You are on page 1of 15

NEGARA HUKUM DAN HAM

(BAGIAN 2)

Kajian Ini Disusun untuk Memenuhi Tugas Individu


Mata Kuliah Pendidikan Kewarganegaraan

DISUSUN OLEH:

RULI SYAH RAMADHAN


1104620041

DOSEN PENGAMPU:

Drs. Ahmad Tijari, M.Pd.

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MASYARAKAT


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
2023
NEGARA HUKUM DAN HAM
(BAGIAN 2)

Perlindungan HAM memiliki sejarah yang panjang. Sejak abad ke-13,


perjuangan untuk mengukuhkan jaminan perlindungan HAM telah dimulai.
Namun, usaha ini baru mengalami kemajuan yang pesat pada abad ke-20.
Kemajuan dalam usaha perlindungan HAM pada abad ke-20 diilhami oleh
terjadinya dua kali perang dunia yang ditandai dengan penistaan terhadap
sejumlah HAM, termasuk hak hidup. Tidak lama kemudian, usaha ini telah
menjelma menjadi suatu gerakan global. Bahkan, belakangan isu-isu HAM
menjadi kata kunci yang menentukan keberhasilan diplomasi suatu negara dalam
pergaulan internasional. Meski perlindungan HAM telah menjadi gerakan global
sejak keluarnya deklarasi universal tentang HAM melalui Sidang Umum di Istana
Chaillot (Paris, 19 Desember 1948), sinyalemen terjadinya pelanggaran HAM
masih sering kita dengar. Sinyalemen tersebut tidak selamanya benar, tetapi tidak
jarang pula muncul karena perbedaan persepsi dalam memandang pelaksanaan
perlindungan HAM di suatu negara.

Pengertian Hak Asasi Manusia (HAM)


Secara bahasa, “hak” diartikan sebagai sesuatu yang benar, kewenangan,
kekuasaan untuk berbuat sesuatu, kekuasaan yang benar atas sesuatu, dan/atau
kekuasaan untuk menuntut sesuatu. Adapun kata “asasi” diartikan sebagai sesuatu
yang pokok, mutlak, prinsip, dan paling dasar. Sehingga, secara singkat, hak asasi
manusia diartikan sebagai hak yang bersifat dasar atau pokok yang dimiliki oleh
manusia (seperti hak hidup, hak berbicara, dan hak mendapat perlindungan). Oleh
karena sifatnya yang dasar dan pokok tersebut, maka hak asasi manusia dianggap
sebagai hak yang tidak dapat dicabut atau dihilangkan. Istilah HAM juga
merupakan terjemahan dari istilah droits de I’homme (bahasa Prancis) yang
berarti hak manusia. Dalam bahasa Inggris, HAM disebut dengan human rights.
Dan dalam bahasa Belanda, HAM disebut dengan menselijke recten.
Adapun menurut Pasal 1 Ayat (1) UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak
Asasi Manusia, HAM adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat
keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan dan merupakan anugerah yang wajib
dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi demi kehormatan, harkat, dan martabat
manusia. Kemudian, Leah Levin juga turut menyampaikan gagasannya tentang
HAM. Menurutnya, konsep HAM mempunyai dua pengertian dasar, pertama,
HAM adalah hak-hak yang tidak dapat dipisahkan dan dicabut karena merupakan
hak-hak moral yang berasal dan kemanusiaan setiap insan dan hak-hak tersebut
bertujuan untuk menjamin martabat setiap manusia. Kedua, HAM adalah hak-hak
menurut hukum yang dibuat sesuai dengan proses pembentukan hukum dari
masyarakat itu sendiri, baik secara nasional maupun secara internasional.

Dengan demikian, HAM merupakan hak yang melekat pada diri setiap
manusia sejak awal dilahirkan, yang berlaku seumur hidup dan tidak dapat
diganggu gugat siapa pun. Dengan kata lain, HAM adalah hak manusia yang
bersifat asasi, artinya hak-hak yang dimiliki manusia menurut kodratnya yang
tidak dapat dipisahkan dari hakikatnya.

Sejarah dan Perkembangan Hak Asasi Manusia


Perkembangan atas pengakuan HAM ini berjalan secara perlahan dan
beraneka ragam. Perkembangan tersebut antara lain dapat ditelusuri sebagai
berikut (Ni Wayan Dyta Diantri, 2008).
1. HAM di Yunani Kuno
Filosof Yunani, seperti Socrates (470-399 SM) dan Plato (428-348 SM),
meletakkan dasar bagi perlindungan dan jaminan diakuinya HAM.
Konsepsinya menganjurkan masyarakat untuk melakukan sosial kontrol
kepada penguasa yang zalim dan tidak mengakui nilai-nilai keadilan dan
kebenaran. Kemudian Aristoteles (348-322 SM) mengajarkan pemerintah
harus mendasarkan kekuasaannya pada kemauan dan kehendak warga
negaranya.

2. HAM di Inggris
Tonggak pertama bagi kemenangan hak-hak asasi terjadi di Inggris.
Perjuangan tersebut tampak dengan adanya berbagai dokumen kenegaraan
yang berhasil disusun dan disahkan. Dokumen-dokumen tersebut adalah
sebagai berikut.
a. Magna Charta
Magna Charta dicetuskan pada 15 Juni 1215 yang prinsip dasarnya
memuat pembatasan kekuasaan raja dan HAM lebih penting daripada
kedaulatan raja. Tidak seorang pun dari warga negara merdeka dapat
ditahan atau dirampas harta kekayaannya, diasingkan, atau dengan cara
apapun dirampas hak-haknya (kecuali berdasarkan pertimbangan
hukum). Piagam tersebut menjadi lambang munculnya perlindungan
terhadap hak-hak asasi karena ia mengajarkan bahwa hukum dan
undang-undang derajatnya lebih tinggi daripada kekuasaan raja.
b. Petition of Rights
Pada dasarnya, petition of rights berisi pertanyaan-pertanyaan
mengenai hak-hak rakyat beserta jaminannya. Petisi ini diajukan oleh
para bangsawan kepada raja di depan parlemen pada tahun 1628.
Isinya secara garis besar menuntut hak-hak sebagai berikut: pajak dan
pungutan istimewa harus disertai persetujuan, warga negara tidak
boleh dipaksakan menerima tentara di rumahnya, dan tentara tidak
boleh menggunakan hukum perang dalam keadaan damai.
c. Hobeas Corpus Act
Hobeas corpus act adalah undang-undang yang mengatur tentang
penahanan seseorang yang dibuat pada tahun 1679. Isinya adalah
seseorang yang ditahan segera diperiksa dalam waktu dua hari setelah
penahanan serta alasan penahanan seseorang harus disertai bukti yang
sah menurut hukum.
d. Bill of Rights
Bill of rights merupakan undang-undang yang dicetuskan tahun 1689
dan diterima parlemen Inggris, yang isinya mengatur tentang: 1)
kebebasan dalam pemilihan anggota parlemen. 2) kebebasan berbicara
dan mengeluarkan pendapat. 3) pajak, undang-undang, dan
pembentukan tentara tetap harus seizin parlemen. 4) hak warga negara
untuk memeluk agama menurut kepercayaan masing-masing, dan 5)
parlemen berhak untuk mengubah keputusan raja.

3. HAM di Amerika Serikat


Pemikiran filsuf John Locke (1632-1704) yang merumuskan hak-hak
alam, seperti hak atas hidup, kebebasan, dan milik (life, liberty, and
property) mengilhami sekaligus menjadi pegangan bagi rakyat Amerika
sewaktu memberontak melawan penguasa Inggris pada tahun 1776.
Pemikiran John Locke mengenai hak-hak dasar ini terlihat jelas dalam
Deklarasi Kemerdekaan Amerika Serikat yang dikenal dengan
Declaration of Independence of the United States.

4. HAM di Prancis
Perjuangan HAM di Prancis dirumuskan dalam suatu naskah pada awal
Revolusi Prancis. Perjuangan itu dilakukan untuk melawan kesewenang-
wenangan rezim lama. Naskah tersebut dikenal dengan Declaration des
Droits de L’homme Et Du Citoyen, yaitu pernyataan mengenai hak-hak
manusia dan warga negara. Pernyataan yang dicetuskan pada tahun 1789
ini mencanangkan hak atas kebebasan, kesamaan, dan persaudaraan atau
kesetiakawanan (liberte, egalite, fraternite).

5. HAM oleh PBB


Setelah perang dunia kedua, mulai tahun 1946, disusunlah rancangan
piagam HAM oleh organisasi kerja sama untuk sosial ekonomi PBB yang
terdiri dari 18 anggota. PBB membentuk komisi HAM (commission of
human rights). Sidangnya dimulai pada bulan Januari 1947 di bawah
pimpinan Eleanor Rossevelt. Baru pada dua tahun kemudian, tepatnya
tanggal 10 Desember 1948, Sidang Umum PBB yang diselenggarakan di
Istana Chaillot, Paris menerima baik hasil kerja panitia tersebut. Karya itu
berupa Universal Declaration of Human Rights, yang terdiri dari 30 pasal.
Dari 58 negara yang terwakil dalam sidang umum tersebut, 48 negara
menyatakan persetujuannya, 8 negara abstain, dan 2 negara lainnya absen.
Oleh karena itulah, setiap tanggal 10 Desember diperingati sebagai hari
Hak Asasi Manusia.
Lebh lanjut, sejarah perkembangan HAM mengalami empat generasi yang
masing-masing memiliki ciri dan pusat perhatian berbeda. Keempat generasi
tersebut dijelaskan oleh Ubaidillah (2000) sebagai berikut.
1. Generasi Pertama. Pada generasi pertama ini, pengertian HAM berpusat
pada hukum dan politik yang disebabkan oleh dampak dan situasi Perang
Dunia II, totaliterisme, dan adanya keinginan negara-negara yang baru
merdeka untuk menciptakan tertib hukum yang baru. Pada generasi ini,
lahir “convention on the prevention and punishment of the crime of
genocide".
2. Generasi kedua. Pada generasi ini, lahir dua kovenan yang terkenal, yaitu
International Covenant on Social, Economic, and Cultural Rights dan
International Covenant on Civil and Politic Rights. Hak-hak yang
diperjuangkan pada generasi ini adalah pada bidang sosial, ekonomi dan
budaya.
3. Generasi ketiga. Generasi ketiga dilahirkan oleh adanya kondisi
ketidakseimbangan dimana sosial, ekonomi, dan budaya ditonjolkan,
sementara aspek hukum dan politik terabaikan. Generasi ini
memperjuangkan keseimbangan sosial, ekonomi, budaya, hukum, dan
politik dalam satu paket yang disebut the rights of development (hak-hak
dalam bidang pembangunan).
4. Generasi keempat. Generasi keempat mengkritisi peranan negara yang
begitu dominan yang lebih mengutamakan pembangunan ekonomi dan
mengorbankan hak-hak rakyat. Generasi ini dipelopori oleh negara-negara
Asia pada tahun 1983 yang mendeklarasikan hak asasi yang disebut
Declaration of the Basic Duties of Asia People and Government. Deklarasi
ini lebih menekankan persoalan-persoalan “kewajiban asasi” daripada
“hak asasi”. Sebab, kewajiban asasi mengandung pengertian keharusan
akan pemenuhan, sedangkan kata “hak” baru sebatas perjuangan dari
pemenuhan hak.

Hak Asasi Manusia di Indonesia


HAM di Indonesia bersumber dan bermuara pada falsafah bangsa, yakni
Pancasila. Artinya, HAM mendapat jaminan kuat dari nilai-nilai Pancasila.
Bermuara pada Pancasila dimaksudkan bahwa pelaksanaan HAM tersebut harus
memperhatikan garis-garis yang telah ditentukan dalam nilai-nilai Pancasila. Bagi
bangsa Indonesia, melaksanakan HAM bukan berarti melaksanakan dengan
sebebas-bebasnya, melainkan harus memperhatikan ketentuan-ketentuan yang
terkandung dalam Pancasila. Pada dasarnya, memang tidak ada hak yang dapat
dilaksanakan secara mutlak tanpa memperhatikan hak orang lain. Setiap hak akan
dibatasi oleh hak orang lain. Jika dalam melaksanakan hak, kita tidak
memperhatikan hak orang lain maka yang terjadi adalah benturan hak atau
kepentingan dalam hidup bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Indonesia mengakui dan menjunjung tinggi HAM dan kebebasan dasar


manusia sebagai hak yang secara kodrati melekat dan tidak terpisah dari manusia
yang harus dilindungi, dihormati, dan ditegakkan demi peningkatan martabat
kemanusisan, kesejahteraan, kebahagiaan, kecerdasan, serta keadilan. Berbagai
instrumen HAM yang dimiliki Indonesia, yakni:
a. UUD Tahun 1945
b. Tap MPR No. XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia
c. UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
d. UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia
e. UU No. 7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial
f. UU No. 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis
g. Kepres No. 50 Tahun 1993 tentang Komnas HAM
h. Perpres No. 65 Tahun 2005 tentang Komnas Perempuan
i. Konvensi Hak-Hak Politik Perempuan, diratifikasi dengan UU No. 68
Tahun 1958
j. Konvensi Penghapusan segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan,
diratifikasi dengan UU No. 7 Tahun 1984
k. Konvensi tentang Hak-Hak Anak, diratifikasi dengan Keppres No. 36
Tahun 1990
l. Konvensi Anti Penyiksaan secara Kejam, Tidak Manusia, dan
Merendahkan Martabat Manusia, diratifikasi dengan UU No. 5 Tahun
1998.
m. Konvensi Penghapusan Diskriminasi Ras (CERD), diratifikasi dengan UU
No. 29 Tahun 1999.

Di Indonesia, HAM dapat dibedakan sebagai berikut.


a. Hak asasi pribadi (personal rights), yang meliputi kebebasan menyatakan
pendapat, kebebasan memeluk agama, dan kebebasan bergerak.
b. Hak asasi ekonomi (property rights), yang meliputi hak untuk memiliki
sesuatu, hak untuk membeli dan menjual, serta memanfaatkannya.
c. Hak asasi politik (political rights), yaitu hak untuk ikut serta dalam
pemerintahan, hak pilih dalam pemilu, dan hak untuk mendirikan partai
politik.
d. Hak asasi untuk mendapatkan perlakuan yang sama dalam hukum dan
pemerintahan (rights of legal equality).
e. Hak asasi sosial dan kebudayaan (social and culture rights). Misalnya, hak
untuk memilih pendidikan dan hak untuk mengembangkan kebudayaan.
f. Hak asasi untuk mendapatkan perlakuan tata cara peradilan dan
perlindungan (procedural rights). Misalnya peraturan dalam hal
penahanan, penangkapan, penggeledahan, dan peradilan.

Pelanggaran HAM dan Peradilan HAM di Indonesia


Pelanggaran HAM
Pelanggaran HAM adalah segala tindakan atau pemikiran yang tidak
meghormati, tidak melindungi, dan tidak memenuhi HAM. Pelanggaran HAM
dapat dicermati dalam dua kategori: pertama, pelanggaran HAM sebagai
pelanggaran hukum pidana yang berlaku di negara-negara anggota termasuk
pelanggaran hukum yang menetapkan penyalahgunaan kekuasaan sebagai
kejahatan. Kedua, mengaitkannya dengan perbuatan atau kelalaian (negara) yang
belum merupakan pelanggaran hukum pidana nasional tetapi merupakan kaidah
yang diakui secara internasional dalam kaitannya dengan HAM (Rover, 2000:
454―455).
Pelanggaran HAM terbagi menjadi dua kategori, yakni pelanggaran HAM
ringan dan pelanggaran HAM berat. Untuk membedakan pelanggaran HAM
ringan dan berat, didasarkan pada sifat dari kejahatan tersebut, yaitu sistematis
dan meluas. Sistematis, dikonstruksikan sebagai suatu kebijakan atau rangkaian
tindakan yang telah direncanakan. Sementara meluas, merujuk kepada akibat dari
tindakan yang menimbulkan banyak korban dan kerusakan yang parah secara luas.
Berikut empat jenis pelanggaran yang dikategorikan sebagai pelanggaran HAM
berat yang diatur dalam Pasal 5 Rome Statue of the International Criminal Court.
1. Kejahatan terhadap kemanusian, yakni kejahatan yang meluas dan
sistematis yang ditujukan kepada warga sipil, yang tidak manusiawi, dan
menyebabkan penderitaan fisik dan mental.
2. Genosida, yakni setiap perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk
menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok
bangsa, ras, kelompok etnis, dan kelompok agama.
3. Kejahatan perang, yakni pelanggaran terhadap hukum perang, baik oleh
militer maupun sipil. Bentuknya dapat berupa: menyerang warga sipil dan
tenaga medis, dan menyerang pihak yang telah mengibarkan bendera putih
tanda menyerah.
4. Agresi, yakni perilaku yang dimaksudkan untuk membuat objeknya
mengalami bahaya atau kesakitan.
Adapun yang dimaksud pelanggaran HAM ringan di antaranya:
1. Melakukan hal yang dapat mencemarkan nama baik seseorang.
2. Menghalangi seseorang untuk menyampaikan aspirasinya dengan berbagai
cara.
3. Mengambil barang atau hak milik orang lain.
4. Menghalangi seseorang menjalankan ibadah.
5. Melakukan pencemaran lingkungan.
6. Melakukan perundungan, baik secara langsung maupun melalui media
sosial.
7. Tindakan pemaksaan orang tua terhadap anaknya.

Pengadilan HAM
Untuk menjamin pelaksanaan HAM serta memberi perlindungan,
kepastian, keadilan, dan perasaan aman kepada individu ataupun masyarakat,
dibentuklah pengadilan HAM yang diatur secara khusus dalam UU No. 26 Tahun
2000 tentang Pengadilan HAM. Pengadilan HAM ini dibentuk dengan tujuan
untuk menyelesaikan pelanggaran HAM yang berat. Adapun lingkup kewenangan
pengadilan HAM yakni.
1. Kewenangan memeriksa dan mengadili. Kewenangan untuk memutus
dan memeriksa juga termasuk menyelesaikan perkara yang menyengkut
perkara tentang kompensasi, restitusi, dan rehabilitasi bagi korban
pelanggaran HAM berat sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku, baik yang berada di dalam batas teritorial negara maupun di
luar batas teritorial negara.
2. Kewenangan penangkapan. Kewenangan untuk melakukan penangkapan
di tingkat penyidikan dalam pengadilan HAM ini adalah Jaksa Agung
terhadap seseorang yang diduga keras melakukan pelanggaran HAM berat
berdasarkan bukti permulaan yang cukup.
3. Kewenangan penahanan. Kewenangan penahanan ini harus didasarkan
pada alasan-alasan yang disyaratkan yaitu adanya dugaan keras melakukan
pelanggaran HAM berat dengan bukti yang cukup, adanya kekhawatiran
tersangka atau terdakwa akan melarikan diri, merusak atau menghilangkan
barang bukti, dan/atau mengulangi pelanggaran HAM berat.

Hingga saat ini, di Indonesia terdapat empat Pengadilan HAM yang


dibentuk, yakni.
1. Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (meliputi DKI Jakarta, Jawa Barat,
Banten, Sumatera Selatan, Lampung, Bengkulu, Kalimantan Barat, dan
Kalimantan Tengah)
2. Pengadilan Negeri Surabaya (meliputi Jawa Timur, Jawa Tengah, DIY,
Bali, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, NTB, dan NTT)
3. Pengadilan Negeri Medan (meliputi Sumatera Utara, Aceh, Riau, Jambi,
dan Sumatera Barat)
4. Pengadilan Negeri Makassar (meliputi Pulau Sulawesi, Pulau Maluku, dan
Pulau Papua)
Lembaga Hak Asasi Manusia di Indonesia
Lembaga HAM merupakan badan atau organisasi yang dibentuk untuk
menghormati, melindungi, menegakkan, dan memajukan HAM bagi warga negara
Indonesia. Adapun lembaga HAM yang ada di Indonesia di antaranya:

1. Komisi Nasional HAM (Komnas HAM)


Dasar hukum pembentukan Komnas HAM adalah Kepres No. 50 Tahun
1993 tentang Komnas HAM yang kemudian diperkuat dengan UU No. 39
Tahun 1999 tentang HAM. Kewenangan yang dimiliki Komnas HAM
diantaranya untuk mengkaji, meneliti, penyuluhan, pemantauan,
dan mediasi kasus pelanggaran; menghormati, melindungi, menegakkan,
dan memajukan HAM di Indonesia.

2. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI)


Dasar hukum pembentukan KPAI adalah UU No. 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak, UU No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak,
dan Perpres No. 61 Tahun 2016 tentang KPAI. Tugas KPAI di antarnya;
melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan, perlindungan, dan
pemenuhan hak anak; memberikan masukan terkait perumusan kebijakan
yang disusun tentang penyelenggaraan perlindungan anak; mengumpulkan
data dan informasi terkait perlindungan anak; melakukan mediasi atas
sengketa pelanggaran hak anak; dan melakukan kerja sama dengan
lembaga yang dibentuk masyarakat di bidang perlindungan anak.

3. Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas


Perempuan)
Dasar hukum dibentuknya Komnas Perempuan adalah Perpres No. 65
Tahun 2005 tentang Komnas Perempuan. Tugas dari Komnas Perempuan
adalah; mengembangkan kondisi yang kondusif bagi penghapusan segala
bentuk kekerasan terhadap perempuan, meningkatkan upaya pencegahan
dan penanggulangan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan, serta
perlindungan dan penegakan terhadap hak-hak asasi manusia perempuan.
4. Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK)
Dasar hukum dibentuknya LPSK adalah UU No. 13 Tahun 2006 tentang
Perlindungan Saksi dan Korban yang telah mengalami perubahan pada UU
No. 31 Tahun 2014. Tugas LPSK adalah memberikan perlindungan dan
bantuan kepada saksi dan korban agar mereka merasa aman ketika
memberikan keterangan dalam persidangan.

5. Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI)


Tugas utama YLBHI adalah memberikan bantuan dan pendampingan
hukum kepada masyarakat yang kurang mampu; memperjuangkan hak
rakyat miskin, buta hukum, dan korban pelanggaran HAM; memberikan
nasihat hukum kepada masyarakat; serta memberikan pengetahuan
mengenai hak yang harus diperoleh masyarakat.

Kesadaran untuk Menghormati HAM dan Menghormati Penegakan HAM


HAM merupakan perwujudan dari sila kedua Pancasila, yakni
kemanusiaan yang adil dan beradab. Dimana, sikap toleransi dan saling
menghormati merupakan warisan bangsa Indonesia yang tumbuh dan berkembang
dalam kehidupan bangsa Indonesia. HAM sebagai perwujudan sila yang kedua
menempatkan hak setiap warga negara pada kedudukannya yang sama dan
mempunyai kewajiban serta hak yang sama untuk mendapatkan jaminan dan
perlindungan undang-undang.

Sebagai negara hukum, HAM harus dihargai dan ditegakan dalam


pelaksanaan kenegaraan di Indonesia. Jika penegakan HAM terealisasi, maka
kehidupan masyarakat Indonesia akan sejahtera dan tidak akan ada keresahan
yang timbul karena adanya pelanggaran HAM. Begitupun sebaliknya, jika
penegakan HAM di Indonesia tidak ditegakan, maka akan terjadi kekacauan
dimana-mana dan hilangnya nilai perikemanusiaan yang dijunjung tinggi oleh
bangsa Indonesia.

Dalam upaya penegakan HAM, pemerintah dan masyarakat perlu


bersinergi untuk mewujudkan iklim penegakan HAM yang efektif. Beberapa
kewajiban dan tanggung jawab pemerintah dalam upaya penegakan HAM yakni:
1. Menghormati, yakni pemerintah tidak ikut campur dalam mengatur warga
negaranya ketika melaksanakan hak-haknya serta tidak melakukan
tindakan-tindakan yang akan menghambat pemenuhan HAM.
2. Melindungi, yakni pemerintah bertindak aktif dalam memberikan jaminan
perlindungan terhadap hak asasi rakyatnya serta mengambil tindakan-
tindakan pencegahan terhadap pelanggaran HAM oleh pihak ketiga.
3. Memenuhi, yakni pemerintah mengambil langkah-langkah legislatif,
administratif, hukum, anggaran, dan tindakan-tindakan lain untuk
merealisasikan secara penuh hak-hak asasi rakyatnya.
Adapun sikap masyarakat untuk turut serta dalam upaya penegakan HAM di
antaranya:
1. Menolak dengan tegas segala bentuk pelanggaran HAM
2. Bersikap kritis terhadap upaya penegakan HAM
3. Memberikan kepercayaan kepada pemerintah dan lembaga penegakan
HAM untuk menegakan dan memajukan HAM
4. Melaporkan setiap pelanggaran HAM
5. Menyebarluaskan informasi tentang penegakan HAM

Kesimpulan
Tidak dapat disangkal bahwa pada saat seseorang lahir ke dunia ini,
sejatinya ia telah memiliki hak-hak yang tidak dapat dicabut maupun dihilangkan
oleh siapa pun tanpa terkecuali. Sejatinya, hak-hak yang melekat pada diri
manusia inilah yang mengambil peran vital dalam perwujudan keadilan di dunia
ini. HAM bersifat universal, berlaku kapanpun, di manapun, dan kepada siapapun.
Oleh sebab itu, setiap individu wajib hukumnya untuk menghormati hak yang
dimiliki individu lainnya. Setiap individu memiliki hak yang sama, tetapi juga
memiliki suatu kewajiban yang sama untuk menghormati hak individu lainnya,
sikap saling menghormati antar individu inilah yang menciptakan suatu lingkup
dunia yang harmonis, adil, dan bersatu. Persatuan serta keadilan tidak akan pernah
dapat terwujud apabila HAM tidak terlaksana sesuai hakikatnya itu sendiri.

Tanpa adanya penegakkan HAM di dunia, mustahil rasanya kita semua


bisa tiba pada titik diri kita saat ini, kendati penegakkan HAM belum sepenuhnya
dapat terlaksana dengan baik sesuai kaidah-kaidah yang berlaku. Ini semua
bukanlah semata-mata pekerjaan rumah dari badan penegakkan hukum dan HAM,
melainkan juga tugas dari seluruh lapisan masyarakat. Tugas kita tidaklah sulit,
cukup dengan tindakan saling menghormati dan menghargai hak yang dimiliki
satu sama lainnya, niscayalah penegakkan HAM dapat terwujud dengan
sendirinya. Sesungguhnya cara terbaik agar di masa depan penegakkan HAM di
dunia semakin membaik ialah dengan cara pendidikan dan pengenalan HAM
sejak usia dini.
DAFTAR PUSTAKA

Kusnadi. t.t. Hakikat dan Sejarah Perkembangan Hak Asasi Manusia. Modul
PKNI Edisi 2. Dapat ditemukan di: https://pustaka.ut.ac.id/lib/wp-
content/uploads/pdfmk/PKNI431702-M1.pdf (diakses pada 16 Mei 2023)

Wajdi, Farid dan Imran. 2021. Pelanggaran Hak Asasi Manusia dan Tanggung
Jawab Negara terhadap Korban. Jurnal Yudisial. 14(2): 229―246. Dapat
ditemukan di:
https://jurnal.komisiyudisial.go.id/index.php/jy/article/download/445/pdf
(diakses pada 16 Mei 2023)

Abidin, Zainal. 2007. Pengadilan Hak Asasi Manusia di Indonesia. Bahan Bacaan
Kursus HAM untuk Pengacara XI. Dapat ditemukan di:
https://referensi.elsam.or.id/wp-content/uploads/2014/09/Pengadilan-
HAM-di-Indonesia.pdf (diakses pada 16 Mei 2023)

Wikipedia. 2023. Lembaga Hak Asasi Manusia Nasional di Indonesia. Artikel.


Dapat ditemukan di:
https://id.wikipedia.org/wiki/Lembaga_hak_asasi_manusia_nasional_di_In
donesia (diakses pada 17 Mei 2023)

Lestari, Eka Lilis dan Ridwan Arifin. 2019. Penegakan dan Perlindungan Hak
Asasi Manusia di Indonesia dalam Konteks Implementasi Sila
Kemanusiaan yang Adil dan Beradab. Jurnal Komunikasi Hukum. 5(2):
12―25. Dapat ditemukan di:
https://ejournal.undiksha.ac.id/index.php/jkh/article/view/16497/10881
(diakses pada 16 Mei 2023)

You might also like