You are on page 1of 24

Nama : Eli Budi Aini

NIM : 20050404003

Kelas : 2020A

RANGKUMAN

BABV

PANCASILA DALAM KONTEKS

KETATANEGARAAN INDONESIA

A. Pendahuluan

Pancasila secara sistemik disampaikan pertama kali oleh Ir. Soekarno


(Bung Karno) di depan sidang Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan
Kemerdekaan (BPUPK) pada tanggal 1 Juni 1945. Bung Karno menyatakan
bahwa Pancasila merupakan Philosofisce gondslag, bahwa fundamen gagasan
yang mendalam, merupakan landasan atau dasar bagi Negara merdeka yang
akan didirikan. Selanjutnya dikemukakan pula bahwa Pancasila di samping
berfungsi sebagai landasan bagi kokoh-tegaknya Negara-bangsa, juga
berfungsi sebagai bintang pemandu atau Leitstar, sebagai Ideologi Negara,
sebagai pandangan hidup bangsa, sebagai filsafat, sebagai perekat atau
pemersatu bangsa, dan sebagai wawasan bangsa Indonesia dalam mencapai
cita-cita nasional.

B. Pancasila Sebagai Dasar Negara

Secara etimologis, istilah dasar negara maknanya sama dengan istilah


grundnorm (norma dasar), rechtsidee (cita hukum) staatsidee (cita negara),
philosophisce grindslag (dasar filsafat negara). Banyaknya istilah dasar
negara dalam kosa kata bahasa asing menunjukkan bahwa dasar negara
bersifat universal, dalam arti bahwa setiap negara memiliki dasar negara.
Secara terminologis, dasar Negara dapat diartikan landasan dan sumber dalam
membentuk dan menyelenggarakan negara. Dasar negara juga dapat diartikan
sebagai sumber dari segala sumber hukum negara (Nurwardani, 2016 : 80).

Kedudukan Pancasila sebagai dasar negara bagi bangsa Indonesia dapat


digambarkan sebagai berikut:

Berdasarkan gambar tersebut, menunjukkan bahwa tata urutan


perundang-undangan di Indonesia bertingkat dan berjenjang seperti
termanifestasi dalam Undang-undang Nomor 12 tahun 2011 tentang
Pembentukan Perturan Perundang-undangan yang tercermin pada pasal 7
yang menyebutkan jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan, yaitu
sebagai berikut:
1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI 1945)

2. Ketetapan MPR

3. Undang-undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang

4. Peraturan Pemerintah

5. Peraturan Presiden

6. Peraturan Daerah Provinsi

7. Peraturan daerah Kabupaten/Kota

Berdasarkan gambaran tersebut juga menunjukkan bahwa Pancasila sebagai


dasar negara merupakan norma tertinggi yang mendasari semua peraturan
perundang-undangan di Indonesia. Berkaitan juga dengan fungsi Pancasila
sebagai dasar Negara, maka segala peraturan perundang-undangan yang
berlaku di Negara Indonesia harus berdasarkan pada pancasila.

C. Hubungan Pancasila dengan Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara


Republik Indonsia (UUD NRI) Tahun 1945

Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 dalam ilmu hukum memiliki


kedudukan diatas pasal-pasal Undang-Undang Dasar 1945. Konsekuensinya
keduanya memiliki kedudukan hukum yang berkelainan, namun keduanya
terjalin dalam suatu hubungan kesatuan yang kausal dan organis (Kaelan,
2016 : 338).

Pembukaan yang telah dirumuskan secara padat dan khidmat dalam 4


alinea mengandung arti dan makna yang sangat dalam, mempunyai nilai-nilai
yang universal dan lestari. Universal, karena mengandung nilai-nilai yang
dijunjung tinggi oleh bangsa-bangsa beradab di seluruh muka bumu; Lestari,
karena ia mampu menampung dinamika masyarakat, dan akan tetap menjadi
landasan perjuangan bangsa dan Negara selama bangsa Indonesia tetap setia
pada Negara Proklamasi 17 Agustus 1945.

Kedudukan Pembukaan UUD NRI 1945 dalam kaitannya dengan tertib


hukum indonesia memiliki dua aspek yang sangat fundamental yaitu :
Pertama, memberikan faktor-faktor mutlak demi terwujudnya tertib hukum
Indonesia, dan Kedua, memaukkan diri dalam tertib hukum Indonesia sebagai
tertib hukum tertinggi. Dengan demikian seluruh peraturan
perundang-undangan di Indonesia harus bersumber pada pembukaaan UUD
NRI 1945 yang di dalamnya terkandung Asas kerokhanian Negara atau Dasar
Filsafat Negara RI.

Seluruh peraturan hukum yang ada di wilayah Negara Republik


Indonesia sejak saat ditetapkannya Pembukaan UUD NRI 1945 secara formal
pada tanggal 18 Agustus 1945, yang telah memenuhi syarat sebagai suatu
tertib hukum Negara. Adapun syarat-syarat tersebut pada hakikatnya
sebagaimana terkandung dalam Pembukaan UUD NRI 1945 itu sendiri
(Kaelan, 2016 : 340-341).

Didalam suatu tertib hukum terdapat urutan-urutan yang bersifat


hierakhis, dimana UUD (pasal-pasalnya) bukan lah merupakan suatu tertib
huum yang tertinggi. Di atasnya masih terdapat suatu norma dasar yang
menguasai hukum dasar termasuk UUD maupun konvensi, yang pada
hakikatnya memiliki kedudukan hukum yang lebih tinggi yang dalam ilmu
hukum tata Negara sebagai Staatsfundamentalnorm, maka
kedudukanPembukaan UUD NRI 1945 dalam tertib hukum Indonesia adalah
sebagai berikut :

a. Menjadi dasarnya, karena UUD NRI 1945 memberkan faktor-faktor


mutlak bagi adanya suatu tertib hukum Indonesia.
b. Pembukaan UUD NRI 1945 memasukkan diri di dalamnya sebagai
ketentuan hukum tertinggi, sesuai dengan kedudukannya yaitu sebagai
asas bagi hukum dasar baik yang tertulis (UUD), maupun hukum dasar
tidak tertulis (convensi), serta peraturan-peraturan hukum lainnya yang
lebih rendah (Notonagoro, dalam Kaelan, 2016 : 341).

Pancasila sebagai dasar filsafat Nefara Republik Indonesia secara yuridis


formal tercantum dalam Pembukaan UUD NRI 1945. Oleh karena itu,
hubungan antara Pancasila dan UUD NRI 1945 bersifa timbal balik.
Hubungan tersebut bersifat formal dan material, seperti dikemukakan oleh
Kaelan (2012 : 110-114) sebagai berikut :

Hubungan secara Formal

Dengan dicantumkannya Pancasila secara formal di Pembukaan UUD NRI


1945, maka pancasila memperoleh kedudukan sebagai norma dasar hukum
positif. Pancasila secara substansi esensial dari pembukaan dan mendapatkan
kedudukan formal yuridis dalam pembukaan, sehingga baik rumusan maupun
yuridiksinya sebagai dasar Negara adalah sebagaimana terdapat dalam
Pembukaan UUD NRI 1945.

Hukum secara Material

Secara metrial tertib hukum Indonesia dijabarkan dari nilai-nilai yang


terkandung dalam Pancasila. Pancasila sebagai sumber tertib hukum
Indonesia meliputi sumber nilai, sumber materi, sumber bentuk dan sifat.
Disamping itu, dalam hubungannya dengan hakikat dan kedudukan
Pembukaan UUD NRI 1945 sebagai pokok kaidah negara yang Fundamental,
maka sebenarnya secara material, yang merupakan esensi atau pokok intisari
dari Pokok Kaidah Negara fundamental tersebut tidak lain adalah Pancasila
(Notonagoro, DALAM KAELAN, 2012 : 113).
D. Hubungan Pembukaan UUD NRI 1945 dengan Proklamasi Kemerdekaan
17 Agustus 1945

Berdasarkan prinsip bahwa suatu peraturan hukum hanya dapat


diadakan/diubah oleh penguasa yang lebih tinggi atau yang sama
kedudukannya, maka Pembukaan UUD NRI 1945 tidak dapat
ditiadakan/diubah dengan jalan hukum oleh penguasa/alat-alat perlengkapan
yang manapun juga. Dengan demikian hakekat dan kedudukan Pembukaan
UUD NRI 1945 adalah kuat, tetap, dan tidak dapat diubah oleh siapapun dan
bilamanapun berkaitan dengan keberlangsungan hidup Negara Republik
Indonesia.

Kebersatuan dan keterkaitan hubungan antara Pembukaan UUD NRI


1945 dengan peristiwa proklamasi kemerdekaan Republik Indinesia tanggal
17 Agustus 1945 adalah :

1. Pernyataan Proklamasi Kemerdekaan dalam alinea ke-3 Pembukaan UUD


NRI 1945 menjelaskan bahwa antara Pembukaan dan Proklamasi
merupakan suatu rangkaian yang tidak dapat dipisah-pisahkan.

2. Ditetapkannya Pembukaan UUD NRI 1945 tanggal 18 Agustus 1945


bersama-sama dengan penetapan UUD NRI 1945, pemilihan Presiden dan
wakil presiden merupakan suatu realisasi tindak lanjut dari Proklamasi
dan wujud titik kulminasi perjuangan bangsa di alinea ke-3 Pembukaan.

3. Pembukaan UUD NRI 1945 pada hakekatnya merupakan suatu


pernyataan kemerdekaan yang lebih Terinci dari adanya cita-cita luhur
yang menjadi semangat pendorong di tegakkannya kemerdekaan dalam
bentuk negara Indonesia yang merdeka, berdaulat, adil, dan makmur
dengan berdasarkan asar kerohanian pancasila.

Proklamasi kemerdekaan Indonesia bukan merupakan tujuan melainkan


suatu prasyarat untuk tercapainya tujuan bangsa dan negara yang akan
terbentuk. Pernyataan dalam keempat alinea di Pembukaan UUD NRI 1945
merupakan roh dan jiwa bangsa Indonesia untuk mewujudkan dan melewati
“jembatan emas (kemerdekaan)” tersebut.

Proklamasi kemerdekaan memiliki makna untuk (1) menegaskan bangsa


Indonesia untuk menjadi suatu negara atas kehendak sendiri sebagai negara
merdeka yang diakui dunia luar; dan (2) mempersiapkan segala hal yang
berkaitan dengan upaya mewujudkan kemerdekaan tersebut sesegera mungkin.
Adapun prinsip-prinsip negara yang terkandung dalam Pembukaan tersebut
meliputi 4 hal yaitu (1) tujuan negara yang akak dilaksanakan oleh
pemerintahan negara; (2) ketentuan diadakannya UUD negara sebagai
landasan konstitutional pembentukan pemerintahan negara; (3) bentuk negara
Republik yang berkedaulatan rakyat; dan (4) asas kerohanian atau dasar
filsafat negara adalah pancasila (Kaelan, 2004 :176).

Letak dan sifat hubungan antara Proklamasi dan Pembukaan UUD NRI
1945 bahwa pernyataan kemerdekaan dalam alinea ke-3 Pembukaan UUD
NRI 1945 menunjukkan bahwa antara proklamasi dan pembukaan merupakan
suatu rangkaian yang tidak dapat dipisah-pisahkan.

Upaya kemerdekaan ini sebagai implementasi suatu gugatan di hadapan


muka dunia terhadap adanya penjajahan atas bangsa indonesia yang tidak
sesuai dengan peri keadilan dan peri kemanusiaan. Bahwa perjuangan bangsa
Indonesia itu telah diridhoi oleh Tuhan Yang Maha Esa sehingga pada
akhirnya berhasil memproklamasikan kemerdekaannya. Alinea ini
mengungkapkan suatu dalil obyektif, yaitu bahwa penjajahan tidak sesuai
dengan peri kemanusiaan dan peri keadilan dan oleh karenanya harus
ditentang dan dihapuskan agar semua bangsa di dunia ini apat menjalankan
hak kemerdekaannya yang merupakan hak asasinya. Disinilah letak moral
luhur dari pernyataan kemerdeakaan Indonesia tersebut. Hal ini mengandung
suatu pernyaataan subyektif, yaitu aspirasi bangsa Indonesia sendiri untuk
membebaskan diri dari belenggu penjajahan. Sudah jelas pendirian yang
sedemikian itu tercantum dalam Pembukaan UUD NRI 1945 akan tetap
menjadi lanasan pokok dalam mengendalikan politik luar negri kita.

Berpegang pada sifat hubungan antara proklamasi 17 Agustus 1945 dan


Pembukaan yang tidak hanya menjelaskan dan menegaskan, tetapi juga
mempertanggung jawabkan Proklamasi sehingga hubungan itu tidak hanya
bersifat fungsional-korelatif, tetapi tegas bersifat monitif-organis. Ini berarti
bahwa antara Proklamasi dan Pembukaan merupakan satu kesatuan yang bulat.
Apa yang terkandung dalam Pembukaan merupakan amanat keramat
Proklamasi 17 Agustus 1945 (Darmodiharjo, 1991 : 196).

Apabila UUD NRI 1945 merupakan sumber hukum tertinggi dari hukum
yang berlaku di Indonesia, maka Pembukaan UUD NRI 1945 merupakan
sumber motifasi dan aspirasi perjuangan dan tekad bangda Indonesia, yang
merupakan sumber dari cita hukum dan cita moral yang ingin ditegakkan baik
dalam lingkungan nasional, maupun dalam hubungan pergaulan
bangsa-bangsa di dunia. Pembukaan UUD NRI 1945 yang telah dirumuskan
secara padat dan khidmat dalam 4 alinea itu, setiap alinea dan kata-katanya
mengandung arti dan makna yang sangat mendalam, mempunyai nilai-nilai
yang universal dan lestari. Universal, karena mengandung nilai-nilai yang
dijunjung tinggi oleh bangsa-bangsa beradab di seluruh muka bumu; Lestari,
karena ia mampu menampung dinamika masyarakat, dan akan tetap menjadi
landasan perjuangan bangsa dan Negara selama bangsa Indonesia tetap setia
pada Negara Proklamasi 17 Agustus 1945. Dalil tersebut diatas meletakkan
tugas kewajiban kepada bangsa/pemerintah Indonesia untuk senantiasa
berjuang melawan segala bentuk penjajahan dan mendukung kemerdekaan
setiap bangsa.
Alinea ini merumuskan dengan padat sekali tujuan dan prinsip-prinsip
dasar untuk mencapai tujuan bangsa Indonesia setelah menyatakan dirinya
sebagai bangsa yang merdeka. Tujuan perjuangan Negara Indonesia
dirumuskan dengan : “Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa
Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia” dan untuk “memajukan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa”, dan “ikut
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian
abadi dan keadilan sosial”. Segangkan prinsip dasar yang harus dipegang
teguh untuk mencapai tujuan adalah dengan: menyusun kemerdekaan
kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara
Indonesia yang berkedaulatan rakyat dan berdasar pada Pancasila.

E. Hubungan Pancasila dengan Pasal-Pasal UUD NRI 1945

Pancasila memancarkan nilai-nilai yang luhur yang telah mampu


memberikan semangat kepada UUD NRI 1945 dan terpancag dengan khidmat
dalam perangkat UUD NRI 1945. Semangat (Pembukaan) dan yang
disemangati (pasal-pasal UUD NRI 1945) pada hakekatnya merupakan satu
rangkaian kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Kesatuan serta semangat
yang demikian yang harus diketahui, dipahami, dan dihayati oleh setiap
bangsa Indonesia.

Seluruh peraturan perundang-undangan di Indonesia harus bersumber


pada Pembukaan UUD NRI 1945 yang didalamnya terkandung Asas
Kerokhanian Negara atau dasar Filsafat Negara RI, (Kaelan, 2010 : 149).
Dengan tetap menyadari keagungan nilai-nilai yang terkandung dalam
Pancasila dan dengan mempertimbangkan hubungan antaraPembukaan
dengan batang Tubuh Undang-Undang Dasar, maka dapat disimpulkan bahwa
UUD NRI 1945 yang memuat dasar falsafah Negara Pancasila, dan UUD
NRI 1945 menjadi satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan sebagai
rangkaian kesatuan nilai dan norma yang terpadu.
Suasana kebatinan UUD NRI 1945 diwujudkan dalam bentuk cita-cita
hukum dasar negara yang diuraikan dengan jelas dalam batang tubuh UUD
NRI 1945 disertai pasal penjelasannya. Pengertian ini menjelaskan bahwa ada
hubungan antara Pancasila-Pembukaan-Batang tubuh dan pasal-pasal dalam
UUD NRI 1945 yang sifatnya langsung dan kausal organis (Kaelan, 2004 :
197).

Pancasila sebagai substansi esensial daripembukaan UUD NRI 1945


mendapatkan kedudukan formal yuridis, sehingga rumusan ataupun
yurispudensinya sebagai dasar negara diakui bangsa Indonesia. Hal ini berarti
bahwa Pancasila secara material tertib hukum Indonesia dijabarkan dalam
batang tubuh dan pasal-pasal UUD NRI 1945 sebagai wujud sumber nilai,
bentuk dan sifat dari sumber tertib hukum Indonesia dalam menata kehidupan
berbangsa dan bernegara bagi warga negaranya.

Hakekat dan kedudukan Pancasila adalah sumber hukum dari makna


serta isi batang tubuh UUD 1945 yang tersirat dan tersurat dalam pasal-pasal
UUD NRI 1945 itu sendiri. Pancasila menjadi esensi hakekat, sifat,
kedudukan dan fungsi sebagai sumber nilai dan pokok kaidah negara yang
fundamental dalam kelangsungan kehidupan hidup negara Indonesia yang
diproklamasikan tanggal 17 Agustus 1945 lalu.

Untuk mengimplementasikan nilai-nilai dasar Pancasila dalam kehidupan


praksis bernegara diperlukan nilai-nilai instrumen Pancasila sebagai alat
untuk mewujudkan nilai-nilai dasarnya. Nilai instrumental Pancasila sebagai
dasar nilai hidup bernegara terangkum dalam pasal-pasal UUD NRI tersebut.
Beberapa contoh penjabaran Pancasila dalam pasal-pasal UUD NRI 1945
digambarkan dalam tabel di bawah ini :
No Nilai Sila Nilai Instrumental dalam UUD NRI 1945

Sebelum Amandemen Sesudah Amandemen

1 Sila ke-1 Pasal 9, 29 (1-2) Pasal 28E (1), 29

2. Sila ke-2 Pasal 26 (1), 27 (1-2), 28 Pasal 1 (3), 26 (1-2), 27


(1-2), 28A-D, 28F, 28J

3. Sila ke-3 Pasal 18, 30 (1), 35, 36 Pasal 25A, 27 (3), 30 (1-5)

4. Sila ke-4 Pasal 1 (1,2), 2 (1), 3, 7, Pasal 1 (1-2), 2, 3, 4, 7, 19,


22, 27 22C, 22E

5. Sila ke-5 Pasal 27, 28, 29 (2), 31, Pasal 23, 28H, 31, 32,33,34
33, 34

F. Sistem Pemerintahan Negara Menurut UUD NRI Tahun 1945 (Hasil


Amandemen 2002)

1. Pengertian Undang-Undang Dasar dan Konstitusi

a) Undang-Undang Dasar

Undang-Undang Dasar merupakan sebagian dari hukumnya


dasar negara dan menjadi hukum dasar yang tertulis. ECS Wade
dalam Constitutional Law, menyatakan bahwa Undang-Undang Dasar
adalah naskah yang memaparkan tugas-tugas pokok dari badan-badan
pemerintahan suatu Negara dan menentukan cara kerja badan-badan
tersebut.

Undang-undang Dasar merupakan hukum dasar yang tertulis


dimana setiap produk hukum seperti Undang-Undang (UU),
Peraturan Pemerintah (PP), Peraturan Presiden (Perpres), dan
kebijakan pemerintah lainnya harus berlandaskan serta bersumber
pada UUD NRI 1945 sehingga dapat dipertanggung jawabkan sesuai
dengan UUD NRI 1945 dan Pancasila sebagai sumber dari segala
sumber hukum negara.

b) Konstitusi

Ferdinand Lasselle dalam bukunya : Uber Verfassengswesen,


membagi konstitusi dalam 2 pengertian, yaitu :

1) Pengertian sosiologis atau politis :

Konstitutional adalah sinthese faktor-faktor kekuatan nyata dalam


masyarakat dan menggambarkan hubungan antara
kekuasaan-kekuasaan yang nyata dalam suatu Negara seperti raja,
parleme, kabinet, pressure groups, parpol, dan lain-lain.

2) Pengertian yuridis :

Konstitusi adalah suatu naskah memuat semua bangunan Negara


dan sendi-sendi pemerintahan.

Konstitusi dalam arti sempit dimaksudkan untuk memberi


nama kepada suatu dokumen pokok yang berisi aturan-aturan
mengenai susunan organisasi Negara beserta cara kerja organisasi
tersebut. Konstitusi dalam arti luas mencakup segala ketentuan yang
berhubungan dengan keorganisasian Negara, baik terdapat dalam
undang-undang dasar, undang-undang organik, dan peraturan
perundangan lainnya, maupun kebiasaan atau konvensi (Ranuwijaya,
1960 : 184)

2. Fungsi Undang-Undang Dasar Bagi Negara


a. Sebagai simbol kemerdekaan dan keinginan rakyat untuk menyusun
hak-haknya jika terancam dan untuk membatasi tindakan-tindakan
penguasa.

b. Sebagai lambang kesetiaan kepada NRI dan lambang persatuan


kesatuan bangsa yang berkeinginan untuk menentukan suatu sistem
ketatanegaraan tertentu dan untuk menghindari tindakan
sewenang-wenang dari penguasa dikemudian hari.

c. Sebagai kontrol pemerintahan yang berlangsung dari keinginan para


pembentuk Negara untuk menjamin adanya cara penyelenggaraan
Negara yang pasti dan dapat mensejaterahkan rakyatnya.

3. Undang-Undang Dasar Yang Pernah Berlaku di Indonesia

UUD NRI 1945 disahkan melalui sidang PPKI tanggal 18 Agustus


1945 sebagai konstitusi negara Indonesia. Sejak proklamasi kemerdekaan
pada tanggal 17 Agustus 1945 sampai saat in UUD NRI 145 telah berlaku
sebanyak 3 jenis UUD di dalam 8 periode tata perundang-undangan
Indonesia, yaitu :

a) Undang-Undang Dasar 1945 (18 Agustus 1945 - 27 Desember


1949)

UUD 1945 tidak dapat dilaksanakan sepenuhnya sebagai alat


pengontrol lembaga pemerntahan karena situasi politik Indonesia
disibukkan dengan proses perjuangan mempertahankan kemerdekaan.

b) Konstitusi RIS (27 Desember 1949 - 17 Agustus 1950)

Atas pengaruh PBB yang mendukung pengakuan kedaulat nri


dan menyepakati hasil KMB di Den Haag, maka naskan konstitusi
UUD NRI 1945 digantikan dengan naskah konstitusi Republik
Indonesia Serikat (Konstitusi RIS). Konstitusi RIS merubah bentuk
pemerintahan menjadi negara feerasi yang memiliki kedaulatan
sendiri-sendiri.

c) UUDS 1950 (17 Agustus 1950 - 5 Juli 1959)

Bentuk negara federatif tidak berhasil membawa kesatuan


bangsa Indonesia sehingga memerlukan tahapan konsolidasi
kekuasaan yang efektif. Upaya konsolidasi ini melahirkan
kesepakatan mendirikan NKRI dalam 1 naskah persetujuan bersama
tanggal 19 Mei 1950 dan menetapkan UU no 7 tahun 1950 sebagai
UUD Sementara.

d) UUD NRI 1945 (5 Juli 1959 - 19 Oktober 1999)

Sejak Dekrit Presiden 5 Juli 1959 penyelenggaraan


pemerintahan dibagi dalam 2 masa yaitu masa Orde Lama (Orla) dari
tahun 1959 sampai 1966 dan masa Orde Baru (Orba) tahun 1966
sampai 1999 memberlakukan kembali UUD NRI 1945 sebagai
hukum dasar pemerintahan.

e) UUD NRI 1945 Amandemen ke-1 (19 Oktober 1999 - 18 Agustus


2000)

Perubahan (amandemen) UUD NRI 1945 dimaksudkan untuk


menambah/merubah sebagian redaksional isi dari UUD NRI 1945
yang tidak sesuai lagi dengan tuntutan jaman.

Hasil Amandemen ke-1 tanggal 19 Oktober 1999 meliputi 9


pasal dan 16 ayat dalam barang tubuh UUD NRI 1945 untuk
membatasi kekuasaan presiden dan MPR. Pasal-pasal UUD NRI
1945 yang diamandemen adalah Pasal 5 Ayat (1), Pasal 7, Pasal 9,
Pasal 13 Ayat (2), Pasal 14, Pasal 15, Pasal 17 Ayat (2) dan (3), Pasal
20, dan Pasal 21.

f) UUD NRI 1945 Amandemen ke-2 (18 Agustus 2000 - 9 November


2001)

Ada 27 pasal dalam 7 bab yang diubah untuk menata sistem


lembaga negara dan identitas nasional bangsa Indonesia. Adapun bab
yang diubah adalah bab VI (pemerintahan daerah), bab VII (DPR),
bab IXA (wilayah negara), bab X (WN dan penduduk), bab XA
(HAM), bab XII (hankam) dan bab XV (bendera, bahasa, lambang
negara dan lagu kebangsaan). Adapun pasal-pasal yang diamandeme
antara lain Pasal 18, Pasal 18A, Pasal 18B, Pasal 19, Pasal 20 Ayat
(5), Pasal 20A, Pasal 22A, Pasal 22B. Bab IXA, Pasal 25E, Bab X,
Pasal 26 Ayat (2) dan Ayat (3), Pasal 27 Ayat (3), Bab XA, Pasal
28A, Pasal 28B, Pasal 28C, Pasal 28D, Pasal 28E, Pasal 28F, Pasal
28G, Pasal 28H, Pasal 281, Pasal 28), Bab XII, Pasal 30, Bab XV,
Pasal 36A, Pasal 36B, dan Pasal 36C Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia 1945.

g) UUD NRI 1945 Amandemen ke-3 (9 November 2001 - 10 Agustus


2002)

Amandemen ke-3 disahkan MPR-RI tanggal 10 November


2001 terdiri dari 3 bab dan 22 pasal. Adapun pasal-pasal yang
diamandemen antara lain Pasal 1 Ayat (2) dan (3); Pasal 3 Ayat (1),
(3), dan (4); Pasal 6 Ayat (1) dan (2); Pasal 6A Ayat (1), (2), (3), dan
(5); Pasal 7A; Pasal 7B Ayat (1), (2), (3), (4), (5), (6), dan (7); Pasal
7C; Pasal 8 Ayat (1) dan (2); Pasal 11 Ayat (2) dan (3), Pasal 17 Ayat
(4); Bab VIIA, Pasal 22C Ayat (1), (2), (3), (4), (5), dan (6); Pasal 23
Ayat (1), (2), dan (3); Pasal 23A; Pasal 23C; Bab VIIIA, Pasal 23E
Ayat (1), (2), dan (3); Pasal 23F Ayat (1) dan (2); Pasal 23G Ayat (1)
dan (2); Pasal 24 Ayat (1) dan (2); Pasal 24A Ayat (1), (2), (3), (4),
dan (5); Pasal 24B Ayat (1), (2), (3), dan (4); Pasal 24C Ayat (1), (2),
(3), (4), (5), dan (6) Undang- Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.

h) UUD NRI 1945 Amandemen ke-4 (10 Agustus 2002 - Sekarang)

Perubahan yang terjadi pada amandemen ke-4 terdiri dari 2 bab


dan 13 pasal meliputi pasal 2, 6, 11, 16, 23-24, 31-34, 37, perubahan
bab XIII dan bab XIV. Dengan demikian secara keseluruhan naskah
perubahan ke-4 dari UUD NRI 1945 mencakup 19 pasal.

Paradigma, pemikiran dan pokok pikiran dalam rumusan


pasal-pasal hasil amandemen ke-4 dalam UUD NRI 1945 dan
penambahan bagian akhir pada amandemen ke-4 ditetapkan pada
tanggal 10 Agustus 2002 meliputi 19 pasal diberlakukan kembali
UUD NRI 1945 hasil amandemen sebagai UUD NRI 1945 yang sah
sejak ditetapkan dalam sidang Tahunan MPR-RI.

4. Sistem Ketatanegaraan Sebelum dan Sesudah Amandemen UUD NRI


1945

a) Dasar Pemikiran Amandemen Undang-Undang Dasar 1945

Dasar pemikiran yang melatarbelakangi dilakukannya


perubahan UUD NRI Tahun 1945, antara lain sebagai berikut:

1) UUD ketatanegaraan yang tertinggi melaksanakan kedaulatan


rakyat. Hal ini berakibat dan saling pada terjadinya saling
mengimbangi (checks and balances) pada institusi - institusi
ketatanegaraan.

2) UUD NRI 1945 memberikan kekuasaan yang sangat besar pada


pemegang kekuajaan eksekutif (presiden).
3) UUD NRI 1945 mengandung pasal-pasal yang terlaluluwes
sehingga dapat menimpulkan multitafsir.

4) UUD NRI tahun 1945 terialu banyak memberikan kewenangan


kepada kekuasaan Presiden untuk mengatur hal-hal penting
deigan undang-undang

5) Rumusan UUD NRI Tahun 1945 tentang semangat


penvelenggaraan Negara belum cukup didukung ketentuan
konstitusi yang memuat aturan dasar tentang kehidupan yang
demokratis, supremasi hukum, pemberdayaan rakyat,
penghormatan Hak Asasi Manusia (НАМ), (Sekretariat Jendral
MPR RI, 2012: 9-11)

Tujuan amandemen (perubahan) UUD NRI 1945, antara lain


untuk:

1) Menyempurnakan aturan dasar mengenai tatanan Negara dalam


mencapai tujuan nasional yang tertuang dalam Pembukaan
UUD NRI tahun 1945 dan memperkokoh Negara Kesatuan
Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila

2) Menyempurnakan aturan dasar mengenai jaminan dan


pelaksanaan kedaulatan serta memperluas partisipasi rakyat
agar sesuai dengan perkembangan paham demokrasi

3) Menyempurnakan aturan dasar mengenai jaminan dan


perlindungan hak asasi manusia agar sesuai dengan
perkembangan peradaban umat manusia yang sekaligus
merupakan syarat bagi suatu negara hokum yang dicita-citakan
oleh UUD NRI 1945

4) Menyempurnakan aturan dasar mengenai penyelenggaraan


Negara secara demokratis dan modern, antara lain melalui
pembagian kekuasaan yang lebih tegas, system saling
mengawasi dan saling mengimbangi (checks and balances)
yang lebih ketat dan transparan, dan pembentukan
lembaga-lembaga negara yang baru untuk mengakomodasi
perkembangan kebutuhan bangsa dan tantangan zaman.

5) Menyempurnakan aturan dasar mengenai jaminan


konstitusional dan kewajiban Negara mewujudkan
kesejahteraan bangsa, menegakkan etika, moral, dan solidaritas
dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara
sesuai kemanusiaan dalam perjuangan mewujudkan Negara
sejahtera.

6) Melengkapi aturan dasar yang sangat penting dalam


penyelenggaraan Negara bagi eksistensi Negara dan perjuangan
Negara mewujudkan demokrasi.

7) Menyempurnakan aturan dasar mengenai kehidupan bernegara


dan berbangsa sesuai dengan perkembangan aspirasi,
kebutuhan serta kepentingan bangsa sosial, mencerdaskan
kehidupan dengan harkat dan martabat dan Negara Indonesia
dewasa ini sekaligus mengakomodasi kecenderungannya waktu
yang akan dating. (Sekretariat Jenderal MPR RI, 2012: 12-13)

Sebelum melakukan perubahan terhadap UUD NRI 1945 itu,


dalam Sidang Umum MPR-RI 1999 terlebih dahulu diadakan
kesepakatan dasar yang akan dijadikan rambu-rambu dalam
melakukan perubahan itu, yaitu:

1) Tidak akan mengubah Pembukaan UUD NRI 1945

2) Tetap mempertahankan bentuk Negara Kesatuan Republik


Indonesia

3) Tetap mempertahankan sistem Pemerintahan Presidensial


4) Penjelasan UUD NRI 1945 yang memuat hal-hal dimasukkan
kedalam pasal-pasal (Batang normatif Tubuh UUD) 5)
Perubahan dilakukan dengan cara adendum, yaitu
Undang-Undang Dasar secara penuh, sedang
perubahan-perubahan yang diadakan
ditempatkan/ditambah-kan dibelakangnya.

b) Sistematika UUD NRI 1945

Sistematika UUD NRI 1945 sebelum dilakukan Amandemen


memiliki sistematika sebagai berikut:

1) Pembukaan (Preambule) Undang-Undang Dasar 1945

2) Batang Tubuh Undang-Undang Dasar 1945 yang terdiri dari:

a. XVI Вab

b. 37 pasal ditambah IV Pasal Aturan Peralihan dan 2 ayat


Aturan Tambahan

c. Penjelasan Undang-Undang Dasar Negara Indonesia

3) Penjelasan Undang-Undang Dasar Negara Indonesia

Sistematika UUD NRI 1945 Setelah dilaksanakan Amandemen


(perubahan) sebanyak 4 kali sebagai berikut :

1) Pembukaan (Preambule) Undang-Undang Dasar 1945

2) Batang Tubuh Undang-Undang Dasar 1945 terdiri dari :

a. XVI Bab

b. 37 pasal ditambah III pasal Aturan Peralihan dan II pasal


Aturan Tambahan.
c) Sistem Ketatanegaraan Menurut UUD NRI 1945

Sistem Pemerintahan Negara Indonesia ini dibagi atas 7


sistem sistematis merupakan yang secara pengejawantahan
kedaulatan rakyat, oleh karena itu sistem pemerintahan Negara
ini dikenal dengan "Tujuh Kunci Pokok Sistem pemerintahan
Negara". sebagai suatu studi komparatif, sistem pemerintahan
Negara menurut UUD NRI 1945 setelah amandemen, dijelaskan
sebagai berikut :

i. Indonesia ialah Negara Yang Berdasarkan Atas Hukum


(Rechtstaat)

Negara Indonesia berdasarkan atas hukum tidak


berdasarkan atas kekuasaan (Rechsstaat), tidak berdasarkan atas
kekuasaan belaka (Machtsstaat). Hal ini mengandung arti bahwa
Negara, termasuk didalamnya Pemerintahan dan
lembaga-lembaga Negara lainnya dalam melaksanakan
tindakan-tindakan apapun, harus dilandasi oleh peraturan hukum
atau harus dapat dipertanggung jawabkan secara hukum. Prinsip
dari sistem ini disamping akan tampakdalam rumusan
pasal-pasalnya, juga akan sejalan dan merupakan pelaksanaan
dari pokok–pokok pikiran terkandung dalam Pembukaan UUD
NRI 1945 yang diwujudkan oleh cita-cita hukum (rechtsidee)
yang menjiwai UUD NRI 1945 dan hukum dasar yang tidak yang
tertulis.

ii. Sistem Konstitutional

Pemerintahan berdasarkan atas sistem konstitusi. (hukum


dasar), tidak bersifat absolut (kekuasaan yang tidak terbatas).
Sistem ini memberikan penegasan bahwa cara pengendalian
ketentuan-ketentuan pemerintahan dibatasi oleh konstitusi dan
hukum produk lain konstitusional, Ketetapan MPR,
Undang-Undang, dan sebagainya. Dengan landasan kedua sistem
Negara Hukum dan sistem konstitusional diciptakan sistem
mekanisme hubungan dan hukum antar lembaga Negara, yang
sekiranya dapat menjamin terlaksananya sistem itu sendiri dan
dengan sendirinya juga dapat memperlancar pelaksanaan
pencapaian cita-cita nasional.

iii. Kekuasaan Negara Yang Tertinggi di Tangan Rakyat

Menurut UUD NRI 1945 hasil amandemen 2002


kekuasaan tertinggi di tangan rakyat, dan dilaksanakan menurut
UUD (Pasal 1 ayat 2). Hai ini berarti terjadi suatu reformasi
kekuasaan tertinggi dalam Negara secara kelembagaan tinggi
Negara, walaupun esensinya tetap rakyat yang memiliki
kekuasaan.

iv. Presiden ialah Penyelenggara Pemerintahan Negara yang


Tertinggi di Samping MPR dan DPR

Berdasarkan UUD NRI 1945 hasil amandemen 2002,


Presiden merupakan penyelenggara pemerintahan tertinggi di
samping MPR dan DPR, karena Presiden dipilih langsung oleh
rakyat UUD 1945 pasal 6A ayat (1). Jadi menurut UUD NRI
1945 ini Presiden tidak lagi merupakan mandataris MPR,
melainkan dipilih rakyat. Presiden harus bekerjasama dengan
Dewan, akan tetapi Presiden tidak bertanggungjawab kepada
Dewan, artinya kedudukan Presiden tidak tergantung pada
Dewan.

v. Mentri Negara ialah Pembantu Presiden, Mentri Negara


tidak BertanggungJawab Kepada Dewan Perwakilan Rayat.
Sistem ini dijelaskan dalam UUD NRI 1945 hasil
amandemen 2002 maupun dalam Penjelasan UUD NRI 1945
bahwa "Presiden dalam melaksanakan tugas pemerintahannya
Negara (pasal 17 ayat (1) UUD 1945 Hasil amandemen),
Presiden mengangkat dan memberhentikan Menteri-menteri
Negara (Pasal 17 ayat (2) UUD NRI dibantu oleh
menteri-menteri 1945 hasil Amandemen 2002). Menteri –
menteri Negara itu tidak bertanggungjawab kepada Dewan
Perwakilan Rakyat. Kedudukannya tidak tergantung kepada
Dewan Perwakilan Rakyat".

vi. Kekuasaan Kepala Negara Tidak Tak-Terbatas

Sistem ini dinyatakan secara tidak eksplisit dalam UUD


NRI 1945 hasil Amandemen 2002 dan masih sesuai dengan
penjelasan UUD NRI 1945 kekuasaan kelembagaan Negara
presiden tidak lagi merupakan mandataris MPR bahkan sejajar
dengan DPR dan MPR. Hanya jikalau Presiden melanggar
Undang-Undang maupun Undang- undang Dasar, maka MPR
dapat melakukan impeachment. Kepala Negara memiliki
kekuasaan tidak tak terbatas dan harus memperhatikan sungguh –
sungguh suara Dewan Perwakilan Rakyat (Kaelan, 2010: 187).

vii. Lembaga-Lembaga Dalam Sistem Ketatanegaraan Menurut


UUD NRI 1945 Sebelum dan Sesudah Amandemen

Perubahan nmendasar dalam sistem ketatanegaraan


Indonesia pasca reformasi membawa perubahan dalam tata
laksana pemerintahan karena:

1) Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilakukan menurut


UUD NRI 1945 pasal 1
2) MPR merupakan lembaga bikameral terdiri dari DPR dan
DPD

3) Presiden dan wapres dipilih langsung oleh rakyat dengan


masa jabatan selama 5 tahun dapat dipilih kembali untuk 1x
jabatan. Presiden tidak masa menjadi mandataris MPR

4) Pencantuman HAM dalam pasal-pasal di batang tubuh UUD


NRI 1945

5) Penghapusan DPA dan presiden dapat membentuk dewan


pertimbangan

6) Pembentukan MK dan KY di ɔidang yudikatif

7) Penegasan demokrasi ekonomi dengan prinsip berkelanjutan,


berwawasan lingkungan, emandirian dan menjaga
keseimbangan kemajuan kesatuan ekonomi nasional.

UUD NRI 1945 hasil amandemen terakhir membawa


perubahan besar dalam sistem ketatanegaraan Indonesia dengan
pokok-pokok kunci pemerintahan yaitu:

1) Bentuk negara kesatuan dengan prinsip otonomi yang luas

2) sehingga wilayah Indonesia terbagi dalam beberapa propinsi


(sekarang ada 35 propinsi)

3) Bentuk pemerintahan bersifat republik dengan sistem


pemerintahan presidential

4) Presiden pemerintahan adalah kepala negara sekaligus kepala


pemerintahan

5) Kabinet atau menteri diangkat oleh presiden dan


bertanggungjawab langsung kepada presiden

6) Parlemen bersifat bikameral (2 kamar) yaitu DPR dan DPD


7) Kekuasaan yudikatif dijalankan oleh MA dan badan peradilan
dibawahnya

You might also like