You are on page 1of 11

 

Infeksi nosokomial adalah setiap infeksi yang didapat penderita di rumah sakit karena dirawat, berobat jalan
di rumah sakit, yang juga tidak diderita ketika pertama masuk Rumah Sakit(RS) dan tidak dalam masa tunas
suatu penyakit infeksi, termasuk infeksi yang didapat petugas karena pekerjaannya di RS. Gejala penyakitnya
dapat terlihat ketika penderita masih dirawat di RS atau penderita sudah pulang. Macam-macam Infeksi
nosokomial (INOS): 
1. Infeksi silang (Cross infection)adalah infeksi yang disebabkan oleh kuman yag didapat dari orang/penderita
lain di RS secara langsung ataupun tidak langsung. 
2. Infeksi lingkungan (Environmental infection) adalah infeksi nosokomial yang disebabkan kuman yang
didapat dari benda atau bahan taak bernyawa di lingkungan RS. 
3. Infeksi sendiri (Self infection) adalah infeksi nosokomial yang disebabkan kuman yang diperoleh dari
penderita sendiri karena perpindahan dari satu focus/jaringan ke lokasi/jaringan lain pada tubuh orang yang
sama. Bisa terjadi secara langsung, lewat udara atau benda yang dipakai sendiri seperti pakaian, selimut, atau
karena gesekan tangan sendiri atau tangan orang lain.
      Infeksi nosokomial terjadi karena hasil interaksi antara penyebab (agent), inang (host), dan lingkungan
(environment) dengan mata rantai infeksinya. Kuman keluar dari sumber infeksi melalui tempat keluar (port of
exit) dengan exit medium, pindah/menular secara langsung atau tidak langsung dengan perantara, dengan
entrance medium melalui tempat masuk (port of entry) mencapai hospes baru yang rentan. Faktor yang
mempengaruhi terjadinya Infeksi Nosokomial: 

Berbagai penanggulangan Infeksi nosokomial yang dapat dilakukan terhadap Mien adalah:

1. pemberian obat antibiotika

2. isolasikan klien (jika mengalami infeksi menular)

3. lakukan pemeriksaan feultur spesimen (darah;urin;sputuni;piis dtl) daa lakukan pemantauan


terhadap jenis dan pola kepekaan fcuman penyebab infeksi nosokomial

4. membatasi penggunaan antibiotika tertentu yang dapat dicadangkan utk menghadapi


resistensi obat yg pemah digunakan

5. mengawasi secara ketat pemakaian obat-obatan imunosopresif, kortikosteroid dan


sitostatika

6. batasi pengunjung

7. tingkatkan status giad klien

8. ganti alat medis sesuai program ( cameter folley;IV line; NGT dll)

9. pisahkan alat tenun kotor pada kantong khusus (jika perlu)

10. gunakan alat kesehaten secara khusus seperti termometer, jika perlu

Gardner, P.E. (1990). Critical Care Nursing. New York: W.B. Saunders Company

WHO membagi kuman penyebab INOS menjadi 3 (tiga) golongan: 


1. Conventional Pathogen, yaitu kuman yang menimbulkan penyakit pada orang  sehat karena tidak adanya
kekebalan spesifik terhadap kuman tersebut.  Misalnya: virus influenza. 
2. Conditional Pathogen, yaitu kuman yang menyebabkan penyakit kalau ada  faktor predisposisi spesifik: 
  a. Pada orang dengan daya tahan tubuh menurun terhadap infeksi. 
 b. Kuman langsung masuk kedalam jaringan tubuh atau bagian tubuh yang biasanya steril. 
3. Opportunist Pathogen, yaitu kuman yang menyebabkan penyakit menyeluruh  pada penderita yang daya
tahannya sangat menurun.

Sumber infeksi nosokomial dapat berupa: 


1. Animate (sesuatu yang bernyawa), misalnya: 
  a. Manusia sehat sebagai sumber (carier), pada tubuhnya mengandung kuman, tetapi tidak merasa sakit dan
tidak menunjukkan gejala penyakit, dapat  menularkan ke orang lain. 
  b. Manusia yang sakit dapat menularkan ke orang lain ataupun pada dirinya  sendiri (dari satu lokasi tubuh ke
lokasi lain). 
  c. Binatang bertulang belakang, misalnya kucing memindahkan Toxoplasma. 
  d. Binatang beruas (Arthrophoda), misalnya: nyamuk memindahkan malaria  atau demam berdarah. 
2. Inanimate (sesuatu yang tidak bernyawa) 
  a. Benda/bahan mati yang kering : udara, debu, permukaan benda, dapat   menjadi tempat hidup kuman
sampai sehari atau sebulan. Contoh:   Streptococcus, Staphylicoccus. 
  b. Benda/bahan cair atau lembab : air cucian tangan, handuk, lap tangan dapat   digunakan hidup kuma
sampai berbulan-bulan. Contoh: Pseudomonas,   Enteroacter proteus. 
  c. Tanah dan lingkungan bebas. Contoh: Clostridium tetani, Clostridium   perfringens, Listeria.

Penularan dapat terjadi secara: 


1. Langsung 
  a. Aerogen: melalui udara 
  b. Kontak: dengan orang, sumber lingkungan, transfusi darah. 
2. Tidak langsung, melalui perantara seperti nyamuk, air, dll.
Fulvia pujiati 2012

Selain itu penularan infeksi nosokomial yaitu


1.      Penularan secara kontak
Penularan ini dapat terjadi secara kontak langsung, kontak tidak langsung dan droplet. Kontak langsung terjadi
bila sumber infeksi berhubungan langsung dengan penjamu, misalnya person to person pada penularan infeksi
virus hepatitis A secara fecal oral. Kontak tidak langsung terjadi apabila penularan membutuhkan objek
perantara (biasanya benda mati). Hal ini terjadi karena benda mati tersebut telah terkontaminasi oleh infeksi,
misalnya kontaminasi peralatan medis oleh mikroorganisme.
2.      Penularan melalui Common Vehicle
Penularan ini melalui benda mati yang telah terkontaminasi oleh kuman dan dapat menyebabkan penyakit pada
lebih dari satu penjamu. Adapun jenis-jenis common vehicleadalah darah/produk darah, cairan intra vena, obat-
obatan dan sebagainya.
3.      Penularan melalui udara dan inhalasi
Penularan ini terjadi bila mikroorganisme mempunyai ukuran yang sangat kecil sehingga dapat mengenai
penjamu dalam jarak yang cukup jauh dan melalui saluran pernafasan. Misalnya mikroorganisme yang
terdapat dalam sel-sel kulit yang terlepas  (staphylococcus) dan tuberculosis.
4.      Penularan dengan perantara vektor
Penularan ini dapat terjadi secara eksternal maupun internal. Disebut penularan secara eksternal bila hanya
terjadi pemindahan secara mekanis dari mikroorganisme yang menempel pada tubuh vector misalnya shigella
dan  salmonella oleh lalat.
Penularan secara internal bila mikroorganisme masuk ke dalam tubuh vektor dan dapat terjadi perubahan
secara biologis, misalnya parasit malaria dalam nyamuk atau tidak mengalami perubahan biologis,
misalnya yersenia pestis pada ginjal (flea).   
Ada beberapa jenis infeksi Nosokomial (INOS). Berikut adalah jenis macam infeksi nosokomial yang sering
ditemukan di Rumah Sakit :

1. Infeksi saluran kemih (paling sering). Infeksi ini paling sering disebabkan oleh pemasangan catheter.
Biasanya terjadi apabila pemasangan yang tidak steril, fikasi yang kurang kuat, pemasangan melewati
batas pengunggunaan( sebaiknya diganti 5-7 hari).
2. Infeksi vaskuler. Paling banyak disebabkan oleh pemasangan infus. Sumber infeksi bisa berasal dari
waktu dan cara pemasangan infus, jarum dan infus set, serta botol infus itu sendiri.
3. Infeksi luka operasi. Resiko terjadinya infeksi luka operasi tergantung kepada jenis, macam operasi,
keadaan umum penderita, ketrampilan dokter bedah, dan proses perawatan luka.
4. Infeksi luka non operasi. Contohnya pada penanganan luka bakar dan dekubitus.
5. Infeksi saluran pernapasan. Predisposisi terjadinya infeksi ini yaitu derajat keparahan penyakit pasien,
rawat inap yang terlalu lama, usia rentan (terlalu muda atau tua) dan penggunaan alat bantu
pernapasan (ventilator).

Infeksi nosokomial ini dapat berasal dari dalam tubuh penderita maupun luar tubuh. Infeksi endogen
disebabkan oleh mikroorganisme yang semula memang sudah ada didalam tubuh dan berpindah ke tempat
baru yang kita sebut dengan self infection atau auto infection, sementara infeksi eksogen (cross infection)
disebabkan oleh mikroorganisme yang berasal dari rumah sakit dan dari satu pasien ke pasien lainnya
(Soeparman, 2001).

Sesara umum factor yang mempengaruhi terjadinya nosokomial terdiri atas 2 bagian besar,
yaitu : (Roeshadi, D, 1991)
1.      Faktor endogen (umur, seks, penyakit penyerta, daya tahan tubuh dan kondisikondisi lokal)
2.      Faktor eksogen (lama penderita dirawat,kelompok yang merawat, alat medis, serta lingkungan)

Macam-macam Desinfeksi

Desinfeksi adalah membunuh mikroorganisme penyebab penyakit dengan bahan kimia atau secara
fisik, hal ini dapat mengurangi kemungkinan terjadi infeksi dengan jalam membunuh
mikroorganisme patogen. Disinfektan yang tidak berbahaya bagi permukaan tubuh dapat digunakan
dan bahan ini dinamakan antiseptik.

Antiseptik adalah zat yang dapat menghambat atau menghancurkan mikroorganisme pada jaringan
hidup, sedang desinfeksi digunakan pada benda mati. Desinfektan dapat pula digunakan sebagai
antiseptik atau sebaliknya tergantung dari toksisitasnya.

Sebelum dilakukan desinfeksi, penting untuk membersihkan alat-alat tersebut dari debris organik
dan bahan-bahan berminyak karena dapat menghambat proses disinfeksi.

Macam-macam desinfektan yang digunakan:

1.      Alkohol
Etil alkohol atau propil alkohol pada air digunakan untuk mendesinfeksi kulit. Alkohol yang
dicampur dengan aldehid digunakan dalam bidang kedokteran gigi unguk mendesinfeksi permukaan,
namun ADA tidak menganjurkkan pemakaian alkohol untuk mendesinfeksi permukaan oleh karena
cepat menguap tanpa meninggalkan efek sisa.

2.      Aldehid
Glutaraldehid merupakan salah satu desinfektan yang populer pada kedokteran gigi, baik tunggal
maupun dalam bentuk kombinasi. Aldehid merupakan desinfektan yang kuat. Glutaraldehid 2%
dapat dipakai untuk mendesinfeksi alat-alat yang tidak dapat disterilkan, diulas dengan kasa steril
kemudian diulas kembali dengan kasa steril yang dibasahi dengan akuades, karena glutaraldehid
yang tersisa pada instrumen dapat mengiritasi kulit/mukosa, operator harus memakai masker,
kacamata pelindung dan sarung tangan heavy duty. Larutan glutaraldehid 2% efektif terhadap
bakteri vegetatif seperti M. tuberculosis, fungi, dan virus akan mati dalam waktu 10-20 menit,
sedang spora baru alan mati setelah 10 jam.
3.      Biguanid
Klorheksidin merupakan contoh dari biguanid yang digunakan secara luas dalam bidang kedokteran
gigi sebagai antiseptik dan kontrok plak, misalnya 0,4% larutan pada detergen digunakan pada
surgical scrub (Hibiscrub), 0,2% klorheksidin glukonat pada larutan air digunakan sebagai bahan
antiplak (Corsodyl) dan pada konsentrasi lebih tinggi 2% digunakan sebagai desinfeksi geligi tiruan.
Zat ini sangat aktif terhadap bakteri Gram(+) maupun Gram(-). Efektivitasnya pada rongga mulut
terutama disebabkan oleh absorpsinya pada hidroksiapatit dan salivary mucus.

4.      Senyawa halogen.
Hipoklorit dan povidon-iodin adalah zat oksidasi dan melepaskan ion halide. Walaupun murah dan
efektif, zat ini dapat menyebabkan karat pada logam dan cepat diinaktifkan oleh bahan organik
(misalnya Chloros, Domestos, dan Betadine).

5.      Fenol
Larutan jernih, tidak mengiritasi kulit dan dapat digunakan untuk membersihkan alat yang
terkontaminasi oleh karena tidak dapat dirusak oleh zat organik. Zat ini bersifat virusidal dan
sporosidal yang lemah. Namun karena sebagian besar bakteri dapat dibunuh oleh zat ini, banyak
digunakan di rumah sakit dan laboratorium.

6.      Klorsilenol
Klorsilenol merupakan larutan yang tidak mengiritasi dan banyak digunakan sebagai antiseptik,
aktifitasnya rendah terhadap banyak bakteri dan penggunaannya terbatas sebagai desinfektan
(misalnya Dettol).

2.5     Perbedaan Sterilisasi dan Desinfeksi

Steralisasi adalah suatu cara untuk membebaskan sesuatu (alat, bahan, media, dan lain-lain) dari
mikroorganisme yang tidak diharapkan kehadirannya baik yang patogen maupun yang a patogen. Atau bisa
juga dikatakan sebagai proses untuk membebaskan suatu benda dari semua mikroorganisme, baik bentuk
vegetative maupun bentuk spora.

Sedangkan desinfeksi adalah, membunuh mikroorganisme penyebab penyakit dengan bahan kimia atau secara
fisik, hal ini dapat mengurangi kemungkinan terjadi infeksi dengan jalam membunuh mikroorganisme
patogen.

 Macam-Macam Sterilisasi

Pada prinsipnya sterilisasi dapat dilakukan dengan 3 cara yaitu secara mekanik, fisik dan kimiawi:

1.      Sterilisai secara mekanik (filtrasi) menggunakan suatu saringan yang berpori sangat kecil (0.22 mikron
atau 0.45 mikron) sehingga mikroba tertahan pada saringan tersebut. Proses ini ditujukan untuk sterilisasi
bahan yang peka panas, misal nya larutan enzim dan antibiotic

2.      Sterilisasi secara fisik dapat dilakukan dengan pemanasan & penyinaran
•         Pemanasan
      Pemijaran (dengan api langsung): membakar alat pada api secara langsung, contoh alat : jarum inokulum,
pinset, batang L, dll. 100 % efektif namun terbatas penggunaanya.
      Panas kering: sterilisasi dengan oven kira-kira 60-1800C. Sterilisasi panas kering cocok untuk alat yang
terbuat dari kaca misalnya erlenmeyer, tabung reaksi dll. Waktu relatif lama sekitar 1-2 jam. Kesterilaln
tergnatung dengan waktu dan suhu yang digunakan, apabila waktu dan suhu tidak sesuai dengan ketentuan
maka sterilisasipun tidak akan bisa dicapai secara sempurna.
      Uap air panas: konsep ini mirip dengan mengukus. Bahan yang mengandung air lebih tepat
menggungakan metode ini supaya tidak terjadi dehidrasi Teknik disinfeksi termurah Waktu 15 menit setelah
air mendidih Beberapa bakteri tidak terbunuh dengan teknik ini: Clostridium perfingens dan Cl. Botulinum
      Uap air panas bertekanan : menggunalkan autoklaf menggunakan suhu 121 C dan tekanan 15 lbs, apabila
sedang bekerja maka akan terjadi koagulasi. Untuk mengetahui autoklaf berfungsi dengan baik digunakan
Bacillus stearothermophilus Bila media yang telah distrerilkan. diinkubasi selama 7 hari berturut-turut apabila
selama 7 hari: Media keruh maka otoklaf rusak Media jernih maka otoklaf baik, kesterilalnnya, Keterkaitan
antara suhu dan tekanan dalam autoklaf
•   Pasteurisasi: Pertama dilakukan oleh Pasteur, Digunakan pada sterilisasi susu Membunuh kuman: tbc,
brucella, Streptokokus, Staphilokokus, Salmonella, Shigella dan difteri (kuman yang berasal dari
sapi/pemerah) dengan Suhu 65 C/ 30 menit

•         Penyinaran dengan sinar UV


Sinar Ultra Violet juga dapat digunakan untuk proses sterilisasi, misalnya untuk membunuh mikroba yang
menempel pada permukaan interior Safety Cabinet dengan disinari lampu UV Sterilisaisi secara kimiawi
biasanya menggunakan senyawa desinfektan antara lain alkohol.

Beberapa kelebihan sterilisasi dengan cara ini:


-          Memiliki daya antimikrobial sangat kuat
-          Panjang gelombang: 220-290 nm paling efektif 253,7 nm

•     Sinar Gamma Daya kerjanya digunakan pada sterilisasi bahan makanan, terutama bila panas
menyebabkan perubahan rasa, rupa atau penampilan  Bahan disposable: alat suntikan cawan petri dpt
distrelkan dengan teknik ini. Sterilisasi dengan sinar gamma disebut juga “sterilisasi dingin”

3.      Sterilisasi dengan Cara Kimia

Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada disinfeksi kimia


·         Rongga (space)
·         Sebaiknya bersifat membunuh (germisid)
·         Waktu (lamanya) disinfeksi harus tepat
·         Pengenceran harus sesuai dengan anjuran
·         Solusi yang biasa dipakai untuk membunuh spora kuman biasanya bersifat sangat mudah menguap
·         Merawat tangan setelah berkontak dengan disinfekstan, Sebaiknya menyediakan hand lation

Ester, Monica.2005.Pedoman Perawatan Pasien.Jakarta:EGC

Aseptik merupakan suatu keadaan dimana tidak adanya pathogen penyebab terjadinya suatu penyakit.Teknik
aseptic dilakukan untuk menjaga klien terbebas dari mikroorganisme. Ada dua tipe :

1. Medical asepsis (teknik bersih)


Ø  Meliputi prosedur yang dilakukan untuk menurunkan dan mencegah penyebaran mikroorganisme
Ø  Tindakan yang termasuk dalam teknik bersih adalah : cuci tangan, mengganti linen
Ø  Pada teknik bersih, suatu area dikatakan terkontaminasi jika diwaspadai/terdapat pathogen. Misalnya :
bedpan yang telah dipakai, lantai,kasa yang basah.
2.      Surgical asepsis (teknik steril)
Ø  Prosedur yang dilakukan untuk meniadakan mikroorganisme dari suatu area
Ø  Tindakan yang termasuk dalah teknik steril adalah : sterilisasi
Ø  Pada teknik steril, suatu area dikatakan tidak steril jika tersentuh benda yang tidak steril. Misalnya : sarung
tangan bagian luar tersentuh tangan, alat steril tersentuh tangan.
Scrubbing (Cuci Tangan)
Cuci tangan merupakan tindakan yang penting untuk dilakukan dengan tujuan mencegah mikroorganisme baik
dari perawat ke klien maupun klien ke perawat.
Menurut Larson, ’82 dan Aylette, ’92 pelaksanaan cuci tangan tergantung pada :
Ø  Intensitas/frekuensi kontak dengan klien dan bahan yang terkontaminasi
Ø  Tingkat/jumlah kontaminasi yang akan terjadi
Ø  Ketahanan klien dan tim kesehatan terhadap infeksi
Cuci tangan harus dilakukan pada saat :
Ø  Awal mulai shift
Ø  Sebelum dan sesusah kontak dengan klien
Ø  Sebelum melakukan prosedur invasive
Ø  Sebelum dan sesudah melakukan perawatan luka
Ø  Setelah kontak dengan cairan tubuh, meskipun sudah menggunakan sarung tangan
Ø  Setelah selesai shift, sebelum pulang
Pelaksanaan cuci tangan minimal dilakukan selama 10-15 detik.Penggunaan sabun anti mikroba
dilakukan jika perawat ingin menurunkan jumlah mikroba, termasuk saat kontak dengan klien lansia, yang
mengalami imunosupresi, mengalami kerusakan pada sistim integumen dan saat akan melakukan tindakan
invasive. Contoh sabun antimikroba adalah : Klohexidin glukonat,alcohol dan iodofor.
Gloving ( Memakai Sarung tangan )
Sarung tangan digunakan untuk mencegah terjadinya transmisi pathogen baik secara langsung
maupun tidak langsung. Penggunaan sarung tangan menurut CDC (Centrr for Disease Control and
Prevention ) akan menurunkan :
Ø  Kemugkinan terjadinya kontak dengan mikroorganisme yang infeksius
Ø  Resiko penyebaran flora endogen dari perawat ke klien
Ø  Resiko penyebaran mikroorganisme dari klien ke perawat
Sarung tangan digunakan pada saat :
Ø  Mengalami luka pada kulit
Ø  Melakukan tindakan invasive
Ø  Beresiko untuk terpapar dengan darah dan cairan tubuh

NASUTION CHAN , 2012

Alat Pelindung Diri adalah alat-alat yang mampu memberikan perlindungan terhadap bahaya-bahaya
kecelakaan (Suma’mur, 1991)

KEGUNAAN ALAT PELINDUNG DIRI (APD)


1. Sarung tangan
Melindungi tangan dari bahan infeksius dan mellindungi pasien dari mikroorganisme pada tangan petugas.
Alat ini merupakan pembatas fisik terpenting untuk mencegah penyebaran infeksi dan harus selalu diganti
untuk mecegah infeksi silang.
Menurut Tiedjen ada tiga jenis sarung tangan yaitu:
a.       Sarung tangan bedah, dipaka sewaktu melakukan tindakan infasif atau pembedahan.
b.      Sarung tangan pemeriksaan, dipakai untuk melindungi petugas kesehatan sewaktu malakukan pemeriksaan
atau pekerjaan rutin.
c.       Sarung tangan rumah tangga, dipakai sewaktu memprose peralatan, menangani bahan-bahan terkontaminasi,
dan sewaktu membersihkan permukaan yang terkontaminasi.
2.  Masker
Masker harus cukup besar untuk menutup hidung, muka bagian bawah, rahang dan semua rambut muka.
Masker dipakai untuk menahan cipratan yang keluar sewaktu petugas kesehatan atau petugas bedah bicara,
batuk, atau bersin dan juga untuk mencegah cipratan darah atau cairan tubuh yang terkontaminasi masik
kedalam hidung atau mulut petugas kesehatan. Masker jika tidak terbuat dari bahan tahan cairan,
bagaimanapun juga tidak efektif dalam mencegah dengan baik.
3.  Respirator
Masker jenis khusus, disebut respirator partikel, yang dianjurkan dalam situasi memfilter udara yang tertarik
nafas dianggap sangat penting (umpamanya, dalam perawatan orang dengan tuberculosis paru).
4.  Pelindung mata
Melindungi perawat kalau terjadi cipratan darah atau cairan tubuh lainya yang terkontaminasi dengan
melindungi mata. Pelindung mata termasuk pelindung plastik yan jernih. Kacamata pengaman, pelindung
muka. Kacamata yang dibuat dengan resep dokter atau kacamata dengan lensa normal juga dapat dipakai.

5.     Tutup kepala/kap


Dipakai untuk menutup rambut dan kepala agar guguran kulit dan
rambut tidak masuk dalam luka sewaktu pembedahan. Kap harus dapat menutup semua rambut.
6.     Gaun
Gaun penutup, dipakai untuk menutupi baju rumah. Gaun ini dipakai untuk melindungi pakaian petugas
pelayanan kesehatan.Gaun bedah, petama kali digunakan untuk melindungi pasien dari mikroorganisme yang
terdapat di abdomen dan lengan dari staf perawatan kesehatan sewaktu pembedahan.
7.     Apron/Clemek
Terbuat dari bahan karet atau plastik sebagai suatu pembatas tahan air di bagian depan dari petugas kesehatan.
8.     \Alas kaki
Dipakai untuk melindungi kaki dari perlukaan oleh benda tajam atau berat atau dari cairan yang kebetulan
jatuh atau menetes pada kaki.

F.      KEKURANGAN DAN KELEBIHAN ALAT PELINDUNG DIRI


1.    Kekurangan
a.   Kemampuan perlindungan yang tak sempurna karena memakai Alat pelindung diri yang kurang tepat
b.  Fungsi dari Alat Pelindung Diri ini hanya untuk menguragi akibat dari kondisi yang berpotensi menimbulkan
bahaya.
c.   Tidak menjamin pemakainya bebas kecelakaan
d.  Cara pemakaian Alat Pelindung Diri yang salah,
e.   Alat Pelindung Diri tak memenuhi persyaratan standar)
f.    Alat Pelindung Diri yang sangat sensitive terhadap perubahan tertentu.
g.   Alat Pelindung Diri yang mempunyai masa kerja tertentu seperti kanister, filter dan penyerap (cartridge).
h.  Alat Pelindung Diri dapat menularkan penyakit,bila dipakai berganti-ganti.
2.    Kelebihan
a.    Mengurangi resiko akibat kecelakan
b.    Melindungi seluruh/sebagian tubuhnya pada kecelakaan
c.    Sebagai usaha terakhir apabila sistem pengendalian teknik dan administrasi tidak berfungsi dengan baik.
d.   Memberikan perlindungan bagi tenaga kerja di tempat kerja.
G.CARA MEMILIH DAN MERAWAT ALAT PELINDUNG DIRI
1.      Cara memilih
a.     Sesuai dengan jenis pekerjaan dan dalam jumlah yang memadai.
b.     Alat Pelindung Diri yang sesuai standar serta sesuai dengan jenis pekerjaannya harus selalu digunakan selama
mengerjakan tugas tersebut atau selama berada di areal pekerjaan tersebut dilaksanakan.
c.      Alat Pelindung Diri tidak dibutuhkan apabila sedang berada dalam kantor, ruang istirahat, atau tempat-tempat
yang tidak berhubungan dengan pekerjaannya.
d.     Melalui pengamatan operasi, proses, dan jenis material yang dipakai.
2.      Cara merawat
a.     Meletakkan Alat pelindung diri pada tempatnya setelah selesai digunakan.
b.     Melakukan pembersihan secara berkala.
c.      Memeriksa Alat pelindung diri sebelum dipakai untuk mengetahui adanya kerusakan atau tidak layak pakai.
d.     Memastikan Alat pelindung diri yang digunakan aman untuk keselamatan jika tidak sesuai maka perlu diganti
dengan yang baru.
e.      Dijaga keadaannya dengan pemeriksaan rutin yang menyangkut cara penyimpanan, kebersihan serta
kondisinya.
f.       Apabila dalam pemeriksaan tersebut ditemukan alat helm kerja yang kualitasnya tidak sesuai persyaratan
maka alat tersebut ditarik serta tidak dibenarkan untuk dipergunakan
g.     Secara spesifik sebagai berikut

3.      Helm Safety/ Helm Kerja (Hard hat)


a.     Helm kerja dijaga keadaannya dengan pemeriksaan rutin yang menyangkut cara penyimpanan, kebersihan
serta kondisinya oleh manajemen lini.
b.     Apabila dalam pemeriksaan tersebut ditemukan alat helm kerja yang kualitasnya tidak sesuai persyaratan
maka alat tersebut ditarik serta tidak dibenarkan untuk dipergunakan (retak-retak, bolong atau tanpa system
suspensinya).
c.      Setiap manajemen lini harus memiliki catatan jumlah karyawan yang memiliki helm kerja dan telah
mengikuti training.

4.      Kacamata Safety (Safety Glasses)


a.     Kacamata safety dijaga keadaannya dengan pemeriksaan rutin yang menyangkut cara penyimpanan,
kebersihan serta kondisinya oleh manajemen lini.
b.     Apabila dalam pemeriksaan tersebut ditemukan kacamata safety yang kualitasnya tidak sesuai persyaratan
maka alat tersebut ditarik serta tidak dibenarkan untuk dipergunakan.
c.      Penyimpanan masker harus terjamin sehingga terhindar dari debu, kondisi yang ekstrim (terlalu panas atau
terlalu dingin), kelembaban atau kemungkinan tercemar bahan-bahan kimia berbahaya.
d.     Setiap manajemen lini harus memiliki catatan jumlah karyawan yang memiliki kacamata safety dan telah
mengikuti training.

5.      Sepatu Safety (Safety Shoes)


a.   Sepatu safety dijaga keadaannya dengan pemeriksaan rutin yang menyangkut cara penyimpanan, kebersihan
serta kondisinya oleh manajemen lini.
b.  Apabila dalam pemeriksaan tersebut ditemukan sepatu safety yang kualitasnya tidak sesuai persyaratan maka
alat tersebut ditarik serta tidak dibenarkan untuk dipergunakan.
c.   Setiap manajemen lini harus memiliki catatan jumlah karyawan yang memiliki sepatu safety dan telah
mengikuti training.
6.      Masker/ Perlindungan Pernafasan (Mask/ Respiratory Protection)
a.   Pelindung pernafasan dijaga keadaannya dengan pemeriksaan rutin yang menyangkut cara penyimpanan,
kebersihan serta kondisinya.
b.  Apabila dalam pemeriksaan tersebut ditemukan alat pelindung pernafasan yang kualitasnya tidak sesuai
persyaratan maka alat tersebut ditarik serta tidak dibenarkan untuk dipergunakan.
c.   Kondisi dan kebersihan alat pelindung pernafasan menjadi tanggung jawab karyawan yang bersangkutan,
d.  Kontrol terhadap kebersihan alat tersebut akan selalu dilakukan oleh managemen lini.
7.      Sarung tangan
a.  Sarung tangan dijaga keadaannya dengan pemeriksaan rutin yang menyangkut cara penyimpanan, kebersihan
serta kondisinya oleh manajemen lini.
b.  Apabila dalam pemeriksaan tersebut ditemukan sarung tangan yang kualitasnya tidak sesuai persyaratan maka
alat tersebut ditarik serta tidak dibenarkan untuk dipergunakan.
c.   Penyimpanan sarung tangan harus terjamin sehingga terhindar dari debu, kondisi yang ekstrim (terlalu panas
atau terlalu dingin), kelembaban atau kemungkinan tercemar bahan-bahan kimia berbahaya.

H.FAKTOR YANG HARUS DIPERHATIKAN


Faktor penting yang harus diperhatikan pada pemakaian APD :
1.  Kenakan APD sebelum kontak dengan pasien, umumnya sebelum memasuki ruangan (tindakan atau operasi).
2.  Gunakan dengan hati-hati jangan menyebarkan kontaminasi.
3.  Lepas dan buang secara hati-hati ke tempat limbah infeksius yang telah disediakan di ruang ganti khusus.
Lepas masker di luar ruangan.
4.  Segera lakukan pembersihan tangan dengan langkah-langkah membersihkan tangan sesuai pedoman.

I.    LANGKAH-LANGKAH PEMAKAIAN APD


Langkah-Langkah memakai APD pada perawatan ruang isolasi kontak dan airborne adalah sebagai berikut :
1.  Kenakan baju kerja sebagai lapisan pertama pakaian pelindung.
2.  Kenakan pelindung kaki.
3.  Kenakan sepasang sarung tangan pertama.
4.  Kenakan gaun luar.
5.  Kenakan celemek plastik.
6.  Kenakan sepasang sarung tangan kedua.
7.  Kenakan masker.
8.  Kenakan penutup kepala.
9.  Kenakan pelindung mata

J.   PRINSIP PEMAKAIAN APD :


1.  Gaun Pelindung
·     Tutupi badan sepenuhnya dari leher hingga lutut, lengan hingga pergelangan tangan dan selubungkan ke
belakang punggung.
·     Ikat di bagian belakang leher dan pinggang.
2.  Masker
·     Eratkan tali atau karet elastis pada bagian tengah kepala dan leher
·     Paskan klip hidung dari logam fleksibel pada batang hidung.
·     Paskan dengan erat pada wajah dan di bawah dagu sehingga melekat dengan baik.
·     Periksa ulang pengepasan masker
3.  Kacamata atau pelindung wajah
·     Pasang pada wajah dan mata dan sesuaikan agar pas.
4.  Sarung tangan
·     Tarik hingga menutupi bagian pergelangan tangan gaun isolasi

Afrizal, Yudha , 2016 , Panduan Alat Pelindung Diri

You might also like