Professional Documents
Culture Documents
Pedoman PPI
Pedoman PPI
PEDOMAN
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di
UPT Puskesmas Cipaku
Nomor Dokumen :
Tanggal Efektif :
Nomor Revisi : 00
2
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan bimbingan dan petunjuk kepada kita semua sehingga kami berhasil
menyusun buku Pedoman Internal Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di UPTD
Puskesmas Cipaku.
Kami menyadari bahwa buku ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu kami sangat
berharap atas saran dan masukannya untuk pembenahan kedepannya. Semoga buku
ini bermanfaat bagi kita semua dalam upaya Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di
UPTD Puskesmas Cipaku.
Tim Penyusun
3
DAFTAR ISI
4
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pelayanan kesehatan yang diberikan di Puskesmas harus didukung oleh
sumber daya manusia yang berkualitas untuk mencapai pelayanan yang prima
dan optimal. Pelayanan yang prima dan optimal dapat diwujudkan dengan
kemampuan kognitif dan motorik yang cukup yang harus dimiliki oleh setiap
petugas kesehatan khususnya di Puskesmas Cipaku. Seperti yang kita ketahui
pengendalian infeksi di Puskesmas merupakan rangkaian aktifitas kegiatan yang
wajib dilakukan oleh Tim Pencegahan dan Pengendalian Infeksi yang merupakan
tuntutan kualitas sekaligus persyaratan administrasi Puskesmas menuju
akreditasi.
Infeksi nasokomial adalah suatu infeksi yang diperoleh/dialami pasien
selama dirawat di Rumah Sakit. Infeksi Nasokomial terjadi karena adanya
transmisi mikroba pathogen yang bersumber dari lingkungan rumah sakit dan
perangkatnya. Akibat lainnya yang juga cukup merugikan adalah hari rawat
penderita yang bertambah, beban biaya menjadi semakin besar, serta
merupakan bukti bahwa manajemen pelayanan medis rumah sakit kurang
membantu. Infeksi nasokomial yang saat ini disebut sebagai healthcare
associated Infection (HAIs) merupakan masalah serius bagi semua sarana
pelayanan kesehatan di seluruh dunia termasuk Indonesia.
Bagi masyarakat umum, sarana kesehatan merupakan tempat
pemeliharaan kesehatan. Pasien mempercayakan sepenuhnya kesehatan
dirinya atau keluarganya kepada petugas kesehatan, maka kewajiban petugas
kesehatan adalah menjaga kepercayaan tersebut. Pelaksanaan Kewaspadaan
Universal merupakan langkah penting untuk menjaga sarana kesehatan (Rumah
Sakit, Puskesmas, dll) sebagai tempat penyembuhan, bukan menjadi sumber
infeksi.
Berkaitan dengan hal di atas maka diperlukan rangkaian program yang
berkesinambungan dalam rangka pencegahan dan pengendalian Infeksi (PPI).
Untuk meminimalkan risiko terjadinya infeksi di rumah sakit dan fasilitas
pelayanan kesehatan lainnya perlu diterapkan pencegahan dan pengendalian
infeksi (PPI).
Hasil survey tentang upaya pencegahan infeksi di Puskesmas (Bachroen,
2000) menunjukkan masih ditemukan beberapa tindakan petugas yang potensial
meningkatkan penularan penyakit kepada diri mereka, pasien yang dilayani dan
masyarakat luas yaitu :
1. Cuci tangan yang tidak benar
2. Penggunaan alat pelindung diri yang tidak tepat
3. Pembuangan peralatan tajam secara tidak aman
4. Tekhnik dekontaminasi dan sterilisasi peralatan yang tidak tepat
5. Praktek kebersihan ruangan yang belum memadai.
Hal tersebut dapat saja meningkatkan resiko petugas kesehatan tertular
akibat tertusuk jarum atau terpajan darah/ cairan tubuh yang terinfeksi.
5
Sementara pasien dapat tertular melalui peralatan yang terkontaminasi atau
menerima darah atau produk darah yang mengandung virus.
B. TUJUAN
Tujuan Umum
Meningkatkan pengetahuan, pemahaman, keterampilan sumber daya
manusia tentang pencegahan dan pengendalian infeksi, sehingga dapat
melindungi petugas dan masyarakat dari penularan penyakit infeksi guna
meningkatkan mutu pelayanan di Puskesmas.
Tujuan Khusus
1. Menjadi penuntun bagi tenaga kesehatan hingga mampu memberikan
pelayanan kesehatan dimana resiko terjadinya infeksi dapat ditekan.
2. Menjadi acuan bagi para penentu kebijakan dalam perencanaan logistik di
Puskesmas.
3. Menjadi acuan dikalangan non medis yang mempunyai resiko terpajan
infeksi dalam pekerjaannya.
4. Menjadi bahan acuan petugas kesehatan dalam memberikan penyuluhan
kepada pasien/ keluarga pasien tentang tindakan pencegahan infeksi.
C. RUANG LINGKUP
Pedoman ini digunakan untuk panduan bagi petugas kesehatan di
Puskesmas dalam melaksanakan pencegahan dan pengendalian infeksi pada
pelayanan terhadap pasien yang menderita penyakit menular baik kontak
langsung, droplet dan udara.
D. BATASAN OPERASIONAL
Kewaspadaan Standar diterapkan pada semua petugas dan pasien /
orang yang datang ke fasilitas pelayanan kesehatan. (Infection Control
Guidelines CDC, Australia).
Kewaspadaan berdasarkan transmisi / penularan, hanya diterapkan pada
pasien yang dirawat inap di Puskesmas, sampai diagnosa tersebut dapat
dikesampingkan. (Gardner and HICPAC 1996).
Surveilans adalah suatu kegiatan yang dilaksanakan secara terus
menerus dan sistematik dalam bentuk pengumpulan data, analisis data,
interpretasi data dan diseminasi informasi hasil interpretasi data bagi mereka
yang membutuhkan.
E. DASAR HUKUM
1. Undang-Undang RI Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran
(Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4431)
2. Undang-Undang RI Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125)
3. Undang-Undang RI Nomor 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik
4. Undang-Undang RI Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063)
5. Peraturan Menteri Kesehatan RI No.741/Menkes/Per/VII/2008 tentang
Standart Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota
6
6. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 128/Menkes/SK/II/2004 tentang
Kebijakan Dasar Pusat Kesehatan Masyarakat
7. Peraturan Menteri Kesehatan RI no. 43 Tahun 2019 tentang Pusat
Kesehatan Masyarakat
7
BAB II
STANDAR KETENAGAAN
B. Distribusi Ketenagaan
Tim PPI berjumlah 4 orang sesuai dengan struktur organisasinya. Tim PPI
terdiri dari Ketua, Sekretaris dan Anggota Tim yang terdiri dari masing-masing unit
terkait yang berhubungan langsung dengan kegiatan PPI.
8
2. Pemenuhan kebutuhan APD di semua ruang pelayanan perawatan pasien dan
sosialisasi cara memakai dan menggunakan serta indikasi penggunaannya
- Bekerja sama dengan bagian umumdan farmasi dalam pengadaan APD
- Tim PPI mengadakan pelatihan cara penggunaan APD untuk semua
perawat sampai tenaga cleaning service.
- Tim PPI membuat poster indikasi penggunaan APD.
3. Sosialisasi perawatan peralatan pasien dengan mengetahui cara pembersihan
alat non kritikal, semi kritikal dan kritikal.
- PPI mengadakan sosialisasi cara dekontaminasi dan segala sesuatu yang
berhubungan dengan cara-cara desinfeksi dan sterilisasi untuk semua alat
non kritikal, semi kritikal dan kritikal kepada Tim PPI.
4. Pemenuhan kebutuhan sarana dan prasarana pengelolaan limbah medis
tajam/ non tajam dan limbah non medis di semua ruang pelayanan perawatan
pasien.
- Bekerja sama dengan Instalasi Sanitasi dan Lingkungan untuk pengadaan
tempat sampah medis dan umum di seluruh area Puskesmas
- Bekerja sama dengan Instalasi Sanitasi dan Lingkungan untuk pengadaan
safetybox di seluruh area pelayanan perawatan pasien di Puskesmas.
5. Pemenuhan pengelolaan linen dengan pemisahan jalur linen kotor dan bersih,
pengadaan troli linen kotor dan bersih.
- Bekerja sama dengan bagian penunjang untuk membuat jalur terpisah
antara jalur linen kotor dan linen bersih
- Bekerja sama dengan bagian bendahara barang/ Laundry untuk pengadaan
troli linen kotor dan linen bersih.
- Bekerja sama dengan bagian bendahara barang untuk memisahkan antara
ruang laundry linen kotor dan linen bersih
6. Pelaksanaan program kesehatan karyawan
- Bekerja sama dengan Tim K3 dalam melaksanakan pemeriksaan secara
berkala karyawan Puskesmas, terutama karyawan yang bekerja dengan
resiko.
- Bekerja sama dengan tim K3 dalam penanganan kasus paca pajanan
7. Penataan penempatan pasien di ruang isolasi
- Bekerja sama dengan Tim KLB untuk menata penempatan pasien di ruang
isolasi sesuai kriteria kewaspadaan transmisi droplet ataupun airborne.
8. Sosialisasi dan pemenuhan poster etika batuk
9
- Bekerja sama dengan bagian promkes dalam pemenuhan poster Etika
batuk.
9. Sosialisasi prosedur penyuntikan yang aman dengan no recapping.
Tim PPI bersama bagian keperawatan melakukan sosialisasi cara penyuntikan
yang aman dengan one hand dan no recapping kepada seluruh tenaga
keperawatan dan tenaga non perawat dalam melakukan tindakan penyuntikan.
10. Pemenuhan kebutuhan cairan desinfektan, dekontaminasi, dan cara sterilisasi.
- Bekerja sama dengan Instalasi Sanitasi dan Lingkungan dalam pengadaan
Spill kit untuk semua area pelayanan perawatan pasien.
11. Surveilans oleh seluruh Tim PPI.
12. Pemenuhan sarana pencegahan infeksi di Puskesmas
- Bekerja sama dengan bagian farmasi dalam pengadaan laminar flow untuk
mixing obat intra vena.
- Bekerja sama dengan bagian unit setralisasi untuk pengadaan sterilisasi
suhu rendah.
10
BAB III
1. Kebersihan tangan
4. Pengendalian lingkungan
5. Penatalaksanaan linen
7. Penempatan pasien
11
Kewaspadaan standar diterapkan pada seluruh kegiatan pelayanan pada
pasien di puskesmas, baik pada pasien rawat jalan maupun rawat inap dengan
ataupun tanpa penyakit infeksi yang sudah teridentifikasi. Penerapan komponen
kewaspadaan standar yang nasional/tepat didasarkan pada penilaian risiko potensial
yang dihadapi pasien atau petugas dalam setiap kegiatan pelayanan yang spesifik
sehingga implementasi setiap komponen standar tidak harus seragam/sama pada
setiap aktivitas/kasus.
Perlakukan baik pasien atau petugas sebagai individu yang potensial menularkan dan
rentan terhadap infeksi. Pertimbangkan penggunaan alat pelindung diri sesuai penilaian
risiko pada awal setiap aktivitas pelayanan kepada pasien.
KEWASPADAAN STANDAR
12
Dari sisi Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI), praktik kebersihan
tangan ditujukan untuk mencegah infeksi yang ditularkan melalui tangan dengan
menghilangkan semua kotoran dan debris serta menghambat atau membunuh
mikroorganisme pada kulit, baik yang diperoleh dari kontak dengan pasien dan
lingkungan maupun juga sejumlah mikroorganisme permanen yang tinggal di
lapisan terdalam kulit. Daerah di bawah kuku (ruang subungual) pada jam tangan
mengandung jumlah mikroorganisme tertinggi dan kuku yang panjang dapat
berperan sebagai reservoar untuk bakteri (Gram negatif seperti P.aeruginosa),
jamur dan patogen lain.
Kuku harus dijaga tetap pendek, tidak lebih dan 3 mm melebihi ujung jari, dan tidak
memakai cat kuku. Penggunaan perhiasan di tangan tidak diperkenankan selama
bertugas.
v. Mulai tangan kiri disikat : kuku, sela jari, telapak tangan (5x),
punggung tangan (5x), setiap sisi lengan bawah sampai siku (5x),
13
hingga bersih. Ganti tangan kanan, kerjakan serupa berulang ulang
lima sampai sepuluh menit.
vi. Tangan dibilas dengan air bersih yang mengalir dengan posisi Jari
tangan lebih tinggi dan posisi siku.
ii. Cuci tangan menggunakan air bersih mengalir dan sabun antiseptik
yang mengandung khlorheksidin glukonat sampai dengan siku, tanpa
sikat
v. Gosokkan ujung jari dan kuku jari kanan secara seksama di handrub
alkohol telapak tangan kiri untuk membersihkan kolonisasi kuman di
bawah kuku (5 detik)
vi. Gosokkan telapak tangan kiri pada tangan dari lengan kanan bawah
sampai dengan siku, dengan gerakan memutar, pastikan seluruh
area lengan tersebut tergosok sampai dengan handrub alkohol kering
sempurna (15 detik)
vii. Lakukan langkah iv-vi kembali untuk ujung jari dan kuku jari kiri (5
detik), dilanjutkan lengan kiri bawah sampai dengan siku, sampai
dengan kering sempurna (15 detik)
14
Indikasi Kebersihan Tangan
15
Pasien perlu melaksanakan kebersihan tangan saat sebelum dan
sesudah makan, setelah menyentuh cairan tubuh (urine, dahak, ingus, dll) atau
setelah dan kamar mandi/WC.
- Pemakaian sabun dan air mengalir penting ketika tangan terlihat kotor.
- Mencuci tangan memakai sabun biasa atau sabun antiseptik dan air bersih
adalah sama efektifnya, bila dijalankan sesuai prosedur. Sabun biasa
mengurangi terjadinya iritasi kulit. Untuk membantu mencegah iritasi kulit
dan dermatitis kontak karena seringnya mencuci tangan, direkomendasikan
penggunaan produk perawatan tangan (losion pelembab/krem).
Jika tidak ada handuk kertas, keringkan tangan dengan handuk bersih atau
keringkan di udara. Handuk yang digunakan bersihdapat dengan cepat
terkontaminasi dan tidak lagi direkomendasikan. Membawa handuk /sapu
tangan kecil pribadi membantu menghindari pemakaian handuk kotor.
17
Sumber : Pedoman WHO, 2009
Pelindung barier yang secara umum disebut sebagai alat pelindung diri
(APD) telah digunakan selama bertahun-tahun untuk melindungi pasien dari
mikroorganisme yang ada pada petugas kesehatan. Namun dengan munculnya
AIDS dan hepatitis C, serta meningkatnya kembali tuberkulosis di banyak negara,
pemakaian APD menjadi sangat penting untuk melindungi petugas. Dengan
munculnya infeksi baru seperti avian influenza (flu burung), sars dan penyakit
infeksi lainnya (emerging infectious diseases), pemakaian APD yang tepat dan
benar menjadi semakin penting baik untuk perlindungan pasien maupun petugas.
18
terkontaminasi. Sarung tangan harus selalu dipakai oleh setiap petugas
sebelum kontak dengan darah. cairan tubuh, sekresi, ekskresi, bahan
terkontaminasi, membran mukosa dan kulit yang tidak utuh, kulit utuh yang
potensial terkontaminasi serta sebelum melakukan tindakan aseptik, tindakan
invasif atau tindakan bedah.
Sarung tangan kebersihan terbuat dan latex atau vinil yang tebal, seperti
sarung tangan yang biasa digunakan untuk keperluan rumah tangga.
Sarung tangan rumah tangga dipakai pada waktu meebersihan alat
kesehatan, membersihkan permukaan meja kerja, membersihkan
permukaan lingkungan, dll. Sarung tangan jenis ini dapat digunakan lagi
setelah dicuci besih
19
segera lepas sarung tangan apabla telah selesai digunakan atau sebelum beralih
ke pasien lain atau aktivitas yang lain. Hindari kontak pada benda-benda lain selain
yang berhubungan dengan tindakan yang sedang dilakukan (misalnya membuka
pintu selagi masih memakai sarung tangan, menulis, rnengangkat telpon, dsb).
Cuci tangan segera setelah melepas sarung tangan.
Sarung tangan ganda perlu dipakai pada keadaan khusus, antara lain:
a. Tindakan yang memakan waktu lama (lebih dan 60 menit) dan atau
melakukan tindakan operasi di area sempit dengan kemungkinan besar
robekan sarung tangan oleh alat tajam seperti jarum, gunting atau penjepit;
b. Tindakan yang berhubungan dengan jumlah darah atau cairan tubuh yang
banyak Persalinan, dll.;
Sarung tangan rumah tangga dapat dicuci dan digunakan berkali-kali untuk
membePuskesmasihkan peralatan, pencucian linen, membePuskesmasihkan
ceceran darah atau cairan tubuh lain. Sarung tangan rumah tangga tidak dipakai
untuk perawatan yang menyentuh kulit pasien secara langsung.
20
Penggunaan pelindung wajah dan pelindung mata dimaksudkan untuk
melindungi petugas sebagai barier selaput lendir hidung, mulut dan mata
selama melakukan tindakan atau perawatan pasien yang memungkinkan
terjadi percikan darah dan cairan tubuh lain, tindakan pertolongan
persalianan, perawatan gigi serta tindakan yang menghasilkan aerosol.
Pemakaian pelindung mata harus sebaik mungkin sehingga tidak
mengganggu pandangan dan ketajaman pandangan.
- Memeriksa sisi masker yang menempel pada wajah untuk melihat apakah
lapisan utuh dan tidak cacat;
- Memastikan tali masker dalam kondisi baik dan harus menempel pada titik
sambungan;
- Memastikan klip hidung yang terbuat dan logam (jika ada) berfungsi baik
Fit test untuk respirator partikulat
Fungsi respirator tidak optimal / tidak efektif jika respirator tidak dapat melekat
sempurna pada wajah, seperti pada keadaan dibawah ini :
21
- Adanya jenggot, cambang/rambut pada wajah bagian bawah/gagang
kacamata
- Ketiadaan satu/dua gigi pada kedua sisi dapat mempengaruhi perlekatan
bagian wajah
- Klip hidung (logam) dipencet/dijepit menyebabkan kebocoran.
Direkomendasikan meratakan klip di atas hidung menggunakan kedua
telunjuk dengan cara menekan dan menyusuri bagian atas respirator.
- Jika mungkin direkomendasikan fit test dilakukan setiap saat sebelum
memakai respirator partikulat.
Langkah 1:
Langkah 2:
Langkah 3:
Langkah 4:
Langkah 5:
Langkah 5.a :
Hembuskan napas kuat - kuat. Tekanan positif di dalam respirator berarti tidak
ada kebocoran. Bila terjadi kebocoran atur posisi dari/atau ketegangan tali. Uji
kembali kekuatan respirator. Ulangi langkah tersebut sampai respirator benar-
benar tertutup rapat.
Tarik napas dalam-dalam. Bila tidak ada kebocoran, tekanan negatif akan
membuat respirator menempel ke wajah. Kebocoran akan menyebabkan
hilangnya tekanan negatif di dalam respirator akibat udara masuk melalui
celah-celah pada segelnya.
23
untuk melindungi pemakainya dari darah atau cairan tubuh yang terpercik
atau menyemprot.
Gaun pelindung steril dipakai oleh ahli bedah dan asisten pada saat
melakukan pembedahan, sedangkan gaun pelindung non steril dipakai di
berbagai unit yang berisiko tinggi, misalnya di kamar bePuskesmasalin, ruang
pulih di kamar bedah atau di ruang isolasi.
a. Dicuci minimal setiap hari kecuali pada situasi tertentu dimana baju
terkena kotoran/cairan tubuh harus segera dicuci;
24
b. Baju pengunjung yang terkontaminasi segera ditempatkan di dalam
wadah linen infeksius;
c. Baju pengunjung pasca pakai tanpa kontaminasi ditempatkan di dalam
wadah linen non infeksius (kotor ringan)
E. Penggunaan Apron
Apron terbuat dan karet atau plastik merupakan penghalang tahan air
untuk bagian depan tubuh petugas kesehatan. Petugas kesehatan harus
mengenakan apron ketika melakukan perawatan langsung pada pasien,
membersihkan pasien atau melakukan prosedur dimana ada risiko tumpahan
darah, cairan tubuh atau sekresi. Hal ini penting jika gaun pelindung tidak
tahan air. Apron akan mencegah cairan tubuh pasien mengenai baju dan kulit
petugas.
Penutup sepatu tidak diperlukan jika sepatu bersih. Sepatu yang tahan
terhadap benda tajam atau kedap air harus tersedia di kamar bedah. Sebuah
penelitian menyatakan bahwa penutup sepatu dari kain atau kertas dapat
meningkatkan kontaminasi karena memungkinkan darah merembes melalui
sepatu dan seringkali digunakan sampai di luar ruang operasi. kemudian
dilepas tanpa sarung tangan sehingga terjadi pencemaran.
DI PUSKESMAS CIPAKU
25
- APD yang disposable dimintakan melalui gudang obat dengan sistem paket buffer
floor stock.
- APD yang tidak habis pakai direncanakan dan disediakan melalui Bendahara
barang Puskesmas Cipaku;
- Jenis dan jumlah APD yang disediakan di setiap ruangan sebagai buffer floor stock
direncanakan dan diusulkan oleh Penanggung Jawab Unit sesuai kebutuhan
pelayanan medis dan tindakan keperawatan spesifiknya;
- Standar perhitungan kebutuhan APD untuk setiap pelayanan pasien ditetapkan tim
PPI
- Sistem ketersediaan buffer perlu dimonitor secara kontinue, dicatat setiap
penggunaannya, untuk menjamin ketersediaan APD sesuai kebutuhan spesifik
pelayanan medis dan tindakan keperawatan di setiap ruangan;
- Penggunaan APD secara tepat sesuai indikasi, dengan mengukur risiko transmisi,
dilakukan secara rutin menggunakan daftar tilik, dievaluasi dan di-feedback-kan
kepada yang terkait;
- Rekapitulasi penggunaan APD setiap ruangan disampaikan Bendahara barang dan
tim PPI untuk bahan evaluasi dan perencanaan.
26
3. Kenakan sepasang 7. Kenakan masker
sarung tangan
pertama
9. Kenakan alat
pelindung mata
27
5. Lepaskan penutup kepala
9. Lepaskan masker
4. Lepaskan celemek
28
Pemilihan Alat Pelindung Sesuai Jenis Pajanan
29
Manfaat Masing-masing Alat Pelindung Diri
30
Panduan Pemilihan APD Berdasarkan Aktivitas Perawatan Pasien
Kacamata
Sarung Gaun/
Jenis tindakan Masker / penutup Topi
tangan Celemek
wajah
Memandikan pasien Tidak, kecuali Tidak Tidak Tidak Tidak
kulit tidak
utuh
Vulva / penis hygiene Ya Tidak Tidak Tidak Tidak
Menolong BAB Ya Ya Tidak Tidak Tidak
Menolong BAK Ya Tidak Tidak Tidak Tidak
Oral Hygiene Ya Tidak Tidak Tidak Tidak
Mengambil darah arteri Ya Ya Tidak Tidak Tidak
Mengambil darah vena Ya Tidak Tidak Tidak Tidak
Perawatan luka mayor Ya (steril) Ya Tidak Tidak Tidak
Perawatan luka minor Ya Tidak Tidak Tidak Tidak
Perawatan luka Ya (steril) Ya Tidak Tidak Tidak
infeksius
Mengukur TTV Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak
Melakukan Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak
penyuntikan
Memasang infus Ya Tidak Tidak Tidak Tidak
Memasang dawer Ya (steril) Tidak Tidak Tidak Tidak
catheter
Membersihkan ruang Ya (sarung Tidak Tidak Tidak Tidak
perawatan tangan RT)
Membersihkan Ya (sarung Ya Ya Ya Tidak
peralatan habis pakai tangan RT)
Transportasi pasien Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak
Melakukan EKG Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak
Mengganti infus Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak
Memberikan diit per Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak
oral
Mengantar spesimen Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak
ke laboratorium
Mengganti linen tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak
terkontaminasi
Mengganti linen Ya Tidak Tidak Tidak Tidak
terkontaminasi
31
Kacamata
Sarung Gaun/
Jenis tindakan Masker / penutup Topi
tangan Celemek
wajah
Memasang NGT Ya ya Tidak Tidak Tidak
Memberi tetes mata Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak
Irigasi mata Ya Tidak Tidak Tidak Tidak
32
C. PENGELOLAAN PERALATAN KESEHATAN/INSTRUMEN PASCA PAKAI
33
Disinfeksi adalah suatu proses untuk menghilangkan sebagian atau semua
mikroorganisme dari benda/alat kesehatan, kecuali terhadap endospora bakteri,
dengan sistem panas (termal) atau kimia.
34
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi aktivitas/potensi disinfektan adalah:
4. Tingkat kesadahan air (hardness water), adanya kandungan yang mineral tinggi
seperti kalsium atau magnesium dapat berinteraksi dengan zat aktif disinfektan
sehingga menurunkan aktivitasnya.
Metode sterilisasi :
Metode sterilisasi yang rutin dilaksanakan adalah sterilisasi uap (sterilisasi uap
prevakum) untuk alat kesehatan/instrumen/bahan yang tahan panas (termostabil)
dan sterilisasi suhu rendah dengan gas Ethylen Oxide untuk alat kesehatan/bahan
yang bersifat termolabil.
35
Jenis alat kesehatan / instrumen dan program-metode stelisasi :
Untuk mendapatkan hasil sterilisasi yang optimal (efektif dan efisien) dan terjaga
mutunya sampai dengan digunakan maka proses pengelolaan alat
kesehatan/instrumen pasca pakai harus dilakukan secara benar dan tepat, aman
bagi pasien petugas serta lingkungan, yaitu :
Catatan
Prinsip pengemasan :
- Sterilan harus dapat diserap dengan baik dan dapat menjangkau seluruh
permukaan kemasan dan isinya.
. Sterilisasi
Monitoring dan evaluasi proses serta hasil sterilisasi harus dilakukan sesuai
ketentuan sebagai jaminan mutu/kualitas hasil sterilisasi, meliputi:
37
a. Monitoring proses secara visual dengan melihat kondisi post sterilisasi
c. Indikator mekanik yaitu dengan mencatat kondisi suhu, waktu dan tekanan
selama proses.
d. Bowie Dick Test dilakukan setiap 1 (satu) kali sebulan sebelum mesin
autoclave dengan vakum
5. Penyimpanan:
Alat kesehatan/instrumen, bahan habis pakai (BHP), serta linen medis yang
telah disterilkan disimpan di ruang steril. Penyimpanan di unit pelayanan
minimal di tempat/ruang yang jauh dari lalu lintas utama atau pada kotak/almari
yang bersih dan kering serta mudah dilakukan disinfeksi.
7. Penggunaan :
- Kemasan dalam kondisi baik (tidak rusak, kering dan belum terbuka);
39
DAFTAR NAMA CAIRAN DISINFEKTAN UPTD PUSKESAMAS CIPAKU
40
D. PENGENDALIAN LINGKUNGAN
c. Menggunakan mop khusus untuk setiap jenis ruangan, dengan cara sistematis
untuk membersihkan dan menghilangkan patogen infeksius
Kebersihan Ambulans
41
E. MANAJEMEN PENGELOLAAN LIMBAH
42
Dalam pengelolaan sampah Puskesmas di UPTD Puskesmas Cipaku,
sampah secara garis besar dibedakan menjadi Sampah Medis dan Sampah
Non Medis / Domestik.
a. Sampah Medis
Sampah medis termasuk dalam golongan limbah klinis. Menurut
Depkes RI, limbah klinis berupa berbagai jenis buangan yang dihasilkan di
Puskesmas dan unit-unit pelayanan kesehatan seperti pelayanan medis,
perawatan gigi, farmasi atau sejenis serta limbah yang dihasilkan
Puskesmas pada saat dilakukan perawatan, pengobatan atau penelitian.
Limbah ini bisa membahayakan dan menimbulkan gangguan kesehatan
bagi pengunjung, masyarakat dan terutama kepada petugas yang
menangani limbah.
43
perawatan, ruang bedah termasuk dressing kotor, verban, kateter, swab,
plaster, masker dan lain-lain.
b. Sampah Non-Medis
Sampah Umum Basah / Sampah Organik, terdiri dari sisa makanan, dll.
Sampah Umum Kering / Sampah Anorganik, terdiri dari kertas, plastik,
dll.
Untuk membedakan dengan Sampah Medis, maka Sampah Umum /
Domestik dimasukkan ke dalam tong sampah warna abu – abu sesuai
tulisan sampah basah atau sampah kering, dan ini telah disediakan
Puskesmas Cipaku . Selanjutnya dimasukkan ke TPS dan dibuang ke TPA,
bekerjasama dengan Dinas pasar Tata Ruang, Kebersihan dan
Pertamanan.
PENGELOLAAN LIMBAH
a. Wadah berupa kantong plastik warna hitam, diikat rapat pada saat
akan diangkut, dan dibuang berikut wadahnya;
b. Wadah tidak boleh penuh/luber. Jika telah terisi 2/3 bagian segera
dibawa ke tempat penampungan akhir;
44
c. Pengumpulan Limbah dari ruang perawatan harus tetap pada
wadahnya dan jangan dituangkan pada gerobak (kereta limbah)
yang terbuka, agar dihindari kontaminasi dengan lingkungan sekitar
serta mengurangi risiko kecelakaan terhadap petugas, pasien dan
pengunjung;
d. Petugas yang menangani pengelolaan limbah harus selalu
menggunakan sarung tangan rumah tangga dan sepatu serta
mencuci tangan dengan sabun sesuai prosedur setiap selesai
bekerja.
Insenerasi (incineration)
Suatu proses dimana sampah dibakar dalam kondisi temperatur yang
terkontrol. Metoda ini dilakukan untuk sampah padat medis sisa hasil
kegiatan medis yang sifatnya disposible atau sekali pakai.
45
Insenerator (Incinerator)
Sebagian besar limbah padat / sampah yang dihasilkan oleh aktivitas medis
di Puskesmas memiliki sifat infeksius. Berdasarkan PP No. 85/1999
menyatakan bahwa limbah yang memiliki karakteristik besifat infeksius
dikategorikan sebagai limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun).
Salah satu upaya pengelolaan limbah B3 (Bahan Berbahaya dan
Beracun) adalah dengan pengolahan berupa proses pemanasan. Salah
satu teknologi pemanasan adalah pembakaran (incineration) dalam
kondisi terkontrol pada insenerator .
Proses insinerasi pada insenerator harus dapat berfungsi secara optimal
agar material yang dibakar dapat aman bagi lingkungan. Untuk
membuat proses insinerasi berlangsung secara optimal, diperlukan
suatu perencanaan design insenerator (incinerator) yang baik sehingga
hasil pembakaran yang diinginkan dapat tercapai.
Menurut beberapa pengertian definisi insenerasi (incineration) adalah:
46
Tahapan Pengolahan Limbah
Pemilahan
Limbah padat di ruangan dipilah sesuai dengan jenisnya yaitu limbah padat medis
dan non medis (basah dan kering).
Limbah di ruangan dibuang ke tempat limbah yang dilapisi kantong plastik yang
diberi tanda dibedakan warnanya :
Pembuangan Limbah
- Semua limbah yang dihasilkan dalam ruangan atau area perawatan/isolasi harus
dibuang dalam wadah atau kantong plastik yang sesuai.
Untuk limbah infeksius gunakan kantong plastik kuning atau bila tidak
tePuskesmasedia dapat menggunakan kantong plastik warna lain yang
tebal atau dilapis dua (kantong ganda), kemudian diikat dengan tali warna
kuning dan diberi tanda “infeksius”
Untuk limbah RT digunakan kantong plastik warna hitam
Untuk limbah benda tajam atau jarum dimasukkan dalam wadah tahan
tusukan disposable
- Kantong limbah apabila sudah ¾ bagian penuh harus segera diikat dengan tali
dan tidak boleh dibuka kembali.
- Petugas yang bertanggungjawab atas pembuangan limbah harus menggunakan
APD lengkap yang sesuai saat membuang limbah.
- Limbah cair seperti urine atau feses dibuang ke dalam sistem pembuangan
kotoran yang tertutup dan memenuhi syarat serta disiram air yang banyak.
- Urinebag dikosongkan secara teratur setiap 3-4 jam atau saat terlihat sudah ¾
penuh.
47
Pengelolaan Benda Tajam
2. Semua petugas bertanggung jawab atas setiap alat tajam yang digunakan
sendiri;
3. Pada saat memindahkan alat tajam (misal pada setting operasi) digunakan
teknik tanpa sentuh dengan menggunakan nampan atau alat perantara lain;
5. Jika jarum terpaksa akan ditutup kembali (recapping), misal untuk pemeriksaan
contoh bahan darah ke laboratorium/PMI, digunakan metode satu tangan
(single handed recapping method);
6. Tersedia wadah limbah tajam disposable di setiap ruangan, bersifat kedap air
tahan tusukan dan tidak mudah bocor. Wadah ditutup dan dibuang jika telah
terisi 2/3 bagian atau sesuai tanda batas pengisian pada safety box dan jika
telah tertutup tidak bisa dibuka lagi.
Pecahan kaca
48
Pengendalian terhadap serangga dan binatang pengganggu di puskesmas
a. Sumber Limbah
Secara umum limbah Cair Medis dari suatu kegiatan Puskesmas dapat
dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu air limbah medis yang besifat infeksius dan air
limbah domestik yang besifat non-infeksius. Air limbah infeksius adalah limbah
yang mengandung mikroorganisme berbahaya (pathogen) dalam jumlah cukup
besar, sehingga dapat menyebabkan penyakit. Air Limbah non-infeksius adalah
limbah domestik yang dihasilkan dari berbagai kegiatan pendukung operasional
suatu Puskesmas, seperti, laundry dan lain-lain. Sumber – sumber air limbah
dari kegiatan operasional Puskesmas antara lain:
49
b. Karakteristik Air Limbah Puskesmas.
Sifat bahan organik dalam limbah domestik relatif lebih disukai oleh
mikroorganisme, oleh karenanya kandungan BOD, COD, Nitorgen, Phosphat,
minyak – lemak dan TSS yang lebih dominan. Persyaratan pembuangan
limbah cair Puskesmas mengacu pada Baku mutu buangan air limbah
Puskesmas menurut Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup no KEP
58/MENLH/I/1995 dijelaskan dalam tabel 1 .
- Karakteristik Fisik.
Parameter – parameter yang penting dalam air buangan yang termasuk
dalam karakteristik fisik antara lain, :
a. Total Solid.
Didefinisikan sebagai zat – zat yang tertinggal sebagai residu penguapan
pada temperatur 105 C. Zat – zat lain yang hilang pada tekanan uap dan
temperatur tePuskesmasebut tidak didefinisikan sebagai total solid.
b. Temperatur
Pada umumnya temperatur air buangan lebih tinggi dari temperatur air
minum. Karena adanya penambahan air yang lebih panas dari bekas
pemakaian rumah tangga atau aktivitas pabrik, serta adanya kandungan
polutan dalam air. Temperatur pada air buangan memberikan pengaruh
pada :
- Kehidupan air
- Kelarutan gas
- Aktivitas bakteri
- Reaksi – reaksi kimia dan kecepatan reaksi
c. Warna
Warna dari air buangan berasal dari buangan rumah tangga dan industri.
Air buangan yang segar umumnya berwarna abu – abu dan sebagai
akibat dari penguraian senyawa – senyawa organik oleh bakteri, warna air
buangan menjadi hitam. Hal ini menunjukan bahwa air buangan telah
menjadi atau dalam keadaan septik.
50
d. Bau
Bau dalam air buangan biasanya disebabkan oleh produksi gas – gas
hasil dekomposisi zat organik. Gas Asam Sulfida (H2S) dalam air
buangan adalah hasil reduksi dari sulfat oleh mikororganisme secara
anaerobik.
B. Karateristik Kimia
Senyawa – senyawa yang terkandung dalam air buangan terdiri atas 3
(tiga) golongan utama, yaitu :
a. Senyawa Organik
Kurang lebih 75 % zat padat tersuspensi dan 40 % padatan yang
tersaring (Filterable solid) dalam air buangan merupakan senyawa -
senyawa organik. Senyawa – senyawa organik terdiri dari kombinasi
karbon (C), Hidrogen (H), Oksigen (O), Nitrogen (N), dan Phosphat (P)
dalam berbagai bentuk. Senyawa – senyawa organik ini, umumnya terdiri
dari Protein, Karbohidrat, minyak dan lemak yang kesemuanya dinyatakan
dalam parameter BOD dan COD. Kandungan detergen dalam air, dimana
umumnya detergen terbuat dari senyawa ABS (Alkyl Benzen Sulfonat)
atau LAS (Linier Alkyl Sulfonat), dinyatakan dalam konsentrasi parameter
MBAS (Methyline Blue Alkyl Sulfonat ) atau CCE (Carbon Chloroform
Extract).
b. Senyawa Anorganik
Konsentrasi senyawa anorganik di dalam air akan meningkat, baik
karena formasi geologis yang sebelumnya, selama aliran maupun karena
penambahan buangan baru ke dlam aliran tersebut. Konsentrasi unsur
organik juga akan bertambah dengan proses penguapan alami pada
permukaan air. Adapun komponen – komponen anorganaik yang
terpenting dan berpenagruh terhadap air buangan antara lain :
- alkalinitas
- khlorida
- sulfat
- besi
- zeng
- dll.
c. Gas – gas
Gas – gas yang umum terdapat dalam air buangan yang belum
diolah meliputi : N2, O2, CO2, H2S, NH3, CH4. Ketiga gas yang disebut
pertama sebagi akibat kontak langsung dengan udara dan ketiga terakhir
berasal dari dekomposisi zat –zat organik oleh bakteri dalam air buangan.
51
C. Karakteristik Biologis
Kelompok organisme yang terpenting dalam air buangan dibagi menjadi
3 (tiga) yaitu :
1. Kelompok protista
2. Kelompok tumbuh – tumbuhan
3. Kelompok hewan.
52
b. Untuk mengolah padatan dan cairan secara biologis.
Komponen Organik dalam padatan dan cairan dalam air kotor akan di
dekomposisi oleh bakteri anerob dan proses alamiah lainnya.
c. Sebagai penampung lumpur dan busa.
Lumpur (sludge) merupakan akumulasi padatan yang mengendap dalam
tanki, dan busa adalah lapisan padatan yang mengambang. Keduanya
dapat di dekomposisi oleh aktivitas bakteri. Hasil dari proses
dekomposisi tesebut akan diperoleh suatu cairan, gas dan lumpur
matang yang stabil. Dimana cairan terolah akan keluar sebagai effluen,
gas yang terbentuk dilepas melalui pipa ventilasi dan lumpur yang
matang ditampung di dasar tangki yang nantinya akan dikeluarkan
secara berkala.
a. Pengolahan pendahuluan
Pengolahan pendahuluan Puskesmas Cipaku dilakukan utamanya
pada air limbah yang berasal dari kegiatan, air limbah dari laboratorium
analisa, dan dari ruang laundry akan dikoordinasikan dengan instansi
terkait mengenai penanganan awalnya. Pengolahan pendahuluan untuk
air limbah laboratorium dilakukan secara phisik – kimia yaitu netralisasi,
presipitasi dan pertukaran ion. Sedangkan pengolahan pendahuluan
untuk air limbah laundry adalah netralisasi dan pemberian zat kimia
antibusa.
53
Kuantitas limbah, khususnya air limbah, yang diperhitungkan tidak
semata-mata didasarkan pada jumlah debitnya saja, tetapi juga
berhubungan dengan kontinuitas dan fluktuasinya. Penggunaan teknologi
yang tidak tahan terhadap adanya perubahan atau fluktuasi yang
menyolok dapat menurunkan kinerja unit pengolahannya itu sendiri, atau
bahkan menyebabkan kegagalan proses pengolahan.
Kualitas limbah sangat menentukan jenis teknologi yang akan
digunakan, selain itu juga dapat digunakan sebagai indikator bagi perlu
tidaknya suatu teknologi digunakan. Aspek paling sederhana dalam hal ini
adalah mengklasifikasikan air limbah berdasarkan karakteristiknya; fisik,
kimiawi ataukah biologis.
Karena itu perlu sekali kita mengkaji dua aspek awal – kuantitas dan
kualitas sebelum menentukan pilihan teknologi yang akan diterapkan.
Dari kedua hal ini ada beberapa tahapan yang umum digunakan, yaitu :
1. Mereduksi volume limbah, yang prinsipnya adalah mengurangi
kuantitas limbah yang dihasilkan.
2. Mereduksi kekuatan/konsentrasi limbah, yang ditujukan untuk
mengurangi kualitas pencemaran.
Jenis pengolahan biologis yang digunakan bergantung pada :
c. Gunakan APD sesuai kebutuhan: sarung tangan RT, masker, pelindung kaki
(bila tumpahan banyak gunakan juga celemek/apron);
54
d. Tutup tumpahan dan batasi perluasannya menggunakan bahan yang
menyerap (kertas koran/tisu). Selanjutnya bahan dicakup menggunakan
penjepit dan langsung dimasukkan dalam kantong plastik kuning (limbah
infeksius);
e. Tuangi dan rendam bekas tumpahan dengan khlorin 0,5%, diamkan selama
10’
F. PENEMPATAN PASIEN
Ruang dengan ventilasi natural yang baik digunakan untuk penempatan dan
perawatan pasien infeksi, khususnya infeksi airborne, yang terpisah dan pasien
non infeksi dan khususnya terpisah dan pasien dengan kondisi
immunocompromise. Penataan ventilasi dapat dilakukan secara alamiah atau
campuran (dibantu sistem fan dan exhaust). Ruangan untuk perawatan pasien
infeksi airborne dipesyaratkan penataan ventilasi dengan pertukaran udara minimal
12 ACH.
Hygiene pernafasan dan etika batuk adalah dua cara penting untuk mengendalikan
penyebaran infeksi di sumbernya. Semua pasien, pengunjung dan petugas
kesehatan hanus direkomendasikan untuk selalu mematuhi etika batuk dan
kebersihan pernafasan untuk mencegah ekskresi sekret pernafasan (droplet
nuclei).
Kunci PPI adalah mengendalikan penyebaran patogen dari pasien yang terinfeksi
kepada kontak yang tidak terlindungi. Untuk penyakit yang ditransmisikan melaiui
55
droplet besar atau droplet nuklei maka etika batuk harus diterapkan kepada semua
individu dengan gejala gangguan pada saluran napas.
4. Cuci tangan dengan menggunakan air bersih mengalir dan sabun atau lakukan
alternatif cuci tangan menggunakan larutan handrub berbasis alkohol;
56
KEWASPADAAN BERDASARKAN PENULARAN/TRANSMISI
a. Kontak
• Kontak langsung
b. Droplet
c. Udara
Transmisi kontak tidak langsung terjadi antara orang yang rentan dengan
benda yang terkontaminasi mikroba infeksius di lingkungan seperti instrumen yang
terkontaminasi, jarum, kassa, sarung tangan yang tidak diganti saat menolong
pasien, melalui obat, makanan, melalui mainan anak, dll. Kontak dengan cairan
sekresi pasien terinfeksi dapat ditransmisikan melalui tangan petugas atau benda
mati di lingkungan sekitar pasien.
3. Lepaskan dan proses segera sarung tangan dan gaun pasca pakai perawatan
pasien infeksi kontak secara tepat (dimasukkan limbah medis dan kantong linen
infeksius). Lakukan kebersihan tangan segera setelah melepas sarung tangan.
5. Hindari menyentuh wajah, mata atau mulut dengan tangan yang memakai atau
tidak memakai sarung tangan sebelum melakukan kebesihan tangan
6. Pasien ditempatkan dalam ruang perawatan yang terpisah atau secara kohorting
dengan pasien lain yang menderita infeksi sejenis (kontak)
7. Minimalkan kontak antar pasien dan batasi gerak pasien keluar ruang perawatan
Pasien dengan infeksi kulit atau mata yang dapat menular misalnya herpes
zoster, impetigo, konjungtivitis, kutu atau infeksi luka lainnya memerlukan
penerapan tindakan pencegahan kontak.
58
Kunci Kewaspadaan Droplet:
1. Cuci tangan sebelum dan setelah merawat pasien, dan segera setelah setiap kali
melepas alat pelindung diri
2. Gunakan masker bedah setiap kali berada dalam jarak 1 meter dengan pasien
3. Pasien ditempatkan dalam ruang perawatan yang terpisah atau secara kohorting
dengan pasien lain yang menderita infeksi sejenis, berjarak antar pasien minimal
1 meter
Bila didapatkan infeksi baru atau infeksi yang belum diketahui cara
penularannya, maka direkomendasikan untuk menerapkan kewaspadaan transmisi
udara (merupakan jenis kewaspadaan tertinggi).
1. Cuci tangan sebelum dan setelah merawat pasien, dan segera setelah setiap kali
melepas alat pelindung diri
59
2. Gunakan respirator partikulat saat memasuki ruang isolasi udara, cek setiap
akan pakai (fit test)
4. Batasi gerak pasien, edukasi etika batuk, pakai masker bila keluar ruang rawat
6. Pengendalian Lingkungan
a. Cek aliran udara dengan selembar tisu, jaga pintu selalu tertutup
b. Kontrol sistem ventilasi secara teratur (tekanan negatif atau ventilasi natural)
Isolasi Perlindungan
60
5. Penggunaan APD oleh petugas sesuai potensi transmisi.
61
Kontak Droplet Udara / Airborne
Transport Batasi kontak antar Batasi Batasi
pasien pasien, transport gerak/transportasi gerak/transportasi
pasien hanya bila pasien b/p transport, pasien hanya bila
perlu. b/p pasien pasien mengenakan perlu, pasien
keluar ruangan masker bedah mengenakan
terapkan prinsip (kategon IB) dan masker bedah dan
kewaspadaan kontak menerapakan menerapkan
untuk meminimalkan hygiene respirasi hygiene
penularan (kategori ketika batuk. respirasi/etika batuk
IB) (kategori IB)
APD Sarung tangan non Masker, dipakai Respirator partikulat
petugas steril, ganti sarung (melindungi hidung (N95/ Kategori-N
tangan setelah kontak dan mulut) bila pada efisiensi 95%)
cairan tubuh/pindah bekerja dalam dikenakan saat
pasien. radius 1 meter dan masuk ruang
Lepaskan sarung pasien/saat kontak pasien.
tangan sebelum keluar erat (kategori 1B) Orang yang rentan
dari ruang pasien ; direkomendasikan
cuci tangan dengan tidak masuk ruang
sabun antiseptik pasien Orang yang
(kategort IB). Gaun imun/telah pernah
bePuskesmasih non sakit campak/ cacar
steril saat masuk air tidak perlu
ruang pasien masker (kategori IB)
Untuk melindungi Masker
kontak langsung bedah/medikal
pasien, peralatan untuk pasien
/permukaan Sarung tangan
lingkungan sekitar Gaun
pasien, cairan tubuh, Goggle, saat
luka terbuka, dll. melakukan tindakan
Lepaskan gaun yang menimbulkan
sebelum ke luar aerosol
ruangan, jaga tidak
mengkontaminasi
lingkungan/pasien lain
(kategori IB)
Apron, digunakan bila
gaun permeable untuk
mengurangi penetrasi
cairan.
Peralatan Dedikasikan 1 Idem Idem
untuk peralatan untuk setiap
62
Kontak Droplet Udara / Airborne
perawatan pasien.
pasien Bila digunakan
bePuskesmasama,
terapkan prinsip
pembePuskesmasihan
dan disinfeksi secara
tepat sebelum
digunakan untuk
pasien lain. Peralatan
semi kritikal dilakukan
DTT, peralatan kritikal
dilakukan sterilisasi.
(kategori IB)
63
PANDUAN PPI TB
Pengendalian Administratif
1. Skrining batuk dilakukan saat pasien datang di PUSKESMAS oleh petugas yang
terlatih (UGD, akses rawat jalan);
2. Pasien batuk suspek infeksi langsung diberikan masker, diberikan edukasi etika
batuk dan higiene respirasi, ditempatkan di area tunggu pasien batuk;
64
Pengendalian Lingkungan
2. Pasien rawat inap TB BTA (+) ditempatkan di ruang rawat inap isolasi,
Panduan K3 tentang pemeriksaan kesehatan untuk TB, alur pasca pajanan dan
tim klinik penanganan pasca pajanan infeksi airborne disampaikan secara khusus
terpisah dan Panduan ini. (lihat Panduan K3).
65
BAB IV
1. Tenaga Pelaksana:
a) Pemasangan kateter dilakukan hanya bila perlu saja dan segera dilepas bila
tidak diperlukan lagi. Alasan pemasangan kateter tidak boleh hanya untuk
kemudahan pePuskesmasonil dalam memberi asuhan pada pasien (Kategori
II)
b) Gunakan kateter dengan ukuran yang paling sesuai sehingga aliran urine
lancar dan tidak menimbulkan kebocoran dari samping kateter (Kategori II)
c) Cara drainase urine yang lain seperti : kateter kondom, kateter suprapubik,
kateterisasi selang-seling (intermitten) dapat digunakan sebagai ganti
kateterisasi menetap bila memungkinkan (Kategori III).
66
3. Perawatan Sistem Aliran Tertutup:
b) Gunakan semprit besar steril untuk irigasi dan setelah irigasi selesai semprit
dibuang secara aseptik (kategori I)
d) Jika kateter sering tePuskesmasumbat dan harus sering diirigasi (jika kateter
itu sendiri menimbulkan sumbatan), maka kateter harus diganti (kategori II)
a) Bahan pemeriksaan urine segar dalam jumlah kecil dapat diambil dari bagian
distal kateter, atau lebih baik dari tempat pengambilan bahan yang
tePuskesmasedia dan sebelum urine diaspirasi dengan jarum dan semprit
yang steril tempat pengambilan bahan harus didisinfeksi (kategori I)
b) Bila diperlukan bahan dalam jumlah besar maka urine harus diambil dari
kantong penampung secara aseptik (kategori I)
c) Bahan pemeriksaan urine kultur ditampung dalam spuit steril atau tempat
menampung urine (pot) steril untuk segera dibawa ke laboratorium
67
6. Perawatan Meatus
7. Penggantian Kateter
Kateter urine menetap harus dipertimbangkan segera dilepas bila sudah tidak
ada indikasi mutlak; tidak ada rekomendasi harus menggantinya menurut waktu
tertentu/secara rutin (kategori II)
• Menyentuh pasien
• intubasi,
• pengisapan lendir,
68
e. Segera lepas masker setelah selesai tindakan.
• Lakukan disinfeksi sesuai standar kriteria alat pada alat pakai ulang
sebelum digunakan lagi (sesuai standar CSSD)
h. Satu sirkuit setiap pasien, penggantian sirkuit ventilator bila kotor atau tidak
berfungsi (tidak ada rekomendasi waktu penggantian breathing sircuit)
l. Alat nebulisasi dinding dan penampungnya harus diganti setiap 24 jam dan
dibePuskesmasihkan
m. Setiap slang dan masker yang digunakan untuk terapi oksigen harus diganti
pada setiap pasien.
o. Intubasi
69
BAB V
Pasien memiliki hak untuk mendapatkan pelayanan yang bermutu yang berfokus
pada keselamatan. Untuk itu, maka pasien juga perlu diberi edukasi agar bekerjasama
dengan masyarakat PUSKESMAS mewujudkan standar pelayanan untuk pencegahan
dan pengendalian infeksi.
Pasien selalu diberi edukasi pada setiap orientasi ketika awal dirawat inap.
Edukasi PPI khususnya adalah dalam hal kebesihan tangan. ketertiban membuang
sampah dan etika batuk. Hal lain yang perlu diedukasikan adalah membatasi barang
dari luar PUSKESMAS yang dibawa ke ruangan, jumlah penunggu di ruangan dan
ketertiban jam berkunjung.
Di Rawat Jalan
2. Apabila pengunjung / pasien batuk atau mengalami tanda atau gejala infeksi
pernafasan pada saat berada di ruang pendaftaran direkomendasikan menempati
tempat duduk yang telah disediakan khusus pasien batuk dan menggunakan
masker yang sudah disediakan
3. Direkomendasikan pengunjung / pasien batuk untuk duduk pada jarak 1 meter dari
yang lainnya saat menunggu pemeriksaan
3. Pengunjung harus mengikuti prosedur dari PPI dengan menggunakan APD berupa
masker apabila kontak langsung dengan pasien
4. Segera melepas APD jika keluar ruangan dan masker dibuang pada limbah
infeksius apabila menggunakan gaun maka ditempatkan pada tempat linen infeksius
3. Pengunjung harus mengikuti prosedur dari PPI dengan menggunakan APD berupa
masker, gaun, mengganti alas kaki, membatasi kontak dengan pasien
4. Segera melepas APD jika keluar ruangan; masker dibuang pada limbah infeksius,
gaun dan alas kaki ditempatkan pada tempat yang disediakan
Informasi berupa poster, leaflet, banner, spanduk, teks berjalan, dll. Bentuk media
edukasi disediakan untuk pengunjung PUSKESMAS, ditempatkan di tempat / area
publik PUSKESMAS, dengan prioritas materi:
- Kebersihan tangan;
- Kebersihan lingkungan
dr. Herryman,Mkes
NIP: 197011102002121007
72