You are on page 1of 11

PEMULIAAN

ANGGREK
BERBASIS TEKNIK MOLEKULER

I P u tu M e r t e y a s a

2280811010

PROGRAM PENDIDIKAN
BIOTEKNOOGI FAKULTAS
PERTANIAN UNIVERSTAS UDAYANA
DENPASAR
2 022
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pemuliaan tanaman hias di Indonesia sudah saatnya memanfaatkan teknologi berbasis


molekuler. Pemanfaatan teknologi ini sudah mendunia dan seharusnya membuka mata kita
dengan hasil-hasil yang telah dicapainya. Selama ini pemuliaan konvensional memang telah
memberi kontribusi yang besar pada hibrida baru setiap tahun. Namun, terobosan baru sangat
diperlukan untuk memenuhi tuntutan pasar tanaman hias di era sekarang. Khususnya pada
anggrek, bioteknologi atau teknik biologi molekuler dapat memainkan peranan penting bagi
peningkatan sifat komersial hibrida anggrek bila dikombinasikan dengan sistem kultur
jaringan. Dengan isolasi dan karakterisasi gen yang mengatur pertumbuhan dan
perkembangan tanaman anggrek akan membantu memahami fungsinya. Bila semua dapat
terlaksana, tidak mustahil pemanfaatan teknik molekuler dapat meningkatkan optimisme
bahwa hibrida anggrek dengan ciri-ciri novel dapat dinikmati melalui pemuliaan molekuler di
Indonesia.
Anggrek sangat diminati masyarakat karena keindahan dan keragaman bunganya.
Keluarga terbesar tanaman berbunga ini banyak di antaranya memiliki nilai komersial,
sebagai bunga potong atau bunga pot (Griesbach 2002). Konsumsi dan pengembangan
anggrek di dunia sangat luar biasa dan sudah sangat maju di luar negeri. Metode pemuliaan
konvensional dengan cara penyilangan dan seleksi yang telah dilakukan terus menerus,
membuka jalan bagi para pemulia untuk menciptakan varietas baru yang memiliki sifat-sifat
yang diinginkan yaitu bentuk, warna, aroma, arsitektur tanaman, lama kesegaran maupun
ketahanan terhadap hama dan penyakit. Namun demikian, semua karakter positif tidak
mungkin berada dalam satu rangkaian genom spesies tunggal saja. Pendekatan molekuler
telah membuka cara baru untuk transformasi genetik tanaman dengan tujuan merangkai
sifat-sifat baru, seperti bentuk tanaman, bunga, dan arsitektur pembungaan, aroma, dan
lain-lain. Aplikasi potensi teknologi ini sedang gencar-gencarnya diusahakan oleh banyak
institusi di luar negeri. Semua teknologi yang digunakan semata-mata adalah untuk mencapai
perakitan kultivar novelty yang telah menjadi faktor penting dalam pasar dan produksi
anggrek komersial, yang tentunya merupakan sasaran utama pengembangan varietas baru di
dalam industri tanaman hias. Modifikasi genetik molekuler dapat diadopsi pemulia untuk
memunculkan tanaman dengan sifat estetika baru atau novelty tersebut. Beberapa penelitian
tentang transformasi Phalaenopsis, Oncidium, Cymbidium, dan Dendrobium telah banyak
yang berhasil dan telah banyak dilaporkan meskipun dalam prosesnya masih banyak
hambatan.

1.2 Rumusan masalah

1. Bagaimana pemanfaatan bioteknologi pada tanaman anggrek?


2. Gen Target apa yang Telah Dimodifikasi Secara Molekuler pada tanaman
anggrek?

1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui pemanfaatan bioteknologi pada tanaman anggrek


2. Untuk mengetahui Gen Target apa yang Telah Dimodifikasi Secara Molekuler pada
tanaman anggrek
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Gen modifikasi postur tanaman


Di kalangan industri anggrek, bentuk- bentuk tanaman kerdil mulai diminati konsumen.
Berbagai usaha dilakukan untuk membentuk tanaman menjadi kerdil antara lain melalui
pemberian zat penghambat seperti paclobutrazol, atau melalui kultur in vitro menggunakan
thidiazuron, yang sedang populer dilakukan adalah menggunakan gen dwarf. Gen dwarf
sudah dikenal sejak tahun 1980-an yang ditemukan pada jagung, berikutnya pada padi. Pada
Arabidopsis ditemukan Arabidopsis gai gene yang menyebabkan kekerdilan tanaman pada
krisan, dengan cara melemahkan respons terhadap GA. Beberapa gen telah diintroduksikan
seperti gen AtGA2ox7 dan AtGA2ox8 menyebabkan fenotip kerdil pada tembakau. Gen
AtGA2ox7 dan AtGA2ox8 bekerja dengan cara mendegradasi C19-giberelin (GA3) yang
dilakukan oleh dioxygenase melalui 2β-hydroxilase yang menghasilkan produk GA3 yang
tidak aktif (Rajesh et al. 2008). Pada anggrek masih jarang dilakukan penelitian untuk
mendapatkan tanaman kerdil, hal ini memberikan inspirasi pada pemulia anggrek di
Indonesia untuk mengembangkan tanaman anggrek mini. Salah satu cara dengan menyeleksi
sumber gen dwarf dari tanaman hasil silangan anggrek yang berkarakter mini.

2.2. Gen modifikasi warna

Warna bunga merupakan hal yang paling menarik untuk dimanipulasi secara genetik,
terbukti telah banyak hasil yang dipublikasikan di luar negeri. Modifikasi warna bunga ini
dapat dilakukan dengan cara memodifikasi mekanisme peningkatan produksi pigmen,
termasuk di antaranya pada flavonoid, karotenoid, dan betalains. Flavonoids berkontribusi
spektrum yang luas dari warna pada tanaman, termasuk merah, biru, pigmen kuning, dan
ungu. Enam subgroup dari flavonoid pada tanaman, di antaranya adalah flavon, flavonol,
flavandiol, chalcone, anthocyanin, dan tanin terkondensasi (atau proanthocyanidin).
Biosintesis pigmen antosianin dan copigmen flavonol membuat bunga mencolok. Modifikasi
langsung dari produksi antosianin telah dicapai dalam beberapa spesies tanaman, seperti
petunia dan anyelir. Tanaman liar anyelir telah dimodifikasi untuk menghasilkan warna biru
setelah diintroduksi dengan gen flavonoid heterolog 3’, 5’-hidroksilase (F3’5’H) (Fukui et al.
2003). APOC 11 di Okinawa Jepang tahun 2013 menghadirkan anggrek Phalaenopsis
berwarna biru hasil rekayasa genetik karya Prof. Mii dari Universitas Chiba di Jepang. Gen
yang diintroduksikan tersebut merupakan F3’5’H yang diisolasi dari Commelina communis
dengan mekanisme insersi F3’5’H untuk membelokkan biosintesis Coumaroyl-CoA + 3 х
Malonyl-CoA menjadi Dihidrokaemferol yang seharusnya menjadi Pelargonium pada
tanaman secara umum (Gambar 1), dengan adanya enzim flavanoid 3, hydroxylase akan
menjadi dihydro quercetin, dengan enzim 3, 5, hydroxylase menjadi dihydro myricetin,
selanjutnya dengan enzim dihydro flafonol-4-reductase (DFR) menjadi delphinidin.
Delphinidin dengan GT, AT menjadi delphinidin based anthocyanin yang berwarna biru.
Anyelir transgenik dengan nuansa warna yang dipilih ini telah diperkenalkan di pasar
Jepang. Bunga cyclamen telah dimodifikasi dari warna purple menjadi merah atau pink,
gentiana jepang biru menjadi putih, Lotus japonicus kuning menjadi oranye, Phalaenopsis,
Torenia, dan Krisan (Nakamura et al. 2010). Ini menunjukkan kemungkinan melakukan
modifikasi warna bunga melalui teknologi gen dalam tanaman non - pangan. Contoh lain,
pada tanaman morning glory (Ipomoea tricolor cv. Biru Surgawi), pergeseran warna dari
merah keunguan menjadi biru saat bunga mekar pada kelopak biru disebabkan oleh
peningkatan pH vakuola 6,6–7,7 dalam sel lapisan epidermis. Peningkatan pH vakuola di
kelopak bunga saat mekar adalah karena transpor aktif Na+ dan/atau K+ dari sitosol ke
vakuola oleh pengubah Na+ / H+ (Tanaka et al. 2009). Manipulasi pergeseran warna biru
mungkin memiliki potensi aplikasi dalam modifikasi warna bunga Phalaenopsis dengan
menggunakan penukar Na+/H+ dari bunga morning glory, Doritis pulcherrima (biru bunga),
atau jenis tanaman lain dengan menggunakan teknologi transformasi genetik. Hal ini dapat
membuka alternatif pilihan bagi Phalaenopsis biru transgenik.

2.3 Gen untuk memodifikasi arsitektur pembungaan


Percabangan malai (inflorescence) bunga merupakan sifat penting pada bunga potong
seperti Oncidium. Standard internasional bunga potong Oncidium, kurang lebih enam
percabangan. Kondisi ini sangat dipengaruhi oleh musim. Musim panas dan lembab pada
daerah subtropis, percabangan terhambat hingga hanya mencapai satu cabang saja. Namun,
pada musim dingin dan musim semi percabangan meningkat. Mekanisme kontrol arsitektur
pembungaan selama ini belum diketahui, namun demikian dapat dipelajari pemahaman kita
tentang percabangan tunas melalui pengamatan dan penelitian pada tanaman lain. Beberapa
gen yang telah diamati yang memiliki peran penting dalam percabangan antara lain: gen yang
mengkode kelompok protein poliena dioxygenase, gen CCD (carotenoid cleavage
dioxygenase) (Dad1/ PhCCD8) yang diidentifikasi dari tunas dan akar petunia, enzim CCD
menghambat percabangan
2.4 Gen untuk memperpanjang vase life
Masalah memperpanjang vase life (lama kesegaran) sangat populer di negara-negara
pengekspor bunga potong, karena biasanya vase life yang lebih panjang diperlukan untuk
mengatasi jarak tempuh pengiriman di luar daerah. Upaya-upaya cepat telah dilakukan dan
teknologi telah berkembang dan bergeser ke arah teknologi molekuler. Anggrek Oncidium
dan Odontoglossum telah berhasil diintroduksi dengan gen etr1 (Bovy et al. 1995) dari
Arabidopsis untuk menurunkan sensitivitas etilen eksogen. Di Thailand telah dimulai
penelitian dengan tujuan yang sama pada anggrek Dendrobium potong, namun dengan cara
berbeda yaitu menggunakan gen antisense yang memblokir pembentukan etilen. Baru - baru
ini diperoleh gen reseptor etilen yang termutasi, gen ipt yang mampu menunda penuaan
(Sogo et al. 2012 ).
2.5 Gen yang manipulasi aroma
Salah satu daya pikat bunga anggrek pada konsumen adalah aroma. Beberapa anggrek
asli Indonesia memiliki aroma yang bermacam- macam dan harum. Spesies-spesies
Phalaenopsis beraroma wangi seperti Phalaenopsis amboinensis, Phalaenopsis violacea atau
bellina, dan Phalaenopsis schilleriana. Beberapa spesies lain juga beraroma wangi antara
lain adalah Dendrobium crumenatum (anggrek merpati), Dendrobium anosmum, Vanda
tricolor, dan Vanda limbata. Komponen utama yang ada dalam tanaman Phalaenopsis
violacea adalah linalool dan geraniol yang produksinya dikendalikan oleh gen linalool
sintase. Gen yang mengkode linalool sintase juga ada pada tanaman lain seperti artemisia dan
kemangi, bahkan gen ini telah diisolasi dan dikarakterisasi. Gen sintase geraniol juga telah
diisolasi dari tanaman basil. Gen sintase monoterpen dari lemon juga sudah pernah diisolasi
dan bahkan sudah pernah disisipkan ke tanaman tembakau sehingga aroma meningkat pada
bunga tembakau. Hal ini memberikan inspirasi potensi penggunaan gen heterolog untuk
diintroduksikan ke genom anggrek untuk membuat anggrek lebih wangi.

2.6 Gen yang mengontrol pembungaan


Anggrek memiliki perilaku pembungaan berbeda-beda. Beberapa anggrek spesies
berkarakter merespons terhadap fotoperiodik dan zat pengatur tumbuh. Pada Phalaenopsis,
dalam waktu 4 minggu dengan suhu malam hari sekitar 15o–20°C dan suhu siang hari sekitar
25°C akan mendorong pembungaan. Intensitas cahaya selama periode induksi suhu rendah
dapat memengaruhi pembentukan tangkai bunga. Hal ini telah menjadi standar untuk
mengontrol pembungaan pada anggrek Phalaenopsis yang bermanfaat untuk mengatur
jadwal produksi. Regulasi ekspresi gen yang mampu merangsang dan memberhentikan
pembungaan telah dipelajari pada tanaman Arabidopsis dan tanaman monokotil. Hasilnya
menunjukkan bahwa konservasi gen serupa ada pada spesies tanaman lain yang berbeda.
Salah satu gen terkait yang mengkode fase perubahan dari vegetatif ke tahap reproduksi
adalah gen (LFY) LEAFYb (Benloch et al. 2007). Gen tersebut sudah pernah dikloning dari
Phalaenopsis hibrida.

2.7 Gen untuk induksi jantan mandul

Tidak kalah pentingnya, gen untuk menginduksi male sterility (jantan mandul). Jantan
mandul merupakan suatu keadaan tanaman yang tidak memiliki polen fungsional. Jantan
mandul akan bermanfaat untuk pembuatan benih hibrida dan biasanya digunakan dalam skala
komersial. Hibrida seringkali menampilkan fenotip yang vigor, yang biasanya memiliki
karakter lebih superior dibandingkan dengan kedua tetuanya. Gen PsEND1 menyebabkan
penundaan degradasi tapetum dari dinding anthera dan mereduksi butir polen (Sogo et al.
2012). Tanaman yang diintroduksi dengan gen tersebut tidak akan memiliki polen yang
sempurna sehingga menjadi tanaman yang polennya steril. Apabila pada anggrek dapat
dilakukan teknik jantan mandul, akan sangat mudah mengendalikan pasar dan jenis-jenis
anggrek yang telah dikembangkan selama ini tidak akan mudah hilang.

2.8 Gen untuk ketahanan hama dan penyakit


Di era sekarang, tanaman yang sehat merupakan tuntutan yang tidak kalah penting agar
berdaya saing tinggi. Tanaman yang tahan terhadap hama dan penyakit sangat dibutuhkan
untuk mengurangi penggunaan pestisida dan insektisida dalam suatu budidaya anggrek. Gen
ketahanan terhadap penyakit telah banyak diteliti dan diaplikasikan pada anggrek. Gen
wasabi yang telah diintroduksikan pada tanaman anggrek Phalaenopsis untuk menahan
serangan mikroba Erwinia carotovora yang dapat menyebabkan penyakit busuk lunak
(Sjahril et al. 2006).

2.9 Teknologi Transformasi Genetik pada Anggrek


Teknologi introduksi gen dikenal sebagai teknologi transformasi genetik. Pada anggrek,
teknologi transfer gen sudah banyak dilakukan baik menggunakan particle gun (particle
bombardment) maupun melalui mediasi Agrobacterium tumefascient. Namun, kunci
keberhasilan transfer gen ke suatu tanaman adalah pada regenerasi tanamannya. Transformasi
genetik pada anggrek sudah banyak dipublikasikan termasuk pada Dendrobium, Oncidium,
Cymbidium, & Phalaenopsis (Julkifle et al. 2010, Subramaniam & Rahman 2010). Meskipun
demikian, tidak mudah menggunakan protokol yang telah diperoleh sebelumnya tersebut,
untuk melakukan transformasi genetik pada tanaman yang diinginkan saat ini. Hal ini
disebabkan protokol regenerasi pada masing-masing spesies berbeda-beda, selain itu untuk
menghindari variasi somaklonal dalam tanaman transgenik sangat sulit apabila sistem
regenerasinya tidak handal.

2.10 Perkembangan Pemuliaan Tanaman Hias Berbasis Molekuler di Indonesia


Pemanfaatan teknologi berbasis molekuler yang diterapkan pada tanaman hias
terutama anggrek di Indonesia masih sangat jarang sehingga tidak banyak ditemukan laporan
mengenai introduksi gen pada tanaman anggrek. aplikasi gen untuk anggrek melalui teknik
rekayasa genetik.
Beberapa tahun yang lalu di IPB telah dilaporkan penggunaan teknik rekayasa genetika
yang masih bersifat awal yaitu aplikasi gen gus pada anggrek Dendrobium. Selanjutnya
beberapa gen diaplikasikan pada tanaman anggrek antara lain gen wasabi defensin yang
digunakan untuk meningkatkan ketahanan terhadap penyakit busuk lunak yang disebabkan
oleh Erwinia carotovora pada Phalaenopsis, dan aplikasi ini dikerjakan oleh seorang
akademisi Universitas Hasanudin di Jepang. Peneliti dari Biologi UGM yaitu Endang
Semiarti telah beberapa kali melakukan introduksi gen KNAT1, pada anggrek Phalaenopsis
amabilis, dan Coleogyne pandurata. Ekspresi gen KNAT1 ini bermanfaat untuk pengaturan
SAM (shoot apical meristem) dan berefek pada kecepatan pertumbuhan tunas. Gen-gen yang
diaplikasikan umumnya bukan merupakan hasil isolasi dari sumber daya genetik yang berasal
dari Indonesia namun berasal dari negara Jepang karena adanya kerjasama di bidang
pendidikan.
Keberhasilan yang telah diawali oleh beberapa akademisi, diharapkan dapat mendorong
dan membuka wawasan pemulia anggrek yang lain untuk melakukan aplikasi teknik
molekuler untuk tujuan mengatasi masalah yang lebih penting yang dihadapi pada saat ini.
Kegiatan tersebut dapat dilakukan melalui kerjasama baik internasional seperti Jepang,
Thailand, Singapura, Malaysia, Korea Selatan maupun nasional seperti IPB, ITB, UGM
maupun universitas yang lainnya.
BAB III
KESIMPULAN

Anggrek adalah salah satu tanaman hias berbunga yang sangat diminati oleh
masyarakat karena memiliki bunga yang indah. Bunga anggrek memiliki nilai ekonomis yang
cukup bagus baik itu bunganya yang di jadikan bunga potong maupun tanaman anggrek itu
sendiri yang kerap di jadikan hiasan. Metode pemuliaan konvensional dengan cara
penyilangan dan seleksi yang telah dilakukan terus menerus, membuka jalan bagi para
pemulia untuk menciptakan varietas baru yang memiliki sifat-sifat yang diinginkan yaitu
bentuk, warna, aroma, arsitektur tanaman, lama kesegaran maupun ketahanan terhadap hama
dan penyakit. Namun demikian, semua karakter positif tidak mungkin berada dalam satu
rangkaian genom spesies tunggal saja. Pendekatan molekuler telah membuka cara baru untuk
transformasi genetik tanaman dengan tujuan merangkai sifat-sifat baru, seperti bentuk
tanaman, bunga, dan arsitektur pembungaan, aroma, dan lain-lain.
Penerapan bioteknologi pada tanaman anggrek khususnya bioteknologi molekuler
meliputi Gen modifikasi postur tanaman, Gen modifikasi warna, Gen untuk memodifikasi
arsitektur pembungaan, Gen untuk memperpanjang vase life, Gen yang manipulasi aroma,
Gen yang mengontrol pembungaan, Gen untuk induksi jantan mandul, Gen untuk ketahanan
hama dan penyakit. Walaupun pemanfaatan teknologi berbasis molekuler yang diterapkan
pada tanaman hias terutama anggrek di Indonesia masih sangat jarang, sehingga tidak banyak
ditemukan laporan mengenai introduksi gen pada tanaman anggrek. aplikasi gen untuk
anggrek melalui teknik rekayasa genetik sangat baik di gunakan karena dapat membuat
varietas unggul pada tanaman anggrek.


DAFTAR PUSTAKA

1. Benlloch, R, Berbel, A, Mislata, AS & Madueno, F 2007, ‘Floral initiation and inflorescence
architecture: A comparative view’, Ann. Bot., vol. 100, no. 3, pp. 659-76.
2. Bovy, AG, Van Altvorst, AC, Angenent, GC & Dons, JJM, ‘Genetic modification of the vase life
of Carnation’, Acta Hort. (ISHS), no. 405, pp. 179-89.

3. Fukui, Y, Tanaka, Y, Kusumi, T, Iwashita, T & Nomoto, K 2003, ‘A rationale for the shift in
colour towards blue in transgenic carnation flowers expressing the flavonoid 3’,5’-hydroxylase
gene’, Phytochemistry, vol. 63, no. 1, pp. 15-23.
4. Julkifle, AL, Rathinam, X, Siniah, UR & Subramaniam, S 2010, ‘Optimization of transient green
fluorescent protein (GFP) gene expression in Phalaenopsis violacea orchid mediated by Agro
bacterium tumefaciens-mediated transformation System’, Australian Journal of Basic and
Applied Sciences, vol. 4. no. 8, pp. 3424-32.
5. Griesbach, RJ 2002, ‘Development of Phalaenopsis orchids for the mass-market’, in Janick, J &
Whipkey, A (eds.), Trends in new crops and new uses, ASHS Press, Alexandria, VA, pp. 458-65.
6. Nakamura, N, Mizutani, MF, Fukui, Y, Ishiguro, K, Suzuki, K, Suzuki, H, Okazaki, K, Shibita, D
& Tanaka, Y 2010, ‘Generation of pink flower varieties from blue Torenia hybrid by redirecting
the flavonoid biosynthetic pathway from delphinidin to pelargonidin’, Plant Biotechnology, no.
27, pp. 375-83.
7. Rajesh, KD, Singh, S, Sidhu, GS & Dubey, M 2008, Genetic engineering in ornamental plants’,
in. Barth, D (eds.), OMIC’S application in crops science, CRC Press, pp. 409-38.
8. Sjahril, R, Chin, DP, Khan, RS, Yamamura, S, Nakamura, I, Amemiya, Y & Mii, M 2006,
‘Transgenic Phalaenopsis plants with resistance to Erwinia carotovora produced by introducing
wasabi defensin gene using Agrobacterium method’, Plant Biotechnology, no. 23, pp. 191-4.
9. Subramaniam, S & Rahman, ZA 2010, ‘Early GFP gene assessments influencing Agrobacterium
tumefaciens-mediated transformation system in Phalaenopsis violacea orchid’, Emir. J. Food
Agric., vol. 22, no. 2, pp. 103-16.
10. Tanaka, Y, Brugliera, F & Chandler, S 2009, ‘Recent progress of flower colour modification by
Biotechnology’, Int. J. Mol. Sci., vol. 10, no. 12, pp. 5350-69.

You might also like