Professional Documents
Culture Documents
FILSAFAT
FILSAFAT
ANGGREK
BERBASIS TEKNIK MOLEKULER
I P u tu M e r t e y a s a
2280811010
PROGRAM PENDIDIKAN
BIOTEKNOOGI FAKULTAS
PERTANIAN UNIVERSTAS UDAYANA
DENPASAR
2 022
BAB I
PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
Warna bunga merupakan hal yang paling menarik untuk dimanipulasi secara genetik,
terbukti telah banyak hasil yang dipublikasikan di luar negeri. Modifikasi warna bunga ini
dapat dilakukan dengan cara memodifikasi mekanisme peningkatan produksi pigmen,
termasuk di antaranya pada flavonoid, karotenoid, dan betalains. Flavonoids berkontribusi
spektrum yang luas dari warna pada tanaman, termasuk merah, biru, pigmen kuning, dan
ungu. Enam subgroup dari flavonoid pada tanaman, di antaranya adalah flavon, flavonol,
flavandiol, chalcone, anthocyanin, dan tanin terkondensasi (atau proanthocyanidin).
Biosintesis pigmen antosianin dan copigmen flavonol membuat bunga mencolok. Modifikasi
langsung dari produksi antosianin telah dicapai dalam beberapa spesies tanaman, seperti
petunia dan anyelir. Tanaman liar anyelir telah dimodifikasi untuk menghasilkan warna biru
setelah diintroduksi dengan gen flavonoid heterolog 3’, 5’-hidroksilase (F3’5’H) (Fukui et al.
2003). APOC 11 di Okinawa Jepang tahun 2013 menghadirkan anggrek Phalaenopsis
berwarna biru hasil rekayasa genetik karya Prof. Mii dari Universitas Chiba di Jepang. Gen
yang diintroduksikan tersebut merupakan F3’5’H yang diisolasi dari Commelina communis
dengan mekanisme insersi F3’5’H untuk membelokkan biosintesis Coumaroyl-CoA + 3 х
Malonyl-CoA menjadi Dihidrokaemferol yang seharusnya menjadi Pelargonium pada
tanaman secara umum (Gambar 1), dengan adanya enzim flavanoid 3, hydroxylase akan
menjadi dihydro quercetin, dengan enzim 3, 5, hydroxylase menjadi dihydro myricetin,
selanjutnya dengan enzim dihydro flafonol-4-reductase (DFR) menjadi delphinidin.
Delphinidin dengan GT, AT menjadi delphinidin based anthocyanin yang berwarna biru.
Anyelir transgenik dengan nuansa warna yang dipilih ini telah diperkenalkan di pasar
Jepang. Bunga cyclamen telah dimodifikasi dari warna purple menjadi merah atau pink,
gentiana jepang biru menjadi putih, Lotus japonicus kuning menjadi oranye, Phalaenopsis,
Torenia, dan Krisan (Nakamura et al. 2010). Ini menunjukkan kemungkinan melakukan
modifikasi warna bunga melalui teknologi gen dalam tanaman non - pangan. Contoh lain,
pada tanaman morning glory (Ipomoea tricolor cv. Biru Surgawi), pergeseran warna dari
merah keunguan menjadi biru saat bunga mekar pada kelopak biru disebabkan oleh
peningkatan pH vakuola 6,6–7,7 dalam sel lapisan epidermis. Peningkatan pH vakuola di
kelopak bunga saat mekar adalah karena transpor aktif Na+ dan/atau K+ dari sitosol ke
vakuola oleh pengubah Na+ / H+ (Tanaka et al. 2009). Manipulasi pergeseran warna biru
mungkin memiliki potensi aplikasi dalam modifikasi warna bunga Phalaenopsis dengan
menggunakan penukar Na+/H+ dari bunga morning glory, Doritis pulcherrima (biru bunga),
atau jenis tanaman lain dengan menggunakan teknologi transformasi genetik. Hal ini dapat
membuka alternatif pilihan bagi Phalaenopsis biru transgenik.
Tidak kalah pentingnya, gen untuk menginduksi male sterility (jantan mandul). Jantan
mandul merupakan suatu keadaan tanaman yang tidak memiliki polen fungsional. Jantan
mandul akan bermanfaat untuk pembuatan benih hibrida dan biasanya digunakan dalam skala
komersial. Hibrida seringkali menampilkan fenotip yang vigor, yang biasanya memiliki
karakter lebih superior dibandingkan dengan kedua tetuanya. Gen PsEND1 menyebabkan
penundaan degradasi tapetum dari dinding anthera dan mereduksi butir polen (Sogo et al.
2012). Tanaman yang diintroduksi dengan gen tersebut tidak akan memiliki polen yang
sempurna sehingga menjadi tanaman yang polennya steril. Apabila pada anggrek dapat
dilakukan teknik jantan mandul, akan sangat mudah mengendalikan pasar dan jenis-jenis
anggrek yang telah dikembangkan selama ini tidak akan mudah hilang.
Anggrek adalah salah satu tanaman hias berbunga yang sangat diminati oleh
masyarakat karena memiliki bunga yang indah. Bunga anggrek memiliki nilai ekonomis yang
cukup bagus baik itu bunganya yang di jadikan bunga potong maupun tanaman anggrek itu
sendiri yang kerap di jadikan hiasan. Metode pemuliaan konvensional dengan cara
penyilangan dan seleksi yang telah dilakukan terus menerus, membuka jalan bagi para
pemulia untuk menciptakan varietas baru yang memiliki sifat-sifat yang diinginkan yaitu
bentuk, warna, aroma, arsitektur tanaman, lama kesegaran maupun ketahanan terhadap hama
dan penyakit. Namun demikian, semua karakter positif tidak mungkin berada dalam satu
rangkaian genom spesies tunggal saja. Pendekatan molekuler telah membuka cara baru untuk
transformasi genetik tanaman dengan tujuan merangkai sifat-sifat baru, seperti bentuk
tanaman, bunga, dan arsitektur pembungaan, aroma, dan lain-lain.
Penerapan bioteknologi pada tanaman anggrek khususnya bioteknologi molekuler
meliputi Gen modifikasi postur tanaman, Gen modifikasi warna, Gen untuk memodifikasi
arsitektur pembungaan, Gen untuk memperpanjang vase life, Gen yang manipulasi aroma,
Gen yang mengontrol pembungaan, Gen untuk induksi jantan mandul, Gen untuk ketahanan
hama dan penyakit. Walaupun pemanfaatan teknologi berbasis molekuler yang diterapkan
pada tanaman hias terutama anggrek di Indonesia masih sangat jarang, sehingga tidak banyak
ditemukan laporan mengenai introduksi gen pada tanaman anggrek. aplikasi gen untuk
anggrek melalui teknik rekayasa genetik sangat baik di gunakan karena dapat membuat
varietas unggul pada tanaman anggrek.
DAFTAR PUSTAKA
1. Benlloch, R, Berbel, A, Mislata, AS & Madueno, F 2007, ‘Floral initiation and inflorescence
architecture: A comparative view’, Ann. Bot., vol. 100, no. 3, pp. 659-76.
2. Bovy, AG, Van Altvorst, AC, Angenent, GC & Dons, JJM, ‘Genetic modification of the vase life
of Carnation’, Acta Hort. (ISHS), no. 405, pp. 179-89.
3. Fukui, Y, Tanaka, Y, Kusumi, T, Iwashita, T & Nomoto, K 2003, ‘A rationale for the shift in
colour towards blue in transgenic carnation flowers expressing the flavonoid 3’,5’-hydroxylase
gene’, Phytochemistry, vol. 63, no. 1, pp. 15-23.
4. Julkifle, AL, Rathinam, X, Siniah, UR & Subramaniam, S 2010, ‘Optimization of transient green
fluorescent protein (GFP) gene expression in Phalaenopsis violacea orchid mediated by Agro
bacterium tumefaciens-mediated transformation System’, Australian Journal of Basic and
Applied Sciences, vol. 4. no. 8, pp. 3424-32.
5. Griesbach, RJ 2002, ‘Development of Phalaenopsis orchids for the mass-market’, in Janick, J &
Whipkey, A (eds.), Trends in new crops and new uses, ASHS Press, Alexandria, VA, pp. 458-65.
6. Nakamura, N, Mizutani, MF, Fukui, Y, Ishiguro, K, Suzuki, K, Suzuki, H, Okazaki, K, Shibita, D
& Tanaka, Y 2010, ‘Generation of pink flower varieties from blue Torenia hybrid by redirecting
the flavonoid biosynthetic pathway from delphinidin to pelargonidin’, Plant Biotechnology, no.
27, pp. 375-83.
7. Rajesh, KD, Singh, S, Sidhu, GS & Dubey, M 2008, Genetic engineering in ornamental plants’,
in. Barth, D (eds.), OMIC’S application in crops science, CRC Press, pp. 409-38.
8. Sjahril, R, Chin, DP, Khan, RS, Yamamura, S, Nakamura, I, Amemiya, Y & Mii, M 2006,
‘Transgenic Phalaenopsis plants with resistance to Erwinia carotovora produced by introducing
wasabi defensin gene using Agrobacterium method’, Plant Biotechnology, no. 23, pp. 191-4.
9. Subramaniam, S & Rahman, ZA 2010, ‘Early GFP gene assessments influencing Agrobacterium
tumefaciens-mediated transformation system in Phalaenopsis violacea orchid’, Emir. J. Food
Agric., vol. 22, no. 2, pp. 103-16.
10. Tanaka, Y, Brugliera, F & Chandler, S 2009, ‘Recent progress of flower colour modification by
Biotechnology’, Int. J. Mol. Sci., vol. 10, no. 12, pp. 5350-69.