You are on page 1of 34

Proposal Makalah

BAB 7 - Activity Based Management

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah


Akuntansi Manajemen

Dosen Pengampu:
Drs. Muhdin, M.SI.

Disusun Oleh:
Muhammad Adiputra (A1B021038)
Afrawati Agustiarini (A1B021064)
Siska Dewi Wulandari (A1B021214)
Yuwida Putri (A1B021228)
Adika Paranata (A1B021243)

JURUSAN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS MATARAM
2023
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI................................................................................................................1
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................2
1.1 Latar Belakang.....................................................................................................2
1.2 Rumusan Masalah................................................................................................3
1.3 Tujuan..................................................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN.............................................................................................4
2.1 Activity Based Management (ABM)....................................................................4
2.2 Kategori atau Bentuk Activity Based Management (ABM)................................4
2.3 Analisis Nilai Proses (Process Value Analysis)..................................................6
2.4 Pengukuran Kinerja Aktivitas...........................................................................13
2.5 Pengukuran Nonkeuangan Kinerja Aktivitas....................................................28
BAB III PENUTUP...................................................................................................33
3.1 Kesimpulan........................................................................................................33
3.2 Saran..................................................................................................................33

1
BAB I
PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Kemajuan yang sangat pesat pada dunia usaha dewasa ini tidak terlepas dari
kemajuan teknologi di berbagai bidang. Hal ini telah memacu terciptanya
lingkungan usaha yang maju sehingga dapat menerapkan daya saing yang
kompetitif antar perusahaan. Ada beberapa cara yang digunakan oleh pihak
manajemen perusahaan, untuk dapat mencapai keunggulan persaingan dalam
perusahaan yaitu dengan fokus meningkatkan proses dan aktivitas mereka,
perolehan terhadap kualitas, fleksibilitas, dan efesiensi biaya. Selama ini
perusahaan cenderung menerapkan sistem informasi akuntansi tradisional yang
terbukti banyak memiliki kelemahan dan tidak lagi sesuai dengan kondisi
perusahaan yang beroperasi dalam lingkungan yang dinamis hanya fokus pada
pengelolaan biaya dan pengalokasian biaya overhead pabrik ke produk dan
pelanggan didasarkan pada volume produksi seperti jam tenaga kerja langsung,
jam mesin, dan bahan baku. Padahal tidak semua pemicu baiaya adalah volume
produksi, tetapi aktivitaslah yang menyebabkan biaya.

Pengelolaan aktivitas merupakan suatu proses pengindetifikasian aktivitas


yang dijalankan perusahaan, penurunan nilainya bagi perusahaaan, pemilihan
serta pelaksanaan aktivitas yang menambah nilai bagi konsumen, dan
mengidentifikasi atau menghubungkan semua aktivitas tak bernilai tambah
sehingga mengahasilkan penurunan biaya. Metode ini disebut dengan manajemen
berdasarkan aktivitas atau Activity Based Management (ABM) yang akan dibahas
lebih lengkap pada makalah ini. Secara singkat Activity Based Management
(ABM) merupakan pendekatan untuk keseluruhan sistem yang terintegrasi dan
dan berfokus pada perhatian manajemen atas berbagai aktivitas dengan tujuan

2
meningkatkan nilai bagi pelanggan dan laba yang dapat dicapai dengan
mewujudkan nilai ini.

I.2 Rumusan Masalah

a. Apa pengertian dari Activity Based Management (ABM)?


b. Apa saja kategori dari Activity Based Management (ABM)?
c. Apa saja bentuk dari Analisis Nilai Proses (Procces Value Analysis)?
d. Apa saja bentuk dari Pengukuran Kinerja Aktivitas?
e. Apa saja bentuk dari Pengukuran Nonkeuangan Kinerja Aktivitas?

I.3 Tujuan

a. Guna mengetahui pengertian dari Activity Based Management (ABM).


b. Guna mengetahui kategori apa saja dari Activity Based Management (ABM).
c. Guna mengetahui bentuk dari Analisis Nilai Proses (Procces Value Analysis).
d. Guna mengetahui bentuk dari Pengukuran Kinerja Aktivitas.
e. Guna mengetahui bentuk dari Pengukuran Nonkeuangan Kinerja Aktivitas.

3
BAB II
PEMBAHASAN

II.1 Activity Based Management (ABM)


BM (Activity Based Management) merupakan suatu metode pengelolaan
aktivitas yang bertujuan untuk meningkatkan nilai (value) produk atau jasa untuk
konsumen, meningkatkan daya saing, dan meningkatkan profitabilitas
perusahaan. ABM mengandalkan Activity Based Costing sebagai sumber
informasinya. Sementara fokus perhatiannya adalah efektivitas dan efisiensi
aktivitas serta proses kunci bisnis. Penggunaan ABM akan memberikan manfaat
bagi bisnis melalui perbaikan operasi, pengurangan biaya, atau penciptaan nilai
bagi konsumen dengan mengidentifikasi sumber daya yang dikeluarkan untuk
konsumen, produk, atau jasa. ABM membantu manajemen berfokus pada faktor-
faktor sukses perusahaan yang paling penting dan membawa pada keunggulan
kompetitif.

II.2 Kategori atau Bentuk Activity Based Management (ABM)


1) ABM operasional dan ABM strategis
ABM operasional mengarah pada efisiensi operasi, utilisasi aset, dan
penggunaan biaya yang lebih rendah. Fokusnya adalah mengerjakan sesuatu
dengan benar dan melakukan aktivitas dengan cara yang lebih efisien.
Aplikasi ABM menggunakan teknik teknik manajemen seperti manajemen
aktivitas, perekayasaan proses bisnis (business process reengineering), TQM,
dan pengukuran kinerja.

Sedangkan ABM strategis mengarahkan manajemen untuk


mendapatkan manfaat dari model biaya ABC melalui pengendalian biaya dan
pembuatan keputusan untuk produk individual layanan, dan konsumen. ABM

4
strategis bekerja melalui pengubahan kombinasi aktivitas menjauhi aplikasi-
aplikasi mahal dan tidak menguntungkan sehingga pendapatan akan lebih
besar daripada biaya aktivitas yang dibutuhkan. ABM strategis akan
memberikan petunjuk dalam pembuatan keputusan yaitu, bauran produk dan
penentuan harga, hubungan dengan konsumen, hubungan dengan pemasok
dan pemilihan, serta pendesainan produk dan pengembangan produk.

2) Activity Based Costing dan Activity Based Management

ABC (Activity Based Costing) telah lama dikenal. ABC merupakan


suatu teknik untuk memahami biaya dan membatasi biaya dalam produk
untuk konsumen. ABC sering disebut sebagai teknik untuk meningkatkan
profitabilitas perusahaan. Oleh karena itu, manajemen akan mendapatkan
pemahaman mendalam mengenai proses bisnisnya dan perilaku biaya dalam
proses analisis ABC, manajemen akan mengaplikasikan pandangan yang
diperoleh selama menjalankan proses mendapatkan fakta dalam ABC. Hal
tersebut bertujuan untuk meningkatkan kualitas pengambilan keputusannya.
Aktivitas manajemen ini disebut sebagai Activity Based Management.

ABC merupakan bagian ABM yang digunakan untuk hal-hal berikut


ini.

a. Mendesain produk atau jasa untuk memenuhi bahkan melebihi keinginan


konsumen dan mampu menghasilkan laba yang lebih besar.
b. Memberi tanda untuk melanjutkan atau menghentikan perbaikan kualitas,
kecepatan dan efisiensi yang berkelanjutan.
c. Mengarahkan penentuan bauran produk dan keputusan investasi
d. Memilih pemasok
e. Negosiasi produk, fitur, kualitas, dan layanan untuk konsumen.
f. Memanfaatkan proses distribusi dan layanan pada konsumen sasaran
secara efisien dan efektif.
g. Meningkatkan nilai produk dan jasa perusahaan.

5
II.3 Analisis Nilai Proses (Process Value Analysis)
(gambar) Penggunaan ABC dalam ABM akan memberikan arah yang tepat
dalam perhitungan biaya produk dan analisis nilai proses. Model ABM memiliki
dua dimensi, yaitu dimensi biaya dan dimensi proses, Dimensi biaya memberikan
informasi mengenai sumber daya, aktivitas, produk, konsumen, dan objek biaya
lain yang menjadi perhatian. Dalam model ini, biaya sumber daya ditelusur
kembali pada aktivitas. Kemudian, biaya aktivitas tersebut dibebankan pada
produk dan konsumen. Dimensi proses memberi informasi tentang aktivitas yang
dikerjakan, tujuan dilakukannya aktivitas, dan seberapa baik aktivitas itu
dilakukan. Dimensi ini memberi kemampuan untuk melakukan dan mengukur
perbaikan yang berkelanjutan. Dalam analisis nilai proses terdapat beberapa hal
yang merupakan dasar dalam menerapkan ABM, yaitu sebagai berikut:

1) Analisis Pemicu: Mencari Akar Penyebab


Pengelolaan aktivitas membutuhkan pemahaman mengenai penyebab
biaya aktivitas Setiap aktivitas memiliki input dan output. Input aktivitas

6
(activity input) adalah sumber daya yang dikonsumsi oleh aktivitas dalam
proses menghasilkan output. Sebagai contoh, aktivitas membuat meja kayu.
Input aktivitas tersebut adalah tukang kayu, potongan potongan kayu, alat-alat
pertukangan, paku, dan cat. Output aktivitas (activity output) adalah hasil atau
produk sebuah aktivitas. Berdasarkan contoh aktivitas membuat meja, output-
nya adalah sebuah meja kayu berwarna merah. Pengukuran sebuah output
aktivitas adalah jumlah waktu yang dibutuhkan untuk melakukan sebuah
aktivitas Itulah pengukuran yang dapat dihitung untuk sebuah output.
Misalnya, jumlah meja kayu berwarna merah adalah ukuran yang dapat
digunakan untuk melakukan pengukuran aktivitas membuat meja.
Pengukuran sebuah output akan efektif apabila yang diukur adalah
pemicu aktivitas Pemicu aktivitas adalah penyebab timbulnya permintaan
sebuah aktivitas. Jika permintaan atas aktivitas berubah maka biaya aktivitas
juga akan berubah. Misalnya, sebuah pabrik mebel membuat meja lebih
banyak sehingga aktivitas pembuatan meja akan mengonsumsi lebih banyak
input (tenaga kerja, kayu, paku, dan cat). Namun demikian, ukuran output
(jumlah meja) mungkin tidak berkaitan secara langsung dengan akar penyebab
biaya aktivitas. Tenaga kerja, kayu, paku, dan cat hanyalah konsekuensi yang
muncul karena dilakukannya sebuah aktivitas. Tujuan analisis pemicu adalah
untuk mengetahui akar penyebab munculnya suatu aktivitas. Analisis pemicu
sendiri diartikan sebagai sebuah usaha untuk memperluas identifikasi faktor-
faktor yang menjadi akar penyebab biaya aktivitas. Misalnya, manajemen
dapat mengetahui penyebab munculnya biaya pemindahan bahan adalah tata
letak bangunan pabrik setelah melakukan analisis pemicu. Jika penyebab
tersebut dapat diketahui maka manajemen dapat mengambil tindakan untuk
meningkatkan kualitas aktivitas. Misalnya dengan melakukan penataan ulang
tata letak bangunan pabrik sehingga dapat mengurangi biaya pemindahan
bahan.
2) Analisis Aktivitas: Identifikasi dan Penentuan Kandungan Nilai

7
Perusahaan sebaiknya melakukan aktivitas berdasarkan kebutuhan
produk atau konsumen Aktivitas dengan pertimbangan kedua hal tersebut
akan mengarahkan perusahaan pada efisiensi sehingga lebih fokus pada value
content. Perusahaanpun menjadi lebih kompetitif dibandingkan pesaingnya.
Oleh karena itu, manajemen harus mampu membedakan antara aktivitas yang
memberi nilai tambah (value added activities) dan aktivitas yang tidak
memberi nilai tambah (nonvalue-added activities). Untuk tujuan tersebut,
manajemen perlu menggunakan analisis aktivitas. Analisis aktivitas (activity
analysis) adalah suatu analisis yang digunakan untuk mengidentifikasi dan
menentukan kandungan nilai suatu aktivitas. Umumnya, perusahaan
melakukan aktivitas untuk alasan-alasan yaitu, memenuhi spesifikasi produk
atau jasa atau untuk memuaskan keinginan konsumen, menjaga
keberlangsungan usaha perusahaan, dan menjaga manfaat bagi organisasi.
Contoh aktivitas yang dibutuhkan untuk menjaga kelangsungan usaha
adalah pemeliharaan bangunan, keamanan pabrik, dan pemenuhan aturan-
aturan pemerintah. Walaupun aktivitas-aktivitas ini tidak menambah nilai
(value) bagi konsumen, tetapi tidak dapat dihilangkan. Inti analisis nilai
proses adalah analisis aktivitas. Analisis aktivitas adalah proses
mengidentifikasi, menjelaskan, dan mengevaluasi aktivitas-aktivitas yang
dilakukan oleh sebuah organisasi. Analisis aktivitas harus menghasilkan
empat keluaran berikut ini:
a. Aktivitas yang dilakukan.
b. Jumlah orang yang melakukan aktivitas.
c. Jumlah sumber daya dan waktu yang digunakan untuk melaksanakan
aktivitas.
d. Penentuan nilai aktivitas terhadap organisasi, termasuk rekomendasi untuk
memilih dan mempertahankan hanya aktivitas yang bernilai tambah.
3) Analisis Bernilai Tambah dan Tidak Bernilai Tambah
Aktivitas bernilai tambah (Value Added Activities) adalah aktivitas
yang dapat meningkatkan nilai produk atau jasa untuk konsumen.

8
Penghilangan aktivitas ini secara otomatis akan menurunkan nilai produk atau
jasa untuk konsumen. Aktivitas memotong kain pada saat membuat baju,
memasang paku pada saat membuat rangka atap, dan menuangkan besi cair
pada saat mencetak plat merupakan contoh aktivitas bernilai tambah.
Aktivitas bernilai tambah merupakan aktivitas yang memenuhi hal-hal berikut
ini:
a. Ada perubahan bentuk.
b. Bentuk yang dihasilkan tidak diperoleh dari aktivitas sebelumnya.
c. Aktivitas lain menjadi dapat dilakukan.
d. Untuk memenuhi permintaan atau harapan konsumen.
e. Mendorong pembelian material atau komponen produk.
f. Berkontribusi terhadap kepuasan konsumen.
g. Salah satu langkah penting dalam proses bisnis.
h. Untuk memecahkan atau menghilangkan masalah kualitas.
i. Dilakukan atas permintaan konsumen atau memuaskan mereka.

Aktivitas bernilai tambah merupakan aktivitas yang harus dijaga


keberadaannya di dalam bisnis. Agar dapat disebut sebagai aktivitas bernilai
tambah, suatu aktivitas harus memenuhi minimalnya tiga kriteria, yaitu
aktivitas tersebut menyebabkan perubahan bentuk, perubahan bentuk tidak
diperoleh dari aktivitas sebelumnya, dan menyebabkan aktivitas lain dapat
dilakukan.

Aktivitas tidak bernilai tambah (Nonvalue Added Activity) adalah


suatu aktivitas yang mengonsumsi waktu, sumber daya, atau tempat tetapi
hanya memberikan sedikit nilai tambah bagi kepuasan konsumen atau bahkan
sama sekali tidak memberi nilai tambah. Jika aktivitas ini dihilangkan, nilai
atau kepuasan konsumen tidak akan berkurang, tetapi konsumen tidak akan
menyadarinya. Aktivitas tidak bernilai tambah adalah aktivitas yang memiliki
ciri-ciri seperti berikut ini:

9
a. Dapat dihilangkan tanpa memengaruhi bentuk, kenyamanan, atau fungsi
produk atau jasa.
b. Menimbulkan pemborosan dan hanya memberikan sedikit nilai tambah
bagi produk atau jasa atau bahkan tidak memberi nilai tambah sama
sekali.
c. Dilakukan karena adanya inefisiensi atau kesalahan dalam aliran proses.
d. Pekerjaan ulang atas suatu pekerjaan yang telah dilakukan pada bagian
atau departemen lain.
e. Dilakukan untuk mengawasi masalah kualitas.

Pelaksanaan aktivitas tidak bernilai tambah menyebabkan munculnya


biaya tidak bernilai tambah. Munculnya biaya tersebut mengindikasikan
terjadinya inefisiensi. Seiring dengan semakin ketatnya persaingan, banyak
perusahaan berusaha keras untuk menghilangkan aktivitas tidak bernilai
tambah ini karena menyebabkan biaya semakin tinggi. Pada saat yang sama,
perusahaan juga berusaha mengoptimalkan aktivitas bernilai tambah.

Tujuan analisis aktivitas adalah untuk menghilangkan pemborosan


(Waste). Seiring hilangnya pemborosan, biaya menjadi berkurang.
Pengurangan biaya mengikuti penghapusan pemborosan. Hal yang terpenting
adalah cara mengelola penyebab biaya bukan cara mengelola biaya itu sendiri.
Walaupun pengelolaan biaya akan meningkatkan efisiensi aktivitas tetapi
menjadi tidak penting jika aktivitas tersebut tidak dibutuhkan dalam proses
memuaskan konsumen Aktivitas yang tidak dibutuhkan merupakan
pemborosan dan seharusnya dihapus

3) Strategi Pengurangan Biaya


Perusahaan harus terus melakukan perbaikan berkelanjutan
(Continuous Improvement) supaya dapat bersaing dan unggul di pasar. Dalam
perbaikan berkelanjutan terkandung tujuan pengurangan biaya. Kondisi
kompetitif menghendaki agar suatu bisnis dapat menghasilkan produk tepat
waktu, sesuai keinginan konsumen, dan dengan harga terendah yang paling

10
masuk akal. Berdasarkan hal tersebut, perusahaan harus terus berupaya untuk
melakukan perbaikan biaya. Salah satu metode yang dapat digunakan adalah
penentuan biaya kaizen (Kaizen Costing). Kaizen adalah istilah Jepang yang
artinya perbaikan berkelanjutan. Karakteristik umum kaizen adalah sebagai
berikut.
a. Fokus utama kuizen adalah menginformasikan dan memotivasi manajer
untuk melakukan pengurangan terhadap biaya dan bukan pada akurasi
perhitungan biaya produk.
b. Upaya dalam melakukan pengurangan biaya merupakan tanggung jawab
dan kerja tim bukan individu.
c. Frekuensi, bahkan secara batch per batch, biaya produksi sesungguhnya
dihitung dibagikan, dan dianalisis oleh para pegawai lini depan. Dalam
beberapa hal, bukan bagian akuntansi perusahaan yang bertugas
mengumpulkan informasi tersebut tetapi tim yang sudah dibentuk.
d. Informasi biaya yang dipergunakan oleh tim bersifat khusus sesuai dengan
kebutuhan dan lingkungan produksinya. Biasanya difokuskan pada
bidang-bidang yang memiliki peluang pengurangan biaya paling tinggi.
e. Standar biaya selalu disesuaikan. Hal tersebut bertujuan untuk
merefleksikan pengurangan biaya di masa lalu dan target perbaikan di
masa yang akan datang. Selain itu juga membuktikan bahwa inovasi
perbaikan selalu membawa dampak baik dan dapat digunakan untuk
perbaikan tahap berikutnya.
f. Tim kerja bertanggung jawab untuk menghasilkan ide-ide pengurangan
biaya. Mereka memiliki otoritas untuk menentukan investasi skala kecil
dengan syarat. dapat mendemonstrasikan pengembalian dari hasil
pengurangan biaya.

Analisis aktivitas menjadi elemen kunci dalam metode kaizen.


Analisis aktivitas dapat mengurangi biaya dengan empat cara berikut ini.

11
a. Penghapusan aktivitas (Activity Elimination). Cara ini dilakukan melalui
penghapusan aktivitas yang tidak menghasilkan nilai tambah atau hanya
sedikit memberi nilai tambah bagi produk, jasa, atau konsumen, dan tidak
berdampak terhadap kelangsungan usaha perusahaan.
b. Pemilihan aktivitas (Activity Selection). Cara ini dilakukan dengan
memilih akti aktivitas tertentu yang akan dijadikan satu set aktivitas sesuai
dengan strateg kompetisi yang digunakan perusahaan. Pada kerangka
kaizen, penggunaan strategi yang berbeda akan menyebabkan aktivitas
yang berbeda pula. Misalnya, strategi desain produk yang berbeda akan
membutuhkan aktivitas produksi yang berbeda pula.
c. Pengurangan aktivitas (Activity Reduction). Cara ini dilakukan dengan
mengiring konsumsi waktu dan atau sumber daya oleh aktivitas.
Pendekatan ini dilakuka dengan tujuan meningkatkan efisiensi aktivitas
yang dibutuhkan atau menghilangkan aktivitas yang tidak bernilai tambah.
Aktivitas pengesetan merupakan aktivitas yang dibutuhkan perusahaan.
Pengurangan aktivitas pada aktivitas pengesetan dilakukan dengan cara
mengurangi waktu pengesetan.
d. Pembagian aktivitas (Activity Sharing). Cara ini dilakukan dengan
melaksanakan aktivitas pada skala keekonomian. Pembagian aktivitas
akan meningkatkan efisiens aktivitas yang dibutuhkan dengan
menggunakan skala ekonomi (Economies Of Scale). Upaya meningkatkan
penggunaan pemicu biaya tanpa meningkatkan total biaya aktivitas.
Secara spesifik, jumlah pemicu biaya akan meningkat tanpa harus
menambah total biaya dari aktivitas tersebut. Hal ini akan menghasilkan
penurunan biaya per unit dari pemicu dan jumlah biaya yang dapat dilacak
ke dalam produk yang mengonsumsi aktivitas tersebut. Misalnya, sebuah
produk baru didesais dengan menggunakan komponen yang telah
digunakan oleh produk yang telah ada. Penggunaan komponen produk
yang digunakan juga oleh produk yang telah ada dapat menghindari
aktivitas pembuatan komponen baru.

12
Tujuan kaizen sebenarnya adalah perbaikan proses-proses penting
secara konstan sehingga biaya dapat dikurangi secara bertahap termasuk lini
produksi yang sudah matang sensitifitas harganya tinggi, dan tidak
memerlukan inovasi produk. Kaizen tidak ditujukan untuk mencapai stabilitas
proses produksi yang didasarkan pada standar kerja yang telah ditentukan
sebelumnya.

II.4 Pengukuran Kinerja Aktivitas


Informasi mengenai kinerja aktivitas dan proses yang telah dilakukan
menjadi dasar dari upaya-upaya manajemen untuk meningkatkan kemampuan
dalam memperoleh keuntungan. Pengukuran kinerja aktivitas berupa ukuran
keuangan dan nonkeuangan. Pengukuran ini didesain untuk menentukan
sebaik apa sebuah aktivitas dilakukan dan bagaimana hasil yang dicapainya.
Selain itu juga didesain untuk mengungkap jika terdapat perbaikan-perbaikan
yang sudah direalisasi secara kinerja alktivitas berpusat pada tiga dimensi
ulama yaitu efisiensi, konstan, pengukuran kualitas dan waktu.

Efisiensi berfokus pada hubungan antara input aktivitas dan output


aktivitas. Sebagai contoh, salah satu cara untuk meningkatkan efisiensi
aktivitas adalah dengan mnemproduksi aktivitas menggunakan biaya input
yang lebih murah. Perlu diperhatikan kualitas output dalam melakukan
aktivitas (yang dilakukan pertama) dengan benar. Jika output konsentrasi
aktivitas perlu diulang. Pengulangan tersebut akan mengakibatkan aktivitas
cacat maka tidak perlu sekaligus mengurangi efisiensi. Waktu yang
dihabiskan untuk biaya yang aktivitas pertama dan pengulangan juga perlu
dipertimbangkan. Semakin lama melakukan: waktu yang digunakan, semakin
banyak konsumsi sumber dayanya dan semakin rendah kemampuan untuk
merespons permintaan konsumen.

Ukuran keuangan scharusnya juga mengindikasikan potensi


penghematan dan penghematan aktual, contoh ukuran keuangan efsiensi
aktivitas adalah laporan biaya aktivitas bernilai tambah dan tidak bemilai

13
tambah, laporan trend aktivitas, pengesetan standar kaizen, benchmarking,
activity flexible budgeting, serta penentuan biaya siklus hidup (Life-Cycle
Costing).

1) Laporan Biaya Bernilai Tambah dan Tidak Bernilai Tambah


Manajemen dapat membandingkan antara biaya aktivitas
sesungguhnya dengan biaya aktivitas bernilai tambah untuk menentukan
level aktivitas nonproduktif (aktivitas yang inefisien) dan tindakan
perbaikannya. Dasar untuk mengidentifkasi dan menghitung biaya bernilai
tambah dan tidak bernilai tambah adalah hasil identifikasi ukuran output
untuk setiap aktivitas, Hasil identifikasi ukuran ouput digunakan untuk
menentukan jumlah standar sctiap aktivitas. Biaya bernilai tambah dapat
dihitung dengan formula berikut ini:

Biaya bernilai tambah = KS x HS

Sedangkan biaya tidak bernilai tambah dapat dihitung dengan formula

Biaya tidak bernilai tambah = (KA-KS) x HS

Keterangan:

KS = Kuantitas

HS = Harga standar per unit untuk ukuran output aktivitas.

KA = Kuantitas aktual atau sesungguhnya output sesungguhnya output


sebuah aktivitas yang digunakan (jika sumber daya disediakan
sebanyak yang dibutuhkan) atau jumlah sesungguhnya kapasitas
aktivitas yang dimiliki (sumber daya disediakan terlebih dahulu
untuk digunakan)

14
Sebagai ilustrasi untuk konsep tersebut digunakan contoh
penyusunan laporan biaya bernilai tambah dan tidak bernilai tambah pada
PT Pluto. PT Pluto adalah perusahaan yang bergerak di bidang
manufaktur mesin diesel. Pengamatan difokuskan pada empat aktivitas,
yaitu aktivitas penggunaan mesin, aktivitas pengerjaan ulang, aktivitas
pengesetan, dan aktivitas inspeksi (dianggarkan sebesar Rp6.000.000
untuk dua pengawas) dengan data aktivitas seperti pada Peraga 7.2.

Pada Peraga 7.3 mengklasifikasikan biaya dalam empat aktivitas


bernilai tambah atau empat aktivitas tidak bernilai tambah. Aktivitas
pengerjaan ulang, pengesetan, dan inspeksi merupakan aktivitas tidak
bernilai tambah. Oleh karena itu, nilai pada biaya bernilai tambah adalah
nol atau tidak ada. Pada laporan biaya bernilai tambah, manajer dapat

15
melihat adanya biaya tidak bernilai tambah. Konsekuensinya pada bagian
tersebut manajer harus fokus pada peluang perbaikan. Misalnya,
manajemen dapat mengurangi penggunaan mesin karena adanya
kerusakan mesin dan kemacetan produksi dengan menempatkan karyawan
yang berpengalaman atau menggunakan mesin yang masih beroperasi
baik. Dengan pengambilan keputusan yang benar, manajemen dapat
mengurangi biaya penggunaan mesin. Pelatihan karyawan produksi
merupakan cara yang dapat digunakan untuk mengurangi pengerjaan
ulang Pengurangan jumlah pengesetan melalui pendesaiman ulang produk
dan memilih penasuk yang andal merupakan langkah yang dapat
meningkatkan kinerja aktivitas pengesetan dan inspeksi.

2) Laporan Trend
Manajer selalu ingin mengetahui apakah tindakan-tindakan yang
dilakukan untuk perbaikan aktivitas telah membawa hasil. Salah satu cara
untuk mengetahuinya adalah dengan membandingkan biaya setiap
aktivitas dari periode ke periode. Tujuan dari perbaikan aktivitas adalah
pengurangan biaya, sehingga akan terlihat penurunan biaya tidak bernilai
tambah dari satu perinde ke periode berikutnya. Misalnya, PT Pluto mulai
melakukan perbaikan terhadap empat aktivitas utama tahun 2013. PT
Pluto melakukan pendesainan ulang produk, pemeliharaan mesin
terjadwal, pelatihan karyawan untuk tenaga kerja langsung pada proses
perakitan, dan program evaluasi pemasok. Keefektifan program-program
tersebut dapat mengurangi biaya dan bisa dilihat pada Peraga 7.4. Tahun
2012 digunakan sebagai tahun dasar. Perbandingan antarperiode dapat
dilakukan jika kuantitas standar aktivitas antartahun yang dibandingkan
adalah sama. Seandainya kuantitas standar antarperiode berbeda maka
dapat dilakukan penyesuaian menggunakan persentase deviasi standar
antara tahun yang diukur dengan tahun dasar.

16
Laporan trend pada Peraga 7.4 menunjukkan bahwa pengurangan
biaya telah terjadi seperti yang diharapkan. Lebih dari sepertiga biaya
tidak bernilai tambah berhasil dikurangi. Masih tersedia banyak ruang
untuk melakukan perbaikan aktivitas yang telah berhasil dilakukan
sebelumnya. Melaporkan biaya tidak bernilai tambah tidak hanya
mengungkapkan pengurangan biaya yang telah dilakukan, tetapi juga
memberikan informasi bagi manajer terkait potensi pengurangan biaya
yang masih dapat dilakukan.

Standar aktivitas bernilai tambah dapat terus berubah seiring dengan


penggunaan teknologi baru, desain baru, serta Inovasi-inovasi lain yang
dapat mengubah sifat aktivitas yang dilakukan. Aktivitas yang sebelumnya
memberikan nilai tambah dapat menjadi aktivitas tidak bernilai tambah.
Sebaliknya, aktivitas yang sebelumnya tidak bernilai tambah dapat
menjadi aktivitas bernilai tambah.
Jika manajemen berfokus pada pengurangan biaya tidak bernilai
tambah maka dapat dibuat sebuah standar interim yang dapat digunakan
untuk mengidentifikasi jumlah perbaikan yang ditentukan. Rencana
perbaikan ditentukan pada angka yang dapat dicapai dan didefinisikan
menjadi sebuah bentuk standar yang dapat dicapai. Perbandingan biaya

17
sesungguhnya dengan standar yang dapat dicapai dapat memberikan
ukuran seberapa baik tujuan perbaikan pada suatu periode dapat dipenuhi.
3) Bechmarking
Pendekatan lain yang dapat digunakan untuk membuat standar
penilaian yang dapat digunakan untuk melihat peluang perbaikan aktivitas
adalah dengan menggunakan benchmarking. Benchmarking adalah suatu
metode analisis yang dilakukan dengan cara melakukan perbandingan
suatu ukuran unit-unit yang berbeda dalam organisasi yang melakukan
aktivitas sama. Dalam benchmarking, digunakan praktik terbaik (Best
Practices) sebagai standar evaluasi kinerja. Unit dengan kinerja aktivitas
terbaik digunakan sebagai standar bagi unit lain. Unit tersebut kemudian
membagi informasi pada unit lain, bagaimana mereka mencapai hasil
terbaik tersebut. Untuk dapat melakukan hal ini, harus dipastikan bahwa
definisi aktivitas dan pengukuran output aktivitas harus konsisten antar
unit yang berbeda.
Misalnya, output aktivitas pembelian diukur dengan menggunakan
jumlah order Sebuah fasilitas pabrik mengeluarkan biaya pembelian
sebesar Rp100.000.000 dengan output sebanyak 5.000 order pembelian.
Jika biaya pembelian dibagi dengan jumlah order pembelian, maka
didapatkan biaya per order sebesar Rp20.000. Seandainya biaya terbaik
per order sebesar Rp15.000, maka fasilitas pabrik dengan biaya pembelian
Rp20.000 per order masih memiliki peluang untuk mengurangi biaya
pembeliannya sebesar Rp5.000.
Tujuan pendekatan ini adalah menjadi yang terbaik dalam
melakukan aktivitas dan proses. Idealnya, perbandingan dalam
benchmarking dilakukan dengan para pesaing atau industri lain. Terdapat
aktivitas dan proses tertentu yang umum ada di semua organisasi. Jika
benchmarking eksternal terbaik dapat diidentifikasi, maka benchmarking
dapat digunakan sebagai standar untuk memotivasi perbaikan internal.
Namun, sering kali terdapat kesulitan dalam mendapatkan data untuk

18
melakukan benchmarking dengan pihak eksternal. Hal tersebut karena
data-data yang diperlukan berkaitan atau mengandung rahasia perusahaan
sehingga tidak dipublikasikan secara luas.
4) Penganggaran fleksibel aktivitas (Activity Flexible Budgeting)
Dalam pendekatan tradisional, aktivitas disusun menurut asumsi
bahwa semua biaya hanya disebabkan oleh satu pemicu biaya (lazimnya
menggunakan jam tenaga kerja langsung). Semua formulasi perhitungan
biaya untuk setiap unsur biaya adalah hasil fungsi dari tenaga kerja
langsung yang dilakukan untuk memprediksi besaran biaya berapapun
banyaknya aktivitas. Peraga 7.5 menunjukkan contoh penganggaran
fleksibel tradisional.

Seperti dibahas pada Bab 6, variasi biaya disebabkan oleh lebih


dari satu pemicu. Secara tidak langsung, pemicu-pemicu tersebut hanya
berkorelasi dengan jam tenaga kerja langsung sehingga pada pendekatan
tradisional prediksi biaya aktivitas dapat memberikan arah yang tidak
tepat. Kemampuan memprediksi perubahan biaya aktivitas melalui
pengukuran output aktivitas dibutuhkan agar manajer lebih berhati-hati

19
dalam melakukan perencanaan dan memonitor kinerja aktivitas. Untuk
mengatasi kelemahan pendekatan tradisional tersebut, dapat digunakan
penganggaran fleksibel aktivitas.
Dalam penganggaran fleksibel aktivitas, anggaran disusun
menggunakan lebih dari satu pemicu. Agar penyajiannya sederhana dan
mudah dipahami, disusun berkelompok menurut kesamaan aktivitas.
Aktivitas yang homogen dijadikan satu dan anggaran setiap kelompok
dibuat menggunakan satu pemicu yang sama. Untuk menentukan formula
biaya dapat menggunakan metode-metode estimasi yang lazim (misalnya
metode tertinggi- terendah/high-low method, least square). Berbagai
metode dapat dipilih sepanjang setiap komponen biaya variabel aktivitas
dapat merespons kebutuhan sumber daya pada saat dibutuhkan dan
komponen biaya tetap dapat merespons penggunaan sumber daya telah
ada. Biaya ini dapat dibandingkan dengan biaya sesungguhnya untuk
menentukan tingkat kinerja anggaran. Penggunaan banyak formula
memungkinkan manajer mengamati dan memprediksi dengan lebih akurat
perubahan biaya pada tingkatan penggunaan yang berbeda yang tergambar
dalam hasil pengukuran output aktivitas. Peraga 7.6 meyajikan
penganggaran fleksibel aktivitas

Pada Peraga 7.7 terdapat perbandingan antara biaya pada aktivitas


dianggarkan dengan biaya yang sesungguhnya terjadi. Terdapat unsur
anggaran yang sesuai dengan target, tetapi beberapa unsur anggaran yang
lain tidak sesuai dengan target. Dengan perbandingan tersebut, manajer
dapat melihat besarnya penyimpangan dari target serta mengetahui
dampak penyimpangan tersebut menguntungkan atau merugikan bagi
perusahaan dengan selisih menguntungkan sebesar Rp. 91.500.00.

20
Selain membandingkan antara total biaya dianggarkan dengan total
biaya sesungguhnya pada tingkat aktivitas sesungguhnya setiap aktivitas,
juga dapat dilakukan perbandingan biaya tetap aktivitas sesungguhnya
dengan biaya tetap dianggarkan serta biaya variabel aktivitas
sesungguhnya dengan biaya variabel aktivitas dianggarkan. Misalnya,
biaya tetap aktivitas penerimaan barang sesungguhnya Rp65.000.000
(karena ada kenaikan gaji bagian penerimaan) dan biaya variabel aktivitas

21
penerimaan barang sebesar Rp55.000.000, maka selisih anggaran tetap
dan variabel dapat dihitung seperti tampak pada Peraga 7.8.
Agar lebih informatif dan dapat memberikan gambaran yang lebih
jelas, analisis komponen biaya tetap dapat dipecah menjadi dua, yaitu
analists selisih pengeluaran dan selisih volume, serta selisih kapasitas tak
terpakai. Analisis tersebut dapat dilihat pada Peraga 7.9 (menggunakan
aktivitas penerimaan). Dalam kerangka analisis ini, selisih volume
memiliki interpretasi ekonomis sebagai biaya tidak bernilai tambah dari
aktivitas penerimaan. Selisih pengeluaran adalah selisih akibat tarif.

Selisih volume mengukur jumlah perbaikan yang mungkin


dilakukan melalui analisis dan pengelolaan aktivitas. Beberapa aktivitas
diperoleh dalam ukuran blok, seperti penerimaan (orang yang menerima
barang yang dibeli). Oleh karena itu, perlu diukur kebutuhan aktivitas
tersebut (kapasitas digunakan) agar manajemen dapat melakukan tindakan

22
pengurangan aktivitas ketika suplai aktivitas melebihi kapasitas yang
tersedia. Pada Peraga 7.9 bagian II ditunjukkan analisisnya. Berdasarkan
analisis tersebut akan ditentukan tindakan yang dapat diambil di masa
datang.
Analisis selisih biaya juga perlu dilakukan terhadap biaya variabel,
misalnya menggunakan aktivitas penerimaan barang. Jika anggaran
Rp120.000.000 merupakan biaya untuk pemindahan barang dan biaya ini
merupakan biaya variabel. Anggaran sebesar Rp120.000.000 adalah untuk
60 kali pemindahan barang, maka biaya variabelnya adalah Rp2.000.000
per penerimaan barang (Rp120.000.000/60 penerimaan barang).
Sedangkan tarif biaya variabelnya adalah Rp 916.667 per penerimaan
(Rp55.000.000/60 penerimaan barang). Selisih anggaran aktivitas variabel
dapat dibagi menjadi dua kumponen, yaitu selisih pengeluaran variabel
dan selisih efisiensi variabel. Pada komponen variabel tidak ada selisih
kapasitas tidak digunakan karena sumber daya baru didapatkan ketika
dibutuhkan. Jumlah aktivitas digunakan selalu sama dengan junilah
aktivitas sesungguhnya. Peragu 7.10 menunjukkan analisis selisih biaya
aktivitas variabel.

23
24
5) Life-Cycle Cost Budgeting
Siklus hidup produk (product life-cycle) secara sederhana adalah
jangka waktu sejak sebuah produk dikonsepkan sampai dengan produk
tersebut dihentikan. Biaya siklus hidup (Life-Cycle Cost) adalah semua
biaya yang berkaitan dengan seluruh siklus hidup sebuah produk. Di mulai
dari tahapan pengembangan (perencanaan, desain, dan pengujian), tahapan
produksi (aktivitas pengubahan bentuk atau konversi), dan pendukung
logistik (diantaranya pengadvertasian, distribusi, garansi, dan servis). Di
antara semua aktivitas pada siklus hidup produk, aktivitas pendesainan
sangat menentukan biaya yang terjadi. Biaya terikat untuk produk pada
siklus hidup produk sebagian besar terjadi pada tahapan pengembangan,
kemudian pertambahannya mulai berkurang pada saat memasuki tahapan
produksi, dan mendekati rata-rata (pertambahannya kecil sekali) pada
tahapan logistik (ditunjukkan pada Peraga 7.11).
Pada tahap pengembangan produk, binya peluncuran produk dan
biaya untuk mendapatkan konsumen sangat tinggi. Pada tahap ini, manajer
harus melihat profitabilitas sebagai profitabilitas seumur hidup pada
produk individual dan konsumen, bukannya profitabilitas dari tahun ke
tahun. Jika profitabilitas dilihat secara tahun ke tahun, maka produk akan
menjadi tidak menarik karena biaya yang sangat tinggi sedangkan
pendapatan masih cenderung rendah.

25
Seperti terlihat pada Peraga 7.11, kurang lebih 90 persen dari biaya
produk terjadi pada tahapan pengembangan sehingga sangat masuk akal
jika manajemen memasarkan mahanya untuk mengurangi biaya produk
pada tahapan ini. Peluang sebenarnya untuk mengurang biaya produk
berada pada tahap sebelum proses manufaktur dilakukan. Untuk im
manner perlu melakukan lebih banyak investasi pada aset pramanufaktur
sehingga hiave siklus hidup produk secara keseluruhan menjadi lebih
rendah. Dalam pendekatan tradisicinal, hal ini sering diabaikan
Pengabaian ini disebabkan karena pendefinisian biaya produksi (secara
tradisional) hanya biaya pada tahapan produksi saja. Biaya pada tahapan
pengembangan dan logistik dikategorikan sebagai biaya periodik dan
diabaikan pada saat menghitung profitabilitas produk Untuk dapat
memanfaatkan peluang pengurangan biaya produk dalam tahap
pengembangan, ahli desain produk harus memiliki model biaya yang
akurat, termasuk biaya untuk komponen-komponen yang unik, biaya
untuk menjaga keberlangsungan produk (product sustaining), dan mereka
harus bekerja berdasarkan penentuan biaya target (target costing) yang

26
ketat. Biaya target adalah selisih antara harga jual produk untuk
mendapatkan pangsa pasar yang diinginkan dengan laba per unit yang
diinginkan. Penentuan biaya target pada awalnya merupakan sebuah
metode yang lazim dipergunakan oleh perusahaan di Jepang Mereka
menggunakan penentuan biaya target untuk memotivasi para ahli produk
untuk memilih desain yang dapat diproduksi pada biaya yang rendah Inti
penentuan biaya target adalah silogisme sederhana berikut ini:
a. Biarkan pasar yang menentukan harga jual produk masa depan
b. Berdasarkan harga jual tersebut, tentukan margin laba yang diinginkan
perusahaan
c. Sisa harga jual dikurangi margin laba adalah biaya target produk yang
harus Diproduksi.

Misalnya, harga jual untuk produk kamera digital adalah Rp


1.500.000 dengan pangu pasar 10 persen. Manajer pemasaran
mengindikasikan bahwa dengan menjual produk seharga Rp1.250.000
akan meningkatkan pangsa pasar menjadi 20 persen. Direktur perusahaan
menginginkan laba per unit produk kamera sebesar Rp250,000. Biaya
target untuk kamera digital dapat dihitung sebagai berikut.

Biaya target Rp1.250.000 Rp250,000

Biaya target Rp1.000.000

Jika saat ini biaya produksi per unit untuk produk kamera sebesar
Rp1.200.000. maka pengurangan biaya untuk mencapai biaya target dan
laba yang diinginkan sebesar Rp200.000 (Rp1.200.000 Rp1,000,000).
Untuk mencapai target tersebut manajemen haras menprogramkan
pengurangan biaya melalui analisis dan pengelolaan aktivitas. Biaya target
merupakan salah satu tipe standar yang dapat dicapai. Walaupun secara
konseptual berbeda dengan tipe yang telah dibahas terlebih dahulu, tetapi
yang membedakan adalah motivasi yang mendasarinya. Pada standar yang

27
sebelumnya standar yang dapat dicapai, penentuan standar dimotivasi
secara internal oleh keinginan para ahli dan manajer untuk semakin maju
dengan tujuan meningkatkan standar aktivitas bernilai tambah. Sedangkan
biaya target lebih dimotivasi oleh dorongan eksternal dari konsumen yang
diketahui melalui studi pasar dan pesaing.

II.5 Pengukuran Nonkeuangan Kinerja Aktivitas


Kinerja tidak selalu hanya dapat diukur dari aspek keuangannya saja.
Dalam sistem ukuntansi pertanggungjawaban akuntansi kontemporer,
pengukuran nonkeuangan untuk kinerja juga memiliki peran penting. Pada
lingkungan bisnis tradisional yang relatif stabil, kinerja diukur dengan
membandingkan antara hasil yang sesungguhnya dengan standar yang telah
ditentukan sebelumnya. Saat ini, lingkungan bisnis begitu turbulen sehingga
pengendalian operasional harus lebih cepat merespons (action) suatu kejadian
bahkan sebisa mungkin harus sudah bereaksi sebelum terjadinya suatu
kondisi. Penggunaan pendekatan tradisional sering kali memakan waktu
karena harus menunggu suatu periode standar selesai dan kadang butuh waktu
beberapa minggu, bulan, bahkan tahun. Hal tersebut mengakibatkan
manajemen terlambat untuk merespons suatu kejadian. Perubahan yang
berkelanjutan membutuhkan evaluasi yang lebih tepat waktu. Untuk mencapai
tujuan perubahan berkelanjutan maka peran pekerja dalam kinerja aktivitas
harus ditingkatkan.

Salah satu cara untuk meningkatkan peran pekerja adalah pengukuran


kinerja operasional. Pengukuran operasional berfokus pada ukuran fisik
kinerja aktivitas. Para pekerja berkaitan langsung dengan ukuran-ukuran
operasional. Ukuran pelaporan dapat direspons dengan lebih cepat sehingga
meningkatkan efisiensi. Ukuran kinerja operasional harus mewakili ukuran-
ukuran yang ada untuk memenangkan persaingan dan dapat ditranslasikan
dalam ukuran-ukuran keuangan. Selain itu, ukuran kinerja operasional harus

28
berkaitan dengan tiga dimensi kinerja aktivitas yaitu efisiensi, kualitas, dan
waktu.

1) Pengukuran Efisiensi
Kinerja efisiensi diukur dengan membandingkan antara output
yang dihasilkan dengan input yang dipergunakan. Paila pengukuran
kinerja operasional, lazimnya output untuk proses produksi diukur dalam
satuan unit produksi Satuan ukuran sangat tergantung pada aktivitas yang
diukur. Ukuran aktivitas penerimaan, misalnya dapat diukur dengan
banyaknya jumlah penerimaan. Tujuan pengukurannya adalah untuk
meningkatkan produktivitas aktivitas penerimaan. Hal ini dapat dicapai
misalnya dengan mengurangi jumlah penerimaan barang untuk jumlah
pembelian barang yang sama atau dengan jumlah penerimaan barang yang
sama untule jumlah pembelian yang lebih banyal Topik ini secara lebih
lanjut akan dibahas pada Bab 8.
2) Pengukuran Kualitas
Kualitas produk atau jasa secara operasional dapat didefinisi
sebagai pemenuhan harapan atau bahkan melebihi harapan konsumen.
Ukuran operasional kualitas sangat ditentukan oleh jenis aktivitas atau
proses dan input yang digunakan. Pada proses produksi dengan produk
barang jadi atau komponen, ukuran operasional yang dapat digunakan
misalnya jumlah unit cacat. Jumlah unit cacat dibagi unit total yang
diproduksi, persentase kegagalan eksternal, dan banyaknya bahan sisa
dibagi jumlah bahan digunakan.
Pengukuran kinerja kualitas dimaksudkan untuk mendapatkan
informasi guna mencapai kualitas total, yaitu cacat nol (zero defect), Cacat
nol adalah kinerja aktivitas tanpa kesalahan. Tujuan pengukuran ini adalah
untuk mengetahui perkembangan kualitas yang dicapai perusahaan dan
memberikan motivasi kepada para pekerjanya. Pengukuran kualitas akan
dibahas pada Bab 8.

29
3) Pengukuran Waktu
Terdapat dua karakteristik yang berkaitan dengan kinerja waktu,
yaitu keandalan (reliability) dan daya tanggap (responsiveness).
Keandalan berarti ketepatan waktu output dari aktivitas dapat
disampaikan pada konsumennya. Ini dapat diartikan sebagai kemampuan
memenuhi waktu pengiriman yang dijanjikan. Daya tanggap mengukur
lama waktu tunggu yang dibutuhkan untuk menghasilkan output yang
dibutuhkan. Tujuannya adalah untuk mengurangi waktu tunggu.
Daya tanggap merefleksikan kemampuan perusahaan merespons
permintaan konsumen. Terdapat dua ukuran operasional untuk mengukur
daya tanggap, yaitu waktu siklus (cycle time) dan kecepatan. Waktu
siklus adalah lamanya waktu yang dibutuhkan untuk menghasilkan satu
unit output dari aktivitas. Pada industri manufaktur, waktu sikhis adalah
waktu yang dibutuhkan untuk menghasilkan satu unit produk. Kecepatan
adalah jumlah unit yang dapat dihasilkan dalam satu periode waktu yang
ditentukan
Kedua pengukuran tersebut penting untuk pengukuran
operasional karena menekankan pada kemampuan ketepatan waktu.
Untuk merangsang manajer operasional Jalam mengurangi waktu siklus
dan meningkatkan kecepatan sering kali digunakan pemberian insentif.
Salah satu cara untuk mencapai tujuan ini adalah dengan mengaitkan
waktu siklus produksi dengan biaya produksi dan memberikan
penghargaan kepada manajer operasional yang berhasil mengurangi
biaya. Misalnya, biaya konversi di sebuah sel produksi dapat dibebankan
ke produk dengan dasar banyaknya waktu yang dibutuhkan untuk
melewati suatu sel produksi. Dengan menggunakan waktu produktif
teoretis yang tersedia dalam satu kurun waktu (dalam menit), sebuah
standar biaya bernilai tambah dapat ditentukan dengan rumus sebagai
berikut.

30
Biaya konversi pada sel
Biaya standar per menit =
Jumlah menit tersedia
Biaya konversi per unit = Biaya standar per menit x Waktu siklus
sesungguhnya untuk menghasilkan unit dalam satu kurun waktu
tertentu
Manajer dapat mengetahui potensi peningkatan dengan
membandingkan antara biaya per unit yang dihitung menggunakan waktu
siklus sesungguhnya dengan biaya per unit yang dihitung menggunakan
waktu siklus teoretis atau optimal. Semakin lama waktu yang dibutuhkan
untuk memproduksi, semakin tinggi biaya produksinya. Misalnya, PT
Digdaya memiliki data untuk salah satu sel produksinya sebagai berikut.

Kecepatan teoritis 10 unit per jam


Menit produksi tersedia selama setahun 500.000 menit
Biaya konversi per tahun Rp1.000.000.000
Kecepatan sesungguhnya 6 unit per jam

Waktu konversi sesungguhnya dan teoretis di PT Digdaya dapat


dilihat pada Peraga 7.12. Perhatikan pada Peraga 7.12, biaya konversi per
unit dapat dikurangi dari Rp20.000 menjadi Rp 12.000 dengan cara
mengurangi waktu siklus dari 10 menit per unit menjadi 6 menit per unit
(atau meningkatkan kecepatan dari 6 unit per jam menjadi 10 unit per
jam).
Pengukuran operasional berbasis waktu lain yang dapat
digunakan manajer adalah menghitung keefektifan siklus produksi atau
dikenal sebagai manufacturing cycle efficiency (MCE) yang diformulasi
sebagai berikut.

31
Waktu bernilai tambah adalah waktu yang dibutuhkan untuk
mengubah bahan baku menjadi barang jadi. Waktu untuk aktivitas lain
sebenarnya merupakan waktu untuk melakukan semua aktivitas tidak
bernilai tambah (seperti pemindahan bahan, inspeksi, dan waktu tunggu).
Idealnya, waktu yang dibutuhkan oleh aktivitas tidak bernilai tambah
adalah 0 sehingga nilai MCE yang terbaik adalah 1. Semua upaya yang
dilakukan untuk mendekati MCE = 1 pada hakikatnya adalah upaya
pengurangan biaya. Contoh berikut menggunakan data pada Peraga 7.12.
Waktu siklus sesungguhnya adalah 10 menit sedangkan waktu siklus
teoretis adalah 6 menit. Waktu yang diatributkan pada aktivitas tidak
bernilai tambah adalah 4 menit (10 menit -6 menit), sedangkan MCE
dapat dihitung sebagai berikut.
6 menit
MCE = = 0,6 menit
10 menit

32
BAB III
PENUTUP

III.1 Kesimpulan
Activity Based Management (ABM) atau aktivitas berdasarkan
aktivitas adalah suatu metode pengelolaan aktivitas yang bertujuan untuk
meningkatkan nilai atau value produk jasa untuk konsumen, meningkatkan
daya saing, dan meningkatkan profitabilitas perusahaan. Sederhananya ABM
merupakan suatu proses pengindetifikasian aktivitas yang dijalankan oleh
perusahaan, penentuan nilainya bagi perusahaan, pemilihan serta pelaksanaan
aktivitas yang menambah nilai bagi konsumen, serta mengidentifikasi atau
menghilangkan semua aktivitas tak bernilai tambah sehingga mengahsilkan
penururnan biaya pengidentifikasian. Aktivitas ini dibagi menjadi dua yaitu
aktivitas yang bernilai tambah dan aktivitas yang tidak bernilai tambah.

ABM atau manajemen berdasarkan aktivitas ini meliputu analisis


perhitungan biaya produk berdasarkan aktivitas yang memberikan informasi
mengenai biaya sumber daya, aktivitas, produk, dan pelanggan. Penentuan
biaya sumebr daya yang tepat dan akurat dapat ditelusuri ke aktivitas-aktivitas
yang kemudian biaya aktivitas tersebut dibebankan ke produk dan pelanggan.
Sedangkan analisis nilai dan proses memberikan informasi tentang aktivitas
apa saja yang dilakukan, mengapa aktivitas tersebut dilakukan, dan bagaimana
pelaksanaan dari aktivitas tersebut.

III.2 Saran
Bedasarkan pembahasan dan kesimpulan yang telah diuraikan, maka
Activity Based Management (ABM) atau manajemen berdasarkan aktivitas
sangat penting pada setiap perusahaan. Karena metode ini merupakan salah
satu metode yang digunakan untuk mengurangi biaya dan menggantikan
metode yang lama yaitu metode tradisional. Oleh karena itu, diharapkan
kedepannya ABM dapat berkolaborasi dengan teknologi sehingga dapat
dengan mudah memodernkan aktivitas perusahaan.

33

You might also like