium
ekstrasel diikuti pelepasan kalsium dari deposit intrasel. Peningkatan kalsium
sitosol akan menginaktivasi fosfolipase (pencetus kerusakan membran),
protease (katabolisator protein membran dan
struktural), ATPase (mempercepat deplesi ATP), dan endonuklease (pemecah
materi genetik).
4. Defek permeabilitas membran plasma
Membran plasma dpat langsung dirusak oleh toksin bakteri, virus, komponen
komplemen, limfosit sitolitik, agen fisik maupun kimiawi.Perubahan
permeabilitas membran dapat juga disebabkan oleh hilangnya sintesis ATP atau
aktivasi fosfolipase yang dimediasi kalsium.
5. Kerusakan mitokondria
Peningkatan kalsium sitosol, stress oksidatif intrasel dan produk pemecahan
lipid menyebabkan pembentukan saluran membran mitokondria interna dengan
kemampuan konduksi yang tinggi. Pori nonselektif ini memungkinkan gradien
proton melintasi membran mitokondria sehingga mencegah pembentukan ATP.
Macam-macam Nekrosis
1. Nekrosis koagulatif
Terjadi akibat hilangnya secara mendadak fungsi sel yang disebabkan oleh
hambatan kerja sebagian besar enzim. Enzim sitoplasmik hidrolitik juga
dihambat sehingga tidak terjadi penghancuran sel (proses autolisis minimal).
Akibatnya struktur jaringan yang mati masih dipertahankan, terutama pada
tahap awal (Sarjadi, 2003).
Terjadi pada nekrosis iskemik akibat putusnya perbekalan darah.Daerah yang
terkena menjadi padat, pucat dikelilingi oleh daerah yang
hemoragik.Mikroskopik tampak inti-inti yang piknotik.Sesudah beberapa hari
21
sisa-sisa inti menghilang,
sitoplasma tampak berbutir, berwarna merah tua.Sampai beberapa minggu
rangka sel masih dapat dilihat (Pringgoutomo, 2002).
Contoh utama pada nekrosis koagulatif adalah infark ginjal dengan keadaan
sel yang tidak berinti, terkoagulasi dan asidofilik menetap sampai beberapa
minggu (Kumar; Cotran & Robbins, 2007).
22
perkejuan.Infeksi bakteri tuberkulosis dapat menimbulkan nekrosis jenis ini
(Sarjadi, 2003).
Gambaran makroskopis putih, seperti keju didaerah nekrotik
sentral.Gambaran makroskopis, jaringan nekrotik tersusun atas debris granular
amorf, tanpa struktur terlingkupi dalam cincin inflamasi granulomatosa,
arsitektur jaringan seluruhnya terobliterasi (tertutup) (Kumar; Cotran & Robbins,
2007).
4. Nekrosis lemak
23
b. Nekrosis lemak enzimatik
Merupakan komplikasi dari pankreatitis akut hemorhagika, yang
mengenai sel lemak di sekitar pankreas, omentum, sekitar dinding
rongga abdomen.Lipolisis disebabkan oleh kerja lypolitic dan
proteolytic pancreatic enzymes yang dilepas oleh sel pankreas yang
rusak (Sarjadi, 2003).Aktivasi enzim pankreatik mencairkan membran
sel lemak dan menghidrolisis ester trigliserida yang terkandung
didalamnya.Asam lemak yang dilepaskan bercampur dengan kalsium
yang menghasilkan area putih seperti kapur (mikroskopik) (Kumar;
Cotran & Robbins, 2007).
5. Nekrosis fibrinoid
Disebabkan oleh kerusakan pembuluh darah imun.Hal ini ditandai dengan adanya
pengendapan fibrin bahan protein seperti dinding arteri yang tampak kotor dan
eosinofilik pada pada mikroskop cahaya.Nekrosis ini terbatas pada pembuluh
darah yang kecil, arteriol, dan glomeruli akibat penyakit autoimun atau
hipertensi maligna. Tekanan yang tinggi akan menyebabkan nekrosis dinding
pembuluh darah sehingga plasma masuk ke dalam lapisan media. Fibrin
terdeposit disana.Pada pewarnaan hematoksilin eosin terlihat masa homogen
kemerahan (Sarjadi, 2003).
24
- 24 - 48 jam : daerah pucat, reaksi radang, serabut (-)
- Beberapa minggu : jaringan mati dibuang jaringan lemah (rupture
pada jantung 10 hari post infark) diganti jaringan ikat.
- s/d bulan : fibrosis.
25
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Ketiga kondisi ini dapat terjadi secara terpisah atau bersamaan dalam suatu
penyakit atau kondisi kesehatan tertentu, dan dapat menyebabkan kerusakan
jaringan dan organ yang signifikan bahkan kematian. Oleh karena itu, penting bagi
masyarakat untuk memahami gejala dan tanda-tanda kondisi ini, serta upaya
pencegahan dan pengobatan yang tepat untuk menjaga kesehatan tubuh.
26
DAFTAR PUSTAKA
27